Achmad Zakaria. D - Repository Politeknik Pertanian Negeri

advertisement
1
I.
PENDAHULUAN
Kalimantan Timur merupakan daerah potensial untuk kegiatan perluasan
tanaman pertanian dan perkebunan, karena areal pertanian yang luas juga
didukung oleh kondisi iklim yamg sesuai untuk pertumbuha n dan perkembangan
tanaman dalam bidang pertanian dan perkebunan. Kalimantan Timur merupakan
daerah beriklim hujan tropis dengan curah hujan tahunan 2.250 sampai 3000 mm
pertahun dengan penyinaran antara 40 sampai 80%. Temperatur harian rata-rata
230 C sampai 350 C dengan kelembaban rata-rata 70 sampai 80% (Anonim, 2002).
Menanggapi banyaknya masalah gangguan hama yang sering datang
mengganggu tanaman kakao petani, terutama hama belalang maka lebih
mengunakan pestisida nabati yang ramah lingkungan dan harganya pun lebih
murah bila dibandingkan dengan pestisida sintesis/kimia.
Untuk menghadapi berbagai tantangan pembangunan pertanian, pemerintah
bersama masyarakat harus mampu membuat terobosan-terobosan dengan berbagai
alternatif yang dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan dengan tidak
melupakan kepedulian terhadap lingkungan dan mengutamakan keberpihakan
kepada para petani (Kardinan, 2002).
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman
atau tumbuhan. Pestisida nabati sudah lama digunakan oleh petani. Misalnya,
pengunaan tembakau sebagai pestisida nabati sudah dipraktikkan tiga abat yang
lalu. Petani Prancis pada tahun 1690 yang telah menggunakan perasan daun
2
tembakau untuk mengendalikan hama jenis kepik pada tanaman persik (Sudarmo,
2005).
Pestisida nabati dapat dibuat dengan menggunakan teknologi tinggi dan
dikerjakan dalam sekala industri.
Namun, dapat
pula dibuat dengan
menggunakan teknologi yang sederhana oleh kelompok tani atau perorangan.
Pestisida nabati yang dibuat secara sederhana dapat berupa larutan, hasil perasan,
ekstrak, dan rebusan dari bagian tanaman atau tumbuhan, yakni berupa akar,
umbi, batang, daun, biji dan buah. Apabila dibandingkan dengan pestisida kimia,
penggunaan pestisida nabati relatif lebih murah dan aman, serta mudah dibuat
sendiri (Kanisius , 2005).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan tembakau sisa rokok
sebabagai pestisida nabati dalam pemberantasan hama belalang dan mengetahui
persentase kematian belalang setelah desemprot dengan larutan limbah tembakau
sisa rokok dan cabai.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan tembakau sisa rokok
sebabagai pestisida nabati dalam pemberantasan hama belalang dan mengetahui
persentase kematian belalang setelah desemprot dengan larutan limbah tembakau
sisa rokok dan cabai.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar dapat memberikan
informasi kepada petani bahwa limbah puntung rokok dapat dijadikan sebagai
pestisida nabati untuk menanggulangi hama belalang.
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Tanaman Te mbakau
1. Klasifikasi botani
Menurut Cahyono (1998) tanaman tembakau memiliki sestematika
sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub kelas
: Asteridae
Ordo
: Solanales
Famili
: Solonaceae (suku terung-terungan)
Genus
: Nicotiana
Spesies
: Nicotiana tabacum
2. Morfologi tanaman
a. Akar
Akar tanaman tenbakau mempunyai akar tunggang, akar serabut dan
bulu akar. Batang tanaman tambakau berkayu, bentuk batang bulat,
berbulu diseluruh bagian batang, diameter batang tanaman sekitar 2 cm
dan berwarna hijau.
