BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Pembelajaran Matematika a. Pengertian Pembelajaran pada Anak Usia Dini Kompetensi yang harus dikuasai oleh guru adalah mengelola pembelajaran yang mendidik, khususnya untuk guru Taman Kanakkanak, tidak hanya mengelola pembelajaran yang mendidik tetapi juga bertanggung jawab dalam mengelola pembelajaran yang mendidik dan menyenangkan”. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala, 2011: 62), “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Masitoh, Heny, dan Ocih (2005: 1.19) berpendapat, “Pembelajaran anak usia dini/TK pada hakikatnya adalah pembelajaran yang berorientasi bermain (belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar), pembelajaran yang berorientasi perkembangan yang lebih banyak memberi kesempatan kepada anak untuk dapat belajar dengan cara-cara yang tepat”. Dunia anak adalah dunia bermain, begitu juga dalam memberikan pembelajaran kepada anak akan lebih tepat bila disajikan dalam sebuah permainan, sehingga anak tidak anak merasa terpaksa dan terbebani dalam belajar. Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar yang dilaksanakan secara terprogram, sehingga dapat 6 7 memberdayakan potensi menjadi kompetensi. Sedangkan pembelajaran untuk anak usia dini hakikatnya adalah pembelajaran yang berorientasi pada kegiatan bermain. b. Pengertian Matematika Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat terhadap segala sesuatu yang dapat menarik perhatiannya. Melalui rasa ingin tahu, anak memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, sehingga dapat meningkatkan penalaran dan membentuk daya imajinasinya. Untuk meningkatkan penalaran pada anak salah satunya melalui pembelajaran matematika. Haryono (2014: iv) berpendapat, “Matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan bidang ilmu pengetahuan lainnya. Sebagai The quen of sciences matematika menunjukan perannya sebagai induk atau dasar ilmu pengetahuan”. Peran pembelajaran matematika berpengaruh terhadap ilmu pengetahuan yang lainnya, disinilah pentingnya pengenalan matematika sejak anak usia dini. Mercer dan Mercer (Delphie, 2009: 1) menyatakan, “Semua orang harus mempelajari matematika karena merupakan sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam bahasa, membaca dan menulis”. Setiap manusia tidak terlepas dari masalah, oleh sebab itu dalam mempelajari matematika, anak akan belajar untuk menyelesaikan masalah mereka. Johnson dan Myklebust (Abdurrahman, 2003: 252) mengemukakan, “Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir”. Matematika secara simbolis menyatakan hubungan jumlah dan ruang yang bertujuan untuk memudahkan manusia dalam berpikir. 8 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang berpengaruh terhadap perkembangan bidang ilmu pengetahuan lainnya dan merupakan sarana untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. c. Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini Pembelajaran matematika anak usia dini dimulai sejak mereka masih bayi. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari Smith & Price (2012: 3) “Babies start to make sense of the world in mathemathical ways from birth: recognising the difference between small number of object and recognising shapes and pattern of familiar object in the environment around them. No one sets out to teach it to them, it is part of hoe their brains work”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diartikan bahwa bayi mulai memahami dunia matematika sejak lahir, mengenali perbedaan antara kecil jumlah dari objek dan mengenali bentuk pola dari lingkungan sekitar mereka. Piaget (Suryanto, 2005: 161) menyatakan, “Tujuan pembelajaran matematika untuk anak usia dini sebagai logico mathematical learning atau belajar berpikir logis dan matematis dengan cara yang menyenangkan dan tidak rumit. Jadi tujuannya bukan agar anak dapat menghitung sampai seratus atau seribu, tetapi memahami bahasa matematis dan penggunaannya untuk berpikir”. Matematika sebagai bahasa simbolis yang kegunaanya memberi kemudahan kepada manusia dalam berfikir dan melatih anak dalam berfikir logis. Sujiono (2008, 11.5) mengemukakan, “Permainan matematika yang diberikan pada anak usia dini pada kegiatan belajar di TK bermanfaat antara lain; pertama membelajarkan anak berdasarkan konsep matematika yang benar, menarik dan menyenangkan”. Penyampaian pembelajaran yang menyenangkan akan menarik perhatian anak dalam belajar. 