http://www.karyailmiah.polnes.ac.id SISTEM STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN VERNAKULAR RUMAH SUKU KUTAI TENGGARONG, KALIMANTAN TIMUR Zakiah Hidayati (Staf Pengajar PS. Arsitektur - Jurusan Desain Produk Politeknik Negeri Samarinda) Abstrak ZAKIAH HIDAYATI: Suku Kutai adalah suku yang berasal dari penduduk kerajaan tertua dalam peradaban Melayu yaitu Kerajaan Kutai. Seni dan budaya suku Kutai pada awalnya dipengaruhi oleh agama Hindu dan kemudian diwarnai oleh agama Islam pada awal abad 16. Kegiatan seni dan budaya tercermin pula dalam arsitektur vernakular suku Kutai. Arsitektur vernakular suku Kutai memiliki ciri khas yang dipengaruhi budaya Melayu dan dipengaruhi oleh iklim tropis. Daerah tropis adalah tempat hidup hutan hujan tropis yang kaya akan berbagai jenis kayu. Kayu inilah menjadi kekayaan lokal yang diterapkan pada rumah Kutai. Hampir seluruh material sistem struktur bangunan rumah Kutai, seperti struktur pondasi, dinding, atap dan tangga, terbuat dari kayu ulin, meranti, kayu kahoi, dan kayu kapur yang memang berasal dari pohon yang tumbuh di daerah Kalimantan Timur. Dokumentasi terhadap rumah Kutai sangat perlu dilakukan karena keberadaannya yang mulai langka. Untuk itu diperlukan penelitian deskriptif untuk menggali kearifan dan kejeniusan lokal dari rumah Kutai, terutama dilihat dari sisi ‘resources that grow’ yang meliputi struktur, teknologi dan bahan bangunan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Kata Kunci: Kutai, kayu, struktur bangunan PENDAHULUAN Kekayaan arsitektur lokal Indonesia sungguh beragam dan sangat bernilai. Warisan nenek moyang kita yang terbentang di sepanjang nusantara, sarat dengan nilai-nilai tradisi dan budaya. Pun demikian pada arsitektur vernakular. Arsitektur vernakular lahir dari perkembangan arsitektur tradisional yang kemudian beradaptasi dengan kondisi fisik, sosial dan budaya setempat. Dibangun untuk mewadahi kebutuhan khusus, mengakomodasi nilai-nilai masyarakat budaya, ekonomi dan cara hidup masyarakat. Arsitektur vernakular di setiap daerah memiliki kekhasan dalam konstruksi bangunannya. Amos Rapoport dalam buku House, Form, and Culture (1969) menyatakan bahwa salah satu faktor yang membentuk suatu arsitektur vernakular adalah konstruksi bangunan. Hal ini dikemukakan JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 pula oleh Paul Oliver dalam Dwellings The House across The World, bahwa salah satu ciri dari arsitektur vernakular adalah „resources that grow‟ yang meliputi struktur, teknologi dan bahan bangunan. Kita dapat melihat kekhasan material arsitektur vernakular di negara Malaysia dan Indonesia yang menggunakan sistem struktur dan konstruksi dari kayu hutan tropis. Penggunaan lumpur padat di Mesir. Struktur rumah dari bambu di Pakistan dan India dan struktur batu banyak ditemui di Italia. Victor Papanek (199) dalam Wiranto (1999), arsitektur vernakular merupakan pengembangan dari arsitektur rakyat memiliki nilai ekologis,arsitektonis dan “alami” karena mengacu pada kondisi, potensi, iklim - budaya dan masyarakat lingkungannya. Arsitektur rakyat yang dimaksud adalah arsitektur alam yang Riset / 2128 dikembangkan oleh norma, budaya, adat, iklim, dan potensi bahan. Wiranto (1999) menjelaskan bahwa arsitektur vernakular yang tumbuh dari arsitektur rakyat dan berkembang melewati tahap tahap konfigurasi lapis lapis kebudayaan dalam pejalanan sejarahnya mengalami banyak tekanan tekanan, baik pada kondisi internal maupun external. Kekuatan external antara lain dari masyarakat industri Barat yang menebarkan potensi teknologi modern, bahan bangunan modern. Dilain pihak masyarakat telah memiliki tradisi budaya regional yang kuat yang telah diakui masyarakatnya selama puluhan tahun. Arsitektur vernakular mengandung kesepakatan yang menanggapi secara positip terhadap iklim disamping terhadap ruang, waktu dan budaya. Arsitektur ini juga memberikan prinsip dan simbol masa lalu untuk dapat