C4. Model Optimasi Masa Konsesi Proyek Kerjasama

advertisement
Model Optimasi Masa Konsesi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta
yang Memaksimumkan Kinerja Pihak yang Bekerjasama
Nugroho Priyo Negoro1, Moses Laksono Singgih2, Christiono Utomo3
Program Manajemen Proyek Konstruksi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Tel : 031 – 5939361 Fax : 031 - 5939362
[email protected]
Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya2
Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya3
Abstrak — Keterbatasan pendanaan pemerintah dalam
pembangunan infrastruktur, termasuk pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum di Indonesia mendorong
pelaksanaan proyek dengan skema Kerjasama Pemerintah
dan Swasta (KPS). Bentuk kerjasama Build-OperateTransfer (BOT) dipergunakan hampir 48 % dari proyek
KPS sektor air minum di Indonesia. Tetapi bentuk
kerjasama yang terbaik tentu juga dipengaruhi oleh
kriteria pengambilan keputusan dari proyek. Dalam skema
BOT, masa konsesi merupakan hal yang sangat penting
bagi pihak yang bekerjasama, sehingga penetapannya
harus memenuhi prinsip win-win dan menciptakan suatu
kondisi yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah
maupun pihak swasta. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengembangkan model masa konsesi proyek KPS
yang mengoptimalkan kinerja investasi proyek bagi pihak
yang bekerjasama, yaitu pemerintah dan swasta.
Pemodelan
masa
konsesi
dilakukan
selain
mempertimbangkan aspek investasi dan operasional, juga
mempertimbangkan faktor lain, seperti : resiko dan
ketidakpastian, kompleksitas proyek, serta adanya
keterbatasan modal dari investor swasta. Model simulasi
dibangun
dengan
menggunakan teknik simulasi
Montecarlo. Masa konsesi yang optimal bagi pihak yang
bekerjasama diperoleh dengan melakukan sebuah
rancangan eksperimen faktorial. Penelitian yang dilakukan
menghasilkan sebuah rancangan model optimasi masa
konsesi proyek KPS, serta rancangan pengujian pengaruh
faktor perbedaan persepsi resiko pihak yang bekerjasama
dan juga faktor pembiayaan pada rancangan masa konsesi
yang optimal.
Kata kunci : pemodelan, konsesi, kerjasama pemerintah
dan swasta
I.
PENDAHULUAN
Keterbatasan fiskal, yaitu pendanaan yang bersumber
dari negara,
menyebabkan
ekspansi
kapasitas
infrastruktur di Indonesia terhambat. Dalam jangka waktu
tahun 2010 – 2014, diperkirakan butuh investasi sebesar
Rp. 1.450 Trilyun [1]. Salah satu langkah yang dilakukan
pemerintah untuk mengatasi defisit infrastruktur ini
adalah dengan mendorong partisipasi aktif sektor swasta.
Swasta diijinkan ikut membangun sektor infrastruktur,
melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS).
Regulasi yang mendukung pelaksanaan proyek dengan
skema KPS juga sudah diterbitkan pemerintah, melalui
Peraturan Presiden no. 67 tahun 2005 sebagaimana telah
diperbaharui dengan Peraturan Presiden no. 13 tahun
2010 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur.
Pengembangan kapasitas sektor air minum dengan
melibatkan pihak swasta sudah banyak dilakukan di
berbagai negara. Paling tidak tercatat sebanyak 29 proyek
air minum dibangun dengan skema KPS di China [2],
juga penyediaan air bersih untuk masyarakat miskin
dengan bentuk KPS di banyak negara, seperti India,
Uganda, Zambia, Ghana, Yordania, Filipina, Bolivia dan
Indonesia [3]. KPS air minum juga terdapat di Spanyol,
Argentina, USA, Mexico, Brazil, dan Chili [4]. Selain itu
juga tercatat, paling tidak terdapat 29 pihak swasta
pemegang hak konsesi air minum di wilayah Amerika
Selatan [5].
Di Indonesia, berdasarkan catatan Badan Pendukung
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
(BPPSPAM) sampai akhir tahun 2009, terdapat 25
proyek KPS sektor air minum yang sudah maupun akan
beroperasi. Adapun bentuk KPS yang digunakan
bervariasi, mulai dari Build-Operate-Transfer (BOT),
Build-Transfer-Operate (BTO), Build-Own-Operate
(BOO), Joint Operation (JO) serta hak konsesi. Bentuk
BOT masih mendominasi KPS sektor air minum di
Indonesia saat ini, yang jumlahnya mencapai sekitar 48
% proyek, dengan masa konsesi yang bervariasi. Meski
demikian, berdasarkan kajian perbandingan bentuk KPS
terbaik bagi pihak yang bekerjasama pada rencana
pembangunan Instalasi Pengolahan Air Minum PDAM
Bandarmasih, Banjarmasin, menunjukkan bahwa
keputusan pemilihan bentuk KPS terbaik sangat
tergantung dari kriteria keputusannya, apakah ditinjau
dari segi finansial ataukah dari segi alokasi resikonya [6].
