BAB V POLA KOMUNIKASI ORGANISASI PAVESA DALAM MENGELOLA KONFLIK Pada bagian ini merupakan pembahasan, penulis membahas pola komunikasi organisasi dalam menangani konflik. Bagian ini akan menggambarkan pola komunikasi organisasi dalam menangani konflik di organisasi PAVESA. 5.1 Konflik Dalam Organisasi PAVESA Dalam kehidupannya, manusia pasti memerlukan komunikasi, baik berkomunikasi dengan individu lain maupun dengan kelompok atau masyarakat. Dengan adanya komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil. Sebaliknya tidak adanya komunikasi akan menimbulkan konflik antara anggota organisasi dan dampaknya mengganggu komunikasi dalam organisasi tersebut. Organisasi PAVESA pertama kali terbentuk pada tahun 1997.Awalnya organisasi ini muncul dari kesamaan hobby dan teman “nongkrong” yang pada akhirnya berkumpul menjadi sebuah organisasi. Hal ini dinyatakan oleh Mas Oni 1bahwa : “Dari sekitar kurang lebih 5orang penyuka atau hobby vespa berkumpul di depan bangunan BHS bank ada vespa lewat ditawari disuruh ikut nongkrong akhirnya jadi banyak dan sehabis itu ada ide bagaimana kalau di buat paguyuban sekalian dibuat pengurusannya gimana dan AD/ART biar resmi dan kebetulan pada saat itu komunitas motor anggotanya paling banyak adalah PAVESA karena kalau vespa segmentasinya semua kalangan.” Kutipan tersebut menunjukkan bahwa munculnya sebuah organisasi dapat didasarkan pada kesamaan pandangan dari para anggotanya. Hobby menjadi salah satu perekat dalam sebuah organisasi.Hal ini juga terjadi dalam organisasi 1 Wawancara Dengan Mas Oni (Pendiri) Pada 26 November 2015 PAVESA, organisasi ini muncul karena kesamaan pandangan antar anggotanya. Berawal dari “nongkrong” akhirnya muncul ide untuk membuat paguyuban yang memiliki AD/ART sendiri. Seiring berjalannya waktu dalam organisasi pasti muncul dinamika didalamnya. Salah satu bentuk dinamika yang terjadi adalah konflik. Dalam organisasi PAVESA konflik terjadi sekitar tahun 2003, konflik tersebut dapat dikatakan sebagai konflik besar. Bagian berikut pada tulisan ini akan dideskripsikan konflik yang terjadi dalam organisasi PAVESA pada tahun 2003. Pada saat itu (tahun 2003) organisasi PAVESA baru berusia sekitar 6 (enam) tahun. Untuk sebuah organisasi usia yang masih sangat muda dan rentan dengan konflik internal di dalamnya. Benar saja bahwa pada tahun 2003 organisasi ini mengalami sebuah konflik organisasi yang mengancam kelangsungan organisasi ini. Kepentingan pribadi menjadi salah satu penyebab konflik yang terjadi. Kepentingan yang dimaksud adalah pada saat itu organisasi berafiliasi dengan salah satu partai politik karena salah satu saudara dari pengurus PAVESA berkecimpung di dunia politik dan membutuhkan basis massa pada akhirnya PAVESA “dikorbankan” untuk memobilisasi massa pada saat itu. Dampak dari hal ini adalah mengalami kesulitan dalam mengadakan acara-acara karena tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian. Alasan dari pihak kepolisian pada saat itu adalah perubahan fokus PAVESA dari organisasi otomotif menjadi organisasi politik yang dikhawatirkan menjadi arena mobilisiasi masa. Pada masa ini PAVESA dipimpin oleh JT. Aktor inilah yang memasukkan PAVESA ke dalam organisasi politik pada saat itu. Hal ini menyebabkan anggota PAVESA terpecah belah , ada anggota yang tidak mempersoalkan hal ini, namun ada juga yang tidak setuju. Hal ini disampaikan oleh Mas Oni 2 bahwa: “Waktu itu kepengurusan pertama yg terpilih jadi ketua ialah JT karena pak JT memiliki banyak aktivitas tidak hanya di vespa tapi mempunyai kegiatan lain salah satunya ada motif politik dan akhirnya tidak sependapat awal mula konfliknya ya disitu. PAVESA sebagai organisasi otomotif dimasukkan ke dalam 2 Wawancara Dengan Mas Oni (Pendiri) Pada 26 November 2015 organisasi politik dan ada yang setuju dan tidak setuju bagi mereka setuju karena mereka sependapat atau sepemikiran.” Hal ini menunjukkan bahwa kepentingan pribadi dapat merusak iklim sebuah organisasi. Dalam organisasi PAVESA pada tahun 2003, organisasi yang awalnya merupakan organisasi otomotif kemudian berafiliasi dengan salah satu