PENDUGAAN PATAHAN DAERAH “Y” BERDASARKAN ANOMALI

advertisement
PENDUGAAN PATAHAN DAERAH “Y” BERDASARKAN ANOMALI
GAYABERAT DENGAN ANALISIS DERIVATIVE
(Skripsi)
Oleh
YASRIFA FITRI AUFIA
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2017
ABSTRACT
FAULT PREDICTION IN REGIONS "Y" BASED ON GRAVITY
ANOMALY WITH DERIVATIVES ANALYSIS
By
YASRIFA FITRI AUFIA
The research area "Y" is an area of gold mineralization with low sulfidation
epithermal type deposit. The existence of this type of mineralization on the path
marked by the presence of mineral deposits, which form the quartz veined below
the surface of the deposited within the structure of the fault. In this study, analysis
of gravity data using derivatives analysis, i.e. First Horizontal Derivative (FHD)
to determine the boundary fault structure and Second Vertical Derivative (SVD)
to determine the type of fault. The existence of the fault structure integrated with
subsurface modeling results in two-dimensional and three-dimensional. The
results showed three line slice made in the area of research, identified structure of
down faults (normal) trending northeast - south on slice 1 with an estimated dip
(slope) is 22° and expected of strike on this fault is N 158° W and thrust fault
structure trending northwest - south on slice 2 also slice 3 with an estimated dip
(slope) is 22° and expected of strike on this fault is N 158° E. The results of the
modeling of two-dimensional and three-dimensional show fracture structure is at
the density of 2 g/cc – 2,67 g/cc in the depth of around 100 m - 250 m that
consists of sedimentary rocks (clay and sandstone) with a density of 2,2 g/cc – 2,3
g/cc at the age of Tertiary Pliocene, tuff rock with a density of 2,4 g/cc – 2,5 g/cc
at the age of Early Miocene and bedrock (basement) in andesite form with a
density of 2,67 g/cc.
Keywords: gravity, fault, derivative analysis.
i
ABSTRAK
PENDUGAAN PATAHAN DAERAH “Y” BERDASARKAN ANOMALI
GAYABERAT DENGAN ANALISIS DERIVATIVE
Oleh
YASRIFA FITRI AUFIA
Daerah penelitian “Y” merupakan daerah mineralisasi emas dengan tipe endapan
epitermal sulfidasi rendah. Keberadaan jalur mineralisasi pada tipe ini ditandai
dengan adanya endapan mineral kuarsa yang membentuk sistem berurat (vein)
dibawah permukaan yang mengendap didalam struktur patahan. Pada penelitian
ini dilakukan analisis data gayaberat dengan menggunakan metode derivative,
yaitu First Horizontal Derivative (FHD) untuk menentukan batas struktur patahan
dan Second Vertical Derivative (SVD) untuk menentukan jenis patahan.
Keberadaan struktur patahan diintegrasikan dengan hasil pemodelan bawah
permukaan secara dua dimensi dan tiga dimensi. Hasil penelitian menunjukkan
dari tiga lintasan slice yang dibuat di daerah penelitian, teridentifikasi
keterdapatan struktur patahan turun (normal) berarah timur laut – selatan pada
slice 1 dengan perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22° dan diperkirakan strike
pada patahan ini sebesar N 158° W dan struktur patahan naik berarah barat laut –
selatan pada slice 2 juga slice 3 dengan perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22°
dan diperkirakan strike pada patahan ini sebesar N 158° E. Hasil pemodelan dua
dimensi dan tiga dimensi menunjukkan struktur patahan berada pada nilai densitas
sebesar 2 gr/cc – 2,67 gr/cc di kedalaman sekitar 100 m – 250 m yang terdiri dari
batuan sedimen (clay dan sandstone) dengan densitas 2,2 gr/cc – 2,3 gr/cc
berumur Pliosen Tersier atau Miosen Akhir, batuan tuff dengan densitas 2,4 gr/cc
– 2,5 g/cc berumur Miosen Awal dan batuan dasar (basement) berupa batuan
andesit dengan densitas 2,67 gr/cc.
Kata Kunci: gayaberat, patahan, analisis derivative.
ii
PENDUGAAN PATAHAN DAERAH “Y” BERDASARKAN ANOMALI
GAYABERAT DENGAN ANALISIS DERIVATIVE
Oleh
YASRIFA FITRI AUFIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gisting, Kec. Gisting Kab. Tanggamus
pada tanggal 12 September 1995, anak ketiga dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak Edi Junaedi dan Ibu
Jumariyah Usman.
Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Gisting Bawah,
Kec. Gisting Kab. Tanggamus diselesaikan pada tahun 2007, pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Gisting Kab. Tanggamus
diselesaikan pada tahun 2010, pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 1 Gadingrejo Kab. Pringsewu diselesaikan pada tahun 2013.
Pada tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Teknik Jurusan
Teknik Geofisika Universitas Lampung. Penulis terdaftar sebagai anggota bidang
Sosial Budaya Masyarakat pada periode 2014/2015. Pada bulan Januari tahun
2016 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Rejosari, Kecamatan
Penawar Tama, Kabupaten Tulang Bawang. Pada bulan Oktober tahun 2016
penulis pernah melaksanakan Kerja Praktik (KP) di PT. Antam (Persero) Tbk.
vii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur, kan ku persembahkan skripsi ini kepada :
Almarhum Abah tercinta
Semoga diberikan tempat yang istimewa disisi-Nya.
Mamaku tersayang
Bersama do’a dan kemurnian cinta kasih dan sayang yang dipancarkan takkan
pernah hilang dari dalam hatiku dan kehidupanku, hingga tak terbatas sampai
nyawa lepas dikandung badan.
Teteh-tetehku terkasih (Yeni dan Yuli)
Kebersamaan yang pernah kita ukir dari mulai mengenal dunia takkan pernah
berakhir masanya, kasih sayang yang kita rasakan takkan pernah sirna hingga
akhir dunia.
Mamas iparku (Agus S dan Agus W)
Nasihat, do’a dan motivasi yang selalu diberikan akan selalu ku ingat seumur
hidupku.
Keponakanku terlucu (Azka, Gisel dan Aby)
Tingkah laku kalian selalu jadi penyemangat disela-sela kejenuhan.
viii
MOTTO
Belajar menyukai diri sendiri dengan segala kekurangannya, tetapi jangan lupa
untuk selalu mensyukuri kelebihan yang kita miliki (Penulis)
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, petunjuk,
dan ilmu kepada penulis, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Shalawat dan salam semoga selalu untuk nabiNya yakni Muhammad S.A.W.
Skripsi yang berjudul “Pendugaan Patahan Daerah “Y” Berdasarkan
Anomali Gayaberat Dengan Analisis Derivative” merupakan hasil dari Tugas
Akhir yang penulis lakasanakan di PT. Antam (Persero) Tbk, Jakarta. Penulis
menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan.
Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan
penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan
memberikan wawasan bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
Yasrifa Fitri Aufia
x
SAN WACANA
Dalam pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari
bimbingan dan dukungan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang bersangkutan yaitu:
1. Allah S.W.T yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya atas kelancaran
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Mamaku tercinta, atas segalanya yang telah diberikan, engkau adalah inspirasi
dan motivasi terbesarku untuk dapat menyelesaikan pendidikan. Terimakasih ma
sudah jadi ayah sekaligus ibu buat aku dari kecil. Aku sangat bangga dan bahagia
memiliki sosok sepertimu didunia ini. Mama takkan tergantikan oleh siapapun.
Sebentar lagi ma, tunggu aku sukses. Semoga Allah memberikan kita umur yang
panjang dalam kesehatan dan kebahagiaan agar bersama-sama kita dapat
menikmati keberhasilanku. I love you so much.
3. Kedua tetehku (Yeni dan Yuli) dan kedua mamas iparku (Agus S dan Agus W),
kalian selalu memberikan dukungan dan masukan untuk setiap langkah yang aku
ambil. Setiap detik yang kita habiskan bersama takkan lekang oleh waktu. Aku
sayang kalian.
4. Ketiga ponakanku (Azka, Gisel dan Aby), yang kadang jahil, lucu, gemesin,
pinter, nakal, baik, perhatian. Semua kelakuan kalian bikin aku semangat lagi
xi
dikala jenuh. Tunggu teteh sukses ya dek. Inshaa Allah sebentar lagi yaaa.
5. Bapak Satriya Alrizky, S.T. dan Bapak Agus Pajrin Jaman, S.T., selaku
pembimbing sewaktu penelitian yang telah memberikan bimbingan dan saran
kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.
6. Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika
Universitas Lampung.
7. Bapak Karyanto, S.Si., M.T., selaku dosen pembimbing I atas semua kesabaran,
bimbingan, kritikan, saran dan kesedian untuk meluangkan waktu disela-sela
kesibukan.
8. Bapak Rustadi, S.Si., M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan
waktunya, memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
9. Bapak Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si., selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan masukan terhadap skripsi ini.
10. Bapak Syamsurijal Rasimeng, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik selama
penulis menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Geofisika Universitas
Lampung.
11. Seluruh dosen pengajar Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung yang
telah berbagi ilmu dan pengalaman selama perkuliahan.
12. Sepupuku Laili Fauziah Sufi, lu itu saudara, temen curhat, temen bisnis, sahabat,
kakak, paket komplit deh pokoknya. Thanks ya sis buat semua solusi dan
dukungannya atas semua permasalahan dalam hidup gua ini haha. Semangat buat
gelar magister lu!
xii
13. Kakak sepupuku Mba Inoy dan Mas Riza, yang udah aku repotin selama
penelitian di Jakarta. Terimakasih atas tumpangan dan dukungan baik secara
moril maupun materiil. Thanks a lot!
14. Seluruh keluarga besarku (Bani Usman) yang telah membantu dalam berbagai hal
dan selalu memberi do’a dan dukungan agar menjadi orang yang berhasil.
15. Terimakasih partner satu metode, Muhamad Azhary, untuk dukungan, perhatian,
kesabaran, solusi, dorongan semangat, canda dan tawa yang diberikan. Semoga
kita bisa sukses bareng yaa.
16. Temen bareng-bareng dari maba yang kalo udah ngebasecamp dikosan gua
sampe lupa kuliah (Ulfa, Alicya, Herlin, Hanun dan Dian). Temen paling gila
makan bisa sampe beronde-ronde (Jujun dan Prista). Temen KP bareng si
gentleman Ivan Aloysius. Cowok sekampung halaman yang paling gua andelin
kalo ada apa-apa (Suryadi dan Kubel). Temen seperjuangan TA di kampus
(Winda dan Herlin). Temen KKN (Rifa, Emak, Kak Pindo, Mba Dara, Mba Tami
dan Nurul). Temen kosan Masayu 3 (Mba Ana dan Atik). Terimakasih udah jadi
bagian dari perjalanan hidup gua selama kuliah.
17. Teman-teman seangkatan 2013 Teknik Geofisika Universitas Lampung atas
kebersamaannya selama kurang lebih 3,5 tahun gua kuliah. Thanks brader, sister
untuk semua momen yang pernah terukir.
18. Terimakasih banyak atas semua pihak yang telah terlibat, yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu. Semoga apa yang telah kalian berikan akan
mendapatkan balasan dari Allah S.W.T.