Pengembangan infrastruktur yang didanai oleh pihak
swasta meliputi tiga tahap, yaitu : tahap pengembangan
awal, tahap konstruksi dan tahap operasional [7]. Tahap
pengembangan awal berakhir seiring dengan pemberian
kontrak konsesi. Oleh karena itu, hanya tahap konstruksi
dan operasional saja yang termasuk dalam masa konsesi.
Lebih lanjut dinyatakan, bahwa terdapat dua
kemungkinan struktur masa konsesi, yaitu : konsesi satu
periode, dimana tahap konstruksi masuk dalam bagian
masa konsesi, serta konsesi dua periode, dimana konsesi
diberikan setelah konstruksi selesai dilakukan, jadi hanya
operasional saja yang merupakan konsesi dengan durasi
yang tetap. Konsesi adalah kontrak jangka panjang yang
diberikan pemerintah kepada pihak swasta, sebagai
imbalan/kompensasi atas pendanaan, pengembangan, dan
pembangunan yang dilakukan atas fasilitas publik.
Dalam periode waktu tersebut, swasta diwajibkan untuk
memberikan
produk/layanan
(operasional
dan
pemeliharaan) kepada publik serta berhak memungut
biaya [8,9]
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011
C-25
Masa konsesi menjadi suatu hal yang sangat penting,
karena terkait dengan kepentingan pemerintah sebagai
pemilik proyek maupun pihak swasta sebagai pemegang
hak konsesinya [10,11,12]. Masa konsesi yang terlalu
lama berpotensi lebih menguntungkan swasta, sebaliknya
hal ini akan merugikan pemerintah. Di sisi lain, apabila
pemerintah menginginkan masa konsesi yang lebih
pendek, swasta akan menolak kontrak atau akan
memaksa untuk menaikkan service fee dalam operasional
proyek agar dapat memperoleh tingkat laba yang pasti
guna mengganti kerugian investasi [13,14].
Ukuran kinerja yang memuaskan kepentingan kedua
belah pihak (win-win) adalah sebuah kondisi yang
memaksimumkan return ataupun meminimumkan resiko
dari masing-masing pihak yang bekerjasama. Bagi
pemegang hak konsesi, hal ini tercermin pada besarnya
profit yang dihasilkan, sehingga memiliki kemampuan
lebih dalam mengembalikan investasi yang sudah
dilakukannya. Terdapat fakta bahwa pemegang hak
konsesi KPS di negara-negara wilayah Amerika Selatan
tidak mendapatkan laba yang cukup. Profitabilitas
pemegang hak konsesi sangat dipengaruhi oleh sektor
usaha dan kualitas regulasi dari pemerintah [5].
Lima faktor yang mempengaruhi kesuksesan KPS
dalam kerangka prinsip saling menguntungkan atau winwin, dimana dua faktor utama adalah economic viability
dan alokasi resiko [5]. Studi empiris yang dilakukan [6]
menguatkan fakta bahwa bentuk KPS terbaik dipengaruhi
dengan penetapan kriteria keputusannya, yaitu aspek
finansial dan alokasi resikonya. Adapun, capital
structure, sesuatu yang terkait dengan sumber
pembiayaan dari project company, merupakan isu kritis
yang harus dipecahkan, karena mempengaruhi kerangka
KPS yang saling menguntungkan (win-win) dipaparkan
dalam [16].
Karena besarnya ukuran dan kompleksitas proyek,
KPS sering menghadapi kendala ketidakpastian
(uncertainty) dan berbagai macam resiko [17].
Penggunaan asumsi deterministik pada variabel yang
mempengaruhi kinerja konsesi memiliki keterbatasan
[14]. Dalam kenyataannya kondisi ketidakpastian
(uncertainty) justru yang terjadi, yang disebabkan karena
berbagai macam resiko di dalamnya. Sebagai contoh
anggaran modal dan waktu konstruksi yang mungkin
berubah, biaya dan pendapatan yang mungkin bervariasi
selama masa konsesi. Meskipun demikian, model
deterministik masih memadai digunakan, apabila
ketidakpastiannya masih dapat diterima atau dapat
diramalkan secara akurat [18].
Berdasarkan paparan di atas, maka perlu
dikembangkan sebuah pemodelan masa konsesi yang
mengoptimalkan kepentingan pihak yang bekerjasama
(pemerintah dan swasta). Model stochastic lebih
dipertimbangkan untuk digunakan, mengingat faktor
ketidakpastian dan resiko dalam proyek KPS.
C-26
II. DASAR TEORI
Sebuah perjanjian konsesi (concession agreement)
antara Special Purpose Vehicle (SPV) dengan wakil atau
perusahaan publik akan memberikan prasyarat tentang
operasional, jenis dan masa konsesi bagi SPV [19].
