TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Polypetales Family : Papilonaceae Genus : Glycine Species : Glycine max (L.) Merril. Kedelai mempunyai susunan genom diploid (2n) dengan 20 pasang kromosom, beberapa jenis liar kedelai juga mempunyai 20 pasang kromosom. Kedelai yang ditanam sekarang diperkirakan berasal dari jenis liar Glycine soja = Glycine usunensis. Glycine soja mempunyai bentuk polong dan biji yang hampir sama dengan kedelai biasa, tetapi tumbuhnya merambat dan kulit bijinya sangat tebal, sehingga embrio dan keping bijinya terlindungi dengan baik (Departemen Pertanian, 1990). Kecambah kedelai tergolong epigeous artinya keping biji muncul diatas tanah. Warna hipokotil yaitu bagian batang kecambah dibawah keping berwarna ungu atau hijau dan berhubungan dengan warna bunga, sedangkan yang berhipokotil hijau berbunga putih dan yang berhipokotil ungu berbunga ungu (Departemen Pertanian, 1990). Universitas Sumatera Utara Waktu tanaman kedelai masih sangat muda, atau setelah fase menjadi kecambah dan saat keping biji belum jatuh, batang dapat dibedakan menjadi dua. Bagian batang di bawah keping biji yang belum lepas disebut hypokotil, sedangkan bagian di atas keping biji disebut epykotil. Batang kedelai tersebut berwarna ungu atau hijau (Andrianto dan Indarto, 2004). Embrio terdiri dari dua kotiledon, sebuah plumula dengan dua daun yang telah berkembang sempurna dan sebuah radikel hipokotil. Ujung radikula dikelilingi jaringan yang dibentuk oleh kulit biji (Sumarno dkk, 2007). Kedelai berakar tunggang, pada tanah subur dan gembur akar dapat tumbuh sampai kedalaman 150 cm. Pada akar kedelai terdapat bintil akar yang merupakan koloni-koloni dari bakteri Rhizobium yaponicum. Pada tanah-tanah yang telah mengandung bakteri Rhizobium, bintil akar mulai terbentuk pada umur 15 – 20 hari setelah tanam. Pada tanah yang belum pernah ditanam kedelai bakteri Rhizobium tidak terdapat dalam tanah sehingga bintil akar tidak terbentuk (Departemen Pertanian, 1990). Kedelai berbatang semak dengan tinggi 30-100 cm. Batang dapat membentuk 3-6 cabang. Type pertumbuhan dapat dibedakan menjadi 3 macam yakni Indeterminit, diterminit dan semi diterminit (Departemen Pertanian, 1990). Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliolat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak bersebrangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya yang terbetuk pada batang utama dan pada cabang ialah daun bertiga (trifoliolat), namun adakalanya Universitas Sumatera Utara terbentuk daun berempat atau daun berlima. Bentuk anak daun beragam, dari bentuk telur hingga lancip (Hidayat, 1985). Perilaku pembungaan berbeda-beda mulai dari sangat tidak terbatas hingga sangat terbatas. Saat berbunga bergantung pada kultivar dan dapat beragam dari 80 hari hingga 150 hari setelah tanam. Bunga, berwarna putih, ungu pucat atau ungu dapat menyerbuk sendiri (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Kultivar kedelai mamiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Legum lainnya, yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas (Poehlman and Sleper, 1995). Buah kedelai berbentuk polong, jumlah biji sekitar 1-4 tiap polong. Polong berbulu berwarna kuning kecoklat-coklatan atau abu-abu. Dalam proses pematangan warna polong berubah menjadi lebih tua, warna hijau menjadi kehitaman, keputihan atau kecoklatan (Departemen Pertanian,1990). Biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, atau coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah, bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada juga yang bundar atau bulat agak pipih (Departemen Pertanian, 1990). Universitas Sumatera Utara Syarat Tumbuh Iklim Pertumbuhan optimum kedelai dapat tercapai pada suhu 20-250 C. Suhu 12-200C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar pertumbuhan