Penulis
Yasrifa Fitri Aufia
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ....................................................................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... viii
MOTTO ............................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................... x
SANWACANA .................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xviii
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Tujuan Penelitian ..................................................................................3
C. Batasan Masalah ...................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Letak dan Lokasi Penelitian ..................................................................4
xiv
B. Kondisi Geologi ....................................................................................5
III. TEORI DASAR
A. Pengertian Mineral Emas ......................................................................15
B. Proses Pembentukan Emas....................................................................16
C. Dasar-dasar Teori Alterasi Hidrotermal ................................................19
D. Prinsip Dasar Metode Gayaberat ..........................................................27
E. Analisis Spektrum .................................................................................31
F. Moving Average.....................................................................................34
G. Forward Modelling (Pemodelan ke Depan) .........................................35
H. Inverse Modelling (Pemodelan ke Belakang) .......................................36
I. Analisis Derivative ................................................................................37
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.
V.
Tempat Pelaksanaan ............................................................................43
Alat dan Bahan ....................................................................................43
Prosedur Pengolahan Data ...................................................................43
Diagram Alir Pengolahan Data............................................................47
Jadwal Penelitian .................................................................................49
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
Titik Pengukuran Gayaberat ................................................................50
Anomali Bouguer ................................................................................51
Analisis Spektrum................................................................................53
Anomali Regional dan Anomali Residual ...........................................57
Analisis Derivative ..............................................................................61
Interpretasi Kuantitatif .........................................................................69
Analisis Patahan ..................................................................................76
Integrasi Hasil Analisis Patahan dan Mineralisasi ..............................80
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..........................................................................................82
B. Saran ....................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Peta lokasi daerah penelitian .......................................................................... 4
2.
Peta litologi .................................................................................................... 11
3.
Peta geologi daerah penelitian ....................................................................... 14
4.
Skema pembentukan endapan epitermal ........................................................ 24
5.
Gaya tarik menarik antara dua benda m1 dan m2 ........................................... 28
6.
Potensial massa tiga dimensi ......................................................................... 31
7.
Grafik hubungan antara amplitudo dan bilangan gelombang pada analisis
spektrum ......................................................................................................... 33
8.
Nilai gradien horizontal pada model tabular .................................................. 37
9.
Respon analisa SVD pada struktur geologi.................................................... 39
10. Chart perhitungan pendekatan turunan kedua menggunakan grid ................. 40
11. Diagram alir pengolahan data ........................................................................ 48
12. Titik pengukuran gayaberat di daerah penelitian ........................................... 50
13. Peta kontur anomali Bouguer lengkap ........................................................... 51
14. Lintasan slice pada peta kontur anomali Bouguer lengkap ........................... 54
15. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 1 .................................................... 54
16. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 2 .................................................... 55
17. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 3 .................................................... 55
18. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 4 .................................................... 55
19. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 5 .................................................... 56
20. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 6 .................................................... 56
21. Peta kontur anomali regional ......................................................................... 59
22. Peta kontur anomali residual .......................................................................... 60
23. Lintasan slice FHD pada peta kontur anomali residual ................................. 62
24. Peta kontur SVD Elkins daerah penelitian ..................................................... 63
xvi
25. Peta kontur integrasi patahan SVD dengan patahan geologi ......................... 64
26. Lintasan slice pada peta kontur anomali SVD ............................................... 65
27. Kurva hasil analisis derivative pada slice 1 ................................................... 67
28. Kurva hasil analisis derivative pada slice 2 ................................................... 68
29. Kurva hasil analisis derivative pada slice 3 ................................................... 69
30. Lintasan slice pada peta kontur anomali residual .......................................... 71
31. Pemodelan dua dimensi pada slice 1.............................................................. 72
32. Pemodelan dua dimensi pada slice 2.............................................................. 72
33. Pemodelan dua dimensi pada slice 3.............................................................. 73
34. Pemodelan tiga dimensi daerah penelitian ..................................................... 74
35. Pemodelan tiga dimensi pada slice 1 ............................................................. 75
36. Pemodelan tiga dimensi pada slice 2 ............................................................. 75
37. Pemodelan tiga dimensi pada slice 3 ............................................................. 76
38. Hasil analisis patahan pada slice 1 ................................................................. 77
39. Hasil analisis patahan pada slice 2 ................................................................. 78
40. Hasil analisis patahan pada slice 3 ................................................................. 79
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Stratigrafi Gunung Pongkor ........................................................................... 5
2.
Filter Elkins .................................................................................................... 46
3.
Jadwal Penelitian ........................................................................................... 49
4.
Hasil estimasi kedalaman regional dan residual daerah penelitian ................ 57
5.
Nilai perhitungan lebar jendela pada tiap slice .............................................. 58
xviii
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Emas sebagai salah satu komoditas di Indonesia pada kenyataannya di
alam butuh waktu ribuan tahun untuk dapat terbentuk. Pencarian daerah prospek
emas secara ilmu geofisika memiliki alur tersendiri, seperti dimulai dari adanya
proses tektonik yang menyebabkan munculnya jajaran gunung api sehingga
muncul panas bumi hingga menjadi tempat pembentukan butiran – butiran emas
di bawah permukaan bumi.
Pada batuan beku, sebagian besar emas terbentuk akibat proses
hidrotermal. Keterdapatan mineral emas pada batuan sering bergabung dengan
mineral kuarsa atau silika. Proses hidrotermal diawali dengan naiknya fluida
hidrotermal dari magma menuju ke permukaan akibat tekanan dan temperatur
yang tinggi dengan membawa mineral-mineral pembawa emas dan mengalterasi
atau mengubah komposisi batuan yang dilewatinya. Fluida hidrotermal yang
mengalami proses pendidihan menyebabkan tekanan menjadi semakin besar
sehingga menghancurkan batuan yang dilaluinya dan muncul urat-urat (vein) yang
menjadi tempat endapan mineral emas.
Daerah penelitian “Y” merupakan wilayah kerja pertambangan emas
dengan tipe endapan mineralisasi epithermal low sulfidation. Tipe endapan ini
dicirikan dengan adanya vein yang terisi oleh mineral bijih hasil dari pengendapan
2
larutan hidrotermal. Daerah prospek emas umumnya berada pada busur magmatik
atau daerah vulkanik yang sangat aktif menghasilkan patahan. Sehingga dapat
dikatakan vein banyak berkembang pada struktur sesar atau patahan. Untuk itu
perlu dilakukan identifikasi struktur patahan guna mengetahui daerah prospek
emas.
Seiring perkembangan zaman, metode gayaberat menjadi salah satu
metode geofisika yang banyak digunakan, diantaranya untuk mengetahui
ketebalan sedimen, batas batuan dasar (basement), sumber energi, air tanah, dan
rekayasa sipil. Salah satu penerapan metode gayaberat dilakukan untuk
memetakan struktur geologi berupa patahan atau sesar. Dimana dalam metode ini
digunakan untuk memperkirakan posisi dan jenis sesar. Dalam penelitian ini,
penulis memperkirakan posisi dan jenis sesar daerah penelitian berdasarkan
respon anomali Bouguer serta dengan analisis derivative. Analisis derivative yang
digunakan adalah dengan metode First Horizontal Derivative (FHD) untuk
menentukan batas struktur patahan dan Second Vertical Derivative (SVD) untuk
mengidentifikasi jenis patahan, turun atau naik.
Penelitian sebelumnya pada daerah “Y” telah teridentifikasi adanya tiga
sesar dari hasil pengukuran gayaberat di 175 stasiun (Sidik, dkk, 2000). Dalam
penelitian lain juga diperoleh adanya persebaran sesar maupun rekahan dengan
kedalaman 45 m hingga 100 m (Mark, 2012). Sedangkan pada penelitian ini,
dilakukan interpretasi pendugaan struktur patahan dengan menggunakan metode
analisis derivative dan berdasarkan respon anomali Bouguer. Oleh sebab itu,
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menyelesaikan
permasalahan
dalam
3
mengidentifikasi keberadaaan posisi patahan serta jenisnya, sehingga dapat
membantu penafsiran geologi daerah penelitian “Y”.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Menentukan jenis patahan di daerah penelitian dengan analisis derivative.
2.
Mengidentifikasi patahan melalui pemodelan dua dimensi (forward
modelling) dan tiga dimensi (inverse modelling).
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah :
1.
Metode analisis yang digunakan untuk membantu identifikasi struktur daerah
penelitian adalah analisis derivative.
2.
Penelitian ini dibatasi hingga mendapatkan model bawah permukaan bumi,
sehingga dapat dilakukan interpretasi dan analisis strukturnya berdasarkan
grafik analisis derivative dan anomali Bouguer.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Letak dan Lokasi Penelitian
Gunung Pongkor berlokasi di Jawa Barat, sekitar 150 km arah Barat Daya
dari Ibu Kota Jakarta dan sekitar 54 km dari kota Bogor. Secara geografis UPBE
Pongkor terletak pada koordinat 106° 30’ 01,0” LS sampai 6° 48’11,0” BT dan
secara administratif terletak di wilayah Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat (Gambar 1).
Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian (Hidayati, 2013)
5
B. Kondisi Geologi
Kondisi geologi pada daerah penelitian berdasarkan stratigrafi (Tabel 1),
topografi dan morfologinya adalah sebagai berikut :
1.
Stratigrafi Lokal
Tabel 1. Stratigrafi Gunung Pongkor (Basuki, 1994)
Pada dasarnya di daerah ini hanya terdapat dua kelompok batuan yaitu
batuan beku dan batuan sedimen, dari tua ke muda stratigrafi regional adalah
sebagai berikut :
1.1.
Formasi Bayah
Nama Bayah diberikan terhadap batuan tertua di daerah Banten Selatan.
Formasi Bayah berumur Eosen, terbagi atas tiga anggota, yaitu anggota
konglomerat terendapkan pada lingkungan parilik, bercirikan sedimen klastika
kasar, setempat bersisipan batubara. Anggota batulempung dengan lingkungan
6
pengendapan neritik dan umumnya berupa batulempung-napal dan anggota
batugamping. Penyebaran singkapan Formasi Bayah di Jawa Barat pada
umumnya tidak menerus. Singkapan terluas di daerah Bayah, memanjang hampir
sekitar 25 km dari kota kecamatan Bayah ke Sungai Cihara, sepanjang pantai
selatan Banten.
1.2
Formasi Cimapag
Formasi Cimapag berumur akhir Miosen Awal. Formasi ini terdiri atas
breksi atau konglomerat, terendapkan pada lingkungan laut-darat. Anggota
batugamping dicirikan oleh sisipan batugamping pada bagian bawah formasi.
Anggota batulempung dicirikan oleh sisipan tipis sedimen klastika halus tufan di
bagian atas formasi. Menindih tidak selaras satuan batuan yang lebih tua.
1.3
Formasi Bojongmanik
Formasi ini berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, terbagi atas
tiga anggota yaitu anggota batulempung dicirikan oleh sedimentasi klastika halus
dengan sisipan lignit, anggota batugamping dan anggota batupasir yang dicirikan
sedimen klastika kasar dengan sisipan lignit.
2.
Litologi
Detail litologi dapat dilihat pada Gambar 2 yaitu deskripsi satuan umur
batuan atau susunan stratigrafi yang terdapat pada area eksploitasi daerah
penelitian. Gunung Pongkor tersusun atas umur miosen tersier yang menyebar
pada bagian tengah. Bagian barat daya tersusun atas umur pliosen tersier,
sedangkan bagian utara tersusun atas umur plestosen dan holosen kuarter. Satuan
7
umur batuan ini merupakan susunan masa atau waktu suatu batuan yang
membeku dalam lingkungan hidrotermal dan merupakan serpihan dari bentukan
struktur geologi pada saat terjadi magmatisme.