Aturan tambahan bisa saja ditetapkan, seperti supervisi
oleh pihak ketiga (misal konsultan independen),
pelaporan periodik, asuransi, penalti atas pelanggaran,
kondisi terminasi awal konsesi, dan audit akuntan. Pada
kasus jalan tol, tarif maksimum diatur dan dibandingkan
terhadap inflasi. Apabila pengguna jauh di bawah
spesifikasi minimum, otoritas publik mungkin perlu
memberikan bantuan untuk menutupi biaya. Untuk
memberikan tingkat pelayanan yang memadai, standar
pelayanan minimum juga ditetapkan berupa penalti
apabila gagal memenuhi. Penggunaan teknik project
financing untuk konsesi, dipengaruhi oleh model BOT,
yang dimulai dengan keberhasilan pembiayaan proyek
Channel Tunnel antara Inggris dan Prancis di tahun 1987,
dan Dartford Bridge (melintasi muara sungai Thames),
yang selanjutnya banyak diikuti dengan penggunaan
bentuk konsesi dalam kerjasama proyek jalan tol antara
pemerintah dan swasta [19].
Pada dasarnya terdapat beberapa pandangan terkait
dengan bagaimana menentukan masa konsesi sebuah
proyek KPS. Survey yang dilakukan pada pelaku proyek
jembatan hasil joint venture antara Jerman dan Swiss,
memunculkan empat pendapat dalam penetapan masa
konsesi proyek KPS [20]. Masa konsesi dapat bersifat
tetap maupun fleksibel, serta bisa berupa konsesi satu
periode atau dua periode [7]. Enam pendekatan yang
diajukan juga dipandang dapat dilakukan dalam
menetapkan masa konsesi proyek KPS [17]. Selain itu
beberapa penelitian mencoba mengajukan sebuah bentuk
pemodelan simulasi dengan mempertimbangkan segala
resiko yang terlibat dalam penentuan masa konsesi ini
[10,14].
Masa konsesi menjadi suatu hal yang sangat penting,
karena terkait dengan kepentingan pemerintah sebagai
pemilik proyek maupun pihak swasta sebagai pemegang
hak konsesinya [10,11,12]. Masa konsesi dipengaruhi
oleh beberapa faktor [17], yaitu : jenis proyek, cakupan
proyek, kekhususan aset, kompleksitas konstruksi, jangka
waktu proyek, biaya pengembangan proyek, kombinasi
instrumen pembiayaan, nilai aset awal, penyusutan, biaya
operasional dan perawatan, permintaan pasar (harga,
kuantitas) dari layanan yang diberikan proyek, tingkat
suku bunga, tingkat inflasi, tingkat nilai tukar (kurs) asing
(jika mata uang asing digunakan), praktek-praktek
regulasi pemerintah. Masa konsesi memberikan pengaruh
pada kinerja proyek [21].
Kepentingan pihak yang terlibat dalam investasi
sebuah proyek, dapat dilihat dari sudut pandang teori
investasi, dimana tujuan yang ingin diperoleh adalah
memaksimumkan kesejahteraan pemilik, yang dapat
dicapai
dengan
memaksimumkan
return
atau
menurunkan resiko. Kondisi memaksimumkan return
atau meminimumkan resiko dipandang sebagai sebuah
kinerja dari proyek investasi. Aliran finansial dari
investasi proyek KPS [22] ditunjukkan pada gambar 1
berikut.
ISBN :978-979-18342-3-0
………………………………………………….. (1)
III.
Gambar 1 : Aliran finansial proyek BOT
Sebuah
metodologi
dikembangkan
untuk
mengevaluasi kelayakan finansial dan kinerja proyek
KPS dengan bentuk BOT [23]. Kinerja proyek mengacu
pada tujuan pengambil keputusan dari sudut pandang
pihak yang berbeda-beda. Dalam perspektif pihak swasta,
strategi yang dilakukan adalah memaksimalkan
keuntungan (profit). Sedangkan dalam perspektif
pemerintah,
strategi
yang
dilakukan
adalah
memaksimalkan kesejahteraan sosial. Perhatian utama
pihak swasta lebih terhadap profit karena menentukan
kelangsungan hidup dari proyek BOT. Profit merupakan
perbedaan antara pendapatan dan biaya. Adapun bagi
pemerintah, perhatian utama pada proyek BOT adalah
manfaat (benefit) yang didefinisikan dalam bentuk
kesejahteraan sosial yang ditambahkan pada masyarakat.
Kesejahteraan sosial didefiniskan sebagai perbedaan
antara surplus konsumen dan biaya pada proyek BOT.
Pendekatan lain, yaitu cost-benefit analyss (CBA)
digunakan sebagai kriteria evaluasi proyek penyediaan
air minum di Mexico [24]. CBA membandingkan agregat
willingness to pay (WTP) dari populasi dalam satu tahun
dengan anggaran yang disediakan dalam satu tahun dan
estimasi investasi yang diperlukan untuk memperbaiki
pelayanan yang direncanakan.
Teknik evaluasi profitability index (PI) juga disebut
dengan benefit cost ratio atau cost benefit ratio [25].
Meskipun tidak populer sebagaimana dengan IRR dan
NPV, kriteria evaluasi PI ini sangat bermanfaat dalam
kasus capital rationing atau adanya keterbatasan sumber
modal dibandingkan teknik evaluasi lainnya [26]. Dalam
keputusan investasi, pihak swasta selalu menghadapi
keterbatasan ekuitas yang dimiliki, sehingga kriteria
evaluasi ini cocok untuk digunakan. Keterbatasan ekuitas
ini memunculkan pembiayaan yang bersumber dari
hutang, dimana dalam konteks level perusahaan dikenal
dengan capital structure. Capital structure dari project
company memberikan pengaruh juga pada pihak
pemerintah dalam kerangka KPS [16]. Berdasar dua
pandangan ini, dapat dinyatakan bahwa kriteria PI dapat
digunakan sebagai ukuran kinerja proyek KPS yang lebih
memadai dalam kasus terdapat pengaruh faktor
pembiayaan.
