TTG PENGOLAHAN PANGAN Makan Buah Pisang Masak Pohon Apa bila orang yang punya pohon pisang sendiri hendak mempersembahkan pisangnya sebagai bingkisan, maka sedapat mungkin dia akan mempersembahkan pisang masak pohon atau bahasa Jawanya ‘mateng uwit’. Tetapi bagi konsumen pisang biasa yang memperoleh pisang dari pasar, mungkin sudah sulit mendapatkan pisang mateng uwin ini, karena para petani penjual pisang tidak akan memotong pisangnya bila telah masak pohon, karena nanti bisa jadi pisangnya telah membusuk sebelum laku dijual. Walaupun demikian kita pun tetap melakukannya, tidak merasa ada yang kurang mengkonsumsi pisang tidak masak pohon, atau ‘mateng imbon’. Lalu apa kelebihan pisang yang dipotong masak pohon? Apakah rasanya lebih enak? Jawabnya mungkin ya mungkin pula tidak. Jawaban ya bila si penjawab memang memiliki selera rasa (taste) yang peka, tetapi tidak bila tidak bisa membedakan keduanya . Terlepas dari rasanya lebih enak atau tidak, pisang yang masak pohon akan memiliki kandungan gisi dan “kasiat” yang lebih tinggi dari pada pisang imbon. Menurut analisis biokimia buah pisang, kandungan gisi buah ini disamping mengandung karbohidrat dan protein, juga mengandung kalium yang berkasiat menurunkan tekanan darah, vitamin C yang penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh, dan vitamin E yang membantu mengendalikan proses penuaan kulit, sehingga membuat kita awet muda. Tiga kandungan pertama, yaitu karbohidrat, protein, dan vitamin, nilainya tidak banyak berbeda antara dipanen sebelum masak atau sesudah masak. Seandainya berbeda pun bukan menjadi persoalan penting, karena umumnya orang makan pisang bukan untuk tujuan menambah ketiga zat gisi tersebut. Seandainya pun dipermasalahkan, paling pada jenis kandungan karbohidratnya, yang pada waktu sebelum masak berupa sukrosa setelah masak menjadi fruktosa yang rasanya manis. Sehingga pada pisang yang dipotong masih belum masak, perlu ditunggu proses perubahan biokimia tersebut, sedang pisang yang dipotong sesudah masak, tidak perlu menunggu proses tersebut. Bila pisang yang dipotong terlalu muda, kadang bisa menghasilkan pisangnya kurang manis karena proses biokimianya yang tidak sempurna. Namun bila telah cukup tua, praktis tidak ada perbedaan. Namun bagi tiga kandungan gisi yang lain, yaitu unsur Kalium, vitamin C, dan vitamin E, perbedaan antara pisang yang dipanen sebelum masak dengan setelah masak sangat mencolok. Sebagai salah satu unsur hara esensial, Kalium mempunyai sifat yang unik. Unsur ini sangat penting diperlukan tanaman untuk metabolisme karbohidrat dan membentuk jaringan, tetapi bila jaringannya telah tua, unsur ini akan tertinggal di jaringan itu. Sehingga pada jerami padi sawah, sebenarnya banyak Kalium tertinggal. Oleh karenanya sangat disayangkan masih banyak petani kita yang membakar jeraminya, padahal apabila dibenamkan kembali ke tanah dapat mengurangi biaya pembelian pupuk (KCl) yang sekarang mahalnya selangit itu. Hal. 1/ 2 Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340 Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id TTG PENGOLAHAN PANGAN Pisang termasuk tanaman yang dikonsumsi buahnya, yang notabene pada waktu jaringan buahnya telah tua. Pada waktu belum masak, Kalium masih aktif melakukan metabolisme karbohidrat sehingga dia sendiri metabolismenya di dalam jaringan buah belum matang. Apabila dipanen pada kondisi ini, maka struktur kimianya dalam jaringan buah belum mantap, dengan kata lain kandungannya lebih sedikit dan struktur kimianya masih labil. Namun bila dipanen setelah buah masak, kendungannya telah banyak dan struktur kimianya telah mapan. Akibatnya, bila kita mengkonsumsi pisang mateng imbon, salah satu keuntungan dari makan pisang tidak kita peroleh secara lengkap; mengurangi tekanan darah tinggi. Demikian pula halnya dengan vitamin C yang penting untuk menambah daya tahan tubuh dan vitamin E yang membantu agar kita awet muda. Struktur kimia kedua vitamin ini pada waktu buah belum masak masih belum mantap, sehingga kandungannya bisa lebih rendah, karena bukan tidak mungkin dalam keadaan struktur kimia belum mapan ini mereka justru terurai selama proses pemasakan. (SM) Jakarta, Maret 2000 Sumber Editor : Seri Iptek Pangan Volume 1: Teknologi, Produk, Nutrisi & Kemanan Pangan, Jurusan Teknologi Pangan - Unika Soegijapranata, Semarang : Budi Widianarko, A. Rika Pratiwi, Ch. Retnaningsih Hal. 2/ 2 Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340 Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id