tanaman tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 300C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yakni tidak akan berbunga bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Setiap varietas mempunyai panjang hari kritik. Apabila lama penyinaran kurang dari batas kritik, maka kedelai akan berbunga. Dengan lama penyinaran 12 jam, hampir semua varietas umumnya kedelai berbunga tanam. Apabila tersebut dapat akan berbunga beragam lama dari penyinaran meneruskan dan 20 tergantung hingga melebihi pertumbuhan dari 60 varietasnya, hari setelah periode kritik, tanaman vegetatifnya tanpa berbunga (Baharsjah, dkk, 1985). Tanah Tanaman kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi tanah yang cukup baik serta air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman kedele dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atau andosol. Pada tanah yang kurang subur (miskin unsur hara) dan jenis tanah podsolik merah-kuning, perlu diberi pupuk organik dan pengapuran (Departemen Pertanian, 2008). Universitas Sumatera Utara Tanah masam tidak cocok untuk pertumbuhan kedelai. PH tanah sebaiknya sekitar 5.5-6.5. Penambahan kapur di tanah masam akan memperbaiki kondisi tanah sehingga sesuai dengan pertumbuhan kedelai (Pandey, 1994). Pemuliaan Mutasi Dengan Radiasi Sinar Gamma Mutasi adalah perubahan gen pada material genetik berupa: a. Perubahan pada gen dari satu alel kepada alel lainnya b. Perubahan susunan kromosom c. Kehilangan atau penambahan kromosom Perubahan gen dapat ke arah dominan atau resesif, tetapi yang biasa kearah resesif. Mutasi gen dapat terjadi secara alamiah maupun buatan (menggunakan mutagen: kimia, miaslnya EMS atau radiasi ion) (Makmur, 1988). Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya. Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan (Oeliem, dkk, 2008). Tujuan pemuliaan mutasi adalah (1) untuk memperbaiki satu atau beberapa karakter khusus dari suatu kultivar/galur, (2) untuk membentuk penanda morfologi (warna, rambut, braktea, dan lain-lain) sebagai identitas pada galurgalur harapan, (3) untuk membentuk galur mandul jantan yang berguna bagi pembentukan kultivar hibrida, (4) untuk mendapatkan karakter khusus dalam genotipe yang telah beradaptasi (Herawati dan Setiamihardja, 2000). Universitas Sumatera Utara Tipe-tipe radiasi menurut Crowder (1997) adalah sebagai berikut : 1. Sinar X Dihasilkan dari tabung sinar X, tegangannya relatif rendah dengan panjang gelombang agak panjang yaitu (150 – 0,15 Aº), disebut sinar lemah.penting untukmenginduksi perubahab-perubahan genetik 2. Sinar Gamma Dipancarkan dari isotop radioaktif, panjang gelombang lebih pendek dari sinar X, lebih kuat daya tembusnya, dikenal dengan sinar kuat, penting untuk menginduksi perubahan genetik 3. Sinar Ultraviolet Panjang gelombangnya terletak antara sinar X (50 – 0,15 A°) dan cahaya yang terlihat (7.800 – 3.800 A°). Panjang gelombang yang paling efektif untuk membuat mutasi adalah 2.000 A°. Daya tembus rendah menyebabkan perangsangan electrón. Penggunaan sinar gamma neutron dalam pemuliaan mutasi berkembang dengan pesat setelah perang Dunia II. Lebih dari 10 tahun berbagai penelitian ditujukan untuk meneliti pengaruh perlakuan radiasi atau perlakuan tambahan sebelum dan sesudah radiasi sehingga hasilnya akan lebih terarah dan lebih praktis. Semenjak itu penggunaan mutasi buatan dalam pemuliaan tanaman mulai berkembang di negara-negara berkembang terutama di Asia. Beberapa varietas tanaman hasil mutasi buatan telah diperoleh dan dikembangkan sebagai varietas baru (Mugiono, 2001). Banyak hal yang dapat mempengaruhi radiosensitivitas, seperti jenis radiasi, jenis bahan tanaman yang menerima radiasi, varietas tanaman, dan teknik Universitas Sumatera Utara iradiasi yang digunakan. Keragaman yang timbul akibat mutasi fisik radiasi, sangat tergantung