12 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Konsep Kualitas Pelayanan
2.1.1.1 Pengertian Jasa
Perkembangan pemasaran berawal dari tukar-menukar barang secara
sederhana tanpa menggunakan alat tukar berupa uang ataupun logam mulia. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan, maka semakin dibutukannya suatu alat tukar yang
berlaku umum dan untuk itulah diciptakan suatu alat tukar yaitu uang. Disamping itu,
manusia juga memerlukan jasa yang mengurus hal-hal tertentu, sehingga jasa menjadi
bagian utama dalam pemasaran.
Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner (2004:3) berpendapat bahwa :
“Include all economic activities whose output not a physical product or
construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides
added value in forms (such as convenience, amusement, timeliness, comfort,
or health) that are essentially intangible concerns of its first purchaser.”
Sedangkan Philip Kotler (2005;111) berpendapat bahwa :
“Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin saja terkait atau
mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik”.
12
13
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jasa sebenarnya tidak
berwujud, tetapi untuk menghasilkannya diperlukan adanya barang berwujud.
Jasa/pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat
hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan dapat berpartisipasi
aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut.
Dalam strategi pemasaran, definisi jasa harus diamati dengan baik, karena
pengertiannya sangat berbeda dengan produk yang berupa barang. Kondisi cepat
lambatnya pertumbuhan jasa akan sangat bergantung pada penilaian pelanggan
terhadap kinerja (penampilan) yang ditawarkan oleh pihak produsen.
2.1.1.2 Karakteristik Jasa
Jasa memiliki beberapa karakteristik utama. Menurut Philip Kotler
(2005:112), karakteristik-karakteristik jasa dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Intangible (tidak berwujud)
Jasa berbeda dengan produksi fisik, dimana jasa tidak berwujud, tidak dapat
dilihat, dikecup, dirasakan. Untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen jasa
akan mengambil kesimpulan mengenai mutu jasa tersebut melalui tampilan
fisik seperti tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol-simbol, dan
harga.
14
2. Inseparabillty (tidak dapat dipisahkan)
Pada umumnya jasa yang diproduksi (dihasilkan) dan dirasakan pada waktu
bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada
pihak lainnya, maka dia akan tetap merupakan bagian dari jasa itu tersebut.
Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan, didistribusikan lewat
berbagai penjual, dan kemudian baru dikonsumsi.
3. Variability (bervariasi)
Jasa senantiasa mengalami perubahan, tergantung dari siapa penyedia jasa,
penerima jasa dan kondisi dimana jasa tersebut diberikan. Kualitas jasa yang
dihasilkan berfluktuasi sehingga memberikan ketidaksamaan dalam kepuasan.
Jadi hasil yang didapat dari waktu ke waktu dan hanya dapat dibedakan lebih
baik atau lebih buruk.
4. Perishability (tidak tahan lama)
Daya tahan suatu jasa tergantung suatu situasi yang diciptakan oleh berbagai
faktor. Keadaan tidak tahan lamanya jasa menyebabkan jasa yang tersedia
pada saat ini tidak dapat digunakan atau dijual pada masa yang akan datang.
2.1.1.3 Klasifikasi Jasa
Ada banyak dasar yang digunakan untuk mengklasifikasi jasa, salah satunya
dari Lovelock, Evans, dan Berman, seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono
(2000;8). Terdapat 7 cara untuk mengklasifikasikan jasa, yaitu :
15
1.
Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa konsumen akhir
dan jasa kepada konsumen organisasi. Sebenarnya ada kesamaan diantara
kedua segmen pasar tersebut dalam pembelian jasa, baik konsumen akhir
maupun
konsumen
organisasional
yaitu
sama-sama
pengambilan keputusan. Meskipun faktor-faktor
melalui
proses
yang mempengaruhi
pembeliannya berbeda. Perbedaan utama antara kedua segmen tersebut adalah
alasan dalam memilih jasa, kuantitas jasa yang dibutuhkan, dan kompleksitas
pengerjaan jasa tersebut.
2.
Tingkat keberwujudan
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan fisik dengan konsumen.
Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Rented good service
Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk
tertentu berdasarkan tarif tertentu selama jangka waktu tertentu pula.
Konsumen
hanya
dapat
menggunakan
produk
tersebut,
karena
kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakan.
Contohnya : Jasa penyewaan mobil, rental dvd, villa, apartemen.
2. Owned goods service
Pada owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen
direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan atau dipelihara oleh
perusahaan jasa. Contohnya : Jasa reparasi (arloji, mobil, sepeda motor).
16
3. Non goods service
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible
(tidak berbentuk) ditawarkan kepada pelanggan. Contohnya: sopir, babysitter, dosen, guru.
3.
Keterampilan penyedia jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas :
- Professional service, misalnnya konsultan, dokter,arsitek,notaris.
- Non professional service, misalnya sopir taksi, satpam.
4.
Tujuan organisasi jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dibagi menjadi :
1. Commercial service, diklasifikasikan menjadi :
Jasa komersial (commercial service) dapat diklasifikasikan lagi menjadi
beberapa jenis (Stanton, Etzel, dan Walker, 1991:151), yaitu :
-
Perumahan, penginapan, mencakup penyewaan.
-
Personal care, mencakup laundry, penitipan anak.
-
Pendidikan swasta.
