Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 Terhadap Informasi Elektronik Dan/Atau Dokumen Elektronik Dan/Atau Hasil Cetaknya Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perdata Enan Sugiarto Hakim Pengadilan Negeri Tegal [email protected] Abstract Decision of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia Number 20/PUUXIV/2016 contradicts the journey is long practice of civil law in Indonesia has always tried to follow the development of technology and information so that the law becomes outdated, and also at odds with the spirit of Law Of The Republic Of Indonesia Number 11 Of 2008 Concerning Electronic Information And Transactions has provided protection / legal certainty of human activity by means of electronic and information technology is becoming more common. The decision has reduced the provisions that the Electronic Information and / or Electronic Document and / or prints with a valid legal evidence and expand the types of legal evidence, which is known in the procedural law. Constitutional Court ruling has given the interpretation of the phrase electronic information and / or Electronic Records in Article 5 (1) and (2) are not applicable to civil procedural law. Keywords : procedural law, evidence, electronic information, electronic document. Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 20/PUU-XIV/2016 bertolak belakang dengan Perjalanan panjang praktik hukum acara perdata di Indonesia yang selalu berusaha mengikuti perkembangan teknologi dan informasi sehingga hukum menjadi tidak ketinggalan jaman, dan juga berseberangan dengan semangat UU ITE yang telah memberikan perlindungan/kepastian hukum atas aktifitas manusia menggunakan sarana elektronik dan teknologi informasi yang semakin umum dilakukan. Putusan tersebut telah mereduksi ketentuan dalam UU ITE yang menyatakan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan memperluas jenis alat bukti hukum yang selama ini dikenal dalam hukum acara yang berlaku. Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah memberikan penafsiran terhadap frasa Informasi Elekronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menjadi tidak berlaku terhadap hukum acara perdata. Kata Kunci: hukum acara perdata, alat bukti, informasi elektronik, dokumen elektronik maju dan modern, pemanfaatannya telah Pendahuluan Perkembangan yang sangat pesat mengubah perilaku masyarakat maupun dalam bidang teknologi informasi dan peradaban komunikasi mengantarkan akibatnya kegiatan dan aktifitas manusia kehidupan manusia menjadi semakin di berbagai bidang juga mengalami telah 182 manusia secara global, 183 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 perubahan, menjadi hubungan dunia perkembangannya tanpa terjadinya dikategorikan sebagai tindakan atau perubahan sosial, ekonomi, dan budaya perbuatan hukum yang nyata. Secara yang berlangsung demikian cepat. Tidak yuridis, kegiatan pada ruang siber tidak terkecuali dalam bidang hukum juga dapat didekati dengan ukuran dan telah muncul bentuk-bentuk perbuatan kualifikasi hukum konvensional saja, hukum baru sebagai akibat langsung sebab jika cara ini ditempuh akan terlalu dari kemajuan teknologi. Seiring dengan banyak kesulitan dan hal yang lolos dari perkembangan tersebut, maka hukum pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam dituntut ruang siber berdampak sangat nyata batas (borderless), untuk dapat perkembangan yang mengikuti ada dalam masyarakat. meskipun saat alat ini buktinya dapat bersifat elektronik. Dengan perluasan alat bukti Saat ini telah lahir suatu rezim maka subjek pelakunya dapat hukum baru yang dikenal dengan hukum dikualifikasikan sebagai orang yang telematika atau hukum siber (cyber law) telah yang secara internasional digunakan secara nyata (Clara Lintang Parica, 2009 untuk istilah hukum yang terkait dengan : 3). pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Hukum melakukan perbuatan Teknologi informasi hukum dan telematika komunikasi saat ini seolah menjadi merupakan perwujudan dari konvergensi pedang bermata dua karena selain hukum telekomunikasi, hukum media, memberikan dan hukum informatika. Istilah lain yang peningkatan kesejahteraan, kemajuan, juga digunakan adalah hukum teknologi dan informasi information menjadi sarana efektif untuk perbuatan technology), hukum dunia maya (virtual melawan hukum. Penggunaan perangkat world law), dan hukum mayantara. elektronik (Lihat Penjelasan Atas Undang-Undang perkembangan ilmu pengetahuan dan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun teknologi dengan segala kemudahan dan 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi resiko yang ditimbulkannya inilah yang Elektronik) menjadi landasan filosofi dibentuknya (law of Kegiatan melalui sistem elektronik peradaban kontribusi manusia, sebagai bagi sekaligus bentuk Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 yang menggunakan ruang siber (cyber Tentang space) merupakan yang Elektronik (selanjutnya dalam penulisan sifatnya virtual, dalam ini disebut dengan UU ITE) yang telah kegiatan namun Informasi dan Transaksi 184 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 disahkan oleh Rapat Paripurna DPR-RI permasalahan pelanggaran-pelanggaran pada