4
b. Daun
Daun tanaman tembakau berdaun tunggal, tebal, besar, elastis,
berwarna hijau keputih-putihan, berbulu, bentul fisik daun bulat telur,
ujung daun runcing, pangkal tumpul, panjang daun 20 sampai 50 cm, lebar
daun 5 sampai 30 cm, tangkai daun panjang 1 sampai dengan 2 cm dan
berwarna hijau keputih-putihan.
c. Bunga
Tanaman tembakau berbunga majemuk yang tumbuh diujung
batang, bentuk bung seperti terompet, kelopak bunga berbulu, pangkal
berlekatan dan ujung berbagi lima, tangkai bunga berbulu dan berwarna
hijau.
d. Buah
Buah tanaman tembakau berbentuk bulat telur, berwarna hijau ketika
masih muda dan berwarna coklat setelah tua.
3. Manfaat tembakau sebagai pestisida nabati.
Rokok umumnya dibuat dari campuran tembakau, cengkeh dan rempahrempah kering lainnya, digerus kasar dan digulung dalam bentuk lintingan
untuk kemudian dibakar dan dihisap asapnya. Industri rokok secara umum
merupakan penyumbang cukai terbesar di berbagai negara penghasil tembakau
di dunia, juga bagi Indonesia. Melarang rokok memiliki dampak langsung
turunnya pendapatan negara, juga mematikan lapangan pekerjaan (hanya)
beberapa ribu angkatan kerja. Warner (2002) memberikan kedua ilustrasi ini
5
sebagai bagian dalam menyampaikan argumen yang diangkat untuk
melemahkan regulasi seputar Ekonomi Tembakau.
Industri rokok dapat berubah menjadi setidaknya dia industri yang samasama diperlukan dan dihilirnya juga memiliki nilai tambah yang tinggi.
Industri tersebut adalah pestisida nabati yang relevan dengan isu pertanian
organik, serta ekstraksi protein terapis serta diklaim mampu mencegah kanker.
Pestisida nabati, yang dari namanya mungkin merupakan inovasi lama
tetapi terlupakan. Sebelum penggunaan tembakau untuk bahan baku rokok,
bangsa Indian Amerika telah menggunakan tembakau untuk meningkatkan
hasil panennya. Adalah nikotin, senyawa yang sama menyebabkan efek
psikotropika (kecanduan dan melemahkan syaraf), bersifat toksik untuk
serangga dan golongan tetikusan. Nilai toksisitasnya, seperti insektisida
lainnya diukur berdasarkan prinsip LD50 , artinya dalam dosis dimana 50% dari
populasi spesies tertentu mati. LD50 dari nikotin dan nikotin sulfat cukup dapat
diandalkan, misalnya berkisar antara 50 mg/kg berat badan untuk tikus.
Keistimewaan nikotin adalah kecepatannya diurai oleh alam, sehingga
tidak menimbulkan efek residu seperti pada pestisida sintetik. Selain itu,
dalam jangka penelitian yang sangat panjang (lebih 50 tahun) belum
ditemukan resistensi nikotin dari serangga dan tikus yang dibasmi. Nikotin
mudah diproduksi, cukup dengan melarutkan daun tembakau tua di dalam air,
memeras dan mengambil sarinya. Penggunaan pestisida berbasis nikotin dari
ekstrak daun tembakau dapat diklaim sebagai bagian krusial kesuksesan
6
pertanian organik, meskipun ektrak daun jarak, babadotan, kunyit dan akar
wangi dapat ditambahkan untuk meningkatkan daya destruksi serangganya.
B. Tinjauan Umum Tentang Cabai
1. Klasifikasi botani tanaman
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom
: Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super divisi
: Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta(tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub kelas
: Asteridae
Ordo
: Solanales
Famili
: Solanaceae (sukuterung-terungan)
Genus
: Capsicum
Spesies
: Capsicum annuum L.
2. Morfologi tanaman
a. Batang
Batang berbuku-buku atau bagian atasnya bersudut dan tidak berbulu.
b. Daun
Daunnya berbentuk bundar telur sampai lonjong atau bundar telur
meruncing, 1 cm sampai 12 cm. Tidak berbulu atau 2 sampai 3 bunga
letaknya berdekatan.
