99mTc-MIBI - E

advertisement
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012
TEKNESIUM-99m METOKSI ISOBUTIL ISONITRIL (99mTc-MIBI)
SEBAGAI SEDIAAN UJI TAPIS PENYAKIT JANTUNG KORONER
PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS
Hanafiah Wangsaatmadja,* Budi Darmawan,** Basuki Hidayat,**
Nanny Kartini Oekar,* Nurlaila Zainudin*
*Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, BATAN
**Bagian Kedokteran Nuklir, RS.dr.Hasan Sadikin, Bandung
Abstrak
Telah dilakukan proses difusi teknologi dan pemanfaatan sediaan radiofarmasi Teknesium-99m
Metoksi Isobutil Isonitril (99mTc-MIBI) untuk deteksi penyakit jantung koroner (PJK) pada beberapa
penderita kencing manis (Diabetes Mellitus, DM). Sediaan MIBI disiapkan dalam bentuk kit cair, terdiri
dari dua formula terpisah dan disiapkan sebagai sediaan yang memenuhi persyaratan farmasetika.
Evaluasi biologis dilakukan pada tikus putih untuk melihat rasio distribusi penimbunan sediaan di jantung
terhadap organ sekitarnya, sedangkan uji tapis PJK pada beberapa penderita DM dilakukan dengan
elektrokardiografi (EKG), dan sidik perfusi miokard (SPM) menggunakan Single Photon Emission
Computed Tomography (SPECT) dengan 99mTc-MIBI. Dari 24 subjek penelitian, 17 orang (71%) data
SPM mengindikasikan kelainan miokard dan 7 orang dalam kondisi normal, sedangkan dari data EKG
hanya 2 orang (8%) yang kemungkinan terindikasi PJK, 21 orang normal, dan 1 orang meragukan (equivocal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa SPM memberikan prospek sebagai moda uji tapis yang
dapat diunggulkan untuk memperbaiki penatalaksanaan PJK, dan bisa dijadikan modalitas pendeteksi
lebih dini, khususnya pada penderita DM.
Kata Kunci : MIBI, Diabetes Mellitus, PJK, EKG, SPM.
Abstract
Technology diffusion and the application of Technetium-99m Methoxy Isobutyl Isonitrile
(99mTc-MIBI) for detection of coronary artery diseases (CAD) has been carried out in patients with
diabetes mellitus (DM). MIBI was prepared in the form of liquid phase radiopharmaceutical kit,
consisting of two separated formulas with the pharmaceutical requirements. Biological test was
performed on rat to evaluate the accumulation of the radiopharmaceutical in heart compared with the
surrounding organ, while the screening test of CAD on several diabetic patients has been carried out using
electrocardiograph (ECG) and myocardial perfusion imaging (MPI) performed with Single Photon
Emission Tomography (SPECT) using 99mTc-MIBI. From the 24 research subjects, the MPI data indicate
17 people (71%) showed myocardial defect and 7 people in normal conditions, while the ECG data
indicate only two people (8%) showed abnormalities, 21 people in normal conditions, and one person
stated still doubted (equi-vocal). The result showed that MPI is clearly emerging as a valuable/screening
tool for improving management of coronary artery disease, and become an early detection modality,
especially in patients with diabetes mellitus.
Keywords : MIBI, Diabetes Mellitus, CAD, ECG, MPI.
(diabetes
PENDAHULUAN
mellitus),
serta
penyakit
Perubahan pola hidup masyarakat
degeneratif dan komplikasi lainnya semakin
terutama di kota-kota besar, mengakibatkan
meningkat. Contoh dominan terlihat pada
perubahan pada pola penyakit; sebagai
kasus penyakit jantung koroner (PJK) yang
akibatnya, dalam beberapa dekade terakhir
merupakan
angka
penyakit kencing manis (DM).
kejadian
serebrokardiovaskular
penyakit
seperti
penyakit
jantung koroner dan stroke, kencing manis
komplikasi
tersering
dari
Dari suatu studi, ditunjukkan bahwa
insidensi
infark
miokard
awal
pada
46
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012
penderita
diabetes
20%,
minimal invasif, dan bahkan sudah diakui
sedangkan pada penderita non diabetes
sebagai “uji tapis” (screening test) untuk
hanya
80%
menentukan adanya PJK Frans J., 2005;
akibat
Narendra, et al., 2005; Shaw LJ., 2006).
