TOT - BPTP Kalsel

advertisement
Peningkatan Produksi Kedelai Melalui Sistem Tanpa Olah Tanah (TOT)
pada Sawah Tadah Hujan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan
Idaryani dan Yusmasari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan
Jln. Perintis Kemerdekaan Km 17,5 Makassar
E-mail: [email protected]
Abstrak
Kebiasaan petani yang mengolah tanah secara berlebihan akan mengakibatkan butir tanah
terdispersi oleh butir hujan, menyumbat pori-pori tanah sehingga terbentuk surface crusting.
Untuk mengatasi hal tersebut salah satu cara yang dianjurkan adalah menanam dengan sistem
Tanpa Olah Tanah (TOT). Tujuan penelitian adalah untuk mnegetahui peningkatan produksi
kedelai melalui sistem tanpa olah tanah (TOT) pada lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Bone,
Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Nopember 2014 di Desa Bulu Tempe,
Kecamatan Palakka, Kabupaten Bone. Metode penelitian dilakukan dengan membandingkan
komponen pertumbuhan dan komponen hasil pada tanaman kedelai yang ditanam dengan sistem
olah tanah sempurnah (OTS) dan sistem tanam tanpa olah tanah (TOT). Data pengamatan
dianalisis dengan menggunakan uji T pada taraf nyata 5 % dan 1%. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa hasil kedelai yang diperoleh pada perlakuan dengan sistem tanpa olah tanah (TOT) lebih
tinggi dibanding hasil yang diperoleh dengan perlakuan sistem olah tanah sempurnah (OTS), yaitu
2,4 t ha-1 untuk sistem TOT dan 1,9 t ha-1 sistem OTS.
Kata kunci : kedelai, sawah tadah hujan, Sulawesi Selatan, tanpa olah tanah (TOT).
Pendahuluan
Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati
yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan lengkap. Dibanding
protein hewani, protein yang berasal dari tanaman kedelai lebih murah sehingga lebih terjangkau
oleh masyarakat. Kesadaran masyarakat akan tingginya unsur-unsur esensial yang ada pada biji
kedelai merupakan salah satu penyebab meningkatnya kebutuhan (Nurusa, 2007).
Kedelai di Sulawesi Selatan umumnya dikembangkan di lahan sawah setelah panen padi.
Potensi pengembangan kedelai cukup tinggi dengan tersedianya lahan sawah sekitar 586.987 ha
dan lahan kering (kebun/tegalan) seluas 548.595 ha (Distan Provinsi Sulawesi Selatan, 2013).
Pada lahan sawah tersebut, terdapat luas lahan sawah tadah hujan sekitar 239.055 ha, dimana
umumnya ditanami padi satu kali, setelah itu ditanami palawija termasuk kedelai. Salah satu
masalah yang dialami petani kedelai adalah seringnya gagal panen karena kekeringan. Curah
hujan di Sulsel terutama di wilayah Pantai Timur sangat pendek (2-3 bulan) yaitu bulan Oktober
sampai Desember dan sering tidak menentu.
Tindakan olah tanah akan menghasilkan kondisi kegemburan tanah yang baik untuk
pertumbuhan akar (Widyasari, et all., 2011), sehingga membentuk struktur dan aerasi tanah lebih
baik dibanding tanpa olah tanah. Namun, pengolahan tanah yang dilakukan secara intensif dapat
menurunkan kualitas tanah karena porositas tanah yang tinggi dan kemantapan agregrat yang
menurun sehingga evaporasi tinggi.
Kebiasaan petani yang mengolah tanah secara berlebihan akan mengakibatkan butir tanah
terdispersi oleh butir hujan, menyumbat pori-pori tanah sehingga terbentuk surface crusting.
Untuk mengatasi hal tersebut salah satu cara yang dianjurkan adalah menanam dengan sistem
702
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
Tanpa Olah Tanah (TOT). Selain untuk mempertahankan porositas struktur tanah, keuntungan
yang dapat diperoleh dengan cara ini adalah dapat menghemat biaya pengolahan, mempersingkat
masa sela antara panen tanaman sebelumnya dengan waktu tanam komoditas berikutnya,
mengurangi biaya untuk pengairan (pompa) sebanyak 2-3 kali, serta mengurangi resiko kegagalan
akibat kekeringan.