pada tingkat radiosensitivitas. Radiosensitivitas berhubungan dengan tingkat sensitivitas suatu jaringan tanaman (atau hewan) terhadap radiasi. Studi mengenai radiosensitivitas biasanya mengarah pada pemahaman terhadap mekanisme aksi dari ionisasi radiasi. Studi semacam ini sangat bermanfaat dalam penyediaan informasi mengenai proteksi radiasi, terapi radiasi, dan juga untuk menginduksi keragaman genetik. Dalam hal yang terakhir ini, sangat diinginkan induksi mutasi yang menyebabkan paling sedikit aberasi kromosom, kerusakan fisik dan sterilitas, dan pada saat yang sama dapat dikontrol untuk memproduksi mutasi yang diinginkan (Datta, 2001). Mutasi tidak dapat diamati pada generasi M1, kecuali yang termutasi adalah gamet haploid. Adanya mutasi dapat ditentukan pada generasi M2 dan seterusnya. Semakin tinggi dosis, maka semakin banyak terjadi mutasi dan makin banyak pula kerusakannya. Hubungan antara tinggi bibit dan kemampuan hidup tanaman M1 dengan frekuensi mutasi, membuktikan bahwa penilaian kuantitatif terhadap kerusakan tanaman M1 dapat digunakan sebagai indikator dalam permasalahan pengaruh dosis pada timbulnya mutasi (Mugiono, 2001). Berbagai macam mutasi yaitu : Mutasi genom, poliploidi pada tanaman mencerminkan bahwa satu set atau lebih set kromosom ditambahkan pada kromosom diploid misalnya triploid disimbolkan 2x + x = 3x, tetraploid 2x + 2x = 4x (dimana x adalah jumlah kromosom dasar). Pengaruh beberapa mutagen dapat merubah tingkat ploidi pada genom tanaman. Universitas Sumatera Utara Mutasi kromosom, pengaruh bahan mutagen, khususnya radiasi, yang paling banyak terjadi pada kromosom tanaman adalah pecahnya benang kromosom. Pecahnya benang kromosom dibagi dalam 4 kelompok yaitu : translokasi, inversi, duplikasi, dan defisiensi. Mutasi gen, bahan mutagen tertentu dapat menginduksi perubahan spesifik susunan pasangan basa dalam struktur DNA. Perubahan yang terjadi disebut mutasi gen. Dalam sel tanaman ada daerah-daerah tertentu yang lebih peka terhadap radiasi dibandingkan dengan daerah lain. Daerah-daerah ini yang sering disebut target radiosensitif, secara umum berhubungan dengan lokasi DNA dalam sel. Irradiasi dapat mempengaruhi baik satu atau dua untai DNA dalam heliks gandanya. Bila patahan DNA terdiri dari 1 untai tunggal maka integritas linear molekul DNA masih tetap utuh dan perbaikan patahan tersebut membentuk DNA normal kembali. Bila patahan melibatkan kedua untaian maka perbaikannya tidak dapat terjadi dengan cepat. Hal ini merupakan efek radiasi paling penting yang menimbulkan kerusakan DNA yang membentuk mutasi yang dapat diamati (Nasir, 2002). Mutasi radiasi menyebabkan pecahnya benang kromosom. Pecahnya kromosom menyebabkan terjadinya perubahan struktur kromosom yang dapat berupa translokasi, inversi, duplikasi dan defisiensi. Kromosom terdiri dari gengen yang bertanggung jawab atas pengendalian sifat-sifat yang diturunkan dari tetua ke generasi selanjutnya (Amien dan Carsono, 2008). Universitas Sumatera Utara Sinar X, sinar gamma dan sinar lain disebut radiasi ionisasi karena gelombang elektromagnetik dan partikel radiasi menghasilkan ionisasi setelah mengeluarkan energinya. Ionisasi dihasilkan pada saat radiasi mengeluarkan electron dari atom-atom yang menyusun material proton atau partikel dari ionisasi (Verma dan Agarwal, 2000). Kerusakan kromosom selalu menyebabkan 2 atau lebih patahan dan frekuensinya apabila disebabkan oleh sinar X atau gamma dari energi atom untuk mutasi induksi. Untuk mutasi induksi tersebut digunakan radiasi tinggi yang mengeluarkan energi yang disebut ionisasi. Ionisasi radiasi adalah radiasi pada gelombang atau partikel ( seperti proton dan neutron) sama halnya dengan proton dan neutron yang menghasilkan ionisasi. Radiasi sinar X dan α sebanding dengan radiasi β tidak meninggalkan zat radioaktif pada irradiasi sama