Uraian deskripsi simbol huruf dari Peta Litologi (Jenis Batuan) (Milesi, 1999
dalam Faeyumi, 2012) pada Gambar 2 adalah:
2.1. Qppt (Tuf Kasar, Tuf Sedang, Tuf Blokan): Tuf Kasar warna segar abuabu warna lapuk abu-abu kehijauan, keras terpilah sedang, banyak terdapat
kekar tediri atas mineral feldspar dan gelas. Tuf Sedang, warna segar putih
kekuningan, warna lapuk putih kecoklatan, terpilah baik, keras dapat
diremas terdapat feldspar dan gelas. Tuf Blokan, komponen terdiri atas
batuan beku mengembang diantara matriks yang berupa tuf kasar dengan
bentuk komponen yang menyudut.
2.2. Qpdnt (Tuf): Tuf, tuf kasar, warna segar abu-abu, warna gelap kuning
kecoklatan, menyudut menyudut tanggung, mengandung gelas, sedikit pirit.
Lava, warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kecoklatan , forpiritik
mengandung mineral hitam, feldspar, kuarsa keras. Tuf kasar, warna
segar abu-abu, warna lapuk kuning kecoklatan, menyudut-menyudut
tanggung, mengandung gelas, mineral pirit keras. Lapili Blokan, diameter
3-9 cm, menyudut menyudut tanggung, gelas, matrik lapili, warna segar
abu-abu, warna lapuk kuning kecoklatan, terdapat klorit keras. Batu lapili,
warna segar putih kehijauan, warna lapuk kuning kehijauan, tersilifikasi,
mengandung klorit keras dan padat.mengandung fragmen tuf berwarna
putih, dan abu-abu kehitaman, dengan
8
2.3. Qpdbx (Breksi Polimik): Breksi polimik, warna segar abu-abu terang
mengandung fragmen batuan beku, tuf menyudut-menyudut tanggung,
keras terbuka pemulihab buruk, fining up ward. Batuan beku berwarna
abu-abu sampai abu-abu kemerahan, menyudut tanggung membundar,
keras, tuf berwarna abu-abu sampai abu–abu porfiritik, cloumnar join,
keras. Lapili, warna segar abu-abu gelap warna lapuk abu-abu kehitaman,
komponen batuan beku dan furmice, batuan beku yang warna segar hitam,
warna lapuk kecoklatan, forfiritik keras pumice putih, abu – abu kehijauan,
menyudut 2-5 cm, rata-rata 3cm.
2.4. Qpdtb (Tuf Blokan): Tuf Blokan, warna segar putih kecoklatan, warna
lapuk kekuningan, fragmen batua beku ukuran 2-72 cm, rata-rata 10 cm,
menyudut tanggung. Pada batuan ini ditemukan juga lapili, warna segar
abu-abu kehijauan, warna lapuk abu-abu kecoklatan, piroksen, feldspar,
menyudut tanggung, masif.
2.5. Qpdt (Tuf Kasar) : Tuf Kasar, warna segar cokelat kehitaman, warna lapuk
cokelat, mengandung fragmen kuarsa, lithik, menyudut-menyudut masif
keras.
2.6. Tpalb (Lapili Blokan) : Lapili Blokan, komponen batuan beku, warna
segar putih kotor, warna lapuk kuning kecoklatan, kaolinitisasi, piritisasi
plagioklas, kuarsa, matrik lapili, veindets, pumice, piritisasi. Batuan beku
warna segar abu-abu kehijauan, warna lapuk abu-abu kecoklatan, dengan
veint kurang lebih 2 cm yang diisi pirit, klorit dan limonit, kuarsa
plagioklas, sedikit gelas. Breksi, komponen batuan beku sudah terubah,
9
klorit, pirit, kuarsa, gelas, matrik lapili, fragmen hitam, plagioklas, pirit.
Tuf vitrik gelas, fragmen batuan, keras dapat diremas.
2.7. Tpmbx (Breksi Komponen Andesit): Breksi, warna coklat kekuningan,
komponen andesit, abu-abu kecoklatan, pemilahan buruk, menyudutmenyudut tanggung, kemas sedang, matrik tuf.
2.8. Tpmt (Merah Bata): Tuf, warna coklat kekuningan dan merah bata lapuk.
2.9. Tpwbx (Breksi Komponen Andesitik, Porpiritik): Breksi, Breksi, kemas
terbuka, pemilahan buruk, menyudut tanggung - membundar tanggung.
Komponen andesit porpiritik. Tuf kasar, warna segar abu-abu kecoklatan,
warna
lapuk
kehitaman
masif,
terdapat
komponen
batuan
beku
(obsidian), abu-abu hitam berbintik putih, batuan beku andesitis, cokelat
berbintik putih. Perlit, obsidian, kilap kaca, columnar jointing, sheeting
joint.
2.10. Tmptg (Tuf Gelas): Tuf gelas, tuf blokan, warna putih kecoklatan,
warna lapuk kecoklatan, menyudut tanggung - membundar tanggung, keras
tertutup, pemilahan buruk, menyudut tanggung - membundar tanggung.
Komponen andesit porpiritik Tuf kasar, warna segar abu-abu kecoklatan,
warna
lapuk
kehitaman
masif,
terdapat
komponen
batuan
beku
(obsidian), abu-abu hitam berbintik putih, batuan beku andesitis, cokelat
berbintik putih. Perlit, obsidian, kilap kaca, columnar jointing, sheeting
joint.
2.11. Tmptg (Tuf Gelas): Tuf gelas, tuf blokan, warna putih kecoklatan,
warna lapuk kecoklatan, menyudut tanggung - membundar tanggung, keras
tertutup, pemilahan baik, struktur sedimen masif. Tuf halus, warna segar
10
putih kekuningan/kehijauan, warna coklat kehitaman, menyudut tanggungmembundar tanggung, keras tertutup, terpilah baik, agak keras masif. Tuf
halus berlapis, warna segar putih kekuningan, warna lapuk cokelat,
tanggung membundar tanggung, keras tertutup, pemilahan baik, terdapat tuf
berlapis dengan arah N 230° E/ 11° dan N 72, 05° E / 8°, banyak terdapat
kekar veint, yang terisi oleh mineral oksida besi, berwarna cokelat dengan
arah N 165° E / 73° dan N 158° E / 61°. Lava, warna segar abu-abu, warna
lapuk cokelat kehitaman, tekstur afanitik, banyak gelas, mafic mineral,
terlihat adanya sheeting joint.
2.12. Tmptl (Tufa Lapili, Andesit Basalt): Tufa lapili, tufa lapili, warna segar
abu-abu keputihan, warna lapuk abu-abu kecoklatan, terdapat (andesit
basalt) komponen clayball berukuran 1-14 cm, claypellet 0,5 – 30cm,
exotic blok menyudut tanggung-membundar tanggung, kemas terbuka
keras, matrik tuf kasar, warna segar putih, warna lapuk cokelat kekuningan
dan kemerahan menyudut- membundar tanggung.
2.13. Tmplv (Lava Andesitik): Lava Andesitik, lava andesitik, warna segar abu abu kehitaman, warna lapuk abu-abu kecoklatan, porpiritik, keras.
2.14. Tmpbl (Batu Lapili): Warna segar putih ke coklatan, warna lapuk coklat
kekuningan, mengandung mineral hitam, feldspar, kuarsa, pirit, gelas
berukuran 3-5cm, rata-rata 4cm, ,menyudut tanggung, sebagian teroksidasi,
sebagian tersilisipikasi, banyak pirit yang terubah, teroksidasi, mineral
lempung terubah warna putih, ubahan tuf berwarna ungu.
11
2.15. Tmpt (Tuf Berurat Kuarsa): Tuf. Tuf warna segar abu-abu putih keruh,
warna lapuk cokelat kemerahan, ukuran butir haluas kasar, mengandung
mineral lempung, pirit, berkembang sheet joint, terdapat urat kuarsa.
Gambar 2. Peta Litologi (Faeyumi, 2012)
12
3.
Topografi dan morfologi
Topografi dan Morfologi daerah ini terdiri dari beberapa gunung yang
terdapat di Zona Bogor Barat yang terbentang bagian tengah Jawa Barat, diantara
Gunung Halimun (1929 mdpl), Gunung Salak (2212 mdpl) dan Gunung Kandeng
(1764 mdpl). Komposisi dari daerah Pertambangan UPBE Pongkor adalah sebagai
berikut :
- 15% merupakan daerah relatif dasar.
- 60% merupakan daerah perbukitan.
- 25% merupakan daerah pegunungan.
Lokasi penambangan terletak pada ketinggian ±500 mdpl sampai dengan
ketinggian 700 mdpl. Kemiringan lerengan bervariasi yaitu antara 20°-40°. Secara
umum daerah ini pada kawasan hutan produksi seluas ±50 Ha dan ±80 Ha berada
pada kawasan hutan lindung serta ±5 Ha area Cagar alam. Geomorfologi daerah
Pongkor dan sekitarnya memiliki morfologi yang terjal yaitu pada ketinggian 500750 mdpl, yang disusun oleh litologi berupa tufalapili, tufa dan breksi.
4.
Geologi Regional
Geologi daerah penelitian terdiri dari tiga unit vulkanik utama yang
berumur Miosen-Pliosen (Marcoux dan Milesi, 1994). Unit yang lebih bawah
mempunyai karakteristik endapan andesit kalk-alkalin bawah laut yang tergradasi
secara lateral menjadi endapan epiklastik. Unit tengah dicirikan oleh banyaknya
batuan vulkanik dasitik letusan subaerial yang disusun oleh lapili tuff yang
ditumpangi lapili, blok tuff, tuff piroklastik berbutir halus dan batuan epiklastik.
Unit atas terbentuk dari aliran lava andesit dengan struktur meniang (columnar).
13
Pola struktur geologi yang berkembang di daerah Pongkor dan sekitarnya antara
lain sesar-sesar seperti Sesar Normal Ciguha dan pola-pola kelurusan struktur
yang berarah Barat Laut-Tenggara, yang dpengaruhi oleh Sistem Tegasan yang
bersifat Ekstensional. Mineralisasinya berupa Urat Kuarsa dengan tekstur umum
berupa Banded, Colloform, Crustiform, dan Cockade (Endapan Epithermal).
Temperatur Homogenitas dari analisis Fi 103° -390° C, dengan salinitas 0,78%
NaCl. Mineralogi Alterasi endapan emas Pongkor adalah Low-Sulphidation
(Adularia Sericite Epithermal Vein Deposit).
Struktur Geologi yang berkembang terdiri atas kekar dan sesar. Sesar yang
berkembang dengan arah N 190° E dan N 225° E dengan sudut kemiringan (dip)
hampir tegak (>60°) yang telah terisi oleh urat kuarsa terutama ditemukan di
lokasi pertambangan level 500 meter Pasir Jawa. Sesar yang ditemukan dicirikan
oleh adanya pergeseran antara 2-5 meter ke arah vertikal pada lapisan batuan
lempung. Pola penyebaran kekar memperlihatkan arah umum yang sejajar dengan
penyebaran urat vein dan bidang perlapisan batuan, yang umumnya terisi urat
kuarsa, lempung, oksida mangan, pirit dan limonit.
Cebakan bijih emas mempunyai koefisien kadar variansi yang tinggi.
Karakteristik endapan mineral jenis ini adalah mempunyai geometri endapan
mineral sangat komplek dan pengotor atau pengenceran terhadap endapan mineral
dan hasil penambangan sangat tinggi. Cebakan bijih emas di daerah tambang
emas pongkor termasuk dalam cebakan epithermal berupa urat kuarsa oksida
mangan yang mengandung logam emas dan perak. Cebakan bijih tersebut terletak
pada 10 lokasi yaitu: G. Gong, Pasir Jawa, Cimahpar, Gudang Handak, Ciguha
Timur, Ciguha Utama, Pamoyanan, Kubang Cicau, Ciurug, dan Cadas Copong.
