KARAKTERISTIK MINERALOGI ANDISOL DI WILAYAH GUNUNG BUNDER DESA GUNUNG PICUNG KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR ANJAR HAFIDHUN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Mineralogi Andisol di Wilayah Gunung Bunder Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Anjar Hafidhun NIM A14080058 ABSTRAK ANJAR HAFIDHUN. Karakteristik Mineralogi Andisol di wilayah Gunung Bunder Desa Gunung Picung Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DYAH TJAHYANDARI SURYANINGTYAS dan ISKANDAR. Keberadaan gunung berapi di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting yakni sebagai bahan tambahan pembentuk tanah yang didapat melalui proses letusan. Bahan tersebut menyebabkan pada setiap tempat dapat dijumpai beragam jenis tanah dengan sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik tersebut antara lain dicirikan oleh adanya perbedaan mineral-mineral yang membentuk tanah. Salah satu jenis tanah yang menarik untuk diteliti berdasarkan karakteristik mineralogi berlokasi di Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Tanah lapisan atas di lokasi ini umumnya berwarna gelap, tebal dan sangat gembur, sementara pada lapisan bawah dijumpai bahan induk berwarna kuning-kecoklatan. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik mineralogi Andisol di Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini dibuat dua penampang profil yaitu, profil A dan profil B dengan berdasarkan toposekuen. Contoh tanah dianalisis kandungan mineral fraksi pasir dan kandungan Si, Al dan Fe dari hasil ekstraksi dengan menggunakan metode Dithionit Sitrat Bikarbonat (DSB) (buffer pH 7) dan Amonium Oksalat 0.2 M pH 3. Berdasarkan hasil analisis susunan mineral kedua profil menunjukkan pola yang sama, yaitu mineral kuarsa jernih, plagioklas dan hipersten konsisten pada setiap horison, kecuali pada profil A horison BC2b dimana ketiga mineral tersebut jumlahnya sangat rendah dibanding horison-horison di atasnya. Selain itu, jumlah relatif mineral lapukan tampak mendominasi di horison BC2b sangat berbeda dengan horison BC2a, padahal keduanya berada pada kedalaman yang sama yaitu 120-160 cm. Perbedaan dari kedua profil terlihat pada jumlah relatif mineral augit dalam fraksi berat, profil A memiliki jumlah mineral augit lebih banyak daripada profil B. Berdasarkan susunan fraksi pasir total yang banyak mengandung kuarsa jernih lalu diikuti dengan adanya plagioklas, hipersten, augit, lapukan, lapukan gelas volkan, gelas volkan, hornblende dan konkresi besi, maka dapat diketahui bahwa tanah ini mempunyai bahan induk berupa tuff volkan yang bersifat andesitik yang memiliki asosiasi hipersten. Secara mineralogy berdasarkan nilai rasio Fe, Al dan Si mineral pada kedua profil dominan menunjukan bentuk oksida amorf. Kata kunci: Amorf, Andisol, Andesitik, Mineralogi ABSTRACT ANJAR HAFIDHUN. Mineralogical Characteristic of Andisol at Gunung Bunder Gunung Picung Village, Pamijahan Sub-district, Bogor. Supervised by DYAH TJAHYANDARI SURYANINGTYAS and ISKANDAR. The existence of volcanoes in Indonesia has a very important role as an additional soil forming material obtained from the eruption. It cause variability of soil types and characteristics. Based on mineralogy characteristics, soil located in Gunung Picung Village, Pamijahan Sub-district, Bogor is interisting to be studied. In general the topsoil is dark, thick and very friable, while yellow-brownish parent material found on its base layer. The purpose of this research was to study the mineralogical characteristics of Andisol at Gunung Picung Village, Pamijahan Sub-district, Bogor. Two cross-sectional profiles were made, namely A and B based on toposequen. Component that were analyzed from soil samples are minerals content and selective dissolution of Al, Fe and Si extracted by Dithionit Citrate Bicarbonate (DSB) (pH 7) and Ammonium Oxalate 0.2 M pH 3. The results revealed that two profiles showed the same pattern, included clear quartz, plagioclase and hipersten which were consistent on each horizon, except at the BC2b horizon (in A profile) which has very low minerals compared to other horizons. In addition, the relative amounts of weathered mineral which dominated in BC2b horizon was very different from BC2a horizon, even though both horizons were located at the same depth, 120-160 cm. The differences of the two profiles were on relative amount of augite in heavy fraction. The A profile has more augite than the B profile. Based on composition of the total sand fraction which has clear quartz followed by plagioclase, hipersten, augite, weathered mineral, weathered glass volcan, glass volcan, hornblende and iron concretion, can be cocluded that this soil has andesitic tuff volcan parent material in association with hipersten . Based on the Fe, Al and Si ratio, both profiles showed an amorphous parent material oxide form in mineralofy characteristic. Keywords: Amorf, Andisol, Andesitic, Mineralogy KARAKTERISTIK MINERALOGI ANDISOL DI WILAYAH GUNUNG BUNDER DESA GUNUNG PICUNG KECAMATAN PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR ANJAR HAFIDHUN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan DEPERTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya skripsi yang berjudul “Karakteristik Mineralogi Andisol Di Wilayah Gunung Bunder, Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor” bisa diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, nasihat, dan bimbingan dari berbagai pihak. Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Dyah Tjahyandari S.M.Appl.Sc selaku pembimbing skripsi I dan Dr. Ir. Iskandar selaku pembimbing skripsi II yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Darmawan, MSc selaku dosen penguji atas segala kritikan dan masukannya guna memperbaiki penulisan skripsi ini. 3. Ayahanda Zaidun dan Ibunda Hartini, serta Siti Halizah (kakak), Muhammad Nasrullah (kakak) dan Aida Ratna Juwita atas kasih sayang, kesabaran, perhatian, dukungan moral maupun material dan doa yang senantiasa menyertai penulis. 4. Pimpinan dan staf Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kabupaten Bogor atas bantuan dan fasilitas yang diberikan dalam penelitian ini. 5. Seluruh Dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan terutama dosen dan staff Bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan atas seluruh bantuan, dukungan dan bimbingannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 6. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan moral maupun spiritual dalam penyelesaiaan skripsi ini. Akhir kata, tak ada manusia yang sempurna kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Bogor, Februari 2015 Anjar Hafidhun DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Analisis Mineral Fraksi Pasir Analisis Pelarutan Selektif KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Penelitian Geologi vii vii vii 1 1 2 2 2 2 2 3 4 4 4 5 Iklim Topografi Vegetasi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Sifat Morfologi dan Fisik Tanah Karakteristik Mineralogi Tanah Susunan Mineral dan Bahan Induk Analisis Pelarutan Selektif 6 7 7 8 8 8 8 8 12 SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP 15 15 17 19 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 Metode analisis sifat fisik dan kimia yang digunakan dalam penelitian Sifat morfologi dan fisik tanah di lokasi penelitian Hasil analisis mineral fraksi pasir dalam contoh tanah di lokasi penelitian Hasil analisis mineral fraksi berat dalam contoh tanah di lokasi penelitian Kadar Fe, Al, dan Si oksida dalam contoh tanah di lokasi penelitian Nilai pH dalam air dan larutan NaF dalam contoh tanah di lokasi penelitian 3 9 11 11 12 13 DAFTAR GAMBAR 1 2 Sekuen Lokasi Profil Peta lokasi penelitian di Desa Gunung Picung Kec. Pamijahan, Kab. Bogor Peta Geologi lokasi penelitian di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor Vegetasi penutup di lokasi penelitian: A pinus (Pinus merkusii) dan rasamala (Altingia exelsa); B rasamala (Altingia exelsa) dan puspa (Schima wallichii) Distribusi oksida (a) sebaran Feo dan Fed Profil A, (b) sebaran Feo dan Fed Profil B, (c) rasio Feo/Fed Profil A, (d) rasio Feo/Fed Profil B 3 4 5 3 5 6 7 14 DAFTAR LAMPIRAN 1 Uraian Deskripsi profil tanah 17 1 10 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai gunung api aktif terbanyak di dunia yaitu lebih dari 30% dari gunung aktif dunia ada di Indonesia (Pratomo 2006). Gunung api merupakan tempat keluarnya magma dan gas di permukaan bumi, dengan melontarkan material vulkanik dan membentuk morfologi suatu bukit atau gunung. Keberadaan gunung berapi di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting yakni sebagai bahan tambahan pembentuk tanah yang didapat melalui proses letusan. Bahan tambahan tersebut diantaranya mineral-mineral yang berasal dari dalam perut bumi yang keluar berupa magma dan kemudian terjadi proses kristalisasi. Bahan tersebut menyebabkan pada setiap tempat dapat dijumpai beragam jenis tanah dengan sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Berdasarkan sejarah letusannya gunung api di Indonesia dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu tipe A (79 buah) adalah gunung api yang pernah meletus sejak tahun 1600, tipe B (29 buah) adalah gunung api yang pernah meletus sebelum tahun 1600 dan tipe C (21 buah) adalah lapangan solfatara dan fumarola (Pratomo 2006). Di Pulau Jawa Gunung Salak merupakan salah satu gunung api vulkanik tipe A yang berada dalam wilayah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Gunung api ini mempunyai beberapa puncak, diantaranya Puncak Salak I (2211 m dpl), Puncak Salak II (2180 m dpl) dan Puncak Salak III atau dikenal juga dengan Puncak Sembul dengan ketinggian 1926 m dpl serta beberapa komplek solfatara/fumarola. Salah satu komplek yang besar adalah Cikuluwung Putri (Sutaningsih et al. 2010). Salah satu jenis tanah yang menarik untuk diteliti berdasarkan karakteristik mineralogi dan dalam kaitannya dengan gunung api adalah Andisol yang berlokasi di Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Tanah lapisan atas di lokasi ini umumnya berwarna gelap, tebal dan sangat gembur, sementara pada lapisan bawah dijumpai bahan induk berwarna kuning-kecoklatan. Seperti diketahui berdasarkan catatan sejarah Gunung Salak pernah mengalami beberapa kali letusan. Letusan Gunung Salak pertama dikenal mengambil tempat di Salak III yang berlangsung pada 1698/1699. Aktivitas berikutnya berupa letusan freatik (letusan gas) dari titik samping (flank eruption). Letusan yang terakhir berlangsung pada 1938 dari Kompleks Cikuluwung Putri yang berupa letusan freatik. Hasil dari letusan tersebut menghasilkan beberapa formasi geologi, seperti formasi batu andesit basalt dengan piroksen (Qvsl) dan tuff batu apung pasiran (Qvst) (Effendi et al.1998). Keberagaman geologi ini disertai dengan perbedaan ketinggian tempat diduga akan berpengaruh terhadap proses-proses perkembangan tanah di lokasi penelitian. 2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik mineralogi Andisol di Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di lokasi wisata Gunung Bunder, Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Lokasi tersebut masih termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Juni 2013 dan dilanjutkan analisis tanah di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Tanah Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan yaitu bahan-bahan kimia seperti NaF 1N, Bromoform, Amonium Oksalat, Natrium sitrat, Na2S2O4 , dan lain-lain. Alat-alat yang digunakan antara lain alat-alat untuk pengambilan contoh tanah, GPS (Global Potitioning System), Soil Munsell Colour Chart, alat-alat penetapan sifat fisik, kimia dan mineral seperti gelas piala, tabung tekstur, ember, selang, sentrifusi, tabung polypropylene 50 & 100 mL, serta alat-alat ukur seperti pHmeter merk WTW tipe inoLab pH Level 1, mikroskop polarisasi, Atomic Absorption Spectrometer (AAS) Perkin Elmer tipe 1100B dan lain-lain. Metode Penelitian Untuk melakukan penelitian ini dibuat dua penampang profil berdasar toposekuen. Hal tersebut dilakukan sebagai pembanding pada dua sekuen lereng yang berbeda. Gambaran lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut : 3 Gambar 1 Sekuen Lokasi Profil Selanjutnya dilakukan identifikasi sifat morfologi kedua profil. Setelah itu contoh tanah terganggu diambil dari setiap horison sebanyak kurang lebih 2 kg pada setiap horisonnya untuk keperluan analisis laboratorium. Parameter dan metode analisis diuraikan di bawah ini (Tabel 1). Tabel 1 Metode analisis sifat fisik, kimia dan mineral yang digunakan dalam penelitian No. 1. 2. 3. 4. Jenis analisis Metode pH H2O (1:1) pH NaF (1:50) Distribusi Ukuran Partikel Si, Al, Fe 5. Mineral Fraksi Pasir pH-meter Ekstraksi NaF 1 N, kertas pH Pipet, gravimetri Ekstraksi Amonium Oksalat 0.2 M pH 3.0 (Schwertmann 1964) Ekstraksi Dithionit Sitrat Bikarbonat (Mehra dan Jackson 1960) Mikroskop Polarisasi . Analisis Mineral Fraksi Pasir Analisis mineral fraksi pasir dilakukan dengan menggunakan mikroskop polarisasi dan medium nitrobenzol. Partikel pasir yang sudah dipisahkan dengan partikel lainnya dicuci bersih dengan air selanjutnya disaring menggunakan saringan 210 µm dan 100 µm untuk menyeragamkan ukuran partikel pasir yang dianalisa. Selanjutnya partikel berukuran pasir yang tertahan pada saringan 100 4 µm digunakan untuk analisis mineral secara mikroskopis. Perhitungan dilakukan menggunakan metode garis ukur, kemudian ditetapkan peluang ditemukannya mineral dalam 100 butir mineral fraksi pasir dengan menggunakan mikroskop polarisasi. Analisis mineral secara mikroskopis dilakukan juga dilakukan pada mineral fraksi berat yang terdapat dalam mineral fraksi pasir. Mineral fraksi berat diperoleh melalui pemisahan dengan menggunakan larutan Bromoform yang memiliki berat jenis 2.8 g/cm3. Analisis Pelarutan Selektif Pengukuran kandungan Si, Al dan Fe dilakukan dari hasil ekstraksi dengan menggunakan metode Dithionit Sitrat Bikarbonat (DSB) (buffer pH 7) dan Amonium oksalat 0.2 M pH 3. Ekstraksi DSB dimaksudkan untuk melarutkan mineral-mineral oksida besi, baik yang bersifat kristalin dan juga oksida besi yang bersifat amorf. Metode ekstraksi ini dilakukan pada contoh tanah 0.25 g dalam tabung sentrifuse 50 ml, ditambahkan 20 ml Sodium sitrat 0.3 M dan NaHCO3 ke dalam tabung, kocok dan kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 75-80 0 C. Selanjutnya tambahkan Na2S2O4 sampai tanah menjadi kelabu dan dikocok kembali. Pemanasan tidak boleh melebihi 80 0C. Tabung disentrifusi selama 5 menit pada 1600-2200 rpm dan supernatan didekantasi dari contoh. Supernatan digunakan untuk analisis Si, Al dan Fe. Ekstraksi Amonium oksalat 0.2 M pH 3 dimaksudkan untuk melarutkan oksida-oksida besi yang bersifat amorf. Metode ekstraksi dengan ammonium oksalat ini dilakukan pada tanah 0.25 g dalam tabung sentrifuse 50 ml. Ditambahkan 25 ml Amonium oksalat 0.2 M pH 3 ke dalam tabung. Tutup dengan tutup karet lalu segera dibungkus dengan alumunium foil untuk mengeleminasi cahaya dan selanjutnya dikocok selama 2 jam. Tabung disentrifusi dan supernatan didekantasi dari contoh. Supernatan digunakan untuk analisis Si, Al dan Fe. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Penelitian Daerah penelitian termasuk dalam wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Lokasi pengambilan sampel tanah berada di kawasan wisata Gunung Bunder, Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor (Gambar 2). 5 Gambar 2 Peta lokasi penelitian di Desa Gunung Picung, Kec. Pamijahan, Kab. Bogor Lokasi pengamatan profil A berada pada koordinat S: 06°40’22.6” dan E: 106°41’16.5” dengan elevasi kurang lebih 754 mdpl dan kemiringan lereng sekitar 35 %, sedangkan profil B pada koordinat S: 06°41’10.5” dan E: 106°41’9.9” dengan elevasi kurang lebih 890 mdpl dan kemiringan lereng sekitar 15 %. Geologi Berdasarkan peta geologi lembar Bogor, Jawa Barat (Effendi 1998) pada Gambar 3, daerah penelitian ini termasuk ke dalam formasi-formasi yang dihasilkan dari aliran lava bersusun andesit-basal mengandung piroksen (Qvsl), batuan gunung api plistosen (Qvsb) dan tufa batu apung pasiran (Qvst). Qvsl tersusun dari lava bersusunan andesit berwarna kelabu tua. Qvst tersusun dari tufa batu apung pasiran yang muncul secara ekstrusif dari letusan gunung api. Kedua formasi tersebut terbentuk pada zaman holosen dan berumur kuarter. 6 Gambar 3 Peta geologi lokasi penelitian di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor Iklim Faktor iklim yang berpengaruh besar pada pembentukan tanah tropika adalah suhu dan curah hujan. Daerah di sekitar lokasi penelitian termasuk beriklim basah (bulan kering 2-3 bulan sekitar bulan Maret sampai Mei dan bulan basah 9-10 bulan sekitar bulan Juni sampai Februari) dengan curah hujan rata-rata pertahun > 3000 mm/tahun, jumlah hari hujan rata-rata 158 hari dan intensitas penyinaran matahari rata-rata sekitar 5-7 jam per hari. Rata-rata suhu udara tahun 2004-2008 yang diambil dari Stasiun Pengamat Klimatologi Darmaga Bogor berkisar antara 22.4 hingga 31.5 °C dengan rata-rata 25.7 °C (Syakur 2010). Menurut klasifikasi iklim Schmidt & Ferguson daerah di sekitar lokasi penelitian termasuk tipe iklim A (Ginandjar 2013). 7 Topografi Topografi di sekitar lokasi penelitian tergolong landai hingga berbukit dengan kemiringan lereng bervariasi. Pada lokasi pengambilan contoh bahan tanah profil A kemiringan lereng berkisar 35 %, sedangkan pada lokasi pengambilan contoh bahan tanah profil B kemiringan lereng berkisar 15 %. Vegetasi Daerah di sekitar lokasi penelitian merupakan hutan yang dikelola oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Kawasan ini merupakan kawasan hutan hujan pegunungan yang tersisa dan terluas di Jawa Barat dengan lebih dari 700 jenis tumbuhan berbunga hidup di hutan alam di dalam TNGHS, yang meliputi 391 marga dari 119 suku. Kawasan ini merupakan ekosistem hutan alam yang memiliki sumber plasma nutfah dan keanekaragaman tumbuhan dan satwa. Jenis pohon penting yang ada diantaranya adalah rasamala (Altingia exelsa), pinus (Pinus merkusii) dan puspa (Schima wallichii). Gambar 4 di bawah ini menyajikan gambaran vegetasi di lokasi penelitian. A B Gambar 4 Vegetasi penutup di lokasi penelitian: A pinus (Pinus merkusii) dan rasamala (Altingia exelsa); B rasamala (Altingia exelsa) dan puspa (Schima wallichii) 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Perbedaan karakteristik Andisol dapat dilihat berdasarkan sifat morfologi dan fisik tanah hasil identifikasi di lapang serta berdasarkan sifat kimia dan mineralogi tanah hasil analisis laboratorium. Sifat Morfologi dan Fisik Tanah Sampel tanah diambil dari dua profil secara toposekuen dengan ketinggian profil A 795 mdpl (meter di atas permukaan laut) dan profil B 887 mdpl. Hasil pengamatan lapang berupa sifat morfologi dan sifat fisik tanah disajikan pada Tabel 2. Secara umum profil A memiliki solum yang lebih tebal dibandingkan profil B. Kedua profil memiliki horison A dengan ketebalan sekitar 30 cm, berwarna hitam (7.5 YR 2.5/2), tekstur lempung berklei dan lempung klei berdebu dengan konsistensi sangat gembur. Struktur horison A kedua profil ini tergolong ke dalam struktur berbentuk butir, lemah dan sangat halus. Horison AB kedua profil yang berada di bawah horison A juga memiliki ketebalan yang hampir sama 22-25 cm, gembur dengan struktur butir, lemah dan halus. Perbedaan kedua horison AB terletak pada warna dan tekstur. Warna horison AB pada profil A coklat gelap (7.5 YR 3/4) dengan tekstur lempung berdebu, sedangkan horison AB pada profil B berwarna coklat sangat gelap (7.5 YR 2.5/3) dengan tekstur lempung. Perbedaan mencolok antara profil A dan B terletak pada ketebalan horison B. Pada profil A, horison B memiliki ketebalan 20 cm dengan tekstur klei berpasir dan struktur butir, lemah, dan halus. Profil B memiliki horison B dengan ketebalan 49 cm dengan tekstur klei dan struktur butir, lemah, dan halus. Horison B pada kedua profil sama-sama memiliki warna coklat kuat (7.5 YR 4/6) dan