Pada sistem tanpa olah tanah, lingkungan tanah yang bahan organiknya hanya berada
dipermukaan tanah maka memiliki fungsi yang relatif lebih banyak. Persiapan lahan yang
ditunjukkan dengan sistem tanpa olah tanah cenderung memiliki lebih banyak efek positif terhadap
keanekaragaman beberapa biota tanah dibandingkan dengan pengolahan tanah konvensional.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mnegetahui peningkatan produksi kedelai melalui
sistem tanpa olah tanah (TOT) pada lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan
Metodologi
Kegiatan dilaksanakan di Desa Bulu Tempe, Kecamatan Palakka, Kabupaten Bone, Povinsi
Sulawesi Selatan, pada bulan Agustus-Nopember 2014. Bahan yang digunakan adalah benih
kedelai varietas Anjasmoro, herbisisda rumpas dan glifosat, insektisida sagribet, drusband, lanet,
dan kendrel, fungisida antrachol, dan perangsang baypoland. Sedangkan alat yang digunakan
adalah tugal, mesin babat, hand tractor, sabit bergerigi, hand sprayer, power treaser, alas tikar, dan
karung. Metode penelitian dilakukan dengan membandingkan komponen pertumbuhan dan
komponen hasil pada tanaman kedelai yang ditanam dengan sistem olah tanah sempurnah (OTS)
dan sistem tanam tanpa olah tanah (TOT). Data pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji T
pada taraf nyata 5 % dan 1%. Luas lahan masing-masing perlakukan adalah 0,5 ha.
Pelaksanaan kegiatan dilakukan mulai dari pembuatan drainase pada kedua perlakuan (OTS
dan TOT), dilakukan sama yaitu pada saat 2-3 hari setelah padi dipanen dengan menggunakan
hand tractor, dan dibuat diantara petakan sawah dengan lebar 25-30 cm dan kedalaman 30 cm.
1.
Pengolahan tanah (merupakan bagian dari penerapan teknologi), terdiri atas :
Olah tanah sempurnah (OTS); dilakukan pada saat setelah padi dipanen dengan cara
membajak lahan dan sisa jerami tanaman padi. Satu minggu setelah diolah baru dilakukan
penanaman
2.
Tanpa olah tanah (TOT); pengolahan tanah tidak dilakukan pada budidaya kedelai sistem
tanpa olah tanah. Setelah padi dipanen langsung dilakukan penugalan dan penanaman.
Setelah penanaman selesai maka dilakukan pembabatan jerami dengan menggunakan mesin
dan menjadikan jerami sebagai mulsa.
Penanaman dilakukan dengan cara tugal, dengan kedalaman 2 cm, jarak tanam yang
digunakan adalah 40x20 cm, jumlah biji yang digunakan 2-3 biji per lubang. Pemupukan
dilakukan pada saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam (hst), penyiangan dilakukan dua kali
yaitu pada saat kedelai berumur 14 hst
dan pada saat kedelai berumur 45 hst. Pemupukan
susulan dilakukan saat kedelai berumur 35-40 hari setelah tanam. Panen kedelai dilakukan pada
saat kedelai berumur 95 hst, dan melihat kriteria panen kedelai seperti sebagian besar daun sudah
menguning dan gugur, buah mulai berubah menjadi kecoklatan, atau polong sudah kelihatan tua,
batang berwarna kuning agak coklat. Cara panen kedelai dilakukan dengan menggunakan sabit
bergerigi dengan menyabit batang kedelai lalu diletakkan secara beraturan di barisan tanam
kedelai, agar polong kedelai cepat kering
Parameter yang diamati adalah :
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
703
Komponen pertumbuhan, meliputi :
1. Tinggi tanaman : diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi
2. Jumlah cabang produktif : dihitung cabang primer masing-masing tanaman sampel
Komponen hasil, meliputi :
tanaman-1 : dhitung semua jumlah polong pada semua tanaman baik yang
3.