75%
Akan tetapi, pemeriksaan SPM sebagai uji
sebesar
mencapai
3,5%.
Sebanyak
penderita
diabetes
meninggal
penyakit
kardiovaskular,
dan
diantaranya menderita PJK (Beckman, et
tapis
al., 2002).
penderita DM, belum menjadi bagian dari
Adanya komplikasi PJK tersebut
akan meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas penderita DM. Kejadian PJK
pada
penderita
DM
seringkali
tidak
adanya
khususnya
pada
standar pemeriksaan rutin saat pemantauan
klinik. Penelitian yang menilai manfaat
SPM pada penatalaksanaan penderita DM
di Indonesia perlu dilakukan.
Inovasi
menunjukkan keluhan yang khas, atau
bahkan tidak menunjukkan keluhan sama
PJK,
teknologi
dari
mulai
sintesis hingga pembuatan kit radiofarmaka
99m
sekali (silent angina). Gangguan perfusi
jantung pada penderita sering tidak disertai
rasa sakit ((Frans, J.,
2005; Munawar,
2008; Wiersman, et al., 2009). Hal ini
dimungkinkan karena adanya gangguan
neuropati otonom (diabetic neuropathy),
sehingga
sering
mengakibatkan
terlambatnya
penanganan
PJK
pada
bahkan
sediaan inipun dalam jumlah
terbatas telah mulai digunakan di beberapa
unit
kedokteran
nuklir
di
Indonesia
(Hanafiah, et al., 1997; Nurlaila, et al.,
2000).
Terbatasnya kemampuan maupun
pengetahuan para pemasok di bidang ini,
dan ketergantungan terhadap produk impor,
termasuk harga, sering menjadi kendala
penderita DM.
Berbagai
Tc-MIBI telah dikuasai para peneliti, dan
cara
dan
metode
dalam menangani permasalahan ini.
Sangat diharapkan bahwa teknik
diagnosis kedokteran telah ditegakkan.
Dengan perkembangan teknologi, berbagai
nuklir dengan menggunakan radiofarmaka
99m
jenis
dan
komplikasi
penyakit
yang
sebelumnya sulit dipetakan dengan caracara konvensional, saat ini dapat terungkap
lebih akurat, dan dapat ditemukan lebih
dini.
Pemeriksaan
dengan
teknik
kedokteran nuklir di bidang kardiologi yang
dikenal dengan nama sidik perfusi miokard
(SPM), menjadi
salah satu modalitas
pencitraan fungsional yang tidak, atau
Tc-MIBI ini mampu menunjukkan peran
signifikan, memberikan solusi dan mampu
mengungkap kelainan penyakit jantung
koroner lebih dini dan akurat, bahkan
modalitas ini dapat dijadikan moda uji tapis
PJK unggulan, sehingga dapat dilakukan
pencegahan
angka
agresif
morbiditas
untuk
mengurangi
ataupun
mortalitas,
khususnya bagi penderita DM.