konsistensi gembur. Di bawah horison B dijumpai horison peralihan ke bahan induk, yaitu BC dengan warna lebih cerah dibandingkan dengan warna horisonhorison di atasnya. Pada profil A horison BC mulai dijumpai pada kedalaman 70 cm, yaitu BC1, BC2a dan BC2b, sedangkan pada profil B hanya dijumpai satu lapisan pada kedalaman mulai 101 cm. Horison BC2a dan BC2b pada rofil A memiliki warna yang bervariasi yaitu coklat dan coklat kekuningan. Karakteristik Mineralogi Tanah Susunan Mineral dan Bahan Induk Hasil analisis mineral fraksi pasir disajikan pada Tabel 3. Susunan mineral utama pada kedua profil menunjukkan pola yang sama. Sebaran mineral kuarsa jernih, plagioklas dan hipersten konsisten pada horison A, AB, B, BC1 dan BC2a kecuali pada profil A horison BC2b dimana ketiga mineral tersebut jumlahnya sangat rendah dibanding horison-horison di atasnya. Hal tersebut dikarenakan horion BC2b memiliki bahan induk yang berbeda. Selain itu, dapat dilihat juga jumlah relatif mineral lapukan tampak mendominasi di horison BC2b sangat berbeda dengan horison BC2a, padahal keduanya berada pada kedalaman yang 9 10 Tabel 2 Sifat morfologi dan fisik tanah di lokasi penelitian Profil/ Lapisan A /I Horison A Ketebalan (cm) 0 – 30 Warna Tanah dan Keterangan Kelas Tekstur Struktur* Konsistensi Batas Horizon 7.5 YR 2.5/2 Hitam kecoklatan Lempung Berklei 1, VF, g Sangat Gembur Jelas rata /II AB 30 – 55 7.5 YR 3/4 Coklat gelap Lempung Berdebu 1, F, g Gembur Baur rata /III B 55 – 70 7.5 YR 4/6 Coklat kuat Klei Berpasir 1, F-VF, g Gembur Jelas berombak /IV BC1 70 – 120 7.5 YR 7/8 Kuning oranye Lempung 1, F, g-cr Gembur Jelas berombak /V BC2a 120 – 160 10 YR 4/6 Coklat Lempung Berpasir 1, F, g Gembur Jelas berombak /V BC2b 120 – 160 10 YR 6/8 Coklat kekuningan Lempung Berklei 1, F, g Gembur Jelas berombak 0 – 30 7.5 YR 2.5/2 Hitam kecoklatan Lempung Berdebu 1, VF, g Sangat Gembur Jelas rata B /I A /II AB 30 – 52 7.5 YR 2.5/3 Coklat sangat gelap Lempung 1, F, g Gembur Jelas berombak /III B 52 – 101 7.5 YR 4/6 Coklat kuat Klei 1, F, g Gembur Jelas berombak /IV BC 101 – 140 7.5 YR 5/8 Coklat terang Lempung Berdebu 1, F, g Gembur Jelas berombak Keterangan : *Struktur : 1= lemah, VF = sangat halus, F = halus, g = butir, cr = remah 9 10 10 sama yaitu 120-160 cm. Mineral lapukan itu sendiri adalah hasil pelapukan yang sulit digolongkan ke dalam jenis mineral tertentu. Adanya horison BC2b disebabkan karena tingkat erosi serta faktor topografi yang merupakan faktor pembentuk tanah. Hasil analisis mineral fraksi berat disajikan pada Tabel 4. Perhitungan mineral fraksi berat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan opak dan tanpa opak. Mineral opak yang ditemui pada kedua profil diantaranya adalah magnetit. Mineral-mineral dalam tanah tidak dijumpai secara sendiri-sendiri, tetapi terdapat dalam kombinasi jumlah yang sangat beragam. Kombinasi-kombinasi ini sering disebut asosiasi mineral (Wirjodihardjo 1953). Asosiasi mineral ditentukan dari jenis mineral dominan yang ada dalam fraksi berat. Dari susunan fraksi berat yang tercantum pada Tabel 4, kedua profil memiliki asosiasi mineral hipersten. Perbedaan dari kedua profil terlihat pada jumlah relatif mineral augit dalam fraksi berat (Tabel 5). Profil A memiliki jumlah mineral augit lebih banyak daripada profil B. Mineral-mineral kuarsa jernih, plagioklas, hipersten dan magnetit merupakan penyusun paling dominan. Mineral kuarsa jernih banyak dijumpai di setiap lapisan, karena memiliki derajat kelarutan yang rendah dan tahan terhadap pelapukan. Di bawah mikroskop polarisasi kuarsa jernih memiliki ciri warna abuabu keputihan dengan potongan yang tidak rata pada pinggiran mineralnya dan relief yang rendah. Selanjutnya mineral utama yang relatif banyak adalah plagioklas. Plagioklas merupakan golongan mineral yang mempunyai enam mineral penting yaitu albit, oligoklas, labradorit, bitownit dan anortit (Wirjodiharjo 1953). Plagioklas dapat dibedakan dengan mineral lain karena memiliki warna bening kehitaman dengan pola bergaris-garis lurus memanjang dari atas ke bawah dan memiliki relief yang tinggi. Mineral terbanyak ketiga yang dijumpai pada kedua profil selanjutnya adalah hipersten. Mineral ini merupakan mineral yang dianggap penting karena mudah dihancurkan iklim sehingga memberikan Mg pada tanah (Wirjodiharjo 1953). Di bawah mikroskop polarisasi hipersten tampak berwarna hitam dengan relief rendah. Selanjutnya mineral magnetit yang merupakan mineral dengan warna hitam yang tidak tembus cahaya (opak) sehingga sifat optiknya sulit untuk diidentifikasi di bawah mikroskop polarisasi. Menurut Wirjodiharjo (1953) mineral ini sulit untuk dihancurkan iklim. Selain itu mineral ini merupakan golongan oksida dan hidroksida dengan rumus kimia Fe+2Fe2+3O4 (besi oksida). Berdasarkan pola susunan mineral-mineral tersebut, dapat diketahui tanah belum mengalami banyak pelapukan, masih muda dan mempunyai kesuburan alami yang baik. Hal tersebut ditandai dengan masih banyaknya mineral mudah lapuk (≥ 10 %) seperti plagioklas dan hipersten. Berdasarkan susunan fraksi pasir total yang banyak mengandung kuarsa jernih lalu diikuti dengan adanya plagioklas, hipersten, augit, lapukan, lapukan gelas volkan, gelas volkan, hornblende dan konkresi besi, maka dapat diketahui bahwa tanah ini mempunyai bahan induk berupa tuff volkan yang bersifat andesitik. Bahan induk tersebut berasosiasi hipersten (Atmosentono 1968 dalam Nuryanto 1986). Menurut Mohr dan Van Barren (1953) gunung berapi Salak yang mendominasi lingkungan telah menghasilkan abu vulkanik komposisi andesitik yang telah lapuk menjadi coklat kekuningan. 