partai politik yang membuat anggota organisasi terpecah belah. Hal inilah yang juga menjadi cikal bakal munculnya organisasi baru yang beranggotakan para mantan PAVESA yang merasa tidak setuju dengan kebijakan ketua PAVESA pada saat itu, kemudian organisasi ini diberi nama VOG. Afiliasi organisasi PAVESA dengan salah satu partai politik pada dasarnya disebabkan oleh kepentingan ketua PAVESA pada saat itu. Hal ini dalam tataran teoritis dapat dikatakan sebagai sebuah konflik internal dalam organisasi. Dalam konteks ini aktor yang saling berkonflik adalah individu dalam hal ini adalah ketua PAVESA yang memiliki afiliasi politik dengan kelompok-kelompok kecil dalam organisasi. Kelompok tersebut adalah anggota PAVESA yang tidak sependapat dengan afiliasi PAVESA menjadi organisasi politik. Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan konflik dalam organisasi PAVESA pada tahun 2003 adalah organisasi PAVESA berafiliasi dengan salah satu partai politik di Kota Salatiga. Faktor yang berikutnya adalah kebiasaan anggota-anggota meminum minuman keras. Pada dasarnya para anggota PAVESA merupakan peminum dan hal ini sudah menjadi kebiasaan para anggota dikarenakan pada awal atau masa PAVESA berdiri latar belakang anggota PAVESA itu sendiri dari bermacammacam kalangan ada juga yang pengganguran ada juga pegawai. Namun seiring berkembangnya organisasi ini masuklah beberapa anggota baru. Setelah bergabungnya anggota baru ini perpecahan mulai terjadi. Perpecahan tersebut disebabkan adanya ketidakcocokkan anggota baru dengan kebiasaan anggota lama PAVESA yang suka meminum minuman keras. Bahkan, dalam rapat para anggota yang merasa tidak senang dengan kebiasaan tersebut melakukan sindiran terhadap para anggota yang minum MIRAS. Hal inilah yang menyebabkan konflik internal dalam organisasi PAVESA. Hal ini disampaikan oleh mas W 3bahwa : “Tidak hanya itu pecahnya juga ada faktor lain yaitu tentang masuknya orang baru kedalam PAVESA dan melarang untuk meminum minuman keras padahal sebagian orang PAVESA jaman itu banyak orang peminum. Sehingga para peminum itu tidak ingin PAVESA bubar begitu aja lalu mereka keluar dengan sendirinya dan mendirikan klub lain yaitu VOG” Kutipan tersebut menunjukkan bahwa konflik yang terjadi dalam konteks ini adalah konflik interpersonal. Konflik ini terjadi antar individu dalam organisasi. Himbauan para anggota baru 4 PAVESA juga sebenarnya tidak salah, tujuan hal ini dilakukan agar organisasi ini tetap bisa berjalan dengan sehat dan memberikan bukti pada masyarakat bahwa organisasi otomotif sebenarnya bersih dari MIRAS. Namun, hal ini nampaknya yang tidak bisa diterima anggota lama 5 PAVESA yang merasa terganggu dengan larangan ini. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sebuah organisasi konflik internal menjadi salah satu dinamika dalam sebuah organisasi agar menjadi lebih dewasa. Namun, konflik ini juga menjadi awal mula perpecahan dalam PAVESA, perbedaan pandangan dan persepsi ini membuat para anggota yang merasa terusik untuk membuat organisasi baru yang dapat mengakomodir mereka. Hal yang juga perlu dipahami adalah konflik yang terjadi dalam tahapan ini terjadi karena perbedaan persepsi antar anggota, anggota lama merasa tidak masalah jika mereka masih meminum MIRAS, sedangkan bagi anggota baru kebiasaan ini harus diubah. Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa organisasi PAVESA mengalami pasang surut dalam perjalanannya hingga saat ini, bahkan PAVESA juga mengalami dinamika seperti konflik internal. Bahkan, konflik internal tersebut berujung pada para anggota yang memutuskan untuk membuat organisasi baru. Konflik yang terjadi di dalam PAVESA pada tahun 2003 disebabkan oleh berafiliasi pada satu partai politik PAVESA sebagai organisasi otomotif menjadi 3 Wawancara Dengan mas W (komunitas VOG) pada 5 Januari 2016 Si B adalah anggota baru PAVESA 5 Si W adalah anggota lama PAVESA 4 organisasi politik serta perbedaan persepsi antar anggota tentang boleh atau tidak minum minuman keras. Dengan adanya hal ini kemudian anggota PAVESA yang memutuskan keluar akhirnya membentuk organisasi