-
Asuransi, Perbankan, dan jasa finansial lainnya.
-
Transportasi, meliputi jasa angkutan (udara, darat, laut).
-
Komunikasi, terdiri atas perusaaan telekomunikasi.
2. Non profit service, misalnya yayasan, rumah sakit, panti asuhan, sekolah.
17
5.
Regulasi
Dari aspek ini, jasa dapat dibagi menjadi :
- Regulated service, yaitu angkutan umum.
- Non regulated service, yaitu pengecat rumah, makelar, katering.
6.
Tingkat intensitas karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan, jasa dapat dikelompokkan menjadi
dua macam, yaitu :
1. Equipment based service, contohnya : Jasa cuci mobil otomatis, jasa
sumbangan telepon jarak jauh, ATM. Untuk perusahaan yang bersifat
equipment based service mengandalkan penggunaan mesin dan peralatan
canggih yang dapat dikendalikan dan dipantau secara otomatis atau semi
otomatis.
2. People Based Service, contohnya : Pelatih sepakbola, satpam, jasa
akuntansi, konsultan manajemen. People based service ini masih dapat
dikelompokkan menjadi kategori tidak terampil, terampil, dan profesional.
7.
Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dibagi menjadi high contact
service (universitas, bank, dokter) dan low-contact service (bioskop). Pada
jasa yang tingkat kontak dengan pelanggan tinggi, keterampilan interpersonal
karyawan harus diperhatikan oleh perusahaan jasa, karena kemampuan
membina hubungan sangat dibutuhkan dalam berurusan dengan orang banyak,
seperti keramahan.
18
Sedangkan menurut Philip Kotler (2005;112) ciri-ciri produk jasa, adalah
sebagai berikut :
1. Barang Berwujud Murni
Di sini hanya terdiri dari barang yang berwujud. Contohnya : sabun, pasta
gigi, namun tiada jasa yang menyertai produk tersebut.
2. Barang Berwujud yang Disertai Jasa
Di sini terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu atau lebih jasa
untuk mempertinggi daya tarik pelanggan. Contohnya : produsen mobil tidak
hanya menjual mobil saja, melainkan juga kualitas dan pelayanan yang prima
kepada pelanggannya (reparasi, pelayanan paska jual)
3. Campuran
Di sini terdiri dari barang dan jasa dengan porsi yang sama. Contohnya :
restoran yang harus didukung oleh makanan dan pelayanannya.
4. Jasa Utama yang Disertai Barang dan Jasa Tambahan
Di sini terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan dan/atau barang
pelengkap. Contohnya : pengguna internet membeli jasa akses jaringan
internet. Mereka berinteraksi/memperoleh informasi tanpa sesuatu hal yang
berwujud yang memperlihatkan pengeluaran mereka. Namun aktivitas
tersebut meliputi barang berwujud seperti : komputer, dan modem. Jasa
tersebut membutuhkan barang padat modal (komputer dan modem) agar
terealisasi, tapi komponen utamanya adalah jasa.
19
5. Jasa Murni
Di sini hanya terdiri dari jasa saja. Contohnya : baby sitter, psikoterapi.
Akibat dari adanya macam-macam jasa ini, maka sulit untuk menyamaratakan
jasa, kecuali dengan perbedaan lebih lanjut, yaitu :
1. Berdasarkan basis peralatan / basis orang
Contohnya : pencuci mobil otomatis, mesin bejalan, jasa akutansi.
2. Kehadiran klien
Contohnya : pada pembedahan otak pasien harus hadir, potong rambut.
3. Kebutuhan bisnis
Contohnya : dokter akan mendapatkan harga yang berbeda untuk pasien
perorangan dan kelompok karyawan perusahaan.
4. Penyedia jasa berbeda dalam sasarannya (laba atau nirlaba) serta
kepemilikannya (swasta atau publik)
2.1.1.4 Sifat-Sifat Pemasaran Jasa
Terdapat beberapa sifat-sifat dalam pemasaran jasa. Menurut Buchari Alma
(2004:251-253) sifat-sifat dari pemasaran jasa adalah sebagai berikut :
1. Menyesuaikan dengan Selera Konsumen
Gejala buyer’s market dimana pembeli berkuasa memperlihatkan pasar jasa
pada saat ini. Contohnya : Angkutan umum sekarang ini harus
20
memperlihatkan pelayanan mereka dan memperhatikan selera konsumen. Jika
hal tersebut tidak diperhatikan, maka orang tidak tertarik lagi menggunakan
jasa angkutan mereka.
2. Mutu Jasa Dipengaruhi oleh Benda Berwujud (Perlengkapannya)
Jasa sifatnya tidak berwujud, oleh sebab itu konsumen akan memperhatikan
benda berwujud yang memberi pelayanan sebagai patokan terhadap kualitas
jasa yang ditawarkan. Tugas utama perusahaan jasa adalah mengelola benda
berwujud tersebut agar memberikan jasa yang memuaskan, sehingga
konsumen diberi bukti yang meyakinkan bahwa jasa yang ditawarkan adalah
jasa yang terbaik.
3. Keberhasilan
Pemasaran
Jasa Dipengaruhi
oleh
Jumlah
Pendapatan
Penduduk.
