Deteksi Antibodi Avian Influenza Virus Subtipe H5 dengan Uji Hambat Hemagglutinasi pada Serum Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Dikoleksi oleh Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB Maulana Ar Raniri Putra FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 1 ABSTRAK MAULANA ARRANIRI PUTRA. Deteksi Antibodi Avian Influenza Virus Subtipe H5 dengan Uji Hambat Hemaglutinasi pada Serum Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Dikoleksi oleh Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB. Dibimbing oleh JOKO PAMUNGKAS dan DIAH ISKANDRIATI. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penelusuran terhadap indikasi terdapatnya infeksi alami virus avian influenza subtipe H5 pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan melakukan deteksi antibodi terhadap antigen H5 dari virus tersebut. Penelitian ini memanfaatkan 132 sampel serum monyet ekor panjang yang dikoleksi oleh Pusat Studi Satwa Primata IPB. Serum-serum tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis penangkaran asal sampel serum tersebut diperoleh, dengan kriteria penangkaran A adalah penangkaran di suatu pulau, penangkaran B merupakan penangkaran di suatu daerah yang terdapat peternakan ayam dalam radius kurang dari dua kilometer, dan penangkaran C merupakan penangkaran di suatu daerah yang tidak dijumpai peternakan ayam dalam radius lima kilometer dan diketahui tidak memiliki kontak dengan unggas liar. Deteksi antibodi terhadap antigen H5 dari virus avian influenza pada sampel serum monyet ekor panjang dilakukan dengan uji Hambat Hemaglutinasi (Haemagglutination Inhibition, HI) metode beta. Hasil penelitian ini menunjukan indikasi terdapatnya monyet ekor panjang yang pernah terpapar oleh virus avian influenza subtipe H5. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji yang dilakukan, dimana dari 132 sampel serum, sebanyak 124 serum (94%) memberikan hasil uji HI positif, sementara delapan serum (6%) memberikan hasil uji HI negatif. Apabila sampel serum dikelompokkan berdasarkan data jenis penangkaran asal sampel serum, maka diperoleh sebaran sampel serum yang positif hasil uji HI sebesar 97,7% pada jenis penangkaran A, 100% pada jenis penangkaran B, dan 89,4% pada jenis penangkaran C. Kata kunci: Antibodi, avian influenza, uji hambat hemaglutinasi, Macaca fascicularis. 2 ABSTRACT MAULANA ARRANIRI PUTRA. Detection of Avian Influenza Virus H5 Subtype Antibody with Hemagglutination Inhibition Test in Long Tail Macaques (Macaca fascicularis) Serum Collection of IPB Primate Research Center. Under direction of JOKO PAMUNGKAS and DIAH ISKANDRIATI. The objective of this serological study was to trace and confirm the indication of avian influenza virus (AIV) H5 subtype natural infection in long tail macaques (Macaca fascicularis) by antibody detection against the H5 antigen of the AIV. This study utilized 132 serum samples from long tail macaques that have been in the archive collection of IPB Primate Research Center (IPB PRC). Serum samples were grouped based on the type of breeding colony from which they were taken from. Three types of breeding colony were categorized as type A breeding colony for one managed as semi-free breeding colony on an island, type B breeding colony is outdoor captive breeding colony managed on area with the presence of poultry farms within the radius of two kilometers, while type C breeding colony is outdoor captive breeding colony managed on area with the absence of poultry farm within five kilometer range and direct contact with wild bird. The detection of antibodies to H5 antigen of the virus utilized the beta method of Hemagglutination Inhibition (HI) Test. The results showed strong indication of natural infection by H5 subtype of AIV in long tail macaques as shown that out of 132 serum samples, 124 (94%) were tested positive by HI, while only eight (6%) were tested negative. When analyzed based on their breeding type of origin, positive HI tested serum samples were found at 97.7% in type A breeding colony, 100% in type B breeding colony, and 89.4% in type C breeding colony. Keywords: Antibody, Avian influenza, hemagglutination inhibition test, Macaca fascicularis. 3 © Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya 4 Deteksi Antibodi Avian Influenza Virus Subtipe H5 dengan Uji Hambat Hemagglutinasi pada Serum Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Dikoleksi oleh Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB Maulana Ar Raniri Putra B04104119 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 5 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran hewan. Proses penyusunan skripsi ini merupakan suatu pejalanan panjang yang dilalui dengan penuh kesabaran dan perjuangan. Dalam melaksanaan tahap demi tahap pada proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. drh. Joko Pamungkas MSc dan Dr. drh. Diah Iskandriati sebagai dosen pembimbing, atas segala ilmu, pengetahuan, keterampilan, nasehat, bimbingan, saran, kritik dan kesabarannya dalam membimbing penulis. Kepala Pusat Studi Satwa Primata LPPM-IPB dan Kepala Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi PSSP LPPM-IPB atas segala fasilitas dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini. Drh. Dede Setiawan sebagai Pembimbing Lapang atas segala ilmu, pengetahuan, keterampilan, waktu, dukungan dan kesabarannya dalam mendampingi dan membimbing penulis selama penelitian. Drh. I Ketut Mudite Adnyane MSi sebagai pembimbing akademik pada tahun 2005-2007 dan Dr. drh. Adi Winarto sebagai pembimbing akademik 2007-2008, atas segala bentuk dorongan, motivasi dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan semua perkuliahan dengan lancar. Ibu Isti, Pak Uus, Ibu Mita, Ibu Silmi dan Ibu Maryati atas segala bimbingan, keterampilan laboratorium, canda, tawa, saran dan dukungannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Seluruh staf PSSP LPPM-IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala bantuannya selama penelitian. Mama dan Papa atas doa, cinta, kasih sayang, motivasi, dukungan dan perhatian yang senantiasa diberikan kepada penulis kapan pun dan dimana pun penulis berada. Fhoci Stelladayef yang telah ikhlas dan sabar mendampingi penulis dan selalu memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis dari awal penelitian hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Dina dan Chipo sebagai rekan terbaik selama penelitian ini atas segala bentuk kerja samanya. Sahabat-sahabat terbaik penulis Sunu, Fikri, Rohi, Rizki, Dwi, Marwan dan seluruh anggota GPK atas persahabatan dan persaudaraan yang telah diberikan kepada penulis. Seluruh keluarga besar Asteroidea 41 atas segala bentuk bantuan, dukungan, hiburan dan semangat dalam menjalani masa-masa panjang selama perkuliahan. 6 Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya, namun penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Bogor, 6 Agustus 2008 Maulana ArRaniri Putra 7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada 14 Juli 1987 dari ayah Drs. Eddy Setiadi dan ibu Ermanila SPdI. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan di SD Negeri Mekarjaya XV Depok pada tahun 1998 dan SMP Negeri 3 Depok pada tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 4 Depok dan di tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Anatomi Veteriner 1 pada periode 2006/2007 dan mata kuliah Histologi Veteriner 2 pada periode 2006/2007. Penulis pernah melakukan magang liburan pada tahun 2005 di RSH IPB dan pada tahun 2007 di PT. PKP (Parakan Salak Farm). Dalam organisasi intra kampus penulis aktif sebagai ketua divisi Pendidikan Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas 2007/2008 dan Ketua Divisi Kaderisasi dan PSDM IMAKAHI cabang IPB 2006/2008. Selain itu penullis juga aktif sebagai anggota Veterinary English Club 2007/2008. 8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. 10 DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. 11 PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................................. 12 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 13 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 13 TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza ................................................................................................. 14 Avian Influenza ................................................................................................. 15 Morfologi dan Klasifikasi .......................................................... Replikasi Virus........................................................................... Variasi Antigenik ....................................................................... Gejala Klinis .............................................................................. 15 17 18 19 Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) .................................................... 19 Klasifikasi Macaca fascicularis ............................................................................ 21 Macaca fascicularis sebagai Hewan Model AI ................................................... 21 Uji Hambat Hemaglutinasi (Hemagglutination Inhibition, HI) ........................... 22 Pengertian dan Prinsip Uji .......................................................... 22 Uji HI pada Serum Mammalia .................................................... 24 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 25 Alat dan Bahan .................................................................................................... 25 Metode Penelitian ................................................................................... 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Perlakuan Awal (Pre-treatment) terhadap Serum Macaca fascicularis . Sebaran Sampel Serum Positif dan Negatif ............................................ Sebaran Sampel Serum Positif Berdasarkan Jenis Asal Penangkaran .... Sebaran Sampel Serum Berdasarkan Tingkatan End Point ..................... 28 29 31 32 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 35 9 DAFTAR TABEL Halaman 1.Jumlah Sampel Serum Positif dan Negatif .................................................... 29 2.Sebaran sampel serum positif uji hambat hemaglutinasi (uji HI) menggunakan virus AI subtipe H5 yang dikelompokkan berdasarkan jenis asal penangkaran . 32 3. Jumlah sampel serum dari masingāmasing tingkatan end point dengan virus standar 4 HAU .................................................................................................. 33 10 DAFTAR GAMBAR Halaman Ilustrasi virus influenza ............................................................................................ 14 Skema proses replikasi virus influenza ....................................................... 17 Antigenic drift dan antigenic shift .......................................................................... 18 Antigenic shift pada virus influenza manusia ......................................................... 18 Macaca fascicularis .................................................................................... 20 Skema terjadinya penghambatan hemaglutinasi dan hemaglutinasi.............. 22 Contoh hasil uji hemaglutinasi (HA) ............................................................. 26 Contoh hasil positif pada uji HI .................................................................... 27 Hasil positif antibodi terhadap antigen H5 pada uji hambat hemaglutinasi .. 28 Hasil negatif antibodi terhadap antigen H5 pada uji hambat hemaglutinasi . 28 Persentase sampel serum positif dan negatif ................................................. 29 Persentase serum dari masing-masing tingkatan titer antibodi ..................... 33 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Flu burung atau avian influenza (AI) merupakan salah satu penyakit yang berbahaya. Penyakit ini disebabkan oleh virus influenza tipe A yang merupakan anggota dari keluarga Orthomyxoviridae (Carter et al. 2006; ICTV 2008). Kasus avian influenza pada manusia pertama di Indonesia yang ditemukan pada pertengahan tahun 2005 telah membuat penyakit ini menjadi perhatian khusus, tidak hanya di Departemen Pertanian melainkan juga di Departemen Kesehatan (Naipospos 2007). Sebenarnya virus avian influenza bukan termasuk virus yang mudah menular ke manusia, namun hal ini bisa terjadi karena adanya mutasi maupun gene reassortment (bercampurnya gen virus influenza hewan dan manusia), sehingga dalam perkembangannya penyakit avian influenza tidak hanya menyerang unggas tetapi juga menyerang manusia (bersifat zoonotik) dan spesies hewan lain selain unggas (Komnas FBPI 2005). Sampai saat ini tercatat beberapa spesies hewan selain unggas yang terdeteksi pernah terpapar oleh virus avian influenza, antara lain: anjing (Songserm et al. 2006), kucing (WHO 2006) dan babi (Choi et al. 2005). Data WHO sampai dengan 19 Juni 2008 menunjukkan kasus AI pada manusia di Indonesia telah mencapai 135 kasus dengan 110 orang diantaranya meninggal (WHO 2008). Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan salah satu hewan model yang lazim digunakan dalam penelitian biomedis. Penggunaan Macaca fascicularis sebagai hewan model didasari oleh kedekatan filogeninya dengan manusia (Kuiken et al. 2003). Macaca fascicularis terbukti merupakan salah satu mamalia yang dapat terinfeksi virus avian influenza secara eksperimental. Penelitian yang dilakukan oleh Rimmelzwaan et al. (2001) dan Kuiken et al. (2003) terhadap Macaca fascicularis yang diinfeksi virus H5N1 menunjukkan bahwa Macaca fascicularis tersebut mengalami berbagai perubahan patologis khususnya pada organ paru, hati, limfonodus pada trakhealbronkus, trakhea dan limpa. Sampai saat ini belum ada informasi atau laporan mengenai Macaca fascicularis yang terinfeksi virus avian influenza subtipe H5 secara alami, walaupun hal tersebut sangat memungkinkan mengingat di habitat aslinya (hutan) 12 Macaca fascicularis dapat terpapar oleh virus tersebut yang berasal dari unggas liar, mengingat tingginya kasus AI pada unggas liar (Guberti and Newman 2007). Ketiadaan informasi tersebut memacu suatu penelusuran untuk mengetahui ada tidaknya Macaca fascicularis yang terinfeksi virus avian influenza. Publikasi mengenai infeksi alami virus influenza pada satwa primata pernah dilaporkan oleh O'brien dan Tauraso pada tahun 1972 yang melaporkan mengenai deteksi antibodi virus influenza tipe A dari subtipe H2 dan H3 pada satwa primata Afrika (Chlorocebus sp.). Hemagglutination Inhibition test atau uji Hambat Hemaglutinasi merupakan salah satu uji sederhana yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan titrasi antibodi terhadap virus yang dapat mengaglutinasikan sel darah merah (Siregar et al. 2006). Virus avian influenza merupakan salah satu virus yang mampu mengaglutinasikan sel darah merah sehingga antibodi terhadap virus tersebut dapat diidentifikasi dengan memanfaatkan uji Hambat Hemaglutinasi (Rowe et al. 1999; Kuiken et al. 2003; Louisirirotchanakul et al. 2007). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai uji diagnostik untuk melakukan penelusuran terhadap indikasi terdapatnya infeksi alami virus avian influenza pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan melakukan deteksi antibodi terhadap antigen H5 dari virus tersebut. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang terdapatnya indikasi infeksi alami virus avian influenza pada Macaca fascicularis sehingga dapat dijadikan sebagai indikator bahwa M. fascicularis berpotensi untuk dijadikan hewan model dalam penelitian tentang avian influenza. 13 TINJAUAN PUSTAKA Virus Influenza Virus Influenza merupakan anggota dari family Orthomyxoviridae (Soejodono dan Handharyani 2005; Carter et al. 2006; Murphy et al. 2006; Naipospos 2007; ICTV 2008). Family ini merupakan salah satu family virus yang tidak dikelompokan dalam suatu ordo (ICTV 2008). Virus influenza merupakan virus RNA utas tunggal dan memiliki nucleocapsid yang berbentuk helix dengan dibungkus oleh selubung (envelope) lipoprotein (Carter et al. 2006). Terdapat tiga tipe virus influenza yaitu tipe A, B, dan C. Virus influenza tipe A dan B memiliki 8 segmen RNA, sedangkan virus influenza tipe C hanya memiliki 7 segmen RNA (Mahy 1985; Easterday dan Hinshaw 1991; Specter et al.. 2000). Virus influenza memiliki dua antigen permukaan yaitu Hemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA) (Mahy 1985; Specter 2000; Soejodono dan Handharyani 2005; Carter et al. 2006; Harder dan Warner 2006). HA berperan pada proses attachment dari virion ke reseptor permukaan sel, selain itu HA juga berperan pada aktivitas hemagglutinasi dari virus. Sementara N berperan pada proses keluarnya virus dari sel inang (Easterday dan Hinshaw 1991). HA dan NA mampu memicu terjadinya respon imun dan respon yang spesifik terhadap subtipe virus (Harder dan Werner 2006; Carter et al. 2006). Terdapat 16 varian antigen hemaglutinin (H1-H16) dan 9 jenis antigen neuraminidase (N1-N9) pada kelompok virus ini (Carter et al. 2006), sehingga dengan demikian virus ini mempunyai 144 kemungkinan variasi subtipe. Gambar 1 Ilustrasi virus Influenza (Sumber: Anonim 2008). 14 Virus influenza tipe A pertama kali diisolasi pada tahun 1933 (Specter 2000). Virus ini menyebar luas dan menginfeksi banyak spesies hewan seperti babi, kuda, kucing, harimau, macan tutul, mamalia laut, unggas, dan primata termasuk manusia (Easterday dan Hinshaw 1991). Virus ini merupakan jenis virus yang mampu mengaglutinasikan sel darah merah, dan replikasi dari virus ini terjadi di dalam nucleus (Soejodono dan Handharyani 2005; Carter et al. 2006). Virus influenza tipe B umumnya ditemukan di manusia. Tidak seperti virus influenza tipe A, virus ini tidak diklasifikasikan berdasarkan subtype (Putri 2006). Virus influenza tipe B tidak menunjukan HA dan NA yang sama dibandingkan dengan virus influenza tipe A dan merupakan populasi minor peredaran virus influenza pada manusia. Walaupun demikian virus ini memiliki komponen biokimiawi dan biologi yang sama dengan virus influenza tipe A, sehingga bisa dititrasi dengan menggunakan metode yang sama (Mahy 1985; Putri 2006). Virus influenza tipe C merupakan virus influenza yang tidak memiliki antigen permukaan HA dan NA dan virus ini merupakan virus yang memiliki struktur biokimiawi dan biologi yang jauh berbeda dengan virus influenza tipe A dan B (Mahy 1985). Avian Influenza Morphologi dan Klasifikasi Avian Influenza atau “Fowl Plaque” merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Virus ini memiliki diameter 90-120 nanometer (Soejodono dan Handharyani 2005), 80-120 nanometer (Easterday dan Hinshaw 1991; Carter et al. 2006). Menurut Easterday dan Hinshaw (1991) virus ini memiliki 8 segmen RNA yang menyandikan 10 protein viral. Protein viral tersebut adalah protein polymerase yang terdiri dari protein polimerase B1 (PB1) pada segmen 1 yang berfungsi sebagai transkriptase, polimerase B2 (PB2) pada segmen 2 yang berfungsi sebagai endonuklease, polimerase A (PA) pada segmen 3 yang berperan dalam proses replikasi RNA virus serta aktivitas proteolitik. Hemaglutinin (HA) pada segmen 4 berfungsi dalam proses attachment virus pada reseptor sel inang, fusi amplop virus dan netralisasi virus berperantara antibodi. Nukleoprotein (NP) pada segmen 5 berperan dalam transport RNP virus dari 15 sitoplasma ke inti, sintesis RNA virus dan merupakan target bagi limfosit T sitotoksik. Neuraminidase (NA) pada segmen 6 yang merupakan enzim yang melepaskan ikatan virus dengan reseptor sel inang dan juga berperan dalam proses netralisasi virus berperantara antibodi. Pada segmen 7 terdapat 2 jenis protein yaitu protein matrix 1 (M1) dan matrix 2 (M2), M1 berperan dalam proses budding dan mencegah RNP virus kembali ke inti, sedangkan M2 berfungsi sebagai ion channel. Pada segmen 8 terdapat 2 jenis protein yaitu protein nonstruktural 1 (NS1) dan nonstruktural 2 (NS2). NS1 berfungsi sebagai penghambat proses mRNA sel inang, meningkatkan translasi RNA virus dan menghambat interferon pathways, sedangkan NS2 berperan dalam proses keluarnya virus dari inti sel inang (Easterday dan Hinshaw 1991). Berdasarkan komposisi kimianya, virus ini terdiri dari 0,8-1,1% RNA, 7075% protein, 20-24% lipid dan 5-8% karbohidrat. Lipid terdapat pada membran virus dan yang paling banyak adalah phospolipid. Mayoritas dari karbohidrat termasuk ribose (pada RNA), galaktosa, mannose, fucosa dan glucosamine terdapat pada virion dalam bentuk glycoprotein atau glicolipids (Easterday dan Hinshaw 1991) OIE telah mengklasifikasikan virus ini berdasarkan laporan penyakit dan tindakan pencegahan yang harus dilakukan sebagai Highly Pathogenic Notifiable Avian Influenza (HPNAI), Low Pathogenecity Notifiable Avian Influenza (LPNAI) dan Low Pathogenecity Avian Influenza (LPAI) dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Semua isolat AI yang ditemukan dengan kriteria memiliki Intravenous Pathogenicity Index (IVPI) pada ayam berumur 6 minggu lebih besar dari 1,2 atau sebagai alternatif, menyebabkan mortalitas paling tidak 75% pada ayam berumur empat sampai delapan minggu yang diinfeksi secara intravena. Virus lain yang memiliki IVPI tidak lebih besar dari 1,2 atau menyebabkan mortalitas kurang dari 75% pada uji letalitas, harus dirunut untuk mengetahui urutan asam amino dasar yang ada pada tempat pembelahan molekul hemaglutinin, jika motif asam aminonya sama dengan yang teramati pada isolat HPNAI yang lain, isolat yang diuji 16 harus dipertimbangkan sebagai Highly Pathogenic Notifiable Avian Influenza (HPNAI). 