PENDUGAAN PATAHAN DAERAH “Y” BERDASARKAN ANOMALI GAYABERAT DENGAN ANALISIS DERIVATIVE (Skripsi) Oleh YASRIFA FITRI AUFIA KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA 2017 ABSTRACT FAULT PREDICTION IN REGIONS "Y" BASED ON GRAVITY ANOMALY WITH DERIVATIVES ANALYSIS By YASRIFA FITRI AUFIA The research area "Y" is an area of gold mineralization with low sulfidation epithermal type deposit. The existence of this type of mineralization on the path marked by the presence of mineral deposits, which form the quartz veined below the surface of the deposited within the structure of the fault. In this study, analysis of gravity data using derivatives analysis, i.e. First Horizontal Derivative (FHD) to determine the boundary fault structure and Second Vertical Derivative (SVD) to determine the type of fault. The existence of the fault structure integrated with subsurface modeling results in two-dimensional and three-dimensional. The results showed three line slice made in the area of research, identified structure of down faults (normal) trending northeast - south on slice 1 with an estimated dip (slope) is 22° and expected of strike on this fault is N 158° W and thrust fault structure trending northwest - south on slice 2 also slice 3 with an estimated dip (slope) is 22° and expected of strike on this fault is N 158° E. The results of the modeling of two-dimensional and three-dimensional show fracture structure is at the density of 2 g/cc – 2,67 g/cc in the depth of around 100 m - 250 m that consists of sedimentary rocks (clay and sandstone) with a density of 2,2 g/cc – 2,3 g/cc at the age of Tertiary Pliocene, tuff rock with a density of 2,4 g/cc – 2,5 g/cc at the age of Early Miocene and bedrock (basement) in andesite form with a density of 2,67 g/cc. Keywords: gravity, fault, derivative analysis. i ABSTRAK PENDUGAAN PATAHAN DAERAH “Y” BERDASARKAN ANOMALI GAYABERAT DENGAN ANALISIS DERIVATIVE Oleh YASRIFA FITRI AUFIA Daerah penelitian “Y” merupakan daerah mineralisasi emas dengan tipe endapan epitermal sulfidasi rendah. Keberadaan jalur mineralisasi pada tipe ini ditandai dengan adanya endapan mineral kuarsa yang membentuk sistem berurat (vein) dibawah permukaan yang mengendap didalam struktur patahan. Pada penelitian ini dilakukan analisis data gayaberat dengan menggunakan metode derivative, yaitu First Horizontal Derivative (FHD) untuk menentukan batas struktur patahan dan Second Vertical Derivative (SVD) untuk menentukan jenis patahan. Keberadaan struktur patahan diintegrasikan dengan hasil pemodelan bawah permukaan secara dua dimensi dan tiga dimensi. Hasil penelitian menunjukkan dari tiga lintasan slice yang dibuat di daerah penelitian, teridentifikasi keterdapatan struktur patahan turun (normal) berarah timur laut – selatan pada slice 1 dengan perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22° dan diperkirakan strike pada patahan ini sebesar N 158° W dan struktur patahan naik berarah barat laut – selatan pada slice 2 juga slice 3 dengan perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22° dan diperkirakan strike pada patahan ini sebesar N 158° E. Hasil pemodelan dua dimensi dan tiga dimensi menunjukkan struktur patahan berada pada nilai densitas sebesar 2 gr/cc – 2,67 gr/cc di kedalaman sekitar 100 m – 250 m yang terdiri dari batuan sedimen (clay dan sandstone) dengan densitas 2,2 gr/cc – 2,3 gr/cc berumur Pliosen Tersier atau Miosen Akhir, batuan tuff dengan densitas 2,4 gr/cc – 2,5 g/cc berumur Miosen Awal dan batuan dasar (basement) berupa batuan andesit dengan densitas 2,67 gr/cc. Kata Kunci: gayaberat, patahan, analisis derivative. ii PENDUGAAN PATAHAN DAERAH “Y” BERDASARKAN ANOMALI GAYABERAT DENGAN ANALISIS DERIVATIVE Oleh YASRIFA FITRI AUFIA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK Pada Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA 2017 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gisting, Kec. Gisting Kab. Tanggamus pada tanggal 12 September 1995, anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Edi Junaedi dan Ibu Jumariyah Usman. Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Gisting Bawah, Kec. Gisting Kab. Tanggamus diselesaikan pada tahun 2007, pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Gisting Kab. Tanggamus diselesaikan pada tahun 2010, pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Gadingrejo Kab. Pringsewu diselesaikan pada tahun 2013. Pada tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung. Penulis terdaftar sebagai anggota bidang Sosial Budaya Masyarakat pada periode 2014/2015. Pada bulan Januari tahun 2016 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Rejosari, Kecamatan Penawar Tama, Kabupaten Tulang Bawang. Pada bulan Oktober tahun 2016 penulis pernah melaksanakan Kerja Praktik (KP) di PT. Antam (Persero) Tbk. vii PERSEMBAHAN Dengan penuh rasa syukur, kan ku persembahkan skripsi ini kepada : Almarhum Abah tercinta Semoga diberikan tempat yang istimewa disisi-Nya. Mamaku tersayang Bersama do’a dan kemurnian cinta kasih dan sayang yang dipancarkan takkan pernah hilang dari dalam hatiku dan kehidupanku, hingga tak terbatas sampai nyawa lepas dikandung badan. Teteh-tetehku terkasih (Yeni dan Yuli) Kebersamaan yang pernah kita ukir dari mulai mengenal dunia takkan pernah berakhir masanya, kasih sayang yang kita rasakan takkan pernah sirna hingga akhir dunia. Mamas iparku (Agus S dan Agus W) Nasihat, do’a dan motivasi yang selalu diberikan akan selalu ku ingat seumur hidupku. Keponakanku terlucu (Azka, Gisel dan Aby) Tingkah laku kalian selalu jadi penyemangat disela-sela kejenuhan. viii MOTTO Belajar menyukai diri sendiri dengan segala kekurangannya, tetapi jangan lupa untuk selalu mensyukuri kelebihan yang kita miliki (Penulis) ix KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, petunjuk, dan ilmu kepada penulis, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu untuk nabiNya yakni Muhammad S.A.W. Skripsi yang berjudul “Pendugaan Patahan Daerah “Y” Berdasarkan Anomali Gayaberat Dengan Analisis Derivative” merupakan hasil dari Tugas Akhir yang penulis lakasanakan di PT. Antam (Persero) Tbk, Jakarta. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan bagi para pembaca. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Penulis Yasrifa Fitri Aufia x SAN WACANA Dalam pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang bersangkutan yaitu: 1. Allah S.W.T yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya atas kelancaran dalam penyusunan skripsi ini. 2. Mamaku tercinta, atas segalanya yang telah diberikan, engkau adalah inspirasi dan motivasi terbesarku untuk dapat menyelesaikan pendidikan. Terimakasih ma sudah jadi ayah sekaligus ibu buat aku dari kecil. Aku sangat bangga dan bahagia memiliki sosok sepertimu didunia ini. Mama takkan tergantikan oleh siapapun. Sebentar lagi ma, tunggu aku sukses. Semoga Allah memberikan kita umur yang panjang dalam kesehatan dan kebahagiaan agar bersama-sama kita dapat menikmati keberhasilanku. I love you so much. 3. Kedua tetehku (Yeni dan Yuli) dan kedua mamas iparku (Agus S dan Agus W), kalian selalu memberikan dukungan dan masukan untuk setiap langkah yang aku ambil. Setiap detik yang kita habiskan bersama takkan lekang oleh waktu. Aku sayang kalian. 4. Ketiga ponakanku (Azka, Gisel dan Aby), yang kadang jahil, lucu, gemesin, pinter, nakal, baik, perhatian. Semua kelakuan kalian bikin aku semangat lagi xi dikala jenuh. Tunggu teteh sukses ya dek. Inshaa Allah sebentar lagi yaaa. 5. Bapak Satriya Alrizky, S.T. dan Bapak Agus Pajrin Jaman, S.T., selaku pembimbing sewaktu penelitian yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama pelaksanaan penelitian. 6. Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung. 7. Bapak Karyanto, S.Si., M.T., selaku dosen pembimbing I atas semua kesabaran, bimbingan, kritikan, saran dan kesedian untuk meluangkan waktu disela-sela kesibukan. 8. Bapak Rustadi, S.Si., M.T., selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya, memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 9. Bapak Dr. Nandi Haerudin, S.Si., M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan masukan terhadap skripsi ini. 10. Bapak Syamsurijal Rasimeng, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung. 11. Seluruh dosen pengajar Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung yang telah berbagi ilmu dan pengalaman selama perkuliahan. 12. Sepupuku Laili Fauziah Sufi, lu itu saudara, temen curhat, temen bisnis, sahabat, kakak, paket komplit deh pokoknya. Thanks ya sis buat semua solusi dan dukungannya atas semua permasalahan dalam hidup gua ini haha. Semangat buat gelar magister lu! xii 13. Kakak sepupuku Mba Inoy dan Mas Riza, yang udah aku repotin selama penelitian di Jakarta. Terimakasih atas tumpangan dan dukungan baik secara moril maupun materiil. Thanks a lot! 14. Seluruh keluarga besarku (Bani Usman) yang telah membantu dalam berbagai hal dan selalu memberi do’a dan dukungan agar menjadi orang yang berhasil. 15. Terimakasih partner satu metode, Muhamad Azhary, untuk dukungan, perhatian, kesabaran, solusi, dorongan semangat, canda dan tawa yang diberikan. Semoga kita bisa sukses bareng yaa. 16. Temen bareng-bareng dari maba yang kalo udah ngebasecamp dikosan gua sampe lupa kuliah (Ulfa, Alicya, Herlin, Hanun dan Dian). Temen paling gila makan bisa sampe beronde-ronde (Jujun dan Prista). Temen KP bareng si gentleman Ivan Aloysius. Cowok sekampung halaman yang paling gua andelin kalo ada apa-apa (Suryadi dan Kubel). Temen seperjuangan TA di kampus (Winda dan Herlin). Temen KKN (Rifa, Emak, Kak Pindo, Mba Dara, Mba Tami dan Nurul). Temen kosan Masayu 3 (Mba Ana dan Atik). Terimakasih udah jadi bagian dari perjalanan hidup gua selama kuliah. 17. Teman-teman seangkatan 2013 Teknik Geofisika Universitas Lampung atas kebersamaannya selama kurang lebih 3,5 tahun gua kuliah. Thanks brader, sister untuk semua momen yang pernah terukir. 