7
c. Bunga
Mahkota bunga berbentuk bintang, berwarna putih, putih kehijauan
atau kadang-kadang ungu. Mempunyai garis tengah 1,75 mm sampai 2
mm.
Kelopak bunga berbulu dan tidak berbulu. Mempunyai panjang 2
mm sampai 3 mm.
d. Buah
Buah muda berwarna hijau tua,putih kehijauan dan putih. Apabila
masak berwarna merah terang dan bila setengah masak berwarna hijau
rumput.
3. Manfaat cabai sebagai pestisida nabati.
Cabai (Capsicum annuum L.), pestisida nabati lombok efektif untuk
mengendalikan beberapa jenis hama tanaman. Namun, harus diingat bahwa
dosis yang terlalu tinggi dapat menghanguskan tanaman (terutama untuk
tanaman sayuran).
C. Tinjauan Umum Tentang Pestisida
Pestisida
adalah
zat
yang
dapat
bersifat
racun,
menghambat
perkembangan/pertumbuhan, tingkah laku, perkembang biakan, kesehatan,
mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat,
penolak, dan aktifitas lainnya yang mempengaruhi OPT (Kardinan, 2002).
8
1. Pestisida nabati
Pestisida nabati adalah pestisida produk alam yang berasal dari tanaman
yang mempuyai kelompok metabolisme sekunder yang mengandung senyawa
bio aktif seperti alkohol, terporit, penolit, piretrum dan piretrin, rotenon, senin
dan azadirachtin yang terkandung didalam mimba dan zat-zat kimia sekunder
lainnya.
Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang
bahan dasarnya berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pestisida nabati mudah dalam
pembuatannya dan memiliki sifat “pukul dan lari” yaitu setelah hama terbunuh
maka residu dari pestisida nabati akan cepat hilang dan tidak berdampak pada
tanaman. Penggunaan tidak hanya tergantung pada pestisida sintesis, tujuan
lain adalah agar penggunaan pestisida sintesis dapat diminimalkan sehingga
kerusakan lingkungan yang tidak kita inginkan diharapkan dapat dikurangi
(Kardinan, 2001).
Dijelaskan oleh Kardinan (2002), pengaruh atau daya kerja pestisida
nabati terhadap hama secara spesifik adalah sebagai berikut :
a. Mencegah hama memakan tanaman.
b. Menghalau larva dan serangga.
c. Mengganggu atau menghambat perkembangan telur, larva, pupa dan
serangga.
d. Mencegah terjadinya panggantian kulit larva atau nimfa.
e. Mengurangi produksi telur pada serangga betina.
f. Mengganggu perkawinan.
9
g. Mengganggu komunikasi seksual.
h. Mencegah serangga betina untuk bertelur.
2. Teknik untuk menghasilkan pestisida nabati
a. Penggerusan,
penumbukan,
pembakaran
dan
pengepresan
untuk
menghasilkan petisida nabati dalam bentuk tepung, abu dan pasta.
b. Rendaman untuk produk ekstak.
c. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan
khusus oleh tenaga yang terampil dengan alat yang khusus.
Menurut Anonim (2005), adapun tumbuhan penghasil pestisida nabati
adalah:
a. Kelompok tumbuhan sebagai insektisida nabati.
Tumbuhan penghasil
insektisida nabati adalah kelompok tumbuhan adalah kelompok tumbuhan
yang menghasilkan pestisida pengendali hama insecta.
b. kelompok tumbuhan sebagai pengikat (antraktan). Tumbuhan pemikat atau
antraktan menghasilkan suatu bahan kimia yang mempunyai sexheromon
pada serangga betina. Tumbuhan ini sebagai pengendali lalat buah.
c. kelompok tumbuhan sebagai prodentisida nabati. Tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai pengendali tikus.
d. kelompok tumbuhan sebagai moluskisida nabati. Tumbuhan dapat
digunakan sebagai pengendali molusca.
e. kelompok tumbuhan sebagai pestisida yang serbaguna. Tumbuhan yang
dapat digunakan sebagai pengendali beberapa jenis hama.