Jumlah polong
4.
berisi maupun yang hampa
Jumlah polong bernas : dihitung jumlah polong bernas dari setiap tanaman
5.
6.
Jumlah biji polong-1 : dihitung jumlah biji polong-1 pada setiap tanaman
Jumlah biji tanaman-1 : diperoleh dengan menghitung semua biji dari setiap tanaman
7.
8.
Berat 100 gr biji : ditimbang 100 biji kedelai yang diambil secara acak
Hasil ton ha-1 : diperoleh dari panen setiap perlakuan selanjutnya dikonversi ke dalam ton
Hasil dan Pembahasan
Rekapitulasi hasil perhitungan uji t terhadap komponen pertumbuhan dan hasil kedelai pada
perlakuan sistem olah tanah sempurna (OTS) dan tanpa olah tanah (TOT) disajikan pada Tabel 1
sebagai berikut :
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji t Terhadap Komponen Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai
No.
Parameter
1.
Tinggi tanaman (cm)
2.
Jumlah cabang produktif (cbg)
3.
Jumlah polong tanaman-1 (bh)
4.
Jumlah polong bernas (%)
5.
Jumlah biji polong-1 (biji)
6.
Jumlah biji tanaman-1 (biji)
7.
Berat 100 gr biji (gr)
8.
Hasil ton ha-1 (ton)
Keterangan : * = nyata pada taraf 5%
tn = tidak nyata pada taraf 5%
OTS
79,8
3,3
205
1,20
3
177,5
28,8
1,9
TOT
86,3
4
236
1,21
3
185,3
29,1
2,4
t-hitung
*
*
*
tn
tn
*
tn
*
Komponen Pertumbuhan
1. Tinggi Tanaman
Pertumbuhan tanaman merupakan salah satu indikator untuk mengetahui lebih jauh
karakterisitik tanaman dalam hubungannya dengan hasil. Hasil pengamatan dan analisis uji t
terhadap tinggi tanaman dari pengaruh sistem olah tanah sempurna dan tanpa olah tanah, dapat
dilihat pada grafik dibawah ini.
Perbandingan tinggi tanaman pada perlakuan sistem olah tanah sempurnah (OTS) dan
sistem tanpa olah tanah (TOT) dapat dilihat pada Gambar 1. Pada tinggi tanaman terlihat adanya
perbedaan diantara dua perlakuan. Tinggi tanaman pada perlakuan tanpa olah tanah (TOT) lebih
tinggi dibandingkan dengan tinggi tanaman pada perlakuan olah tanah sempurna (OTS). Tinggi
tanaman pada perlakuan TOT adalah 86,3 cm sedangkan pada perlakuan OTS adalah 79,8 cm.
Hasil uji t menunjukkan bahwa sistem tanpa olah tanah berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman. Hal ini disebabkan pada lahan olah tanah sempurna pengolahan tanah dilakukan secara
terus-menerus sehingga merusak kualitas tanah yang menyebabkan menurunnya kemampuan tanah
untuk mengikat air sehingga terjadi evaporasi. Peranan jerami padi pada saat fase vegetatif
tanaman kedelai adalah sebagai mulsa karena jerami masih segar, akan tetapi pada saat mulsa
sudah melapuk maka akan menjadi bahan organik. Dengan adanya pemberian mulsa jerami padi
704
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
yang telah melapuk menyebabkan struktur tanah menjadi gembur sehingga mendorong akar-akar
tanaman berkembang dengan baik dan aktif menyerap unsur hara dan air yang tersedia.
90
85
80
75
86.3
79.8
OTS
TOT
Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Kedelai pada sistem OTS dan TOT
2.
Jumlah Cabang Produktif
Perbandingan jumlah cabang produktif pada perlakuan sistem olah tanah sempurnah (OTS)
dan sistem tanpa olah tanah (TOT) disajikan pada Gambar 2. Pada
jumlah cabang produktif
terlihat adanya perbedaan antara dua perlakuan, dimana pada sistem tanpa olah tanah (TOT) lebih
tinggi dibandingkan dengan jumlah cabang produktif pada sistem olah tanah sempurna (OTS).