47
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012
eksklusi adalah pasien dengan uji beban
METODE PENELITIAN
Bahan
baku
metoksi
isobutil
fisik yang tidak mencapai target yang
isonitril (MIBI) disintesis melalui prosedur
diharapkan, yaitu pada puncak latihan fisik
yang dikembangkan A.Hanafiah dan kawan
tercapai nadi 85% x (220-usia).
kawan (Hanafiah, et al., 1997; Nurlaila, et
Pemeriksaan
SPM
dilaksanakan
al., 2000), serta formulasi sediaan disiapkan
sesuai dengan protokol pemeriksaan yang
dan dikerjakan di ruang aseptis dalam
berlaku di bagian Ilmu Kedokteran Nuklir
bentuk kit cair dengan memisahkan bahan
RS Hasan Sadikin, yaitu dilakukan dalam
aktif
dua tahap, segera setelah pembebanan fisik
MIBI
dan
pereduksi
dari
radionuklidanya.
(exercise), dan pada saat istirahat (rest)
Uji fisiko kimia dilakukan secara
(Masjhur
dan
Kartamihardja,
2000).
organoleptik dengan melihat kejernihan
Pembebanan fisik dapat dilakukan dengan
larutan dan uji keasaman (pH), sedangkan
ergocycle atau treadmill. Radiofarmaka
uji kemurnian radiokimia dilakukan dengan
99m
metode kromatografi (TLC). Untuk uji
pada saat puncak pembebanan fisik, dan
biodistribusi pada hewan coba dilakukan
pada saat istirahat (± 3 jam pasca
dengan
pembebanan). Pencitraan dilakukan dengan
penyidikan
(scanning)
Tc-MIBI diberikan secara intra-vena
menggunakan animal scanner. Dilakukan
menggunakan
juga pembedahan hewan coba dengan
(Single
membandingkan penimbunan/ biodistribusi
Tomography),
sediaan
(jantung)
menggunakan perangkat lunak Myoview(R).
terhadap organ sekitarnya, seperti paru,
Penatalaksanaan SPM dan analisis hasil
hati, darah dan ginjal.
rekonstruksi pencitraan dilakukan oleh
pada
organ
target
kamera
Photon
gamma
Emission
dan
SPECT
Computed
direkonstruksi
Untuk uji klinis, penelitian yang
dokter spesialis kedokteran nuklir dengan
dilakukan bersifat retrospektif terhadap
menyatakan ada defek perfusi apabila
rekam medis pemeriksaan SPM. Subjek
penangkapan radioaktivitas pada suatu
penelitian adalah penderita DM tipe 2 yang
segmen kurang dari 70%, dan dinyatakan
dikirim dari poliklinik endokrin untuk
dalam keadaan normal apabila tidak terlihat
pemeriksaan
defek baik pada saat pembebanan maupun
SPM
atas
indikasi
kemungkinan adanya PJK. Usia pasien
pada saat istirahat.
beragam mulai dari 32 hingga 60 tahun,
Pemeriksaan EKG dilakukan pada
berjenis kelamin pria dan wanita. Kriteria
hari yang sama sesaat sebelum pemberian
inklusi adalah penderita DM tipe 2 tanpa
beban fisik, dilengkapi dengan hasil analisis
ada keluhan angina pectoris dan riwayat
dari dokter spesialis jantung pembuluh
pengobatan
darah. EKG, dinyatakan positif PJK apabila
PJK,
sedangkan
kriteria
47
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012
ditemukan adanya kelainan pada segmen
sediaan disiapkan dalam 2 wadah terpisah,
”ST” yang terlihat pada beberapa sadapan,
masing-masing terdiri dari formula (a)
dan negatif apabila tidak ditemukan adanya
mengandung
kelainan pada semua sadapan, sedangkan
dan manitol, serta formula (b) mengandung
hasilnya
apabila
natrium sitrat dan reduktor SnCl2.2H2O.
ditemukan kelainan pada segmen ”ST”
Kedua formula (a) dan (b) kemudian
pada hanya satu sadapan.
disimpan
dinyatakan
ragu-ragu
Cu(I)-MIBI-BF4,
di
dalam
lemari
L-sistein
pendingin
(freezer) sebagai stock sediaan.