METODE DAN VARIABEL PENELITIAN
Pemodelan sistem mencakup dua konsep penting
yang umum digunakan, sistem dan pemodelan. Dalam
bahasa sederhana, sistem mengacu pada sekumpulan
elemen atau operasi yang dikelola dan berhubungan logis
untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun pemodelan
mengacu pada proses menggambarkan sistem (produk
atau proses) dengan model yang lebih mudah dipahami
dibandingkan dengan kondisi aktual [29]. Adapun
simulasi merupakan istilah yang digunakan luas pada
model simulasi komputer yang menggambarkan produk
maupun proses. Simulasi adalah tiruan dari sebuah sistem
dengan menggunakan model komputer untuk melakukan
evaluasi dan meningkatkan kinerja sistem [30]. Salah
satu teknik simulasi yang banyak digunakan adalah
simulasi Montecarlo. Simulasi Montecarlo merupakan
teknik pemecahan masalah baik deterministik maupun
stochastic, dengan menggunakan bilangan random yang
berdistribusi uniform untuk kemudian menkonversinya
menjadi distribusi probabilitas yang diinginkan. Metode
optimasi berbasis simulasi merupakan metode yang
menampilkan
algoritma
pencarian
optimasi
menggunakan discrete event simulation model sebagai
penggambaran dari proses dunia nyata. Fokus optimasi
berbasis simulasi adalah menemukan sekumpulan nilai
terbaik untuk variabel keputusan model simulasi dari
seluruh alternatif solusi yang memungkinkan tanpa
mengevaluasi setiap kemungkinan secara eksplisit [29].
Pengembangan awal metode alternatif penetapan
masa konsesi proyek KPS dengan pemodelan terdapat
pada [10]. Selanjutnya beberapa penelitian pemodelan
masa konsesi lainnya yang bersifat non empiris juga
dikembangkan oleh beberapa peneliti [11,12,13,14,.27].
Adapun penelitian masa konsesi yang bersifat empiris
bisa dilihat pada [18,28]. Dalam penelitian pemodelan
masa konsesi ini, ragam metodologi tergantung dari sudut
pandang yang digunakan oleh masing-masing peneliti.
Model konseptual dari penelitian ini digambarkan
pada gambar 2 berikut, yang menunjukkan keterkaitan
antar faktor dalam model optimasi masa konsesi KPS
sektor air minum.
PI menginformasikan seberapa besar nilai yang
diperoleh dari setiap satuan uang yang diinvestasikan.
Apabila nilai PI lebih besar dari 1, maka akan diperoleh
lebih dari 1 untuk setiap 1 satuan uang yang
diinvestasikan, demikian sebaliknya [26]. Ukuran PI
yang bersifat nilai perbandingan (rasio) pada dasarnya
merupakan ukuran perbandingan manfaat dan biaya,
suatu hal yang senada dengan pengukuran pada [24].
Profitability Index (PI) didefinisikan sebagai berikut :
Gambar 2 : Model Konseptual Masa Konsesi
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011
C-27
Berdasarkan model konseptual penelitian di atas, serta
mengacu pada definisi variabel simulasi dari sistem [31],
maka ditetapkan variabel keputusan yang terlibat dalam
model penelitian ini adalah :
a) Pembiayaan, yang diukur dalam bentuk proporsi
pembiayaannya. Proporsi pembiayaan dinotasikan
dengan p dan diukur dalam satuan %, yaitu
perbandingan ekuitas terhadap biaya investasi total.
Berdasar gambar 1 diketahui bahwa sumber
pembiayaan proyek KPS bisa berasal dari ekuitas
ataupun hutang. Proporsi pembiayaan menurut
sumbernya merupakan perbandingan besaran dana
investasi yang berasal dari masing-masing sumber
pembiayaan terhadap biaya investasi total selama
masa konstruksi.
b) Resiko. Resiko dan ketidakpastian banyak dihadapi
proyek skala besar termasuk proyek dengan skema
KPS ini. Pada pemodelan yang dikembangkan,
resiko dalam tahap konstruksi maupun operasional
melekat secara internal yang ditunjukkan dengan
keberadaan variabel acak (random) dengan
distribusi probabilitas tertentu. Selain itu, resiko
juga berupa perbedaan persepsi antara pemerintah
dan swasta dalam melihat kondisi keuangan proyek
di masa mendatang, sebagaimana dikembangkan
pada [14]. Tingkat resiko ini dinyatakan dengan
notasi β dan diukur dengan (1 - tingkat keyakinan)
% masing-masing pihak.