baru yang diberi nama VOG. Namun ada hal menarik dalam hubungan antara PAVESA dengan VOG. Bahwa kedua organisasi ini justru hingga saat ini tidak pernah terjadi konflik. Hal ini sangat menarik karena PAVESA dan VOG sangat rawan konflik karena VOG merupakan pecahan dari PAVESA serta anggota VOG keluar dari PAVESA dengan meninggalkan berbagai konflik di dalam internal PAVESA. Namun, justru hingga kini konflik tidak pernah terjadi. Hal ini dinyatakan oleh Bapak Edi 6bahwa PAVESA dan VOG tetap eksis dengan AD ART masing-masing. Komunikasi tergantung pada persepsi, dan sebaliknya persepsi juga tergantung pada komunikasi. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Baik buruknya proses komunikasi tergantung persepsi masing-masing orang yang terlibat di dalamnya. Ketidaksamaan pengertian antara penerima dan pengirim informasi akan menimbulkan kegagalan berkomunikasi. Komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan memelihara otoritas yang objektif dalam organisasi sebagai berikut. Konflik organisasi dalam pavesa merupakan satu bentuk perjalanan yang dinamis dari sekumpulan anggotanya. Konflik organisasi tidak dapat dihindari karena seriap anggotanya memiliki pola pikir serta kepentingan yang berbedabeda. 5.2 Pola komunikasi organisasi dalam mengelola konflik di organisasi PAVESA Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi.Anggota organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik. Konflik berasal dari kata kerja Latin “configure” yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara 6 Wawancara Dengan Bapak Edi (Ketua PAVESA ke 2) Pada 7 November 2015 dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu “interaksi”. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas menunjukkan bahwa konflik terjadi karena adanya proses interaksi. Hal ini juga terjadi dalam konteks organisasi PAVESA. Organisasi ini mengalami konflik internal pada tahun 2003 yang dipicu dari berafiliasinya dengan salah satu partai politik PAVESA sebagai organisasi otomotif menjadi organisasi politik serta perbedaan persepsi antar anggota tentang boleh atau tidak minum minuman keras. Kedua hal tersebutlah yang membuat saat ini beberapa anggota lama PAVESA memtuskan keluar dan membentuk organisasi baru yaitu VOG. Sebelum terjadi konflik pola komunikasi organisasi yang digunakan oleh PAVESA adalah pola komunikasi roda karena ketua berperan besar dalam organisasi ini. Dalam pola komunikasi roda ketua menjadi pusat pengambil keputusan tetapi sering kali ketua terlalu memutuskan persoalan dengan sendiri tidak dengan jalan musyawarah karena di pola komunikasi roda pemimpin (ketua) mempunyai wewenang penuh. Kemudian dengan sudah terdeskripsinya akar konflik PAVESA pada tahun 2003. Hal yang perlu dibahas berikutnya adalah bagaimana pola komunikasi yang dibangun untuk menyelesaikan konflik ? . Manajemen konflik merupakan pendekatan yang diciptakan oleh pemimpin organisasi dalam menyelesaikan konflik masalah melalui tahapan identifikasi, klasifikasi, analisis penyebab, dan menyelesaikan masalah. Proses identifikasi yang dimaksud adalah pengurus organisasi PAVESA melakukan pendekatan interpersonal dengan para anggota untuk menggali permasalahan yang ada di organisasi. Proses selanjutnya adalah klasifikasi, dalam tahapan ini setelah menggali permasalah melalui proses identifikasi pengurus mulai mengklasifikasi permasalahan-permasalahan yang digali. Setelah persoalan terklasifikasi, ternyata persoalan utama yang menyebabkan perpecahan/konflik di dalam organisasi PAVESA adalah organisasi PAVESA berafiliasi dengan salah satu partai politik dan perbedaan persepsi tentang boleh atau tidaknya meminum minuman keras. Dalam proses ini pola komunikasi yang digunakan sangat menentukan dalam penyelesaian sebuah masalah. Masalah-masalah yang ada dalam komunitas PAVESA pada tahun 2003 bisa dikatakan sebagai masalah yang sensitif karena terkait dengan masalah politik dan konflik interpersonal antar anggota organisasi. Hal ini membutuhkan sebuah pola komunikasi yang tepat agar konflik dapat diselesaikan. Pada saat itu konflik dapat terselesaikan