18. Terimakasih banyak atas semua pihak yang telah terlibat, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Semoga apa yang telah kalian berikan akan mendapatkan balasan dari Allah S.W.T. Penulis Yasrifa Fitri Aufia xiii DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT ....................................................................................................... i ABSTRAK ......................................................................................................... ii HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... vi RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vii HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... viii MOTTO ............................................................................................................. ix KATA PENGANTAR ....................................................................................... x SANWACANA .................................................................................................. xi DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xviii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................1 B. Tujuan Penelitian ..................................................................................3 C. Batasan Masalah ...................................................................................3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Letak dan Lokasi Penelitian ..................................................................4 xiv B. Kondisi Geologi ....................................................................................5 III. TEORI DASAR A. Pengertian Mineral Emas ......................................................................15 B. Proses Pembentukan Emas....................................................................16 C. Dasar-dasar Teori Alterasi Hidrotermal ................................................19 D. Prinsip Dasar Metode Gayaberat ..........................................................27 E. Analisis Spektrum .................................................................................31 F. Moving Average.....................................................................................34 G. Forward Modelling (Pemodelan ke Depan) .........................................35 H. Inverse Modelling (Pemodelan ke Belakang) .......................................36 I. Analisis Derivative ................................................................................37 IV. METODOLOGI PENELITIAN A. B. C. D. E. V. Tempat Pelaksanaan ............................................................................43 Alat dan Bahan ....................................................................................43 Prosedur Pengolahan Data ...................................................................43 Diagram Alir Pengolahan Data............................................................47 Jadwal Penelitian .................................................................................49 HASIL DAN PEMBAHASAN A. B. C. D. E. F. G. H. Titik Pengukuran Gayaberat ................................................................50 Anomali Bouguer ................................................................................51 Analisis Spektrum................................................................................53 Anomali Regional dan Anomali Residual ...........................................57 Analisis Derivative ..............................................................................61 Interpretasi Kuantitatif .........................................................................69 Analisis Patahan ..................................................................................76 Integrasi Hasil Analisis Patahan dan Mineralisasi ..............................80 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..........................................................................................82 B. Saran ....................................................................................................83 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xv DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Peta lokasi daerah penelitian .......................................................................... 4 2. Peta litologi .................................................................................................... 11 3. Peta geologi daerah penelitian ....................................................................... 14 4. Skema pembentukan endapan epitermal ........................................................ 24 5. Gaya tarik menarik antara dua benda m1 dan m2 ........................................... 28 6. Potensial massa tiga dimensi ......................................................................... 31 7. Grafik hubungan antara amplitudo dan bilangan gelombang pada analisis spektrum ......................................................................................................... 33 8. Nilai gradien horizontal pada model tabular .................................................. 37 9. Respon analisa SVD pada struktur geologi.................................................... 39 10. Chart perhitungan pendekatan turunan kedua menggunakan grid ................. 40 11. Diagram alir pengolahan data ........................................................................ 48 12. Titik pengukuran gayaberat di daerah penelitian ........................................... 50 13. Peta kontur anomali Bouguer lengkap ........................................................... 51 14. Lintasan slice pada peta kontur anomali Bouguer lengkap ........................... 54 15. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 1 .................................................... 54 16. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 2 .................................................... 55 17. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 3 .................................................... 55 18. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 4 .................................................... 55 19. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 5 .................................................... 56 20. Kurva hasil analisis spektrum pada slice 6 .................................................... 56 21. Peta kontur anomali regional ......................................................................... 59 22. Peta kontur anomali residual .......................................................................... 60 23. Lintasan slice FHD pada peta kontur anomali residual ................................. 62 24. Peta kontur SVD Elkins daerah penelitian ..................................................... 63 xvi 25. Peta kontur integrasi patahan SVD dengan patahan geologi ......................... 64 26. Lintasan slice pada peta kontur anomali SVD ............................................... 65 27. Kurva hasil analisis derivative pada slice 1 ................................................... 67 28. Kurva hasil analisis derivative pada slice 2 ................................................... 68 29. Kurva hasil analisis derivative pada slice 3 ................................................... 69 30. Lintasan slice pada peta kontur anomali residual .......................................... 71 31. Pemodelan dua dimensi pada slice 1.............................................................. 72 32. Pemodelan dua dimensi pada slice 2.............................................................. 72 33. Pemodelan dua dimensi pada slice 3.............................................................. 73 34. Pemodelan tiga dimensi daerah penelitian ..................................................... 74 35. Pemodelan tiga dimensi pada slice 1 ............................................................. 75 36. Pemodelan tiga dimensi pada slice 2 ............................................................. 75 37. Pemodelan tiga dimensi pada slice 3 ............................................................. 76 38. Hasil analisis patahan pada slice 1 ................................................................. 77 39. Hasil analisis patahan pada slice 2 ................................................................. 78 40. Hasil analisis patahan pada slice 3 ................................................................. 79 xvii DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Stratigrafi Gunung Pongkor ........................................................................... 5 2. Filter Elkins .................................................................................................... 46 3. Jadwal Penelitian ........................................................................................... 49 4. Hasil estimasi kedalaman regional dan residual daerah penelitian ................ 57 5. Nilai perhitungan lebar jendela pada tiap slice .............................................. 58 xviii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emas sebagai salah satu komoditas di Indonesia pada kenyataannya di alam butuh waktu ribuan tahun untuk dapat terbentuk. Pencarian daerah prospek emas secara ilmu geofisika memiliki alur tersendiri, seperti dimulai dari adanya proses tektonik yang menyebabkan munculnya jajaran gunung api sehingga muncul panas bumi hingga menjadi tempat pembentukan butiran – butiran emas di bawah permukaan bumi. Pada batuan beku, sebagian besar emas terbentuk akibat proses hidrotermal. Keterdapatan mineral emas pada batuan sering bergabung dengan mineral kuarsa atau silika. Proses hidrotermal diawali dengan naiknya fluida hidrotermal dari magma menuju ke permukaan akibat tekanan dan temperatur yang tinggi dengan membawa mineral-mineral pembawa emas dan mengalterasi atau mengubah komposisi batuan yang dilewatinya. Fluida hidrotermal yang mengalami proses pendidihan menyebabkan tekanan menjadi semakin besar sehingga menghancurkan batuan yang dilaluinya dan muncul urat-urat (vein) yang menjadi tempat endapan mineral emas. Daerah penelitian “Y” merupakan wilayah kerja pertambangan emas dengan tipe endapan mineralisasi epithermal low sulfidation. Tipe endapan ini dicirikan dengan adanya vein yang terisi oleh mineral bijih hasil dari pengendapan 2 larutan hidrotermal. Daerah prospek emas umumnya berada pada busur magmatik atau daerah vulkanik yang sangat aktif menghasilkan patahan. Sehingga dapat dikatakan vein banyak berkembang pada struktur sesar atau patahan. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi struktur patahan guna mengetahui daerah prospek emas. Seiring perkembangan zaman, metode gayaberat menjadi salah satu metode geofisika yang banyak digunakan, diantaranya untuk mengetahui ketebalan sedimen, batas batuan dasar (basement), sumber energi, air tanah, dan rekayasa sipil. Salah satu penerapan metode gayaberat dilakukan untuk memetakan struktur geologi berupa patahan atau sesar. Dimana dalam metode ini digunakan untuk memperkirakan posisi dan jenis sesar. Dalam penelitian ini, penulis memperkirakan posisi dan jenis sesar daerah penelitian berdasarkan respon anomali Bouguer serta dengan analisis derivative. Analisis derivative yang digunakan adalah dengan metode First Horizontal Derivative (FHD) untuk menentukan batas struktur patahan dan Second Vertical Derivative (SVD) untuk mengidentifikasi jenis patahan, turun atau naik. Penelitian sebelumnya pada daerah “Y” telah teridentifikasi adanya tiga sesar dari hasil pengukuran gayaberat di 175 stasiun (Sidik, dkk, 2000). Dalam penelitian lain juga diperoleh adanya persebaran sesar maupun rekahan dengan kedalaman 45 m hingga 100 m (Mark, 2012). Sedangkan pada penelitian ini, dilakukan interpretasi pendugaan struktur patahan dengan menggunakan metode analisis derivative dan berdasarkan respon anomali Bouguer. Oleh sebab itu, penelitian ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan dalam 3 mengidentifikasi keberadaaan posisi patahan serta jenisnya, sehingga dapat membantu penafsiran geologi daerah penelitian “Y”. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menentukan jenis patahan di daerah penelitian dengan analisis derivative. 2. Mengidentifikasi patahan melalui pemodelan dua dimensi (forward modelling) dan tiga dimensi (inverse modelling). C. Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Metode analisis yang digunakan untuk membantu identifikasi struktur daerah penelitian adalah analisis derivative. 2. Penelitian ini dibatasi hingga mendapatkan model bawah permukaan bumi, sehingga dapat dilakukan interpretasi dan analisis strukturnya berdasarkan grafik analisis derivative dan anomali Bouguer. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Letak dan Lokasi Penelitian Gunung Pongkor berlokasi di Jawa Barat, sekitar 150 km arah Barat Daya dari Ibu Kota Jakarta dan sekitar 54 km dari kota Bogor. Secara geografis UPBE Pongkor terletak pada koordinat 106° 30’ 01,0” LS sampai 6° 48’11,0” BT dan secara administratif terletak di wilayah Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat (Gambar 1). Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian (Hidayati, 2013) 5 B. Kondisi Geologi Kondisi geologi pada daerah penelitian berdasarkan stratigrafi (Tabel 1), topografi dan morfologinya adalah sebagai berikut : 1. Stratigrafi Lokal Tabel 1. Stratigrafi Gunung Pongkor (Basuki, 1994) Pada dasarnya di daerah ini hanya terdapat dua kelompok batuan yaitu batuan beku dan batuan sedimen, dari tua ke muda stratigrafi regional adalah sebagai berikut : 1.1. Formasi Bayah Nama Bayah diberikan terhadap batuan tertua di daerah Banten Selatan. Formasi Bayah berumur Eosen, terbagi atas tiga anggota, yaitu anggota konglomerat terendapkan pada lingkungan parilik, bercirikan sedimen klastika kasar, setempat bersisipan batubara. Anggota batulempung dengan lingkungan 6 pengendapan neritik dan umumnya berupa batulempung-napal dan anggota batugamping. Penyebaran singkapan Formasi Bayah di Jawa Barat pada umumnya tidak menerus. Singkapan terluas di daerah Bayah, memanjang hampir sekitar 25 km dari kota kecamatan Bayah ke Sungai Cihara, sepanjang pantai selatan Banten. 1.2 Formasi Cimapag Formasi Cimapag berumur akhir Miosen Awal. Formasi ini terdiri atas breksi atau konglomerat, terendapkan pada lingkungan laut-darat. Anggota batugamping dicirikan oleh sisipan batugamping pada bagian bawah formasi. Anggota batulempung dicirikan oleh sisipan tipis sedimen klastika halus tufan di bagian atas formasi. Menindih tidak selaras satuan batuan yang lebih tua. 1.3 Formasi Bojongmanik Formasi ini berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, terbagi atas tiga anggota yaitu anggota batulempung dicirikan oleh sedimentasi klastika halus dengan sisipan lignit, anggota batugamping dan anggota batupasir yang dicirikan sedimen klastika kasar dengan sisipan lignit. 2. Litologi Detail litologi dapat dilihat pada Gambar 2 yaitu deskripsi satuan umur batuan atau susunan stratigrafi yang terdapat pada area eksploitasi daerah penelitian. Gunung Pongkor tersusun atas umur miosen tersier yang menyebar pada bagian tengah. Bagian barat daya tersusun atas umur pliosen tersier, sedangkan bagian utara tersusun atas umur plestosen dan holosen kuarter. Satuan 7 umur batuan ini merupakan susunan masa atau waktu suatu batuan yang membeku dalam lingkungan hidrotermal dan merupakan serpihan dari bentukan struktur geologi pada saat terjadi magmatisme. Uraian deskripsi simbol huruf dari Peta Litologi (Jenis Batuan) (Milesi, 1999 dalam Faeyumi, 2012) pada Gambar 2 adalah: 2.1. Qppt (Tuf Kasar, Tuf Sedang, Tuf Blokan): Tuf Kasar warna segar abuabu warna lapuk abu-abu kehijauan, keras terpilah sedang, banyak terdapat kekar tediri atas mineral feldspar dan gelas. Tuf Sedang, warna segar putih kekuningan, warna lapuk putih kecoklatan, terpilah baik, keras dapat diremas terdapat feldspar dan gelas. Tuf Blokan, komponen terdiri atas batuan beku mengembang diantara matriks yang berupa tuf kasar dengan bentuk komponen yang menyudut. 2.2. Qpdnt (Tuf): Tuf, tuf kasar, warna segar abu-abu, warna gelap kuning kecoklatan, menyudut menyudut tanggung, mengandung gelas, sedikit pirit. Lava, warna segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kecoklatan , forpiritik mengandung mineral hitam, feldspar, kuarsa keras. Tuf kasar, warna segar abu-abu, warna lapuk kuning kecoklatan, menyudut-menyudut tanggung, mengandung gelas, mineral pirit keras. Lapili Blokan, diameter 3-9 cm, menyudut menyudut tanggung, gelas, matrik lapili, warna segar abu-abu, warna lapuk kuning kecoklatan, terdapat klorit keras. Batu lapili, warna segar putih kehijauan, warna lapuk kuning kehijauan, tersilifikasi, mengandung klorit keras dan padat.mengandung fragmen tuf berwarna putih, dan abu-abu kehitaman, dengan 8 2.3. Qpdbx (Breksi Polimik): Breksi polimik, warna segar abu-abu terang mengandung fragmen batuan beku, tuf menyudut-menyudut tanggung, keras terbuka pemulihab buruk, fining up ward. Batuan beku berwarna abu-abu sampai abu-abu kemerahan, menyudut tanggung membundar, keras, tuf berwarna abu-abu sampai abu–abu porfiritik, cloumnar join, keras. Lapili, warna segar abu-abu gelap warna lapuk abu-abu kehitaman, komponen batuan beku dan furmice, batuan beku yang warna segar hitam, warna lapuk kecoklatan, forfiritik keras pumice putih, abu – abu kehijauan, menyudut 2-5 cm, rata-rata 3cm. 2.4. Qpdtb (Tuf Blokan): Tuf Blokan, warna segar putih kecoklatan, warna lapuk kekuningan, fragmen batua beku ukuran 2-72 cm, rata-rata 10 cm, menyudut tanggung. Pada batuan ini ditemukan juga lapili, warna segar abu-abu kehijauan, warna lapuk abu-abu kecoklatan, piroksen, feldspar, menyudut tanggung, masif. 2.5. Qpdt (Tuf Kasar) : Tuf Kasar, warna segar cokelat kehitaman, warna lapuk cokelat, mengandung fragmen kuarsa, lithik, menyudut-menyudut masif keras. 2.6. Tpalb (Lapili Blokan) : Lapili Blokan, komponen batuan beku, warna segar putih kotor, warna lapuk kuning kecoklatan, kaolinitisasi, piritisasi plagioklas, kuarsa, matrik lapili, veindets, pumice, piritisasi. Batuan beku warna segar abu-abu kehijauan, warna lapuk abu-abu kecoklatan, dengan veint kurang lebih 2 cm yang diisi pirit, klorit dan limonit, kuarsa plagioklas, sedikit gelas. Breksi, komponen batuan beku sudah terubah, 9 klorit, pirit, kuarsa, gelas, matrik lapili, fragmen hitam, plagioklas, pirit. Tuf vitrik gelas, fragmen batuan, keras dapat diremas. 2.7. Tpmbx (Breksi Komponen Andesit): Breksi, warna coklat kekuningan, komponen andesit, abu-abu kecoklatan, pemilahan buruk, menyudutmenyudut tanggung, kemas sedang, matrik tuf. 2.8. Tpmt (Merah Bata): Tuf, warna coklat kekuningan dan merah bata lapuk. 2.9. Tpwbx (Breksi Komponen Andesitik, Porpiritik): Breksi, Breksi, kemas terbuka, pemilahan buruk, menyudut tanggung - membundar tanggung. Komponen andesit porpiritik. Tuf kasar, warna segar abu-abu kecoklatan, warna lapuk kehitaman masif, terdapat komponen batuan beku (obsidian), abu-abu hitam berbintik putih, batuan beku andesitis, cokelat berbintik putih. Perlit, obsidian, kilap kaca, columnar jointing, sheeting joint. 2.10. Tmptg (Tuf Gelas): Tuf gelas, tuf blokan, warna putih kecoklatan, warna lapuk kecoklatan, menyudut tanggung - membundar tanggung, keras tertutup, pemilahan buruk, menyudut tanggung - membundar tanggung. Komponen andesit porpiritik Tuf kasar, warna segar abu-abu kecoklatan, warna lapuk kehitaman masif, terdapat komponen batuan beku (obsidian), abu-abu hitam berbintik putih, batuan beku andesitis, cokelat berbintik putih. Perlit, obsidian, kilap kaca, columnar jointing, sheeting joint. 2.11. Tmptg (Tuf Gelas): Tuf gelas, tuf blokan, warna putih kecoklatan, warna lapuk kecoklatan, menyudut tanggung - membundar tanggung, keras tertutup, pemilahan baik, struktur sedimen masif. Tuf halus, warna segar 10 putih kekuningan/kehijauan, warna coklat kehitaman, menyudut tanggungmembundar tanggung, keras tertutup, terpilah baik, agak keras masif. Tuf halus berlapis, warna segar putih kekuningan, warna lapuk cokelat, tanggung membundar tanggung, keras tertutup, pemilahan baik, terdapat tuf berlapis dengan arah N 230° E/ 11° dan N 72, 05° E / 8°, banyak terdapat kekar veint, yang terisi oleh mineral oksida besi, berwarna cokelat dengan arah N 165° E / 73° dan N 158° E / 61°. Lava, warna segar abu-abu, warna lapuk cokelat kehitaman, tekstur afanitik, banyak gelas, mafic mineral, terlihat adanya sheeting joint. 2.12. Tmptl (Tufa Lapili, Andesit Basalt): Tufa lapili, tufa lapili, warna segar abu-abu keputihan, warna lapuk abu-abu kecoklatan, terdapat (andesit basalt) komponen clayball berukuran 1-14 cm, claypellet 0,5 – 30cm, exotic blok menyudut tanggung-membundar tanggung, kemas terbuka keras, matrik tuf kasar, warna segar putih, warna lapuk cokelat kekuningan dan kemerahan menyudut- membundar tanggung. 2.13. Tmplv (Lava Andesitik): Lava Andesitik, lava andesitik, warna segar abu abu kehitaman, warna lapuk abu-abu kecoklatan, porpiritik, keras. 