Adapun variabel respon dalam model masa konsesi
ini adalah ukuran kinerja investasi proyek. Dalam hal ini,
kinerja investasi proyek diukur dengan pendekatan
profitability index (PI), pada rumus (1). Untuk
mendapatkan nilai profitability index ini perlu diketahui
nilai dari beberapa parameter berikut :
a) Pendapatan (revenue), dinotasikan dengan Re.
Pendapatan air bersih adalah pendapatan
operasional yang diterima proyek. Besaran
pendapatan ini tergantung pada tarif air dan volume
air. Tarif air bersih dinotasikan dengan Tar, dan
diukur dalam satuan Rp/m3. Volume air dinotasikan
dengan Vol, dan diukur dalam satuan m3.
b) Biaya (cost), dinotasikan dengan C dan diukur
dalam satuan rupiah. Biaya yang dimaksudkan
disini adalah seluruh biaya operasional yang
dikeluarkan selama proyek berjalan.
c) Investasi Awal (initial investment), dinotasikan
dengan I dan diukur dalam satuan rupiah. Investasi
awal merupakan besaran dana keseluruhan yang
diperlukan selama masa konstruksi proyek di awal
periode.
d) Masa konstruksi, dinotasikan dengan tc dan diukur
dalam satuan tahun. Dalam kondisi masa konsesi
dua periode [7], maka masa konstruksi adalah
bagian dari masa konsesi. Apabila n adalah umur
ekonomis layanan proyek dan to adalah masa
operasional proyek, maka n = to + tc.
e) Tingkat Diskonto (discount rate), dinotasikan
dengan r, dan diukur dalam satuan %. Ini
merupakan nilai faktor pendiskonto aliran kas yang
merefleksikan resiko dan nilai waktu dari uang.
Tingkat diskonto dapat dilihat sebagai tingkat suku
C-28
bunga yang ditetapkan oleh institusi keuangan atas
penggunaan uangnya [11].
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Model matematis dari model optimasi masa konsesi
proyek KPS pada sektor penyediaan air minum,
dijelaskan sebagai berikut :
(1) Fungsi tujuan adalah meminimumkan perbedaan
nilai kinerja investasi proyek di antara pihak
pemerintah dan swasta. Apabila kinerja investasi
proyek dari perspektif swasta dinotasikan sebagai
PIt(S) dan kinerja investasi proyek dari perspektif
pemerintah dinotasikan sebagai PIt(P), maka tujuan
ini dapat dituliskan dalam bentuk matematis sebagai
berikut :
f(x) : min ∆ (PIt(S) dan PIt(P))
(2)
(2) Batasan minimum nilai kinerja investasi yang bisa
diterima swasta
Batas minimum yang bisa diterima pihak swasta
adalah sesuai dengan tingkat pengembalian minimal
berdasarkan dana investasi yang telah digunakan
PIt(S) ≥ 1
(3)
(3) Batasan minimum nilai kinerja investasi yang bisa
diterima pemerintah
Batas minimum yang bisa diterima pemerintah
adalah pada tingkat minimal pengembalian investasi
proyek, sehingga pemerintah tidak mengalami
kerugian pasca transfer aset proyek ke pemerintah.
Dengan kata lain selama operasional dipegang
pihak pemerintah, pendapatan operasional yang
diperoleh mampu menutupi biaya operasional dan
biaya investasi awal yang dikeluarkan. Sehingga
diperoleh batasan minimum kinerja investasi proyek
bagi pemerintah adalah :
PIt(P) ≥ 1
(4)
Pengembangan model simulasi dilakukan berdasar
persamaan 2 – 4 di atas. Model masa konsesi
disimulasikan dengan menggunakan teknik simulasi
Montecarlo. Simulasi Montecarlo digunakan untuk
membangkitkan bilangan random menurut distribusi
probabilitas dari setiap parameter ukuran kinerja investasi
proyek. Gambaran secara bertahap proses simulasi yang
dilakukan ditunjukkan pada gambar 3. Proses simulasi
dilakukan untuk setiap satu kasus proyek dengan jumlah
replikasi sampai mencapai hasil yang optimum.
Proses eksperimentasi sebagai tahapan mendapatkan
masa konsesi proyek KPS yang optimum, dilakukan
dengan merancang sebuah rancangan eksperimen
faktorial. Rancangan ini bertujuan untuk mendapatkan
rancangan optimum masa konsesi proyek KPS dengan
mempertimbangkan faktor yang terlibat. Dalam hal ini
faktor yang terlibat dalam eksperimen adalah variabel
keputusan dalam model, yaitu faktor resiko (perbedaan
persepsi resiko antar pihak yang bekerjasama) dan faktor
pembiayaan.