11 Konkresi Besi Jumlah 2 9 25 1 15 10 14 2 0 100 Hornblende Hipersten 10 Kuarsa Keruh 12 (cm) Kuarsa Jernih 0 – 30 Ketebalan Glas Volkan Augit A Plagioklas A /I Lapukan Lapisan* Horison Magnetit Profil/ Lapukan Glas Volkan Tabel 3 Hasil analisis mineral fraksi pasir dalam contoh tanah di lokasi penelitian /II AB 30 – 55 8 14 0 0 35 1 22 0 18 2 0 100 /III B 55 – 70 14 6 11 0 30 0 20 0 16 3 0 100 /IV BC1 70 – 120 14 10 2 1 30 4 21 4 14 0 0 100 /V BC2a 120 – 160 15 16 3 0 37 3 14 2 10 0 0 100 /V BC2b 120 – 160 10 45 14 4 6 2 5 6 5 0 3 100 0 – 30 10 13 1 3 12 1 26 10 23 1 0 100 B /I A /II AB 30 – 52 5 13 4 5 24 0 17 7 20 3 2 100 /III B 52 – 101 13 20 8 5 25 0 10 5 12 2 0 100 /IV BC 101 – 140 21 32 5 5 10 1 8 4 13 0 1 100 Tabel 4 Hasil analisis mineral fraksi berat dalam contoh tanah di lokasi penelitian /III /IV /V /V B /I /II /III /IV 26 14 58 2 4 20 2 24 5 67 4 1 22 1 40 1 56 3 3 37 0 38 3 57 2 2 34 2 40 2 55 3 2 38 0 58 1 41 0 2 54 2 A AB B BC 0 – 30 30 – 52 52 – 101 101 – 140 19 0 78 3 1 18 0 17 6 75 2 1 15 1 30 4 65 1 1 29 0 36 1 62 1 0 36 0 Hornblende 0 – 30 30 – 55 55 – 70 70 – 120 120 – 160 120 – 160 Hipersten A AB B BC1 BC2a BC2b Augit Hornblende /II Ketebalan (cm) Hipersten A /I Horison Augit Profil/ Lapisan* Perhitungan Mineral tanpa Opak Opak Perhitungan Mineral dengan Opak 12 Analisis Pelarutan Selektif Keberadaan bentuk-bentuk aktif dari alumunium dan besi merupakan sifatsifat penting dari Andisol yang dapat dijumpai antara lain dalam bentuk alofan, imogolit, komplek Al-Fe humus dan ferihidrit. Hasil analisis pelarutan selektif, terhadap bentuk Fe, Al dan Si disajikan pada Tabel 5. Nilai yang menunjukkan Fe, Al dan Si total diperoleh dari hasil ekstraksi ditionit sitrat bikarbonat dengan notasi Fed, Ald dan Sid, sedangkan Fe, Al, dan Si amorf diperoleh dari hasil ekstraksi ammonium oksalat dinyatakan dengan Feo, Alo, dan Sio. Nisbah Feo/Fed yang juga disebut nisbah aktivitas telah digunakan secara luas sebagai indeks pengkristalan atau umur-umur oksida besi. Menurut McKeague dan Day (1966) Andosol dan tanah-tanah muda lainnya memiliki nisbah Feo/Fed yang tinggi (> 0.75), sedangkan pada tanah-tanah tua nilai nisbah tersebut lebih rendah. Berdasarkan hasil pada Tabel 5 dan Gambar 5 didapatkan nilai Feo/Fed pada horison A kedua profil lebih dari 0.75 dan menurun pada horison di bawahnya (< 0.75). Seperti pada sifat mineraloginya nilai Feo/Fed pada horison BC2b memiliki sebaran nilai yang berbeda yakni meningkat dibandingkan horison diatasnya sebesar 3.66. Hal tersebut menguatkan pernyataan sebelumnya bahwa BC2b memiliki bahan induk yang berbeda. Nilai Feo/Fed terkecil pada profil A sebesar 0.44 pada horison BC1 sedangkan pada profil B sebesar 0.42 pada horison BC. Menurut Walker (1983) jumlah oksida besi yang dilepaskan oleh pengekstrak dithionit (Fed) harus sama dengan atau lebih besar dari besi yang dibebaskan oleh pengekstrak oksalat (Feo). Tabel 5 Kadar Fe, Al, dan Si oksida dalam contoh tanah di lokasi penelitian Profil/Lapisan* Horison A /I A Ketebalan Ferihidrit (cm) (%) Oksalat (%) Dithionit (%) Feo/Fed Feo Alo Sio Fed Ald Sid 0 – 30 4.25 2.50 3.29 0.89 2.60 2.23 1.31 0.96 /II AB 30 – 55 3.25 1.91 3.32 1.16 2.67 1.93 1.25 0.72 /III B 55 – 70 3.20 1.88 4.39 1.56 2.92 1.76 0.97 0.64 /IV BC1 70 – 120 0.63 0.37 2.03 1.11 0.85 0.77 0.65 0.44 /V BC2a 120 – 160 1.22 0.72 4.88 2.58 1.58 1.92 0.84 0.46 /V BC2b 120 – 160 3.11 1.83 1.24 0.02 0.50 1.28 0.04 3.66 0 – 30 3.49 2.05 2.60 0.29 2.32 2.71 0.72 0.88 B /I A /II AB 30 – 52 4.08 2.40 2.64 0.39 3.34 2.48 0.86 0.72 /III B 52 – 101 4.23 2.49 2.46 0.53 4.46 2.00 0.67 0.56 /IV BC 101 – 140 3.50 2.06 1.71 0.19 4.94 1.58 0.52 0.42 13 Nilai Fed selalu lebih besar dari nilai Feo. Menurut McKeague et al. (1971) oksalat masam mengekstrak banyak Fe dari magnetit tetapi sedikit dari goetit dan hematit, sedangkan dithionit sebaliknya. Kemampuan dithionit dalam mengekstrak Fe dapat dilakukan dalam mineral besi kristal berukuran sampai dengan 50 μm. Penelitian Mckeague et al. (1971) yang didukung oleh Walker (1983) menemukan bahwa larutan oksalat melepaskan Feo dari magnetit sebanding dengan jumlah magnetit dalam tanah, sehingga Fed akan tinggi secara abnormal jika terdapat magnetit. Tabel 6 Nilai pH dalam air dan larutan NaF dalam contoh tanah di lokasi penelitian Profil/ Lapisan* Horison Ketebalan (cm) pH pH NaF 1 N (1:50) H2O (1:1) 2 menit 4 menit A 0 – 30 4.4 11 11 /II