10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Kepemilikan manajerial
Kepemilikan manajerial merupakan proporsi kepemilikan saham oleh
pihak manajerial. Kepemilikan manajerial mempunyai peranan penting dalam
mengendalikan keuangan perusahaan agar sesuai dengan keinginan para
pemegang saham. Karena dengan adanya kepemilikan manajerial, akan membuat
pihak internal perusahaan merasa memiliki perusahaan dan merasakan langsung
manfaat dari keputusan yang diambil serta kerugian yang timbul sebagai
konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah bagi perusahaan. Sehingga
dengan adanya kepemilikan manajerial maka akan dapat mensejajarkan
kepentingan antara pihak agent dan principal.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), kepemilikan saham manajerial
dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dan manajer.
Semakin meningkat proporsi kepemilikan manajerial maka kinerja dari
perusahaan akan meningkat. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial
dalam perusahaan akan mengindikasikan adanya kesamaan (congruence)
kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Dimana perusahaan dengan
jumlah kepemilikan saham yang besar seharusnya mempunyai konflik keagenan
yang rendah dan cost agency yang rendah pula. Konflik keagenan yang rendah
dapat direfleksikan dari SGA (selling and general administrative) yang
merupakan proxy dari beban operasi yang ditunjukkan dari rendahnya biaya audit.
10
2.1.2
Kepemilikan institusional
Kepemilikan institusional didefinisikan sebagai kepemilikan saham
perusahaan oleh pihak institusi. Adanya kepemilikan oleh institusional investor
seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi
lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap
kinerja manajemen. Dengan kata lain, peningkatan akuntabilitas manajerial dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
mekanisme
pengawasan
oleh
investor
institusional. Menurut Imanda dan Mohammad (2006), semakin tinggi
kepemilikan institusional maka diharapkan semakin kuat kontrol internal terhadap
perusahaan dimana akan dapat mengurangi agency cost pada perusahaan. Dengan
peningkatan pengawasan oleh institusi, memaksa para insider untuk bertindak
lebih hati-hati. Peran kepemilikan institusional timbul karena adanya konflik
antara manajer dan pemegang saham.
Menurut Untung dan Hartini (2006), kepemilikan saham institusional
berguna untuk meminimalkan agency cost dalam perusahaan. Kepemilikan saham
institusional yang terlalu besar memiliki resiko terkait dengan masalah agensi.
Manajer diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan mekanisme tersebut agar
biaya agensi total dalam perusahaan dapat diminimalkan. Meskipun manajer tidak
memiliki kontrol penuh atas simpanan umum saham institusional, namun manajer
dapat mengatur tingkatan-tingkatan kepemilikan ekuitas internal dan tingkat
pendanaan utang.
11
2.1.3
Teori struktur modal
Menurut Arifin (2005:92), teori struktur modal berkaitan dengan agency
cost sebenarnya hanya merujuk pada teori agensi yang dikembangkan oleh Jensen
dan Meckling (1976). Teori agensi menganggap manajer tidak selalu bertindak
sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu, perlu ada
mekanisme agar manajer mau bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang
saham. Salah satu mekanisme yang diusulkan oleh Jensen dan Meckling (1976)
adalah dengan menambah porsi utang. Menambah utang dapat mengurangi
masalah agensi karena dengan meningkatnya utang maka akan semakin kecil
porsi saham yang harus dijual perusahaan. Semakin kecil nilai saham yang
beredar maka semakin kecil masalah agensi yang timbul antara manajer dan
pemegang saham.
2.1.4
Kebijakan utang
Kebijakan utang adalah tingkat penggunaan utang sebagai sumber
pembiayaan perusahaan. Adapun rasio pengelolaan utang, yaitu:
1) Rasio utang adalah rasio total utang terhadap total aktiva. Rasio ini digunakan
untuk menghitung persentase total dana yang disediakan oleh kreditur.
2) Rasio kemampuan membayar bunga atau Time Interst Earned (TIE) adalah
rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap beban bunga. Rasio ini
mengukur kemampuan untuk membayar beban bunga tahunan.