Erns Engel mengemukakan bahwa makin tinggi perhatian seseorang, maka
makin tinggi pula persentase yang dibelanjakannya untuk kepentingan
rekreasi, dalam arti meningkatkan permintaan jasa.
4. Saluran Distribusi dalam Pemasaran Jasa Tidak Terlalu Penting.
5. Pada Pemasaran Jasa Tidak Ada Pelaksanaan Fungsi Penyimpanan.
Jasa diproduksi bersamaan dengan waktu konsumsi, jadi tidak ada jasa yang
dapat disimpan. Contoh : jika kursi dalam pesawat yang berangkat dari
Bandung ke Istanbul tidak terisi, maka hal itu menjadi suatu kerugian bagi
perusahaan. Karena, tempat duduk yang kosong tersebut tidak dapat dijual
kembali besok, karena besok akan ada lagi kegiatan pemasaran baru.
21
2.1.1.5 Kualitas Pelayanan
Pelayanan adalah suatu tindakan atau kinerja yang diberikan oleh perusahaan,
baik kepada karyawannya maupun langsung kepada pelanggannya. Kualitas
pelayanan yang baik (dapat memenuhi harapan pelanggan), akan meningkatkan
kepuasan kepada para penggunanya Menurut Parasuraman et.all (1998) kualitas
pelayanan adalah :
“Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka pelayanan dapat dikatakan
bermutu. Sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka
pelayanan dikatakan tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan
harapan, maka pelayanan disebut memuaskan. Dengan demikian, service
quality dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan
dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima/peroleh”.
Secara spesifik, pengertian pelayanan tehadap konsumen menurut Davidof &
Utai (1989;22), adalah seluruh gambaran, tindakan dan informasi yang membesarkan
kemampuan konsumen untuk menyadari nilai potensial dari inti produk maupun jasa.
Pada prinsipnya ada tiga kunci dalam memberikan pelayanan yang unggul kepada
pelanggan, yaitu :
1. Kemampuan untuk memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan,
2. Pengembangan database yang lebih akurat daripada pesaing (mencakup data
kebutuhan dan keinginan setiap segmen pelanggan dan perubahan kondisi
persaingan), dan
3. Pemanfaatan informasi yang diperoleh dari riset pasar dalam suatu kerangka
strategi.
22
Sedangkan Zeithaml, Bitner & Dwayne (2009:103) mendefinisikan bahwa :
“Kualitas pelayanan adalah sebuah fokus evaluasi yang merefleksikan
persepsi pelanggan tentang kualitas layanan reliabilitas, kualitas jaminan,
kualitas tanggung jawab, kualitas empati dan kualitas fisik.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa
dapat diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta
ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.
2.1.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan
Parasuraman et.al., seperti yang dikutip oleh Tjiptono (2005:121),
mengemukakan bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas
pelayanan, yaitu :
1. Persepsi pelanggan atas pelayanan yang mereka terima (Perceived Service).
Pelayanan harus dimulai dari kebutuhan konsumen, dan berakhir pada
persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra pelayanan yang baik bukanlah
berdasarkan sudut pandang / persepsi dari pihak penyedia pelayanan,
melainkan berdasarkan sudut pandang / persepsi pelanggan.
2. Harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka inginkan (Expected Service).
Dalam konteks pelayanan dan kepuasan, telah tercapai konsensus bahwa
harapan pelanggan memiliki peranan yang besar sebagai faktor perbandingan
evaluasi terhadap kinerja pelayanan.
23
Berdasarkan pendapat di atas, maka tingginya tingkat kualitas pelayanan dapat
diukur dengan membandingkan antara expected service dengan perceived service.
Olson & Dover, seperti yang dikutip Tjiptono (2005:122), berpendapat bahwa :
“Harapan/ekspektasi pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum
mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam
menilai kinerja produk bersangkutan. Setiap konsumen yang berbeda dapat
menerapkan tipe ekspektasi yang berbeda untuk situasi yang berbeda”.
Zeithaml, seperti yang dikutip Tjiptono (2005:126-128), mengidentifikasi
bahwa terdapat 10 fakto-faktor utama yang mempengaruhi harapan pelanggan, yaitu :
1. Enduring Service Intensifier
Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan
untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan
yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi seseorang mengenai jasa.
Seorang pelanggan akan mengharapkan bahwa ia seharusnya juga dilayani
dengan baik oleh penyedia jasa.
2. Personal Needs
Faktor ini merupakan kebutuhan yang mendasar dari seorang pelanggan yang
meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis
3. Transitory Service Intensifier
Faktor ini meliputi situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan
jasa dan ingin penyedia jasa dapat membantunya, serta jasa terakhir yang
dikonsumsinya.
24
4. Perceived Sevice Alternatives
Faktor ini merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat/derajat pelayanan
perusahaan lain yang sejenis.
5. Self Perceived Service Role
Faktor ini adalah persepsi terhadap tingkat/derajat keterlibatannya dalam
mempengaruhi jasa yang diterimanya.
6. Situational Factors
Faktor ini terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja
jasa yang berada diluar kendali penyedia jasa.
7. Explicit Service Promise
Faktor ini merupakan pernyataan oleh organisasi tentang jasanya. Contohnya:
iklan, dan personal selling.