2.14. Tmpbl (Batu Lapili): Warna segar putih ke coklatan, warna lapuk coklat kekuningan, mengandung mineral hitam, feldspar, kuarsa, pirit, gelas berukuran 3-5cm, rata-rata 4cm, ,menyudut tanggung, sebagian teroksidasi, sebagian tersilisipikasi, banyak pirit yang terubah, teroksidasi, mineral lempung terubah warna putih, ubahan tuf berwarna ungu. 11 2.15. Tmpt (Tuf Berurat Kuarsa): Tuf. Tuf warna segar abu-abu putih keruh, warna lapuk cokelat kemerahan, ukuran butir haluas kasar, mengandung mineral lempung, pirit, berkembang sheet joint, terdapat urat kuarsa. Gambar 2. Peta Litologi (Faeyumi, 2012) 12 3. Topografi dan morfologi Topografi dan Morfologi daerah ini terdiri dari beberapa gunung yang terdapat di Zona Bogor Barat yang terbentang bagian tengah Jawa Barat, diantara Gunung Halimun (1929 mdpl), Gunung Salak (2212 mdpl) dan Gunung Kandeng (1764 mdpl). Komposisi dari daerah Pertambangan UPBE Pongkor adalah sebagai berikut : - 15% merupakan daerah relatif dasar. - 60% merupakan daerah perbukitan. - 25% merupakan daerah pegunungan. Lokasi penambangan terletak pada ketinggian ±500 mdpl sampai dengan ketinggian 700 mdpl. Kemiringan lerengan bervariasi yaitu antara 20°-40°. Secara umum daerah ini pada kawasan hutan produksi seluas ±50 Ha dan ±80 Ha berada pada kawasan hutan lindung serta ±5 Ha area Cagar alam. Geomorfologi daerah Pongkor dan sekitarnya memiliki morfologi yang terjal yaitu pada ketinggian 500750 mdpl, yang disusun oleh litologi berupa tufalapili, tufa dan breksi. 4. Geologi Regional Geologi daerah penelitian terdiri dari tiga unit vulkanik utama yang berumur Miosen-Pliosen (Marcoux dan Milesi, 1994). Unit yang lebih bawah mempunyai karakteristik endapan andesit kalk-alkalin bawah laut yang tergradasi secara lateral menjadi endapan epiklastik. Unit tengah dicirikan oleh banyaknya batuan vulkanik dasitik letusan subaerial yang disusun oleh lapili tuff yang ditumpangi lapili, blok tuff, tuff piroklastik berbutir halus dan batuan epiklastik. Unit atas terbentuk dari aliran lava andesit dengan struktur meniang (columnar). 13 Pola struktur geologi yang berkembang di daerah Pongkor dan sekitarnya antara lain sesar-sesar seperti Sesar Normal Ciguha dan pola-pola kelurusan struktur yang berarah Barat Laut-Tenggara, yang dpengaruhi oleh Sistem Tegasan yang bersifat Ekstensional. Mineralisasinya berupa Urat Kuarsa dengan tekstur umum berupa Banded, Colloform, Crustiform, dan Cockade (Endapan Epithermal). Temperatur Homogenitas dari analisis Fi 103° -390° C, dengan salinitas 0,78% NaCl. Mineralogi Alterasi endapan emas Pongkor adalah Low-Sulphidation (Adularia Sericite Epithermal Vein Deposit). Struktur Geologi yang berkembang terdiri atas kekar dan sesar. Sesar yang berkembang dengan arah N 190° E dan N 225° E dengan sudut kemiringan (dip) hampir tegak (>60°) yang telah terisi oleh urat kuarsa terutama ditemukan di lokasi pertambangan level 500 meter Pasir Jawa. Sesar yang ditemukan dicirikan oleh adanya pergeseran antara 2-5 meter ke arah vertikal pada lapisan batuan lempung. Pola penyebaran kekar memperlihatkan arah umum yang sejajar dengan penyebaran urat vein dan bidang perlapisan batuan, yang umumnya terisi urat kuarsa, lempung, oksida mangan, pirit dan limonit. Cebakan bijih emas mempunyai koefisien kadar variansi yang tinggi. Karakteristik endapan mineral jenis ini adalah mempunyai geometri endapan mineral sangat komplek dan pengotor atau pengenceran terhadap endapan mineral dan hasil penambangan sangat tinggi. Cebakan bijih emas di daerah tambang emas pongkor termasuk dalam cebakan epithermal berupa urat kuarsa oksida mangan yang mengandung logam emas dan perak. Cebakan bijih tersebut terletak pada 10 lokasi yaitu: G. Gong, Pasir Jawa, Cimahpar, Gudang Handak, Ciguha Timur, Ciguha Utama, Pamoyanan, Kubang Cicau, Ciurug, dan Cadas Copong. 14 Adapun peta geologi daerah penelitian disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Peta geologi daerah penelitian (PT. Antam (Persero) Tbk) III. A. TEORI DASAR Pengertian Mineral Emas Emas adalah mineral logam mulia memiliki warna khas kuning, berat, bersifat lembek, mengkilap, serta malleable. Logam ini banyak terdapat pada serbuk bebatuan dan deposit aluvial (Diantoro, 2010). Berwarna cokelat kemerahan jika dalam bentuk bubuk. Kekerasannya berkisar 2,5-3 (skala mohs) dan memiliki berat jenis yang selalu bergantung pada kandungan mineral yang berpadu pada saat pembentukan. Dalam tabel periodik mineral emas bersimbol (Au) yang dalam bahasa latin adalah ‘aurum’ dengan nomor atom 79. Selain itu emas memiliki sifat yang tahan terhadap asam, hanya air saja yang melarutkannya dengan membentuk ion tetrakloroaurat (III), (AuCl4)- dan melebur pada suhu 1064°C (Diantoro, 2010). Baik dari bentuk monovalen maupun trivalennya, emas dapat dengan mudah direduksi menjadi logam. Mineral pembawa unsur emas biasanya berasosiasi mineral ikutan (gangue mineral) seperti kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri atas emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, 16 antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya > 20%. B. Proses Pembentukan Emas Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan emas. 1. Lingkungan Tektonik Sumber endapan bijih epitermal berasal dari sumber yang dangkal yang berasosiasi dengan air meteorik dan atmosfer. Hipotesa tentang asal endapan epitermal secara serius dipertimbangkan oleh Schmitt (1950) berasal dari lateral secretion, differensiasi fluida dari suatu magma, keluar vulkanik dan diserap oleh air tanah, injeksi dalam bentuk lelehan dan pengendapan dari fase gas. Dalam penelitiannya tentang mata air panas menunjukkan bahwa transportasi yang paling utama dari unsur – unsur adalah adanya air meteorik panas. Menurut Craig dan Vaughen (1981), emas terbentuk oleh pengendapan larutan hidrotemal serta mengisi di dalam sistem rekahan terbuka dan fracture. Selain itu endapan emas terbentuk pada tahap melemah (waning) dari vulkanisme disebabkan tidak hadirnya ubahan parent intrusions dan extrusive hydrothermal. Dalam endapan tersier endapan ini merupakan suatu sumber volkanik untuk ore-bearing hidrotermal. Terdapat dua tipe endapan logam mulia terutama yang berasal dari batuan volkanik tersier. Dua tipe utama yang dimaksud adalah tipe acid-sulfate dan tipe adularia-sericite. Kedua tipe ini kaya akan emas dan perak (Heald dan Hayba, 1987). Magma – magma di level atas merupakan sumber emas dalam sistem emas epitermal yang berisi sulfur, yang diperlukan dalam proses trasnportasi emas 17 (Henley dan Ellis, 1991). Kemampuan degassing magma yang terbentuk dengan semakin kuat mempengaruhi dalam menyuplai logam. Dari proses tersebut, beberapa mineral yang berada dalam level magma atas berupa adanya kubah klorit, dengan aliran hidrotermal kemudian digerakkan oleh sistem magma yang besar dan dalam. Dalam proses tersebut, adanya konveksi air tanah yang berfungsi menyebarkan fluida magma. Permeabilitas yang tinggi mempengaruhi penyebaran yang sangat kuat sehingga menahan formasi dari suatu endapan bijih. Terdapat dua jalur pendekatan yang biasanya digunakan untuk menetapkan sumber dari logam untuk mendapat bijih hidrotermal (Edwards dan Antikson, 1986). Langkah pertama dengan pengenalan asosiasi dari endapan bijih dari suatu litologi tertentu. Yang kedua adalah dengan anomali pengayaan atau pengurangan logam dalam suatu litologi yang ditafsirkan sebagai indikator potensi sebagai suatu source rock (batuan induknya). Endapan epitermal dalam lingkungan volkanik selalu berasosiasi dengan batuan volkanik kalk–alkalin dan batuan intrusi. Salah satu kasus yang ditemukan di suatu daerah di Indonesia tepatnya Kelian, bahwa endapannya berasosidasi dengan batuan andesit oligosen atas bawah. Lokasi tersebut terletak pada suatu trend regional utara – timur yang mengandung mineralisasi epitermal signifikan yaitu di G. Mubo dan G. Masuparia. Mineralisasi terjadi di tepi dari suatu set tubuh andesit yang mengintrusi ke dalam suatu batuan Pyroklastik Eosen. 2. Struktur Geologi (Sesar) Sesar pertama kali dikenali oleh penambang Eropa. Ahli geologi pada abad 19 menyebutnya sebagai shoves, traps, heaves, shifts, breaks, throws, rents, dan clefts. Hal tersebut merupakan efek sebuah sesar penambangan batu bara dan 18 bijih mineral yang membingungkan mengenai penamaan, klasifikasi, dan asal material. Sesar atau patahan merupakan rekahan pada batuan yang mengalami pergeseran melalui bidang rekahannya. Selain itu merupakan patahan tunggal atau suatu zona pecahan pada kerak bumi bersamaan dengan terjadinya pergerakan yang cukup besar, paralel, dengan rekahan atau zona pecahan. Dalam suatu permukaan, sisi atau bidang yang bergeser melewati dinding lain akan mengakibatkan kerusakan atau bergesernya struktur batuan yang sebelumnya menerus tepat pada sesar. Oleh karena itu sesar merupakan proses bergesernya struktur batuan yang disebabkan oleh massa batuan yang slip satu sama lain di sepanjang bidang atau rekahan. Sesar terdapat pada batuan yang paling keras dan kuat, seperti granit, dan pada batuan yang lebih lunak serta material bumi yang tidak seragam, seperti pasir dan lempung. Selain itu sesar memiliki ukuran lebar yang bervariasi, dari yang mikroskopik sampai ribuan kaki dan mencapai panjang lebih dari puluhan atau ratusan mil. Beberapa sesar berdimensi kontinen, memotong kerak dan memanjang sampai ke bawah mantel. Proses pergerakan sesar melibatkan pergerakan massa material kerak sampai mil kubik. Tingkat sesar pada struktur kerak utama menghasilkan penampakan goresan pada topografi, seperti fault scraps dan rift valleys, dan khusus bentang darat (landscape) seperti pegunungan dan cekungan yang menghasilkan kompleksitas pada dataran geologi yang sederhana. Pergeseran Unit litologi ke dalam lingkungan anomali dan penyejajaran yang aneh, dan menghancurkan batuan alami dengan cara crushing dan grinding. 19 Suatu sesar dapat berupa bidang sesar (fault plane), atau rekahan tunggal. Sesar yang terjadi di daerah yang cukup dalam dengan kondisi temperatur dan tekanan tinggi akan berkembang menjadi sebagai jalur gerusan. Goresan kecil yang terjadi di permukaan biasanya mengalami penghalusan dan berupa lempung halus lunak dan lengket yang terbuat dari batuan dasar halus dan hancur berasal dari dinding membentuk ketebalan puluhan inci di sepanjang sesar. Pada saat pergerakan sesar membentuk panas serta friksi, material dari dinding mengalami crush, resementasi seperti leburan yang membentuk batuan gelas. Sepanjang sesar terbuka terdapat zona breksiasi yang merupakan fragmen dalam dinding – dinding. Ruang terbuka tersebut menyebabkan adanya sirkulasi air tanah dan terisi oleh material dasar yang lebih halus dan terisi oleh mineral seperti kuarsa atau kalsit hasil presipitasi dari sirkulasi air. C. Dasar-dasar Teori Alterasi Hidrotermal Lindgren (1993), menyatakan bahwa larutan hidrotermal adalah suatu cairan atau fluida yang panas, kemudian bergerak naik ke atas dengan membawa komponen-komponen mineral logam. Fluida ini merupakan larutan sisa yang dihasilkan pada saat proses pembekuan magma. Alterasi dan mineralisasi adalah suatu bentuk perubahan komposisi pada batuan baik itu kimia, fisika ataupun mineralogi sebagai akibat pengaruh cairan hidrotermal pada batuan, perubahan yang terjadi dapat berupa rekristalisasi, penambahan mineral baru, larutnya mineral yang telah ada, penyusunan kembali komponen kimia atau perubahan sifat fisik seperti permeabilitas danporositas batuan (Pirajno,1992). 