3) Rasio kemampuan membayarkan beban tetap adalah rasio yang lebih luas
cakupannya daripada rasio TIE karena mencakup kewajiban lease jangka
12
panjang tahunan perusahaan. Rasio ini hampir sama dengan rasio kemampuan
membayar bunga.
Leverage keuangan menyiratkan tiga hal penting, yaitu:
1) Dengan menaikkan dana melalui utang, pemilik dapat mempertahankan
pengendalian atas perusahaan dengan investasi terbatas.
2) Kreditur mensyaratkan adanya ekuitas atau dana yang disediakan oleh pemilik
sebagai margin pengaman. Jika pemilik hanya menyediakan sebagian kecil
dari pembiayaan total, maka risiko perusahaan terutama dipikul oleh
krediturnya.
3) Jika perusahaan memperoleh tingkat laba yang tinggi atas dana yang
dipinjamkannya daripada tingkat bunga yang dibayarkan atas dana tersebut
maka pengembalian atas modal diperbesar.
2.1.5
Kebijakan dividen
Kebijakan dividen menyangkut keputusan apakah laba yang dibayarkan
sebagai dividen atau ditahan untuk reinvestasi dalam perusahaan. Kebijakan
dividen menimbulkan kontroversi karena bila laba dividen ditingkatkan, arus kas
untuk investor akan meningkat yang akan menguntungkan investor, sedangkan
alasan lainnya yaitu bila dividen ditingkatkan, laba ditahan yang direinvestasi dan
pertumbuhan masa depan akan menurun sehingga merugikan investor. Kebijakan
dividen yang dikatakan optimal apabila mampu menyeimbangkan kedua hal
tersebut dan memaksimalkan harga saham. Persentase dari pendapatan yang akan
dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividen disebut dividen payout
ratio (Riyanto, 2001:266). Secara umum perusahaan harus menetapkan kebijakan
13
dividen yang nantinya dapat memaksimalkan kemakmuran pemegang saham.
Apabila
perusahaan
tidak
memiliki
kesempatan
berinvestasi
yang
menguntungkan, maka sebaiknya kelebihan dana tersebut didistribusikan kepada
pemegang saham perusahaan. Pembayaran dividen dalam jumlah sekecil apapun
masih lebih baik daripada tidak sama sekali. Terdapat 3 jenis kebijakan dividen
yaitu:
1) Kebijakan dividen rasio pembayaran konstan
Kebijakan dividen yang didasarkan pembayaran dividen dalam persentase
tertentu dari pendapatan yang dibayarkan kepada pemilik setiap periodenya.
2) Kebijakan dividen yang teratur
Kebijakan dividen yang didasarkan atas pembayaran dividen dengan rupiah
yang tetap dalam setiap periodenya. Seringkali kebijakan dividen teratur
digunakan dengan memakai target rasio pembayaran dividen yaitu kebijakan
dimana perusahaan mencoba membayar dividen dalam persentase tertentu
seperti dividen dalam jumlah rupiah yang dinyatakan serta disesuaikan
terhadap target.
3) Kebijakan dividen yang rendah, teratur dan ditambah ekstra
Kebijakan dividen yang didasarkan pembayaran dividen relatif rendah tetapi
jumlahnya sudah pasti ditambah suatu ekstra yang besarnya sesuai dengan
tingkat keuntungan.
2.1.6
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen
Menurut Riyanto (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan
dividen suatu perusahaan antara lain sebagai berikut:
14
1) Posisi likuiditas perusahaan
Makin
kuatnya
posisi
likuiditas
perusahaan
berarti
makin
besar
kemampuannya untuk membayar dividen. Jadi dapat dikatakan bahwa makin
kuat likuiditas perusahaan maka makin tinggi dividen payout ratio-nya.
2) Kebutuhan dana untuk membayar utang
Apabila perusahaan menetapkan pelunasan utangnya akan diambil dari laba
ditahan berarti perusahaan harus menahan sebagian besar laba dari
pendapatannya untuk keperluan tersebut, ini berari bahwa hanya sebagian
kecil saja dari pendapatan dapat dibayarkan sebagai dividen. Dengan kata lain
perusahaan harus menetapkan dividen payout ratio yang rendah.