tanggal 25 Maret 2008. yang terjadi di dunia maya, karena Setelah diberlakukan, UU ITE terus hukum positif yang ada belum dapat menjadi bahan kajian, begitu luas dan menjangkau hal-hal tersebut (Ahmad M. kompleksnya materi yang diatur dalam Ramli, 2002 : 36). Perlu dibentuknya UU ITE menyebabkan kajian yang hukum acara baru sebagai pengganti dilakuan bukan hanya dalam bentuk hukum acara perdata yang sekarang, teoritis tetapi juga kajian secara praktik. karena hukum acara Permasalahan yang dengan berlaku merupakan peninggalan Belanda diberlakukannya UU ITE juga terjadi yang sudah usang dan tidak mampu lagi pada mengakomodasi bidang berkaitan perdata hukum keperdataan. perkembangan alat Perkembangan teknologi informasi dan bukti pada saat ini (O.C Kaligis, 2012 : komunikasi 3.). yang meningkatkan berpotensi tindakan pelanggaran norma-norma keperdataan, pelanggaran (wanprestasi) baik Secara umum dalam hukum acara itu perdata yang berlaku dikenal ada 5 norma kontrak (lima) macam alat bukti, sebagaimana maupun perbuatan tercantum dalam Pasal 1866 melanggar hukum, harus diikuti dengan KUHPerdata dan Pasal 164 HIR/Pasal tersedianya peraturan yang sesuai, tidak 284 RBg yang terdiri dari; bukti tulisan, terkecuali peraturan tentang pengajuan bukti saksi, persangkaan, pengakuan, alat bukti yang digunakan sebagai dan sumpah. Selain itu juga dikenal alat sarana pembuktian di pengadilan. bukti pemeriksaan setempat (diatur Terkait dengan hukum pembuktian dalam Pasal 153HIR/Pasal 180 RBg), biasanya akan memunculkan sebuah alat bukti Ahli (diatur dalam Pasal 154 posisi HIR/Pasal dilema, di salah satu sisi 181 RBg), alat bukti diharapkan agar hukum dapat mengikuti Pembukuan (diatur dalam Pasal 167 perkembangan zaman dan teknologi, di HIR/Pasal 296 RBg), serta alat bukti sisi yang lain perlu juga pengakuan Pengetahuan Hakim (diatur dalam Pasal hukum terhadap berbagai jenis-jenis 178 ayat (1) HIR dan dalam Undang- perkembangan teknologi digital untuk undang Tentang Mahkamah Agung). berfungsi sebagai di Dengan berlakunya UU ITE, maka pengadilan (Munir Fuady, 2001 : 151). alat bukti di persidangan menjadi lebih Oleh karena itu diperlukan kehadiran luas lagi, sebagaimana dinyatakan dalam hukum Pasal 5 ayat (1) bahwa; “Informasi yang alat dapat bukti menjangkau 185 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 elektronik dan/atau dokumen elektronik bertentangan dengan UUD 1945 dan dan/atau hasil cetaknya merupakan alat tidak bukti hukum yang sah”. Selanjutnya mengikat sepanjang tidak dimaknai dalam ayat (2) dinyatakan bahwa; sebagai alat bukti dilakukan dalam “Informasi elektronik dan/atau dokumen rangka elektronik permintaan kepolisian, kejaksaan, dan dan/atau hasil cetaknya mempunyai kekuatan penegakan hukum atau/atau merupakan perluasan dari alat bukti lainnya yang ditetapkan berdasarkan yang sah sesuai dengan hukum acara Undang-undang sebagaimana ditentukan yang berlaku di Indonesia”. dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE. Konstitusi Republik Dengan penegak atas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Mahkamah institusi hukum diakuinya hukum informasi Indonesia pada tanggal 7 Sepember elektronik dan/atau dokumen elektronik 2016 telah menjatuhkan putusan dalam dan/atau hasil cetaknya sebagai alat perkara Undang-undang bukti yang sah di persidangan dan 2008 Tentang merupakan perluasan dari alat bukti Informasi dan Transaksi Elektronik dan yang sah sesuai dengan hukum acara Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang Tentang berdasarkan pemberian makna oleh Nomor Pengujian 11 Tahun Perubahan Atas Undang- berlaku di Indonesia, undang Nomor 31 Thun 1999 Tentang Mahkamah Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memunculkan pertanyaaan Terhadap Dasar menjadi permasalahan penelitian ini Negara Republik Indonesia yang dijukan adalah apa implikasi Putusan Mahkamah oleh Drs. Setya Novanto, pekerjaan Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 Anggota terhadap hukum acara perdata. Undang-Undang DPR putusannya RI. Bahwa dalam tersebut Mahkamah Konstitusi menyatakan Mengabulkan Konstitusi serta Berdasarkan rumusan tersebut, dan yang masalah tersebut selanjutnya dalam penelitian ini permohonan Pemohon untuk sebagian, diharapkan dan putusan khasanah pengembangan teori ilmu yang pada pokoknya; bahwa Frasa hukum pada umumnya dan secara “Informasi Elekronik dan/atau Dokumen khusus berkaitan dengan teori tentang Elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan pembuktian dalam hukum acara perdata ayat (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE di Indonesia, selain dapat melengkapi dan Pasal 26A UU Pemberantasan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tindak pihak lain dalam bidang yang sama, selanjutnyamemberikan Pidana Korupsi adalah menjadi bagian dari 186 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 sehingga pada akhirnya diperoleh tujuan yaitu bahan yang memberi petunjuk penelitian maupun berupa pemahaman perspektif yang sama dan penjelasan terhadap bahan terhadap hukum sekunder dan primer. Teknik informasi elektronik dan/atau dokumen Pengumpulan Bahan Hukum melalui elektronik studi dan/atau hasil cetaknya peraturan perundang-undangan, sebagai alat