Sehingga untuk mendapatkan rancangan tersebut,
maka skenario penetapan masa konsesi proyek KPS di
ISBN :978-979-18342-3-0
penelitian ini didasarkan pada dua hal yaitu terkait
dengan faktor pembiayaan dan faktor perbedaan persepsi
resiko antar pihak yang bekerjasama. Pengaruh
perbedaan persepsi resiko dari pemerintah dan swasta
dalam menilai kinerja finansial proyek di masa
mendatang terhadap penetapan rentang masa konsesi
ideal diuji pada [14]. Terdapat tiga perbandingan persepsi
yang dilakukan, yaitu :
(1) Persepsi antara pemerintah dan swasta sama
terhadap kondisi keuangan mendatang (yang
merupakan kondisi netral), yaitu β(P) = β(S)
(2) Persepsi pemerintah lebih optimistis dibandingkan
swasta terhadap kondisi keuangan mendatang, yaitu
β(P) < β(S)
(3) Persepsi pemerintah lebih pesimistis dibandingkan
swasta terhadap kondisi keuangan mendatang, yaitu
β(P) > β(S)
Memulai siklus simulasi ,
dimana t = 0, PI = 0
t=t+1
1. Membangkitkan beberapa angka acak untuk menentukan nilai
resiko sesuai dengan distribusi probabilitasnya,
2. Menghitung biaya konstruksi tahun t, It dan menyesuaikan
dengan nilai probabilitasnya
3. Mendiskontokan It pada discount factor (r) tertentu untuk
menghitung PI
Tidak
T = Tc ?
Ya
t=t+1
1. Membangkitkan beberapa angka acak untuk menentukan nilai
resiko sesuai dengan distribusi probabilitasnya,
2. Menghitung biaya operasional tahun t, Ct dan menyesuaikan
dengan nilai probabilitasnya
1. Membangkitkan angka acak untuk menentukan volume (debit)
air pada tahun t.
2. Menghitung penerimaan (revenue) = Tarif x Volume (Debit)
Penerimaan operasional, Ret
(2) Pembiayaan proyek tidak seluruhnya dari ekuitas
swasta, pembiayaan dapat berasal dari pihak lain
pada level tertentu, yaitu p < 1
Gambaran kemungkinan kondisi yang muncul dari
adanya pengaruh faktor resiko dan pembiayaan terhadap
penetapan masa konsesi ditunjukkan pada gambar 4.
Enam kombinasi skenario untuk menetapkan masa
konsesi sebagai berikut :
(1) Skenario 1, tidak terdapat perbedaan persepsi
resiko antara pemerintah dan swasta terhadapa
kondisi keuangan mendatang, dimana pembiayaan
proyek seluruhnya berasal dari ekuitas
(2) Skenario 2, persepsi pemerintah lebih optimistis
dibandingkan swasta terhadap kondisi keuangan
mendatang, dimana pembiayaan proyek seluruhnya
berasal dari ekuitas
(3) Skenario 3, persepsi pemerintah lebih pesimistis
dibandingkan swasta terhadap kondisi keuangan
mendatang, dimana pembiayaan proyek seluruhnya
berasal dari ekuitas
(4) Skenario 4, tidak terdapat perbedaan persepsi
resiko antara pemerintah dan swasta terhadapa
kondisi keuangan mendatang, dimana pembiayaan
proyek tidak seluruhnya berasal dari ekuitas pada
level tertentu
(5) Skenario 5, persepsi pemerintah lebih optimistis
dibandingkan swasta terhadap kondisi keuangan
mendatang, dimana pembiayaan proyek tidak
seluruhnya berasal dari ekuitas pada level tertentu
(6) Skenario 6, persepsi pemerintah lebih pesimistis
dibandingkan swasta terhadap kondisi keuangan
mendatang, dimana pembiayaan proyek tidak
seluruhnya berasal dari ekuitas pada level tertentu
1. Menghitung pendapatan operasional (income) tahun t,
Int = Ret – Ct
2. Mendiskontokan Int pada tingkat discount factor (r) yang diusulkan
3. Membagi nilai Int (income) terdiskonto dengan nilai It (investasi)
terdiskonto untuk menghitung nilai PI
Tidak
PI(S) ≥ 1 ,
PI(P) ≥ 1 ?
Ya
Minimumkan perbedaan
PI(S) dengan PI(P) , pada
PI(S) ≥ 1 dan PI(P) ≥ 1
Masa Konsesi = t
Siklus simulasi selesai
Gambar 3 : Diagram Alir Proses Simulasi Penetapan
Masa Konsesi
Dalam penelitiannya [10,12,,14], adanya pengaruh
faktor pembiayaan dari investasi proyek KPS tidak
dimasukkan, kecuali dianggap sebagai modal dari pihak
swasta sendiri. Sebaliknya adanya pengaruh faktor
pembiayaan pada kepentingan pemerintah sebagai
partner swasta dalam kerangka kerjasama saling
menguntungkan ditunjukkan [16]. Dalam hal ini
terdapat dua kemungkinan kondisi yang dialami pihak
swasta terkait dengan faktor pembiayaan adalah :
(1) Pembiayaan proyek seluruhnya dari ekuitas pihak
swasta, yaitu p = 1
Gambar 4 : Rancangan Penetapan Masa Konsesi
berdasar Skenario
Rancangan penetapan masa konsesi pada gambar 4 di
atas pada dasarnya merupakan desain eksperimen
faktorial dengan menggunakan 2 faktor. Faktor 1 =
perbedaan persepsi resiko (dengan 3 level faktor) dan
faktor 2 = pembiayaan (dengan 2 level faktor). Analisa
varian dilakukan untuk mendapatkan masa konsesi
optimum berdasar faktor yang mempengaruhinya, dengan
dilakukannya pengujian statistik F. Untuk data yang
terkumpul untuk setiap kasus proyek KPS, selanjutnya
disusun dalam tabel perhitungan ANOVA [32]
sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1 berikut :
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011
C-29
SOURCES OF SUM OF
VARIATION SQUARES
A
SSA
DEGREE OF
FREEDOM
a-1
MEAN
SQUARE
MSA
FA = MSA / MSE
F0
B
SSB
b-1
MSB
FB = MSB / MSE
AB
SSAB
(a-1)(b-1)
MSAB
F(AB) = MSAB / MSE
Error
SSE
abc(n-1)
MSE
SST
abcn-1
Total
Tabel. 1 : Tabel perhitungan ANOVA
Interpretasi hasil dapat diberikan berdasar nilai
statistik uji F untuk setiap perhitungan dari tabel 1 di atas,
dengan melakukan perbandingan terhadap nilai statistik F
tabel, pada derajat kebebasan yang bersesuaian serta pada
nilai ∞ tertentu. Dengan keputusan apabila F hitung
masuk daerah kritis atau nilainya lebih besar dari nilai F
tabel bersesuaian, maka disimpulkan untuk menolak Ho
dan menyatakan terdapat perbedaan signifikan karena
faktor tersebut.