3) Tingkat pertumbuhan perusahaan
Makin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, makin besar kesempatan dana
yang dibutuhkan, makin besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan dan
makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam perusahaan yang
berarti makin rendah dividen payout ratio-nya. Apabila perusahaan telah
mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah
well estabilished, dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana
yang berasal dari pasar modal atau sumberdana eksterm lainnya, maka
keadaannya akan berbeda. Dalam hal ini perusahaan dapat menetapkan
dividen payout ratio yang tinggi.
4) Pengawasan terhadap perusahaan
Ada perusahaan yang hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang
berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar
15
pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari
hasil penjualan saham baru akan melemahkan kontrol dari kelompok dominan
didalam perusahaan, demikian pula kalau membiayai ekspansi utang akan
memperbesar risiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan intern
dalam rangka usaha mempertahankan kontrol terhadap perusahaan, berarti
mengurangi dividend payout ratio-nya.
2.1.7
Agency theory
Agency theory dapat dipandang sebagai suatu versi game theory yang
membuat suatu model kontraktual antara dua orang atau lebih dimana salah satu
pihak (pemegang saham) sebagai principal sedangkan manajemen yang
mengelola sebagai agent. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas
decision making kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan
kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun
principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
Hubungan agensi dikatakan terjadi ketika sebuah kontrak antara seseorang
(beberapa orang), seorang principal dan seseorang (beberapa orang) lain, seorang
agent, untuk melakukan pelayanan bagi kepentingan principal mencakup sebuah
pendelegasian kewenangan pembuatan keputusan kepada agent. Baik principal
maupun
agent
diasumsikan
mementingkan
diri
sendiri,
yaitu
untuk
memaksimumkan utilitas subjektif mereka, tetapi juga menyadari kepentingan
umum mereka (Belkaoui, 2001:103). Efeknya perusahaan dipandang sebagai
sebuah tim yang terdiri dari individu-individu yang anggotanya bertindak demi
kepentingan sendiri tetapi menyadari bahwa nasib mereka tergantung sampai
16
tingkat tertentu pada kemampuan tim untuk bertahan dengan kompetisinya dengan
tim lain. Agent berusaha memaksimumkan fee kontraktual yang diterimanya
tergantung pada tingkat upaya yang diperlukan. Principal berusaha untuk
memaksimumkan returns dari penggunaan sumber dayanya tergantung pada fee
yang dibayarkan kepada agent.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori keagenan menjelaskan
hubungan antara agent (manajemen perusahaan) dan principal (pemegang saham).
Dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih
(principal) memerintah orang lain (agent) untuk melakukan jasa atas nama
principal dan memberi wewenang kepada agent untuk membuat keputusan yang
terbaik bagi principal. Pihak principal juga dapat membatasi divergensi
kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak kepada agent dan
bersedia mengeluarkan biaya pengawasan untuk mencegah hazard dari agent.
Namun, sebaiknya teori keagenan juga dapat mengimplikasikan adanya asimetri
informasi.
Asimetri
informasi
merupakan
suatu
kondisi
dimana
ada
ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai
penyedia informasi dengan pihak pemegang saham dan stakeholders sebagai
pengguna informasi. Asimetri informasi dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu:
1) Adverse selection
Merupakan jenis asimetri informasi dimana satu pihak dalam suatu perusahaan
(manajer) memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain
(pemegang saham). Informasi yang dimiliki ini kemudian digunakan oleh
17
manajer untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan jalannya
perusahaan namun pada akhirnya keputusan yang diambil tersebut salah atau
keliru sehingga hal ini dapat merugikan perusahaan.
2) Moral Hazard
Merupakan jenis asimetri informasi dimana satu pihak dalam suatu perusahaan
(manajer) memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain
(pemegang saham). Informasi yang dimiliki ini kemudian digunakan oleh
manajer untuk mengambil keputusan namun keputusan tersebut diambil untuk
keuntungan atau kepentingan dirinya sendiri sehingga keputusan tersebut
merugikan perusahaan.
