1 I. PENDAHULUAN Kalimantan Timur merupakan daerah potensial untuk kegiatan perluasan tanaman pertanian dan perkebunan, karena areal pertanian yang luas juga didukung oleh kondisi iklim yamg sesuai untuk pertumbuha n dan perkembangan tanaman dalam bidang pertanian dan perkebunan. Kalimantan Timur merupakan daerah beriklim hujan tropis dengan curah hujan tahunan 2.250 sampai 3000 mm pertahun dengan penyinaran antara 40 sampai 80%. Temperatur harian rata-rata 230 C sampai 350 C dengan kelembaban rata-rata 70 sampai 80% (Anonim, 2002). Menanggapi banyaknya masalah gangguan hama yang sering datang mengganggu tanaman kakao petani, terutama hama belalang maka lebih mengunakan pestisida nabati yang ramah lingkungan dan harganya pun lebih murah bila dibandingkan dengan pestisida sintesis/kimia. Untuk menghadapi berbagai tantangan pembangunan pertanian, pemerintah bersama masyarakat harus mampu membuat terobosan-terobosan dengan berbagai alternatif yang dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan dengan tidak melupakan kepedulian terhadap lingkungan dan mengutamakan keberpihakan kepada para petani (Kardinan, 2002). Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau tumbuhan. Pestisida nabati sudah lama digunakan oleh petani. Misalnya, pengunaan tembakau sebagai pestisida nabati sudah dipraktikkan tiga abat yang lalu. Petani Prancis pada tahun 1690 yang telah menggunakan perasan daun 2 tembakau untuk mengendalikan hama jenis kepik pada tanaman persik (Sudarmo, 2005). Pestisida nabati dapat dibuat dengan menggunakan teknologi tinggi dan dikerjakan dalam sekala industri. Namun, dapat pula dibuat dengan menggunakan teknologi yang sederhana oleh kelompok tani atau perorangan. Pestisida nabati yang dibuat secara sederhana dapat berupa larutan, hasil perasan, ekstrak, dan rebusan dari bagian tanaman atau tumbuhan, yakni berupa akar, umbi, batang, daun, biji dan buah. Apabila dibandingkan dengan pestisida kimia, penggunaan pestisida nabati relatif lebih murah dan aman, serta mudah dibuat sendiri (Kanisius , 2005). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan tembakau sisa rokok sebabagai pestisida nabati dalam pemberantasan hama belalang dan mengetahui persentase kematian belalang setelah desemprot dengan larutan limbah tembakau sisa rokok dan cabai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan tembakau sisa rokok sebabagai pestisida nabati dalam pemberantasan hama belalang dan mengetahui persentase kematian belalang setelah desemprot dengan larutan limbah tembakau sisa rokok dan cabai. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar dapat memberikan informasi kepada petani bahwa limbah puntung rokok dapat dijadikan sebagai pestisida nabati untuk menanggulangi hama belalang. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tanaman Te mbakau 1. Klasifikasi botani Menurut Cahyono (1998) tanaman tembakau memiliki sestematika sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub kelas : Asteridae Ordo : Solanales Famili : Solonaceae (suku terung-terungan) Genus : Nicotiana Spesies : Nicotiana tabacum 2. Morfologi tanaman a. Akar Akar tanaman tenbakau mempunyai akar tunggang, akar serabut dan bulu akar. Batang tanaman tambakau berkayu, bentuk batang bulat, berbulu diseluruh bagian batang, diameter batang tanaman sekitar 2 cm dan berwarna hijau. 