10
3. Kelebihan dari pestisida nabati menurut Novizan (2002) adalah
a. penguraian yang cepat oleh sinar matahari, udara, kelembaban dan dapat
mengurangi resiko pencemaran tanah dan air.
b. Memiliki reaksi yang tergolong cepat dalam menghentikan nafsu makan
OPT, mencegah OPT merusak lebih banyak.
c. Toksisitas (daya racun) umumnya rendah terhadap mamalia, sehingga
relatif lebih aman bagi manusia dan hewan ternak.
d. Tidak merusak tanaman.
e. Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal terhadap
pestisida sintesis.
f. Bersifat selectif. Racun yang dihasilkan merupakan racun lambung dan
saraf, pengaruh pestisida nabati hanya terlihat pada serangga perusak
tanaman, sehangga terhadap serangga yang menguntungkan dampaknya
sangat kecil.
4. Kelemahan dan hal-hal yang harus dilakukan untuk mengatasinya
menurut Novizan, (2002)
a. lebih sering dilakukan pengaplikasian, karena kurang selectif dalam
pengendalian hama. Residu yang cepat hilang dianggap kurang efektif.
Untuk menunjang keberhasilan pestisida nabati, siklus hidup dan masa
aktif hama sasaran perlu diketahui.
b. Beberapa jenis pestisida nabati bahkan lebih beracun dibandingkan dengan
pestisida sintesis. Karenanya, pada saat pengaplikasian pestisida nabati,
aturan keselamatan kerja harus tetap diperhatikan.
11
c. Bahan baku yang tidak mencukupi, kandungan metabolic sekunder
didalam bagian tanaman umumnya sangat kecil, sehingga untuk
mengumpulkannya dalam jumlah yang sangat besar diperlukan pasokan
bahan baku yang sangat besar pula.
d. Saat ini petani masih menginginkan pestisida yang pengaruhnya segera
terlihat mematikan hama, sehangga umumnya pengaruh pestisida nabati
baru terlihat setelah berhari- hari.
Tumbuhan sesungguhanya memiliki bahan-bahan kimia sebagai alat
pertahanan alami terhadap serangan organisme penggangu. Beberapa
tumbuhan yang mengandung senyawa sekunder menurut Novizan, (2002) :
a. Bunga krisan (Chrysantbenum cinerariaetolium) yang telah dikeringkan
mengandung piterum dan piretrin bekerja dengan cara menggangu
jaringan saraf serangga.
b. Tuba (Derris eliptica), rotenon yang terkandung diakar merupakan
penghambat respirasi sel, berdampak pada jaringan saraf dan sel otot yang
menyebabkan serangga berhenti makan.
c. Tembakau (Nicotinia Tabacum), daunkering tembakau mengandung
nikotin 2 sampai 8%, kandungan terbesar terdapat pada ranting dan tulang
daun. Nikotin merupakan racun saraf bereaksi sangat cepat, setelah
beberapa hari racun nikotin akan cepat hilang oleh faktor alam, sehingga
tidak mampu melindungi tanaman dalam jangka waktu yang lama. Nikotin
dapat pula berpindah sebagai racun kontak untuk mengendalikan beberapa
jenis ulat perusak daun dan serangga penghisap bertubuh lunak. Air
12
rendaman daun tembakau sering dipakai langsung untuk mengendalikan
hama tanpa melalui proses ekstraksi yang rumit. Walaupun tingkat
racunnya lebih rendah, air rendaman daun tembakau ini cukup beracun
bagi serangga bertubuh lunak.
d. Nimba (Azadiracha Indica), mengandung senyawa aktif azadirachtin dan
salanin menjadi bahan aktif sebagai pencegah makan serangga, membuat
serangga mandul karena dapat mengganggu hormon produksi dan
pertumbuhan serangga.
e. Lombok (Capsicum annuum L.), pestisida nabati lombok efektif untuk
mengendalikan beberapa jenis hama tanaman. Namun, harus diingat
bahwa dosis yang terlalu tinggi dapat menghanguskan tanaman (terutama
untuk tanaman sayuran).
f. Bawang Putih, pestisida bawang putih dapat berfungsi sebaga i penolak
kehadiran serangga yang efektif.