2. Isolat H5 dan H7 yang tidak bersifat virulen pada ayam dan tidak mempunyai tempat pembelahan asam amino yang sama seprti HPNAI diidentifikasikan sebagai Low Pathogenecity Notifiable Avian Influenza (LPNAI). 3. Bukan dari isolat H5 maupun H7 yang tidak virulen pada ayam diidentifikasikan sebagai Low Pathogenecity Avian Influenza (LPAI). (CIDRAP 2008 ; OIE 2008). Replikasi Virus Proses replikasi virus AI diawali dengan proses melekatnya virus pada reseptor permukaan sel inang yang mengandung asam sialik. Kemudian virus akan membuka sel dan masuk kedalam endosom. Pada pH lingkungan yang rendah akan menggertak fusi virus dan melakukan uncoating. Ribonukleoprtotein (RNP) yang sudah uncoating akan masuk ke dalam inti sel inang untuk melakukan replikasi. Sesudah replikasi terjadi RNP akan meninggalkan inti dan pindah ke membran sitoplasma dan bergabung dengan glikoprotein virus sebelum akhirnya budding dan dilepaskan. Proses pelepasan virus ini terjadi akibat dari aktivasi NA virus. NA akan merusak reseptor dengan cara memindahkan asam sialik dari permukaan sel inang (Easterday dan Hinshaw 1991 ; Murphy et al. 2006). Gambar 2 Skema Proses Replikasi Virus Influenza. (Sumber: Anonim 2008) 17 Variasi Antigenic Antigen permukaan yang dimiliki oleh virus influenza memiliki kemampuan untuk berubah secara periodik. Kemampuan ini dikenal sebagai antigenic drift dan antigenic shift (Gambar 3). Antigenic drift merupakan perubahan secara periodik yang terjadi akibat adanya mutasi genetik struktur HA dan/atau NA (antigen permukaan), sehingga antibodi yang telah terbentuk oleh tubuh akibat vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali keberadaan virus tersebut. Sementara Antigenic shift merupakan perubahan genetik yang menyebabkan munculnya strain virus baru dan kemampuannya menginfeksi secara lintas spesies (Gambar 4) (Easterday dan Hinshaw 1991 ; Murphy 2006). Virus Influenza Gambar 3 Antigenic drift dan antigenic shift (Sumber: Anonim 2008) Gambar 4 Antigenic shift pada virus influenza manusia (Sumber: Anonim 2008) 18 Gejala Klinis Masa inkubasi virus AI bervariasi dari beberapa jam hingga 3 hari. Masa inkubasi tersebut tergantung pada jumlah virus, subtipe virus, rute infeksi, dan spesies yang terserang. Morbiditas dan mortilitas dari penyakit ini tergantung pada gejala klinis, spesies yang terserang, umur, dan kondisi lingkungan. Pada kasus Low pathogenic memiliki morbiditas yang tinggi sementara mortalitas yang rendah, sementara pada kasus Highly pathogenic morbiditas dan mortalitas bisa mencapai 100% (Easterday dan Hinshaw 1991). Gejala klinis dari penyakit avian influenza sangat bervariasi dan tergantung dari spesies yang diserang, kondisi imun penderita, umur, jenis kelamin, mekanisme infeksi, faktor lingkungan dan sebagainya. Gejalanya dapat berupa abnormalitas dari sistem respirasi, pencernaan, reproduksi serta sistem syaraf. Gejala yang umum dilaporkan adalah aktivitas menurun, nafsu makan menurun dan emaciatio, penurunan produksi telur, gejala respirasi mulai dari yang ringan hingga yang berat seperti batuk, bersin, ngorok dan pengeluaran cairan yang berlebihan dari mata dan hidung; bulu kusam dan kering; edema pada wajah dan kepala; cyanosis pada kulit, jengger dan pial; pendarahan titik (ptechie) pada dada, kaki dan telapak kaki; serta gangguan syaraf dan diare (Easterday dan Hinshaw 1991; Soejoedono dan Handharyani 2005). Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Dalam memanfaatkan sifat yang menguntungkan bagi manusia, satwa primata telah banyak berperan baik langsung maupun tidak langsung dalam menyumbangkan informasi ilmiah yang sangat berguna untuk kepentingan kesehatan manusia. Adanya kemiripan dalam hal anatomi, fisiologi, maupun genetik dengan manusia, menjadikan satwa primata sebagai hewan model dan hewan coba yang sangat berharga dalam penelitian yang berhubungan dengan kesehatan manusia (Pamungkas et al. 2006). Monyet ekor panjang atau Macaca fascicularis merupakan spesies dari primata bukan manusia yang mempunyai sebaran paling luas. Mereka dapat ditemukan di Maroko, Algeria, Gibraltar, Afghanistan, China, Jepang, Filiphina dan Indonesia (Kalimantan, Sumatra, Jawa dan Sulawesi) (Bennett et al. 1995). 19 Hewan ini merupakan jenis hewan omnivora dengan makanan yang bervariasi seperti buah-buahan, akar-akaran, daun muda, umbi-umbian, biji-bijian, serangga, siput, udang, kepiting, telur burung dan sebagainya (Dolhinow et al.. 1999; Ankel and Simons 2000). Ukuran Macaca bervariasi dari sedang hingga besar dan memiliki warna rambut yang bervariasi dari abu-abu hingga coklat kehitaman dengan rambut kepala mengarah kebelakang walaupun kadang-kadang terbentuk jambul pendek pada garis tengah kepala. Rambut pipi berbentuk jambang terlebih pada seluruh muka kecuali pada kelopak mata (Bennett et al. 1995). Monyet ini memiliki ekor yang sama panjang atau lebih panjang dari kepala dan badan. Panjang tubuh berkisar antara 385-648 mm sedangkan panjang ekor berkisar 385655 mm (Gambar 5) (Hendras dan Supriatna 2000). Gambar 5. Macaca fascicularis (Sumber: Parrs 2008) 20 Klasifikasi Macaca fascicularis Monyet ekor panjang termasuk dalam kelompok Old World Monkey, dan sering disebut Cynomolgus macaque atau Crab-eating macaque (Bennett et al. 1995). Napier dan Napier (1967) mengklasifikasikan monyet ekor panjang sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia Order : Primata Suborder : Anthropoidea Infraorder : Cattarhini Superfamily : Cercopithecoidea Family : Cercopthecidae Subfamily : Cercopithecinae Genus : Macaca Species : Macaca fascicularis Macaca fascicularis sebagai Hewan Model AI Penggunaan monyet ekor panjang sebagai hewan model AI telah dilakukan oleh Rimmelzwaan et al. (2001) dan Kuiken et al. (2003) dengan menginfeksikan virus influenza A/Hongkong/156/97 (H5N1). Dari penelitian ini didapatkan bahwa monyet ekor panjang yang terinfeksi avian influenza menunjukan gejala klinis dan perubahan-perubahan patologis baik secara anatomis maupun histologis (Kuiken et al. 2003). Gejala klinis yang timbul diantaranya demam lebih dari 40o C, Laju respirasi meningkat dari 30 menjadi 100/menit, lethargi, tidak nafsu makan, kebiruan pada telinga dan batuk. Secara patologi anatomi terbentuk lesio pada traktus respiratorius dan limfonodusnya (Kuiken et al. 2003). 