4 b. Daun Daun tanaman tembakau berdaun tunggal, tebal, besar, elastis, berwarna hijau keputih-putihan, berbulu, bentul fisik daun bulat telur, ujung daun runcing, pangkal tumpul, panjang daun 20 sampai 50 cm, lebar daun 5 sampai 30 cm, tangkai daun panjang 1 sampai dengan 2 cm dan berwarna hijau keputih-putihan. c. Bunga Tanaman tembakau berbunga majemuk yang tumbuh diujung batang, bentuk bung seperti terompet, kelopak bunga berbulu, pangkal berlekatan dan ujung berbagi lima, tangkai bunga berbulu dan berwarna hijau. d. Buah Buah tanaman tembakau berbentuk bulat telur, berwarna hijau ketika masih muda dan berwarna coklat setelah tua. 3. Manfaat tembakau sebagai pestisida nabati. Rokok umumnya dibuat dari campuran tembakau, cengkeh dan rempahrempah kering lainnya, digerus kasar dan digulung dalam bentuk lintingan untuk kemudian dibakar dan dihisap asapnya. Industri rokok secara umum merupakan penyumbang cukai terbesar di berbagai negara penghasil tembakau di dunia, juga bagi Indonesia. Melarang rokok memiliki dampak langsung turunnya pendapatan negara, juga mematikan lapangan pekerjaan (hanya) beberapa ribu angkatan kerja. Warner (2002) memberikan kedua ilustrasi ini 5 sebagai bagian dalam menyampaikan argumen yang diangkat untuk melemahkan regulasi seputar Ekonomi Tembakau. Industri rokok dapat berubah menjadi setidaknya dia industri yang samasama diperlukan dan dihilirnya juga memiliki nilai tambah yang tinggi. Industri tersebut adalah pestisida nabati yang relevan dengan isu pertanian organik, serta ekstraksi protein terapis serta diklaim mampu mencegah kanker. Pestisida nabati, yang dari namanya mungkin merupakan inovasi lama tetapi terlupakan. Sebelum penggunaan tembakau untuk bahan baku rokok, bangsa Indian Amerika telah menggunakan tembakau untuk meningkatkan hasil panennya. Adalah nikotin, senyawa yang sama menyebabkan efek psikotropika (kecanduan dan melemahkan syaraf), bersifat toksik untuk serangga dan golongan tetikusan. Nilai toksisitasnya, seperti insektisida lainnya diukur berdasarkan prinsip LD50 , artinya dalam dosis dimana 50% dari populasi spesies tertentu mati. LD50 dari nikotin dan nikotin sulfat cukup dapat diandalkan, misalnya berkisar antara 50 mg/kg berat badan untuk tikus. Keistimewaan nikotin adalah kecepatannya diurai oleh alam, sehingga tidak menimbulkan efek residu seperti pada pestisida sintetik. Selain itu, dalam jangka penelitian yang sangat panjang (lebih 50 tahun) belum ditemukan resistensi nikotin dari serangga dan tikus yang dibasmi. Nikotin mudah diproduksi, cukup dengan melarutkan daun tembakau tua di dalam air, memeras dan mengambil sarinya. Penggunaan pestisida berbasis nikotin dari ekstrak daun tembakau dapat diklaim sebagai bagian krusial kesuksesan 6 pertanian organik, meskipun ektrak daun jarak, babadotan, kunyit dan akar wangi dapat ditambahkan untuk meningkatkan daya destruksi serangganya. B. Tinjauan Umum Tentang Cabai 1. Klasifikasi botani tanaman Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Sub kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta(tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub kelas : Asteridae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae (sukuterung-terungan) Genus : Capsicum Spesies : Capsicum annuum L. 2. Morfologi tanaman a. Batang Batang berbuku-buku atau bagian atasnya bersudut dan tidak berbulu. b. Daun Daunnya berbentuk bundar telur sampai lonjong atau bundar telur meruncing, 1 cm sampai 12 cm. Tidak berbulu atau 2 sampai 3 bunga letaknya berdekatan. 7 c. Bunga Mahkota bunga berbentuk bintang, berwarna putih, putih kehijauan atau kadang-kadang ungu. Mempunyai garis tengah 1,75 mm sampai 2 mm. Kelopak bunga berbulu dan tidak berbulu. Mempunyai panjang 2 mm sampai 3 mm. d. Buah Buah muda berwarna hijau tua,putih kehijauan dan putih. Apabila masak berwarna merah terang dan bila setengah masak berwarna hijau rumput. 3. Manfaat cabai sebagai pestisida nabati. Cabai (Capsicum annuum L.), pestisida nabati lombok efektif untuk mengendalikan beberapa jenis hama tanaman. Namun, harus diingat bahwa dosis yang terlalu tinggi dapat menghanguskan tanaman (terutama untuk tanaman sayuran). C. Tinjauan Umum Tentang Pestisida Pestisida adalah zat yang dapat bersifat racun, menghambat perkembangan/pertumbuhan, tingkah laku, perkembang biakan, kesehatan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, dan aktifitas lainnya yang mempengaruhi OPT (Kardinan, 2002). 