Bahan
Bahan
kimia
yang
digunakan
berstandar pro analysis. Sediaan larutan
Uji kemurnian radiokimia dan stabilitas
sediaan
Untuk
suntik radionuklida perteknetat dihasilkan
dari sistem generator tipe kolom produksi
PT Batan Teknologi, sedangkan untuk uji
preklinis digunakan hewan percobaan tikus
putih (Rattus novergicus) yang diperoleh
mengetahui
tingkat
kemurnian dan stabilitas sediaan, ke dalam
campuran formula (a) dan (b) ditambahkan
larutan perteknetat hasil elusi dari sistem
generator. Campuran kemudian dikocok
dan dipanaskan pada suhu 1000C di dalam
dari Sekolah Farmasi ITB.
penangas air selama ±10 menit. Kemurnian
Alat
sediaan ditetapkan berdasarkan jumlah
Uji kemurnian sediaan dilakukan
dengan
menetapkan
radiokimia
setelah
jumlah
proses
pengotor
penandaan
(labelling) dengan radionuklida Teknesium99m menggunakan peralatan kromatografi
pengotor yang terdeteksi pada kromatogram
menggunakan fase diam alumina dan fase
gerak etanol absolut dengan menghitung
jumlah cacahan radioaktif pada daerah Rf
99m
TcO2, 99mTcO4-, dan 99mTc-MIBI.
dan sistem pencacah sintilasi, sedangkan
untuk uji biodistribusi digunakan Animal
Uji biologis
Pemeriksaan
Scanner dan beberapa peralatan bedah.
Untuk penatalaksanaan EKG dan SPM di
rumah sakit dilengkapi alat bantu treadmill
sterilitas
sediaan
dilakukan sesuai dengan prosedur yang
tertera
dalam
Farmakope
Indonesia,
sedangkan uji biodistribusi baik dengan
dan kamera gamma.
proses pencitraan menggunakan animal
Penyiapan
dan
pembuatan
sediaan
radiofarmasi dalam bentuk kit
Pembuatan kit dilakukan secara
aseptis di ruang steril dengan menimbang
setiap komponen formula sesuai jumlah
scanner
maupun
pembedahan
untuk
melihat penimbunan pada organ-organ
tertentu di dalam tubuh hewan coba (tikus
putih), dilakukan 30 menit pasca pemberian
sediaan secara intra vena.
yang akan dibuat. Untuk menjaga stabilitas,
48
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012
Aplikasi klinis sediaan radiofarmasi 99mTc-MIBI
Uji sediaan radiofarmasi
99m
Tc-MIBI pada pasien penderita kencing manis (DM)
berdasarkan riwayat klinis, dirancang dengan pola potong lintang (cross sectional) pada 24
subjek di bawah pengawasan dokter spesialis kedokteran nuklir di Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung. Penatalaksanaan SPM dilakukan sesuai protokol pemeriksaan di bagian Ilmu
Kedokteran
Nuklir
RS
Hasan
Sadikin
(Masjhur
dan
Kartamihardja,
2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Tingkat kemurnian sediaan pada periode waktu penyimpanan
Periode penyimpanan
(hari)
0
Pengotor radiokimia (%)
99m
TcO2 dan 99mTcO4
0,02
Kemurnian sediaan (%)
1
2,01
96,99
7
3,64
96,36
23
5,30
94,70
45
6,20
93,80
Pembuatan
radiofarmaka
99m
99,98
Tc-
cukup lama apabila menggunakan peralatan
MIBI dengan menggunakan metode dan
tersebut. Sebagai solusi pembuktian, hewan
tata kerja seperti disampaikan di atas,
uji harus dibedah, dan kemudian dihitung
memberikan
tingkat
besarnya distribusi penimbunan sediaan
kemurnian radiokimia di atas 90% dan pH
pada organ jantung dan organ sekitarnya,
sediaan akhir 5,5 – 6, steril, serta memenuhi
khususnya seperti pada hati, paru dan ginjal
persyaratan farmasetika. Dari sisi stabilitas,
yang
sediaan yang dibuat dalam bentuk kit cair
selama proses pencitraan.