21 Uji Hambat Hemaglutinasi (Haemagglutination Inhibition, HI) Pengertian dan Prinsip Uji Uji hambat hemaglutinasi (Uji HI) merupakan uji yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasikan virus-virus yang dapat mengaglutinasikan sel darah merah (Siregar et al. 2006). Beberapa virus yang mampu mengaglutinasikan sel darah merah diantaranya adenovirus, arbovirus, beberapa enterovirus, virus influenza, parainfluenza, virus mumps, virus measles dan reovirus (Specter 2000). Uji ini akan menghambat hemaglutinasi sehingga tidak terjadi aglutinasi sel darah merah oleh virus, dengan cara virus diikat oleh antibodi yang homolog sehingga tidak dapat melekat pada reseptor dari membran sel darah merah, dengan demikian aglutinasi sel darah merah tidak terjadi (Gambar 6) (Nichols dan Nakamura 1986; Siregar et al. 2006). Gambar 6. Skema terjadinya hemaglutinasi (atas) dan penghambatan hemaglutinasi (bawah) 22 Uji HI mempunyai dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana untuk mengidentifikasi jenis antigen tertentu dengan mereaksikannya terhadap antibodi homolog yang telah diketahui. Kedua adalah untuk mengetahui jenis antibodi dan titernya, dengan cara mereaksikan serum yang ingin diketahui jenis antibodinya dengan antigen standar yang telah diketahui (Siregar et al. 2006). Uji ini dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode alpha (α) dan metode beta (β). Metode α digunakan untuk menidentifikasi jenis antigen, dalam metode ini antigen diencerkan secara seri sementara antibodi tidak diencerkan. Metode β digunakan untuk menguji serta untuk mengidentifikasi antibodi dan menghitung titer antibodinya serta menguji jenis antigen. Pada metode ini yang diencerkan secara seri adalah antibodi. Apabila ingin melakukan pengujian antigen dengan metode ini maka harus melakukan uji Hemaglutinasi (HA) terlebih dahulu untuk membuat virus standarnya (Meijer et al. 2005 dan Siregar et al. 2006). Uji HI dapat dilakukan secara makro dan mikro titrasi tergantung volume reagen-reagen yang digunakan. Pada uji HI mikro titrasi hanya menggunakan masing-masing reagen sebanyak 25-50 µl. Dengan virus standar yang digunakan adalah 4 HAU / 50µl, sedangkan pada uji makro titrasi digunakan virus standar 10 HAU / 50µl (Siregar et al. 2006). Uji HI pada Serum Mammalia Uji HI merupakan uji yang banyak digunakan dalam mendiagnosa keberadaan antibodi terhadap suatu virus. Hal ini didasarkan karena beberapa keunggulan diantaranya, uji ini memakan waktu yang relatif singkat untuk dapat membaca hasilnya, relatif murah dan tidak membutuhkan biakan sel serta memiliki spesifisitas yang tinggi (Kurniadhi 2002; Boliar et al. 2006). Namun dibalik semua kelebihan tersebut uji HI memiliki kelemahan yang muncul saat uji ini digunakan dalam mendiagnosa antibodi pada serum mammalia (Pensaert 1989; Kathleen et al. 1990; Subbarao et al. 1992; Höfling et al. 1997; Rowe et al. 1999; Boliar et al. 2006). Dalam serum mammalia, terdapat suatu penghambat nonspesifik yang akan mengganggu hasil pembacaan yang diperoleh. (Kathleen et al. 1990; 23 Subbarao et al. 1992; Höfling et al. 1997; Rowe et al. 1999; Boliar et al. 2006). Penghambat nonspesifik tersebut merupakan suatu karbohidrat yang memiliki struktur sialic acid (reseptor virus influenza pada sel), sehingga penghambat nonspesifik ini akan bertindak seperti layaknya reseptor yang akan berinteraksi dengan HA dari virus influenza yang akan mencegah terjadinya aglutinasi dari sel darah merah (Tizard 1982; Subbarao et al. 1992; Rowe et al. 1999). Terdapat tiga jenis penghambat nonspesifik pada serum mammalia, yaitu penghambat alpha, beta dan gama (Kathleen et al. 1990; Subbarao et al. 1992; Boliar et al. 2006). Penghambat alpha bersifat stabil terhadap pemanasan tetapi tidak mempunyai aktivitas menetralisir virus. Penghambat beta bersifat labil terhadap pemanasan serta memiliki sifat menetralisi aktivitas virus. Sementara penghambat gama bersifat stabil terhadap pemanasan dan memiliki aktivitas penetralisir virus (Kathleen et al. 1990; Boliar et al. 2006). Terdapat beberapa teknik yang digunakan untuk menyingkirkan penghambat nonspesifik ini. Diantaranya adalah 1) pemanasan langsung, 2) kaolin dan absorbsi eritrosit, 3) trypsin periodate (TP), dan 4) receptor-destroying enzyme (RDE) dari Vibrio cholerae (Pensaert 1989; Subbarao et al. 1992; Boliar et al. 2006). Namun dari berbagai jenis teknik tersebut penggunaan RDE dan TP yang paling sering digunakan (Pensaert 1989). Hal ini dikarenakan adanya ketidak mampuan dari pemanasan langsung dan penggunaan kaolin dalam menyingkirkan penghambat nonspesifik tersebut (Boliar et al. 2006) 24 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan laboratorium dari penelitian ini telah dilaksanakan sejak 21 Januari 2008 sampai dengan 30 Mei 2008 di Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa Primata LPPM IPB di Jalan Lodaya II No. 5, Bogor 16151. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan meliputi serum Macaca fascicularis yang merupakan sampel arsip serum koleksi sejak November 2007 sampai Mei 2008 milik Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa Primata LPPM IPB; antigen Virus Avian Influenza H5N1 tahun 2003, yang berasal dari Balai Besar Penelitian Veteriner (BBlitvet); Sel darah merah angsa 1% yang tidak memiliki antibodi terhadap avian influenza virus; Larutan dapar fosfat (Phosphate Buffer Saline, PBS) (Gibco, USA); media RPMI 1640 (Gibco, USA); serta Receptor-destroying Enzyme (RDE) (Seiken, Japan). Peralatan utama yang digunakan meliputi sentrifus, inkubator 37oC, penangas air 56oC, sumuran reaksi dengan dasar berbentuk “U” (U bottom plate), lemari pendingin dan pipet mikro dari berbagai ukuran. Metode Penelitian Pengelompokan serum Macaca fascicularis Sebanyak 132 serum M. fascicularis dikelompokkan berdasarkan jenis asal penangkarannya menjadi 3 kelompok yaitu penangkaran A, B dan C. Penangkaran A merupakan penangkaran M. fascicularis di suatu pulau. Penangkaran B merupakan penangkaran M. fascicularis di suatu daerah yang terdapat peternakan ayam dalam radius kurang dari 2 km. Penangkaran C merupakan penangkaran M. fascicularis di suatu daerah yang tidak terdapat peternakan ayam dalam radius lebih dari lima km dan diketahui tidak memiliki kontak dengan unggas liar. 25 Perlakuan awal (pre-treatment) terhadap serum Macaca fascicularis Sebanyak 1 bagian serum dicampurkan dengan 3 bagian RDE, kemudian campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37o C selama 18 jam. Selanjutnya RDE diinaktifkan dengan cara memanaskannya di penangas air 56o C selama 30 menit. Uji Hemaglutinasi (HA) (Modifikasi OIE 2005) Setiap sumuran (12 sumuran) diisi dengan PBS masing-masing sebanyak 25µl, kemudian pada sumuran pertama dimasukkan 25 µl virus AI BBLITVET, setelah itu diencerkan secara seri dengan kelipatan dua dari sumuran pertama hingga sumuran ke sebelas, sedangkan sumuran ke dua belas dipergunakan sebagai kontrol sel darah merah (Gambar 7). Selanjutnya setiap sumuran ditambahkan dengan 25 µl sel darah merah 1% dan diaduk sebentar, setelah itu diinkubasi di dalam lemari pendingin suhu 4° C. Dasar lempeng sumuran diamati setiap lima