Sehingga, dari seluruh perhitungan statistik yang
dilakukan untuk setiap kasus proyek KPS akan diketahui
:
(1) Signifikansi faktor perbedaan persepsi resiko antar
pihak yang bekerjasama dalam proyek pada
penetapan masa konsesi
(2) Signifikasnsi faktor pembiayaan pada penetapan
masa konsesi
(3) Signifikansi dari kombinasi faktor perbedaan
persepsi resiko antar pihak yang bekerjasama dalam
proyek dan faktor pembiayaan pada penetapan masa
konsesi
(4) Rancangan masa konsesi yang optimal berdasar
skenario yang ada
Selanjutnya, penelitian yang bersifat empiris
dianjurkan dilakukan berdasar model yang sudah
dikembangkan ini. Untuk penelitian mendatang,
rancangan eksperimen yang ada dapat diperluas lagi
dengan memasukkan lebih banyak faktor yang
berpengaruh pada proyek KPS. Tentu saja dalam kondisi
ini perlu dipertimbangkan aplikabilitas model berdasar
ketersediaan data yang lazim digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
V. KESIMPULAN
Masa konsesi adalah hal yang sangat penting dalam
proyek KPS, terutama dengan bentuk BOT.
Penetapannya harus memberikan kondisi yang saling
menguntungkan bagi pihak yang bekerjasama, terutama
bagi pemerintah dan swasta. Salah satu metode yang
dapat dilakukan dalam menetapkan masa konsesi proyek
KPS adalah melakukan pemodelan terhadap sistem
proyek KPS yang ada.
Pemodelan yang dilakukan berupa model simulasi
komputer. Untuk mencakup resiko dan ketidakpastian
yang melekat dalam proyek, model stochastic lebih
dipertimbangkan, yaitu dengan memanfaatkan teknik
simulasi Montecarlo ke dalam perhitungan kinerja
finansial proyek. Hasil optimum dari simulasi yang
dilakukan akan mempertimbangkan berbagai macam
faktor yang diidentifikasikan berpengaruh dalam modeln
sistem, dimana dalam penelitian ini adalah faktor resiko
dan faktor pembiayaan.
Proses optimasi dilakukan dengan mendapatkan
rancangan eksperimen faktorial serta memasukkan faktor
yang terlibat dalam rancangan eksperimen. Pengujian
statistik F melalui analisa varian dilakukan untuk
mendapatkan faktor yang berpengaruh signifikan
terhadap model yang dikembangkan. Sehingga pada
akhirnya diperoleh rancangan yang menghasilkan masa
konsesi optimum bagi pihak yang bekerjasama dalam
proyek KPS.
C-30
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
Bappenas, 2010, Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) :
Panduan Bagi Investor Dalam Investasi Di Bidang Infrastruktur,
Bappenas, Jakarta
Chen. C, 2009, “Can the pilot BOT Project provide a template for
future projects ? A case study of the Chengdu No. 6 Water Plant
B Project”, International Journal of Project Management, Vol.
27, hal. 573–583
Franceys R dan Gerlach E, 2008, Regulating Water and
Sanitation for the Poor : Economic Regulation for Public and
Private Partnerships. Earthscan, London
Biswas A.K, dan Tortajada C. 2005, Water Pricing and PublicPrivate Partnership, 1st edition, Routledge, Taylor and Francis
Group. London
Sirtaine S, Pinglo M.E, Guasch J.L, Foster V. 2005, “How
profitable are private infrastructure concessions in Latin
America? Empirical evidence and regulatory implications”, The
Quarterly Review of Economics and Finance, Vol. 45, hal. 380402.
Alimansyah, 2006, Alternatif Kerjasama Investasi Pembangunan
Instalasi Pengolahan Air PDAM Bandarmasih Kota Banjarmasin,
Thesis Magister Manajemen Asset, ITS Surabaya
Ye S.D, Tiong R.L.K. 2003, “The effect of concession period
design on completion risk management of BOT projects”,
Journal Construction Management and Economics, Vol. 21, No.
