ISBN: 978-602-73832-2-7 2015 Proseding Konferensi Nasional FPT PRB PEMETAAN MAKROSEISMIK UNTUK PENDUGAAN SUMBER GEMPA BUMISTUDI KASUS: GEMPA BUMI ACEH TENGAH 2 JULI 2013 Ibnu Rusydy1,3), Syamsidik2,3) dan Putra Pagihariyadi3) 1) Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, , Jl. Syeh Abdurrauf No. 7, Banda Aceh. 2) Teknik Sipil ,Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 3) Laboratorium Komputasi dan Visualisasi Tsunami, Tsunami and Disaster Mitigation Research Center Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh [email protected] ABSTRACT A 6.1 Mw earthquake that occurred on July 2, 2013 around Central Aceh District has been identified its epicenter far from a long renowned the Sumatran fault. This indicates a new fault has caused the earthquake. To verify this indication, macro-seismic survey using Modified Mercalli Intensity (MMI) was performed just days after the earthquake. The survey was conducted by means of interviews with locDOFRPPXQLW\FODVVLI\LQJWKHVKRFN¶VLQWHQVLW\IHOW by the community if no major damages observed. A field investigation was simultaneously performed to check the damage levels at buildings around the affected area. Classification of the buildings adopted what has been proposed by Richter (1958). Field data, i.e. coordinates of the damaged building and estimated MMI values, were plotted to provide the earthquake intensity map (macro-seismic map/isoseismal contour). Based on the survey, it was found that the highest intensity reached 9 MMI around Ketol village, while 6 MMI affected buildings were located about 7-8 km from the estimated epicenter location. High gradient of the earthquake intensity indicates that the hypocenter of the earthquake is located in a rather shallow depth. Long contour of the 8-9 MMIs also revealed a new fault segment in 304o of strike. USGS released the focal mechanism of earthquake in strike of fault 304 0 from north direction, with the dip angle about 69o. The pattern of isoseismal contour have a good agreement with focal mechanism data that released by USGS. Keywords: earthquake, MMI scale, macroseismic, fault. ABSTRAK Gempa bumi Aceh Tengah terjadi pada tanggal 2 Juli 2013 dengan lokasi episenter yang jauh dari patahan Sumatra sehingga mengindikasikan adanya patahan baru yang menjadi penyebab gempa bumi tersebut. Untuk membuktikan indikasi tersebut, survei pemetaan makroseismik berdasarkan intensitas guncangan gempa bumi MMI (Modified Mercalli Intensity) dilakukan beberapa hari setelah gempa bumi terjadi. Metode pengumpulan data makroseismik dilakukan dengan cara mewawancara masyarakat apabila di kawasan tersebut tidak ditemukan kerusakan bangunan. Investigasi lapangan dilakukan dengan cara pengecekan tingkat kerusakan bangunan berdasarkan pengkelasan kualitas bangunan dan tingkat kerusakannya berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh Richter (1958). Data yang diambil di lapangan berupa koordinat dan nilai perkiraan nilai MMI berdasarkan wawancara dan investigasi lapangan yang selanjutnya diplotkan dalam bentuk peta kontur sebaran intensitas gempa bumi (peta makroseismik). Berdasarkan hasil survei, nilai MMI tertinggi sebesar 9 MMI berada pada daerah Ketol dan 6 MMI berada pada jarak 7-8 km dari pusat kerusakan (9 MMI). Tingginya nilai gradien antara 9 MMI dengan 6 MMI ini mengindikasikan bahwa gempa bumi 2 Juli 2013 tersebut sumbernya dangkal. Kawasan 8-9 MMI membentuk kontur memanjang yang diduga sebagai patahan yang belum terpetakan sebelumnya. Patahan tersebut memiliki arah jurus 304oN dan bidang kemiringan sebesar 69 o. Nilai