Oleh karena itu apabila kita dapat mengolah tumbuhan ini sebagai bahan
pestisida maka akan sangat membantu dalam memberikan informasi kepada
petani untuk mengembangkan pengedalian serangan hama yang ramah
lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat
disekitarnya (Kardinan, 2001).
13
D. Tinjauan Umum Hama Belalang
Belalang merupakan salah satu seranggayang sering menimbulkan
kerusakan pada tanaman, Partosoedjono (1983), mengemukakan bahwa ciri-ciri
serangga adalah :
1. Tubuh terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, torax, dan abdomen.
2. Mempunyai sepasang sayap, kadang-kadang pasangan sayapnya kecil.
3. Mempunyai sepasang antena.
4. Mempuyai tiga pasang kaki.
5. Mempunyai bagian-bagian mulut yang terdiri mandible, maxlle, hinop maryax
tabium pada serangga bentuknya tidak sama.
Menurut Natawigena (1990) yang dikutip oleh Nasir (2003), hama
termasuk golongan serangga yang dapat menimbulkan kerugian, baik merusak
bagian tanaman atau merusak hasilnya.
1. Serangga perusak daun atau perusak pucuk tanaman, cara hama tersebut
menyerang yaitu dengan jalan menggigit, memakan, atau menghisap cairan
tanaman yang terkandung didalamnya.
2. Serangga perusak batang atau ranting tanaman dengan cara melubangi,
menggerek dengan cara mematahkan atau melukainya.
3. Serangga perusak buah atau bunga, dengan cara memakan, menggerek atau
menghisap cairannya.
4. Serangga sebagai faktor (penular) penyakit tanaman seperti virus dan bakteri.
5. Serangga perusak atau pemakan hasil pertanian atau biji-biji yang disimpan di
dalam gudang.
14
Menurut Anonim (1991), ordo orthoptra mempunyai dua pasang sayap,
sayap depan panjang dan menjepit biasanya mengeras seperti kertas perkamen,
sayap belakang lebar, ukuran tubuh sedang sampai besar, antenna pendek sampai
panjang ada juga yang lebih panjang dari tubuhnya.
Beberapa jenis jantan dapat menghasilkan suara, beberapa jenis betina
ovipositor yang berkembang dengan baik ada yang berbentuk seperti pedang dan
seperti jarum.
Sebagian besar belalang pemakan tanaman dan sangat merugikan tanaman
budidaya, ada yang merusak bahan simpanan, sedikit yang bertindak sebagai
predator, beberapa jenis mampu untuk berimigrasi ketempat lain.
15
III.
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 4 minggu yang dimulai pada tanggal 5 Juli
2009 sampai dengan 5 Agustus 2009 di Kampus Politeknik Pertanian Negeri
Samarinmda Jl. Samratulangi, terhitung sejak persiapan sampai dengan
pengamatan dan pengolahan data.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitia n ini adalah; Timbangan, Gelas
Ukur, Botol plastik, Blender, Kompor, Sendok pengaduk, Panci, Saringan, Hand
sprayer, Kain kasa, Kamera digital, serta Alat tulis- menulis.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah ; Tembakau sisa rokok, Cabai,
Detergen, Air bersih, Belalang.
C. Perlakuan Dalam Penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode sederhana dimana
perlakuannya terdiri dari tiga perlakuan yaitu: 1). Perlakukan pemberian ekstrak
pestisida nabati
campuran 50g tembakau dan 100 g
Cabai (E1) dan
2). Perlakukan pemberian estrak pestisida nabati campuran 100g tembakau dan
200 g Cabai (E1) dan 3). Perlakukan pemberian estrak pestisida nabati campuran
200g tembakau dan 300 g Cabai (E3).