bukti dalam perkara perdata literatur bagi para Penegak hukum dan para selanjutnya pencari keadilan. menggunakan pisau analisis kualitatif, Penelitian ini lebih menitikberatkan pada analisa perkembangan penulis alat bukti dan kepustakaan. diolah untuk Dan dianalisa yaitu dengan cara deduktif dari asas-asas terhadap hukum, serta secara hierarkhi dilakukan informasi sinkronisasi antara peraturan perundang- elektronik dan/atau dokumen elektronik undangan yang dan/atau hasil cetaknya setelah putusan informasi dan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU- implementasi XIV/2016. menganalisis bahan hukum, digunakan interpretasi mengatur transaksi teori. tentang elektronik, Dalam hukum, rangka yaitu proses pemberian makna dengan masih tetap Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian normatif. Dengan metode pendekatan berpegang pada teks peraturan perundang-undangan. undang-undang (statute approach) dan Pendekatan konseptual approach) yaitu (conceptual beranjak dari Hasil Dan Pembahasan Hukum acara perdata adalah hukum sekumpulan peraturan yang mengatur hukum tentang cara bagaimana seseorang harus penelitian ini terdiri dari; Bahan hukum bertindak terhadap orang lain, atau primer, yaitu bahan hukum yang bersifat bagaimana seseorang dapat bertindak autoritatif dan mengikat, Bahan hukum terhadap negara atau badan hukum, sekunder, yaitu bahan hukum yang demikian juga sebaliknya, seandainya memberi penjelasan terhadap bahan hak dan kepentingan mereka terganggu, hukum melalui perkembangan pembuktian. doktrin Sumber primer bahan seperti buku-buku bacaan, tulisan-tulisan ilmiah, hasil suatu pengadilan badan sehingga yang disebut tercapai tertib dengan hukum. Dengan demikian, tujuan hukum masalah yang diteliti, jurnal hukum, dan acara perdata adalah tercapainya tertib lain-lain, serta bahan hukum tertier, hukum, karena apabila cara bertindak penelitian yang berkaitan 187 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 untuk mempertahankan kepentingan dilakukan yang hak dan terganggu tidak itu melalui badan perkara di muka hakim atau pengadilan (Subekti, 1982 : 78). Hukum pembuktian (law of pengadilan maka akan terjadi tindakan evidence) dalam berperkara merupakan main hakim sendiri (eigenrichting) (Efa bagian yang sangat kompleks dalam Laela Farikhah, 2015 : 1). proses ligitasi. Kompleksitas itu akan Pembuktian adalah penyajian alat- semakin rumit karena alat bukti yang sah menurut hukum oleh berkaitan para pihak yang beperkara kepada merekonstruksi kejadian atau peristiwa hakim dalam suatu persidangan, dengan masa lalu (past event) sebagai suatu tujuan untuk memperkuat kebenaran kebenaran (truth). Meskipun kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi yang dicari dalam proses peradilan pokok sengketa, memperoleh dasar menjatuhkan dengan pembuktian kemampuan sehingga hakim perdata bukan kebenaran yang absolut kepastian untuk (ultimate truth) tetapi kebenaran yang keputusan (Bahtiar bersifat Effendie, et all, 1999 : 50). Menurut bersifat Subekti, dengan namun untuk menemukan kebenaran meyakinkan yang demikian pun tetap menghadapi Hakim tentang kebenaran dalil atau kesulitan (John J. Counds dalam M. dalil-dalil yang dikemukakan dalam Yahya Harahap, Tanpa Tahun : 496). yang “membuktikan” dimaksud ialah suatu persengketaan. Dengan demikian nampaklah bahwa kemungkinan Asas-asas (probable), dalam hukum itu pembuktian diantaranya sebagai berikut; dalam Asas ius curia novit, yang mengandung “persengketaan” atau “perkara” di muka bahwa Hakim dianggap mengetahui hakim atau pengadilan (Subekti, 1991 : akan hukum. Asas audi et alteram 7). partem, yang artinya bahwa kedua belah hanyalah pembuktian relatif atau bahkan cukup diperlukan Dalam proses pembuktian ada pihak yang bersengketa harus kegiatan membuktikan. Membuktikan diperlakukan sama (equal justice under adalah tentang law). Asas actor sequitur forum rei, kebenaran dalil atau dalil-dalil yang mengandung arti bahwa gugatan harus dikemukakan meyakinkan hakim dalam suatu diajukan pada pengadilan di mana sehingga tampaklah tergugat bertempat tinggal. Asas ini hanyalah dikembangkan dari asas presumption of diperlukan dalam persengketaan atau innocence yang dikenal dalam hukum persengketaan, bahwa pembuktian itu 188 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 pidana. Selanjutnya Asas affirmandi tercantum dalam Pasal 163 HIR/283 incumbitprobatio, arti RBg. Secara sepintas mudah untuk bahwa siapa yang mengaku memiliki diterapkan, namun sesungguhnya dalam hak maka ia harus membuktikannya, dan praktik merupakan hal yang sukar untuk Asas acta publica probant sese ipsa, menentukan secara tepat siapa yang berkaitan dengan pembuktian suatu akta harus otentik, yang berarti suatu akta yang membuktikan lahirnya tampak sebagai akta otentik Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, serta 1995 : 55). memenuhi mengandung syarat yang telah ditentukan dan beban pembuktiannya dibebani kewajiban sesuatu Kewajiban (Retnowulan untuk membuktikan terletak pada siapa yang mempersoalkan sesuatu otentik tidaknya akta tersebut. Asas mendalilkan, seperti dalam gugatan testimonium de auditu, artinya adalah dalam hal ini adalah penggugat, namun keterangan yang saksi peroleh