Dalam perkembangannya terdapat suatu kecenderungan timbulnya
masalah keagenan yang muncul sebagai akibat dari kemustahilan tercapainya
perikatan secara sempurna bagi pihak agent dan principal. Dimana munculnya
masalah keagenan dijelaskan dalam beberapa faktor, sebagai berikut:
1) Moral Hazard (MH)
Hal ini umumnya terjadi pada perusahaan besar (kompleksitas tinggi) dimana
manajer
cenderung
memanfaatkan
insentif
yang
sesuai
dengan
kepentingannya atau berdasarkan keahliannya untuk bayaran yang diterima
dari perusahaan dan kemungkinan hal tersebut tidak termasuk dalam kontrak.
2) Penahanan Laba (Earning Retention)
Masalah ini berkisar pada kecenderungan untuk melakukan investasi yang
berlebihan oleh pihak manajemen melalui peningkatan dana pertumbuhan
dengan tujuan untuk memperbesar kekuasaan, prestise, atau memperbesar
18
kemampuan untuk mendominasi dewan komisaris, maupun penghargaan bagi
dirinya, namun dapat menghancurkan kesejahteraan principal.
3) Horizon Waktu
Konflik ini muncul sebagai akibat dari kondisi arus kas, dimana principal
lebih menekankan pada arus kas untuk masa depan yang kondisinya belum
pasti, sedangkan manajemen cenderung menekankan kepada hal-hal yang
berkaitan dengan pekerjaan mereka.
4) Penghindaran Risiko Manajerial
Masalah ini muncul ketika ada batasan diversifiksi portofolio yang
berhubungan dengan pendapatan manajerial atas kinerja yang dicapainya,
sehingga manajer akan berusaha meminimalkan risiko saham perusahaan dari
keputusan investasi yang meningkatkan resikonya.
2.1.8
Agency cost
Banyak masalah yang sering muncul berkaitan dengan masalah keagenan.
Hubungan keagenan terjadi ketika kontrak antara dua pihak yang menunjukkan
bahwa suatu pihak (principal) memberikan tugas kepada orang lain (agent) untuk
melakukan suatu pekerjaan. Dalam kondisi seperti ini agent memiliki
kecenderungan untuk berperilaku tertentu dengan mengutamakan kepentingannya
sendiri. Untuk itu principal harus memiliki mekanisme pemantauan agar dapat
mengendalikan perilaku agent sesuai dengan aturan yang ditentukan. Salah satu
cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan insentif kompensasi dan
melakukan monitoring, misalnya dalam bentuk audit. Biaya yang dikeluarkan
19
untuk keperluan tersebut disebut dengan biaya agensi (agency cost). Biaya-biaya
yang dimaksud diantaranya adalah:
1) Bonding Cost
Biaya ini bertujuan untuk memperkecil biaya keagenan. Biaya ini ditanggung
oleh manajer untuk memberi jaminan kepada pemilik bahwa manajer tidak
melakukan tindakan yang merugikan perusahaan.
2) Monitoring Cost
Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh principal dalam hal
monitoring para manajernya. Dalam hal ini principal yang melakukan
pengawasan terhadap kinerja manajemen.
3) Residual Loss
Biaya yang timbul akibat adanya perbedaan antara keputusan yang diambil
oleh agent dengan keputusan yang seharusnya memberikan manfaat maksimal
pada principal.
Menurut Crutchley and Hansen (1989) dalam Vivin (2005:16) untuk
mengurangi agency cost ada tiga cara yang dilakukan, yaitu:
1) Meningkatkan kepemilikan saham manajer dalam perusahaan, sehingga
terdapat persamaan kepentingan dengan pemegang saham.
2) Meningkatkan pembayaran dividen, yang akan meningkatkan jumlah modal
eksternal. Pada saat jumlah modal ekternal meningkat, manajer akan diawasi
oleh bursa, komisi bursa dan efek, dan investor luar. Lagi pula penggunaan
dividen tersebut tidak memerlukan biaya.