8 1. Pestisida nabati Pestisida nabati adalah pestisida produk alam yang berasal dari tanaman yang mempuyai kelompok metabolisme sekunder yang mengandung senyawa bio aktif seperti alkohol, terporit, penolit, piretrum dan piretrin, rotenon, senin dan azadirachtin yang terkandung didalam mimba dan zat-zat kimia sekunder lainnya. Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pestisida nabati mudah dalam pembuatannya dan memiliki sifat “pukul dan lari” yaitu setelah hama terbunuh maka residu dari pestisida nabati akan cepat hilang dan tidak berdampak pada tanaman. Penggunaan tidak hanya tergantung pada pestisida sintesis, tujuan lain adalah agar penggunaan pestisida sintesis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang tidak kita inginkan diharapkan dapat dikurangi (Kardinan, 2001). Dijelaskan oleh Kardinan (2002), pengaruh atau daya kerja pestisida nabati terhadap hama secara spesifik adalah sebagai berikut : a. Mencegah hama memakan tanaman. b. Menghalau larva dan serangga. c. Mengganggu atau menghambat perkembangan telur, larva, pupa dan serangga. d. Mencegah terjadinya panggantian kulit larva atau nimfa. e. Mengurangi produksi telur pada serangga betina. f. Mengganggu perkawinan. 9 g. Mengganggu komunikasi seksual. h. Mencegah serangga betina untuk bertelur. 2. Teknik untuk menghasilkan pestisida nabati a. Penggerusan, penumbukan, pembakaran dan pengepresan untuk menghasilkan petisida nabati dalam bentuk tepung, abu dan pasta. b. Rendaman untuk produk ekstak. c. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan khusus oleh tenaga yang terampil dengan alat yang khusus. Menurut Anonim (2005), adapun tumbuhan penghasil pestisida nabati adalah: a. Kelompok tumbuhan sebagai insektisida nabati. Tumbuhan penghasil insektisida nabati adalah kelompok tumbuhan adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama insecta. b. kelompok tumbuhan sebagai pengikat (antraktan). Tumbuhan pemikat atau antraktan menghasilkan suatu bahan kimia yang mempunyai sexheromon pada serangga betina. Tumbuhan ini sebagai pengendali lalat buah. c. kelompok tumbuhan sebagai prodentisida nabati. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pengendali tikus. d. kelompok tumbuhan sebagai moluskisida nabati. Tumbuhan dapat digunakan sebagai pengendali molusca. e. kelompok tumbuhan sebagai pestisida yang serbaguna. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pengendali beberapa jenis hama. 10 3. Kelebihan dari pestisida nabati menurut Novizan (2002) adalah a. penguraian yang cepat oleh sinar matahari, udara, kelembaban dan dapat mengurangi resiko pencemaran tanah dan air. b. Memiliki reaksi yang tergolong cepat dalam menghentikan nafsu makan OPT, mencegah OPT merusak lebih banyak. c. Toksisitas (daya racun) umumnya rendah terhadap mamalia, sehingga relatif lebih aman bagi manusia dan hewan ternak. d. Tidak merusak tanaman. e. Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal terhadap pestisida sintesis. f. Bersifat selectif. Racun yang dihasilkan merupakan racun lambung dan saraf, pengaruh pestisida nabati hanya terlihat pada serangga perusak tanaman, sehangga terhadap serangga yang menguntungkan dampaknya sangat kecil. 4. Kelemahan dan hal-hal yang harus dilakukan untuk mengatasinya menurut Novizan, (2002) a. lebih sering dilakukan pengaplikasian, karena kurang selectif dalam pengendalian hama. Residu yang cepat hilang dianggap kurang efektif. Untuk menunjang keberhasilan pestisida nabati, siklus hidup dan masa aktif hama sasaran perlu diketahui. b. Beberapa jenis pestisida nabati bahkan lebih beracun dibandingkan dengan pestisida sintesis. Karenanya, pada saat pengaplikasian pestisida nabati, aturan keselamatan kerja harus tetap diperhatikan. 