dari apabila orang lain, saksi tidak mendengarnya bantahannya, maka dia dibebani pula atau mengalaminya sendiri melainkan untuk membuktikan dalil bantahannya, mendengar dari orang lain tentang dalam kejadian umumnya, membuktikan dalilnya adalah penggugat kesaksian berdasarkan pendengaran ini yang kemudian diikuti oleh tergugat tidak diperkenankan, karena keterangan (Sebagai perbandingan adalah Pasal yang diberikan bukan peristiwa yang 1865 dialaminya mengajukan tersebut. Pada sehingga hal ini siapa mengajukan kesempatan KUHPerdata; "Barang yang dalil untuk siapa atas merupakan alat bukti dan tidak perlu mana dia mendasarkan suatu hak, lagi dipertimbangkan. Asas unus testis diwajibkan nullus testis, yang berarti satu saksi peristiwa itu; sebaliknya barang siapa bukan saksi, artinya bahwa satu alat mengajukan peristiwa-peristiwa guna bukti untuk pembantahan hak orang lain, diwajibkan membuktikan kebenaran suatu peristiwa juga membuktikan peristiwa-peristiwa atau adanya hak. Teori Beban Pembuktian itu). tidaklah cukup tidak tergugat pada peristiwa-peristiwa saja sendiri, terletak untuk dan Kekuatan Pembuktian Di dalam membuktikan peristiwa- Dalam hukum acara perdata dalam pembagian beban rangka penilaian keabsahan penggunaan pembuktian dikenal asas; Siapa yang alat bukti mengenal prinsip pembuktian mendalilkan harus sebagaimana ditentukan dalam Pasal juga 163 HIR/283 RBg Jo. Pasal 1865 sesuatu membuktikannya. Asas dia ini 189 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 KUHPerdata yang menentukan bahwa; hakim tidak boleh melampaui batas- "Barangsiapa menyatakan mempunyai batas yang diajukan oleh pihak-pihak hak atas suatu barang, atau menunjuk yang beperkara. Pasal 178 ayat (3) suatu meneguhkan HIR/Pasal 189 ayat (3) RBg, melarang haknya, ataupun menyangkal hak orang hakim untuk menjatuhkan putusan atas lain, harus perkara yang tidak dituntut, atau akan Dengan demikian mengabulkan lebih dari yang dituntut kedua belah pihak, baik itu penggugat (Efa Laela Fakhriah, 2015). Namun maupun tergugat dapat dibebani dengan demikian pada hakikat tugas hakim itu beban pembuktian oleh hakim. Hal sendiri memang seharusnya mencari dan tersebut bermakna bahwa hakim wajib menemukan kebenaran materiil untuk memberikan beban pembuktian kepada mewujudkan keadilan materiil. peristiwa maka untuk orang membuktikannya". itu penggugat untuk membuktikan dalil atau Mengenai alat-alat bukti dan hukum peristiwa yang dapat mendukung dalil pembuktian, selain diatur dalam HIR tersebut, sedangkan bagi tergugat hakim dan wajib KUHPerdata. memberikan pembuktian suatu untuk beban membuktikan RBg, juga diatur dalam Akan tetapi, karena hukum pembuktian perdata merupakan bantahannya atas dalil yang diajukan bagian oleh tidak pengadilan pada kebenaran menangani perkara penggugat. diwajibkan bantahan Penggugat membuktikan tergugat, demikian pula dari hukum acara prinsipnya perdata perdata, dalam harus mendasarkan pada hukum pembuktian sebaliknya tergugat tidak diwajibkan dari untuk membuktikan kebenaran peristiwa KUHPerdata hanya sebagai pedoman yang diajukan oleh penggugat. Dengan saja apabila diperlukan, misalnya dalam demikian, jika penggugat tidak bisa suatu membuktikan dalil atau peristiwa yang dilaksanakan suatu peraturan hukum diajukannya, perdata ia harus dikalahkan, HIR dan perkara yang RBg, sedangkan perdata termuat harus dalam sedangkan jika tergugat tidak dapat KUHPerdata dan pelaksanaan ini hanya membuktikan bantahannya, ia harus tepat jika hukum KUHPerdata yang dikalahkan diikuti (Wirjono Projodikoro : 107). (Sudikno Mertokusumo, 2010 : 114). Dalam Pembuktian dalam perkara perdata, hukum acara perdata, khususnya di Indonesia tidaklah terlepas kebenaran yang harus dicari oleh hakim dari Buku Keempat KUHPerdata yang adalah kebenaran formal, artinya bahwa mengatur mengenai Pembuktian dan 190 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 Daluwarsa. Selain KUHPerdata, juga keputusan, Hakim harus tunduk dan diatur dalam Reglemen Indonesia yang berdasarkan alat-alat bukti yang telah dibaharui 1941 ditentukan oleh undang-undang saja, Buiten yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal hanya 164 Nomor (HIR); 44, Gewesten dan Staatblaad Reglement (RBg). HIR HIR/ 284 RBg dan 1866 diperuntukkan bagi Jawa dan Madura, KUHPerdata. Di luar alat bukti tersebut sedangkan RBg diperuntukkan di luar terdapat Jawa dan Madura. Pembuktian dalam dipergunakan buku kebenaran terjadinya suatu peristiwa keempat KUHPerdata adalah alat bukti untuk dapat mengungkap aspek materiil dari hukum acara perdata, yang sedangkan pembuktian dalam HIR dan pemeriksaan RBg mengatur aspek formil dari hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 153 acara perdata (Teguh Samudera, 1992 : HIR/180 RBg dan keterangan ahli 81). (expertise) yang diatur dalam Pasal 154 Alat bukti merupakan unsur penting di dalam pembuktian persidangan, menjadi yang sengketa, setempat yaitu (descente) HIR/181 RBg. Sebagaimana telah diuraikan karena hakim menggunakannya sebagai sebelumnya, pengaturan mengenai alat bahan pertimbangan untuk memutus bukti perkara. Alat bukti adalah alat atau KUHPerdata, disebutkan terdiri dari; upaya yang diajukan pihak beperkara bukti dengan tulisan, bukti