16
D. Prosuder Kerja.
1. Persiapan ektrak tembakau
Tembakau dari sisa-sisa rokok yang ada dilingkungan sekitar tempat
tinggal atau di tempat-tempat umum dikumpulkan kemudian puntung-puntung
rokok tadi dilepas kemasannya baik pembungkus ataupun filternya sehingga
benar-benar didapatkan tembakau murni tanpa kotoran. Selanjutnya tembakau
ditimbang menjadi masing- masing ukuran berat 50 gr, 100 gr, dan 150 gr
sesuai perlakukan yang akan di aplikasikan.
2. Persiapan ektrak cabai
Cabai yang digunakan merupakan capai sisa dalam pengertian tidak
harus menggunakan cabai dengan kualitas bagus bahkan dalam penelitian ini
digunakan cabai sisa atau cabai kelewat matang yang biasanya justru tidak
dapat lagi digunakan untuk konsumsi sehari- hari. Kemudian Cabai ditimbang
menjadi masing- masing berat 100 gr, 200 gr, dan 300 gr sesuai perlakukan
yang akan di aplikasikan.
3. Pencampuran ekstrak tembakau dan cabai sebagai pestisida nabati
Langkah selanjutnya adalah perendaman, masing- masing ukuran berat
tembakau dan cabai tersebut dilarutkan kedalam air panas sebanyak 1000 ml
dan diaduk hingga larut., kemudian direndam selama 12 jam.
Setelah
perendaman selesai, kemudian tembakau yang telah dilarutkan dengan air
disaring untuk memisahkan air hasil perendaman tembakau puntung rokok.
Kemudian campurkan cabai yang telah dihaluskan dengan masing- masing
17
berat kedalam air hasil rendaman. Air hasil perendaman inilah yang didisebut
pestisida nabati.
4. Campurkan detergen kedalam masing- masing botol pestisida nabati sebanyak
25 gr sebagai perekat pestisida nabati.
5. Mempersiapkan hama belalang.
Hama belalang sebagai obyek penelitian didapatkan dengan cara di
tangkap masing- masing dalam keadaan hidup dan sehat sebanyak 30 ekor.
Belalang-belalang tersebut selanjutnya dipisahkan menjadi 3 kelompok
sehingga masing- masing kelompok terdiri dari 10 ekor. Pemisahan kelompok
belalang tersebut dilakukan secara acak tanpa memilah- milah berdsarkan
ukuran atau kriteria lainnya.Maing- masing kelompok belang tersebut
selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung berupa botol bersih dari kemasan
Aqua ukuran 1,500 ml.
6. Penyemprotan ektrak tembakau dan cabai (pestisida nabati)
Pestisida nabati yang telah berupa campuran ekstrak Cabai dan
Tembakau kemudian di ukur atau ditimbang berdasarkan kebutuhan
perlakukan untuk selanjutnya di pisahkan dalam masing- masing hand sprayer
sesuai perlakukan penalitian.
Pemisahan ini dimaksudkan agar tidak terjadi kontaminasi atau
pencampuran antar dosis perlakuan 1, 2 dan 3 yang dapat mengakibatkan
kesalahan dalam aplikasi pestisida terhadap belalang yang akan di cobakan.
18
7. Pengamatan
Menghitung dan mencatat setiap belalang yang mati setiap jamnya untuk
masing- masing konsentrasi hingga batas maksimal.
E. Pengambilan dan Analisa Data
Dua hal penting yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu presentase
belalang yang mati untuk setiap jenis perlakukan dan kecepatan daya mematikan
dari ektrak tembakau dan cabai yang diamati terhadap belalang berdasarkan
perhitungan waktu selama 12 jam pengamatan.
Perhitungan atau pengolahan data untuk mengetahui persentase belalang
yang mati setelah aplikasi pestisida adalah menggunakan persamaan sebagai
berikut :
P =
? LBM ? 100%
? LB
Keterangan :
P
= Persentase kematian
? LBM
= Jumlah belalang yang mati
? LB
= Jumlah belalang awal masing- masing perlakukan.