11 c. Bahan baku yang tidak mencukupi, kandungan metabolic sekunder didalam bagian tanaman umumnya sangat kecil, sehingga untuk mengumpulkannya dalam jumlah yang sangat besar diperlukan pasokan bahan baku yang sangat besar pula. d. Saat ini petani masih menginginkan pestisida yang pengaruhnya segera terlihat mematikan hama, sehangga umumnya pengaruh pestisida nabati baru terlihat setelah berhari- hari. Tumbuhan sesungguhanya memiliki bahan-bahan kimia sebagai alat pertahanan alami terhadap serangan organisme penggangu. Beberapa tumbuhan yang mengandung senyawa sekunder menurut Novizan, (2002) : a. Bunga krisan (Chrysantbenum cinerariaetolium) yang telah dikeringkan mengandung piterum dan piretrin bekerja dengan cara menggangu jaringan saraf serangga. b. Tuba (Derris eliptica), rotenon yang terkandung diakar merupakan penghambat respirasi sel, berdampak pada jaringan saraf dan sel otot yang menyebabkan serangga berhenti makan. c. Tembakau (Nicotinia Tabacum), daunkering tembakau mengandung nikotin 2 sampai 8%, kandungan terbesar terdapat pada ranting dan tulang daun. Nikotin merupakan racun saraf bereaksi sangat cepat, setelah beberapa hari racun nikotin akan cepat hilang oleh faktor alam, sehingga tidak mampu melindungi tanaman dalam jangka waktu yang lama. Nikotin dapat pula berpindah sebagai racun kontak untuk mengendalikan beberapa jenis ulat perusak daun dan serangga penghisap bertubuh lunak. Air 12 rendaman daun tembakau sering dipakai langsung untuk mengendalikan hama tanpa melalui proses ekstraksi yang rumit. Walaupun tingkat racunnya lebih rendah, air rendaman daun tembakau ini cukup beracun bagi serangga bertubuh lunak. d. Nimba (Azadiracha Indica), mengandung senyawa aktif azadirachtin dan salanin menjadi bahan aktif sebagai pencegah makan serangga, membuat serangga mandul karena dapat mengganggu hormon produksi dan pertumbuhan serangga. e. Lombok (Capsicum annuum L.), pestisida nabati lombok efektif untuk mengendalikan beberapa jenis hama tanaman. Namun, harus diingat bahwa dosis yang terlalu tinggi dapat menghanguskan tanaman (terutama untuk tanaman sayuran). f. Bawang Putih, pestisida bawang putih dapat berfungsi sebaga i penolak kehadiran serangga yang efektif. Oleh karena itu apabila kita dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan pestisida maka akan sangat membantu dalam memberikan informasi kepada petani untuk mengembangkan pengedalian serangan hama yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat disekitarnya (Kardinan, 2001). 13 D. Tinjauan Umum Hama Belalang Belalang merupakan salah satu seranggayang sering menimbulkan kerusakan pada tanaman, Partosoedjono (1983), mengemukakan bahwa ciri-ciri serangga adalah : 1. Tubuh terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, torax, dan abdomen. 2. Mempunyai sepasang sayap, kadang-kadang pasangan sayapnya kecil. 3. Mempunyai sepasang antena. 4. Mempuyai tiga pasang kaki. 5. Mempunyai bagian-bagian mulut yang terdiri mandible, maxlle, hinop maryax tabium pada serangga bentuknya tidak sama. Menurut Natawigena (1990) yang dikutip oleh Nasir (2003), hama termasuk golongan serangga yang dapat menimbulkan kerugian, baik merusak bagian tanaman atau merusak hasilnya. 1. Serangga perusak daun atau perusak pucuk tanaman, cara hama tersebut menyerang yaitu dengan jalan menggigit, memakan, atau menghisap cairan tanaman yang terkandung didalamnya. 2. Serangga perusak batang atau ranting tanaman dengan cara melubangi, menggerek dengan cara mematahkan atau melukainya. 3. Serangga perusak buah atau bunga, dengan cara memakan, menggerek atau menghisap cairannya. 4. Serangga sebagai faktor (penular) penyakit tanaman seperti virus dan bakteri. 5. Serangga perusak atau pemakan hasil pertanian atau biji-biji yang disimpan di dalam gudang. 