9 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan matematika sudah dapat diperkenalkan sejak anak usia dini. Pengenalan matematika yang disampaikan secara menyenangkan dapat menarik perhatian anak dalam belajar. Tujuan dari pembelajaran matematika untuk anak usia dini yaitu melatih anak dalam berfikir logis dan sistematis. 2. Hakikat Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini a. Pengertian Perkembangan Kognitif Sujiono (2008: 1.20) berpendapat, “Pengembangan kognitif sangat penting, hal ini dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksploirasi terhadap dunia sekitar melalui panca indranya sehingga dengan pengetahuan yang didapat, anak dapat melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia yang utuh sesuai dengan kodratnya sesuai dengan makhluk Tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada di dunia untuk kepentingan dirinya dan orang lain”. Sejalan dengan pendapat di atas Susanto (2011: 48) menyatakan, “Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa”. Selanjutnya Vigotsky (Hildayani, 2006: 3.22) berpendapat, “Pertumbuhan kognitif seorang anak tidak semata-mata terjadi karena hubungannya dengan objek, namun juga dalam hubungannya dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih berpengetahuan. Dengan kata lain lingkungan sosial dan budaya amat berperan dalam meningkatkan perkembangan kognitif seorang anak”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama ditujukan dengan ide-ide belajar yang diperoleh dari lingkungan sekitar. 10 b. Tahap Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Syah, 2004: 26) menyatakan, “Perkembangan kognitif memiliki empat tahapan yaitu tahap sensori-motoris, tahap praoperasional, tahap konkrit, dan tahap operasional formal”. Tahap pertama yaitu sensori-motoris (0-2 tahun) pada tahap intelegensi sensori motor dipandang sebagai intelegensi praktis yang berfaedah bagi anak usia 0-2 tahun untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum anak mampu berpikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Anak pada tahap ini belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaan secara praktis dan menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang sedang anak perbuat kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan. Tahap kedua yaitu praoperasional (2-7 tahun) pada tahap ini terjadi dalam diri anak ketika berumur 2 sampai 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan sempurna mengenai objek permanen. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksis pada suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dari pandangan periode sensori motor, yaitu tidak lagi bergantung pada pengamatan sebelumnya. Tahap ketiga yaitu konkrit (7-11 tahun) pada tahap ini anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut satuan langkah berfikir. Kemampuan satuan berfikir ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam system pemikirannya sendiri. Satuan langkah berfikir anak terdiri atas aneka ragam tatanan langkah yang masing-masing berfungsi sebagai skema kognitif khusus yang merupakan perbuatan intern yang tertutup yang dapat di bolak-balik atau ditukar dengan operasi-operasi lainnya. Satuan langkah berfikir anak kelak akan menjadi dasar terbentuknya intelegensi. 11 Tahap keempat yaitu operasional formal (11 tahun keatas) dalam tahap perkembangan formal-operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak masa remaja, yaitu usia 11-15 tahun, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran konkret-operasional, perkembangan kognitif tahap akhir ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif. Pendidik harus memahami tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut, sehingga dalam proses pengembangan kognitif anak dapat disesuaikan dengan tahapan yang sesuai dengan usia anak, sehingga setiap anak mampu menyelesaikan tugas perkembangannya sesuai dengan usia dalam setiap tahapan. 