8. Implicit Service Promise
Faktor ini berkaitan dengan jasa yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan
tentang jasa yang bagaimana seharusnya dan yang akan diberikan, meliputi
biaya untuk memperoleh jasa (harga), alat-alat kelengakan, sehingga
pelanggan dapat menilai apakah jasa tersebut ekslusif, biasa, buruk.
9. Word of Mouth
Faktor ini merupakan pernyataan yang disampaikan oleh orang lain seperti
para pakar, selebritis, teman, keluarga, dsb.
25
10. Past Experience
Faktor ini merupakan pengalaman yang terjadi di masa lalu terhadap
konsumsi suatu jasa.
2.1.1.7 Prinsip-Prinsip Kualitas Pelayanan
Untuk menciptakan suatu perusahaan yang kondusif, terdapat prinsip-prinsip
yang harus dijadikan acuan dalam pemberian kualitas jasa, prinsip tersebut menurut
Wolkins, dalam Scheuing & Christopher (1993) seperti yang dikutip oleh Fandy
Tjiptono (1997:71), adalah sebagai berikut :
1. Kepemimpinan.
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari
manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk
meningkatkan kinerja kualitas pelayanannya, tanpa adanya kepemimpinan
dari manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya
berdampak kecil bagi perusahaan.
2. Pendidikan.
Agar pelayanan yang dihasilkan berkualitas, maka diperlukan pendidikan
yang memadai dari setiap anggota organisasi di dalam proses pelaksanaan
pelayanan.
26
3. Perencanaan.
Meliputi pengukuran dan tujuan kualitas pelayanan yang dipergunakan dalam
mengarahkan persoalan untuk mencapai visi dan misi organisasi.
4. Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi
manajemen untuk mengubah perilaku organisasi. Proses ini merupakan suatu
mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang konsisten dan terus
menerus untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.
5. Komunikasi.
Implementasi strategi dalam organisasi dipengaruhi oleh komunikasi terhadap
karyawan, pelanggan, dan stakeholders perusahaan.
6. Total Human Reward
Penghargaan
dan
pengakuan
merupakan
aset
yang
penting
dalam
implementasi strategi kualitas pelayanan. Setiap karyawan yang berprestasi
perlu diberi penghargaan agar memiliki motivasi untuk selalu memberikan
pelayanan yang berkualitas.
2.1.1.8 Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut Zeitham, Bitner dan Dwayne (2009:111), terdapat lima dimensi
kualitas pelayanan yang dapat dirincikan, yaitu :
27
1. Berwujud (Tangible).
Berkenaan dengan daya tarik yang meliputi : fasilitas fisik, perlengkapan,
serta material yang digunakan perusahaan, dan penampilan karyawan.
2. Keandalan (reliability)
Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang
akurat sejak, pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan
menyampaikan pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati.
3. Daya tanggap (responsiveness)
Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta
menginformasikan
kapan
pelayanan
akan
diberikan
dan
kemudian
memberikana pelayanan secara tepat.
4. Jaminan (assurance)
Perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan
terhadap perusahaan, dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi
pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap
sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
5. Empati (emphaty)
Berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak
demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada
para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
28
Sedangkan dimensi kualitas pelayanan menurut Garvin, dalam Tjiptono
(2005:130), terdiri dari delapan macam dimensi yaitu :
1. Performance
Yaitu karakteristik operasi pokok pada produk inti (Core Product) yang
dibeli. Contohnya : kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang,
dan sebagainya.
2. Feature
Yaitu ciri-ciri tambahan produk, yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.
Contohnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti dash board, AC, sound
system, door lock system, dan sebagainya.
3. Conformance to Spesification
Yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang
telah ditetapkan sebelumnya. Contohnya : standar keamanan dan emisi
terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar
dibanding mobil sedan.
4. Reliability
Yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
Contohnya : mobil tidak sering mogok/rusak.
5. Durability
Yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat digunakan.
Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan
mobil.
29
6. Aesthetics
Yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Contohnya : bentuk fisik
mobil yang menarik, model/desain yang artistik, warna, dan sebagainya.
7. Perceived Quality
Yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut atau fitur
produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari
aspek harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara
pembuatnya.
8. Serviceability
Yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, mudah direparasi, serta penanganan
keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya
sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual,
yang juga mencakup layanan reparasi dan ketersediaan komponen yang
dibutuhkan.
2.1.1.9 Pengukuran Kualitas Pelayanan
Tidak terpenuhinya antara harapan pelanggan dengan tingkat kualitas
jasa/pelayanan
yang
diberikan
oleh
perusahaan
menyebabkan
munculnya
kesenjangan (gap) seperti yang di ungkapkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry,
di dalam buku Tjiptono (2005:122-123), dengan formulasi model kualitas jasa
30
dengan lima kesenjangan yang dapat menimbulkan kegagalan dalam memberikan
pelayanan, seperti :
1. Gap Antara Harapan Konsumen dan Persepsi Manajemen (Pemasar)
Pada kenyataannya, pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat
merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat.
Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya
didesain, dan jasa-jasa pendukung apa saja yang diinginkan konsumen.
2. Gap Antara Persepsi Manajemen Terhadap Harapan Konsumen dan
Spesifikasi Kualitas Jasa.
Kadangkala, manajemen mampu memahami secara tepat, apa yang diinginkan
oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun sesuatu standar kinerja tertentu
yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya komitmen total dari pihak
manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena
adanya kelebihan permintaan.