14 Menurut Anonim (1991), ordo orthoptra mempunyai dua pasang sayap, sayap depan panjang dan menjepit biasanya mengeras seperti kertas perkamen, sayap belakang lebar, ukuran tubuh sedang sampai besar, antenna pendek sampai panjang ada juga yang lebih panjang dari tubuhnya. Beberapa jenis jantan dapat menghasilkan suara, beberapa jenis betina ovipositor yang berkembang dengan baik ada yang berbentuk seperti pedang dan seperti jarum. Sebagian besar belalang pemakan tanaman dan sangat merugikan tanaman budidaya, ada yang merusak bahan simpanan, sedikit yang bertindak sebagai predator, beberapa jenis mampu untuk berimigrasi ketempat lain. 15 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 4 minggu yang dimulai pada tanggal 5 Juli 2009 sampai dengan 5 Agustus 2009 di Kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinmda Jl. Samratulangi, terhitung sejak persiapan sampai dengan pengamatan dan pengolahan data. B. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitia n ini adalah; Timbangan, Gelas Ukur, Botol plastik, Blender, Kompor, Sendok pengaduk, Panci, Saringan, Hand sprayer, Kain kasa, Kamera digital, serta Alat tulis- menulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ; Tembakau sisa rokok, Cabai, Detergen, Air bersih, Belalang. C. Perlakuan Dalam Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode sederhana dimana perlakuannya terdiri dari tiga perlakuan yaitu: 1). Perlakukan pemberian ekstrak pestisida nabati campuran 50g tembakau dan 100 g Cabai (E1) dan 2). Perlakukan pemberian estrak pestisida nabati campuran 100g tembakau dan 200 g Cabai (E1) dan 3). Perlakukan pemberian estrak pestisida nabati campuran 200g tembakau dan 300 g Cabai (E3). 16 D. Prosuder Kerja. 1. Persiapan ektrak tembakau Tembakau dari sisa-sisa rokok yang ada dilingkungan sekitar tempat tinggal atau di tempat-tempat umum dikumpulkan kemudian puntung-puntung rokok tadi dilepas kemasannya baik pembungkus ataupun filternya sehingga benar-benar didapatkan tembakau murni tanpa kotoran. Selanjutnya tembakau ditimbang menjadi masing- masing ukuran berat 50 gr, 100 gr, dan 150 gr sesuai perlakukan yang akan di aplikasikan. 2. Persiapan ektrak cabai Cabai yang digunakan merupakan capai sisa dalam pengertian tidak harus menggunakan cabai dengan kualitas bagus bahkan dalam penelitian ini digunakan cabai sisa atau cabai kelewat matang yang biasanya justru tidak dapat lagi digunakan untuk konsumsi sehari- hari. Kemudian Cabai ditimbang menjadi masing- masing berat 100 gr, 200 gr, dan 300 gr sesuai perlakukan yang akan di aplikasikan. 3. Pencampuran ekstrak tembakau dan cabai sebagai pestisida nabati Langkah selanjutnya adalah perendaman, masing- masing ukuran berat tembakau dan cabai tersebut dilarutkan kedalam air panas sebanyak 1000 ml dan diaduk hingga larut., kemudian direndam selama 12 jam. Setelah perendaman selesai, kemudian tembakau yang telah dilarutkan dengan air disaring untuk memisahkan air hasil perendaman tembakau puntung rokok. Kemudian campurkan cabai yang telah dihaluskan dengan masing- masing 17 berat kedalam air hasil rendaman. Air hasil perendaman inilah yang didisebut pestisida nabati. 4. Campurkan detergen kedalam masing- masing botol pestisida nabati sebanyak 25 gr sebagai perekat pestisida nabati. 5. Mempersiapkan hama belalang. Hama belalang sebagai obyek penelitian didapatkan dengan cara di tangkap masing- masing dalam keadaan hidup dan sehat sebanyak 30 ekor. Belalang-belalang tersebut selanjutnya dipisahkan menjadi 3 kelompok sehingga masing- masing kelompok terdiri dari 10 ekor. Pemisahan kelompok belalang tersebut dilakukan secara acak tanpa memilah- milah berdsarkan ukuran atau kriteria lainnya.Maing- masing kelompok belang tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung berupa botol bersih dari kemasan Aqua ukuran 1,500 ml. 6. Penyemprotan ektrak tembakau dan cabai (pestisida nabati) Pestisida nabati yang telah berupa campuran ekstrak Cabai dan Tembakau kemudian di ukur atau ditimbang berdasarkan kebutuhan perlakukan untuk selanjutnya di pisahkan dalam masing- masing hand sprayer sesuai perlakukan penalitian. Pemisahan ini dimaksudkan agar tidak terjadi kontaminasi atau pencampuran antar dosis perlakuan 1, 2 dan 3 yang dapat mengakibatkan kesalahan dalam aplikasi pestisida terhadap belalang yang akan di cobakan. 