hasil
dengan
masih menunjukkan kestabilan walaupun
diperkirakan
dapat
mengganggu
Dari hasil uji biodistribusi dengan
disimpan selama 6 minggu. Hal ini terlihat
hewan
dari persentase kemurnian yang masih tetap
penimbunan sediaan pada organ jantung
memenuhi persyaratan di atas 90% seperti
terhadap hati cukup tinggi berkisar pada
terlihat pada Tabel 1.
angka (6,96 ± 1,29) : 1, pada paru (4,19 ±
Penyidikan
terlihat
bahwa
rasio
dengan
0,35) : 1, sedangkan pada ginjal (0,88 ±
animal scanner yang dilakukan pada tikus
0,20) : 1. Rasio yang ditunjukkan pada
percobaan tidak menunjukkan gambaran
Tabel 2 memberikan arti bahwa gambaran
yang signifikan untuk dapat disimpulkan.
jantung selama proses pencitraan (imaging)
Hal ini dimungkinkan karena kurangnya
SPM, tidak akan terganggu walaupun
sensitivitas, dan sebagai akibat dari proses
terdeteksi adanya timbunan radioaktif di
penyidikan
organ-organ sekitarnya.
yang
(imaging)
coba,
membutuhkan
waktu
46
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012
Tabel 2. Rasio penimbunan sediaan pada beberapa organ hewan coba (n=5)
Jenis Organ
Rasio penimbunan di jantung
terhadap organ lain
Hati
(6,96 ± 1,29) : 1
Paru
(4,19 ± 0,35) : 1
Ginjal
(0,88 ± 0,20) : 1
-
Jantung
Hasil
menunjukkan
terlihat sangat jelas dan mudah dibaca,
penimbunan
tidak terlihat adanya paparan radioaktif di
sediaan di jantung terhadap hati berkisar
organ sekitar jantung, baik pada saat
pada besaran 7:1. Hasil ini memberi arti
pencitraan pasien dengan kondisi stress
bahwa proses penyidikan jantung dengan
maupun pada saat rest. Keadaan ini sangat
metode SPM menggunakan kamera gamma
membantu analis medis atau para dokter
tidak akan mengalami gangguan dari
untuk membaca hasil pencitraan, sehingga
paparan radioaktif organ sekitarnya. Hal ini
memudahkan dalam membedakan mana
telah dibuktikan pula dengan pencitraan
keadaan jantung normal dan mana yang
pada
mengalami defek.
bahwa
percobaan
rasio/perbandingan
24
subjek
penelitian
penderita
diabetes, dimana segmen organ jantung
Gb.1a. Animal scanning pada tikus percobaan pasca penyuntikan i.v. 99mTc-MIBI
yang
Gambar 1a menunjukkan kegiatan
dengan
dilakukan
penderita diabetes dilengkapi contoh hasil
saat
uji
biodistribusi
kamera
SPM.
gamma
Pada
pada
pasien
sediaan pada hewan coba, sedangkan
pencitraan
gambar
1b,
gambar 1b menunjukkan teknik pencitraan
pencitraan jantung terlihat sangat jelas dan
46
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012
tidak terkontaminasi dengan keberadaan
paru ataupun ginjal seperti diterakan pada
penimbunan radioaktif di organ sekitarnya.
Tabel
Gambaran
mengganggu pencitraan dan pembacaan
ini
sekaligus
membuktikan
bahwa timbunan radioaktif di hati, paru-
2
tidak
berpengaruh
ataupun
hasil.