Jumlah cabang produktif pada sistem TOT adalah 4,0 sedangkan pada sistem OTS adalah 3,3. Hal
ini disebabkan karena pada sistem TOT terdapat penambahan bahan seperti jerami yang dijadikan
sebagai mulsa sehingga penguapan menjadi lebih rendah, dengan demikian translokasi unsur hara
untuk tanaman dapat berlangsung dengan baik. Hasil uji t menunjukkan bahwa sistem TOT
berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif.
4
2
0
3.3
OTS
4
TOT
Gambar 2. Grafik Jumlah Cabang Produktif Kedelai pada sistem OTS dan TOT
Komponen Hasil
1.
Jumlah Polong Tanaman-1
Perbedaan antara jumlah polong tanaman-1 pada sistem OTS dan sistem TOT dapat dilihat
pada Gambar 3. Jumlah polong tanaman-1 pada sistem TOT lebih tinggi dibandingkan dengan
sistem OTS, masing-masing 236 pada sistem TOT dan 205 pada sistem OTS. Hasil uji t
menunjukkan bahwa sistem TOT berpengaruh nyata terhadap jumlah polong tanaman-1. Hal ini
disebabkan karena pada sistem TOT tidak mengalami pengolahan tanah, sedangkan pada sistem
OTS mengalami pengolahan tanah secara terus menerus sehingga kualitas tanah menjadi
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
705
berkurang, otomatis dapat mengurangi kemampuan tanah untuk mengikat air sehingga terjadi
evaporasi. Menurut Fikri (2012) bahwa pengolahan tanah yang dilakukan secara intensif akan
menurunkan kualitas tanah karena porositas tanah yang tinggi dan kemantapan agregat yang
menurun sehingga evaporasi tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Jamila dan Kaharuddin (2007) menyatakan bahwa produksi tanaman kedelai yang diusahakan
dengan membiarkan sisa-sisa tanaman berupa jerami pada pertanaman kedelai memberikan hasil
yang tinggi karena kondisi kelembaban yang tinggi, karena adanya pemberian mulsa yang
menyebabkan tingginya pertumbuhan dan komponen produksi kedelai yang diusahakan.
Pemberian mulsa jerami padi secara signifikan meningkatkan fosfor tersedia dan kalium
dalam tanah (Fadriansyah, 2013). Hasil dekomposisi bahan organik dapat meningkatkan unsur N,
P, K dimana dapat meningkatkan karbohidrat pada proses fotosintesis, karena unsur N untuk
membentuk klorofil dan yang berfungsi untuk menyerap cahaya matahari dan sebagai tempat
berlangsungnya proses fotosintesis, sedangkan unsur K meningkatkan absorbsi CO2 kaitannya
dengan membuka menutupnya stomata daun selanjutnya karbohidrat tersebut setelah tanaman
memasuki fase reproduktif disimpan dalam polong (Harjadi dan Setyati, 2002) sehingga,
meningkatkannya serapan hara dapat meningkatkan jumlah polong.
250
200
150
236
205
OTS
TOT
Gambar 3. Grafik Jumlah Polong Tanaman-1 Kedelai pada sistem OTS dan TOT
2.
Jumlah polong bernas
Perbandingan jumlah polong bernas kedelai antara lahan sistem olah tanah sempurna dan
sistem tanpa olah tanah dapat dilihat pada Gambar 4. Grafik tersebut menunjukkan bahwa jumlah
polong bernas meskipun terlihat adanya perbedaan, namun hasil analisis uji t tidak berpengaruh
nyata. Jumlah polong bernas pada lahan tanpa olah tanah lebih rendah dibandingkan dengan olah
tanah sempurna, pada lahan sistem tanpa olah tanah jumlah polong bernas adalah 1.30 %,
sedangkan pada lahan sistem olah tanah sempurnah jumlah polong bernas adalah 1.32%.