jurus dan bidang kemiringan patahan PePHWDDQ0DNURVHLPLN8QWXN«+DODPDQ15 tersebut hampir sama nilainya dengan mekanisme fokal yang dikeluarkan USGS (United State geological survey) sesaat setelah gempa bumi tersebut terjadi. Untuk memastikan posisi patahan yang menjadi sumber gempa bumi 2 Juli 2013 tersebut, perlu dilakukan survey geofisika secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan posisi patahan yang tertimbun endapan vulkanik muda yang sangat tebal dan tidak nampak berdasarkan analisa foto udara. Kata kunci: Gempa Bumi, Skala MMI, dan Pemetaan Makroseismik, Patahan/Sesar PENDAHULUAN Pemetaan makroseismik merupakan survei mengumpulan data goncangan gempa bumi berdasarkan skala intensitas. Skala intensitas merupakan suatu ukuran deskriptif akibat goncangan selama gempa bumi terjadi. Skala intensitas ini sangat berbeda dengan skala magnitudo yang mana hasil yang didapatkan berdasarkan pengukuran alat seismometer sedangkan skala intensitas ini lebih kepada kerusakan yang diakibatkan dan goncangan yang dirasakan oleh manusia (Afnimar, 2009). Musson (2002), menyatakan bahwa mengumpulan data makroseismik dari sebuah kejadian gempa bumi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu dengan menyebarkan kuesioner untuk skala MMI (modified mercalli intensity) I ± VI dan investigasi langsung untuk skala VII ± XII. Selain itu, ada cara ketiga untuk pengumpulan data makroseismik yaitu dokumen lama untuk kejadian gempa bumi di masa lalu. Namun cara ketiga ini membutuhkan ahli sejarah dan seorang ahli kegempaan yang sudah berpengalaman. Pada tanggal 2 Juli 2013 terjadi gempa bumi yang menghancurkan beberapa bangunan dan menyebabkan tanah longsor di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Gempa bumi tersebut terjadi pada pukul 14:37 wib dengan magnitudo gempa bumi 6,1 Mw (magnitudo momen) berada di koordinat 4,698o LU, 96,687o BT pada kedalaman 10 km (USGS, 2013). Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga mencatat episenter gempa bumi yang tidak jauh berbeda yang berada pada koordinat 4,7o LU, 96,61o BT pada kedalaman 10 km sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 1(a). Lokasi episenter yang dikeluarkan oleh USGS (United State Geological Survey) dan BMKG sangat jauh dari patahan Sumatra yang sudah pernah terpetakan sebelumnya oleh Sieh dan Natawidjadja (2000). Jauhnya lokasi efisenter dengan patahan Sumatra yang sudah terpetakan sebelumnya menjadi indikasi awal (hipotesa) bahwa gempa bumi tersebut tidak bersumber dari patahan Sumatra melainkan ada patahan baru yang belum terpetakan sebelumnya. Untuk menjawab hipotesa tersebut, maka beberapa hari setelah gempa bumi terjadi, dilakukan pemetaan dan pengumpulan data makroseismik untuk menduga posisi patahan baru yang menjadi sumber gempa bumi 2 Juli 2013 di kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh. 3HPHWDDQ0DNURVHLVPLN8QWXN«+DODPDQ16 (a) (b) Gambar 1. (Color Online) (a) Episenter gempa bumi 2 juli 2013 menurut USGS dan BMKG dan posisi patahan Sumatra berdasarkan Sieh dan Natawijaja (2000). (b) Batuan Penyusun kabupaten Bener Meriah dan kabupaten Aceh Tengah (Cameron et. al, 1983) GEOLOGI LOKASI PENELITIAN Pemetaan dan pengumpulan data makroseismik dilakukan beberapa hari setelah gempa bumi 2 Juli 2013 terjadi. Pengumpulan data makroseismik dilakukan di 2 (dua) kabupaten terdampak yaitu kabupaten Bener Meriah dan kabupaten Aceh Tengah. Di kedua kabupaten tersebut, kondisi geologinya cukup komplek. Menurut peta geologi yang dibuat oleh Cameron et al (1983), di Kabupaten Bener Meriah terdapat gunung Api Bur Ni Telong