Gb.1b. Tampilan pencitraan jantung dengan kamera gamma (SPM)
Berdasarkan
hasil
pemeriksaan
mencurigai
terjadinya
komplikasi
pada 24 subjek penelitian, data EKG hanya
makrovaskular pada jantung. Penambahan
mengindikasikan dua orang (8%) yang
pemeriksaan SPM pada penatalaksanaan
menunjukkan PJK, sedangkan dari hasil
pasien
SPM menunjukkan 17 orang (71%) yang
keuntungan, selain PJK dapat dideteksi
mengindikasikan
tipe
2
memberikan
dua
Hal
ini
lebih awal, juga memberikan tambahan
perjalanan
PJK
informasi prognostik. Penelitian terdahulu,
diawali dengan ketidakmampuan pembuluh
mengungkapkan bahwa pemeriksaan SPM
darah koroner bervasodilatasi, sehingga
pada penatalaksanaan pasien yang diduga
mengakibatkan
perfusi,
PJK dapat memberi nilai tambah yang
kemudian terjadi gangguan diastolik dan
bermakna, bahkan dapat meningkatkan nilai
sistolik yang diikuti perubahan dari sadapan
prognostic power dibandingkan dengan
EKG, dan barulah muncul keluhan nyeri
penambahan angiografi (Pollock, et al.,
dada (angina). Hal lain dimungkinkan
1992). Hasil rekapitulasi uji klinis secara
karena adanya komplikasi neuropati DM
menyeluruh dari
yang menyebabkan turunnya ambang rasa
diabetes
nyeri, sehingga angina tidak dikeluhkan
menggunakan dua modalitas EKG dan
oleh pasien DM. Tidak mengherankan
SPM ditampilkan pada Tabel 3.
dimungkinkan
kelainan.
DM
karena
gangguan
yang
24 subjek penderita
diperiksa
dengan
apabila pasien tidak melaporkan adanya
keluhan nyeri dada, sehingga dokter luput
47
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012
Tabel 3. Kesesuaian uji diagnosis PJK berdasarkan EKG dan SPM
Jumlah pasien uji
SPM
(24 orang)
EKG
Indikasi kelainan
(positif)
2
Kondisi normal
(negatif)
-
Ragu
Total
-
2
14
7
-
21
Ragu
1*
-
-
1*
Total
17
7
Indikasi kelainan
(positif)
Kondisi normal
(negatif)
24
Keterangan Tabel 3: jumlah pasien dengan tanda (*) tidak diperhitungkan pada penetapan nilai
sensitivitas di antara EKG dan SPM
Dari rekapitulasi 24 subjek penelitian
secara statistik, maka diperoleh nilai z =
seperti ditampilkan pada Tabel 3, terlihat
4,105.
bahwa data EKG mengindikasikan 21
disimpulkan bahwa Ho ditolak. Dengan
pasien dalam kondisi normal, sedangkan
demikian,
berdasarkan SPM hanya 7 orang yang
kondisi normal yang dinyatakan baik
terindikasi normal. Keadaan sebaliknya, 17
dengan EKG ataupun SPM dapat diterima.
orang (71%) terindikasi defek miokard
dengan SPM, dan hanya 2 orang (8%) saja
yang
menunjukkan
kelainan
apabila
menggunakan EKG. Terdapat hasil yang
meragukan (equi-vocal) untuk 1 orang
pasien pada pemeriksaan dengan EKG,
namun data SPM menunjukkan bahwa
pasien tersebut terindikasi PJK.
Berdasarkan pengujian hipotesis
Dari
perhitungan
pernyataan
ini
bahwa
dapat
proporsi
Uji hipotesis yang sama dilakukan
untuk membuktikan keadaan kelainan yang
berdasarkan hasil EKG hanya ditemukan 2
orang pasien, sedangkan dengan SPM
berjumlah
17
pasien.