Sedangkan untuk menghitung tingkat daya serang pestisida dilakukan
dengan menghitung langsung jumlah belalang yang mati setiap jam sampai
dengan 12 jam pengamatan.
19
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Belalang yang mati berdasarkan waktu tercepat.
Hasil perhitungan jumlah belalang yang mati untuk setiap waktu
pengamatan atau 4 kali pengamatan dalam jangka waktu pengamatan 12 jam
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah belalang yang mati untuk setiap jam pengamatan (ekor)
E1
Jam pengamatan setelah pemberian
3
6
9
12
1
2
E2
-
1
2
3
E3
1
2
4
2
Perlakuan
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada perlakuan pemberian
konsentrasi ektrak tembakau 150 gr dan ekstrak cabai 300 gr (E3) telah
memberikan reaksi tercepat terhadap kematian belalang yang dicobakan, yaitu
dalam jangka waktu 3 jam telah pemberian terdapat 1 ekor belalang yang mati
sementara pada perlakukan pemberian konsentrasi ektrak tembakau 50 gr dan
ektrak cabai 100 gr (E1) dan pemberian konsentrasi ektrak tembakau 100 gr
dan ektrak cabai 200 gr (E2) belum menunjukkan reaksi yang berarti terhadap
belalang yang di cobakan. Bahkan untuk perlakuan E1 sampai dengan waktu 6
jam setelah pemberian tidak satu ekorpun belalang yang mati. Hal tersebut
menunjukkan bahwa perlakukan E3 merupakan perlakukan terbaik untuk
tingkat kecepatan daya racun terhadap hama belalang.
20
Dari Tabel 1 juga dapat diketahui bahwa daya serang atau keberhasilan
aplikasi pestisida nabati yang digunakan dengan dosis perlakukan E3 atau
pemberian konsentrasi ekstrak tembakau 150 gr dan ekstrak cabai 300 gr ber
korelasi baik terhadap lama waktu setelah aplikasi yaitu semakin lama
semakin banyak belalang yang mati keracunan dan kemudian mencapai
pucaknya pada jam ke 9.
2. Jumlah dan persentase kematian belalang setelah 12 jam pengamatan.
Hasil perhitungan jumlah dan persentase belalang yang mati sampai
dengan jangka waktu pengamatan 12 jam dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah dan persentase belalang yang setelah 12 pemberian
pestisida (ekor)
Perlakuan
E1
Jam pengamatan setelah pemberian
3
6
9
12
1
2
?
%
3
30
E2
-
1
2
3
6
60
E3
1
2
4
2
9
90
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa pada perlakuan pemberian
konsentrasi ektrak tembakau 150 gr dan ekstrak cabai 300 gr (E3) terdapat 9
ekor dari 10 ekor hama belalang yang mati atau 90 persen dari jumlah
belalang yang dicobakan sebagai hasil pemberian pestisida nabati. Sedangkan
untuk perlakukan pemberian konsentrasi ektrak tembakau 100 gr dan ektrak
cabai 200 gr (E2) dan perlakukan pemberian konsentrasi ektrak tembakau 50
gr dan ektrak cabai 100 gr (E1) masing masing 6 ekor atau 60 persen dan 3
ekor atau 30 persen. Dari Tabel 2 juga dapat diketahui terdapat kecenderungan
bahwa semakin tinggi dosis ekstrak pestisida nabati yang terdiri dari campuran
ekstrak Tembakau dan Cabai maka semakin efektif mengendalikan hama
21
belalang dengan idikator bahwa jumlah belalang yang mati akan meningkat
seiring dengan tingginya dosis yang dicobakan atau di berikan.