3. Hakikat Kemampuan Mengenal Bilangan a. Pengertian Kemampuan Kemampuan adalah hal yang dibutuhkan makhluk hidup untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Begitupun manusia mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Menurut Robbins (Suratno, 2013: 1), “Kemampuan adalah sebagai mengerjakan berbagai tugas suatu kapasitas individu untuk dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik”. Soelaiman (2007: 112) menyatakan, “Kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang yang dapat menyelesaikan pekerjaanya, baik secara mental ataupun fisik”. Sedangkan Moeliono (2005: 707) menyatakan, “Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita berusaha dengan diri sendiri”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan seseorang dalam menguasai keahlian untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Oleh sebab itu 12 manusia harus mengoptimalkan kemampuannya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. b. Pengertian Bilangan Soedadiatmojo (1983: 67) berpendapat, “Bilangan adalah suatu idea yang digunakan untuk menggambarkan atau mengabtraksikan banyaknya anggota suatu himpunan. Bilangan itu sendiri tidak dapat dilihat, ditulis, dibaca dan dikatakan karena merupakan suatu idea yang hanya dihayati atau dipikirkan saja”. Merseve (Dali, 1980: 42) menyatakan, “Bilangan adalah suatu abstraksi. Sebagai abstraksi bilangan tidak memiliki keberadaan secara fisik. Sedangkan Sudaryanti (2006: 1) menyatakan, “Bilangan adalah suatu obyek matematika yang sifatnya abstrak dan termasuk ke dalam unsur yang tidak didefinisikan”. Sudaryanti (2006: 1) berpendapat, “Bilangan adalah suatu konsep matematika yang bersifat abstrak yang sangat penting untuk anak sebagai landasan dasar penguasaan konsep matematika di jenjang pendidikan selanjutnya”. Bilangan merupakan bagian dari pengalaman anak sehari-hari dan sebagai dasar penguasaan dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Bilangan bersifat abstrak yaitu sebagai gambaran jumlah anggota suatu himpunan. Oleh sebab itu guru harus mampu menyampaikan pembelajaran mengenal bilangan pada anak dengan wujud benda yang konkrit atau simbol-simbol yang disebut dengan lambang bilangan. Pengenalan bilangan di TK digunakan untuk menunjukkan pengetahuan tentang nama angka atau lambang bilangan, bilangan dan nomor. 13 4. Hakikat Media Lotto Angka a. Pengertian Media Media digunakan supaya pembelajaran menjadi menarik minat belajar anak. Selain itu media dapat meringankan tugas guru dalam menyampaikan pembelajaran. Arsyad (2011: 3) menyatakan, “Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan”. Media merupakan alat bantu untuk mempermudah penyampaian materi pembelajaran dari guru kepada anak didik. Seels dan Glasgow (Arsyad, 2011: 33) menyatakan, “Media dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu media tradisional dan media teknologi mutakhir”. Media tradisional adalah media visual diam yang diproyeksikan sedangkan media teknologi mutakhir adalah media berbasis telekomunikasi dan berbasis mikroprosesor. Anitah (2009: 123) mengemukakan, “Kata media berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat. Media juga dapat diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu antara sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi. Oleh karena itu, media pembelajaran berarti sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan”. Berdasarkan pendapat di atas media adalah perantara untuk menyalurkan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan. Apabila pesan dalam pembelajaran dapat tersalurkan dengan baik, maka hasil pembelajaran akan optimal. Variasi dari media sangat dibutuhkan untuk menarik perhatian dan minat anak dalam belajar. 