Dari
data
ini,
diperoleh nilai p1 = 2/24 = 0,083 dan p2 =
17/24 = 0,708, serta nilai p = 0,396. Pada
kondisi ini, dimana nilai p1 < p2, maka
daerah krisis z < -1,96. Dari perhitungan
untuk populasi binomial (Walpole dan
ditemukan
Myers, 1986) diketahui, Ho: p1 = p2 dan H1:
demikian, Ho juga ditolak, dan pernyataan
p1 > p2 dengan taraf keberartian α = 0,025
bahwa kondisi kelainan yang dinyatakan
pada daerah krisis z > 1,96 , maka apabila
baik dengan EKG ataupun SPM dapat
21 pasien dengan EKG dan 7 pasien dengan
diterima.
SPM terindikasi normal, diperoleh nilai p1
= 21/24 = 0,875 dan p2 = 7/24 = 0,292,
serta nilai p = 0,583. Dengan menghitung
nilai
z
=
-1,89.
Dengan
Dalam penyajian Tabel 3 di atas,
dengan menganalogikan pada perhitungan
hasil uji diagnostik (Pusponegoro, et al.,
47
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012
2008) tanpa membandingkannya dengan
diagnosis yang ditampilkan pada Tabel 3,
“baku
dan
emas”,
nilai
sensitivitas
EKG
dengan
menganalogikan
cara
terhadap SPM dapat dihitung sebagai
perhitungan uji diagnostik, maka SPM
proporsi pasien dengan hasil uji diagnostik
menunjukkan sensitivitas lebih baik dari
EKG positif (2 orang) dibandingkan dengan
EKG.
total pasien yang terindikasi kelainan (16
Dari aspek pengadaan sediaan,
orang), atau sekitar 12,5 % , dengan kata
bahan
lain bahwa nilai sensitivitas SPM jauh lebih
berdasarkan
tinggi apabila dibandingkan dengan EKG.
memberikan prospek yang cukup baik,
Kekhawatiran
terhadap
efek
samping radiasi yang ditimbulkan pada
pemeriksaan
dieliminasi
dengan
teknik ini
mengingat
dapat
Teknesium-99m
yang digunakan berenergi optimal 140 keV,
pemancar gamma murni dan memiliki
waktu paruh fisik yang relatif singkat
(6jam), sehingga sangat ideal untuk tujuan
diagnosis dalam komunitas kedokteran
Hasil
penelitian
menunjukkan
99m
Tc-MIBI memberi prospek untuk
dapat diunggulkan sebagai sediaan uji tapis
(screening test) penyakit jantung koroner,
dan bahkan diharapkan dapat dijadikan
sediaan pilihan bagi para dokter untuk
mengungkap PJK lebih dini, khususnya
pada
MIBI
yang
disintesis
hasil penelitian terdahulu,
sehingga ketergantungan para pengguna
terhadap produk impor diharapkan dapat
segera teratasi oleh para peneliti di dalam
negeri dengan memberikan nilai lebih dari
sisi kualitas, waktu pengadaan, termasuk
harga produk. Begitu juga telah dibuktikan
bahwa sediaan kit kering bukan satusatunya bentuk “sediaan jadi” yang stabil
selama
penyimpanan,
sehingga
ketergantungan pada proses freeze drying
nuklir.
bahwa
baku
kasus
DM,
mengingat
SPM
merupakan metode yang lebih menekankan
pada pemeriksaan fungsional.
yang
selalu
menjadi
andalan
untuk
mengatasi masalah stabilitas untuk jangka
waktu tertentu juga dapat dihindarkan.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
sediaan dapat dikemas dalam bentuk kit
cair dengan kemurnian yang tinggi, dan
tetap memenuhi persyaratan farmasetik
dengan tingkat kestabilan yang masih dapat
dipertahankan hingga 6 minggu.