halnya dengan radiasi α dan neutron / tidak digunakan dalam pemuliaan mutasi karena hanya memiliki sedikit zat radioaktif (Harten, 1998). Kerusakan fisiologis kemungkinan dapat disebabkan karena kerusakan kromosom dan kerusakan sel di luar kromosom. Kedua kerusakan tersebut sukar dibedakan karena keduanya terjadi pada generasi M1 sebagai akibat dari perlakuan mutagen. Kerusakan tersebut merupakan gangguan fisiologis bagi pertumbuhan tanaman. Besarnya kerusakan fisiologis tergantung pada besarnya dosis yang digunakan dan semakin tinggi dosis yang digunakan makin tinggi kerusakan fisiologis yang timbul dan berakhir kematian (lethalitas). Kerusakan fisiologis hanya terjadi pada generasi M1 sedangkan mutasi gen, mutasi kromosom dan mutasi sitoplasma akan diturunkan pada generasi berikutnya (Mugiono, 2001). Universitas Sumatera Utara Perlakuan radiasi akan menyebabkan kerusakan sel atau terhambatnya metabolisme sel karena adanya gangguan sintesa RNA sehingga sintesis enzim yang diperlukan untuk pertumbuhan terhambat. Dengan adanya gangguan struktur DNA akan menyebabkan enzim yang dihasilkan kehilangan fungsinya. Perlakuan radiasi dapat menyebabkan enzim yang merangsang pertunasan menjadi tidak aktif, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Cassaret,1961). Perlakuan dengan mutagen dapat menyebabkan pula sterilitas, yaitu : hambatan pertumbuhan sehingga menghalangi pembungaan, terbentuknya bunga yang tidak sempurna, terbentuknya bunga dengan tepung sari mandul, pembentukan embrio yang gugur sebelum masak, biji terbentuk tetapi tidak mampu berkecambah (Mugiono, 2001). Tertundanya umur berbunga tanaman dapat pula disebabkan karena pengaruh radiasi yang akan mempengaruhi sintesis auksin, yang akan berpengaruh pada pembelahan sel (Davies, 1968). Keberhasilan penemuan mutan pada generasi M2 dan generasi segregasi berikutnya tidak hanya bergantung kepada keberhasilan perlakuan dan pemunculan generasi M1 saja tetapi juga tergantung pada cara tanaman M1 dibuat sampel untuk panen. Berbagai metode dapat digunakan umumnya tergantung pada onto genetik pola perkembangan spesies tersebut dan metode skrining yang digunakan karena ini akan menghasilkan jumlah mutan tertinggi (Nasir, 2002). Kadar Garam Dalam Tanah Tanah garam adalah nama gabungan jenis-jenis tanah yang hanya dibedakan atas tiga taraf evolusinya ialah:pada taraf pertama tanah solonchak, taraf kedua solonetz dan taraf ketiga solodi. Sigmond menamakannya sodium soil Universitas Sumatera Utara yang dibedakan atas: (1) saline soil untuk solonchak (2) Salty alkali soil untuk campuran solonchak dan solonetz, (3) leached alkali soils untuk solonetz asli dan (4) degraded alkali soil untuk solidi. Tanah ini tersebar sebagai tanah zonal di daerah kering (arid atau semiarid). Di Indonesia jenis-jenis tanah ini diduga terdapat di Nusa Tenggara terutama di Timor (Darmawijaya,1992) Tanah bergaram dapat diklasifikasikan berdasarkan salinitasnya yakni: tanah salin (terlalu banyak garam) mempunyai pH <8,5, tanah Sodik ( lebih dari 15% pertukaran ion Natrium) mempunyai pH >8,5 dan tanah salin sodik (terlalu banyak garam dan tinggi pertukaran ion Natrium) mempunyai pH <8,5. Banyak tanaman seperti Barley, rumput-rumputan, bit gula, kapas, asparagus relatif tahan garam sedangkan clovers dan buncis dan banyak buah berri relatif ketahanan rendah pada kondisi garam (Douahue et all, 1977) Berbagai macam garam dapat membuat respon tanaman yang berbedabeda pada salinitas. Ion-ion terdiri dari Na+, Cl-, H2PO4- dan HCO3- mengandung racun bagi tanaman. Bagaimanapun seperti yang kita ketahui bahwa setiap tanaman berbeda kesensitifannya pada jumlah ion untuk efek racun, kandungan efek Na+ yang tinggi menyebabkan ketidakseimbangan pada penyerapan dan penggunaan kation-kation lain. Contohnya Na+ berkompetisi dengan nutrisi penting ion K+ pada proses