AB 30 – 55 4.6 11 12 /III B 55 – 70 4.5 12 12 /IV BC1 70 – 120 4.5 12 12 /V BC2a 120 – 160 5.3 12 12 /V BC2b 120 – 160 4.6 11 12 A 0 – 30 4.5 11 12 /II AB 30 – 52 4.4 12 12 /III B 52 – 101 4.5 12 12 /IV BC 101 – 140 4.5 12 12 A /I B /I Tabel 6 menunjukkan kedua profil memiliki reaksi tanah masam, sebagaimana ditunjukkan oleh pH (H2O) antara 4.4-5.3. Selain itu semua horison memiliki pH NaF 1N (1:50) setelah 2 menit dan 4 menit berkisar 11-12. Menurut Soil Survey Laboratory (1955) nilai pH NaF ≥ 9.4 setelah 2 menit mengindikasikan adanya alofan. Nilai Alo pada kedua profil memiliki pola yang tidak teratur (Tabel 5). Nilai Alo tertinggi pada profil A terdapat pada horison BC dan pada profil B terdapat pada horison AB. Selanjutnya nilai Ald tertinggi pada kedua profil terdapat pada horison A dan menurun berdasarkan kedalaman. Peningkatan sebaran nisbah rasio Alo /Ald mengindikasikan dominannya Al amorf kedua profil. Pola sebaran tidak teratur juga terdapat pada nilai Sio. Nilai Sio tertinggi pada profil A terdapat pada horison BC2a dan pada profil B terdapat pada horison B. Nilai Sid tertinggi pada profil A terdapat pada horison A lalu menurun berdasarkan kedalaman, sedangkan pada profil B nilai Sid tertinggi terdapat pada horison AB. Nilai rasio Sio/Sid meningkat semakin besar dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya. Dengan demikian mengindikasikan lebih dominannya bentuk Si oksida bebas dalam bentuk amorf pada kedua profil. 14 Profil B Feo & Fed Profil A Feo & Fed % % 0 1 2 0 3 6 2.05 Feo 2.5 30 2.6 60 1.88 2.67 2.92 90 0.37 120 0.85 150 Kedalaman (cm) 1.91 Feo 2.32 30 Fed Fed 2.4 3.34 60 2.49 90 4.46 120 0.72 1.83 2.06 4.94 1.58 0.5 180 150 (b) (a) Profil A Feo/Fed Profil B Feo/Fed % % 0 2 0 4 0.96 0.72 Feo/Fed 0.64 90 120 0.44 Feo/Fed 0.72 60 90 0.56 120 150 0.46 180 0.88 30 Kedalaman (cm) 30 60 1 0 0 Kedalaman (cm) 4 0 0 Kedalaman (cm) 2 3.66 0.42 150 (c) (d) Gambar 5 Distribusi oksida (a) sebaran Feo dan Fed Profil A, (b) sebaran Feo dan Fed Profil B, (c) rasio Feo/Fed Profil A, (d) rasio Feo/Fed Profil B 15 Pada Tabel 5 profil B memiliki ferihidrit yang lebih tinggi dibanding profil A, dengan kisaran 3.49 sampai 4.23 %, relatif merata di setiap horison. Besi oksida pada tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkan pada umumnya adalah dalam bentuk oksihidroksida non kristalin dan sebagian dalam bentuk kompleks Fe humus (Parfitt and Child 1983). Oksihidroksida non kristalin adalah ferihidrit yang merupakan mineral besi sangat reaktif yang dapat menyebabkan silika, senyawa organik dan fosfat yang ada pada tanah. Melalui proses pelapukan pada daerah beriklim lembab dingin ferihidrit akan berubah menjadi Fe oksida yang lebih stabil, biasanya mineral goetit. Sedangkan pada daerah yang beriklim lebih kering dan hangat, ferihidrit dapat melapuk menjadi hematit (Dahlgren, et al 1993). SIMPULAN 1. Mineral yang banyak ditemukan disetiap horison pada profil A dan B berdasarkan susunan fraksi pasir total adalah kuarsa jernih, diikuti plagioklas, hipersten, augit, lapukan, lapukan gelas volkan, gelas volkan, hornblende dan konkresi besi. Berdasarkan susunan mineralnya kedua profil memiliki bahan induk andesitik berasosiasi hipertsten. 2. Pelarutan selektif menunjukkan bentuk amorf sebagai oksida yang dominan. 3. Berdasarkan susunan mineral dan analisis pelarutan selektif horison BC2b pada profil A berasal dari bahan induk yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Dahlgren R, Shoji S, and Nan Zyo M. 1993. Mineralogical characteristics of volcanic ash soil. Pp. 101-143 in Volcanic Ash Soils; Genesis, Properties and Utilization. Soji S, Nan Zyo M and Dhalgren R ed. Development in Soil Science 2, Amsterdam, Elsevier. Effendi AC, Kusnama, Hermanto B. 1998. Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa Barat, Skala 1 : 100.000. Edisi ke-2. Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan. Ginandjar G. 2013. Aplikasi Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Jati Unggul Nusantara (JUN) UBH-KPWN di Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. McKeague JA, JH Day. 1966. Dithionite and Oxalate Extractable Fe and Al as Aids in Defferentiating Various Classes of Soil. Can. J. Scri. 46:13-22. McKeague JA, JE Brydon, Miles NM. 1971. Differentiation of forms of extractable iron and alumunium in soils. Soil Sci. Am. Proc. 35:33-38. 16 Mehra OP, Jackson ML. 1960. Iron Oxide Removal from Soils and Clays by Dithionite-Citrate System Buffered with Sodium Bicarbonate. Clay and Clay Minerals. 7: 317-327. Mohr ECJ, Van Baren FA. 1953. Tropical Soil. Amsterdam (NLD): The Royal Tropical Institute. Nuryanto. 1986. Homogenitas Bahan Induk, Tingkat Pelapukan, dan Kesuburan Alami Tanah pada Suatu Transek Lereng di Daerah Gunung Salak [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Parfitt RL and Childs CW. 1983. Comments on clay mineralogy of two Northland soils New Zealand. Soil Science. Plant Nutrition. 