melaui proses musyawarah mufakat dan para anggota yang memutuskan keluar, berbicara baik-baik dengan ketua dan anggota organisasi yang lain. Hal ini disampaikan oleh Mas Bagus 7bahwa : “Penyelesaiannya konflik tetap dengan musyawarah antara PAVESA dengan anggota yang mau mengundurkan diri dari PAVESA.” Kutipan tersebut di atas menunjukkan bahwa organisasi yang menjunjung tinggi demokrasi. Walaupun ada konflik yang cukup sensitif yang terjadi, namun akhirnya konflik tersebut dapat terselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat. Proses tersebut dilakukan dengan mengumpulkan semua anggota organisasi termasuk anggota yang memutuskan mengundurkan diri. Mereka dikumpulkan dalam satu ruang dan anggota yang mengundurkan diri menyatakan mengundurkan diri dari PAVESA. Hasil dari keputusan dari pertemuan tersebut adalah tidak ada lagi permusuhan antara anggota PAVESA dengan anggota PAVESA yang mengundurkan diri. Proses penyelesaian konflik dengan cara musyawarah mufakat tersebut menunjukkan bahwa seluruh anggota PAVESA berperan aktif dalam pengambilan keputusan, meskipun keputusan tetap ada di tangan ketua. Hal ini dalam tataran teoritis pola komunikasi yang dilakukan oleh organisasi PAVESA untuk menyelesaikan konflik adalah pola komunikasi roda dan pola bintang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya proses musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan, dalam pola roda pemimpin (ketua) menjadi pusat pengambilan 7 Wawancara Dengan Arief Bagus (Ketua PAVESA saat ini) Pada 14 Januari 2016. keputusan dan dalam konteks pola bintang menunjukkan bahwa para anggota dapat saling bermusyawarah kemudian memberikan masukan kepada ketua yang pada akhirnya ketua mengambil sebuah keputusan. Dalam hal ini keputusan yang diambil adalah tidak ada lagi permusuhan antara anggota PAVESA dengan anggota PAVESA yang mengundurkan diri. Deskripsi diatas menunjukkan bahwa manajemen konflik yang dilakukan dalam penyelesaian konflik organisasi PAVESA pada tahun 2003 adalah dengan jalan musyawarah mufakat dengan melibatkan semua anggota organisasi untuk mengambil keputusan. Dalam proses manajemen konflik ini pola komunikasi yang digunakan adalah pola roda dan pola bintang. Kemudian hal yang menarik adalah dengan pecahnya organisasi PAVESA, para anggota yang memutuskan mundur membentuk organisasi baru yang diberi nama VOG. Hal ini disampaikan oleh Bapak Edi 8 bahwa : “Pada saat itu akhirnya ada beberapa anggota yang keluar dari PAVESA mas. Mereka akhirnya membuat komunitas baru namanya VOG.Nah, VOG ini juga memiliki AD/ART sendiri, pada akhirnya juga PAVESA dan VOG berjalan masing-masing dengan AD/ART masing-masing.” Hal yang menarik dalam hubungan antara PAVESA dan VOG adalah kedua organisasi ini tidak pernah berkonflik. Kemudian kedua organisasi ini dapat hidup berdampingan tanpa ada masalah yang berarti. Setelah konflik antar anggota PAVESA dapat diselesaikan hingga saat ini organisasi ini masih tetap eksis dan tetap berkegiatan hingga saat ini. Saat ini PAVESA memasuki era baru dengan ketua Arief Bagus. PAVESA memasuki era baru dimana organisasi ini berjalan dengan caranya sendiri dan menggunakan proses pengambilan keputusan yang demokartis 9 dengan melibatkan seluruh anggota. Nampaknya PAVESA belajar dari pengalaman masa lalu, saat ini PAVESA terlihat semakin dewasa seiring dengan bertambahnya usia organisasi. Saat ini PAVESA sudah berusia 19 tahun, berbagai macam dinamika sudah mereka alami. 8 9 Wawancara Dengan Bapak Edi (Ketua PAVESA ke 2) Pada 7 November 2015 Wawancara Dengan Arief Bagus (Ketua PAVESA saat ini) Pada 14 Januari 2016. PAVESA saat ini relatif “sepi” dari masalah internal dan konflik antar anggota. Hal ini disebabkan karena setiap persoalan yang dihadapi segera diselesaikan secepat mungkin dan tidak membiarkan masalah berlarut-larut 10. Hal ini juga merupakan wujud bahwa PAVESA tetap ingin utuh dan menjaga keharmonisan antar anggota dalam organisasi. Hal ini juga tidak bisa dilepaskan dari peran ketua organisasi PAVESA saat ini yang tidak pernah menunda penyelesaian masalah. Kemudian semua