B. Pembahasan
Dari 3 perlakukan pemberian pestisida nabati yaitu campuran ekstrak
Tembakau dan Cabai dapat diketahui bahwa pemberian konsentrasi ektrak
tembakau 150 gr dan ekstrak cabai 300 gr (E3) telah dapat mengendalikan hama
belalang dengan efek mematikan yang lebih cepat dibandingan dengan perlakukan
lainnya. Hal ini diduga bahwa campuran ekstrak tembakau dan cabai dengan dosis
tembakau 150 gr dan cabai 300 gr memiliki kimia zat yang dapat mempengaruhi
sistem kekebalan tubuh atau sistem pernafasan belalang dan reaksi tersebut
berlangsung secara cepat yaitu 3 jam setelah disemprotkan.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
konsentrasi ektrak tembakau 150 gr dan ekstrak cabai 300 gr (E3) lebih efektif
dibandingkan dengan perlakukan lainya dalam mengendalikan hama belalang
sampai dengan 12 jam pengamatan atau pengamatan terakhir. Pada perlakukan E3
menunjukkan bahwa terdapat 9 dari 10 atau 90 persen belalang yang disemprok
pestisida nabati dapat dikendalikan.
Efektifitas perlakukan pemberian insektisida dengan dosis tersebut diduga
bahwa zat kimia yang terdapat di dalamnya lebih mampu mempengaruhi sistem
pernafasan dan gangguan kerja organ tubuh dari hama belalang. Seperti dijelakan
oleh SUDARMO, 2005 bahwa kandungan aktif tembakau adalah nikotin yang
dapat digunakan sebagai insektisida pada tanaman.
22
Sedangkan kurang efektifnya pengaruh pemberian pestisida nabati dengan
perlakuan lainnya yaitu E1 dan E2 diduga karena dengan dosis tersebut zat kimia
yang terkandung didalamnya belum mampu mempengaruhi atau merusak sistem
kerja organ tubuh dan sistem pernafasan serangga khususnya hama belalang.
23
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Pestisida nabati berupa ekstrak dari tembakau dan cabai dengan dosis 150 gr
tembakau dan 300 gr cabai (perlakuan E3) efektif untuk mengendalikan hama
belalang.
2. Zat kimia nikotin yang terkandung didalam tembakau dan zat kimia atsiri
panas yang terdapat dalam buah cabai dapat dicampur untuk kemudian
digunakan sebagai pestisida nabati dan mampu mempengaruhi sistem
pernafasan atau sistem kerja organ tubuh hama belalang hingga belalang
menjadi mati.
B. Saran
1. Untuk membantu mengendalikan hama belalang dapat digunakan pestisida
nabati berupa campuran ektrak tembakau dan cabai dengan dosis 150 gr
tembakau dan 300 gr cabai.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari dosis yang paling tepat
karena masih terdapat kecenderungan bahwa semangk in tinggi dosis pestisida
nabati yang diberikan maka semakin efektif pestisida tersebut dalam
mengendalikan hama belalang.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1993. Pembudidayaan Pengolahan dan Pemasaran Tembakau. Penebar
Suadaya. Jakarta.
Cahyono, B. 1998. Budidaya dan Analisa Usaha Tani. Kanisius. Jogjakarta.
Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Novizan, 2002. Petunjuk Pemakaian Pestisisa. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Prajnanta, F. 2002. Kiat Sukses Bertanam Cabai Dimusin Hujan. Penebar
Swadaya. Jakarta
Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati. Kanisius. Jogjakarta.
Widianto, 1999. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.
25
1. Penimbangan puntung rokok
2. Penimbangan cabai
26
3. Penghalusan cabai
4. Penyemprotan belalang
27
5. Kardus mie bekas tempat belalalng yang telah disemprot
6. Belalang yang telah mati setelah dismprot pestisida nabati
28
7. Tabel Jumlah belalang yang mati per jam.
E1
3
-
6
-
JAM KE
9
1
12
2
E2
-
1
2
E3
1
2
4
Perlakuan
?
%
3
30
3
6
60
2
9
90
Keterangan :
E1 = Konsentrasi 50 gr puntung rokok 100 gr cabai dan 10 belalang.
E2 = Konsentrasi 100 gr puntung rokok 200 gr cabai dan 10 belalang.
E3 = Konsentrasi 150 gr puntung rokok 300 gr cabai dan 10 belalang.
? = Jumlah belalang yang mati.
% = Persentase belalang yang mati.
Download