pengangkutan sepanjang membran sel selama pengambilannya sulit bagi tanaman. Keadaan Ca2+ yang cukup membantu (Brady dan Ray, 2008). Tanah-tanah dipengaruhi oleh konsentrasi yang tinggi garam Natrium melalui 2 cara utama. Yang paling sederhana tanah-tanah pantai yang digenangi oleh air laut paling tidak sekali dalam setahun, didominasi oleh ion Na+ dan Cl- Universitas Sumatera Utara dan berciri basah (rawa bergaram) atau dalam daerah pedalaman yang sangat kering dimana evaporasi yang terjadi melebihi presipitasi,influksi air yang mengandung garam terlarut pada konsentrasi yang sangat rendah pada jangka waktu yang lama, bisa menyebabkan akumulasi secara besar-besaran garam di lapisan tanah sebelah atas karena air tanah bergerak lebih banyak ke atas kareana pencucian yang minimal (Fitter dan Hay, 1991). Pengaruh Kadar Garam Terhadap Tanaman Kadar garam pada jumlah tertentu akan mempunyai dampak bagi pertumbuhan tanaman. Kadar garam dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam 3 cara, yaitu : garam dapat mendesak pengaruh osmotik untuk mencegah tanaman dalam pengambilan air dari tanah, ion tertentu dapat menyebabkan keracunan pada tanaman sebagai contoh konsentrasi Cl yang tinggi dalam air irigasi dapat menyebabkan terbakarnya daun, khususnya pada pengaplikasian air ke daun, dan efek tanah tertentu yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman oleh karena degradasi struktur tanah atau peningkatan yang terdiri dari tiga proses yang menyebabkan pertumbuhan awal tanaman tergantung pada keadaan itu (Slinger and Tenison, 2005) Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa pengaruh garam terhadap pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh: a. Kadar garam yaitu jumlah garam yang terlarut pada batas ambang toleransi. Peningkatan kadar garam berpengaruh negatif bagi pertumbuhan tanaman Universitas Sumatera Utara b. Macam garam yaitu banyak ragam garm dalam tanah yakni klorida (NaCl,CaCl2,KCl), nitrat [NaNO3,Ca(NO3)2] sulfat [Na2(SO4), Ca(SO4), K2SO4]. Garam yang mengandung K dan Ca tinggi baik bagi tanaman Pengendapan garam yang sudah larut dalam tanah secara parah menghambat pertumbuhan tanaman. Pengendapan garam tersebut akan mengimbas plasmolisis yaitu suatu proses bergerak keluarnya air dari tanaman ke larutan tanah. Kehadiran ion Na+ dalam jumlah tinggi dapat mempertahankan partikel-partikel tanah tetap tersuspensi. Dengan pengeringan, tanah membentuk lempeng-lempeng keras dan terjadi pembentukan kerak di permukaan. Yang disebut terakhir ini menurunkan porositas tanah dan aerasi terhambat secara parah. Nilai pH yang tinggi pada banyak diantara tanah-tanah tersebut juga menurunkan ketersediaan sejumlah hara mikro. Jenis tanah ini sering kahat dalam Fe, Cu, Zn dan atau Mn (Tan, 2004) Kelarutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan (up take) air dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan osmotik. Secara khusus, kegaraman yang tingi menimbulkan keracunan tanaman, terutama oleh ion Na+ dan Cl-. Beberapa tanaman peka terhadap kegaraman (<4 ds.m-1) seperti apel, jeruk dan kacang-kacangan, tanaman lain nisbi tahan kegaraman (4-10 ds.m-1) seperti padi, kentang, mentimun, sorgum dan jagung dan tanaman lainnya lebih tahan kegaraman (>10 ds. m-1) seperti kapas, bayam dan kurma (Noor,2004) Tanaman yang stes garam sering menyerupai tanaman dengan defisiensi P yang mempunyai daun lebih sempit, lebih gelap, menurunkan nisbah tajuk dan akar, berkurangnya anakan, memperpanjang dormansi kuncup samping, menunda Universitas Sumatera Utara dan menurunkan pembungaan dan jumlah dan ukuran buah lebih kecil (Harjadi dan Yahya, 1988) Pengaruh dari NaCl bagi tanaman berdasarkan pengaruh toksitas adalah: 1. Pengaruh osmotik yang timbul dari konsentrasi larutan berlebih 2. Menghambat pembelahan sel, mengurangi pertumbuhan akar 3. Kompetisi