14
Adapun peta geologi daerah penelitian disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta geologi daerah penelitian (PT. Antam (Persero) Tbk)
III.
A.
TEORI DASAR
Pengertian Mineral Emas
Emas adalah mineral logam mulia memiliki warna khas kuning, berat,
bersifat lembek, mengkilap, serta malleable. Logam ini banyak terdapat pada
serbuk bebatuan dan deposit aluvial (Diantoro, 2010). Berwarna cokelat
kemerahan jika dalam bentuk bubuk. Kekerasannya berkisar 2,5-3 (skala mohs)
dan memiliki berat jenis yang selalu bergantung pada kandungan mineral yang
berpadu pada saat pembentukan.
Dalam tabel periodik mineral emas bersimbol (Au) yang dalam bahasa
latin adalah ‘aurum’ dengan nomor atom 79. Selain itu emas memiliki sifat yang
tahan terhadap asam, hanya air saja yang melarutkannya dengan membentuk ion
tetrakloroaurat (III), (AuCl4)- dan melebur pada suhu 1064°C (Diantoro, 2010).
Baik dari bentuk monovalen maupun trivalennya, emas dapat dengan mudah
direduksi menjadi logam.
Mineral pembawa unsur emas biasanya berasosiasi mineral ikutan (gangue
mineral) seperti kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral
non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang
telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri atas emas nativ, elektrum, emas
telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang,
16
antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya
kandungan perak di dalamnya > 20%.
B. Proses Pembentukan Emas
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan emas.
1. Lingkungan Tektonik
Sumber endapan bijih epitermal berasal dari sumber yang dangkal yang
berasosiasi dengan air meteorik dan atmosfer. Hipotesa tentang asal endapan
epitermal secara serius dipertimbangkan oleh Schmitt (1950) berasal dari lateral
secretion, differensiasi fluida dari suatu magma, keluar vulkanik dan diserap oleh
air tanah, injeksi dalam bentuk lelehan dan pengendapan dari fase gas. Dalam
penelitiannya tentang mata air panas menunjukkan bahwa transportasi yang paling
utama dari unsur – unsur adalah adanya air meteorik panas. Menurut Craig dan
Vaughen (1981), emas terbentuk oleh pengendapan larutan hidrotemal serta
mengisi di dalam sistem rekahan terbuka dan fracture. Selain itu endapan emas
terbentuk pada tahap melemah (waning) dari vulkanisme disebabkan tidak
hadirnya ubahan parent intrusions dan extrusive hydrothermal. Dalam endapan
tersier endapan ini merupakan suatu sumber volkanik untuk ore-bearing
hidrotermal. Terdapat dua tipe endapan logam mulia terutama yang berasal dari
batuan volkanik tersier. Dua tipe utama yang dimaksud adalah tipe acid-sulfate
dan tipe adularia-sericite. Kedua tipe ini kaya akan emas dan perak (Heald dan
Hayba, 1987).
Magma – magma di level atas merupakan sumber emas dalam sistem emas
epitermal yang berisi sulfur, yang diperlukan dalam proses trasnportasi emas
17
(Henley dan Ellis, 1991). Kemampuan degassing magma yang terbentuk dengan
semakin kuat mempengaruhi dalam menyuplai logam. Dari proses tersebut,
beberapa mineral yang berada dalam level magma atas berupa adanya kubah
klorit, dengan aliran hidrotermal kemudian digerakkan oleh sistem magma yang
besar dan dalam. Dalam proses tersebut, adanya konveksi air tanah yang berfungsi
menyebarkan fluida magma. Permeabilitas yang tinggi mempengaruhi penyebaran
yang sangat kuat sehingga menahan formasi dari suatu endapan bijih.
Terdapat dua jalur pendekatan yang biasanya digunakan untuk menetapkan
sumber dari logam untuk mendapat bijih hidrotermal (Edwards dan Antikson,
1986). Langkah pertama dengan pengenalan asosiasi dari endapan bijih dari suatu
litologi tertentu. Yang kedua adalah dengan anomali pengayaan atau pengurangan
logam dalam suatu litologi yang ditafsirkan sebagai indikator potensi sebagai
suatu source rock (batuan induknya). Endapan epitermal dalam lingkungan
volkanik selalu berasosiasi dengan batuan volkanik kalk–alkalin dan batuan
intrusi. Salah satu kasus yang ditemukan di suatu daerah di Indonesia tepatnya
Kelian, bahwa endapannya berasosidasi dengan batuan andesit oligosen atas
bawah. Lokasi tersebut terletak pada suatu trend regional utara – timur yang
mengandung mineralisasi epitermal signifikan yaitu di G. Mubo dan G.
Masuparia. Mineralisasi terjadi di tepi dari suatu set tubuh andesit yang
mengintrusi ke dalam suatu batuan Pyroklastik Eosen.
2. Struktur Geologi (Sesar)
Sesar pertama kali dikenali oleh penambang Eropa. Ahli geologi pada
abad 19 menyebutnya sebagai shoves, traps, heaves, shifts, breaks, throws, rents,
dan clefts. Hal tersebut merupakan efek sebuah sesar penambangan batu bara dan
18
bijih mineral yang membingungkan mengenai penamaan, klasifikasi, dan asal
material.
Sesar atau patahan merupakan rekahan pada batuan yang mengalami
pergeseran melalui bidang rekahannya. Selain itu merupakan patahan tunggal atau
suatu zona pecahan pada kerak bumi bersamaan dengan terjadinya pergerakan
yang cukup besar, paralel, dengan rekahan atau zona pecahan. Dalam suatu
permukaan, sisi atau bidang yang bergeser melewati dinding lain akan
mengakibatkan kerusakan atau bergesernya struktur batuan yang sebelumnya
menerus tepat pada sesar. Oleh karena itu sesar merupakan proses bergesernya
struktur batuan yang disebabkan oleh massa batuan yang slip satu sama lain di
sepanjang bidang atau rekahan.
Sesar terdapat pada batuan yang paling keras dan kuat, seperti granit, dan
pada batuan yang lebih lunak serta material bumi yang tidak seragam, seperti
pasir dan lempung. Selain itu sesar memiliki ukuran lebar yang bervariasi, dari
yang mikroskopik sampai ribuan kaki dan mencapai panjang lebih dari puluhan
atau ratusan mil. Beberapa sesar berdimensi kontinen, memotong kerak dan
memanjang sampai ke bawah mantel. Proses pergerakan sesar melibatkan
pergerakan massa material kerak sampai mil kubik. Tingkat sesar pada struktur
kerak utama menghasilkan penampakan goresan pada topografi, seperti fault
scraps dan rift valleys, dan khusus bentang darat (landscape) seperti pegunungan
dan cekungan yang menghasilkan kompleksitas pada dataran geologi yang
sederhana. Pergeseran Unit litologi ke dalam lingkungan anomali dan
penyejajaran yang aneh, dan menghancurkan batuan alami dengan cara crushing
dan grinding.
19
Suatu sesar dapat berupa bidang sesar (fault plane), atau rekahan tunggal.
Sesar yang terjadi di daerah yang cukup dalam dengan kondisi temperatur dan
tekanan tinggi akan berkembang menjadi sebagai jalur gerusan. Goresan kecil
yang terjadi di permukaan biasanya mengalami penghalusan dan berupa lempung
halus lunak dan lengket yang terbuat dari batuan dasar halus dan hancur berasal
dari dinding membentuk ketebalan puluhan inci di sepanjang sesar. Pada saat
pergerakan sesar membentuk panas serta friksi, material dari dinding mengalami
crush, resementasi seperti leburan yang membentuk batuan gelas. Sepanjang sesar
terbuka terdapat zona breksiasi yang merupakan fragmen dalam dinding –
dinding. Ruang terbuka tersebut menyebabkan adanya sirkulasi air tanah dan terisi
oleh material dasar yang lebih halus dan terisi oleh mineral seperti kuarsa atau
kalsit hasil presipitasi dari sirkulasi air.
C. Dasar-dasar Teori Alterasi Hidrotermal
Lindgren (1993), menyatakan bahwa larutan hidrotermal adalah suatu
cairan atau fluida yang panas, kemudian bergerak naik ke atas dengan membawa
komponen-komponen mineral logam. Fluida ini merupakan larutan sisa yang
dihasilkan pada saat proses pembekuan magma. Alterasi dan mineralisasi adalah
suatu bentuk perubahan komposisi pada batuan baik itu kimia, fisika ataupun
mineralogi sebagai akibat pengaruh cairan hidrotermal pada batuan, perubahan
yang terjadi dapat berupa rekristalisasi, penambahan mineral baru, larutnya
mineral yang telah ada, penyusunan kembali komponen kimia atau perubahan
sifat fisik seperti permeabilitas danporositas batuan (Pirajno,1992).
20
Alterasi dan mineralisasi bisa juga termasuk dalam proses pergantian
unsur-unsur tertentu dari mineral yang ada di batuan dinding digantikan oleh
unsur lain yang berasal dari larutan hidrotermal sehingga menjadi lebih stabil.
Proses ini berlangsung dengan cara pertukaran ion dan tidak melalui proses
pelarutan total, artinya tidak semua unsur penyusun mineral yang digantikan
melainkan hanya unsur-unsur tertentu saja.
1.
Alterasi Hidrotermal
Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks yang melibatkan
perubahan mineralogi, kimiawi, tekstur, dan hasil interaksi fluida dengan batuan
yang dilewatinya. Perubahan tersebut akan bergantung pada karakter batuan
dinding, karakter fluida (Eh, pH), kondisi tekanan maupun temperatur pada saat
reaksi berlangsung, konsentrasi, serta lama aktifitas hidrotermal. Walaupun
faktor–faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia fluida
kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses alterasi
hidrotermal.
Menurut Corbett dan Leach (1997), faktor yang mempengaruhi proses
alterasi hidrotermal adalah sebagai berikut :
a.
Temperatur dan Tekanan
Peningkatan suhu membentuk mineral yang terhidrasi lebih stabil, suhu
juga berpengaruh terhadap tingkat kristalinitas mineral. Pada saat suhu yang lebih
tinggi akan membentuk suatu mineral menjadi lebih kristalin, kondisi suhu
dengan tekanan dapat dideterminasi berdasarkan tipe alterasi yang terbentuk.
Temperatur dan tekanan juga berpengaruh terhadap kemampuan larutan
21
hidrotermal untuk bergerak, bereaksi dan berdifusi, melarutkan serta membawa
bahan–bahan yang akan bereaksi dengan batuan samping.
b.
Permeabilitas
Permeabilitas akan menjadi lebih besar pada kondisi batuan yang
terekahkan serta pada batuan yang berpermeabilitas tinggi. Hal tersebut akan
mempermudah pergerakan fluida. Selanjutnya akan memperbanyak kontak reaksi
antara fluida dengan batuan.
c.
Komposisi kimia dan konsentrasi larutan hidrotermal
Komposisi kimia dan konsentrasi larutan panas yang bergerak, bereaksi
dan berdifusi memiliki pH yang berbeda-beda. Sehingga banyak mengandung
klorida dan sulfida. Konsentrasi yang encer memudahkan untuk bergerak.
d.
Komposisi batuan samping
Komposisi batuan samping sangat berpengaruh terhadap penerimaan
bahan larutan hidrotermal sehingga memungkinkan terjadinya alterasi. Pada saat
kesetimbangan tertentu, proses hidrotemal akan menghasilkan kumpulan mineral
tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (mineral assemblage) (Corbett
dan Leach, 1997). Secara umum himpunan mineral tertentu akan mencerminkan
tipe alterasinya.