18 7. Pengamatan Menghitung dan mencatat setiap belalang yang mati setiap jamnya untuk masing- masing konsentrasi hingga batas maksimal. E. Pengambilan dan Analisa Data Dua hal penting yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu presentase belalang yang mati untuk setiap jenis perlakukan dan kecepatan daya mematikan dari ektrak tembakau dan cabai yang diamati terhadap belalang berdasarkan perhitungan waktu selama 12 jam pengamatan. Perhitungan atau pengolahan data untuk mengetahui persentase belalang yang mati setelah aplikasi pestisida adalah menggunakan persamaan sebagai berikut : P = ? LBM ? 100% ? LB Keterangan : P = Persentase kematian ? LBM = Jumlah belalang yang mati ? LB = Jumlah belalang awal masing- masing perlakukan. Sedangkan untuk menghitung tingkat daya serang pestisida dilakukan dengan menghitung langsung jumlah belalang yang mati setiap jam sampai dengan 12 jam pengamatan. 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Belalang yang mati berdasarkan waktu tercepat. Hasil perhitungan jumlah belalang yang mati untuk setiap waktu pengamatan atau 4 kali pengamatan dalam jangka waktu pengamatan 12 jam dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah belalang yang mati untuk setiap jam pengamatan (ekor) E1 Jam pengamatan setelah pemberian 3 6 9 12 1 2 E2 - 1 2 3 E3 1 2 4 2 Perlakuan Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada perlakuan pemberian konsentrasi ektrak tembakau 150 gr dan ekstrak cabai 300 gr (E3) telah memberikan reaksi tercepat terhadap kematian belalang yang dicobakan, yaitu dalam jangka waktu 3 jam telah pemberian terdapat 1 ekor belalang yang mati sementara pada perlakukan pemberian konsentrasi ektrak tembakau 50 gr dan ektrak cabai 100 gr (E1) dan pemberian konsentrasi ektrak tembakau 100 gr dan ektrak cabai 200 gr (E2) belum menunjukkan reaksi yang berarti terhadap belalang yang di cobakan. Bahkan untuk perlakuan E1 sampai dengan waktu 6 jam setelah pemberian tidak satu ekorpun belalang yang mati. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakukan E3 merupakan perlakukan terbaik untuk tingkat kecepatan daya racun terhadap hama belalang. 20 Dari Tabel 1 juga dapat diketahui bahwa daya serang atau keberhasilan aplikasi pestisida nabati yang digunakan dengan dosis perlakukan E3 atau pemberian konsentrasi ekstrak tembakau 150 gr dan ekstrak cabai 300 gr ber korelasi baik terhadap lama waktu setelah aplikasi yaitu semakin lama semakin banyak belalang yang mati keracunan dan kemudian mencapai pucaknya pada jam ke 9. 2. Jumlah dan persentase kematian belalang setelah 12 jam pengamatan. Hasil perhitungan jumlah dan persentase belalang yang mati sampai dengan jangka waktu pengamatan 12 jam dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah dan persentase belalang yang setelah 12 pemberian pestisida (ekor) Perlakuan E1 Jam pengamatan setelah pemberian 3 6 9 12 1 2 ? % 3 30 E2 - 1 2 3 6 60 E3 1 2 4 2 9 90 Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa pada perlakuan pemberian konsentrasi ektrak tembakau 150 gr dan ekstrak cabai 300 gr (E3) terdapat 9 ekor dari 10 ekor hama belalang yang mati atau 90 persen dari jumlah belalang yang dicobakan sebagai hasil pemberian pestisida nabati. Sedangkan untuk perlakukan pemberian konsentrasi ektrak tembakau 100 gr dan ektrak cabai 200 gr (E2) dan perlakukan pemberian konsentrasi ektrak tembakau 50 gr dan ektrak cabai 100 gr (E1) masing masing 6 ekor atau 60 persen dan 3 ekor atau 30 persen. Dari Tabel 2 juga dapat diketahui terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi dosis ekstrak pestisida nabati yang terdiri dari campuran ekstrak Tembakau dan Cabai maka semakin efektif mengendalikan hama 21 belalang dengan idikator bahwa jumlah belalang yang