20
3) Meningkatkan penggunaan utang dalam pendanaan, karena utang mewajibkan
perusahaan untuk membayarkan kembali, maka free cash flow yang tersedia
untuk manajer dalam melakukan tindakan-tindakan yang tidak semestinya
menjadi terbatas.
2.1.9
Mekanisme untuk mengurangi masalah agensi
Arifin (2005:60) menyatakan mekanisme untuk mengurangi masalah
agensi adalah sebagai berikut:
1. Mekanisme kontrol dengan monitoring
Ada beberapa mekanisme untuk mengurangi masalah agensi. Berikut
mekanisme-mekanisme kontrol dengan monitoring yang dapat dipakai untuk
mengurangi masalah agensi.
1) Pembentukan dewan komisaris
Pembentukan dewan komisaris merupakan salah satu mekanisme yang
banyak dipakai untuk memonitor manajer. Namun penelitian Mace (1986)
menemukan bahwa pengawasan dewan komisaris terhadap manajemen
pada umumnya tidak efektif.
2) Pasar corporate control
Manne (1965) menyatakan bahwa adanya pasar untuk corporate control
dimana perusahaan yang menurun nilainya akibat adanya masalah agensi
akan diambil alih oleh perusahaan lain merupakan mekanisme yang lebih
bagus sehingga masalah agensi dapat dikurangi.
21
3) Pemegang saham besar
Model pengurangan masalah agensi yang dibuat Jensen dan Meckling
(1976) mengasumsikan bahwa pemegang saham terdiri dari investorinvestor kecil. Oleh karena itu, biaya monitoring terhadap manajemen oleh
para investor tersebut akan sangat besar sehingga mereka akan cenderung
tidak melakukan monitoring.
4) Kepemilikan terkonsentrasi
Mekanisme pengurangan masalah agensi yang agak mirip dengan
mekanisme pemegang saham besar adalah mekanisme lewat kepemilikan
yang lebih terkonsentrasi. Kepemilikan dikatakan lebih terkonsentrasi jika
untuk
mencapai
kontrol
donimasi
atau
mayoritas
dibutuhkan
penggabungan lebih sedikit investor.
5) Pasar manajer
Fama (1980) menyatakan bahwa masalah agensi akan berkurang dengan
sendirinya karena manajer akan dicatat kinerjanya oleh pasar manajer,
baik yang ada dalam perusahaan sendiri maupun yang berasal dari luar
perusahaan.
2. Mekanisme kontrol dengan peningkatan kepemilikan manajer
Ketika kepemilikan saham oleh manajer perusahan meningkat maka mereka
berinsentif untuk menginvestasikan pada proyek-proyek yang memiliki net
present value yang positif dan mengurangi konsumsi untuk kepentingan
pribadinya. Insentif kepemilikan dapat memberikan manajer dan pemegang
saham untung maupun rugi secara bersama-sama.
22
3. Mekanisme kontrol dengan bonding
Jensen (1976) melihat masalah keagenan dari sudut keterbatasan uang yang
dapat digunakan manajer untuk kegiatan konsumtif. Dana tersebut adalah free
cash flow yaitu kelebihan dana yang ada dalam perusahaan setelah semua
proyek yang menghasilkan net present value positif dilaksanakan. Jika biaya
agensi ingin dikurangi maka free cash flow harus dikurangi terlebih dahulu.
Dengan kata lain manajer harus menunjukkan kepada pemegang saham bahwa
dia telah melakukan upaya menahan diri (bonding) untuk tidak menciptakan
peluang melakukan penyimpangan-penyimpangan.
2.1.10 Hubungan antara kepemilikan manajerial dengan agency cost
Besar kecil jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat
mengindikasikan ada kesamaan (congruence) kepentingan antara manajemen
dengan pemegang saham. Perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham yang
besar seharusnya mempunyai konflik keagenan yang rendah dan biaya agensi
yang rendah pula. Konflik keagenan yang rendah dapat direfleksikan dari
rendahnya selling and general administrative (SGA) yang merupakan proxy dari
beban operasi yang ditunjukkan dari rendahnya biaya audit (monitoring). Biaya
agensi yang diukur dengan selling and general administrative (SGA) yang
merupakan proxy dari operating expense mengukur besarnya biaya audit yang
timbul akibat monitoring kinerja manajer yang dilakukan oleh pemegang saham.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi biaya agensi ini adalah
dengan meningkatkan kepemilikan dari dalam (insider ownership) atau
kepemilikan manajerial.