2.
Tipe Endapan Hidrotermal
Berdasarkan jauh dekat terjadinya proses alterasi hidrotermal, serta
temperatur dan tekanan pada saat terbentuknya mineral-mineral, Lindgren (1993)
membagi tiga golongan alterasi hidrotermal, yaitu :
22
a. Endapan Hipotermal dengan ciri sebagai berikut :
1.
Endapan berasosiasi dengan dike (korok) atau veint (urat) dengan kedalaman
yang besar.
2.
“Wall Rock Alteration”, dicirikan oleh adanya replacement yang kuat dengan
asosiasi mineral : albit, biotit, kalsit, pirit, kalkopirit, kasiterit, emas,
hornblende, plagioklas, dan kuarsa.
3.
Asosiasi mineral sulfida dan oksida pada intrusi granit sering diikuti
pembentukan mineral logam, yaitu : Au, Pb, Sn, dan Zn.
4.
Tekanan dan temperatur relatif paling tinggi yaitu 500°C – 600°C
5.
Merupakan jebakan hidrotermal paling dalam
b. Endapan mesotermal mempunyai ciri-ciri :
1.
Endapan berupa “cavity filling” dan kadang-kadang mengalami proses
replacement dan pengayaan.
2.
Asosiasi mineral : klorit, emas, serisit, kalsit, pirit, kuarsa.
3.
Asosiasi mineral sulfida dan oksida batuan beku asam dan batuan beku basa
dekat dengan permukaan.
4.
Tekanan dan temperatur medium, yaitu : 300°C – 372°C.
5.
Terletak di atas hipotermal.
c. Endapan epitermal
Endapan bijih epitermal merupakan endapan yang terbentuk dilingkungan
hidrotermal dekat permukaan, mempunyai temperatur dan tekanan yang relatif
rendah berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali yang sering kali
endapannya dijumpai di dalam produk vulkanik (sedimen vulkanik). Endapan
23
epitermal sering juga disebut endapan urat, stockwork, hot spring, volcanic hosted
dan lain-lain.Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan parameter yang
digunakan dalam menggolongkan endapan mineral. Ciri-ciri endapan epitermal
menurut (Lindgren, 1933) berdasarkan parameter kedalaman, temperatur,
pembentukan, zona bijih, logam bijih, mineral bijih, mineral penyerta,ubahan
batuan samping, tekstur dan struktur serta zonasi.
Menurut (White dan Hedesquist, 1996) berdasarkan kondisi fluida,alterasi,
tekstur dan mineralogi, endapan epitermal dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu endapan epitermal sulfida rendah dan tinggi (lihat pada Gambar 4). Batasan
kedua istilah tersebut di dasarkan pada bilangan redoks (reduksi-oksidasi) unsur S
(Sulfur) dalam larutan mineralisasi. Unsur S dalam sistem hidrotemal yang
mendekati PH netral umumnya memiliki bilangan redoks terendah -2 (misalnya
senyawa H2S), kondisi ini diistilahkan sebagai sulfidasi rendah. Istilah sulfida
tinggi digunakan untuk unsur S dalam hidrotermal vulkanik yang mempunyai
bilangan redoks mendekati +4 (misalnya senyawa SO2). Sistem epitermal sulfida
rendah, larutan magmatik yang didominasi gas H2S direduksi pada saat bereaksi
dengan batuan samping (wall rock) sehingga terjadi pengenceran akibat adanya
sirkulasi larutan meteorik (air hujan). Kondisi ini sulfur hadir dengan bilangan
oksidasi -2 yang didominasi H2S, sehingga diistilahkan sebagai sulfida rendah. Di
bawah kondisi reduksi yang cukup tinggi ini sulfida hanya hadir sebagai sulfur
sekunder. Ciri-ciri endapan epitermal dilihat berdasarkan parameter tatanan
tektonik, kontrol struktur regional, kontrol struktur lokal, pola mineralisasi,
tekstur mineralisasi, dimensi endapan, host rock, hubungan waktu, asosiasi
geokimia, mineral bijih, logam yang diproduksi (White dan Hedenquist, 1996).
24
Gambar 4. Skema pembentukan endapan epitermal (Corbett dan Leach, 1997)
3.
Mineralisasi
Menurut Lindgren (1993), secara umum proses mineralisasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor pengontrol, meliputi :
a. Larutan hidrotermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral.
b. Zona lemah yang berfungsi sebagai saluran untuk lewat larutan hidrotermal.
c. Tersedianya ruang untuk pengendapan larutan hidrotermal.
d. Terjadinya reaksi kimia dari batuan induk/host rock dengan larutan hidrotermal
yang memungkinkan terjadinya pengendapan mineral bijih (ore).
e. Adanya konsentrasi larutan yang cukup tinggi untuk mengendapkan mineral
bijih (ore).
Menurut Lindgren (1933), faktor yang mengontrol terkonsentrasinya
mineral - mineral logam (khususnya emas) pada suatu proses mineralisasi
dipengaruhi oleh adanya :
a. Proses diferensiasi, Pada proses ini terjadi kristalisasi secara fraksional
(fractional crystalization), yaitu pemisahan mineral-mineral berat pertama kali
25
dan mengakibatkan terjadinya pengendapan kristal-kristal magnetit, kromit dan
ilmenit.
b. Aliran gas yang membawa mineral-mineral logam hasil pangkayaan dari
magma, Pada proses ini, unsur silika mempunyai peranan untuk membawa air dan
unsur-unsur volatil dari magma. Air yang bersifat asam akan naik membawa CO2,
N, senyawa S, fluorida, klorida, fosfat, arsenik, senyawa antimon, selenida dan
telurida. Pada saat yang bersamaan mineral logam seperti Au, Ag, Fe, Cu, Pb, Zn,
Bi, Sn, tungten, Hg, Mn, Ni, Co, Rd dan U akan naik terbawa larutan. Komponenkomponen yang terbawa dalam aliran gas tersebut berupa sublimat pada erupsi
vulkanik dekat permukaan dan membentuk urat hidrotermal atau terendapkan
sebagai hasil penggantian (replacement deposits) di atas atau di dekat intrusi
batuan beku.
4.
Pembagian Zonasi Ubahan
Menurut Corbett dan Leach (1997), pada alterasi hidrotermal dapat dibagi
menjadi 6 zonasi ubahan, yaitu:
a. Potasik
Mineral utama dalam alterasi ini berupa potash feldspar sekunder & biotit
sekunder, serta aktinolit dan klinopiroksen.
b. Silisik
Zona alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral dari kelompok silika
yang stabil pada pH < 2. Kuarsa akan terbentuk pada suhu tinggi sedangkan pada
suhu rendah (< 10000 C) akan terbentuk opal silika, kristobalit, tridimit, pada
suhu menengah (1000-20000 C) akan terbentuk kalsedon.
26
c. Filik
Dicirikan oleh serisitisasi hampir seluruh mineral silikat, kecuali kuarsa.
Plagioklas feldspar tergantikan oleh serisit dan kuarsa halus. K-Feldspar
magmatik juga mengalami serisitisasi tapi lebih kecil intensitasnya dari
plagioklas.
d. Argilik Lanjut (Advanced Argilic)
Alterasi ini terbentuk dari hasil pencucian alkali dan kalsium dari fase
alumina seperti feldspar dan mika, tetapi hanya hadir jika aluminium tidak bersifat
mobile, apalagi aluminium bergerak lagi diikuti dengan bertambahnya serisit dan
terjadi alterasi serisit. Alterasi advanced argilic ini dicirikan oleh hadirnya
mineral yang terbentuk pada kondisi asam terutama kaolinit, dickit, piropilit,
diaspor, alunit, jarosit dan zunyit. Perlu dibedakan antara alterasi hipogen dan
supergen. Alterasi advanced argilic hipogen terbentuk hasil kondensasi gas alam
(terutama gas HCl) dan ketidakseimbangan SO2 dalam membentuk asam sulfur
dan hidrogen sulfida. Alterasi advanced arrgilicsupergen dapat terbentuk dalam
dua macam, pertama terbentuk oleh kondensasi gas hasil pendidihan fluida
hidrotermal yang membentuk air tanah yang teroksidasi. Oksidasi oleh atmosfer
mengubah H2S membentuk asam sulfur yang akan merombak silikat dan akan
membentuk kaolinit dan alunit. Pada proses ikatan silikat terlepas akan
membentuk desposit (dengan alunit) sebagai layer silikaan pada permukaan air
tanah. Erosi yang datang kemudian membentuk layer silikaan yang berasal dari
kaolinit dan membentuk silika cap. Kedua alterasi ini terbentuk oleh pelapukan
batuan kaya sulfida, oksida sulfida membentuk asam sulfur yang merusak batuan
kemudian membentuk kaolinit & alunit.
27
e. Argilik
Jenis alterasi ini dicirikan dengan kehadiran anggota dari kaolin (Halloysit,
kaolinit dan dickit) dan illit (smektit, interlayer, illit-smektit, illit), serta asosiasi
mineral transisi yang terbentuk pada pH menengah dan suhu rendah. Kelompok
dari mineral temperatur rendah-transisi yaitu kelompok klorit-illit juga hadir.
f. Propilitik
Jenis alterasi ini umumnya dicirikan oleh kehadiran mineral klorit – epidot
– aktinolit. Alterasi ini mempunyai penyebaran yang terluas dan kaitannya secara
langsung dengan mineralisasi sangat kecil. Kristal plagioklas mengalami
argilitisasi dengan intensitas kecil, biotit mengalami perubahan menjadi klorit
dengan atau tanpa karbonat.
D. Prinsip Dasar Metode Gayaberat
Metode gayaberat merupakan metode geofisika yang digunakan untuk
melihat kondisi bawah permukaan dengan cara mengamati variasi sifat fisis
batuan, yaitu rapat massa atau densitas. Variasi densitas batuan dapat
mengakibatkan perbedaan percepatan gravitasi di permukaan bumi. Metode
gayaberat ini didasari oleh konsep dasar fisika yang berhubungan dengan gaya,
percepatan dan potensial gravitasi.
1. Hukum Newton
Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum
gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya tarik menarik antara dua buah
benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding
28
terbalik dengan jarak kuadrat antara pusat massa kedua benda tersebut. Hukum
gravitasi Newton (Gambar 5):
Gambar 5. Gaya tarik menarik merarik antara dua benda m1
dan m2
̅( )
(1)
dengan:
̅
= gaya tarik menarik (Newton)
G
= konstanta universal gayaberat (6,67 x 10-11 m3kg-1s-2)
m1
= massa benda 1 (kg)
m2
= massa benda 2 (kg)
r
= jarak antar pusat massa (m)
Untuk gaya gravitasi antara benda bermassa m dengan bumi bermassa M,
adalah:
(2)
karena jarak benda ke permukaan bumi sangat kecil, maka nilai r sebanding
dengan nilai jari-jari bumi (R), sehingga Persamaan (2) menjadi:
(3)
2.
Percepatan Gravitasi
Dalam pengukuran gayaberat yang diukur bukan gaya gravitasi F,
melainkan percepatan gravitasi g. Hubungan antara keduanya dijelaskan oleh
29
hukum Newton II yang menyatakan bahwa sebuah gaya adalah hasil perkalian
dari massa dengan percepatan. Hukum Newton mengenai gerak Newton, yaitu:
(4)
Interaksi antara bumi (bermassa M) dengan benda di permukaan bumi
(bermassa m) sejauh jarak R dari pusat keduanya juga memenuhi hukum
tersebut, maka dari Persamaan (3) dan (4) didapatkan:
(5)
dimana satuan g adalah m/det2 dalam SI, atau Gal (Galileo), yaitu 1 cm/det2.