20 Alterasi dan mineralisasi bisa juga termasuk dalam proses pergantian unsur-unsur tertentu dari mineral yang ada di batuan dinding digantikan oleh unsur lain yang berasal dari larutan hidrotermal sehingga menjadi lebih stabil. Proses ini berlangsung dengan cara pertukaran ion dan tidak melalui proses pelarutan total, artinya tidak semua unsur penyusun mineral yang digantikan melainkan hanya unsur-unsur tertentu saja. 1. Alterasi Hidrotermal Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, tekstur, dan hasil interaksi fluida dengan batuan yang dilewatinya. Perubahan tersebut akan bergantung pada karakter batuan dinding, karakter fluida (Eh, pH), kondisi tekanan maupun temperatur pada saat reaksi berlangsung, konsentrasi, serta lama aktifitas hidrotermal. Walaupun faktor–faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal. Menurut Corbett dan Leach (1997), faktor yang mempengaruhi proses alterasi hidrotermal adalah sebagai berikut : a. Temperatur dan Tekanan Peningkatan suhu membentuk mineral yang terhidrasi lebih stabil, suhu juga berpengaruh terhadap tingkat kristalinitas mineral. Pada saat suhu yang lebih tinggi akan membentuk suatu mineral menjadi lebih kristalin, kondisi suhu dengan tekanan dapat dideterminasi berdasarkan tipe alterasi yang terbentuk. Temperatur dan tekanan juga berpengaruh terhadap kemampuan larutan 21 hidrotermal untuk bergerak, bereaksi dan berdifusi, melarutkan serta membawa bahan–bahan yang akan bereaksi dengan batuan samping. b. Permeabilitas Permeabilitas akan menjadi lebih besar pada kondisi batuan yang terekahkan serta pada batuan yang berpermeabilitas tinggi. Hal tersebut akan mempermudah pergerakan fluida. Selanjutnya akan memperbanyak kontak reaksi antara fluida dengan batuan. c. Komposisi kimia dan konsentrasi larutan hidrotermal Komposisi kimia dan konsentrasi larutan panas yang bergerak, bereaksi dan berdifusi memiliki pH yang berbeda-beda. Sehingga banyak mengandung klorida dan sulfida. Konsentrasi yang encer memudahkan untuk bergerak. d. Komposisi batuan samping Komposisi batuan samping sangat berpengaruh terhadap penerimaan bahan larutan hidrotermal sehingga memungkinkan terjadinya alterasi. Pada saat kesetimbangan tertentu, proses hidrotemal akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (mineral assemblage) (Corbett dan Leach, 1997). Secara umum himpunan mineral tertentu akan mencerminkan tipe alterasinya. 2. Tipe Endapan Hidrotermal Berdasarkan jauh dekat terjadinya proses alterasi hidrotermal, serta temperatur dan tekanan pada saat terbentuknya mineral-mineral, Lindgren (1993) membagi tiga golongan alterasi hidrotermal, yaitu : 22 a. Endapan Hipotermal dengan ciri sebagai berikut : 1. Endapan berasosiasi dengan dike (korok) atau veint (urat) dengan kedalaman yang besar. 2. “Wall Rock Alteration”, dicirikan oleh adanya replacement yang kuat dengan asosiasi mineral : albit, biotit, kalsit, pirit, kalkopirit, kasiterit, emas, hornblende, plagioklas, dan kuarsa. 3. Asosiasi mineral sulfida dan oksida pada intrusi granit sering diikuti pembentukan mineral logam, yaitu : Au, Pb, Sn, dan Zn. 4. Tekanan dan temperatur relatif paling tinggi yaitu 500°C – 600°C 5. Merupakan jebakan hidrotermal paling dalam b. Endapan mesotermal mempunyai ciri-ciri : 1. Endapan berupa “cavity filling” dan kadang-kadang mengalami proses replacement dan pengayaan. 2. Asosiasi mineral : klorit, emas, serisit, kalsit, pirit, kuarsa. 3. Asosiasi mineral sulfida dan oksida batuan beku asam dan batuan beku basa dekat dengan permukaan. 4. Tekanan dan temperatur medium, yaitu : 300°C – 372°C. 5. Terletak di atas hipotermal. c. Endapan epitermal Endapan bijih epitermal merupakan endapan yang terbentuk dilingkungan hidrotermal dekat permukaan, mempunyai temperatur dan tekanan yang relatif rendah berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali yang sering kali endapannya dijumpai di dalam produk vulkanik (sedimen vulkanik). Endapan 23 epitermal sering juga disebut endapan urat, stockwork, hot spring, volcanic hosted dan lain-lain.Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan parameter yang digunakan dalam menggolongkan endapan mineral. Ciri-ciri endapan epitermal menurut (Lindgren, 1933) berdasarkan parameter kedalaman, temperatur, pembentukan, zona bijih, logam bijih, mineral bijih, mineral penyerta,ubahan batuan samping, tekstur dan struktur serta zonasi. Menurut (White dan Hedesquist, 1996) berdasarkan kondisi fluida,alterasi, tekstur dan mineralogi, endapan epitermal dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu endapan epitermal sulfida rendah dan tinggi (lihat pada Gambar 4). Batasan kedua istilah tersebut di dasarkan pada bilangan redoks (reduksi-oksidasi) unsur S (Sulfur) dalam larutan mineralisasi. Unsur S dalam sistem hidrotemal yang mendekati PH netral umumnya memiliki bilangan redoks terendah -2 (misalnya senyawa H2S), kondisi ini diistilahkan sebagai sulfidasi rendah. Istilah sulfida tinggi digunakan untuk unsur S dalam hidrotermal vulkanik yang mempunyai bilangan redoks mendekati +4 (misalnya senyawa SO2). Sistem epitermal sulfida rendah, larutan magmatik yang didominasi gas H2S direduksi pada saat bereaksi dengan batuan samping (wall rock) sehingga terjadi pengenceran akibat adanya sirkulasi larutan meteorik (air hujan). Kondisi ini sulfur hadir dengan bilangan oksidasi -2 yang didominasi H2S, sehingga diistilahkan sebagai sulfida rendah. Di bawah kondisi reduksi yang cukup tinggi ini sulfida hanya hadir sebagai sulfur sekunder. Ciri-ciri endapan epitermal dilihat berdasarkan parameter tatanan tektonik, kontrol struktur regional, kontrol struktur lokal, pola mineralisasi, tekstur mineralisasi, dimensi endapan, host rock, hubungan waktu, asosiasi geokimia, mineral bijih, logam yang diproduksi (White dan Hedenquist, 1996). 24 Gambar 4. Skema pembentukan endapan epitermal (Corbett dan Leach, 1997) 3. Mineralisasi Menurut Lindgren (1993), secara umum proses mineralisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor pengontrol, meliputi : a. Larutan hidrotermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral. b. Zona lemah yang berfungsi sebagai saluran untuk lewat larutan hidrotermal. c. Tersedianya ruang untuk pengendapan larutan hidrotermal. d. Terjadinya reaksi kimia dari batuan induk/host rock dengan larutan hidrotermal yang memungkinkan terjadinya pengendapan mineral bijih (ore). e. Adanya konsentrasi larutan yang cukup tinggi untuk mengendapkan mineral bijih (ore). Menurut Lindgren (1933), faktor yang mengontrol terkonsentrasinya mineral - mineral logam (khususnya emas) pada suatu proses mineralisasi dipengaruhi oleh adanya : a. Proses diferensiasi, Pada proses ini terjadi kristalisasi secara fraksional (fractional crystalization), yaitu pemisahan mineral-mineral berat pertama kali 25 dan mengakibatkan terjadinya pengendapan kristal-kristal magnetit, kromit dan ilmenit. b. Aliran gas yang membawa mineral-mineral logam hasil pangkayaan dari magma, Pada proses ini, unsur silika mempunyai peranan untuk membawa air dan unsur-unsur volatil dari magma. Air yang bersifat asam akan naik membawa CO2, N, senyawa S, fluorida, klorida, fosfat, arsenik, senyawa antimon, selenida dan telurida. Pada saat yang bersamaan mineral logam seperti Au, Ag, Fe, Cu, Pb, Zn, Bi, Sn, tungten, Hg, Mn, Ni, Co, Rd dan U akan naik terbawa larutan. Komponenkomponen yang terbawa dalam aliran gas tersebut berupa sublimat pada erupsi vulkanik dekat permukaan dan membentuk urat hidrotermal atau terendapkan sebagai hasil penggantian (replacement deposits) di atas atau di dekat intrusi batuan beku. 4. Pembagian Zonasi Ubahan Menurut Corbett dan Leach (1997), pada alterasi hidrotermal dapat dibagi menjadi 6 zonasi ubahan, yaitu: a. Potasik Mineral utama dalam alterasi ini berupa potash feldspar sekunder & biotit sekunder, serta aktinolit dan klinopiroksen. b. Silisik Zona alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral dari kelompok silika yang stabil pada pH < 2. Kuarsa akan terbentuk pada suhu tinggi sedangkan pada suhu rendah (< 10000 C) akan terbentuk opal silika, kristobalit, tridimit, pada suhu menengah (1000-20000 C) akan terbentuk kalsedon. 26 c. Filik Dicirikan oleh serisitisasi hampir seluruh mineral silikat, kecuali kuarsa. Plagioklas feldspar tergantikan oleh serisit dan kuarsa halus. K-Feldspar magmatik juga mengalami serisitisasi tapi lebih kecil intensitasnya dari plagioklas. d. Argilik Lanjut (Advanced Argilic) Alterasi ini terbentuk dari hasil pencucian alkali dan kalsium dari fase alumina seperti feldspar dan mika, tetapi hanya hadir jika aluminium tidak bersifat mobile, apalagi aluminium bergerak lagi diikuti dengan bertambahnya serisit dan terjadi alterasi serisit. Alterasi advanced argilic ini dicirikan oleh hadirnya mineral yang terbentuk pada kondisi asam terutama kaolinit, dickit, piropilit, diaspor, alunit, jarosit dan zunyit. Perlu dibedakan antara alterasi hipogen dan supergen. Alterasi advanced argilic hipogen terbentuk hasil kondensasi gas alam (terutama gas HCl) dan ketidakseimbangan SO2 dalam membentuk asam sulfur dan hidrogen sulfida. Alterasi advanced arrgilicsupergen dapat terbentuk dalam dua macam, pertama terbentuk oleh kondensasi gas hasil pendidihan fluida hidrotermal yang membentuk air tanah yang teroksidasi. Oksidasi oleh atmosfer mengubah H2S membentuk asam sulfur yang akan merombak silikat dan akan membentuk kaolinit dan alunit. Pada proses ikatan silikat terlepas akan membentuk desposit (dengan alunit) sebagai layer silikaan pada permukaan air tanah. Erosi yang datang kemudian membentuk layer silikaan yang berasal dari kaolinit dan membentuk silika cap. Kedua alterasi ini terbentuk oleh pelapukan batuan kaya sulfida, oksida sulfida membentuk asam sulfur yang merusak batuan kemudian membentuk kaolinit & alunit. 