23
2.1.11 Hubungan antara kepemilikan institusional dengan agency cost
Adanya kepemilikan oleh institusional investor seperti perusahaan
asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja
manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang
dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan
manajemen. Agency cost akan muncul bila manajer sekaligus pemegang saham
menjual sebagian kepemilikannya kepada investor luar. Kemungkinan dapat
terjadi dimana pemegang saham berusaha memaksimalkan kekayaannya dengan
mengorbankan investor luar sehingga investor luar akan melakukan pengawasan
ketat terhadap tindakan pemegang saham. Kepemilikan institusional efektif
digunakan sebagai alat monitoring kemampuan manajemen (Fitri dan Mamduh
(2003) dalam Imanda dan Mohammad, 2006). Monitoring yang ketat mendorong
institusi untuk meningkatkan sahamnya pada perusahaan yang bersangkutan.
2.1.12 Hubungan antara kebijakan utang dengan agency cost
Struktur modal merupakan penggabungan antara utang dengan modal,
dikaitkan dengan struktur keuangan jangka panjang perusahaan. Menurut Jensen
dan Meckling (1976) untuk menengahi permasalahan agensi adalah dengan
meningkatkan utang. Argumen tersebut didukung oleh pernyataan bahwa dengan
meningkatkan utang akan semakin kecil porsi saham yang akan dijual perusahaan
dan semakin besar utang perusahaan maka semakin kecil dana menganggur yang
dapat dipakai perusahaan untuk pengeluaran yang kurang perlu. Semakin besar
utang maka perusahaan harus mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar
24
bunga serta pokok pinjaman. Mekanisme untuk mengurangi free cash flow ini
oleh Jensen dan Meckling (1976) dikelompokan sebagai bonding, yaitu suatu
mekanisme yang dipakai manajer untuk membuktikan bahwa mereka tidak akan
menghamburkan dana perusahaan dan mereka berani mengambil risiko
kehilangan pekerjaan jika tidak bisa mengelola perusahaan dengan serius. Disisi
pemegang saham, kebijakan peningkatan utang dapat mengurangi pengawasan
terhadap manajemen karena pihak ketiga yang meminjamkan dana akan
melakukan pengawasan terhadap manajemen agar pinjamannya tidak disalah
gunakan. Dalam penelitian ini, kebijakan utang diproksikan dengan leverage.
Leverage mengukur nilai dana yang dibiayai dari pinjaman pihak ketiga. Sehingga
hubungan leverage dengan agency cost adalah negatif yang berarti semakin tinggi
leverage akan dapat menurunkan agency cost.
2.1.13 Hubungan antara kebijakan dividen dengan agency cost
Agency cost model merupakan model ekonomi mainstream yang sering
digunakan untuk menjelaskan fenomena dividend payout. Model agency cost
menjelaskan bahwa pembayaran dividen sebagai tindakan memaksimalkan nilai
oleh manajer untuk meminimalkan biaya karena konflik keagenan antara manajer
dengan pemegang saham yang muncul pada perusahaan publik, dimana terdapat
pembagian antara kepemilikan dan pengendalian. Keputusan pembagian dividen
ditentukan oleh pemegang saham melalui RUPS, memberikan konsekuensi bahwa
besar kecilnya dividen dapat dijadikan alat bagi pemegang saham untuk
mengendalikan manajemen. Hubungan keagenan antara pemilik perusahaan
dengan manajemen menciptakan kesempatan bagi manajemen untuk mengejar
25
tujuan pribadinya disamping memaksimalkan kesejahteraan pemilik. Pembayaran
dividen menyebabkan jumlah dana yang dikelola oleh perusahaan menjadi
semakin kecil. Dengan semakin kecilnya jumlah dana yang dipegang oleh
manajemen dapat memperkecil pengawasan oleh pihak pemegang saham sehingga
agency cost yang ditimbulkan semakin rendah.