1.21
1.205
1.2
1.195
1.21
1.2
OTS
TOT
Gambar 4. Grafik Jumlah Polong Bernas Kedelai pada sistem OTS dan TOT
706
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
3. Jumlah biji polong-1
Perbandingan jumlah biji per polong kedelai antara sistem olah tanah sempurna dan tanpa
olah tanah dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil pengamatan dan analisis uji t pada menunjukkan
bahwa perlakuan sistem tanpa olah tanah tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah biji polong-1.
Jumlah biji polong-1 masing-masing sistem olah tanah sempurna dan tanpa olah tanah adalah sama
yaitu 3.
4
2
0
3
3
OTS
TOT
Gambar 5. Grafik Jumlah Biji Polong-1 Kedelai pada sistem OTS dan TOT
4.
Jumlah biji tanaman-1
Perbandingan jumlah biji tanaman-1 antara perlakuan sistem OTS dan TOT dapat dilihat
pada Gambar 6. Pada perlakuan sistem OTS jumlah biji tanaman-1 diperoleh sebanyak 177,5 biji
dan pada sistem TOT diperoleh 185,3 biji. Dengan adanya pemberian mulsa jerami padi yang telah
melapuk menyebabkan struktur tanah menjadi gembur sehingga mendorong akar-akar tanaman
berkembang dengan baik dan aktif menyerap unsur hara dan air yang tersedia. Menurut Rukmi
(2011) bahwa, kedelai menghendaki air yang cukup pada masa pertumbuhannya, terutama pada
saat pengisian biji. Tersedianya air tanah selama pertumbuhan tanaman sangat menentukan daya
hasil kedelai. Kebutuhan air akan bertambah sesuai dengan umur tanaman. Kebutuhan air tertinggi
pada saat berbunga dan pengisian polong. Air merupakan komponen utama yang dibutuhkan
dalam proses fotosintesis, sehingga apabila air tidak cukup tersedia maka akan mengganggu proses
fotosintesis sehingga menyebabkan menurunnya jumlah biji. Hasil uji t menunjukkan bahwa
sistem TOT berpengaruh nyata terhadap jumlah biji tanaman-1.
190
185
180
175
170
185.3
177.5
OTS
TOT
Gambar 6. Grafik Jumlah Biji Tanaman-1 Kedelai pada sistem OTS dan TOT
5. Berat 100 gr biji
Perbandingan berat 100 gr biji antara perlakuan sistem OTS dan TOT dapat dilihat pada
Gambar 7. Berat 100 gr biji pada perlakuan dengan sistem TOT lebih tinggi dibandingkan dengan
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
707
perlakuan OTS, masing-masing 29,1 (TOT) dan 28,8 (OTS). Hasil analisis uji t menunjukkan
bahwa kedua perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata pada berat 100 gr biji. Hal ini
disebabakan karena karakter ukuran biji merupakan karakter kualitatif sehingga relatif tidak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan termasuk dalam sistem budidaya maupun pemberian mulsa
jerami tersebut. Salim (2013) karakter ukuran biji merupakan karakter yang dikendalikan secara
sederhana atau simple genik. Sementara karakter yang dikendalikan secara simple genik relatif
tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
29.2
29
28.8
28.6
29.1
28.8
OTS
TOT
Gambar 7. Grafik Berat 100 gr Biji Kedelai pada sistem OTS dan TOT
6.
Hasil ton ha-1
Perbandingan hasil ton ha-1 yang diperoleh pada kedua perlakuan dapat dilihat pada
Gambar 8. Hasil yang diperoleh pada perlakuan sistem tanpa olah tanah menunjukkan hasil yang
lebih tinggi dibandingkan sistem olah tanah sempurnah. Hasil kedelai pada sistem tanpa olah
tanah mencapai 2,4 ton ha-1, sedangkan pada sistem olah tanah sempurnah mencapai 1,9 ton ha-1.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya tindakan tanpa olah tanah dan pemberian mulsa
jerami yang mengurangi evaporasi, dan mengurangi persaingan unsur hara sehingga pada lahan
tanpa olah tanah air lebih tersedia dari pada olah tanah sempurnah. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ketersediaan air dalam tanah mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi
tanaman kedelai. Handayaningsih (2013) menyatakan bahwa, pertumbuhan bagian-bagian
vegetative (akar, batang dan daun) dan bagian reproduktif (polong dan biji) mengalami penurunan
akibat kekurangan air tersedia dalam tanah.