antara ion-ion 4. Kerusakan membran 5. Pengaruh simbion 6. Kesalahan fungsi stomata yang disebabkan gas beracun 7. Memutihnya klorofil (Fitter and Hay, 1991) Pengaruh NaCl terhadap pertumbuhan morfologis dan ultrastruktur bervariasi pada masing-masing varetas. Secara visual, umumnya eksplan yang mendapat perlakuan konsentrasi NaCl tinggi, pembentukan dan pertumbuhan akarnya terhambat, akar menjadi lebih sedikit, kurus dan kecil, akar menggulung dengan rambut akar yang sedikit dan warna akar cenderung kuning kecoklatan. Berkurangnya panjang akar pada media salin diduga juga akibat daya racun Cl, ketidaseimbangan unsur di dalam tanaman serta adanya akumulasi NaCl di sekitar akar dan di dalam akar sehingga dapat diengerti pada konsentrasi NaCl tinggi, pertumbuhan daun juga kecil, menggulung dan tidak berkembang sempurna (Lubis,2000) Tanaman yang stes garam sering menyerupai tanaman dengan defisiensi P yang mempunyai daun lebih sempit, lebih gelap, menurunkan nisbah tajuk dan akar, berkurangnya anakan, memperpanjang dormansi kuncup samping, menunda Universitas Sumatera Utara dan menurunkan pembungaan dan jumlah dan ukuran buah lebih kecil (Harjadi dan Yahya, 1988) Garam terlarut mungkin secara langsung mempengaruhi organisme tanah melalui pengaruh toksisitas spesifik dari ion-ion dalam konsentrasi yang tinggi seperti sodium atau klorida, atau oleh efek non spesifik zat terlarut terhadap potensil osmotik atau potensial air. Semakin rendah (lebih negatif) potensial air tanah, maka semakin sulit organisme untuk menyerap air dari dalam tanah (Poljakoff-Marber dan Gale, 1975). Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap kadar garam Garam terlarutkan yang ada dalam tanah terdiri dari kebanyakan atas berbagai proporsi kation Na, Ca dan Mg serta anion Cl dan SO4. Penyusun yang biasanya hanya terdapat dalam jumlah sedikit adalah kation K dan anion bikarbonat, karbonat, nitrat dan borat. Hubungan DAL ( Daya Hantar Listrik) dengan tekanan osmosis dan dengan kadar garam bergantung pada macam-macam garam. Pada DAL sama tekanan osmosis meningkat dalam urutan MgSO4<CaCl2<MgCl2<Na2SO4<NaCl dan kadar garam dalam persen meningkat dalam urutan: MgCl2< CaCl2< NaCl <Na2SO4< MgSO4<CaSO4<NaHCO3 (Notohadiprawiro, 1998) Mekanisme ketahanan terhadap kadar garam ditandai dengan terakumulasinya senyawa-senyawa yang dikenal dengan sebutan pelindung osmosis. Pada pohon bakau ditemukan terakumulasi senyawa prolin dan glisinbetain (betain) sebagai bentuk toleransi terhadap salinitas tinggi (Sopian, 2006) Universitas Sumatera Utara Baik keasaman dan salinitas kedua-duanya sangat berpengaruh pada tersedianya atau tidak tersedianya hara tanaman. Dalam hal ini kita mengenal PH tanah yaitu suatu ukuran aktifitas ion hidrogen dalam larutan air tanah dan dipakai sebagai ukuran bagi kemasaman tanah. Sumber utama ion H+ dalam tanah yaitu liat dan humus. Dalam air terjadi disosiasi H+ + OH- (H2O Apabila (H) = (OH-) H+ + OH-) PH = 7 artinya tanahnya bersifat netral yaitu tidak bersifat asam dan salin atau basa ( Kartasapoetra dkk, 1991). Proses yang secara berangsur membuat kompleks jerapan tanah dikuasai oleh Na+ disebut sodisasi. Na+ dapat berasal dari pelapukan batuan yang mengandung mineral Na yang berlangsung dalam kawasan iklim kering atau penukaran Ca2+ dengan Na+ dari garam netral NaCl atau Na2SO4. Na terjerap dalam jumlah tinggi berpengaruh buruk atas produksi pertanaman dan juga membuat struktur tanah rusak karena mendispersi zarahzarah tanah Menurut Yuniati (2004), beberapa proses fisiologis dan biokimia terlibat dalam mekanisme toleransi dan adaptasi tanaman terhadap salinitas, sebagai contoh: 1. Cekaman garam menginduksi akumulasi senyawa organik spesifik di dalam sitosol sel yang dapat bertindak sebagai osmoregulator 2. Tanaman juga dapat mencegah akumulasi Na dan Cl dalam sitoplasma melalui