Karena pengukuran dilakukan dalam variasi percepatan gravitasi yang begitu
kecil, maka satuan yang sering digunakan adalah miliGal (mGal).
Persamaan (5) menunjukkan bahwa besarnya percepatan yang disebabkan
oleh gravitasi di bumi (g) adalah berbanding lurus dengan massa bumi (M) dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari bumi (R).
Dalam metode gravitasi, pengukuran dilakukan terhadap nilai komponen
vertikal dari percepatan gravitasi di suatu tempat. Namun pada kenyataannya,
bentuk bumi tidak bulat sehingga terdapat variasi nilai percepatan gravitasi untuk
masing-masing tempat.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi nilai percepatan gravitasi adalah
perbedaan derajat garis lintang, perbedaan ketinggian (topografi), kedudukan
bumi dalam tata surya, variasi rapat massa batuan di bawah permukaan bumi,
perbedaan elevasi tempat pengukuran, dan hal lain yang dapat memberikan
kontribusi nilai gravitasi, misalnya bangunan.
30
3.
Potensial Gravitasi Distribusi Massa
Potensial gravitasi adalah energi yang diperlukan untuk memindahkan
suatu massa dari suatu titik ke titik tertentu. Suatu benda dengan massa tertentu
dalam sistem ruang akan menimbulkan medan potensial di sekitarnya. Dimana
medan potensial bersifat konservatif, artinya usaha yang dilakukan dalam suatu
medan gravitasi tidak tergantung pada lintasan yang ditempuhnya tetapi hanya
tergantung pada posisi awal dan akhir (Rosid, 2005). Medan potensial dapat
dinyatakan sebagai gradien atau potensial skalar (Blakely, 1996), melalui
persamaan :
( )
(6)
Fungsi U pada persamaan di atas disebut potensial gravitasi, sedangkan
percepatan gravitasi g merupakan medan potensial. Tanda minus menandakan
bahwa arah gayaberat menuju ke titik yang dituju.
Dengan mengasumsikan bumi dengan massa M bersifat homogen dan
berbentuk bola dengan jari-jari R, potensial gravitasi di permukaan dapat
didefinisikan dengan persamaan:
(̅)
( ̅)
( ̅)
( )
∫ (
)
( ̅)
∫
∫
Ilustrasi potensial massa tiga dimensi terdapat pada Gambar 6.
(7)
(8)
(9)
31
Gambar 6. Potensial massa tiga dimensi (Telford, dkk., 1990)
Berdasarkan Persamaan (9), potensial yang disebabkan oleh elemen massa
dm pada titik (x, y, z) dengan jarak r dari P(0, 0, 0) adalah:
(10)
dimana (x,y,z) adalah densitas dan r2 = x2 + y2 + z2.
Potensial total dari massa adalah:
∫ ∫ ∫
(11)
karena g adalah percepatan gravitasi pada sumbu z (arah vertikal) dan
dengan asumsi ρ konstan, maka:
( )
∫ ∫ ∫
(12)
E. Analisis Spektrum
Analisis spektrum merupakan proses Transformasi Fourier (transformasi
dari domain waktu ke dalam domain frekuensi) untuk mengubah suatu sinyal
menjadi penjumlahan beberapa sinyal sinusoidal dengan berbagai frekuensi.
Hasil dari transformasi ini akan berupa spektrum amplitudo dan spektrum fasa
sehingga dapat memperkirakan kedalaman dengan mengestimasi nilai bilangan
32
gelombang (k) dan amplitudo (A) yang dapat digunakan untuk menghitung lebar
jendela filter yang selanjutnya dijadikan sebagai input data dalam proses
filtering, pemisahan anomali regional, dan anomali residual.
Blakely (1995) menurunkan spektrum dari potensial gayaberat yang
teramati pada suatu bidang horizontal.
( )
( )
)
| |(
( )
(13)
| |
Berdasarkan kedua persamaan diatas maka diperoleh:
Sehingga
)
| |(
( )
(14)
| |
Transformasi
Fourier
anomali
gayaberat
pada
lintasan
yang
diinginkan adalah:
(
)
(
)
( )
(
)
| |(
)
(15)
dimana :
= anomali gayaberat
k
= bilangan gelombang
Zo
= ketinggian titik amat
Z
= kedalaman benda anomali
Bila distribusi densitas bersifat random dan tidak ada korelasi antara
masing-masing nilai gayaberat, maka μ=1, sehingga hasil Transformasi
Fourier anomali gayaberat menjadi:
| |(
dimana:
A = amplitudo
C = konstanta
)
(16)
33
Selanjutnya dengan melogaritmakan hasil Transformasi Fourier tersebut
di atas, maka akan diperoleh hubungan antara amplitudo (A) dengan bilangan
gelombang (k) dan kedalaman (
(
):
)| |
(17)
Hasil logaritma ini menunjukkan bahwa kedalaman rata-rata bidang
diskontinuitas rapat massa akan berbanding dengan kemiringan grafik spektrum.
Kemudian dari hubungan itu pula, dengan menggunakan metode least square,
maka estimasi kedalaman anomali adalah gradien dari masing-masing grafik
spektrum pada tiap lintasan. Hubungan panjang gelombang (λ) dengan k
diperoleh dari persamaan Blakely (1995):
(18)
(19)
dengan n adalah lebar jendela.
Maka didapatkan estimasi lebar jendelanya yaitu:
(20)
Ilustrasi penentuan kedalaman proses regresi data logaritma hasil Transformasi
Fourier ini ditunjukan pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik hubungan antara amplitudo dan bilangan
gelombang pada analisis spektrum (Sarkowi, 2011)
34
F. Moving Average
Anomali Bouguer merupakan suatu nilai anomali gaya berat yang
disebabkan oleh perbedaan densitas batuan pada daerah dangkal dan daerah yang
lebih dalam di bawah permukaan. Efek yang berasal dari batuan pada daerah
dangkal disebut anomali residual, sementara efek yang berasal dari batuan pada
daerah yang lebih dalam disebut anomali regional. Proses ini bertujuan untuk
memisahkan antara anomali residual dengan anomali regional yang terdapat pada
anomali Bouguer. Selain itu, hasil pemisahan anomali regional dan residual
berguna sebagai bahan untuk interpretasi kualitatif tentang kondisi bawah
permukaan sebelum melakukan pembuatan model struktur bawah permukaan
(interpretasi kuantitatif).
Moving average window filter merupakan suatu metode atau teknik
pemisahan yang jika dianalisis dari spektrumnya akan menyerupai low pass filter
sehingga output dari proses ini adalah frekuensi rendah dari anomali Bouguer
yang akan merepresentasikan kedalaman yang lebih dalam (regional). Karena
frekuensi rendah ini mempunyai penetrasi yang lebih dalam. Selanjutnya anomali
residual didapatkan dengan cara mengurangkan anomali regional dari anomali
Bouguernya.
Persamaan moving average untuk lebar window NxN adalah:
(
∑
)
∑
(
)
(21)
untuk anomali residualnya adalah:
(
)
(
)
(
)
dan untuk estimasi lebar jendelanya didapatkan dari :
(22)
35
(23)
dimana:
= grid spasi
= frekuensi cut-off regional dan residual
Penerapannya pada peta 2D dimana harga
dihitung dengan merata-ratakan semua nilai
pada suatu titik dapat
di dalam sebuah kotak persegi
dengan titik pusat adalah titik yang akan dihitung harga
(Robinson, 1988).
Contoh penerapannya dengan jendela 5x5 pada data 2D sesuai dengan
Persamaan (24) berikut:
[(
)
(
)
(
)]
(24)
Berdasarkan karakter spektrum dari filter ini, lebar window NxN
berbanding langsung dengan low cut dari panjang gelombang atau high cut
frekuensi spasial dari low-pass filter, sehingga dengan bertambahnya lebar
window akan menyebabkan bertambahnya panjang gelombang regional output.
Dengan kata lain, lebar window terkecil menyebabkan harga regionalnya
mendekati anomali Bouguernya.
G. Forward Modelling (Pemodelan ke Depan)
Pemodelan struktur bawah permukaan dilakukan dengan cara pemodelan
ke depan (forward modelling). Forward modeling (pemodelan ke depan) adalah
suatu metode interpretasi yang memperkirakan densitas bawah permukaan dengan
membuat terlebih dahulu benda geologi bawah permukaan (Talwani, 1959).
Dalam pemodelan dicari suatu model yang cocok atau fit dengan data lapangan,
sehingga model tersebut dianggap mewakili kondisi bawah permukaan di daerah
36
pengukuran. Menurut Talwani (1959), pemodelan ke depan untuk menghitung
efek gayaberat model benda bawah permukaan dengan penampang berbentuk
sembarang yang dapat diwakili oleh suatu poligon bersisi n dinyatakan sebagai
integral garis sepanjang sisi-sisi poligon.
Pemodelan ke depan (Forward Modeling) merupakan proses perhitungan
data dari hasil teori yang akan teramati di permukaan bumi jika parameter model
diketahui. Pada saat melakukan interpretasi, dicari model yang menghasilkan
respon yang cocok dan fit dengan data pengamatan atau data lapangan, sehingga
diharapkan kondisi model itu bisa mewakili atau mendekati keadaan sebenarnya.
Seringkali istilah forward modeling digunakan untuk proses trial and error. Trial
and error adalah proses coba-coba atau tebakan untuk memperoleh kesesuaian
antara data teoritis dengan data lapangan. Diharapkan dari proses trial and error
ini diperoleh model yang cocok responnya dengan data (Grandis, 2009).
H. Inverse Modelling (Pemodelan ke Belakang)
Inverse Modelling adalah pemodelan berkebalikan dengan pemodelan ke
depan. Pemodelan inversi berjalan dengan cara suatu model dihasilkan langsung
dari data. Pemodelan jenis ini sering disebut data fitting atau pencocokan data
karena proses di dalamnya dicari parameter model yang menghasilkan respon
yang cocok dengan data pengamatan. Diharapkan untuk respon model dan data
pengamatan memiliki keseuaian yang tinggi, dan ini akan menghasilkan model
yang optimum (Supriyanto, 2007).
37
I.
Analisis Derivative
1.
First Horizontal Derivative (FHD)
FHD anomali gayaberat merupakan perubahan nilai anomali gayaberat dari
satu titik ke titik memiliki karakteristik tajam berupa nilai maksimum atau
minimum pada kontak benda anomali, sehingga dapat digunakan untuk
menunjukkan batas suatu struktur geologi berdasarkan anomali gayaberat
(Gambar 8).
Turunan horizontal lebih mudah dipalikasikan dengan menggunakan metode
turunan berhingga dan perhitungan secara diskrit. Untuk data dua dimensi,
misalnya jika nilai g(i,j), i = 1,2,3,…, j = 1,2,3,…, yang menunjukkan perhitungan
diskrit dari g(x,y) pada interval sampel yang sama ∆x dan ∆y, maka turunan
horizontal pertama dari g(x,y) pada titik i,j diberikan oleh persamaan:
(
)
(25)
Gambar 8. Nilai gradien horizontal pada model tabular (Blakely, 1996)
2. Second Vertical Derivative (SVD)
Metode SVD dapat digunakan untuk membantu interpretasi jenis struktur
terhadap data anomali Bouguer yang diakibatkan oleh adanya struktur patahan
turun atau patahan naik (Sarkowi, 2011).