dan Bur Ni Gerudong sehingga sebagian besar kawasan di tersebut terdapat batuan vulkanik seperti andesit, basalt, dan teftra berbutir halus dan kasar). Di sisi barat (Lampahan) dan timur (Pondok) gunung api tersebut banyak terdapatkan endapan vulkanik muda hasil letusan gunung api yang berumur kuarter. Endapan tersebut berupa pasir, tuffa, breksi dan konglomerat yang berumur kuarter. Selain endapan vulkanik di Kabupaten Bener Meriah juga terdapat pergunungan yang didominasi oleh batuan metamorf yang terbentuk pada masa Paleozoikum zaman Perem berupa Quartzite, Filit, dan Skis yang berada di bagian selatan kabupaten tersebut. Di Kabupaten Aceh Tengah, kondisi geologinya hampir sama kompleknya dengan Kabupaten Bener Meriah. Di sisi barat Danau Lut Tawar, terdapat endapan alluvium longgokan kipas dan endapan gunung api yang berumur kuarter pada kala Holosen. Endapan tersebut terdapat di kecamatan Kebayakan (Kota Takengon), Kecamatan Bebesan, Kecamatan Bies dan sebagian Kecamatan Pegasing. Endapan yang berumur kuarter holosen masuk dalam kategori endapan muda menurut umur geologi dan mudah lepas serta lunak. Selain endapan muda yang terdapat di 4 (empat) kecamatan di tersebut, PePHWDDQ0DNURVHLPLN8QWXN«+DODPDQ17 di Sekitar Kecamatan Ketol dan Silih Nara, terdapat juga endapan hasil letusan gunung api purba berupa pasir, tufa, breksia dan konglomerat yang berumur kuarter. Endapan yang berumur kuarter ini mengindikasi bahwa endapan tersebut masih muda, mudah lepas dan lunak. Batuan tertua yang terdapat di Kabupaten Aceh terbentuk pada masa Paleozoikum zaman Karbon akhir. Batuan tersebut membentuk perbukitan sisi paling Selatan kabupaten Aceh Tengah dan termasuk batuan Metamorf yang terdiri dari batuan Quartzite, Filit, dan Skis. Kondisi geologi atau batuan penyusun kedua kabupaten tersebut dapat dilihat pada gambar 1(b). METODE PENELITIAN Metode pemetaan dan pengumpulan data makroseismik dilakukan dengan teknik wawancara dan investigasi langsung terhadap kerusakan bangunan. Skala MMI yang digunakan adalah skala MMI yang sudah dimodifikasi oleh Richter (1958) dan Musson (2002). Teknik wawancara dilakukan karena setelah kejadian gempa bumi masyarakat setempat sedang berkabung dan tidak dimungkinkan untuk dilakukan penyebaran kuesioner. Teknik wawancara menjadi pilihan paling efisien untuk mendapatkan skala intensitas gempa bumi yang kurang dari VI MMI. Untuk mendapatkan nilai Intensitas gempa bumi kurang dari VI MMI tidak bisa dilakukan dengan investigasi bangunan karena skala di bawah VI MMI tidak ada kerusakan bangunan. Menurut Musson (2002); Afnimar (2009), pertanyaan kuesioner makroseismik harus dibuat semudah mungkin sehingga masyarakat mudah memahaminya. Dikarenakan dalam penelitian ini tidak menyebarkan kuesioner melainkan melalui teknik wawancara maka pertanyaan dalam proses wawancara harus dibuat semudah mungkin dan ada pertanyaan kunci yang harus dijawab oleh masyarakat supaya tujuan dari survei ini tercapai. Pertanyaan kuncinya antara lain; 1). Ketika gempa bumi terjadi, bapak/ibu berada dimana?, 2). Ketika gempa bumi terjadi, bapak/ibu sedang melakukan apa? (berjalan, duduk, tidur, dll), 3). Apabila bapak/ibu sedang tidur, apakah gempa bumi tersebut akan membangunkan bapak/ibu dari tidur?, 4). Apabila bapak/ibu sedang berjalan, apa gempa bumi membuat bapak/ibu sudah berjalan?, 5). Seperti apa kondisi perabotan rumah tangga bapak/ibu ketika gempa bumi terjadi?. Ke-5 (lima) pertanyaan tersebut akan memberikan gambaran skala intensitas MMI di tempat wawancara dilakukan. Untuk skala MMI di atas VII, investigasi kerusakan