3. Gap Antara Spesipikasi Kualitas Jasa dan Penyampaian Jasa
Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya dikarenakan oleh
karyawan yang kurang terlatih, beban kerja yang melampaui batas, tidak dapat
memenuhi standar kerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja
yang telah ditetapkan.
31
4. Gap Antara Penyampaian Jasa dan Komunikasi Eksternal.
Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji
yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila
janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.
5. Gap Antara Jasa yang Dirasakan dan Jasa yang Diharapkan
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan
dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas
jasa tersebut.
Komunikasi dari
mulut ke mulut
Kebutuhan
Pribadi
Pengalaman
masa lalu
Pelayanan yang diharapkan
Gap 5
Pelayanan yang dipersepsikan
Konsumen
Pemasar
Gap 4
Gap 1
Penyampaian pelayanan (termasuk
sebelum dan sesudah kontak)
Gap 3
Penerjemahan persepsi menjadi
spesifikasi kualitas pelayanan
Gap 2
Persepsi manajemen mengenai
harapan konsumen
Sumber : Kotler dan Keller (2006:383)
Gambar 2.1
Kesenjangan Kualitas Pelayanan
Komunikasi
eksternal ke pelanggan
32
Setelah mengetahui aspek-aspek mana saja yang terdapat kesenjangan di
dalamnya, maka dapat dilakukan suatu pengukuran kualitas pelayanan guna
memberikan pelayanan yang lebih baik lagi di masa depan. Pengukuran kualitas
pelayanan dalam model Servqual didasarkan pada skala multi-item yang dirancang
untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan, serta gap diantara keduanya pada
lima dimensi utama kualitas jasa (reabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti
fisik).
Evaluasi kualitas jasa menggunakan model servqual mencakup perhitungan
diantara nilai yang diberikan para pelanggan untuk setiap pasang pernyataan
berkaitan dengan harapan dan persepsi. Skor servqual untuk setiap pasang pernyataan
bagi masing-masing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus Zeithaml, seperti
yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2005:157), sebagai berikut :
Skor Servqual = Skor Persepsi – Skor Harapan
Gambar 2.2
Skor Servqual
2.1.2 Konsep Kepuasan Pelanggan
2.1.2.1 Pengertian Kepuasan
Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin, yakni “satis” yang
memiliki arti cukup baik, atau memadai, dan “facto” yang berarti melakukan atau
membuat. Sehingga, secara sederhana kata satisfaction (kepuasan) dapat diartikan
33
sebagai upaya pemenuhan suatu hal. Namun, jika ditinjau dari perspektif perilaku
konsumen, istilah kepuasan pelanggan menjadi sesuatu yang lebih kompleks, bahkan,
hingga saat ini belum dicapai kesepakatan mengenai konsep kepuasan pelanggan.
Kotler dan Keller (2006:136) mendefinisikan bahwa :
“Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja atau hasil
produk dan harapan-harapannya”.
Sedangkan Oliver, seperti yang dikutip oleh Barnes (2003:64), menyatakan
bahwa :
“Kepuasan adalah tanggapan atas terpenuhinya kebutuhan yang berarti bahwa
nilai pelanggan atas barang dan jasa memberikan tingkat kenyamanan yang
terkait dengan suatu pemenuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang tidak
sesuai harapan atau pemenuhan yang melebihi harapan pelanggan”.
Definisi kepuasan juga dipaparkan oleh Tse dan Wilson, di dalam buku
Nasution (2004:104), yang menyatakan bahwa :
“Kepuasan atau ketidakpuasan adalah respon pelangan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian atau konfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya
dan kinerja actual produk yang dirasakan setelah memakainya”.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pelanggan adalah respon dari perilaku yang ditunjukkan oleh pelanggan dengan
membandingkan : antara kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapan. Apabila hasil
yang dirasakan berada di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Sebaliknya
bila hasil telah sesuai dengan harapan, maka pelanggan akan merasa puas, dan
apabila hasil melebihi harapan, maka pelangan akan merasa sangat puas.
34
2.1.2.2 Model Konseptual Kepuasan Pelanggan
Sejumlah model teoritikal telah dikemukakan dan digunkan untuk
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan/ketidakpuasan pelanggan.
Diantaranya adalah model diskonfirmasi harapan (expectancy disconfirmation
model), equity theory, attribution theory, dan experimentially-based affective
feelings).
1. Expectancy Disconfirmation Model
Model ini mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi yang
memberikan hasil, dimana pengalaman yang dirasakan setidaknya sama
baiknya (sesuai) dengan yang diharapkan. Secara skematik, model ini
ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
35
Pengalaman produk /
nilai sebelumnya
Harapan Terhadap Kinerja
Seharusnya Tertentu
Evaluasi Terhadap Kinerja
Aktual Merek Bersangkutan
Evaluasi Kesesuaian / ketidaksesuaian Antara
HarapanDan Kinerja
Ketidakpuasan Emosional
Konfirmasi Harapan
Kepuasan Emosional
Kinerja Gagal Memenuhi
Kinerja tidak terlalu berbeda
dengan Harapan
Kinerja Melampaui Harapan
Sumber : Woodruff, Cadotte & Jenkins (1983), dalam Fandy Tjiptono (2000).