dengan saksi, yang digunakan hakim sebagai dasar bukti dengan persangkaan, bukti dengan dalam memutus perkara. Dipandang dari pengakuan, dan bukti dengan sumpah segi pihak yang beperkara, alat bukti (Alfitra, 2011 : 133). Selanjutnya dalam adalah alat atau upaya yang digunakan Pasal 164 HIR/284 RBg, alat bukti untuk meyakinkan hakim di muka dalam perkara perdata adalah terdiri sidang pengadilan. Sedangkan dilihat dari; bukti dengan tulisan, bukti dengan dari segi pengadilan yang memeriksa saksi, bukti dengan persangkaan, dan perkara, alat bukti adalah alat atau upaya bukti dengan sumpah. terdapat dalam Pasal 1866 yang bisa digunakan hakim untuk Praktik di peradilan yang telah lama memutus perkara (Anshoruddin, 2004 : terjadi dan menjadi yurisprudensi tetap 25). adalah mengenai diakuinya alat bukti Pada hukum acara perdata, Hakim baru di luar dari yang telah ditentukan terikat pada alat-alat bukti yang sah, secara limitatif, berupa fotokopi suatu yang berarti bahwa dalam pengambilan surat atau akta. Pada Putusan Mahkamah 191 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 Agung RI Nomor 71K/Sip/1974 tanggal elektronik di Indonesia sudah dimulai 14 April 1976 menyebutkan bahwa sejak tahun 1997 melalui Undang- fotokopi dapat diterima sebagai alat undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang bukti disertai Dokumen Perusahaan. Apabila dilihat keterangan atau dengan jalan apapun dari sejarah pembentukannya, Undang- secara sah dapat ditunjukkan bahwa undang Nomor 8 Tahun 1997 ini fotokopi tersebut sesuai dengan aslinya dibentuk untuk mencabut dan mengganti (Mahkamah Agung : 549). ketentuan Pasal 6 KUHD yang mengatur apabila fotokopi itu Diajukannya fotokopi sebagai alat mengenai kewajiban penyimpanan bukti di era tahun 1970-an merupakan dokumen perusahaan yang saat ini sudah suatu terobosan langkah yang luar biasa tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan berani keluar dari pakem aturan dan yang telah ada dikarenakan fotokopi khususnya dalam bidang ekonomi dan pada telah perdagangan. Hal ini mengingat pada dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari perkembangan teknologi dan efisiensi oleh fotokopi dari sistem pencatatan yang sangat boros sebagai alat bukti di persidangan masih dan tidak efisien apabila terus menerus merupakan hal yang baru dalam praktik dilakukan pencatatan dalam di tertulis seperti buku dan lain sebagainya. saat itu masyarakat, pengadilan, meskipun namun sehingga dengan kebutuhan hukum masyarakat, bentuk diterimanya fotokopi sebagai alat bukti Sebagaimana disebutkan dalam yang baru, berarti pengadilan telah pertimbangan pembentukan undang- mendobrak aturan lama yang dinilainya undang ini, pada bagian "Menimbang" telah usang. Mahkamah Agung telah huruf f dinyatakan bahwa; "Kemajuan berani teknologi telah memungkinkan catatan menggunakan futuristik dalam interpretasi putusannya yang berkaitan dengan penggunaan alat bukti dan dokumen yang dibuat di atas kertas dialihkan ke dalam media elektronik." diluar HIR/RBg. Putusan Mahkamah Terhadap dokumen yang disimpan Agung inilah yang kemudian menjadi dalam bentuk elektronik (paperless) cikal bakal munculnya dan diakuinya tersebut dapat dijadikan alat bukti yang alat bukti lain di luar HIR/RBg dan sah seandainya kelak menjadi sengketa KUHPerdata yang dapat diterapkan yang dalam beracara perdata di pengadilan. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 Titik pengaturan awal pengakuan terhadap dan dokumen Tentang diselesaikan Dokumen di pengadilan. Perusahaan merupakan hukum khusus (lex specialis) 192 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 terhadap hukum pembuktian yang Signatures with Guide to Enactment berlaku sebagaimana diatur dalam HIR 2001 pada article 2 tentang "definition", dan KUHPerdata (Andar Purba, 2004 : terdapat istilah "data message" yang 69). pada Dengan disahkannya UU ITE lebih mengokohkan dasar adalah informasi elektronik pada umumnya, yaitu: bahwa "Information generated, sent, received pengertian alat bukti menjadi diperluas, or stored by electronic optical or sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 5 similiar means including, but not limited ayat (1) bahwa Informasi Elektronik to, electronic data interchange (EDI), dan/ atau Dokumen Elektronik dan/atau electronic mail, telegram, telex or hasil cetaknya merupakan alat bukti telecopy; and acts either on its own hukum yang sah. Dan selanjutnya dalam behalf or on behalf of the person it ayat (2) Elektronik Elektronik hukum dasarnya dinyatakan; Informasi represents". dan/atau Dokumen (Informasi elektronik adalah informasi dan/atau hasil cetaknya yang dihasilkan, dikirim, diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ataudisimpan oleh alat-alat elektronik merupakan perluasan dari alat bukti atau sejenisnya termasuk, tetapi tidak yang sah sesuai dengan hukum acara terbataspada electronic data interchange yang berlaku di Indonesia. (EDI), surat elektronik, telegram, telex Pengertian Informasi Elektronik atautelekopi; dan tindakan-tindakan berdasarkan Pasal 1 angka (1) UU ITE lainnya untuk kepentingan pribadi atau adalah satu atau sekumpulan data atas nama orang yang diwakilkan) elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas (Ahmad M. Ramli, Pager Gunung, dan pada Indra Priadi, 2005 : 37). tulisan, suara, gambar, rancangan, foto, electronic interchange (EDI), surat peta, data Sedangkan mengenai definisi elektronik Dokumen Elektronik berdasarkan Pasal (electronic mail), telegram, perforasi 1 angka (4) UU ITE adalah; Setiap yang telah diolah yang memiliki arti informasi atau dapat dipahami oleh orang yang diteruskan, dikirimkan, diterima, atau mampu memahaminya". disimpan dalam bentuk analog, digital, Definisi informasi elektronik elektronik elektromagnetik, yang yang optikal, atau menurut UU ITE ini tidak jauh berbeda sejenisnya, dari definisi informasi elektronik dalam ditampilkan, dan/ atau didengar melalui UNCITRAL Model Law on Electronic komputer atau dapat dibuat, sistem dilihat, elektronik, 193 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 termasuk tetapi tidak terbatas pada yang berlaku secara konvensional yaitu tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata foto atau sejenisnya, huruf, tanda, (KUHPerdata) angka, kode akses, simbol atau perforasi Internasional, sementara sebagian lagi yang memiliki makna atau arti atau diadopsi dari rekomendasi organisasi dapat dipahami oleh orang yang mampu internasional memahaminya”. rekomendasi UNCITRAL). dapat Dengan disimpulkan dokumen demikian, bahwa elektronik setiap Hukum Perdata (menggunakan Tidak sembarang informasi pasti elektronik dan/atau dokumen elektronik informasi elektronik, namun informasi dapat dijadikan alat bukti yang sah. elektronik Menurut UU ITE, suatu informasi belum sudah dan tentu dokumen elektronik. elektronik dan/atau dokumen elektronik Indonesia dalam keberlakuan memandang hukum dalam dinyatakan sah untuk dijadikan alat bukti apabila menggunakan sistem perkembangan transaksi elektronik atau elektronik yang sesuai dengan ketentuan perniagaan (e-commerce) yang diatur dalam UU ITE, yaitu sistem mahzab elektronik yang andal dan aman, serta kompromistis, yang menjadi penengah memenuhi persyaratan minimum yaitu; dan mengakomodir pendapat antara Dapat menampilkan kembali informasi mahzab klasik dan mahzab modern. elektronik dan/atau dokumen elektronik Mahzab ini menganggap bahwa hukum secara utuh sesuai dengan masa retensi atau peraturan yang lama sebagian dapat yang digunakan tetapi aturan-aturan tersebut perundang-undangan, Dapat melindungi perlu diamandemen, dilengkapi dan ketersediaan, diadaptasi bahkan diperbaiki sesuai kerahasiaan, dan keteraksesan informasi dengan kondisi yang berkembang. Hal elektronik tersebut sistem elektronik cenderung mengikuti dapat dilihat berdasarkan ditetapkan dengan keutuhan, dalam elektronik peraturan keotentikan, penyelenggaraan tersebut, Dapat ketentuan Pasal 5 sampai Pasal 22 UU beroperasi sesuai dengan prosedur atau ITE yang mengatur tentang transaksi petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik, tanda tangan elektronik, elektronik tersebut, Dilengkapi dengan sertifikasi sertifikasi prosedur atau petunjuk yang diumumkan keandalan (trust mark), serta agen dengan bahasa, informasi, atau simbol elektronik. pengaturannya yang dapat dipahami oleh pihak yang diserahkan pada hukum atau ketentuan bersangkutan dengan penyelenggaraan elektronik, Sebagian 194 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 sistem elektronik tersebut; dan Memiliki yang menarik perhatian masyarakat mekanisme yang berkelanjutan untuk adalah menjaga 1538/Pdt.G/2013/PA Tgrs, merupakan kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau perkara petunjuk. diperiksa Beberapa Perkara perdata yang dalam pemeriksaan di persidangan perkara gugatan di Nomor perceraian Pengadilan yang Agama Tigaraksa. Dalam perkara ini Penggugat menghadirkan bukti berupa foto, mengakui alat bukti berupa informasi percakapan dalam BBM, dan SMS, elektronik dan/ dokumen elektronik dan/ selain itu Penggugat juga menghadirkan hasil cetaknya, diantaranya adalah perkara ahli dari ITB Bandung untuk menguji Nomor 300/Pdt.G/2009/PN Tng, antara keotentikan bukti yang diajukan tersebut RS. Omni International Hospitals Alam di muka persidangan. Ahli menyatakan Sutera Tangerang sebagai Penggugat bahwa foto, rekaman BBM dan SMS melawan sebagai tersebut adalah asli (Lihat Putusan Nomor Nomor Tergugat. Prita Mulyasari Perkara 371/Pdt.G/2011/PN JktPst, dalam pembuktian perkara ini Para Penggugat 1538/Pdt.G/2013/PA Tgrs, tertanggal 25 Pebruari 2014). Pertimbangan Majelis dalam mengajukan bukti yang diantaranya beberapa perkara perdata yang dalam dinyatakan “Fotokopi putusannya menyatakan bahwa bukti korespondensi surat elektronik (email) yang diajukan para pihak berperkara antara Para Penggugat dengan Tergugat” sebagai alat bukti hasil cetak dokumen dan Fotokopi halaman depan Tabloid elektronik dikategorikan sebagai bukti Suara edisi 18 September 2009 dengan surat merupakan salah satu bentuk sumber yang diunduh dari alamat web; penemuan hukum, yaitu melalui metode http://issuu.com/mamasmoe/docs/suara_ interprestasi ekstensif dengan memaknai september_mid_2009. dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor putusannya Majelis yang memeriksa 11 tahun 2008 diperluas maknanya memberikan pertimbangan antara lain; untuk menerima alat bukti sebagaimana bahwa