keputusan diambil dengan cara musyawarah mufakat 11, hal ini dilakukan agar semua anggota dapat terlibat aktif dalam pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi dalam organisasi berjalan dengan baik. Kemudian proses musyawarah mufakat yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan seluruh anggota dalam pertemuan rutin, kemudian seluruh anggota memiliki hak berbicara dan mengemukakan pendapat. Dalam hal ini ketua memiliki peran untuk menampung aspirasi dari para anggota dan mengambil keputusan untuk kebaikan organisasi dan menyelesaikan berbagai masalah yang ada. Dalam tataran teoritis pola komunikasi yang dibangun oleh organisasi PAVESA saat ini adalah pola komunikasi roda dan pola bintang. Kedua pola ini nampak dalam komunikasi organisasi PAVESA saat ini karena semua anggota memiliki peran untuk memberikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, meskipun ketua organisasi tetap mengambil keputusan akhir. Proses pengambilan keputusan akhir ditangan ketua ini menunjukkan ciri khas pola komunikasi roda, sedangkan proses komunikasi antar anggota menunjukkan pola komunikasi bintang. Dalam konsep De Vito terdapat lima model komunikasi yaitu : model lingkaran, model roda, model Y, model rantai dan model semua saluran atau bintang. Namun dalam organisasi PAVESA model komunikasi yang dilakukan adalah model roda dan model bintang dimana ketua menjadi pengambil keputusan utama (ciri khas pola komunikasi roda) yang didasarkan pada musyawarah para anggota (ciri khas pola bintang). 10 11 Wawancara Dengan Ferry H (Anggota PAVESA saat ini) Pada 11 Januari 2016. Wawancara Dengan Julia (Bendahara PAVESA saat ini) Pada 8 Januari 2016. 1.3 Refleksi Hasil Penelitian Penelitian ini mengenai pola komunikasi organisasi dalam mengelola konflik pada organisasi PAVESA. Di dalam konsep De Vito terdapat lima model komunikasi yaitu : model lingkaran, model roda, model Y, model rantai dan model semua saluran atau bintang tetapi penelitian komunikasi yang dibangun oleh organisasi PAVESA saat ini adalah pola komunikasi roda dan pola bintang. Kedua pola ini nampak dalam komunikasi organisasi PAVESA saat ini karena semua anggota memiliki peran untuk memberikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, meskipun ketua organisasi tetap mengambil keputusan akhir. Proses pengambilan keputusan akhir ditangan ketua ini menunjukkan ciri khas pola komunikasi roda, sedangkan proses komunikasi antar anggota menunjukkan pola komunikasi bintang. Peneitian ini terinspirasi oleh Nurohman 2011 dan Laras Ayu Aristiani 2012 yang keduanya membahas tentang pola komunikasi jaringan devito. Nurohman 2011 dalam temuannya menggambarkan Arus Pesan yang terjadi pada anggota Paguyuban Sapeda Baheula (PSB) dalam mempertahankan Solidaritas Organisasinya di Cicadas Bandung adalah komunikasi kebawah (downward), komunikasi ke atas (Upward), komunikasi horizontal, Tidak ada suatu batasan yang terjadi dalam berkomunikasi, Karena semuanya berangkat dari anggota dulu, karena usulan, ide, saran, dan kritik itu dari anggota itu sangat di butuhkan agar organisasi atapun komunitas PSB bisa semakin solid dan bertahan dengan tidak membedakan jabatan, gender, status, sehingga komunikasi di antara PSB itu terjalin dengan sendirinya. Pola Komunikasi yang digunakan oleh Paguyuban Sapeda Baheula (PSB) dalam mempertahankan Solidaritas Organisasinya di Cicadas Bandung yaitu Pola komunikasi Y dan Pola komunikasi All Chanel (semua saluran) atau juga disebut Pola komunikasi Bintang. Penelitian berikutnya oleh Laras Ayu Aristiani 2012 Berdasarkan hasil penelitian dapat disimulkan bahwa Organisasi Mitra Gahana memiliki pola komunikasi lingkaran dan roda. Komunikasi model lingkaran dalam penyelesaian konflik tidak dapat mengatasi masalah organisasi secara keseluruhan dikarenakan banyak pihak yang terlibat sementara dalam komunikasi model roda yang diterapkan oleh Mitra Gahana terbukti mampu menyelesaikan konflik karena ketua sebagai poros organisasi mampu menjadi mediator atau pusat penyelesaian konflik dan tidak terlalu banyak pihak yang terlibat, sehingga konflik teratasi.