27 e. Argilik Jenis alterasi ini dicirikan dengan kehadiran anggota dari kaolin (Halloysit, kaolinit dan dickit) dan illit (smektit, interlayer, illit-smektit, illit), serta asosiasi mineral transisi yang terbentuk pada pH menengah dan suhu rendah. Kelompok dari mineral temperatur rendah-transisi yaitu kelompok klorit-illit juga hadir. f. Propilitik Jenis alterasi ini umumnya dicirikan oleh kehadiran mineral klorit – epidot – aktinolit. Alterasi ini mempunyai penyebaran yang terluas dan kaitannya secara langsung dengan mineralisasi sangat kecil. Kristal plagioklas mengalami argilitisasi dengan intensitas kecil, biotit mengalami perubahan menjadi klorit dengan atau tanpa karbonat. D. Prinsip Dasar Metode Gayaberat Metode gayaberat merupakan metode geofisika yang digunakan untuk melihat kondisi bawah permukaan dengan cara mengamati variasi sifat fisis batuan, yaitu rapat massa atau densitas. Variasi densitas batuan dapat mengakibatkan perbedaan percepatan gravitasi di permukaan bumi. Metode gayaberat ini didasari oleh konsep dasar fisika yang berhubungan dengan gaya, percepatan dan potensial gravitasi. 1. Hukum Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya tarik menarik antara dua buah benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding 28 terbalik dengan jarak kuadrat antara pusat massa kedua benda tersebut. Hukum gravitasi Newton (Gambar 5): Gambar 5. Gaya tarik menarik merarik antara dua benda m1 dan m2 ̅( ) (1) dengan: ̅ = gaya tarik menarik (Newton) G = konstanta universal gayaberat (6,67 x 10-11 m3kg-1s-2) m1 = massa benda 1 (kg) m2 = massa benda 2 (kg) r = jarak antar pusat massa (m) Untuk gaya gravitasi antara benda bermassa m dengan bumi bermassa M, adalah: (2) karena jarak benda ke permukaan bumi sangat kecil, maka nilai r sebanding dengan nilai jari-jari bumi (R), sehingga Persamaan (2) menjadi: (3) 2. Percepatan Gravitasi Dalam pengukuran gayaberat yang diukur bukan gaya gravitasi F, melainkan percepatan gravitasi g. Hubungan antara keduanya dijelaskan oleh 29 hukum Newton II yang menyatakan bahwa sebuah gaya adalah hasil perkalian dari massa dengan percepatan. Hukum Newton mengenai gerak Newton, yaitu: (4) Interaksi antara bumi (bermassa M) dengan benda di permukaan bumi (bermassa m) sejauh jarak R dari pusat keduanya juga memenuhi hukum tersebut, maka dari Persamaan (3) dan (4) didapatkan: (5) dimana satuan g adalah m/det2 dalam SI, atau Gal (Galileo), yaitu 1 cm/det2. Karena pengukuran dilakukan dalam variasi percepatan gravitasi yang begitu kecil, maka satuan yang sering digunakan adalah miliGal (mGal). Persamaan (5) menunjukkan bahwa besarnya percepatan yang disebabkan oleh gravitasi di bumi (g) adalah berbanding lurus dengan massa bumi (M) dan berbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari bumi (R). Dalam metode gravitasi, pengukuran dilakukan terhadap nilai komponen vertikal dari percepatan gravitasi di suatu tempat. Namun pada kenyataannya, bentuk bumi tidak bulat sehingga terdapat variasi nilai percepatan gravitasi untuk masing-masing tempat. Hal-hal yang dapat mempengaruhi nilai percepatan gravitasi adalah perbedaan derajat garis lintang, perbedaan ketinggian (topografi), kedudukan bumi dalam tata surya, variasi rapat massa batuan di bawah permukaan bumi, perbedaan elevasi tempat pengukuran, dan hal lain yang dapat memberikan kontribusi nilai gravitasi, misalnya bangunan. 30 3. Potensial Gravitasi Distribusi Massa Potensial gravitasi adalah energi yang diperlukan untuk memindahkan suatu massa dari suatu titik ke titik tertentu. Suatu benda dengan massa tertentu dalam sistem ruang akan menimbulkan medan potensial di sekitarnya. Dimana medan potensial bersifat konservatif, artinya usaha yang dilakukan dalam suatu medan gravitasi tidak tergantung pada lintasan yang ditempuhnya tetapi hanya tergantung pada posisi awal dan akhir (Rosid, 2005). Medan potensial dapat dinyatakan sebagai gradien atau potensial skalar (Blakely, 1996), melalui persamaan : ( ) (6) Fungsi U pada persamaan di atas disebut potensial gravitasi, sedangkan percepatan gravitasi g merupakan medan potensial. Tanda minus menandakan bahwa arah gayaberat menuju ke titik yang dituju. Dengan mengasumsikan bumi dengan massa M bersifat homogen dan berbentuk bola dengan jari-jari R, potensial gravitasi di permukaan dapat didefinisikan dengan persamaan: (̅) ( ̅) ( ̅) ( ) ∫ ( ) ( ̅) ∫ ∫ Ilustrasi potensial massa tiga dimensi terdapat pada Gambar 6. (7) (8) (9) 31 Gambar 6. Potensial massa tiga dimensi (Telford, dkk., 1990) Berdasarkan Persamaan (9), potensial yang disebabkan oleh elemen massa dm pada titik (x, y, z) dengan jarak r dari P(0, 0, 0) adalah: (10) dimana (x,y,z) adalah densitas dan r2 = x2 + y2 + z2. Potensial total dari massa adalah: ∫ ∫ ∫ (11) karena g adalah percepatan gravitasi pada sumbu z (arah vertikal) dan dengan asumsi ρ konstan, maka: ( ) ∫ ∫ ∫ (12) E. Analisis Spektrum Analisis spektrum merupakan proses Transformasi Fourier (transformasi dari domain waktu ke dalam domain frekuensi) untuk mengubah suatu sinyal menjadi penjumlahan beberapa sinyal sinusoidal dengan berbagai frekuensi. Hasil dari transformasi ini akan berupa spektrum amplitudo dan spektrum fasa sehingga dapat memperkirakan kedalaman dengan mengestimasi nilai bilangan 32 gelombang (k) dan amplitudo (A) yang dapat digunakan untuk menghitung lebar jendela filter yang selanjutnya dijadikan sebagai input data dalam proses filtering, pemisahan anomali regional, dan anomali residual. Blakely (1995) menurunkan spektrum dari potensial gayaberat yang teramati pada suatu bidang horizontal. ( ) ( ) ) | |( ( ) (13) | | Berdasarkan kedua persamaan diatas maka diperoleh: Sehingga ) | |( ( ) (14) | | Transformasi Fourier anomali gayaberat pada lintasan yang diinginkan adalah: ( ) ( ) ( ) ( ) | |( ) (15) dimana : = anomali gayaberat k = bilangan gelombang Zo = ketinggian titik amat Z = kedalaman benda anomali Bila distribusi densitas bersifat random dan tidak ada korelasi antara masing-masing nilai gayaberat, maka μ=1, sehingga hasil Transformasi Fourier anomali gayaberat menjadi: | |( dimana: A = amplitudo C = konstanta ) (16) 33 Selanjutnya dengan melogaritmakan hasil Transformasi Fourier tersebut di atas, maka akan diperoleh hubungan antara amplitudo (A) dengan bilangan gelombang (k) dan kedalaman ( ( ): )| | (17) Hasil logaritma ini menunjukkan bahwa kedalaman rata-rata bidang diskontinuitas rapat massa akan berbanding dengan kemiringan grafik spektrum. Kemudian dari hubungan itu pula, dengan menggunakan metode least square, maka estimasi kedalaman anomali adalah gradien dari masing-masing grafik spektrum pada tiap lintasan. Hubungan panjang gelombang (λ) dengan k diperoleh dari persamaan Blakely (1995): (18) (19) dengan n adalah lebar jendela. Maka didapatkan estimasi lebar jendelanya yaitu: (20) Ilustrasi penentuan kedalaman proses regresi data logaritma hasil Transformasi Fourier ini ditunjukan pada Gambar 7. Gambar 7. Grafik hubungan antara amplitudo dan bilangan gelombang pada analisis spektrum (Sarkowi, 2011) 34 F. Moving Average Anomali Bouguer merupakan suatu nilai anomali gaya berat yang disebabkan oleh perbedaan densitas batuan pada daerah dangkal dan daerah yang lebih dalam di bawah permukaan. Efek yang berasal dari batuan pada daerah dangkal disebut anomali residual, sementara efek yang berasal dari batuan pada daerah yang lebih dalam disebut anomali regional. Proses ini bertujuan untuk memisahkan antara anomali residual dengan anomali regional yang terdapat pada anomali Bouguer. Selain itu, hasil pemisahan anomali regional dan residual berguna sebagai bahan untuk interpretasi kualitatif tentang kondisi bawah permukaan sebelum melakukan pembuatan model struktur bawah permukaan (interpretasi kuantitatif). Moving average window filter merupakan suatu metode atau teknik pemisahan yang jika dianalisis dari spektrumnya akan menyerupai low pass filter sehingga output dari proses ini adalah frekuensi rendah dari anomali Bouguer yang akan merepresentasikan kedalaman yang lebih dalam (regional). Karena frekuensi rendah ini mempunyai penetrasi yang lebih dalam. Selanjutnya anomali residual didapatkan dengan cara mengurangkan anomali regional dari anomali Bouguernya. Persamaan moving average untuk lebar window NxN adalah: ( ∑ ) ∑ ( ) (21) untuk anomali residualnya adalah: ( ) ( ) ( ) dan untuk estimasi lebar jendelanya didapatkan dari : (22) 35 (23) dimana: = grid spasi = frekuensi cut-off regional dan residual Penerapannya pada peta 2D dimana harga dihitung dengan merata-ratakan semua nilai pada suatu titik dapat di dalam sebuah kotak persegi dengan titik pusat adalah titik yang akan dihitung harga (Robinson, 1988). Contoh penerapannya dengan jendela 5x5 pada data 2D sesuai dengan Persamaan (24) berikut: [( ) ( ) ( )] (24) Berdasarkan karakter spektrum dari filter ini, lebar window NxN berbanding langsung dengan low cut dari panjang gelombang atau high cut frekuensi spasial dari low-pass filter, sehingga dengan bertambahnya lebar window akan menyebabkan bertambahnya panjang gelombang regional output. Dengan kata lain, lebar window terkecil menyebabkan harga regionalnya mendekati anomali Bouguernya. G. Forward Modelling (Pemodelan ke Depan) Pemodelan struktur bawah permukaan dilakukan dengan cara pemodelan ke depan (forward modelling). Forward modeling (pemodelan ke depan) adalah suatu metode interpretasi yang memperkirakan densitas bawah permukaan dengan membuat terlebih dahulu benda geologi bawah permukaan (Talwani, 1959). Dalam pemodelan dicari suatu model yang cocok atau fit dengan data lapangan, sehingga model tersebut dianggap mewakili kondisi bawah permukaan di daerah 36 pengukuran. Menurut Talwani (1959), pemodelan ke depan untuk menghitung efek gayaberat model benda bawah permukaan dengan penampang berbentuk sembarang yang dapat diwakili oleh suatu poligon bersisi n dinyatakan sebagai integral garis sepanjang sisi-sisi poligon. Pemodelan ke depan (Forward Modeling) merupakan proses perhitungan data dari hasil teori yang akan teramati di permukaan bumi jika parameter model diketahui. Pada saat melakukan interpretasi, dicari model yang menghasilkan respon yang cocok dan fit dengan data pengamatan atau data lapangan, sehingga diharapkan kondisi model itu bisa mewakili atau mendekati keadaan sebenarnya. Seringkali istilah forward modeling digunakan untuk proses trial and error. Trial and error adalah proses coba-coba atau tebakan untuk memperoleh kesesuaian antara data teoritis dengan data lapangan. Diharapkan dari proses trial and error ini diperoleh model yang cocok responnya dengan data (Grandis, 2009). H. Inverse Modelling (Pemodelan ke Belakang) Inverse Modelling adalah pemodelan berkebalikan dengan pemodelan ke depan. Pemodelan inversi berjalan dengan cara suatu model dihasilkan langsung dari data. Pemodelan jenis ini sering disebut data fitting atau pencocokan data karena proses di dalamnya dicari parameter model yang menghasilkan respon yang cocok dengan data pengamatan. Diharapkan untuk respon model dan data pengamatan memiliki keseuaian yang tinggi, dan ini akan menghasilkan model yang optimum (Supriyanto, 2007). 