ditransformasikan kedalam bentuk bentuk yang akan bermanfaat bagi perubahan perubahan tatanan sosial masa kini . Begitu pula pada arsitektur Kutai di Tenggarong, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur yang kaya akan nilai vernakularisme. Memang kita tidak menemukan nilai vernakular pada kampungkampung atau level kota (kabupaten) Kutai yang eksistensinya telah hilang tanpa terdokumentasi dengan baik. Tetapi vernakularisme arsitektur Kutai dapat tercermin dalam rumah Kutai yang keberadaannya kini hampir langka di Kutai Kertanegara. Nilai vernakular rumah Kutai dapat kita lihat dari adaptasinya terhadap iklim tropika humida di Kalimantan Timur dengan curah hujan cukup tinggi dan perbedaan temperatur siang dan malam sekitar 5-7˚. Kondisi kelembapan udara cukup tinggi sekitar 86% dengan kecepatan angin sekitar 5 knot per jam. Bentuk rumah Kutai memiliki lantai panggung yang akomodatif terhadap iklim tropis di mana ruang panggung dapat memberikan jalan berhembusnya angin sehingga udara dalam rumah dapat lebih sejuk dan kelembaban yang tinggi juga dapat terkurangi dengan adanya panggung. Rumah panggung juga menjaga keamanan penghuni dari hewan-hewan berbahaya yang banyak terdapat di hutan-hutan di Kaltim. Kondisi tanah di Kutai Kertanegara yang cenderung berawa diatasi dengan penggunaan material konstruksi bangunan yang didominasi oleh kayu ulin yang memiliki kekuatan dan ketahanan terhadap air/kelembaban. Jika dipelihara dengan baik, konstruksi kayu ulin dapat bertahan hingga ratusan tahun. Aspek struktur dan konstruksi inilah yang akan ditekankan pada tulisan ini karena perlakuan masyarakat Kutai terhadap kayu seperti memotong, menghias, menghaluskan, dan menyambung kayu tentu berbeda dengan daerah/wilayah lain yang memiliki kondisi iklim dan geografis yang berbeda. Riset / 2129 Sayang sekali rumah Kutai sudah sangat jarang ditemui di Kutai dan Kertanegara. Banyak yang sudah ambruk karena termakan usia dan adapula yang direnovasi pemiliknya menjadi arsitektur modern. Mencari jejak rumah Kutai cukup sulit dilakukan karena belum ada dokumentasi yang baik dan terpublikasi. Untuk itu penulis ingin menggali nilai vernakular rumah Kutai terutama aspek struktur dan konstruksi yang cukup menonjol dalam adaptasinya menghadapi iklim Kaltim. Penelitian ini bertujuan untuk Menjelaskan tentang material yang digunakan pada rumah Kutai yang berasal dari „resources that grow‟ yang tumbuh di wilayah Kutai Kertanegara (Kalimantan Timur), dan menjelaskan sistem struktur dan konstruksi rumah suku Kutai yang adaptif dengan iklim di wilayah Kutai Kertanegara (Kalimantan Timur). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan paradigma rasionalistik. Data-data diperoleh dengan observasi pustaka berkaitan dengan rumah suku Kutai. Pembahasan dilakukan dengan riset kepustakaan, yaitu melalui literatur-literatur dan media informatif lain yang berhubungan dengan pembahasan dan bersifat deskriptif. PEMBAHASAN Rumah Kutai ini berada di Jalan Awang Long Senopati, Kampung Sukarame, Teluk Bentangis. Terletak di pinggir sungai Mahakam. Dahulu dimiliki oleh almarhum dr. Aji Ra‟di, seorang kerabat keraton Kutai Kertanegara. Rumah ini adalah tipe rumah Pelimasan. Secara horisontal rumah terbagi menjadi 3 bagian yaitu bagian pertama yaitu teras depan, bagian kedua adalah ruang keluarga yang berfungsi sebagai tempat tidur, dan bagian ketiga adalah ruang dapur. Di serambi depan dihiasi oleh ukiran dan ornamen gaya Melayu. Di bagian depan rumah, terdapat tangga untuk naik ke dalam bangunan. Dilihat secara vertikal struktur rumah terbagi atas struktur panggung, tengah (badan), atas (atap). Dalam http://strukturrumah.com/prinsipdasar-membuat-rumah-tahan-gempa/, dikatakan bahwa struktur rumah yang teratur dan simetris memiliki ketahanan yang baik terhadap kemungkinan bencana alam seperti angin kencang atau gempa. Dari gambar berikut, kita bisa mengetahui bahwa struktur rumah Kutai ini berbentuk teratur dan simetris dan hal ini berarti rumah Kutai beradaptasi dengan faktor angin yang cukup kencang di wilayah Kaltim. Tetapi tentu saja JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id tak sekedar berbentuk teratur dan simetris, tetapi juga struktur harus kuat dalam hubungan antara elemen konstruksinya. 