Gambar 2.3
Pembentukan Kepuasan/Ketidakpuasan Pelanggan
2. Equity Theory
Setiap orang menganalisis pertukaran antara dirinya dengan pihak lain guna
menentukan sejauh mana pertukaran tersebut adil atau fair. Equity theory
beranggapan bahwa orang menganalisis rasio input dan hasilnya (outcome)
dengan rasio input dan hasil mitra pertukarannya. Jika ia merasa bahwa
rasionya unfavorable dibandingkan anggota lainnya dalam pertukaran
36
tersebut, maka ia cenderung akan merasakan adanya ketidakadilan. Rasio ini
dapat ditunjukkan secara sederhana sebagai berikut :
Hasil A Hasil B
≈
Input A Input B
Dengan demikian, hasil yang diperoleh individu A dari pertukaran dibagi
dengan input yang diberikannya harus sama dengan hasil yang didapatkan
oleh individu B dari pertukatan tersebut dan dibagi input individu B. Apabila
rasio tersebut dipersepsikan tidak sama (tidak seimbang), terutama jika
dirasakan unfavorable bagi pelanggan yang melakukan evaluasi, maka yang
terjadi adalah ketidakpuasan.
3. Attribution Theory
Attribution theory mengidentifikasi proses yang dilakukan seseorang dalam
menentukan penyebab aksi/tindakan dirinya, orang lain, serta objek tertentu.
Atribusi yang dilakukan seseorang dapat sangat mempengaruhi kepuasan
purnabelinya terhadap produk atau jasa tertentu, karena atribusi memoderasi
perasaan puas atau tidak puas.
4. Experimentaly-Based Affective Feelings
Pendekatan ini berpandangan bahwa tingkat kepuasan pelanggan dipengaruhi
oleh perasaan positif dan negatif yang diasosiasikan pelanggan dengan barang
atau jasa tertentu setelah pembeliannya. Dengan kata lain, selain pemahaman
37
kognitif mengenai diskonfirmasi harapan, perasaan yang timbul dalam proses
purna beli juga mempengaruhi perasaan puas atau tidak puas terhadap produk
yang dibeli.
2.1.2.3 Pengukuran Tingkat Kepuasan
Dalam hal pengukuran pengukuran kepuasan pelanggan, ada tiga aspek
penting yang saling berkaitan dengan apa yang diukur, dan metode pengukuran.
Mengingat kepuasan pelanggan merupakan ukuran yang relatif, maka pengukurannya
tidak boleh hanya bersifat one-time, single shot studies. Namun sebaiknya
pengukuran kepuasan pelanggan harus dilakukan secara reguler agar dapat menilai
setiap perubahan yang terjadi dalam kaitannya dengan jalinan relasi dengan setiap
pelanggan. Selain itu perusahaan juga dapat melakukan patok duga (benchmarking)
dengan kinerja masa lalu dan kinerja para pesaing.
A. Apa yang diukur
Tidak ada satupun ukuran tunggal terbaik mengenai kepuasan pelanggan yang
disepakati secara universal. Meskipun demikian, ditengah beragamnya cara
mengukur kepuasan pelanggan, terdapat beberapa kesamaan, paling tidak
dalam lima konsep inti, yaitu :
1. Kepuasan Pelanggan Keseluruhan
Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan
adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas dengan
38
produk atau jasa spesifik tertentu. Biasanya ada dua bagian dalam
proses
pengukurannya.
Pertama,
mengukur
tingkat
kepuasan
pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan bersangkutan. Kedua,
menilai dan membandingkannya dengan tingkat kepuasan pelanggan
keseluruhan terhadap produk dan atau jasa para pesaing.
2. Dimensi Kepuasan Pelanggan
Berbagai
penelitian
memilah
kepuasan
pelanggan
ke
dalam
komponen-komponennya. Umumnya proses semacam itu terdiri dari
empat langkah. Pertama, mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci
kepuasan pelanggan. Kedua, meminta pelanggan menilai produk atau
jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik seperti kecepatan
layanan atau keramahan staf pelayanan pelanggan. Ketiga, meminta
pelanggan menilai produk dan atau jasa pesaing berdasarkan item-item
spesifik yang sama. Keempat, meminta para pelanggan untuik
menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting
dalam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan.
3. Konfirmasi Harapan
Dalam konsep ini kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan
berdasarkan kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan pelanggan
dengan kinerja aktual produk perusahaan.
39
4. Kesediaan untuk Merekomendasi
Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama (seperti
pembelian mobil, broker rumah, komputer, dan lain-lain) kesediaan
pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau
keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan
ditindaklanjuti.
5. Ketidakpuasan Pelanggan
Beberapa aspek yang sering ditelaah guna mengetahui ketidakpuasan
pelanggan, meliputi; (a) complaint, (b) retur atau pengembalian
produk, (c) biaya garansi, (d) recall, (e) word of mouth yang negatif,
dan (f) defections.
B. Metode Pengukuran
1. Survei Kepuasan Pelanggan
Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan pelanggan
menggunakan metode survei, baik via pos, telepon, e-mail, maupun
wawancara langsung. Perusahaan akan memperoleh tanggapan dan
umpan balik langsung dari pelanggan dan juga memberikan sinyal
positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka.