ekslusi Na dan Cl ke lingkungan eksternal (media tumbuh) 3. Kompartementasi ke dalam vakuola atau mentranslokasi Na dan Cl ke jaringan-jaringan lain Universitas Sumatera Utara Beberapa tanaman mengembangkan mekanisme untuk mengatasi cekaman tersebut disamping ada pula yang menjadi teradaptasi. Mayoritas tanaman budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi atau sekalipun dapat bertahan tetapi dengan hasil panen yang berkurang. Tanaman yang toleran terhadap garam Na disebut tanaman Natrofilik sedangkan yang tidak toleran disebut tanaman Natrofobik ( Sipayung, 2003) Tanaman yang toleran terhadap salinitas harus mampu menyesuaikan terhadap stres osmotik. Seperti yang dinyatakan bahwa tanaman dapat menyesuaikan dengan menurunkan potensial osmosis tanpa kehilangan turgor, kecuali proses salinasi terjadi secara tiba-tiba. Laju penyesuaian dan lamanya tergantung kepada spesies tanaman. Pada kondisi lapang secara normal, laju penyesuaian ini cukup untuk menghadapi perubahan salinitas secara bertahap (Harjadi dan Yahya, 1988) Akar dapat digunakan untuk menaksir tingkat toleransi tanaman terhadap nilai ESP (exchangeabel sodium percentage) tanah, nisbah 2-4 mencerminkan tingginya toleransi tanaman, sehingga tidak mudah keracunan Na sedangkan nisbah 0,1-0,7 sebaliknya yang berarti tanaman mudah menderita keracunan Na. Kacang merah (red kidney bean) dapat tumbuh baik pada SAR (sodium absorption ratio) 36 tetapi pertumbuhannya tertekan pada SAR 35. Akumulasi Na atau nisbah Na dengan kation-kation lain terlalu tinggi akan menyebabkan terganggunya adaptasi filogenik tanaman terhadap Na, sehingga pertumbuhan tanaman juga akan terganggu. Terganggunya pertumbuhan ini juga terkait dengan pengaruh tingginya ESP yang menghambat penyerapan unsur lain, seperti Ca Universitas Sumatera Utara yang dibutuhkan untuk perkembangan perakaran. Bagaimana mekanisme fisiologinya masih perlu dipelajari lebih lanjut (Hanafiah, 2005) Heritabilitas Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis. Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 1991). Heritabilitas juga merupakan parameter yang digunakan untuk seleksi pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan gambaran apakah suatu karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik relatif lebih berperan dibandingkan faktor lingkungan. Sifat yang mempunyai heritabilitas tinggi maka sifat tersebut akan mudah diwariskan pada keturunan berikutnya (Alnopri, 2004). Salah satu analisis yang umum digunakan untuk mengevaluasi sumbangan perbedaan genetik terhadap keragaman penampilan tanaman adalah heritabilitas (heritability) yaitu suatu ukuran tingkat pengaruh genetik terhadap fenotip. Ini dapat dihitung dengan persamaan berikut : h2 = V(P) – V(E)/V(P) Universitas Sumatera Utara dimana V(P) adalah keragaman individu dalam suatu populasi, akibat perbedaan genetik dan perbedaan lingkungan dan V(E) keragaman lingkungan. Akan tetapi tanaman tingkat tinggi bukanlah suatu organisme yang ideal untuk percobaan genetik, karena waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu siklus cukup panjang (Sitompul dan Guritno, 1995). Stansfield (1991) merumuskan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu: heritabilitas tinggi > 0,5 heritabilitas sedang = 0,2 – 0,5 heritabilitas rendah < 0,2. Jika heritabilitas kurang dari satu, maka nilai tengah dari keturunan dalam hubungannya dengan nilai tengah induk-induknya, terjadi regresi ke arah nilai tengah generasi sebelumnya. Jika heritabilitas itu adalah 0,5 maka nilai tengah keturunan beregresi 50% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya, jika heritabilitas itu adalah 0,25 maka nilai tengah keturunan beregresi 75% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya. Jadi jika heritabilitas = 100%, maka sama dengan persentase regresi. Universitas Sumatera Utara