bukti bukti yang diajukan Para diatur dalam HIR/ RBg. Interpretasi Penggugat merupakan ekstensif inilah yang dalam praktek korenspondensi surat elektronik (email) telah banyak mendorong perkembangan antara Para Penggugat dengan Tergugat, hukum acara perdata, hal tersebut bukti tersebut merupakan hasil cetak dikarenakan interpretasi ekstensif secara dokumen elektronik. Perkara berikutnya komprehensif menyelaraskan kebutuhan sebagai adalah 195 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 masyarakat acara dalam perdata lapangan hukum dikaitkan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang ketentuan-ketentuan hukum acara yang tidak telah ada, sehingga hukum acara yang dilakukan dalam berlaku akan selalu mengikuti dan hukum menyesuaikan dengan perkembangan kejaksaan, kehidupan masyarakat. penegak hukum lainnya yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi Republik dimaknai atas sebagai alat bukti rangka penegakan permintaan kepolisian, dan atau/atau berdasarkan institusi Undang-undang Indonesia pada tanggal 7 September sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 2016 telah menjatuhkan putusan dalam ayat (3) UU ITE. perkara Pengujian Nomor 11 Undang-undang Tahun 2008 Tentang Lantas bagaimana dalam proses pemeriksaan perkara perdata yang tidak Informasi dan Transaksi Elektronik dan melibatkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 kepolisian dan kejaksaan sebagaimana Tentang Undang- ditunjuk dalam amar putusan Mahkamah undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Konstitusi tersebut, sedangkan aparat Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi penegak hukum itu tak lagi domain Terhadap Dasar kepolisian, kejaksaan ataupun hakim, Negara Republik Indonesia yang dijukan sebagaimana telah ditentukan dalam oleh Drs. Setya Novanto, pekerjaan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Anggota DPR RI. Perkara tersebut Tentang Advokat juga telah menyatakan bermula dari keberatan pihak pemohon Advokat merupakan aparat penegak atas rekaman suaranya yang dipakai hukum. sebagai Perubahan Undang-Undang bukti. tersebut Atas Dalam Mahkamah putusannya Putusan bertolak menyatakan; Mengabulkan permohonan semangat UU Pemohon memberikan sebagian, dan penegak Mahkamah tersebut untuk Konstitusi aparat dengan yang telah perlindungan/kepastian selanjutnya memberikan putusan yang hukum pada menggunakan sarana elektronik dan pokoknya; Frasa “Informasi atas Konstitusi belakang ITE hukum aktifitas Elekronik dan/atau Dokumen Elektronik teknologi dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta umum dilakukan. Putusan tersebut juga Pasal 44 huruf b UU ITE dan Pasal 26A telah mereduksi ketentuan dalam UU UU ITE yang menyatakan bahwa Informasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah bertentangan dengan Elektronik informasi yang manusia dan/atau semakin Dokumen 196 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 Elektronik dan/atau hasil cetaknya di luar HIR/RBg dan KUHPerdata yang merupakan alat bukti hukum yang sah. dapat diterapkan dalam beracara perdata Serta menambah (memperluas) jenis alat di pengadilan. Dan juga berdasarkan bukti hukum yang selama ini dikenal Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 dalam hukum acara yang berlaku, tanpa Tentang Dokumen Perusahaan. Maka mempersoalkan bagaimana alat bukti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor tersebut dihasilkan sepanjang alat bukti 20/PUU-XIV/2016 dimaksud dapat dipertanggungjawabkan memberikan penafsiran terhadap frasa keutuhannya dan Informasi Elekronik dan/atau Dokumen dihasilkan dari sistem elektronik yang Elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan telah ditetapkan UU. ayat (2) menjadi tidak berlaku terhadap (integritasnya) Perjalanan panjang praktik hukum acara perdata di Indonesia sehingga berjalan paralel mengikuti yang telah hukum acara perdata. Salah satu karakteristik yang membedakan alat bukti berupa hasil perkembangan teknologi dan informasi cetak sehingga elektronik dalam proses pembuktian di hukum menjadi ketinggalan jaman, memperluas pengertian tidak sehingga alat dokumen dan/atau persidangan adalah informasi tidak diperlukan bukti bentuk aslinya (soft copy) dan cukup dengan diakuinya Informasi elektronik hanya dalam bentuk hasil cetakannya dan/atau dokumen elektronik dan/atau (print hasil cetaknya sebagai alat bukti dengan elektronik antara informasi yang asli mendasarkan pada sumber hukum acara dengan salinannya tidak relevan lagi perdata untuk dibedakan, sistem elektronik pada diantaranya Yurisprudensi Putusan adalah Mahkamah out). Dalam lingkup dasarnya beroperasi dengan cara Agung RI Nomor 71K/Sip/1974 tanggal penggandaan 14 April 1976 yang merupakan suatu informasi terobosan langkah yang luar biasa dan dibedakan lagi dari salinannya. Apabila berani keluar dari pakem aturan yang dalam telah ada dan berani menggunakan pemeriksaan perkara perdata ternyata interpretasi futuristik dalam putusannya terdapat yang berkaitan dengan penggunaan alat keaslian dari hasil cetakan (print out), bukti hakim dapat menanyakan kepada para diluar kemudian HIR/RBg menjadi cikal sehingga bakal munculnya dan diakuinya alat bukti lain yang sistem yang proses