38
SVD bersifat sebagai high pass filter, sehingga dapat menggambarkan
anomali residual yang berasosiasi dengan struktur dangkal yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi jenis patahan turun atau patahan naik.
Perhitungan SVD diturunkan langsung dari Persamaan Laplace untuk
anomali gayaberat di permukaan, yang dituliskan dalam persamaan:
atau
(26)
Untuk SVD persamaannya sesuai dengan Persamaan (27) (Telford, dkk.,
1976) berikut :
(
)
(27)
SVD dari suatu anomali gayaberat permukaan adalah sama dengan negatif
dari second horizontal derivative (SHD). Anomali yang disebabkan oleh struktur
cekungan mempunyai nilai harga mutlak minimal SVD selalu lebih besar daripada
harga maksimalnya. Sedangkan anomali yang disebabkan struktur intrusi berlaku
sebaliknya, harga mutlak minimalnya lebih kecil dari harga maksimalnya (Hartati,
2012) sehingga analisa struktur pada SVD dapat dilihat pada Gambar 9.
Menurut Reynolds (1997) menyatakan bahwa kriteria untuk menentukan
jenis struktur patahan adalah sebagai berikut:
1.
Untuk patahan turun berlaku :
(
2.
)
|(
)
|
(28)
|
(29)
Untuk patahan naik berlaku :
(
)
|(
)
39
Gambar 9. Respon analisa SVD pada struktur geologi (Reynolds, 1997)
Prinsip dasar dan teknik perhitungan dari metode ini telah dijelaskan oleh
Henderson & Zietz (1949), Elkins (1951), dan Rosenbach (1953). Pada data
gravitasi, nilai anomali akan mengalami perubahan secara vertikal yang
diakibatkan karena adanya efek distribusi massa yang tidak merata secara vertikal,
maka turunan keduanya akan memperlihatkan besarnya efek gravitasi dari
struktur-struktur yang lebih luas dan terletak jauh lebih dalam. Oleh karena itu
struktur-struktur kecil/lokal dan samar-samar dapat diperjelas keberadaannya atau
lebih dipertajam bentuk kurvanya dibanding struktur-struktur regional yang lebih
melebar bentuknya.
40
Pada metode gravitasi nilai anomali Bouguer digunakan sebagai input
pada proses pengolahan data turunan kedua vertikal untuk menghasilkan anomali
residual. Untuk mengubah data anomali Bouguer menjadi data turunan
kedua/anomali residual, dapat digunakan chart dengan beberapa lingkaran
berpusat pada satu titik.
Bila grid data dibuat berspasi S (Gambar 10), maka harga turunan kedua
pada pusat lingkaran dengan radius berbeda adalah :
(
)
(30)
dimana :
= harga turunan kedua pada pusat lingkaran
= harga anomali pada pusat lingkaran
= harga anomali rata-rata pada lingkaran
= koefisien numerik
= jarak antar kisi
= faktor bobot dari harga gravitasi
Gambar 10. Chart perhitungan pendekatan turunan kedua menggunakan
grid (Rosenbach, 1953)
41
Persamaan (30) di atas merupakan persamaan umum dari pendekatan
turunan kedua vertikal. Kemudian Henderson & Zietz, Elkins, dan Rosenbach
menurunkan persamaan-persamaan yang menjadi solusi penyelesaian dari turunan
vertikal orde dua, sebagai berikut:
a.
Henderson dan Zietz (1949)
(
b.
)
Elkins (1951)
(
c.
(31)
)
(32)
Rosenbach (1953)
(
)
(33)
dimana :
= Harga rata-rata medan anomali pada r = 0
= Harga rata-rata medan anomali pada r =
= Harga rata-rata medan anomali pada r = √
= Harga rata-rata medan anomali pada r = √
Terdapat beberapa operator filter SVD, yang dihitung oleh Henderson dan
Zeits (1949), Elkins (1951) dan Rosenbach (1953).
Henderson & Zietz (1949)
0.0000
0.0000
-0.0838
0.0000
0.0000
0.0000
1.0000
-2.6667
1.0000
0.0000
-0.0838
-2.6667
17.0000
-2.6667
-0.0838
0.0000
1.0000
-2.6667
1.0000
0.0000
0.0000
0.0000
-0.0838
0.0000
0.0000
42
Elkins (1951)
0.0000
-0.0833
0.0000
-0.0833
0.0000
-0.0833
-0.0667
-0.0334
-0.0667
-0.0883
-0.0667
-0.0334
1.0667
-0.0334
-0.0667
-0.0833
-0.0667
-0.0334
-0.0667
-0.0833
0.0000
-0.0833
0.0000
-0.0833
0.0000
Rosenbach (1953)
0.0000
0.0416
0.0000
0.0416
0.0000
0.0416
-0.3332
-0.7500
-0.3332
0.0416
0.0000
-0.7500
4.0000
-0.7500
0.0000
0.0416
-0.3332
-0.7500
-0.3332
0.0416
0.0000
0.0416
0.0000
0.0416
0.0000
Untuk penentuan arah (dip) sesar dapat dilihat dari kurva-kurva Anomali
Gayaberat, FHD, dan SVD. Arah (dip) sesar tersebut akan mengikuti dari
kemiringan arah kurva Anomali Gayaberat dan kurva SVD. Jika arah kurva
Anomali Gaya berat dan kurva SVD menurun ke arah kiri, maka sesar pun
arahnya akan menurun ke arah kiri bawah, begitu juga sebaliknya. Jika arah kurva
Anomali Gayaberat dan kurva SVD menurun ke arah kanan, maka sesar pun
arahnya akan menurun ke arah kanan bawah.
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Pelaksanaan
Penelitian yang mengambil judul “Pendugaan Patahan Daerah “Y”
Berdasarkan
dilaksanakan
Anomali
di
Gayaberat
Dengan
Laboratorium Geofisika,
Analisis
Jurusan
Derivative”
Teknik
ini
Geofisika,
Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Data hasil pengukuran Gayaberat; dalam hal ini data pengolahan merupakan
data sekunder sebagai hasil pengukuran gayaberat sebanyak 1925 titik yang
diperoleh dari hasil penelitian penulis di PT. Antam (Persero) Tbk
2.
Peta geologi lembar daerah penelitian
3.
Perangkat lunak : Surfer 12, Geosoft Oasis Montaj v.6.4, GravMag under DOS,
Numeri, Grav3D, Microsoft Excel v.2007
4.
Laptop
C. Prosedur Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, prosedur dalam pengolahan data adalah sebagai
berikut :
44
1.
Pembuatan Peta Kontur Anomali Bouguer Lengkap
Data gayaberat dalam penelitian ini adalah data gayaberat sekunder atau
data gayaberat yang telah melalui berbagai koreksi-koreksi, sehingga diperoleh
Anomali Bouguer Lengkap (ABL). Langkah pertama pada penelitian ini adalah
membuat peta Anomali Bouguer Lengkap (ABL), proses ini dibantu dengan
menggunakan perangkat lunak Geosoft Oasis Montaj.
2.
Analisis Spektrum
Analisis spektrum bertujuan untuk memperkirakan kedalaman suatu
benda anomali gayaberat di bawah permukaan. Metode analisis spektrum
menggunakan Transformasi Fourier yang berguna untuk mengubah suatu fungsi
dalam jarak atau waktu menjadi suatu fungsi dalam bilangan gelombang atau
frekuensi (Blakely, 1995).
Dengan analisis spektrum dapat diketahui kandungan frekuensi dari data,
sehingga kedalaman dari anomali gayaberat dapat diestimasi. Frekuensi rendah
yang berasosiasi dengan panjang gelombang panjang mengindikasikan daerah
regional yang mewakili struktur dalam dan luas. Sedangkan sebaliknya, frekuensi
tinggi yang berasosiasi dengan panjang gelombang pendek mengindikasikan
daerah residual (lokal) yang mewakili struktur dangkal dan umumnya frekuensi
sangat tinggi menunjukkan noise yang diakibatkan kesalahan pengukuran,
kesalahan digitasi, dan lain-lain.
Input untuk proses analisis spektrum adalah jarak antar titik pengukuran
dan nilai anomali gayaberat hasil slice enam buah lintasan yang memotong kontur
anomali gayaberat (Bouguer anomaly) secara vertikal dan horizontal. Dalam
45
penelitian ini menggunakan software Numeri dengan memasukkan nilai jarak
spasi dan nilai anomali Bouguer pada lintasan tersebut, didapatkan nilai frekuensi,
real, dan imajiner yang kemudian didapatkan nilai amplitudo dengan persamaan:
√
(34)
√
(35)
Dimana :
F = Frekuensi
A = Amplitudo
Didapatkan pula nilai bilangan gelombang (k) dari persamaan (36) berikut:
(36)
Setelah didapatkan nilai amplitudo dan panjang gelombang sesuai
Persamaan (34), (35) dan (36), kemudian dibuat plot grafik ln A terhadap k.
Setelah itu estimasi kedalaman dapat dilakukan dengan membuat regresi linier
pada zona regional dan residual.
3.
Pemisahan Anomali Regional dan Residual
Anomali Bouguer merupakan suatu nilai anomali gayaberat yang
disebabkan oleh perbedaan densitas batuan pada daerah dangkal dan daerah yang
lebih dalam di bawah permukaan. Efek yang berasal dari batuan pada daerah
dangkal disebut anomali residual, sementara efek yang berasal dari batuan pada
daerah yang lebih dalam disebut anomali regional. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemisahan anomali regional dan anomali residual pada anomali
Bouguer. Proses pemisahan anomali regional dan residual pada penelitian ini
adalah dengan menggunakan metode moving average dengan lebar jendela 25x25
46
yang didapatkan dari proses analisis spektrum. Metode moving average baik
digunakan pada data yang mempunyai sebaran data penelitian yang datar dengan
penyimpangan nilai anomali Bouguer yang kecil. Metode ini dilakukan dengan
cara merata-ratakan nilai anomalinya (Purnomo,dkk, 2013).
4.
Analisis Derivative
Analisis derivative yang digunakan untuk menentukan struktur patahan
adalah metode First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative
(SVD). Analisis FHD dan SVD dalam menentukan struktur patahan dilakukan
dengan bantuan peta geologi regional daerah penelitian, yaitu slicing keberadaan
patahan yang nampak pada peta geologi di peta kontur anomali residual. Peta
kontur SVD dibuat berdasarkan prinsip dasar dan teknik perhitungan yang telah
dijelaskan oleh Henderson & Zietz (1949), Elkins (1951), dan Rosenbach (1953).
Namun dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan filter Elkins yang
dianggap filter terbaik dari filter lainnya. Tabel 2 menunjukkan filter Elkins
(1951) yang dipakai.
Tabel 2. Filter Elkins
0.0000
-0.0833
0.0000
-0.0833
0.0000
-0.0833
-0.0667
-0.0334
-0.0667
-0.0883
Elkins (1951)
-0.0667
-0.0334
1.0667
-0.0334
-0.0667
-0.0833
-0.0667
-0.0334
-0.0667
-0.0833
0.0000
-0.0833
0.0000
-0.0833
0.0000
Hasil slicing tersebut dibuat kurva yang terdiri dari kurva anomali
Bouguer, FHD dan SVD. Bidang kontak patahan pada kurva FHD yang berada
pada nilai minimum atau maksimum berasosiasi dengan nilai nol pada penampang
SVD, sehingga dapat diketahui batas-batas terjadinya perubahan nilai anomali.
47
5.