2.2
Pembahasan Penelitian Sebelumnya
1. Penelitian yang dilakukan oleh Imanda Firmantyas Putri dan Mohammad
Nasir (2006) dengan judul “Analisis Persamaan Simultan Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko, Kebijakan Hutang dan
Kebijakan Dividen Dalam Perspektif Teori Keagenan”. Variabel-variabel
yang diteliti adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko,
kebijakan hutang dan kebijakan dividen. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan interdependensi antar semua variabel, walaupun
pada beberapa variabel terdapat hubungan yang signifikan. Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kuadrat terkecil dua tahap
(two stage least square atau 2SLS), pengamatan dilakukan dari tahun 20002004 pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Imanda dan Mohammad adalah
meneliti tentang kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan
utang dan kebijakan dividen. Perbedaannya penelitian ini menggunakan
agency cost sebagai variabel terikat sedangkan pada penelitian Imanda dan
Mohammad menjelaskan apakah terdapat hubungan interdependensi yang
signifikan antara kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, risiko,
26
kebijakan hutang dan kebijakan dividen. Selain itu, penelitian ini
menggunakan analisis regresi berganda dan melakukan pengujian asumsi
klasik,
diantaranya
adalah
uji
heteroskedastisitas,
multikolinearitas,
autokorelasi dan normalitas.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2004) dengan judul “Analisis Agency
Cost, Struktur Kepemilikan, dan Mekanisme Corporate Governenance”.
Variabel-variabel yang diteliti adalah agency cost, kepemilikan saham
manajerial, kepemilikan saham institusional, dan ukuran dewan direksi
sebagai variabel bebas. Selain itu, penelitian ini menggunakan
ukuran
perusahaan, leverage, dividen dan risiko sebagai variabel kontrol. Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan model persamaan regresi berganda dan
melakukan
pengujian
asumsi
klasik,
diantaranya
uji
normalitas,
multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas serta linearitas. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan kepemilikan manajerial adalah
negatif (-0.052) dan tidak signifikan (0.576) yang menunjukkan bahwa
kepemilikan manajerial belum dapat berfungsi sebagai mekanisme untuk
menekan diskresi manajerial (beban operasi yang terjadi di perusahaan).
Variabel kepemilikan institusional memiliki hubungan positif (0.200) dan
tidak signifikan (0.349) yang mengindikasikan variabel ini belum efektif
berperan sebagai alat untuk memonitor manajemen dalam meningkatkan nilai
perusahaan. Kemudian untuk variabel ukuran dewan direksi menunjukkan
hubungan negatif (-1.254) dan signifikan (0.002), yang menunjukkan bahwa
ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap agency cost. Variabel
27
kontrol seperti leverage dan dividen berpengaruh negatif dan signifikan.
Kemudian untuk ukuran perusahaan berpengaruh positif dan tidak signifikan
tetapi risiko berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Nilai koefisien
determinasi sebesar 0.123, berarti bahwa varian variabel terikat hanya mampu
dijelaska 12.3 persen oleh varian variabel bebas. Sisanya sebesar 87.7 persen
dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian Faizal adalah meneliti tentang agency cost dan
menggunakan variabel kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional
sebagai variabel bebas. Penelitian ini juga menggunakan kebijakan dividen
dan kebijakan utang sebagai variabel bebas sedangkan dalam penelitian
Faizal, kedua variabel ini sebagai variabel kontrol. Perbedaan lainnya adalah
periode penelitian dimana penelitian ini menggunakan periode tahun 2003
sampai tahun 2007 sedangkan penelitian Faizal menggunakan periode tahun
1999 sampai tahun 2001.