Selain itu, penambahan bahan organik hasil pelapukan mulsa yang dapat menyediakan
unsur hara untuk tanaman kedelai. Unsur hara kalsium mempengaruhi pembentukan polong
sehingga dapat meningkatkan jumlah polong per tanaman dan menyebabkan pertumbuhan
generatif menjadi lebih baik, unsur nitrogen dapat membantu pembentukan klorofil dan berfungsi
untuk menyerap cahaya matahari sedangkan unsur kalium dapat meningkatkan penyerapan CO2
yang berkaitan dengan membuka dan tertutupnya stomata daun selanjutnya karbohidrat tersebut
disimpan pada saat memasuki fase reproduktif, dengan meningkatkannya serapan hara maka dapat
meningkatkan hasil produksi kedelai.
708
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
4
2
0
1.9
OTS
2.4
TOT
Gambar 8. Grafik Hasil ton ha-1 Kedelai pada sistem OTS dan TOT
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap komponen pertumbuhan dan hasil pada tanaman
kedelai dengan sistem olah tanah sempurnah dan tanpa olah tanah, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1.
Berdasarkan hasil uji t perlakuan sistem tanpa olah tanah memberikan pengaruh yang nyata
terhadap komponen pertumbuhan tanaman kedelai yaitu tinggi tanaman dan jumlah cabang
produktif
3.
2. Berdasarkan hasil uji t sistem tanpa olah tanah memberikan pengaruh yang nyata terhadap
komponen hasil tanaman kedelai yaitu jumlah polong tanaman-1, jumlah biji tanaman-1, dan
hasil tanaman, tapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah biji polong-1, jumlah polong
bernas, serta bobot 100 biji.
4.
Hasil tanaman kedelai dengan sistem TOT diperoleh 2,4 ton ha-1 dan sistem OTS 1,9 ton ha-1
Daftar Pustaka
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Selatan 2013. Materi Pertemuan
Kedelai di Sulsel pada tanggal 15-18 Desember 2012 di Hotel Delta Makassar
Fadriansyah, A, 2013. Pengaruh Takaran Mulsa Jerami Padi terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Kedelai (Glycine max L.). Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa. Padang.
Fikri, M, S. 2013. Upaya Peningkatan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max)
melalui Aplikasi Mulsa.Yogyakarta
Handayaningsih, E, P. 2013. Penentuan Waktu Tanam Kedelai (Glycine max L. Merril)
Berdasarkan Neraca Air di Daerah Kabutambuhan Kabupaten Buleleng. Tesis. Denpasar.
Harjadi dan S. Setyati. 2002. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta
Jamila dan Kaharuddin, 2007. Efektivitas mulsa dan sistem olah tanah terhadap produktivitas
tanah dangkal dan berbatu untuk produksi kedelai effectiveness of mulch and tillage
system to productivity of shallow and rocky soil for soybean production. Jurnal
Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2.
Nurusa Tj. 2007. Revitalisasi benih dalam meningkatkan pendapatan petani kedelai di Jawa Timur.
Jurnal Akta Agrosia. Edisi Khusus No. 2. ISSN 1410-3354
Rukmi. 2011. Pengaruh pemupukan kalium dan fosfat terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai.
Staf Pengajar Universitas Muria Kudus, Jawa Tengah.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
709
Salim, H, 2013. Pertumbuhan dan hasil dua varietas kedelai (Glycine max L. Merril) pada
perbedaan pupuk organik. Vol 2 No. 1 Januari - Maret 2013. Jambi.
Widyasari, L, Sumarni, T, dan Arifin, 2011. Pengaruh sistem olah tanah dan mulsa jerami padi
pada pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max (L.)Merr.).Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.
710
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Banjarbaru, 20 Juli 2016
Download