37 I. Analisis Derivative 1. First Horizontal Derivative (FHD) FHD anomali gayaberat merupakan perubahan nilai anomali gayaberat dari satu titik ke titik memiliki karakteristik tajam berupa nilai maksimum atau minimum pada kontak benda anomali, sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan batas suatu struktur geologi berdasarkan anomali gayaberat (Gambar 8). Turunan horizontal lebih mudah dipalikasikan dengan menggunakan metode turunan berhingga dan perhitungan secara diskrit. Untuk data dua dimensi, misalnya jika nilai g(i,j), i = 1,2,3,…, j = 1,2,3,…, yang menunjukkan perhitungan diskrit dari g(x,y) pada interval sampel yang sama ∆x dan ∆y, maka turunan horizontal pertama dari g(x,y) pada titik i,j diberikan oleh persamaan: ( ) (25) Gambar 8. Nilai gradien horizontal pada model tabular (Blakely, 1996) 2. Second Vertical Derivative (SVD) Metode SVD dapat digunakan untuk membantu interpretasi jenis struktur terhadap data anomali Bouguer yang diakibatkan oleh adanya struktur patahan turun atau patahan naik (Sarkowi, 2011). 38 SVD bersifat sebagai high pass filter, sehingga dapat menggambarkan anomali residual yang berasosiasi dengan struktur dangkal yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis patahan turun atau patahan naik. Perhitungan SVD diturunkan langsung dari Persamaan Laplace untuk anomali gayaberat di permukaan, yang dituliskan dalam persamaan: atau (26) Untuk SVD persamaannya sesuai dengan Persamaan (27) (Telford, dkk., 1976) berikut : ( ) (27) SVD dari suatu anomali gayaberat permukaan adalah sama dengan negatif dari second horizontal derivative (SHD). Anomali yang disebabkan oleh struktur cekungan mempunyai nilai harga mutlak minimal SVD selalu lebih besar daripada harga maksimalnya. Sedangkan anomali yang disebabkan struktur intrusi berlaku sebaliknya, harga mutlak minimalnya lebih kecil dari harga maksimalnya (Hartati, 2012) sehingga analisa struktur pada SVD dapat dilihat pada Gambar 9. Menurut Reynolds (1997) menyatakan bahwa kriteria untuk menentukan jenis struktur patahan adalah sebagai berikut: 1. Untuk patahan turun berlaku : ( 2. ) |( ) | (28) | (29) Untuk patahan naik berlaku : ( ) |( ) 39 Gambar 9. Respon analisa SVD pada struktur geologi (Reynolds, 1997) Prinsip dasar dan teknik perhitungan dari metode ini telah dijelaskan oleh Henderson & Zietz (1949), Elkins (1951), dan Rosenbach (1953). Pada data gravitasi, nilai anomali akan mengalami perubahan secara vertikal yang diakibatkan karena adanya efek distribusi massa yang tidak merata secara vertikal, maka turunan keduanya akan memperlihatkan besarnya efek gravitasi dari struktur-struktur yang lebih luas dan terletak jauh lebih dalam. Oleh karena itu struktur-struktur kecil/lokal dan samar-samar dapat diperjelas keberadaannya atau lebih dipertajam bentuk kurvanya dibanding struktur-struktur regional yang lebih melebar bentuknya. 40 Pada metode gravitasi nilai anomali Bouguer digunakan sebagai input pada proses pengolahan data turunan kedua vertikal untuk menghasilkan anomali residual. Untuk mengubah data anomali Bouguer menjadi data turunan kedua/anomali residual, dapat digunakan chart dengan beberapa lingkaran berpusat pada satu titik. Bila grid data dibuat berspasi S (Gambar 10), maka harga turunan kedua pada pusat lingkaran dengan radius berbeda adalah : ( ) (30) dimana : = harga turunan kedua pada pusat lingkaran = harga anomali pada pusat lingkaran = harga anomali rata-rata pada lingkaran = koefisien numerik = jarak antar kisi = faktor bobot dari harga gravitasi Gambar 10. Chart perhitungan pendekatan turunan kedua menggunakan grid (Rosenbach, 1953) 41 Persamaan (30) di atas merupakan persamaan umum dari pendekatan turunan kedua vertikal. Kemudian Henderson & Zietz, Elkins, dan Rosenbach menurunkan persamaan-persamaan yang menjadi solusi penyelesaian dari turunan vertikal orde dua, sebagai berikut: a. Henderson dan Zietz (1949) ( b. ) Elkins (1951) ( c. (31) ) (32) Rosenbach (1953) ( ) (33) dimana : = Harga rata-rata medan anomali pada r = 0 = Harga rata-rata medan anomali pada r = = Harga rata-rata medan anomali pada r = √ = Harga rata-rata medan anomali pada r = √ Terdapat beberapa operator filter SVD, yang dihitung oleh Henderson dan Zeits (1949), Elkins (1951) dan Rosenbach (1953). Henderson & Zietz (1949) 0.0000 0.0000 -0.0838 0.0000 0.0000 0.0000 1.0000 -2.6667 1.0000 0.0000 -0.0838 -2.6667 17.0000 -2.6667 -0.0838 0.0000 1.0000 -2.6667 1.0000 0.0000 0.0000 0.0000 -0.0838 0.0000 0.0000 42 Elkins (1951) 0.0000 -0.0833 0.0000 -0.0833 0.0000 -0.0833 -0.0667 -0.0334 -0.0667 -0.0883 -0.0667 -0.0334 1.0667 -0.0334 -0.0667 -0.0833 -0.0667 -0.0334 -0.0667 -0.0833 0.0000 -0.0833 0.0000 -0.0833 0.0000 Rosenbach (1953) 0.0000 0.0416 0.0000 0.0416 0.0000 0.0416 -0.3332 -0.7500 -0.3332 0.0416 0.0000 -0.7500 4.0000 -0.7500 0.0000 0.0416 -0.3332 -0.7500 -0.3332 0.0416 0.0000 0.0416 0.0000 0.0416 0.0000 Untuk penentuan arah (dip) sesar dapat dilihat dari kurva-kurva Anomali Gayaberat, FHD, dan SVD. Arah (dip) sesar tersebut akan mengikuti dari kemiringan arah kurva Anomali Gayaberat dan kurva SVD. Jika arah kurva Anomali Gaya berat dan kurva SVD menurun ke arah kiri, maka sesar pun arahnya akan menurun ke arah kiri bawah, begitu juga sebaliknya. Jika arah kurva Anomali Gayaberat dan kurva SVD menurun ke arah kanan, maka sesar pun arahnya akan menurun ke arah kanan bawah. IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Pelaksanaan Penelitian yang mengambil judul “Pendugaan Patahan Daerah “Y” Berdasarkan dilaksanakan Anomali di Gayaberat Dengan Laboratorium Geofisika, Analisis Jurusan Derivative” Teknik ini Geofisika, Universitas Lampung. B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data hasil pengukuran Gayaberat; dalam hal ini data pengolahan merupakan data sekunder sebagai hasil pengukuran gayaberat sebanyak 1925 titik yang diperoleh dari hasil penelitian penulis di PT. Antam (Persero) Tbk 2. Peta geologi lembar daerah penelitian 3. Perangkat lunak : Surfer 12, Geosoft Oasis Montaj v.6.4, GravMag under DOS, Numeri, Grav3D, Microsoft Excel v.2007 4. Laptop C. Prosedur Pengolahan Data Dalam penelitian ini, prosedur dalam pengolahan data adalah sebagai berikut : 44 1. Pembuatan Peta Kontur Anomali Bouguer Lengkap Data gayaberat dalam penelitian ini adalah data gayaberat sekunder atau data gayaberat yang telah melalui berbagai koreksi-koreksi, sehingga diperoleh Anomali Bouguer Lengkap (ABL). Langkah pertama pada penelitian ini adalah membuat peta Anomali Bouguer Lengkap (ABL), proses ini dibantu dengan menggunakan perangkat lunak Geosoft Oasis Montaj. 2. Analisis Spektrum Analisis spektrum bertujuan untuk memperkirakan kedalaman suatu benda anomali gayaberat di bawah permukaan. Metode analisis spektrum menggunakan Transformasi Fourier yang berguna untuk mengubah suatu fungsi dalam jarak atau waktu menjadi suatu fungsi dalam bilangan gelombang atau frekuensi (Blakely, 1995). Dengan analisis spektrum dapat diketahui kandungan frekuensi dari data, sehingga kedalaman dari anomali gayaberat dapat diestimasi. Frekuensi rendah yang berasosiasi dengan panjang gelombang panjang mengindikasikan daerah regional yang mewakili struktur dalam dan luas. Sedangkan sebaliknya, frekuensi tinggi yang berasosiasi dengan panjang gelombang pendek mengindikasikan daerah residual (lokal) yang mewakili struktur dangkal dan umumnya frekuensi sangat tinggi menunjukkan noise yang diakibatkan kesalahan pengukuran, kesalahan digitasi, dan lain-lain. Input untuk proses analisis spektrum adalah jarak antar titik pengukuran dan nilai anomali gayaberat hasil slice enam buah lintasan yang memotong kontur anomali gayaberat (Bouguer anomaly) secara vertikal dan horizontal. Dalam 45 penelitian ini menggunakan software Numeri dengan memasukkan nilai jarak spasi dan nilai anomali Bouguer pada lintasan tersebut, didapatkan nilai frekuensi, real, dan imajiner yang kemudian didapatkan nilai amplitudo dengan persamaan: √ (34) √ (35) Dimana : F = Frekuensi A = Amplitudo Didapatkan pula nilai bilangan gelombang (k) dari persamaan (36) berikut: (36) Setelah didapatkan nilai amplitudo dan panjang gelombang sesuai Persamaan (34), (35) dan (36), kemudian dibuat plot grafik ln A terhadap k. Setelah itu estimasi kedalaman dapat dilakukan dengan membuat regresi linier pada zona regional dan residual. 3. Pemisahan Anomali Regional dan Residual Anomali Bouguer merupakan suatu nilai anomali gayaberat yang disebabkan oleh perbedaan densitas batuan pada daerah dangkal dan daerah yang lebih dalam di bawah permukaan. Efek yang berasal dari batuan pada daerah dangkal disebut anomali residual, sementara efek yang berasal dari batuan pada daerah yang lebih dalam disebut anomali regional. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemisahan anomali regional dan anomali residual pada anomali Bouguer. Proses pemisahan anomali regional dan residual pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode moving average dengan lebar jendela 25x25 46 yang didapatkan dari proses analisis spektrum. Metode moving average baik digunakan pada data yang mempunyai sebaran data penelitian yang datar dengan penyimpangan nilai anomali Bouguer yang kecil. Metode ini dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomalinya (Purnomo,dkk, 2013). 