3. Dwiyani Purnami (2006) meneliti seberapa besar pengaruh struktur
kepemilikan dan struktur modal serta kebijakan dividen terhadap nilai industri
manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Variabel penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah nilai tambah ekonomis yang diukur dari nilai economic
value added sebagai variabel terikat dan struktur modal, struktur kepemilikan
dan kebijakan dividen sebagai variabel bebas. Teknik analisis data yang
digunakan adalah teknik analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian yang
diperoleh adalah secara simultan diketahui bahwa struktur modal, struktur
kepemilikan dan kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap nilai
28
perusahaan dan secara parsial hanya struktur modal yang berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan.
4. Penelitian yang lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rita Kumalasari
(2007) dengan judul ”Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Agency
Cost Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Tahun 2000-2004”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kepemilikan manajerial sebagai variabel bebas dan agency cost sebagai
variabel terikat. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan model persamaan regresi sederhana dan uji t-test. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap agency cost, yang berarti bahwa perusahaan
dengan jumlah kepemilikan yang besar mempunyai konflik keagenan yang
rendah dan agency cost yang rendah pula. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rita Kumalasari adalah sama-sama
menggunakan agency cost sebagai variabel terikat dan kepemilikan manajerial
sebagai variabel bebas. Dalam penelitian ini menambah variabel bebas yaitu
kepemilikan institusional, kebijakan utang dan kebijakan dividen. Perbedaan
dari kedua penelitian adalah dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
berganda selain itu penelitian ini menggunakan tahun 2003-2007 sebagai
periode penelitian.
2.3
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini terutama didasarkan pada teori keagenan untuk
menjelaskan adanya perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang
29
saham yang dijelaskan melalui kepemilikan manajerial, kepemilikan instituisional,
kebijakan utang dan kebijakan dividen.
Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan
pemegang saham sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan
yang diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan
keputusan yang salah. Semakin meningkat proporsi kepemilikan manajerial, maka
kinerja dari perusahaan akan kepemilikan manajerial diharapkan dapat
mengurangi masalah agensi dalam hal ini adalah biaya agensi. Berdasarkan uraian
tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1 : kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap agency cost pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Kepemilikan institusional didefinisikan sebagai kepemilikan saham
perusahaan oleh pihak institusi. Adanya kepemilikan oleh institusional investor
seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi
lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap
kinerja manajemen. Menurut Imanda dan Mohammad (2006), semakin tinggi
kepemilikan institusional maka diharapkan semakin kuat kontrol internal terhadap
perusahaan dimana akan dapat mengurangi agency cost pada perusahaan. Menurut
Untung dan Hartini (2006), kepemilikan saham institusional berguna untuk
meminimalkan agency cost dalam perusahaan. Kepemilikan saham institusional
yang terlalu besar memiliki resiko terkait dengan masalah agensi. Manajer
diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan mekanisme tersebut agar biaya
30
agensi total dalam perusahaan dapat diminimalkan. Berdasarkan uraian tersebut,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2 : kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap agency cost pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Cara lain dalam mengurangi masalah agensi adalah dengan meningkatkan
utang. Semakin besar utang maka perusahaan harus mencadangkan lebih banyak
kas untuk membayar bunga serta pokok pinjaman sehingga akan memperkecil
dana yang mengganggur. Disisi pemegang saham, kebijakan peningkatan utang
dapat mengurangi pengawasan terhadap manajemen karena pihak ketiga yang
meminjamkan dana akan melakukan pengawasan terhadap manajemen agar
pinjamannya tidak disalahgunakan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat
dikembangkan hipotesis sebagai berikut:
H3 : kebijakan utang berpengaruh negatif terhadap agency cost pada perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa salah satu
masalah antara manajer dengan pemegang saham adalah pemegang saham lebih
menyukai pembayaran dividen daripada diinvestasikan lagi sementara manajer
sebaliknya. Penentuan besarnya dividen merupakan salah satu alat yang
digunakan oleh pemegang saham untuk mengendalikan jumlah dana yang berada
ditangan manajemen. Dengan semakin kecilnya jumlah dana yang dipegang oleh
manajemen dapat memperkecil pengawasan oleh pihak pemegang saham sehingga
agency cost yang ditimbulkan semakin rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
31
H4 : kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap agency cost pada perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
32
Download