menit sekali hingga diketahui titer virus yang diuji. Titer virus merupakan pengenceran tertinggi yang masih mampu mengaglutinasi sel darah merah. Setelah diketahui titer virus yang diperoleh, selanjutnya dibuat virus standard 4 HAU dengan cara mengencerkan virus awal dengan PBS. 1:2 1:4 1:8 1:16 1:32 1:64 = Hemaglutinasi (hasil positif uji HA) 1:128 1:256 1:512 Kontrol Kontrol Virus RBC = tidak terjadi Hemaglutinasi (hasil positif uji HA) Gambar 7. Contoh hasil uji hemaglutinasi (HA). Didapatkan titer virus sebesar 512 HAU Uji Hambat Hemaglutinasi (HI) Prosedur Beta (Modifikasi OIE 2005) Setiap sumuran diisi dengan 25 μl PBS. Kemudian sebanyak 25 μl serum yang sudah diberi perlakuan dengan RDE dimasukan pada sumuran 1 (sebagai serum kontrol RDE) dan 3. Selanjutnya serum pada sumuran 3 diencerkan secara seri hingga delapan sumuran selanjutnya. Sementara pada sumuran 2 dimasukan 25 µl serum yang belum diberi perlakuan dengan RDE sebagai serum kontrol non RDE. Setelah itu serum pada sumuran 3 hingga 10 (gambar 8) dan sumuran 12 26 ditambahkan dengan virus AI sebanyak 25 µl lalu dihomogenkan sebentar dan didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit. Kemudian sebanyak 25 µl RBC 1% ditambahkan pada semua sumuran (sumuran 11 sebagai kontrol RBC). Dan dihomogenkan sebentar lalu didiamkan pada suhu 4° C selama kurang lebih 45 menit. Pengenceran tertinggi yang masih mampu menghambat hemaglutinasi disebut sebagai end point. Titer antibodi didapat dengan cara mengalikan end point dengan titer virus standard (4 HAU), atau dengan menyebutkan end point serta titer virus standar yang digunakan. RDE nonRDE serum serum treated treated 1:8 1:16 1:32 1:64 = Hemaglutinasi dihambat (hasil positif HI) 1:128 (End point) Kontrol Kontrol RBC Virus = Hemaglutinasi tidak dihambat (hasil negatif HI) Gambar 8. Contoh hasil positif pada uji HI. Terdapat antibodi dengan end point sebesar 128 menggunakan virus standar 4 HAU. 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Perlakuan awal (pre-treatment) terhadap serum Macaca fascicularis Dalam serum mammalia, terdapat suatu penghambat nonspesifik yang akan mengganggu hasil yang diperoleh (Kathleen et al. 1990; Subbarao et al. 1992; Höfling et al. 1997; Rowe et al. 1999; Boliar et al. 2006). Penghambat nonspesifik ini akan bertindak seperti layaknya reseptor yang akan berinteraksi dengan HA dari virus influenza sehingga akan mencegah terjadinya aglutinasi dari sel darah merah (Subbarao et al. 1992 ; Rowe et al. 1999). Salah satu cara untuk menyingkirkan penghambat tersebut adalah dengan menggunakan Receptor Destroying Enzyme (RDE). RDE merupakan enzim neuraminidase yang akan merusak penghambat nonspesifik tersebut (Tizard 1982). Serum yang tidak diberikan RDE akan memperlihatkan hasil seperti terjadi hemaglutinasi (Gambar 9 & 10 (non-RDE)). Hal ini disebabkan apabila tidak terdapat virus dalam sumuran reaksi maka penghambat nonspesifik tersebut akan berikatan dengan sel darah merah sehingga terjadi hemaglutinasi (Boliar et al. 2006). Sementara serum yang diberikan RDE akan terlihat seperti kontrol RBC (mengendap). Hal ini membuktikan bahwa RDE bekerja dengan baik sehingga hasil yang diperoleh dapat dibaca dengan benar. RDE nonRDE 1:8 1:16 1:32 1:64 1:128 1:256 1:512 1:1024 kontrol RBC kontrol virus Gambar 9. Hasil positif antibodi terhadap antigen H5 pada uji hambat hemaglutinasi. Diperoleh nilai end point sebesar 32 (25) dengan virus standard 4 HAU. RDE nonRDE 1:8 1:16 1:32 1:64 1:128 1:256 1:512 1:1024 kontrol RBC kontrol virus Gambar 10. Hasil negatif antibodi terhadap antigen H5 pada uji hambat hemaglutinasi. Tidak terjadi penghambatan hemaglutinasi oleh virus standar 4 HAU. 28 Sebaran sampel serum positif HI dan negatif HI Dari uji hambat hemaglutinasi yang dilakukan, diperoleh data bahwa 124 sampel serum (94%) dari 132 sampel serum yang diuji, positif memiliki antibodi terhadap virus avian influenza (AI) subtipe H5, sementara delapan sampel serum sisanya (6%) tidak memiliki antibodi terhadap virus AI subtipe H5 (Tabel 1 dan Gambar 11). Tabel 1. Jumlah sampel serum positif dan negatif No Hasil Jumlah Serum 1. Positif 124 2. Negatif 8 Negatif 6% Positif 94% Gambar 11. Persentase sampel serum positif HI dan negatif HI Tingginya persentase hasil positif dari sampel serum M. fascicularis yang diuji mengindikasikan bahwa satwa tersebut pernah terpapar secara alami oleh virus avian influenza subtipe H5. Sebagian besar M. fascicularis yang diperiksa serumnya, awal mulanya berasal dari hutan untuk kemudian ditangkarkan di penangkaran sistem terbuka (out door). Keadaan ini menumbuhkan asumsi bahwa terdapat kemungkinan M. fascicularis tersebut terpapar oleh virus avian influenza pada saat di hutan (sebelum ditangkarkan), meskipun asumsi lain tentang kejadian infeksi terjadi pada saat ditangkarkan juga dimungkinkan. Sementara itu di penangkaran, M. fascicularis dapat terpapar oleh virus avian influenza melalui udara dan sanitasi dari lingkungan sekitar penangkaran, khususnya pada penangkaran yang berada di dekat lokasi yang diketahui pernah terjadi kasus AI pada ayam. Hal ini masih membutuhkan penelusuran lebih lanjut, 29 sehingga dapat dipastikan apakah M. fascicularis tersebut terpapar virus AI di hutan atau di penangkaran. Avian influenza memiliki dua antigen utama yaitu Hemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Antigen HA berperan pada proses attachment dari virion ke reseptor permukaan sel, selain itu HA juga berperan pada aktivitas hemagglutinasi dari virus. Sementara NA berperan pada proses keluarnya virus dari sel inang (Easterday dan Hinshaw 1991). Antibodi yang terbentuk dalam tubuh hewan bereaksi terhadap antigen HA yang terdapat pada permukaan luar virus. Terdapat 16 varian antigen Hemaglutinin (H1 sampai dengan H16) dan 9 jenis antigen Neuraminidase (N1 sampai dengan N9) pada kelompok virus ini (Carter et al. 2006), sehingga dengan demikian virus ini mempunyai 144 kemungkinan variasi subtipe. Dengan tingginya variasi subtipe dari virus ini maka tidak tertutup kemungkinan terjadinya reaksi silang antar subtipe sangat besar. Namun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lee et al. (2006) yang melakukan penelitian untuk melihat kemungkinan reaksi silang antara 15 antigen hemaglutinin dengan menggunakan uji hambat hemaglutinasi, ditunjukan bahwa tidak terdapat reaksi silang dari masing-masing subtipe, walaupun antara antigen H15 dengan antisera H7 terjadi penghambatan hemaglutinasi namun dengan end point yang rendah yaitu 23-24. Dari penelitian tersebut dapat terlihat bahwa uji hambat hemagglutinasi merupakan uji yang spesifik untuk mengetahui keberadaan antibodi spesifik terhadap antigen HA pada virus avian influenza. Sehingga apabila terdapat antibodi spesifik yang mampu berikatan dengan antigen HA, maka hemaglutinasi tidak akan terjadi (dihambat), atau dengan kata lain kemungkinan terjadinya reaksi silang hanya terbatas pada subtipe dengan antigen HA yang sama. Adanya antibodi yang mampu menghambat hemagglutinasi mengindikasikan bahwa terdapat ikatan spesifik antibodi dengan subtipe antigen yang digunakan dan titer antibodi yang diperoleh memiliki korelasi positif dengan tingkat pertahanan tubuh hewan tersebut (Yoon et al. 2004). 