bangunan dilakukan secara menyeluruh. Investigasi kerusakan bangunan menggunakan skala MMI yang dimodifikasi oleh oleh Richter (1958) dan Musson (2002). Dalam Skala MMI tersebut terdapat pengkelasan kualitas bangunan dan tingkat kerusakan bangunan yang dihubungkan dengan skala intensitas MMI. Dalam investigasi ini dibutuhkan ahli teknik sipil bidang struktur bangunan untuk melihat kelas bangunan dan tingkat kerusakannya. Data MMI dan koordinat lokasi yang didapatkan dari wawancara dan investigasi kerusakan bangunan selanjutnya diplotkan dalam peta untuk dilakukan interpolasi menggunakan software ArcGis untuk mendapatkan peta kontur Isoseismal. Selain itu, ada beberapa data sintentik yang digunakan dengan skala MMI terkecil 4 MMI di sekitar kawasan penelitian. Penggunaan data sintetik dilakukan karena kawasan tersebut berada di hutan dan tidak memungkinkan dilakukan survei. Dasar pemilihan MMI data sintetik berdasarkan degradasi nilai MMI terdekat dan berdasarkan peta Shake Map yang dikeluar oleh USGS. 3HPHWDDQ0DNURVHLVPLN8QWXN«+DODPDQ18 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan software ArcGis, didapatkan nilai MMI tertinggi (8-9 MMI) berada pada kawasan kecamatan Ketol, Kute Panang, Bebesan dan Kebayakan kabupaten Aceh Tengah. Nilai intensitas gempa bumi 9 terjadi di sekitar batuan lunak berupa pasir, tuffa, breksi dan konglomerat yang terdapat di kecamatan Ketol. Investigasi langsung menemukan bangunan SD Negeri 3 Ketol yang memiliki kualitas bangunan Tipe B atau Mansory B mengalami kerusakan serius. Bangunan Mansory B adalah bangunan yang dikerjakan dengan pemakaian semen yang bagus, pemakaian struktur bertulang tapi tidak dirancang secara rinci untuk tahan terhadap gaya lateral (Richter, 1958; Musson, 2002; Afnimar, 2009). Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan juga bahwa rata-rata bangunan masyarakat yang mengalami kerusakan karena dibangun dengan struktur bangunan yang kurang bagus. Hampir semua bangunan masyarakat di tempat tersebut masuk dalam kategori tipe bangunan Mansory C dan D. Tipe bangunan Mansory C dibangun dengan adukan semen biasa, tidak ada beton bertulang dan rancangan untuk melawan gaya horizontal dan tipe bangunan Mansory D dibangun dengan material lemah, pemakaian adukan semen yang buruk dan cara pengerjaan dengan standar lemah (Richter, 1958; Musson, 2002; Afnimar, 2009). Contoh kerusakan bangunan akibat gempa bumi dan perkiraan nilai MMI-nya dapat dilihat pada Gambar 2. (a) (b) (c) Gambar 2. (Color Onlline) Kerusakan bangunan akibat gempa bumi 2 Juli 2013 di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. a). Tipe bangunan Mansory B yang rusak serius (SD N 3 Ketol), perkiraan 9 MMI. b). Tipe bangunan Mansory B yang rusak ringan, perkiraan 7 MMI c). Tipe bangunan Mansory C yang rusak serius, perkiraan 8 MMI Kerusakan paling parah terjadi di batuan lunak, hal ini dikarenakan batuan lunak memperkuat guncangan gempa bumi berupa efek amplifikasi karena adanya resonansi gelombang gempa bumi. Faktor lapisan lunak ini diperkirakan juga yang menyebabkan kuatnya guncangan gempa bumi tersebut. Namun demikian, nilai intensitas atau kuatnya guncangan yang terjadi akibat gempa bumi 2 Juli 2013 berdasarkan pemetaan makroseismik menunjukkan pola memanjang. Ada kawasan lapisan lunak di bagian Selatan dengan intensitas gempa bumi skala kecil atau 6 MMI. Hal ini menjadi indikasi awal bahwa pola memanjang kontur isoseismal tersebut menunjukkan sumber gempa bumi baru atau patahan baru yang belum terpetakan sebelumnya. Hasil pemetaan makroseismik berupa peta isoseismal dapat dilihat pada