10/10). Ulin dipancangkan hingga ke tanah keras hingga ke lantai rumah yang tingginya panggungnya sekitar 150 cm. Ruang panggung ini digunakan untuk penyimpanan barang-barang. Pondasi digunakan sebagai alas perletakan balok kerangka rumah yang merupakan balok kayu dengan dimensi besar (± 15/20 yang diletakkan horisontal). Balok induk dipasang ke dalam celah pada kolom pondasi. Gambar 3.3. Ruang panggung rumah Kutai (koleksi pribadi) Gambar 3.4. Ruang panggung rumah Kutai (koleksi pribadi) Gambar 3.2 : Adaptasi bentuk struktur dan konstruksi rumah Kutai terhadap iklim (digambar oleh penulis) Fasad rumah berbentuk simetris dengan 3 buah tangga, di tengah dan di samping kanan dan kiri. Tangga tengah adalah tangga utama, disediakan untuk tamu, sedang tangga di sebelah kanan dan kiri digunakan untuk keluarga. Kolong rumah sisi depan ditutup dengan panel kayu. Atap berbentuk limasan bertumpuk dengan tritisan di sekeliling bangunan yang menggambarkan sifat adaptif terhadap iklim tropis dengan kelembaban tinggi di Indonesia. Struktur rumah Kutai merupakan struktur rangka kayu. Secara umum struktur bangunan dapat dibagi menjadi 2 bagian yakni struktur bawah dan struktur atas. (http://www.kaskus.us/showthread.php?p= 119642086) Pondasi Pondasi menggunakan kayu ulin yang memang tahan terhadap tanah lembab dan awet hingga puluhan tahun. Dimensi kayu ulin untuk pondasi cukup besar sekitar 20/30 (biasanya hanya JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 Balok dan Kolom Gambar 3.6. Balok dan Kolom (koleksi pribadi) Seperti halnya rumah Melayu pada umumnya, kerangka bangunan umumnya menggunakan sistem pasak yang tidak memerlukan paku dan mudah dibongkar pasang. Tetapi berangsurnya waktu, ada hal-hal modern yang harus diterapkan pada arsitektur vernakular demi mempertahankan eksistensinya. Perlakuan tambahan seperti penguatan dengan paku atau plat terkadang ditambahkan demi alasan konservasi. Kolom yang digunakan untuk badan struktur berukuran ± 10/10, tersusun setiap 150 cm. Riset / 2130 Kolom untuk teras juga menggunakan ulin ± 10/10. Ring balk menyangga kuda-kuda atap, dari kayu ulin berukuran ± 10/10, sedang balok lantai terdiri balok induk dan balok anak. Lantai Lantai didukung oleh balok induk yang disangga oleh kolom ulin. Balok induk menyangga balok anak dan di atasnya diberi papan lantai ulin yang sebagai lantai rumah. Tinggi panggung sekitar tinggi orang dewasa sehingga dapat beraktifitas di bawah panggung. Papan ulin ± 3/20 disusun rapat. Balok anak diletakkan pada celah yang telah disediakan, di sepanjang balok induk. sangat sulit ditemukan di Kalimantan, termasuk di Kalimantan Timur. Atap sirap setelah bertahun-tahun tertimpa matahari, biasanya warnanya menjadi cenderung abu-abu. Sirap berasal dari kayu ulin yang dipotong tipis dan disusun sirih hingga memiliki kerapatan yang baik terhadap cuaca panas dan hujan. Usuk dan reng biasanya menggunakan kayu sungkai yang kekuatan dan keawetannya di bawah kayu ulin. (http://kreasindosolutions.rhe.name/?p=20. Diakses Oktober 2009) Tangga Lantai memiliki tinggi sekitar 140 cm di atas tanah. Penghawaan menjadi lebih sejuk karena di bagian kolong dapat dilalui oleh angin yang berembus hingga ke dalam rumah. Gambar 3.9. Tangga tengah (koleksi pribadi) Gambar 3.7. Lantai rumah Kutai (koleksi pribadi) Dinding, Jendela dan Pintu Dindingnya terdiri dari panel-panel yang dipasang dengan posisi horisontal yang melekat pada kolom ulin ± 10/10. Bahannya dari papan ulin dan tersusun rapat. Sementara kerangka pintu dan jendela, semua terbuat dari kayu ulin yang hingga sekarang kondisinya masih baik dan kuat. Daun pintu