2. Sistem Keluhan dan Saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer
oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para
pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan
40
mereka. Misalnya dengan menyediakan kotak saran dan keluhan, kartu
komentar, dll. Informasi yang diperoleh melalui media ini dapat
memberikan ide-ide baru atau masukan berharga pada perusahaan,
sehingga memungkinkan untuk bereaksi dan tanggap, dan cepat dalam
mengatasi masalah yang timbul.
2.1.3 Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan
Kualitas pelayanan dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Produk/jasa yang berkualitas mempunyai peranan
penting untuk membentuk kepuasan pelanggan. Semakin berkualitas produk dan jasa
yang diberikan, maka kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan semakin tinggi.
Schnaars, seperti yang dikutip Tjiptono (1996:78), berpendapat bahwa :
“Tujuan suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan merasa puas.
Kualitas jasa yang unggul dan konsisten dapat menumbuhkan kepuasan
pelanggan dan akan memberikan berbagai manfaat.”
Sedangkan Kotler, seperti yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001:158)
berpendapat bahwa :
“Untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama
yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu :
1. Kualitas produk
Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Kualitas pelayanan
Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang
baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
41
3. Emosional
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang
lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek
tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai
sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap
merek tertentu.
4. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang relatif murah akan memberikan nilai yang relatif tinggi kepada
pelanggannya.
5. Biaya
Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung
puas terhadap produk atau jasa itu”.
Sedangkan Mowen (1995) berpendapat bahwa :
“Faktor yang paling penting untuk menciptakan kepuasan konsumen adalah
kinerja dari agen yang biasanya diartikan dengan kualitas dari agen tersebut”.
Tidak terpenuhinya antara harapan pelanggan dapat menyebabkan terjadinya
kesenjangan (gap). Dalam konsep pelayanan, kualitas merupakan hal utama yang
paling mempengaruhi pelanggan akan membeli jasa itu kembali atau tidak. Pelanggan
yang menyatakan puas terhadap suatu pelayanan akan berusaha mengingat dan
tertarik untuk menggunakan pelayanan itu kembali. Bahkan, ketika kualitas
pelayanan sudah dirasakan cukup tinggi, maka pelanggan tersebut memiliki
kemungkinan akan menjadi pemasar dari jasa yang telah ia rasakan kepada konsumen
lain.
Menurut Zeitham, Bitner dan Dwayne (2009:111), terdapat lima dimensi
kualitas pelayanan yang dapat dirincikan, yaitu :
42
1. Berwujud (Tangible).
Berkenaan dengan daya tarik yang meliputi : fasilitas fisik, perlengkapan,
serta material yang digunakan perusahaan, dan penampilan karyawan.
2. Keandalan (reliability)
Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang
akurat sejak, pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan
menyampaikan pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati.
3. Daya tanggap (responsiveness)
Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta
menginformasikan
kapan
pelayanan
akan
diberikan
dan
kemudian
memberikana pelayanan secara tepat.
4. Jaminan (assurance)
Perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan
terhadap perusahaan, dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi
pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap
sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
5. Empati (emphaty)
Berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak
demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada
para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
43
Kualitas pelayanan jasa mempengaruhi para pelanggan dalam menilai apakah
pelayanan yang diberikan oleh suatu perusahaan memuaskan atau tidak. Setelah
konsumen merasakan suatu pelayanan, maka akan timbul beberapa pertanyaan dalam
benak pelanggan yang di dalamnya terkandung dua dimensi kepuasan, yaitu :
1. Perasaan tentang pelayanan yang ia rasakan (perceived dimension)
2. Harapan (excpected dimension).
Dari dua dimensi tersebut, dapat dihitung nilai kepuasan pelanggan terhadap
pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, dengan cara membandingkan perceived
dimension dengan expected dimension tersebut. Dari penghitungan melalui dua
dimensi tersebut, maka akan didapat nilai dari kepuasan tersebut.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan
memiliki peranan penting di dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan, selain
kualitas produk, emosional pelanggan, harga dan biaya yang juga mempengaruhi
kepuasan pelanggan.
2.2
Kerangka Pemikiran
Di dalam persaingan di dunia usaha yang semakin kompetitif seperti saat ini,
perusahaan harus bisa merumuskan strategi pemasaran yang baik. Oleh karena itu,
penting bagi perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan/jasa untuk menerapkan
44
konsep pemasaran sosial dalam memasarkan jasanya, dimana konsep ini mengacu
pada tugas utama perusahaan yaitu menghasilkan kepuasan pelanggan melalui
pemberian pelayanan yang berkualitas yang dapat memuaskan pelanggan.
Pelayanan mempunyai karakteristik-karakteristik tersendiri, menurut Philip
Kotler (2005;112) karakteristik-karakteristik tersebut adalah :
1. Tidak Berwujud (Intangible)
Pelayanan tidak berwujud seperti produk fisik, tidak dapat dirasakan, dan
dinikmati sebelum dibeli oleh konsumen.
2. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparibility)
Pada umumnya Pelayanan diproduksi dan dirasakan pada waktu bersamaan.
3. Bervariasi (Variability)
Pelayanan senantiasa mengalami perubahan, tergantung dari siapa penyedia
pelayanan tersebut, penerimanya, dan kondisi dimana pelayanan diberikan.