mengakibatkan asli tidak pembuktian keraguan mengenai dapat dalam aspek pihak berperkara maupun kepada ahli. Hal yang sama adalah apabila salah 197 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 satu pihak tidak mengakui atau “Kekuatan pembuktian suatu bukti meragukan keaslian dari alat bukti tulisan adalah pada akta aslinya. Apabila berupa hasil cetak dokumen dan/atau akta yang asli itu ada, maka salinan- informasi elektronik tersebut, maka salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah diperlukannya keterangan ahli untuk dapat dipercaya, sekadar salinan-salinan menjadi hakim serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan dan aslinya, yang mana senantiasa dapat dalam dasar pertimbangan menentukan keaslian selanjutnya hakim menentukan sah atau diperintahkan mempertunjukkannya”. tidaknya alat bukti tersebut dalam persidangan. Kemungkinan adalah jika dalam Sedangkan dalam Putusan MA lainnya Nomor 3609K/Pdt/1985, terdapat kaidah pemeriksaan di hukum yang menyatakan bahwa; “Surat persidangan para pihak berperkara tidak bukti ada yang membantah atau menyatakan diajukan atau tidak pernah ada surat tidak sama dengan aslinya maka alat aslinya, harus dikesampingkan sebagai bukti berupa hasil cetak dokumen surat bukti”. Ketentuan yang berbeda elektronik telah berkaitan dengan bentuk asli dari alat memenuhi aspek keaslian sebagai alat bukti surat yang diajukan di persidangan bukti dan menjadi alat bukti yang sah. tersebut tersebut Ketentuan dianggap yang diatas tidak dapat pernah dikembalikan tidak kepada asas-asas hukum, yaitu asas lex diperlukannya bentuk asli dari hasil specialis derogat legi generalis dan asas cetak dokumen dan/informasi elektronik Lex sebagai alat bukti surat berdasarkan sehingga ketentuan dalam Pasal 6 UU ITE. pertentangan hukum, namun menjadi Ketentuan tersebut ternyata berbeda sebuah ketentuan yang berlaku dan dengan ketentuan yang sudah ada dan mengikat berlaku sebelumnya, yaitu Pasal 1888 tertentu. KUHPerdata tentang fotokopi serta posterior derogat tidak dalam legi menjadi priori, sebuah keadaan-keadaan Yurisprudensi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara Nomor 3609K/Pdt/1985 Simpulan Sejak berlakunya Undang-undang yang sudah memberikan pengaturan Nomor mengenai salinan/fotocopy dari sebuah Informasi dan Transaksi Elektronik, surat yang diajukan sebagai bukti di maka Informasi elektronik dan/ atau persidangan. 1888 dokumen elektronik dan/ atau hasil bahwa; cetaknya diterima sebagai alat bukti KUHPerdata Dalam Pasal dinyatakan, 11 Tahun 2008 Tentang 198 Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 dalam hukum acara yang berlaku. acara perdata. Ketentuan tersebut juga memperkuat pengaturan tentang alat bukti dalam bentuk digital yang sebelumnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan, yang menyatakan bahwa; “Dokumen Perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah”. Dalam perkembangannya kedua peraturan tersebut telah mendorong hukum acara perdata terutama dalam pengaturan tentang pembuktian menjadi bersifat lebih terbuka (tidak limitatif). Daftar Pustaka Buku Alfitra, 2011, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di Indonesia, Cetakan 1.Jakarta. Raih Asa Sukses. Effendie, Bahtiar, Masdari Tasmin, dan A. Chodari, 1999, Surat Gugat Dan Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata. Bandung.Citra Aditya Bakti. Efa Laela Fakhriah, 2015, Perbandingan HIR dan RBG Sebagai Hukum Acara Perdata Positif di Indonesia. Bandung.Keni Media. Munir Fuady, 2001, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata). Bandung. Citra Aditya Bakti. Perjalanan panjang praktik hukum acara perdata di Indonesia sehingga selalu berusaha tidak tertinggal dan mengikuti perkembangan jaman dengan memperluas pengertian alat bukti dengan diakuinya Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai alat bukti berdasarkan pada sumber hukum acara perdata berupa Undang-undang maupun Yurisprudensi Maka Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUUXIV/2016 yang telah M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta. Sinar Grafika. 2005. O.C. Kaligis, 20102, Penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi & Transaksi Elektronik Dalam Prakteknya. Jakarta. Yasrif Watampone. Sudikno Mertokusumo, 2010, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi 8. Yogyakarta. Liberty. memberikan penafsiran terhadap frasa Informasi Elekronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menjadi tidak berlaku terhadap hukum Clara Lintang Parica, 2009, Keterkaitan Arsip Elektronik Sebagai Alat Bukti Sah di Pengadilan. Yogyakarta. Badan Perpustakaan dan Arsip DIY. 199 Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia Bandung.Refika Aditama. Ahmad M. Ramli, Pager Gunung, dan Indra Priadi, 2005, Menuju Kepastian Hukum di Bidang: Informasi dan Transaksi Elektronik, Jakarta. DepartemenKomunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Rechtidee, Vol. 11. No. 2, Desember 2016 Subekti. 1982, Hukum Acara Perdata. Bandung. Binacipta. Subekti, 1991, Hukum Pembuktian, Jakarta. Pradnya Paramita. Retnowulan Sutantio, dan Iskandar Oeripkartawinata, 1995, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik. Bandung. Mandar Maju.