dan jendela umumnya terbuat dari papan kayu bengkirai. Di kusen pintu terdapat ukiranukiran Kutai yangberbentuk flora. Gambar 3.10. Konstruksi pasak dan tusuk pada tangga (koleksi pribadi) Gambar 3.8. Pintu rumah Kutai (koleksi pribadi) Atap Kontruksi atap rumah Kutai berbahan ulin yang awet hingga puluhan tahun. Sedang penutup atapnya menggunakan atap sirap yang mampu bertahan antara 30 hingga 60 tahun. Pemilihan atap ulin merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat Kutai yang mampu menciptakan kesejukan di dalam ruangan. Tetapi kini pohon ulin Riset / 2131 Konstruksi tangga menggunakan pasak dan papan ulin. Setiap anak tangga, pada kedua ujungnya dibentuk tonjolan sekitar 2x2x2.5 yang dimasukkan ke dalam lubang pada 2 papan yang mengapit anak tangga. Selanjutnya dikunci dengan pasak di lubang pada tonjolan anak tangga. Perlakuan berulang pada setiap anak tangga. JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id Konstruksi pasak akan membuat tangga atau elemen bangunan lainnya memiliki ruang untuk bergerak sesuai arus angin sehingga jika terjadi angin kencang, konstruksi dapat bertahan menghadapi angin. KESIMPULAN Kesimpulan Kekayaan lokal arsitektur rumah Kutai dapat dilihat dari aplikasi material dan konstruksinya yang didominasi oleh kayu ulin/kayu besi yang kini terancam langka. Struktur rumah Kutai didominasi oleh kayu ulin yang dahulu melimpah ruah di bumi Kalimantan Timur. Struktur bawah, tengah dan atas didominasi oleh kayu ulin. Rumah Kutai yang termasuk dalam kebudayaan Melayu tidak mengenal paku pada rumahnya, hampir semua menggunakan pasak atau kuncian dengan membuat profil kayu tertentu. Tetapi kini banyak dilakukan perkuatan bangunan rumah Kutai dengan paku atau pelat, untuk memperpanjang usia rumah Kutai Saran Warisan arsitektur suku Kutai terutama rumah-rumah penduduknya sangat sedikit yang masih berdiri. Sebagian besar telah dalam kondiri rusak. Dan sebagiannya kemudian diganti menjadi bangunan berarsitektur modern. Untuk itu perlu perhatian dari pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan rumah Kutai yang masih tersisa di kota Tenggarong. Dengan melestarikan rumah Kutai berarti memelihara warisan budaya nenek moyang. http://www.architerian.net/myforum/viewtopic.php?i d=1759 http://www.kaltimprov.go.id/kaltim.php?page=profile &id=31. Diakses Desember 2009. Kippling, Rudyard. From Kutai to Dayak. Pemerintah Kabupaten Daerah Tk. II Kutai Kalimantan Timur. 1977. Oliver, Paul. Dwelling : The House across The World. Phaidon Press Limited. 1987. Rapoport, A. House, Form and Culture. Prentice Hall, New York. 1969. Sukawi. Aplikasi Eko Arsitektur pada Rumah Panggung dalam Mengatisipasi Kondisi Termal Lingkungan (Tinjauan Konstruksi dan Bahan Bangunan (2007). http://eprints.undip.ac.id/883/. Diakses Oktober 2009. Sukmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 1981. Wiranto. Arsitektur Vernakular Indonesia : Perannya dalam Pengembangan Jati Diri. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 27, No 2. Desember 1999. Wujud Arti dan Fungsi Puncak-puncak Kebudayaan Lama dan Asli di Kalimantan Timur. Depdikbud Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Kaltim. 1996. Untuk masyarakat akademis hendaknya melakukan penelitian mengenai arsitektur Kutai dan dipublikasikan karena informasi tentang arsitektur rumah Kutai sangat terbatas. DAFTAR PUSTAKA http://disparbudkabkukar.com/index.php?option=co m_content&task=view&id=30&Itemid=45 http://www.kaskus.us/showthread.php?p=1196420 86, diakses Januari 2010. http://kreasindosolutions.rhe.name/?p=20. Diakses Oktober 2009. http://www.kutaikartanegara.com/kesultanan/wilaya h.html. Diakses Oktober 2009 http://strukturrumah.com/prinsip-dasar-membuatrumah-tahan-gempa/. Diakses Januari 2010. http://cblogspot.com/2008/05/ulin-wood.html, diakses Januari 2010. http://id.wikipedia.org/hutan, Diakses Januari 2010. JURNAL EKSIS Vol.8 No.1, Mar 2012: 2001 – 2181 Riset / 2132