14 b. Penggunaan dan Pemilihan Media Pembelajaran Menurut Strauss dan Frost (Indriana, 2011: 32) mengemukakan, “Sembilan faktor kunci yang harus menjadi pertimbangan dalam memilih media pembelajaran. Kesembilan faktor kunci tersebut antara lain batasan sumber daya institusional, kesesuaian media dengan mata pelajaran yang diajarkan, karakteristik siswa atau anak didik, perilaku pendidik dan tingkat keterampilannya, sasaran pembelajaran mata pelajaran, hubungan pembelajaran, waktu dan tingkat keragaman media”. Anitah (2009: 205) mengemukakan, “Pertimbangan yang lebih singkat dalam pemilihan media adalah tujuan pembelajaran, pebelajar, ketersediaan, ketepatgunaan, biaya, mutu teknis, kemampuan SDM”. Guru harus dapat menentukan media yang tepat dalam pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran, biaya dan ketepatgunaan. Selanjutnya Saud (2009: 97) mengemukakan, “Prinsip dalam pemilihan media adalah tepat guna, berdaya guna dan bervariasi”. Tepat guna artinya media pembelajaran yang digunakan sesuai dengan kompetensi dasar. Berdaya guna artinya media pembelajaran yang digunakan mampu meningkatkan motivasi siswa. Bervariasi artinya media pembelajaran yang digunakan mampu mendorong sikap aktif siswa dalam belajar. Berdasarkan pendapa di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya pemilihan media dalam pembelajaran. Media harus disesuaikan dengan sasaran yaitu peserta didik, kemudian juga harus memperhatikan kondisi lingkungan belajar serta dapat divariasikan sehingga mampu meningkatkan motivasi anak dalam belajar. c. Pengertian dan Penggunaan Media Lotto Angka Media lotto angka dapat digunakan dalam pembelajaran mengenal warna, membuat pola, mengklasifikasikan, menyusun dan 15 mengurutkan. Sedangkan media lotto angka dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengenal bilangan pada anak. Gambar 2.1 Media Lotto Angka dengan Subtema “Bintang” Pernyataan dari Sao Paulo (2013: vol. 31), “The game was a mathematical model, analogous to an equation or a function”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diartikan bahwa permainan lotto angka adalah model pembelajaran matematika dalam sebuah permainan dengan mencari persamaan atau fungsi, terkait dengan penelitian ini adalah mencocokan antara lambang bilangan dengan bilangannya. Suryaningrum (2012: 2) mengemukakan, “ Lotto merupakan media visual yang mampu membantu anak dalam meningkatkan aspek perkembangan kognitif”. Lotto dapat digunakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan kognitif. Media lotto dapat divariasikan sesuai kebutuhan pembelajaran diantaranya ada lotto angka, lotto warna, dan lotto pola sesuai dengan aspek yang akan dikembangkan, dalam hal ini peneliti menfokuskan pada pengenalan bilangan dengan menggunakan media lotto angka. Selanjutnya Eliyawati (2005: 76) menyatakan, “Pengertian lotto angka adalah permainan untuk anak usia 4-5 tahun dan dapat dimainkan secara perorang atau kelompok dibuat dari triplek atau dupleks yang terdiri dari papan lotto berukuran17,5 cm x 17,5 cm, 10 kartu lotto yang terdiri dari 10 macam angka 1-10”. Media lotto angka adalah media 16 dalam permainan mencocokan untuk anak usia 4-5 tahun dengan tujuan meningkatkan daya nalar dan kemampuan mengenal bilangan. Media lotto ini dapat digunakan sebagai media bermain dengan variasi permainan sesuai keinginan anak seperti bermain kelompok maupun individu. Media lotto merupakan salah satu media visual pembelajaran yang berisikan gambar, media ini terbuat dari triplek berukuran 17,5x17,5 dan kartu pasangannya serta dapat membantu anak untuk meningkatkan aspek perkembangannya. Media lotto dapat dibuat sesuai kebutuhan pembelajaran sesuai dengan tema yang sedang dipakai.. Eliyawati (2005: 76) menyatakan langkah-langkah penggunaan media lotto angka sebagai berikut; anak terlebih dahulu diberi penjelasan tentang media lotto angka dan cara bermainnya, yaitu langkah-langkah penggunaan media ini dengan mencampur aduk 10 kartu lotto yang berisi gambar benda dengan jumlah 1-10, kemudian anak diminta untuk menyusun kartu lotto angka yang terdapat gambar bilangan 1-10 pada papan lotto sesuai dengan angka yang ada pada papan lotto. Berikut adalah cara bermainnya; ada 1 pemain, si "A". Si "A" mendapat giliran pertama, dia harus mengambil papan lotto dan menghitung jumlah gambar bintang pada kartu lotto angka, kemudian memasangkannya pada papan lotto sesuai dengan angkanya, sehingga papan lotto dipasangkan dengan kartu lotto menjadi sempurna. Setelah “A” selesai bermain, dilanjutkan oleh si “B” dan begitu seterusnya sampai semua anak mendapat giliran bermain. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media lotto angka ini sangat mudah apabila diterapkan kepada anak untuk meningkatkan kemampuan mengenal bilangan. Permainan ini dilakukan secara bergantian sesuai dengan arahan dari guru. 17 d. Kelebihan Media Lotto Angka Hartati (2005: 34) menyatakan, “Sebagian besar anak merupakan pebelajar visual, anak senang dengan hal nyata yang dapat menimbulkan pemikiran baru, dalam hal ini pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan media gambar”. Sejalan dengan pernyataan tersebut, media lotto angka juga termasuk dalam media bergambar. Sujiono (2008: 8.34) menyatakan, “Kelebihan media lotto angka adalah sebagai berikut; mampu merangsang perkembangan syaraf kognitif anak, mampu mengembangkan kemampuan anak dalam memecahkan suatu masalah, dapat menjalin kerjasama dan bersosialisasi dengan teman kelompoknya saat memainkan media lotto angka, mengembangkan kemampuan anak dalam membedakan warna dan yang ada pada media lotto angka (melatih intelektual), mampu mengembangkan edukasi anggota tubuh baik tangan atau jari, mata, membiasakan anak bersosialisasi dengan teman-temannya karena permainan ini dapat dilakukan perorangan dan kelompok dan seru dijadikan permainan saat ada acara kelompok baik itu sekolah, keluarga”. Media lotto angka terdiri dari papan lotto angka dan kartu angka bergambar. Sejalan dengan hal tersebut maka menurut Shinta Ratnawati (2001: 96), “Kartu angka bergambar dapat merangsang anak agar lebih cepat mengenal angka, membuat minat anak semakin kuat dalam menguasai konsep bilangan serta merangsang kecerdasan dan ingatan anak”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat kelebihan media lotto angka dalam meningkatkan kemampuan mengenal bilangan pada anak. Permainan dengan menggunakan media lotto angka ini selain anak lebih cepat dalam mengenal bilangan, anak juga dapat bereksplorasi menggunakan kartu angka bergambar tersebut. 18 e. Kekurangan Media Lotto Angka Selain memiliki kelebihan, media lotto juga memiliki beberapa kelemahannya Suryaningrum (2012: 2) yaitu “Memerlukan banyak waktu untuk membuat media, tidak bisa menjangkau sasaran yang besar sasaran didik terbatas pada kelompok dan individu, memerlukan pengawasan yang cermat oleh pendidik”. Media lotto angka terdiri dari papan lotto dan kartu angka bergambar. Kelemahan dari kartu angka bergambar menurut Ni Putu (2015: vol 3), “Jika tidak dirawat dengan baik, media kartu angka akan mudah rusak dan hilang, memerlukan kreatifitas dari guru yang tinggi untuk memberikan inovasi dari media kartu angka sehingga tidak membuat bosan anak”. Metode bermain adalah metode yang digunakan dalam penggunaan media lotto angka. Metode bermain juga memiliki kekurangan, seperti yang dijelaskan oleh Priyono (2012: www.id.shvoong.com) yaitu: a. Membutuhkan biaya yang lebih, karena dalam metode bermain membutuhkan alat atau media yang harus dipersiapkan terlebih dahulu. b. Membutuhkan tuang atau tempat yang khusus sesuai dengan tipe permainan yang dilakukan. c. Sering terjadi saling berebut alat atau media bermain antara anak yang satu dengan yang lainnya apabila alat atau medianya tidak mencukupi. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setiap media pembelajaran mempunyai kekurangan. Tugas guru adalah meminimalisir kekurangan tersebut, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai, yaitu anak dapat mengenal bilangan secara tepat. 19 5. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan merupalan uraian sistematis tentang hasilhasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang relevan sesuai dengan subtansi yang diteliti. Beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah: a. Supadmi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Kemampuan Mengenal Bilangan melalui Penggunaan Media Lotto Angka Pada Anak Kelompok B TK Pertiwi Pulosari Kebakkramat Karanganyar Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari pra siklus ke siklus I, dari pra siklus ke siklus II maupun siklus I ke siklus II ditinjau dari rata-rata prosentase kemampuan mengenal bilangan anak. Kemampuan mengenal bilangan anak pada tahap pra siklus menunjukkan prosentase 41,63% dengan kategori anak belum berkembang sejumlah 6 anak dan kategori mulai berkembang sejumlah 14 anak, tahap siklus I terlihat rata-rata prosentase kemampuan mengenal bilangan 60,78% dengan kategori anak mulai berkembang sejumlah 7 anak dan kategori mulai berkembang sesuai harapan sejumlah 13 anak. Tahap siklus II dengan rata-rata prosentase 83,37% dengan kategori anak berkembang sangat pesat sejumlah 18 anak dengan mencapai ketuntasan minimal 80%. Relevansi dengan penelitian ini terletak pada penggunaan lotto angka untuk meningkatkan kemampuan mengenal bilangan. b. Luh Ayu Tirtayani (2014) dalam penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Media Lotto Untuk Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak Kelompok A Paud Santi Kumara”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan perkembangan kognitif pada anak kelompok A dengan pemanfaatan media lotto, pada siklus I sebesar 67,18% yang berada pada katagori sedang ternyata mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 86,93% tergolong pada katagori tinggijadi peningkatan perkembangan kognitif pada kelompok A PAUD Santi Kumara sebesar 19,75%. Hal ini terjadi karena media lotto dapat 20 meningkatkan perkembangan kognitif anak dalam mengenal bentuk, warna dan ukuran serta dapat menarik minat anak untuk belajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan pada perkembangan kognitif anak setelah penerapan media lotto. Relevansi dengan penelitian ini terletak pada penggunaan lotto angka untuk meningkatkan kemampuan anak dalam aspek kognitif. c. Renato Gianella (2013) dalam penelitiannya berjudul “The Geometry Of Chance: Lotto Numbers Follow A Predicted Pattern”. Relevansi dengan penelitian ini terletak pada penggunaan lotto angka. B. Kerangka Berfikir Pada kondisi awal kemampuan mengenal bilangan anak kelompok A RA Al Islam 2 Surakarta masih rendah. Hal itu terjadi karena media pembelajaran yang kurang variatif. Begitu juga dalam kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan kemampuan mengenal bilangan pada anak, tidak menggunakan media yang menarik. Kegiatan pembelajaran yang biasa dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mengenal bilangan pada anak hanya dengan menunjukkan lambang bilangan dan anak diminta untuk menyebutkan nama lambang bilangan yang dimaksud, serta meminta anak untuk menuliskan lambang bilangan tersebut. Selain itu, guru selalu menggunakan metode ceramah/konvensial sehingga kurang menarik minat belajar anak. Oleh karena itu, diberikan alternatif pemecahan masalah tersebut yaitu dengan menggunakan media lotto angka. Media lotto angka adalah media pembelajaran yang menarik, mudah dioperasikan. Selain media yang menarik, anak dapat bermain sambil belajar. Diharapkan dengan menggunakan media lotto angka, pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, sehingga anak tidak cepat bosan dan tujuan dari pembelajaran mencapai hasil yang optimal. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, diketahui bahwa penggunaan media lotto angka dapat meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal bilangan. Untuk memperjelas kerangka pemikiran tersebut disajikan dalam alur yang tertera pada gambar 2.2 berikut: 21 Kondisi Awal A. Media pembelajaran kurang variatif. B. Kegiatan pembelajaran kurang inovatif C. Guru selalu menggunakan metode ceramah/konvensional sehingga tidak menarik minat belajar anak Kemampuan mengenal bilangan pada anak rendah. Siklus I Tindakan Penggunaan media lotto angka untuk meningkatkan kemampuan mengenal bilangan pada anak. Penggunaan media lotto angka Siklus II Penggunaan media lotto angka dengan pemberian reward Kondisi Akhir Melalui penggunaan media lotto angka dapat meningkatkan kemampuan mengenal bilangan pada anak. Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: dengan penggunaan media lotto angka dapat meningkatkan kemampuan mengenal bilangan pada anak kelompok A RA Al Islam 2 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.