Pemodelan Bawah Permukaan
Ada dua metode pemodelan bawah permukaan yang dipakai pada
penelitian kali ini, yaitu pemodelan maju atau Forward Modelling dan pemodelan
mundur atau Inverse Modelling. Pemodelan maju digunakan saat melakukan
pemodelan dua dimensi dan kali ini pengolahan dibantu dengan menggunakan
software GravMag, hal yang pertama dilakukan saat proses pemodelan dua
dimensi adalah melakukan sayatan pada pola anomali residual, sayatan yang
dilakukan sebaiknya melewati pola struktur patahan yang ingin kita identifikasi
yang sebelumnya telah dipelajari berdasarkan informasi dari peta geologi
regional. Sayatan yang dilakukan di pola anomali residual selanjutnya diinput
kedalam software GravMag untuk melakukan proses pemodelan dua dimensi,
dalam melakukan pemodelan hal yang harus diperhatikan adalah mengatur
kedalaman hal ini berkaitan dengan proses analisis spektrum yang telah dilakukan
sebelumnya.
Pemodelan mundur atau Inverse Modelling dilakukan untuk proses
pemodelan tiga dimensi. Hal yang dilakukan adalah input data pola anomali sisa
atau anomali regional kemudian diolah dan disimpan dalam format (*grv)
selanjutnya membuat mesh yang disimpan dalam format (*dat) control file ini
yang digunakan untuk melakukan pemodelan di software Grav3D.
D. Diagram Alir Pengolahan Data
Adapun diagram alir pengolahan data gayaberat ini terdapat dalam
Gambar 11.
48
Mulai
Data Anomali Bouguer Lengkap
Data Geologi
Slicing
Perhitungan
FHD
Peta ABL
Analisis Spektrum
 Stratigrafi
 Geologi Struktur
 Peta Geologi
Filtering
Anomali Regional
Grafik ABL,
FHD dan SVD
Peta SVD
Anomali Residual
Inverse Modelling
Slicing
Forward Modelling
No
Fit ?
Yes
 Geometri
 Depth
 Delta densitas
Model Bawah Permukaan
Analisis Patahan
Jenis Patahan
Selesai
Gambar 11. Diagram alir pengolahan data
49
E. Jadwal Penelitian
Adapun jadwal penelitian yang akan dilakukan terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jadwal penelitian
No
Kegiatan
1
Penyusunan proposal
2
Seminar proposal
3
Pengolahan data, analisis
dan penyusunan laporan
4
Seminar hasil
5
Ujian skripsi
Jan 2017
Feb 2017
Mar 2017
Apr 2017
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari pengolahan data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Dari tiga lintasan slice yang dibuat di daerah penelitian “Y”, hasil identifikasi
struktur patahannya adalah sebagai berikut :
a. Lintasan slice 1 diidentifikasi adanya struktur patahan turun (normal)
berarah timur laut – selatan dengan perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22°
dan diperkirakan strike pada patahan ini sebesar N 158° W.
b. Lintasan slice 2 diidentifikasi adanya struktur patahan naik berarah barat
laut – selatan dengan perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22° dan
diperkirakan strike pada patahan ini sebesar N 158° E.
c. Lintasan slice 3 diidentifikasi adanya struktur patahan naik berarah barat
laut – selatan dengan perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22° dan
diperkirakan strike pada patahan ini sebesar N 158° E.
2.
Hasil pemodelan dua dimensi dan tiga dimensi menunjukkan struktur patahan
berada pada nilai densitas sebesar 2 gr/cc – 2,67 gr/cc di kedalaman sekitar
100 m – 250 m. Terdiri dari batuan sedimen (clay dan sandstone) dengan
densitas 2,2 gr/cc – 2,3 gr/cc berumur Pliosen Tersier atau Miosen Akhir,
83
batuan tuff dengan densitas 2,4 gr/cc – 2,5 g/cc berumur Miosen Awal dan
batuan dasar (basement) berupa batuan andesit dengan densitas 2,67 gr/cc.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari penelitian ini, maka
disarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan metode geofisika lain seperti
metode magnetik sebagai data pendukung dari metode gayaberat guna
memperkuat hasil interpretasi dalam penarikan struktur pada daerah penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Banu, B., Zaenudin, A dan Rustadi. 2013. Pemodelan 3D Gayaberat dan Analisis
Struktur Detail Untuk Pengembangan Lapangan Panasbumi Kamojang.
Jurnal Geofisika. vol 1.
Basuki, A., Aditya, Sumanegara D. dan Sinambela, D. 1994. The Gunung
Pongkor Gol-Silver Deposit, West Java, Indonesia. Journal of Geochemical
Exploration 50. pp 371-391.
Chumairoh, D.A., Susilo, A dan Wardhana, D.D. 2013. Identifikasi Struktur
Bawah Permukaan Berdasarkan Data Gayaberat di Daerah Koto Tangah,
Kota Padang, Sumatera Barat. Jurnal Geofisika. FMIPA Universitas
Brawijaya.
Corbett and Leach. 1997. Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems:
Structure, Alteration and Mineralization. North Sydney Australia.
Craig, J.R., and Vaughan, D.J. 1981. Ore Microscopy and Ore Petrography. New
York.
Diantoro, Y. 2010. Emas: Investasi dan Pengolahannya (Pengolahan Emas Skala
Home Industry). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Blakely, R.J. 1996. Potential Theory in Gravity and Magnetic Application.
Cambridge: Cambridge University Press.
Elkins, T.A. 1951. The Second Derivative Method of Gravity Interpretation.
Geophysics Journal. v.23. pp 97-127.
Erviantari, D dan Sarkowi, M. 2013. Studi Identifikasi Struktur Bawah
Permukaan dan Keberadaan Hidrokarbon Berdasarkan Data Anomali Gaya
Berat Pada Daerah Cekungan Kalimantan Tengah. Seminar Nasional Sains
& Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
Faeyumi, M. 2012. Sebaran Potensi Emas Epitermal Di Areal Eksploitasi PT
Antam Unit Geomin, Tbk Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Skripsi.
Depok: FMIPA UI.
Firdaus, M.W., Setyawan, A dan Yusuf, M. 2016. Identifikasi Letak Dan Jenis
Sesar Berdasarkan Metode Gayaberat Second Vertical Gradient Studi Kasus
Sesar Lembang, Kota Bandung, Jawa Barat. Semarang. Youngster Physics
Journal. vol 5. hal 21-26.
Grandis, H. 2009. Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika. Jakarta: Himpunan
Ahli Geofisika Indonesia.
Hafiz, M. R. 2013. Identifikasi dan Lokalisasi Zona Potensial Endapan Mineral
Dengan Menggunakan Metode Gaya Berat Pada Daerah Pongkor. Skripsi.
Depok: FMIPA UI.
Hartati, A. 2012. Identifikasi Struktur Patahan Berdasarkan Analisis Derivative
Metode Gayaberat di Pulau Sulawesi. Skripsi. Depok: FMIPA UI.
Haryanto, I. 2005. Penelitian Struktur Geologi dan Kaitannya Terhadap
Kemungkinan Adanya Potensi Emas Primer Daerah Gunung Astana Bogor,
Jawa Barat. Bulletin of Scientific Contribution. vol 3. no 2. hal 83-91.
Heald, P., Foley, N.K., and Hayba, D.O. 1987. Comparatine Anatomy of
Volcanic-Hosted Epitermal Deposits: Acid Sulfate and Adularia-Sericite
Types. Econ Geology.
Henderson, R.G. and Zietz, I. 1949. The Computation of Second Vertical
Derivative of Geomagnetic Fields. Geophysics Journal. v. 14. hal. 508-516.
Henley, R.W., and Ellis, A.J. 1991. Geothermal Systems, Ancient and Modern.
Earth Science Reviews. v.19. p. 1-50
.
Hidayati, N. 2013. Analisa Spasial Berbasis GIS (Geographic Information
System) Hubungan Struktur Geologi dengan Keberadaan Urat Epitermal di
Tambang Emas Pongkor, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Skripsi.
Yogyakarta: Teknik Geologi UGM.
Julius, A.M. 2013. Perbandingan Metode Turunan Kedua Vertikal Dengan Data
Gempabumi Historis Untuk Identifikasi Langsung Posisi dan Struktur Sesar
Matano. Jakarta. Paper Publikasi STMKG.
Lestari,I dan Sarkowi, M. 2013. Analisis Struktur Patahan Daerah Panasbumi
Lahendong - Tompaso Sulawesi Utara Berdasarkan Data Second Vertical
Derivative (SVD) Anomali Gayaberat. Seminar Nasional Sains & Teknologi
V Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
Lindgren, W. 1933. Mineral Deposits, 4th edition. New York: McGraw-Hill, 930
p.
Mark, Y. 2012. Analisis Data Gayaberat dengan Metode Horizontal Gradient dan
Euler Deconvolution Dalam Mengidentifikasi Struktur Bawah Permukaan
Pada Lapangan “Y”. Skripsi. Depok: FMIPA UI.
Milesi, J.P. dan Marcoux, E. 1994. Epithermal Gold Deposit in West Java,
Indonesia : Geology Age and Crustal Source. Ser. Paleont : Bandung.
Parera, A.F.T. dan Yusuf, M. 2013. Pemodelan Tiga Dimensi Anomali Gravitasi
dan Identifikasi Sesar Lokal Dalam Penentuan Jenis Sesar di Daerah
Sidoarjo. Jakarta. Paper Publikasi STMKG.
Pirajno, F. 1992. Hydrothermal Mineral Deposits. Principles and Fundamental
Concepts for the Exploration Geologist. Berlin. Xviii + 709 pp.
Purnomo, J., Koesoema, S. dan Yunianto, M. 2013. Pemisahan Anomali
Regional-Residual pada Metode Gravitasi Menggunakan Metode Moving
Average, Polynomial dan Inversion. Indonesian Journal of Applied Physics.
v.3. hal. 19.
Reynolds, J.M. 1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics.
Chichester: John Wiley and Sons.
Rhamadania, K. 2012. Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Gunung Endut
Banten Menggunakan Metode Gayaberat. Skripsi. Depok: FMIPA UI.
Robinson, E.S. 1988. Basic Exploration Geophysics. Canada: John Wiley and
Sons Inc.
Rosenbach, O. 1953. A Contribution to The Computation of “Second Derivative”
from Gravity Data. Geophysics Journal. v.18. hal. 894 - 912.
Rosid, S. 2005. Lecture Notes : Gravity Method in Exploration Geophysics.
Depok : Geofisika FMIPA UI.
Sarkowi, M. 2011. Metode Eksplorasi Gayaberat. Diktat Kuliah. Bandar
Lampung : Universitas Lampung.
Sidik, I.F., Susilo, A. dan Sulastomo, G. Identifikasi Sesar di Daerah Pongkor
Bogor Jawa Barat Dengan Menggunakan Metode Gayaberat. Publikasi
Paper FMIPA Universitas Brawijaya.
Supriyanto. 2007. Analisis Data Geofisika : Memahami Teori Inversi. Depok :
Department Fisika FMIPA UI.
Talwani, M., Worzel, J.L and Landmisman, M.
1959. Rapid Gravity
Computations For Two-Dimensional Bodies with Application to the
Mendocino Submarine Fracture Zone. Geophysics Journal. Res 64. pp 4959.
Telford, W.M., Geldart, L.P. dan Sheriff, R.E. 1990. Applied Geophysics 2nd
edition. Cambridge Univ. Press.
Zain, M.A., Rozi, M.F., Septikasari, A.N., Nuruddianto, M., Supriyanto., dan
Zarkasyi, A. 2015. Studi Penerapan Metode Analisis Derivatif Pada Data
Potensial Gravitasi. E-Journal Nasional Fisika. vol IV.
Download