4. Analisis Derivative Analisis derivative yang digunakan untuk menentukan struktur patahan adalah metode First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD). Analisis FHD dan SVD dalam menentukan struktur patahan dilakukan dengan bantuan peta geologi regional daerah penelitian, yaitu slicing keberadaan patahan yang nampak pada peta geologi di peta kontur anomali residual. Peta kontur SVD dibuat berdasarkan prinsip dasar dan teknik perhitungan yang telah dijelaskan oleh Henderson & Zietz (1949), Elkins (1951), dan Rosenbach (1953). Namun dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan filter Elkins yang dianggap filter terbaik dari filter lainnya. Tabel 2 menunjukkan filter Elkins (1951) yang dipakai. Tabel 2. Filter Elkins 0.0000 -0.0833 0.0000 -0.0833 0.0000 -0.0833 -0.0667 -0.0334 -0.0667 -0.0883 Elkins (1951) -0.0667 -0.0334 1.0667 -0.0334 -0.0667 -0.0833 -0.0667 -0.0334 -0.0667 -0.0833 0.0000 -0.0833 0.0000 -0.0833 0.0000 Hasil slicing tersebut dibuat kurva yang terdiri dari kurva anomali Bouguer, FHD dan SVD. Bidang kontak patahan pada kurva FHD yang berada pada nilai minimum atau maksimum berasosiasi dengan nilai nol pada penampang SVD, sehingga dapat diketahui batas-batas terjadinya perubahan nilai anomali. 47 5. Pemodelan Bawah Permukaan Ada dua metode pemodelan bawah permukaan yang dipakai pada penelitian kali ini, yaitu pemodelan maju atau Forward Modelling dan pemodelan mundur atau Inverse Modelling. Pemodelan maju digunakan saat melakukan pemodelan dua dimensi dan kali ini pengolahan dibantu dengan menggunakan software GravMag, hal yang pertama dilakukan saat proses pemodelan dua dimensi adalah melakukan sayatan pada pola anomali residual, sayatan yang dilakukan sebaiknya melewati pola struktur patahan yang ingin kita identifikasi yang sebelumnya telah dipelajari berdasarkan informasi dari peta geologi regional. Sayatan yang dilakukan di pola anomali residual selanjutnya diinput kedalam software GravMag untuk melakukan proses pemodelan dua dimensi, dalam melakukan pemodelan hal yang harus diperhatikan adalah mengatur kedalaman hal ini berkaitan dengan proses analisis spektrum yang telah dilakukan sebelumnya. Pemodelan mundur atau Inverse Modelling dilakukan untuk proses pemodelan tiga dimensi. Hal yang dilakukan adalah input data pola anomali sisa atau anomali regional kemudian diolah dan disimpan dalam format (*grv) selanjutnya membuat mesh yang disimpan dalam format (*dat) control file ini yang digunakan untuk melakukan pemodelan di software Grav3D. D. Diagram Alir Pengolahan Data Adapun diagram alir pengolahan data gayaberat ini terdapat dalam Gambar 11. 48 Mulai Data Anomali Bouguer Lengkap Data Geologi Slicing Perhitungan FHD Peta ABL Analisis Spektrum Stratigrafi Geologi Struktur Peta Geologi Filtering Anomali Regional Grafik ABL, FHD dan SVD Peta SVD Anomali Residual Inverse Modelling Slicing Forward Modelling No Fit ? Yes Geometri Depth Delta densitas Model Bawah Permukaan Analisis Patahan Jenis Patahan Selesai Gambar 11. Diagram alir pengolahan data 49 E. Jadwal Penelitian Adapun jadwal penelitian yang akan dilakukan terdapat pada Tabel 3. Tabel 3. Jadwal penelitian No Kegiatan 1 Penyusunan proposal 2 Seminar proposal 3 Pengolahan data, analisis dan penyusunan laporan 4 Seminar hasil 5 Ujian skripsi Jan 2017 Feb 2017 Mar 2017 Apr 2017 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari pengolahan data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari tiga lintasan slice yang dibuat di daerah penelitian “Y”, hasil identifikasi struktur patahannya adalah sebagai berikut : a. Lintasan slice 1 diidentifikasi adanya struktur patahan turun (normal) berarah timur laut – selatan dengan perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22° dan diperkirakan strike pada patahan ini sebesar N 158° W. b. Lintasan slice 2 diidentifikasi adanya struktur patahan naik berarah barat laut – selatan dengan perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22° dan diperkirakan strike pada patahan ini sebesar N 158° E. c. Lintasan slice 3 diidentifikasi adanya struktur patahan naik berarah barat laut – selatan dengan perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22° dan diperkirakan strike pada patahan ini sebesar N 158° E. 2. Hasil pemodelan dua dimensi dan tiga dimensi menunjukkan struktur patahan berada pada nilai densitas sebesar 2 gr/cc – 2,67 gr/cc di kedalaman sekitar 100 m – 250 m. Terdiri dari batuan sedimen (clay dan sandstone) dengan densitas 2,2 gr/cc – 2,3 gr/cc berumur Pliosen Tersier atau Miosen Akhir, 83 batuan tuff dengan densitas 2,4 gr/cc – 2,5 g/cc berumur Miosen Awal dan batuan dasar (basement) berupa batuan andesit dengan densitas 2,67 gr/cc. B. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari penelitian ini, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan metode geofisika lain seperti metode magnetik sebagai data pendukung dari metode gayaberat guna memperkuat hasil interpretasi dalam penarikan struktur pada daerah penelitian. DAFTAR PUSTAKA Banu, B., Zaenudin, A dan Rustadi. 2013. Pemodelan 3D Gayaberat dan Analisis Struktur Detail Untuk Pengembangan Lapangan Panasbumi Kamojang. Jurnal Geofisika. vol 1. Basuki, A., Aditya, Sumanegara D. dan Sinambela, D. 1994. The Gunung Pongkor Gol-Silver Deposit, West Java, Indonesia. Journal of Geochemical Exploration 50. pp 371-391. Chumairoh, D.A., Susilo, A dan Wardhana, D.D. 2013. Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Data Gayaberat di Daerah Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat. Jurnal Geofisika. FMIPA Universitas Brawijaya. Corbett and Leach. 1997. Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems: Structure, Alteration and Mineralization. North Sydney Australia. Craig, J.R., and Vaughan, D.J. 1981. Ore Microscopy and Ore Petrography. New York. Diantoro, Y. 2010. Emas: Investasi dan Pengolahannya (Pengolahan Emas Skala Home Industry). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Blakely, R.J. 1996. Potential Theory in Gravity and Magnetic Application. Cambridge: Cambridge University Press. Elkins, T.A. 1951. The Second Derivative Method of Gravity Interpretation. Geophysics Journal. v.23. pp 97-127. Erviantari, D dan Sarkowi, M. 2013. Studi Identifikasi Struktur Bawah Permukaan dan Keberadaan Hidrokarbon Berdasarkan Data Anomali Gaya Berat Pada Daerah Cekungan Kalimantan Tengah. Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Faeyumi, M. 2012. Sebaran Potensi Emas Epitermal Di Areal Eksploitasi PT Antam Unit Geomin, Tbk Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Skripsi. Depok: FMIPA UI. Firdaus, M.W., Setyawan, A dan Yusuf, M. 2016. Identifikasi Letak Dan Jenis Sesar Berdasarkan Metode Gayaberat Second Vertical Gradient Studi Kasus Sesar Lembang, Kota Bandung, Jawa Barat. Semarang. Youngster Physics Journal. vol 5. hal 21-26. Grandis, H. 2009. Pengantar Pemodelan Inversi Geofisika. Jakarta: Himpunan Ahli Geofisika Indonesia. Hafiz, M. R. 2013. Identifikasi dan Lokalisasi Zona Potensial Endapan Mineral Dengan Menggunakan Metode Gaya Berat Pada Daerah Pongkor. Skripsi. Depok: FMIPA UI. Hartati, A. 2012. Identifikasi Struktur Patahan Berdasarkan Analisis Derivative Metode Gayaberat di Pulau Sulawesi. Skripsi. Depok: FMIPA UI. Haryanto, I. 2005. Penelitian Struktur Geologi dan Kaitannya Terhadap Kemungkinan Adanya Potensi Emas Primer Daerah Gunung Astana Bogor, Jawa Barat. Bulletin of Scientific Contribution. vol 3. no 2. hal 83-91. Heald, P., Foley, N.K., and Hayba, D.O. 1987. Comparatine Anatomy of Volcanic-Hosted Epitermal Deposits: Acid Sulfate and Adularia-Sericite Types. Econ Geology. Henderson, R.G. and Zietz, I. 1949. The Computation of Second Vertical Derivative of Geomagnetic Fields. Geophysics Journal. v. 14. hal. 508-516. Henley, R.W., and Ellis, A.J. 1991. Geothermal Systems, Ancient and Modern. Earth Science Reviews. v.19. p. 1-50 . Hidayati, N. 2013. Analisa Spasial Berbasis GIS (Geographic Information System) Hubungan Struktur Geologi dengan Keberadaan Urat Epitermal di Tambang Emas Pongkor, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Yogyakarta: Teknik Geologi UGM. Julius, A.M. 2013. Perbandingan Metode Turunan Kedua Vertikal Dengan Data Gempabumi Historis Untuk Identifikasi Langsung Posisi dan Struktur Sesar Matano. Jakarta. Paper Publikasi STMKG. Lestari,I dan Sarkowi, M. 2013. Analisis Struktur Patahan Daerah Panasbumi Lahendong - Tompaso Sulawesi Utara Berdasarkan Data Second Vertical Derivative (SVD) Anomali Gayaberat. Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lindgren, W. 1933. Mineral Deposits, 4th edition. New York: McGraw-Hill, 930 p. Mark, Y. 2012. Analisis Data Gayaberat dengan Metode Horizontal Gradient dan Euler Deconvolution Dalam Mengidentifikasi Struktur Bawah Permukaan Pada Lapangan “Y”. Skripsi. Depok: FMIPA UI. Milesi, J.P. dan Marcoux, E. 1994. Epithermal Gold Deposit in West Java, Indonesia : Geology Age and Crustal Source. Ser. Paleont : Bandung. Parera, A.F.T. dan Yusuf, M. 2013. Pemodelan Tiga Dimensi Anomali Gravitasi dan Identifikasi Sesar Lokal Dalam Penentuan Jenis Sesar di Daerah Sidoarjo. Jakarta. Paper Publikasi STMKG. Pirajno, F. 1992. Hydrothermal Mineral Deposits. Principles and Fundamental Concepts for the Exploration Geologist. Berlin. Xviii + 709 pp. Purnomo, J., Koesoema, S. dan Yunianto, M. 2013. Pemisahan Anomali Regional-Residual pada Metode Gravitasi Menggunakan Metode Moving Average, Polynomial dan Inversion. Indonesian Journal of Applied Physics. v.3. hal. 19. Reynolds, J.M. 1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics. Chichester: John Wiley and Sons. Rhamadania, K. 2012. Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Gunung Endut Banten Menggunakan Metode Gayaberat. Skripsi. Depok: FMIPA UI. Robinson, E.S. 1988. Basic Exploration Geophysics. Canada: John Wiley and Sons Inc. Rosenbach, O. 1953. A Contribution to The Computation of “Second Derivative” from Gravity Data. Geophysics Journal. v.18. hal. 894 - 912. Rosid, S. 2005. Lecture Notes : Gravity Method in Exploration Geophysics. Depok : Geofisika FMIPA UI. Sarkowi, M. 2011. Metode Eksplorasi Gayaberat. Diktat Kuliah. Bandar Lampung : Universitas Lampung. Sidik, I.F., Susilo, A. dan Sulastomo, G. Identifikasi Sesar di Daerah Pongkor Bogor Jawa Barat Dengan Menggunakan Metode Gayaberat. Publikasi Paper FMIPA Universitas Brawijaya. Supriyanto. 2007. Analisis Data Geofisika : Memahami Teori Inversi. Depok : Department Fisika FMIPA UI. Talwani, M., Worzel, J.L and Landmisman, M. 1959. Rapid Gravity Computations For Two-Dimensional Bodies with Application to the Mendocino Submarine Fracture Zone. Geophysics Journal. Res 64. pp 4959. Telford, W.M., Geldart, L.P. dan Sheriff, R.E. 1990. Applied Geophysics 2nd edition. Cambridge Univ. Press. Zain, M.A., Rozi, M.F., Septikasari, A.N., Nuruddianto, M., Supriyanto., dan Zarkasyi, A. 2015. Studi Penerapan Metode Analisis Derivatif Pada Data Potensial Gravitasi. E-Journal Nasional Fisika. vol IV.