5, hal. 471–482.
Sapte W, 1997, Project Finance : The Guide to Financing BuildOperate-Transfer Projects Uses in PPP, Euromoney Publications
PLC
Zhang X, 2009, “Win-Win Concession Period Determination
Methodology”, Journal of Construction Engineering and
Management, Vol. June, hal. 550-558
Shen, L.Y, Li, H, Li, Q.M, 2002, “Alternative concession model
for build operate transfer contract projects”, Journal of
Construction Engineering and Management, Vol. 128, No. 4, hal.
326–330.
Zhang X. AbouRizk S.M. 2006, “Determining a reasonable
concession period for private sector provision of public works
and services”, Canadian Journal Civil Engineering, Vol. 33, hal.
622–631
Ng, S.T., Xie, J.Z., Cheung, Y.K., Jefferies, M., 2007a, “A
simulation model for optimizing the concession period of public–
private partnerships schemes”. International Journal of Project
Management, Vol. 25, No. 8, hal. 791–798.
Shen, L.Y., Bao, H.J., Wu, Y.Z., Lu, W.S. 2007. “Using
bargaining-game theory for negotiating concession period for
BOT-type contract”. Journal of Construction Engineering and
Management, Vol. 133, No. 5, hal. 385–392
Shen, L.Y, Wu, Y.Z. 2005, “Risk concession model for
build/operate/transfer contract projects”, Journal of Construction
Engineering and Management, Vol. 131, No. 2, hal. 211–220.
Zhang X 2005a, “Critical Success Factors for Public-Private
Partnerships in Infrastructure Development”, Journal of
Construction Engineering and Management, Vol. January, hal. 314
Zhang X, 2005b, “Financial Viability Analysis and Capital
Structure Optimization in Privatized Public Infrastructure
Projects”, Journal of Construction Engineering and
Management, Vol. June, hal. 656-668
Akintoyee A, Beck M. 2009, Policy, Management and Finance
for Public-Private Partnerships, Willey-Blackwell Publishing
ISBN :978-979-18342-3-0
[18] Theys C, Notteboom T. 2010, “Determining terminal concession
durations in seaports : theoretical considerations, applicable
techniques and current practices”, Journal of International
Logistics and Trade, Vol. 8, No. 1, hal. 13-40
[19] Yescombe ER. 2007. Public Private Partnerships : Principles of
Policy and Finance. 1st edition, Elsevier Ltd
[20] Fehmarnbelt Development Joint Venture, 2002, Fixed Link
Across Fehmarnbelt,
Finance and Organization Enquiry
Commercial Interest
[21] Zhang X, 2005c, “Concessionaire’s Financial Capability in
Developing
Build-Operate-Transfer
Type
Infrastructure
Projects”, Journal of Construction Engineering and
Management, Vol. October, hal. 1054-1064
[22] Xenidis, Y. Angelides, D, 2005, 'The financial risks in buildoperate-transfer projects', Construction Management and
Economics, Vol. 23, No. 4, hal. 431-441
[23] Subprasom K, Chen K, 2005, “Analysis of Policy and Regulation
on Build-Operate-Transfer Scheme : A Case Study of The Ban
Pongkanchanaburi Motorway in Thailand”, Journal of the
Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 6, hal. 3883
– 3898
[24] Oca G.S.M, Bateman I.J, 2005, “Cost-benefit analysis of urban
water supply in Mexico City” dalam Cost Benefit Analysis and
[25]
[26]
[27]
[28]
[29]
[30]
[31]
[32]
Water Resources Management, eds Roy Brouwer dan David
Pearce, Edwar Elgar Publishing Ltd, USA.
Tiffin R. 1999. Practical Techniques for Effective Project
Investment Appraisal, Hawksmere PLC
Petterson P.P, Fabozzi F.J, 2002. Capital Budgeting : Theory and
Practice, John Willey and Sons Inc.
Ng, S.T., Xie, J.Z., Skitmore M, Cheung, Y.K, 2007b, “A fuzzy
simulation model for evaluating the concession items of public–
private partnership schemes”. Journal Automnation in
Construction, Vol. 17, hal. 22-29
Bo W.D, Bo S.J, Shuang D.D, Zheng L. 2009, “A Decision
Method of Concession Period for Traffic Projects in a BuildOperate-Transfer Scheme”. Proceedings of 16th International
Conference on Management Science and Engineering, Moscow,
hal. 1935-1941.
El-Haik B, Al-Aomar R. 2006. Simulation Based Lean Six Sigma
and Design for Six Sigma, John Willey and Sons, Inc, Publishing
Law AM, Kelton WD. 2000. Simulation Modelling and Analysis,
McGraw Hill, 3rd edition
Harrel C, Ghosh B.K, Bowden R.O. 2004. Simulation Using
Promodel, Mc Graw Hill, 2nd edition
Montgomery DC (2001), Design and Analysis of Experiment, 5th
edition, John Willey and Sons
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011
C-31
Halaman ini sengaja dikosongkan
C-32
ISBN :978-979-18342-3-0
Download