KESIMPULAN
Nilai sensitivitas dan spesifisitas uji
Sidik
perfusi
miokard
(SPM)
99m
diagnostik dengan SPM untuk tujuan uji
dengan radiofarmaka
tapis PJK pada penelitian ini belum dapat
pasien uji memberikan pencitraan yang
dihitung karena masih harus dibandingkan
tajam, mudah dibaca, dan menunjukkan
dengan hasil pemeriksaan baku emas,
nilai tambah diagnosis yang lebih bermakna
namun
dibandingkan
demikian
dari
kesesuaian
uji
dengan
Tc-MIBI pada
EKG,
sehingga
47
JSTFI
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology
Vol.I, No.2, Juli 2012
penyakit jantung koroner, khususnya pada
kasus penderita DM memungkinkan untuk
dapat terdeteksi lebih dini.
Di
sisi
lain,
pembuatan
dan
Nurlaila Z., Nanny Kartini, A.Hanafiah
Ws., Mimin R.S. Pengembangan formulasi
dan aplikasi klinis 99mTc-metoksi isobutil
isonitril (99mTc-MIBI), Prosidings Seminar
Sains dan Teknologi Nuklir; 2000;
Bandung. 328-340.
reformulasi radiofarmaka Teknesium-99m
Metoksi Isobutil Isonitril (99mTc-MIBI)
dalam bentuk kit cair menunjukkan hasil
yang memenuhi persyaratan farmasetika,
baik secara fisik, kimia, maupun biologis,
sehingga sediaan ini layak digunakan
sebagai sediaan diagnostik.
DAFTAR PUSTAKA
Beckman JA, Creager M.A. and Libby P.
Diabetes and atherosclerosis, epidemiology,
Pathophysiology, and Management. JAMA.
2002; 287: 2570-2581.
Frans J. Wackers TH.
Diabetes and
coronary artery disease: the role of stress
myocardial perfusion imaging. Cleveland
Clinic J. of Med. 2005; 72(1):21-33.
Hanafiah A., Ws., Nanny Kartini, Nurlaila
Z. Metode alternatif sintesis 2-metoksi
isobutil isonitril. Prosidings Seminar Sains
dan Teknologi Nuklir; 1997; Bandung. 276280.
Masjhur JS, Kartamihardja AHS, Buku
Pedoman tata-laksana diagnostik dan terapi
kedokteran nuklir. RSUP dr. Hasan Sadikin
1999; 14 – 18.
Pollock SG, Abbott RD, Boucher CA,
Beller GA, Kaul S. Independent and
incremental prognostic value of test
performed in hierarchical order to evaluate
patients with suspected coronary artery
disease. Validation of models based on
these test. Circulation 1992; 85: 237-248.
Pusponegoro HD, Wirya IGNW, Pudjiadi
AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji
diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael
S, editor. Dasar-dasar metodologi penelitian
klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto;
2008.p.193-215.
Shaw LJ. The role of myocardial perfusion
imaging in special population. In: Dilsizian
V, Narula J, Brawnwald E, editors, Atlas of
nuclear cardiology, 2nd ed. Philadelphia:
Current Medicine LLC,2006; 161-172.
Walpole RE, Myers RH. Ilmu peluang dan
statistika untuk insinyur dan ilmuwan. Edisi
ke 2. Bandung: Penerbit ITB; 1986.p.256299.
Wiersma JJ, Verberne HJ, Holf WL,
Radder IM, Dijksman LM, Eck Smit BLF,
et.al. Prognostic value of myocardial
perfusion scintigraphy in type 2 diabetic
patients with mild, stable angina pectoris.
J.Nucl.Cardiol.2009; 16(4): 524-532.
Munawar M. Anti platelet in acute
syndrome with diabetes. [dikutip 2008
Nopember 20]. Dari http:/www.pjnhk.
go.id/content/view/694/31/.
Narendra C.B., Steve Blum, Bashir Lone,
Raman Singh and Ajay Shah. Prevalence of
abnormal myocardial perfusion SPECT
imaging and all cause mortality, among
asymptomatic diabetic and non-diabetic
blacks and hispanics in an inner-city
hospital. The Cardiology 1 2005; (3-4):
158-162.
48
Download