29:555-559 Pratomo I. 2006. Klasifikasi gunung api aktif Indonesia, Studi Kasus dari Beberapa Letusan Gunung Api dalam Sejarah. Jurnal Geologi Indonesia, vol.1 No.4: 209-227. Bandung. Schwertmann U. 1964. The Differention of iron Oxide in Soils by A Photochemical Extraction with Acid Ammonium Oxalate. Z. Pflazeneraehr. Dueng.Bodenkund. 105:194-201. Syakur A. 2010. Keragaman Tanah pada Berbagai Satuan Lahan di Desa Setu Kecamatan Jasinga Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sutaningsih NE, I Numusanto, Sukarnen, dan Suryono. 2010. Bahaya gas vulkanik Gunung Salak, Jawa Barat. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, vol.1 No.2: 79-90. Yogyakarta. Walker AL. 1983. The effects of magnetite on oxalate- and dithionite-extractable iron. Soil Sci. Soc. Am. J. 47:1022-1026. Wirjodihardjo NW. 1953. Ilmu Tubuh Tanah I . Djakarta (ID):Noordhoff-kolff NV. 17 LAMPIRAN Lampiran 1 Uraian Deskripsi Profil Tanah Profil P-A (Lereng Bawah) P-A (Lereng Bawah) Kode : P-A S : 06⁰ 40′ 22.6″ E : 106⁰ 41′ 16.5″ Elevasi : 795 mdpl Fisiografi : Bukit Relief : Berbukit Lereng Kedalaman (cm) 0-30 Tanggal Lokasi Vegetasi Kedalaman Efektif Drainase Muka Air Tanah : 30 Januari 2013 : Pamijahan Kab.Bogor : Hutan Sekunder : 110 cm : Baik : >160 cm : 35 % (Agak Curam) Simbol A 30-55 AB 55-70 B 70-120 BC1 120-160 BC2a 120-160 BC2b Uraian Hitam (7.5 YR 2.5/2); lempung berklei; lemah, sangat halus, granular; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas jelas rata; perakaran halus-banyak, kasar-sedang Coklat kehitaman (7.5YR 3/4); lempung berdebu; lemah, halus, granular; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas baur rata; perakaraan halus-banyak, kasar-sedang Coklat kuat (7.5YR 4/6); klei berpasir; lemah, halus sampai sangat halus, granular; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas jelas berombak; perakaran halus-sedikit, kasar-sedikit Kuning kemerahan (7.5YR 7/8); lempung; lemah, halus, granular; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas jelas berombak; perakaran halus-sedikit, kasar-tidak ada Coklat kuat kekuningan (10YR 4/6); lempung berpasir; lemah, halus, granular; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas jelas berombak; perakaran halus-sedikit, kasar-tidak ada Kuning kecoklatan (10YR 6/8); lempung berklei; lemah, halus, granular; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas jelas berombak; perakaran halus-tidak ada, kasar-tidak ada 18 Lampiran 1 (lanjutan) Profil P-B (Lereng Atas) P-B (Lereng Atas) Kode : P-B S : 06⁰ 41′ 10.5″ E : 106⁰ 41′ 9.9″ Elevasi : 887 mdpl Fisiografi : Bukit Relief : Bergelombang Lereng : 15 % (Agak Landai) Kedalaman (cm) 0-30 Tanggal Lokasi Vegetasi Kedalaman Efektif Drainase Muka Air Tanah : 30 Januari 2013 : Pamijahan Kab.Bogor : Hutan Sekunder : 110 cm : Baik : >140 cm Simbol Uraian A Hitam (7.5 YR 2.5/2); lempung berdebu; lemah, sangat halus, granular; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas jelas rata; perakaran halus-banyak, kasar-banyak Sangat coklat kehitaman (7.5 YR 2.5/3); lempung; lemah, halus, granular; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas jelas berombak; perakaran halus-banyak, kasar-banyak Coklat kuat (7.5 YR 4/6); klei; lemah, halus, granular; lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas jelas berombak; perakaran halus-sedang, kasar-sedang Coklat kuat (7.5YR 5/8); lempung berdebu; lemah, halus, granular; agak lekat dan agak plastis (basah), gembur (lembab); batas jelas berombak; perakaran halus-sedikit, kasar-sedikit 30-52 AB 52-101 B 101-140 BC 19 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Agustus 1990 di DKI Jakarta. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Zaidun Ishaka dan Ibu Hartini Rustinah. Riwayat pendidikan formal dimulai pada tahun 1994 di TK Adetia Jakarta Timur sampai tahun 1996. Kemudian melanjutkan pendidikan ke SD Negeri 012 Pagi Jakarta Timur sampai tahun 2002. Selanjutnya melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 91 Jakarta Timur sampai tahun 2005. Selama menjalani pendidikan SMP, penulis aktif dalam Ekstra kurikuler pencak silat PERISAI PUTIH dan sering mengikuti kegiatan-kegiatan kejuaraan di Jakarta. Pada tahun 2005, penulis diterima di SMA Negeri 106 Jakarta Timur. Penulis aktif dalam organisasi Majelis Perwakilan Kelas (MPK) dan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) kemudian lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam beberapa Organisasi yakni, pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah selama dua periode yaitu periode 2009-2010 dan 2010-2011 pada Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Selain itu penulis juga aktif sebagai pengurus Biro Lingkungan Hidup AZIMUTH periode 2010-2011. Selain itu, penulis juga diberi amanah untuk menjadi asisten praktikum pada beberapa mata kuliah, diantaranya pada tahun 2011 Geomorfologi dan Analisis Landskap, dan pada tahun 2012 asisten praktikum pada mata kuliah Survei dan Evaluasi Lahan. Selain itu penulis juga pernah aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan di IPB.