30 Sebaran sampel serum positif HI berdasarkan jenis asal penangkaran Berdasarkan jenis asal penangkarannya diperoleh sebaran sampel serum yang positif dengan uji hambat hemaglutinasi tertinggi pada penangkaran M. fascicularis yang terdapat peternakan ayam dalam radius kurang dari dua kilometer dari penangkaran tersebut (jenis penangkaran B), yaitu sebesar 100%. Sementara itu penangkaran yang terletak pada suatu pulau (jenis penangkaran A) memiliki sebaran sampel yang positif dengan uji hambat hemaglutinasi sebesar 97,7% dan penangkaran yang terletak pada suatu daerah yang jauh dari peternakan ayam (jenis penangkaran C) menunjukan sebaran sampel yang positif dengan uji hambat hemaglutinasi sebesar 89,4% (Tabel 2). Pada penangkaran B terdapat asumsi bahwa selain M. fascicularis kemungkinan pernah terpapar oleh virus avian influenza subtipe H5 pada saat di hutan dimungkinkan juga asumsi kejadian paparan oleh virus avian influenza subtipe H5 yang berasal dari daerah sekitar penangkaran yang banyak terdapat peternakan ayam. Pada penangkaran A M. fascicularis kemungkinan pernah terpapar oleh virus avian influenza yang berasal dari unggas liar yang banyak ditemukan pada daerah tersebut, namun hal tersebut masih perlu penelitian lebih lanjut terhadap keberadaan kasus avian influenza pada unggas liar mengingat hingga saat ini belum terdapat data mengenai keberadaan kasus AI pada daerah tersebut, padahal hingga saat ini terdapat 90 spesies unggas dari 13 ordo unggas yang hidup di alam bebas dilaporkan pernah terinfeksi virus avian influenza (Stallknecht and Brown 2007). Sementara itu pada jenis penangkaran C meskipun memiliki sebaran sampel yang positif uji hambat hemaglutinasi terendah dibandingkan kedua jenis penangkaran lainnya namun prevalensi yang terjadi masih cukup tinggi. Terdapat asumsi bahwa kemungkinan pada penangkaran C M. fascicularis pernah terpapar oleh virus AI sebelum ditangkarkan atau selama masih di hutan yang berasal dari unggas liar, walaupun kemungkinan terpapar dari unggas liar sekitar penangkaran masih memungkinkan terjadi. Sebagai perbandingan, sebelumnya telah dilakukan uji terhadap 13 serum anakan beruk (Macaca nemestrina) yang lahir dan dibesarkan pada jenis penangkaran indoor yang berusia sekitar satu hingga satu setengah tahun. Dari uji tersebut diperoleh hasil sebanyak 9 dari 13 serum yang diuji (69,23%) negatif dalam uji HI. Hasil tersebut masih perlu ditindaklanjuti 31 mengingat jumlah sampel yang terlalu sedikit, sehingga diperlukan penyertaan jumlah sampel lebih banyak untuk jenis satwa primate beruk, serta diperlukan pula penyertaan serum dari monyet ekor panjang (M. fascicularis) dari jenis penangkaran indoor. Tabel 2. Sebaran sampel serum positif uji hambat hemaglutinasi (uji HI) menggunakan virus AI subtipe H5 yang dikelompokkan berdasarkan jenis asal penangkaran. Jenis Penangkaran Positif uji Negatif uji Sebaran sampel positif HI HI A 44 1 97,7% B 21 0 100% C 59 7 89,4% Total 124 8 94% Sebaran sampel serum berdasarkan tingkatan end point Ketika terpapar oleh antigen maka tubuh hewan akan melakukan respon kebal. Keberadaan virus sebagai antigen dalam tubuh akan mendatangkan makrofag yang akan memfragmentasikan virus tersebut dan selanjutnya akan dipresentasikan kepada sel limfosit T melalui molekul Major Histocompatibility Complex (MHC) yang terletak dipermukaan makrofag. Sel T helper (Th) mengenali antigen yang berikatan dengan molekul MHC II. Interaksi antara sel Th dan APC akan menginduksi pengeluaran sitokin atau interleukin yang merupakan alat komunikasi antar sel sehingga akan menginduksi pematangan sel limfosit B menjadi sel plasma yang akan menghasilkan antibodi. Antibodi yang dihasilkan dari proses ini hanya bereaksi dengan antigen yang bersirkulasi dalam darah maupun yang berada di permukaan sel, sehingga disebut sebagai kekebalan humoral atau kekebalan permukaan (Wibawan et al. 2003). Pada uji hambat hemagglutinasi yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh nilai yang menggambarkan titer antibodi yang terbentuk akibat keberadaan (keterpaparan) antigen. 32 Dari 124 sampel serum yang bereaksi positif diperoleh nilai end point berkisar dari 16 (24) sampai 256 (28) dengan menggunakan virus standar 4 HAU. Jumlah sampel serum terbanyak yaitu pada end point 128 (27) sebanyak 59 sampel serum (47%), sementara jumlah sampel serum terendah adalah pada end point 16 (24) sebanyak 4 sampel (3%). (Tabel 3 dan Diagram 2). Tabel 3. Jumlah sampel serum dari masing-masing tingkatan end point dengan virus standar 4 HAU End point Jumlah Sampel Serum 16 (24) 4 32 (25) 11 64 (26) 33 128 (27) 59 256 (28) 17 3% 9% 14% 16 32 27% 47% 64 128 256 Gambar 12. Persentase jumlah serum dari masing-masing tingkatan end point dengan virus standar 4 HAU Bervariasinya nilai titer antibodi berhubungan dengan tingkat pertahanan tubuh terhadap antigen (Yoon et al. 2004). Semakin tinggi titer antibodi menunjukan bahwa semakin banyak antibodi yang mampu berikatan dengan virus sehingga hemagglutinasi tidak terjadi. 33 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bedasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat indikasi kuat bahwa virus Avian influenza subtipe H5 dapat secara alami menginfeksi M. fascicularis di alam. Sebaran sampel serum positif tertinggi berasal dari serum M. fascicularis yang diperoleh dari penangkaran yang terdapat peternakan ayam dalam radius kurang dari dua kilometer dari penangkaran tersebut (jenis penangkaran B). Sebaran sampel serum positif terendah berasal dari serum M. fascicularis yang diperoleh dari penangkaran yang tidak terdapat peternakan ayam dalam radius lima kilometer dari penangkaran tersebut (jenis penangkaran C) Saran • Perlu disertakan sampel serum dari M. fascicularis yang lahir dan dipelihara pada jenis penangkaran indoor. • Perlu dilakukan penelitian secara berkala pada serum-serum M. fascicularis sehingga dapat diketahui ada tidaknya virus dalam serum tersebut. • Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan teknik uji diagnostik yang lebih spesifik (misalnya Uji Netralisasi dan ELISA) terhadap serum-serum yang positif pada uji hambat hemaglutinasi sehingga dapat diketahui dengan jelas subtipe dari virus AI yang ada di M. fascicularis. • Perlu dilakukan penelitian terhadap keberadaan virus avian influenza di lingkungan sekitar habitat M. fascicularis dan unggas liar di sekitar hutan dan penangkaran asal M. fascicularis. 34 DAFTAR PUSTAKA Ankel F, Simons. 2000. Primate Anatomy an Introduction 2nd Edition. New York: Academic Press. Anonimous. 2008. Avian Influenza. http://www.wikipedia.org. [9 Januari 2008]. Bennett BT, CR Abee, R Henrickson. 1995. Nonhuman Primates in Biomedical Research. New York: Academic Press. Boliar S, W Stanislawek, TM Chambers. 