mati akan meningkat seiring dengan tingginya dosis yang dicobakan atau di berikan. B. Pembahasan Dari 3 perlakukan pemberian pestisida nabati yaitu campuran ekstrak Tembakau dan Cabai dapat diketahui bahwa pemberian konsentrasi ektrak tembakau 150 gr dan ekstrak cabai 300 gr (E3) telah dapat mengendalikan hama belalang dengan efek mematikan yang lebih cepat dibandingan dengan perlakukan lainnya. Hal ini diduga bahwa campuran ekstrak tembakau dan cabai dengan dosis tembakau 150 gr dan cabai 300 gr memiliki kimia zat yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh atau sistem pernafasan belalang dan reaksi tersebut berlangsung secara cepat yaitu 3 jam setelah disemprotkan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perlakuan pemberian konsentrasi ektrak tembakau 150 gr dan ekstrak cabai 300 gr (E3) lebih efektif dibandingkan dengan perlakukan lainya dalam mengendalikan hama belalang sampai dengan 12 jam pengamatan atau pengamatan terakhir. Pada perlakukan E3 menunjukkan bahwa terdapat 9 dari 10 atau 90 persen belalang yang disemprok pestisida nabati dapat dikendalikan. Efektifitas perlakukan pemberian insektisida dengan dosis tersebut diduga bahwa zat kimia yang terdapat di dalamnya lebih mampu mempengaruhi sistem pernafasan dan gangguan kerja organ tubuh dari hama belalang. Seperti dijelakan oleh SUDARMO, 2005 bahwa kandungan aktif tembakau adalah nikotin yang dapat digunakan sebagai insektisida pada tanaman. 22 Sedangkan kurang efektifnya pengaruh pemberian pestisida nabati dengan perlakuan lainnya yaitu E1 dan E2 diduga karena dengan dosis tersebut zat kimia yang terkandung didalamnya belum mampu mempengaruhi atau merusak sistem kerja organ tubuh dan sistem pernafasan serangga khususnya hama belalang. 23 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Pestisida nabati berupa ekstrak dari tembakau dan cabai dengan dosis 150 gr tembakau dan 300 gr cabai (perlakuan E3) efektif untuk mengendalikan hama belalang. 2. Zat kimia nikotin yang terkandung didalam tembakau dan zat kimia atsiri panas yang terdapat dalam buah cabai dapat dicampur untuk kemudian digunakan sebagai pestisida nabati dan mampu mempengaruhi sistem pernafasan atau sistem kerja organ tubuh hama belalang hingga belalang menjadi mati. B. Saran 1. Untuk membantu mengendalikan hama belalang dapat digunakan pestisida nabati berupa campuran ektrak tembakau dan cabai dengan dosis 150 gr tembakau dan 300 gr cabai. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari dosis yang paling tepat karena masih terdapat kecenderungan bahwa semangk in tinggi dosis pestisida nabati yang diberikan maka semakin efektif pestisida tersebut dalam mengendalikan hama belalang. 24 DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1993. Pembudidayaan Pengolahan dan Pemasaran Tembakau. Penebar Suadaya. Jakarta. Cahyono, B. 1998. Budidaya dan Analisa Usaha Tani. Kanisius. Jogjakarta. Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Novizan, 2002. Petunjuk Pemakaian Pestisisa. Agromedia Pustaka. Jakarta. Prajnanta, F. 2002. Kiat Sukses Bertanam Cabai Dimusin Hujan. Penebar Swadaya. Jakarta Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati. Kanisius. Jogjakarta. Widianto, 1999. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta. 25 1. Penimbangan puntung rokok 2. Penimbangan cabai 26 3. Penghalusan cabai 4. Penyemprotan belalang 27 5. Kardus mie bekas tempat belalalng yang telah disemprot 6. Belalang yang telah mati setelah dismprot pestisida nabati 28 7. Tabel Jumlah belalang yang mati per jam. E1 3 - 6 - JAM KE 9 1 12 2 E2 - 1 2 E3 1 2 4 Perlakuan ? % 3 30 3 6 60 2 9 90 Keterangan : E1 = Konsentrasi 50 gr puntung rokok 100 gr cabai dan 10 belalang. E2 = Konsentrasi 100 gr puntung rokok 200 gr cabai dan 10 belalang. E3 = Konsentrasi 150 gr puntung rokok 300 gr cabai dan 10 belalang. ? = Jumlah belalang yang mati. % = Persentase belalang yang mati.