4. Tidak Tahan Lama (Perishability)
Daya tahan suatu pelayanan tergantung dari situasi yang diciptakan oleh
berbagai faktor.
Berdasarkan karakteristik-karakteristik tersebut, maka yang menjadi tolak
ukur adalah kualitas pelayanannya. Oleh sebab itu, perusahaan perlu menilai dimensidimensi apa saja yang berada di dalam pelayanan yang diberikan, yang akan
mempengaruhi kepuasan pelanggan. Contohnya : kestabilan koneksi internet yang
45
dianggap penting dan ternyata menurut pengalaman pengguna koneksinya stabil,
maka pengguna akan merasa puas.
Wyckof, seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2002;59), berpendapat
bahwa :
“Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut memenuhi keinginan
pelanggan”.
Menurut Zeithaml, Bitner dan Dwayne (2009:111), terdapat lima dimensi
kualitas pelayanan, yaitu :
1. Berwujud (Tangible).
Berkenaan dengan daya tarik yang meliputi : fasilitas fisik, perlengkapan,
serta material yang digunakan perusahaan, dan penampilan karyawan.
2. Keandalan (reliability)
Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang
akurat sejak, pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan
menyampaikan pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati.
3. Daya tanggap (responsiveness)
Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta
menginformasikan
kapan
pelayanan
memberikana pelayanan secara tepat.
akan
diberikan
dan
kemudian
46
4. Jaminan (assurance)
Perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan
terhadap perusahaan, dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi
pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap
sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
5. Empati (emphaty)
Berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak
demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada
para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
Apabila pelayanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh pelanggan (expected service), maka kualitas pelayanan dapat
dipersepsikan baik atau memuaskan. Namun, jika pelayanan yang diterima/dirasakan
lebih rendah dari apa yang dipersepsikan oleh pelanggan, maka kualitas pelayanan
dipersepsikan buruk atau tidak memuaskan. Dengan demikian, baik tidaknya kualitas
pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia pelayanan dalam memenuhi
harapan pelanggannya secara konsisten.
Dengan adanya pelayanan berkualitas yang diberikan oleh perusahaan, maka
akan memberikan nilai lebih bagi pelanggan. Pelayanan harus diberikan terusmenerus kepada pelanggan, karena pelayanan dapat memberikan nilai tambah secara
47
berkesinambungan, sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan melalui
penciptaan nilai yang dapat membuat perusahaan berbeda dengan pesaingnya.
Pelayanan biasanya mempunyai kualitas pengalaman dan kepercayaan yang
tinggi, serta akan terdapat lebih banyak risiko dalam penggunaannya. Hal ini
mengandung beberapa konsekuensi. Pertama, pengguna pelayanan umumnya
mengandalkan cerita dari mulut ke mulut daripada iklan. Kedua, mereka sangat
mengandalkan harga, petugas, dan petunjuk fisik untuk menilai mutunya. Ketiga,
mereka sangat setia pada penyedia pelayanan yang memuaskan mereka.
Untuk memberikan kualitas pelayanan yang dapat memberikan kepuasan
kepada pelanggan, perusahaan harus mengetahui hal apa saja yang dianggap penting
oleh para pelanggan. Menurut Kotler (2005:70) :
“Perusahaan harus berusaha untuk menghasilkan kinerja sebaik mungkin,
sehingga dapat memuaskan pelanggan. Maka dari itu diperlukan Importance
and Performance Analysis untuk mengetahui hal apa saja yang dianggap
penting, cukup penting, maupun tidak terlalu penting oleh pelanggan sehingga
perusahaan dapat mengetahui kekurangan dan kelebihannya”.
Dari penjelasan teori di atas, dapat dibuat kerangka pemikiran yang
menghubungkan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan, yang dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
48
Rekomendasi dari
Orang Lain
Kebutuhan
Pribadi
Pengalaman Masa
Lalu
Unsur Kualitas Pelayanan
1. Reliability
Pelayanan yang
diharapkan
Kepuasan yang
2. Responsivennes
3. Assurance
GAP
pelanggan
4. Empathy
5. Tangibles
dirasakan
Pelayanan yang
dirasakan
Gambar 2.4
Kerangka Pemikiran Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan
49
Adapun model penelitian dari kerangka pemikiran di atas, dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :
KUALITAS
PELAYANAN
KEPUASAN
PELANGGAN
Dimensi :
1. Tangible, yakni kualitas
sarana fisik Speedy.
2. Reliability, yakni kualitas
kendalan Speedy.
3. Responsiveness, yakni
kualitas daya tanggap
Speedy.
4. Assurance, yakni kualitas
kompetensi karyawan
Speedy.
5. Empathy, yakni
kemampuan Speedy
memahami kebutuhan
pelanggan
Dimensi :
PENGARUH
1. Kualitas pelayanan
yang diharapkan
pelanggan (expected
service)
2. Kualitas pelayanan
yang nyata dirasakan
pelanggan
(perceived service)
Sumber : Zeithaml, Dwayne
dan Bitner (2009:111)
Gambar 2.5
Paradigma Penelitian
2.3
Hipotesis
Suharsimi Arikunto (2002:64) berpendapat bahwa hipotesis sebagai suatu
jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai
terbukti melalui data yang terkumpul.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka hipotesis yang diajukan oleh
penulis adalah sebagai berikut :
“Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan”.
Download