2006. Inability of Kaolin Treatment to Remove Nonspecific Inhibitors from Equine Serum for the Hemagglutination Inhibition Test Against Equine H7N7 Influenza Virus. J Vet Diagn Invest 18:264-267. Carter GR, DJ Wise, EF Flores. Orthomyxoviridae. http://www.IVIS.org. [9 Januari 2008]. Choi YK, TD Nguyen, H Ozaki, RJ Webby, P Puthavathana, C Buranathal, A Chaishingh, P Auewarakul, NTH Hanh, SK Ma, PY Hui, Y Guan, JSM Peiris, RG Webster. 2005. Studies of H5N1 Influenza Virus Infection of Pig by Using Viruses Isolated in Vietnam and Thailand in 2004. J. of Virol. 79(16):10821-10825. [CIDRAP] Center of Infectious Disease Research and Policy. 2008. Avian Influenza (Bird Flu): Agricultural and Wildlife Considerations. http://www.cidrap.umn.edu/cidrap/content/influenza/avianflu/news/dec /207/indo.html. [9 Januari 2008]. Dolhinow P, A Fuentes. 1999. The Nonhuman Primates. Mayfield Publishing Company. California: Mayfield Publishing Company. Easterday BC, VS Hinshaw. 1991. Influenza. Di dalam: Calnek BW, Barnes HJ, Beard CW, Reid WM, Yoder HW, editor. Disease of Poultry. Ed ke-9. Iowa: Iowa State University Press. hlm 532-547. Guberti V, SH Newman. 2007. Guidelines on Wild Bird Surveillance for Highly Pathogenic Avian Influenza H5N1 Virus. J. of Wildlife Diseases 43(3):s29-s34. Harder TC, Werner O. 2006. Avian http://www.influenzareport.ai.htm. [9 Januari 2008]. Influenza. Hendras EW, J Supriatna. 2000. Panduan Lapang Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Höfling K, HD Klenk, G Herrler. 1997. Inactivation of Inhibitors by the Receptor-Destroying Enzyme of Influenza C virus. J Of General Virology 78:567-570. 35 [ICTV] International Committee Taxonomy of Viruses. 2008. Viral Toxonomy. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ICTVdb/ictv/fs_ortho.htm [10 Maret 2008]. Kathleen, R Poirier, Y Kawaoka. 1991. Distinct Glycoprotein Inhibitors of Influenza A Virus in Different Animal Sera. J of Virology Vol.65 No.1:389-395. [Komnas FBPI] Komisi Nasional Flu Burung Pandemi Influenza. 2005. Rencana Strategis Nasional Pengendalian Flu Burung (AI) dan kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza 2006-2007. Jakarta: Komnas FBPI. Kuiken T, GF Rimmelzwaan, G van Amerongen, ADME Osterhaus. 2003. Patholgy of Human Influenza A (H5N1) Virus Infection in Cynomolgus Macaques (Macaca fascicularis). J Vet Pathol 40:304310. Kurniadhi P. 2002. Metode Uji Hambat Hemaglutinasi (HI Tes) sebagai Tekhnik Pemeriksaan Diagnosis Serologik Terhadap Penyakit Aujeszky. Buletin Tekhnik Pertanian vo. 7 no.2 hlm.58-61. Lee WC, DA Senne, DL Suarez. 2006. Development and Application of Reference Antisera against 15 Hemagglutinin Subtypes of Influenza Virus by DNA Vaccination of Chickens. J. Clin and Vaccine Immunology Vol. 13 No.3 : 395-402. Loisirirotchanakul S, H Lerdsamran, W Wiriyarat, K Sangsiriwut, K Chaichoune, P Pooruk, T Songserm, R Kitphati, P Sawanpanyalert, C Komoltri, P Auewarakul, P Puthavathana. 2007. Erythrocyte Binding Preference of Avian Influenza H5N1 Viruses. J Clin Microbiology Vol. 45 No.7 : 2284-2286. Meijer, A et al.. 2006. Measurement of Antibodies to Avian Influenza A (H7N7) in Human By Hemagglutination Inhibition. J Virologycal Methods 132:113-120. Murphy, F.A et al.. 2006. Veterinary Virology Third Edition. New York: Academic Press. Naipospos TSP. 2007. Kesehatan Hewan untuk Kesejahteraan Manusia. Bogor: CIVAS Press. Napier JR, PH Napier. 1967. A Hand Book of Living Primates. London: Academic Press. Nichols WS, RM Nakamura. 1986. Agglutination and Agglutination Inhibition Assays. Di dalam: Rose NR, Friedman H, Fahey JL, editor. Manual of Clinical Laboratorium Immunology. Ed ke-3. USA: American Society for Microbiology. hlm 49-56. 36 O’Brien TC, NM Tauraso. 1973. Antibodies to Type A Influenza Viruses in Sera From Nonhuman Primates [abstrak]. J. Archives of Virology 40 (3-4) : 359-365. [OIE] Office International des Epizooties. http://www.oie.int. [10 Januari 2008]. 2005. Avian Influenza. Pamungkas J, D Iskandriati, U Saepuloh, R Noviana. Pengembangan Teknologi Pembuatan Vaksin Protein Rekombinan Envelop dari Simian Retrovirus Tipe D Serotipe 2 (SRV-2). Laporan Akhir Kumulatif Penelitian Hibah Bersaing XII. Bogor: LPPM-IPB. Parrs M. 2008. Picture of Macaca fascicularis. Http://martinparrsnaturepics.com/page2.htm. [15 Maret 2008] Pensaert MB. 1989. Virus Infection of Vertebrates. Volume ke-2, Virus Infection of Porcines. London: Elsevir Science Publishers. Putri DD. 2006. Deteksi Virus Avian Influenza (H5N1) pada Unggas Air di Provinsi Lampung dengan Uji Hemagglutination Inhibition (HI) dan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rimmelzwaan GF, T Kuiken, G van Amerongen, TM Bestebroer, RAM Fouchier, ADME Osterhaus. 2001. Pathogenesis of Influenza A (H5N1) Virus in a Primate model. J Virology Vol.75 No. 14:66876691. Rowe T, RA Abernathy, J Hu-Primmer, WW Thompson, X Lu, W Lim, K Fukuda, NJ Cox, JM Katz. 1999. Detection of Antibody to Avian Influenza A (H5N1) Virus in Human Serum by Using a Combination of Serologic Assay. J. Clin. Microbiology Vol. 37 No.4:937-943. Siregar AA, J Pamungkas, SSD Yusuf, T Sunartatie, ES Pribadi. 2006. Diktat Penuntun Praktikum Mata Kuliah Mikrobiologi II. Bogor: Laboratorium Immunologi Veteriner Departemen IPHK FKH IPB. Soedjodono RD, Handharyani E. 2005. Flu Burung, Virus Flu Burung dari Unggas terbukti bisa Menular ke Manusia, Jangan Panik, Tetapi tetap Waspada. Depok: Penebar Swadaya. Songserm, T, A Amonsin, R Jam-on, N Sae-Heng, N Pariyothorn, S Payungporn, A Theamboonlers, S Chutinimitkul, R Thanawongnuwech, Y Poovorawan. 2006. Fatal Avian Influenza A H5N1 in Dog. Emerging infectious diseases (EID) 12 (11): 1744-1747. www.cdc.gov/eid [14 Januari 2008]. Specter S. 2000. Clinical Virology Manual 3rd edition. Washington D.C: ASM Press. 37 Subbarao EK, Y Kawaoka, KR Poirier, ML Clements, BR Murphy. 1992. Comparison of Different Approaches to Measuring Influenza A VirusSpecific Hemagglutination Inhibition Antibodies in the Presence of Serum Inhibitors. J of Clinical Microbiology Vol. 30 No.4:996-999. Tizard I. 1982. An Introduction to Veterinary Immunology 2nd edition. Canada: W.B Saunders Company. [WHO] World Health Organization. 2006. H5N1 Avian Influenza in Domestic Cat. http://www.who.int/csr/don/2006_02_28a/en/index.html. [9 Maret 2008]. ______. World Health Organization. 2008. Cases Table of Avian Influenza. http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/country/cases_table_2 008_7_12/en/index.html. [9 Juli 2008].Wibawan, I.W.T et al. 2003. Diktat Imunologi Veteriner. Bogor : Laboratorium Imunologi veteriner Departemen IPHK FKH IPB. Wibawan IWT, RD Soejoedono, CS Damayanti, TB Tauffani.. 2003. Diktat Imunologi Veteriner. Bogor : Laboratorium Imunologi veteriner Departemen IPHK FKH IPB. Yoon KJ, BH Janke, RW Swalla, Gene Erickson. 2004 Comparison of a Commercial H1N1 Enzyme-Linked Immunosorbent Assay and Hemagglutination Inhibition Test in Detecting Serum Antibody Against Swine Influenza Viruses. J. Vet. Diagn. Invest. 16:197-201. 38