gambar 3. Pada gambar terlihat pola memanjang kontur isoseismal yang menerus dari episenter gempa bumi sampai ke kota Takengon. Di kota Takengon juga ditemukan bangunan dengan tipe PePHWDDQ0DNURVHLPLN8QWXN«+DODPDQ19 Mansory B mengalami kerusakan serius. Hal lain yang menjadi indikasi bahwa pola kontur memanjang isoseismal tersebut sebagai sumber gempa bumi adalah samanya arah jurus (strike) pola kontur dengan arah jurus mekanisme fokal yang dikeluarkan oleh USGS. USGS beberapa menit setelah gempa bumi mengeluarkan mekanisme fokal sumber gempa bumi dengan arah jurus 304o N dan bidang kemiringan 69o berupa patahan geser. Berdasarkan analisa tersebut maka dapat dikatakan bahwa patahan baru yang menjadi sumber gempa bumi Takengon tersebut memiliki arah Barat Laut ± Tenggara. Sri Hidayati, dkk (2014) juga menyimpulkan bahwa sumber gempa bumi tersebut berasal dari patahan yang berarah Barat Laut ± Tenggara. Mekanisme fokal gempa bumi 2 Juli 2013 Gambar 3. (Color Online) Peta Isoseismal hasil berdasarkan data makroseismik dan Mekanisme fokal sumber gempa bumi 2 Juli 2013 yang dikeluarkan USGS KESIMPULAN Survei makroseismik merupakan survei skala intensitas gempa bumi berdasarkan persepsi manusia dan tingkat kerusakan bangunan. Nilai intensitas MMI tertinggi akibat gempa bumi 2 Juli 2013 sebesar 9 MMI yang polanya membentuk garis lurus dari Kecamatan Ketol sampai ke Kota Takengon. Pola kerusakan yang lurus ditunjukkan oleh peta Isoseismal yang menjadi indikasi adanya patahan baru yang belum terpetakan sebelum. Arah jurus patahan tersebut sama dengan arah jurus mekanisme fokal yang dikeluarkan oleh USGS dengan kedudukan jurus 304o N dan bidang kemiringan 69o. Untuk membuktikan dan memperkuat hasil penelitian ini, perlu dilakukan survei geofisika secara menyeluruh terutama metode gaya berat (graviti) untuk memetakan struktur geologi bawah permukaan. Hal ini dikarenakan posisi patahan yang tertimbun endapan vulkanik muda yang sangat tebal dan tidak nampak berdasarkan analisa foto udara. 3HPHWDDQ0DNURVHLVPLN8QWXN«+DODPDQ20 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada masyarakat Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah yang telah meluangkan waktunya sedikit untuk diwawancara perihal gempa bumi 2 Juli 2013. Publikasi paper dan presentasi pada seminar ini terselenggara atas Hibah Penguatan Laboratorium untuk Laboratorium Komputasi dan Visualisasi Tsunami TDMRC Unsyiah Tahun 2015. DAFTAR PUSTAKA 1. Afnimar, 2009, Seismologi, Penerbit ITB, Bandung. 2. BMKG, http://inatews.bmkg.go.id/new/query_gmpqc.php diakses tanggal 15 Oktober 2015 3. Cameron, N.R., Bennett, J.D., Bridge, D.Mc.C., Clarke, M.C.G., Djunuddin, A., Ghazali, S.A.,Harahap, H., Jeffery, D.H., Kartawa, W., Keats, W., Ngabito, H., Rocks, N.M.S., dan Thompson, S.J., 1983, Peta Geologi Lembar Takengon, Sumatra, Skala 1:250.000,Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. 4. Musson. R. M. W., 2002, Intensity and Intensity Scales, Chapter 12 in New Manual of Seismological Observatory Practice ± NMSOP, Potsdam Jerman. 5. Sieh, K. dan Natawidjaja, D.H., 2000, Neotectonic of the Sumatran Fault, Indonesia, Journal of Geophysical Research, Vol 105, No. 12. 6. Sri Hidayati, Supartoyo dan Wawan Irawan, 2014, Pengaruh Mekanisme Sesar Terhadap Gempa Bumi Aceh Tengah, 2 Juli 2013, Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 5, No. 2, Badan Geologi. 7. Richter, C.F., 1958, Elementary Seismology, Bailey Bros & Swinfen Ltd, London 8. USGS, 2013, http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eventpage/usb000i4re diakses tanggal 15 Oktober 2015