BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Konsep Kualitas Pelayanan 2.1.1.1 Pengertian Jasa Perkembangan pemasaran berawal dari tukar-menukar barang secara sederhana tanpa menggunakan alat tukar berupa uang ataupun logam mulia. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka semakin dibutukannya suatu alat tukar yang berlaku umum dan untuk itulah diciptakan suatu alat tukar yaitu uang. Disamping itu, manusia juga memerlukan jasa yang mengurus hal-hal tertentu, sehingga jasa menjadi bagian utama dalam pemasaran. Valerie A. Zeithaml dan Mary Jo Bitner (2004:3) berpendapat bahwa : “Include all economic activities whose output not a physical product or construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides added value in forms (such as convenience, amusement, timeliness, comfort, or health) that are essentially intangible concerns of its first purchaser.” Sedangkan Philip Kotler (2005;111) berpendapat bahwa : “Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik”. 12 13 Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jasa sebenarnya tidak berwujud, tetapi untuk menghasilkannya diperlukan adanya barang berwujud. Jasa/pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Dalam strategi pemasaran, definisi jasa harus diamati dengan baik, karena pengertiannya sangat berbeda dengan produk yang berupa barang. Kondisi cepat lambatnya pertumbuhan jasa akan sangat bergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja (penampilan) yang ditawarkan oleh pihak produsen. 2.1.1.2 Karakteristik Jasa Jasa memiliki beberapa karakteristik utama. Menurut Philip Kotler (2005:112), karakteristik-karakteristik jasa dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Intangible (tidak berwujud) Jasa berbeda dengan produksi fisik, dimana jasa tidak berwujud, tidak dapat dilihat, dikecup, dirasakan. Untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen jasa akan mengambil kesimpulan mengenai mutu jasa tersebut melalui tampilan fisik seperti tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol-simbol, dan harga. 14 2. Inseparabillty (tidak dapat dipisahkan) Pada umumnya jasa yang diproduksi (dihasilkan) dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya, maka dia akan tetap merupakan bagian dari jasa itu tersebut. Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan, didistribusikan lewat berbagai penjual, dan kemudian baru dikonsumsi. 3. Variability (bervariasi) Jasa senantiasa mengalami perubahan, tergantung dari siapa penyedia jasa, penerima jasa dan kondisi dimana jasa tersebut diberikan. Kualitas jasa yang dihasilkan berfluktuasi sehingga memberikan ketidaksamaan dalam kepuasan. Jadi hasil yang didapat dari waktu ke waktu dan hanya dapat dibedakan lebih baik atau lebih buruk. 4. Perishability (tidak tahan lama) Daya tahan suatu jasa tergantung suatu situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor. Keadaan tidak tahan lamanya jasa menyebabkan jasa yang tersedia pada saat ini tidak dapat digunakan atau dijual pada masa yang akan datang. 2.1.1.3 Klasifikasi Jasa Ada banyak dasar yang digunakan untuk mengklasifikasi jasa, salah satunya dari Lovelock, Evans, dan Berman, seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2000;8). Terdapat 7 cara untuk mengklasifikasikan jasa, yaitu : 15 1. Segmen Pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa konsumen akhir dan jasa kepada konsumen organisasi. Sebenarnya ada kesamaan diantara kedua segmen pasar tersebut dalam pembelian jasa, baik konsumen akhir maupun konsumen organisasional yaitu sama-sama pengambilan keputusan. Meskipun faktor-faktor melalui proses yang mempengaruhi pembeliannya berbeda. Perbedaan utama antara kedua segmen tersebut adalah alasan dalam memilih jasa, kuantitas jasa yang dibutuhkan, dan kompleksitas pengerjaan jasa tersebut. 2. Tingkat keberwujudan Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1. Rented good service Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk tertentu berdasarkan tarif tertentu selama jangka waktu tertentu pula. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakan. Contohnya : Jasa penyewaan mobil, rental dvd, villa, apartemen. 2. Owned goods service Pada owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan atau dipelihara oleh perusahaan jasa. Contohnya : Jasa reparasi (arloji, mobil, sepeda motor). 16 3. Non goods service Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk) ditawarkan kepada pelanggan. Contohnya: sopir, babysitter, dosen, guru. 3. Keterampilan penyedia jasa Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas : - Professional service, misalnnya konsultan, dokter,arsitek,notaris. - Non professional service, misalnya sopir taksi, satpam. 4. Tujuan organisasi jasa Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dibagi menjadi : 1. Commercial service, diklasifikasikan menjadi : Jasa komersial (commercial service) dapat diklasifikasikan lagi menjadi beberapa jenis (Stanton, Etzel, dan Walker, 1991:151), yaitu : - Perumahan, penginapan, mencakup penyewaan. - Personal care, mencakup laundry, penitipan anak. - Pendidikan swasta. - Asuransi, Perbankan, dan jasa finansial lainnya. - Transportasi, meliputi jasa angkutan (udara, darat, laut). - Komunikasi, terdiri atas perusaaan telekomunikasi. 2. Non profit service, misalnya yayasan, rumah sakit, panti asuhan, sekolah. 17 5. Regulasi Dari aspek ini, jasa dapat dibagi menjadi : - Regulated service, yaitu angkutan umum. - Non regulated service, yaitu pengecat rumah, makelar, katering. 6. Tingkat intensitas karyawan Berdasarkan tingkat intensitas karyawan, jasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu : 1. Equipment based service, contohnya : Jasa cuci mobil otomatis, jasa sumbangan telepon jarak jauh, ATM. Untuk perusahaan yang bersifat equipment based service mengandalkan penggunaan mesin dan peralatan canggih yang dapat dikendalikan dan dipantau secara otomatis atau semi otomatis. 2. People Based Service, contohnya : Pelatih sepakbola, satpam, jasa akuntansi, konsultan manajemen. People based service ini masih dapat dikelompokkan menjadi kategori tidak terampil, terampil, dan profesional. 7. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dibagi menjadi high contact service (universitas, bank, dokter) dan low-contact service (bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggan tinggi, keterampilan interpersonal karyawan harus diperhatikan oleh perusahaan jasa, karena kemampuan membina hubungan sangat dibutuhkan dalam berurusan dengan orang banyak, seperti keramahan. 18 Sedangkan menurut Philip Kotler (2005;112) ciri-ciri produk jasa, adalah sebagai berikut : 1. Barang Berwujud Murni Di sini hanya terdiri dari barang yang berwujud. Contohnya : sabun, pasta gigi, namun tiada jasa yang menyertai produk tersebut. 2. Barang Berwujud yang Disertai Jasa Di sini terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu atau lebih jasa untuk mempertinggi daya tarik pelanggan. Contohnya : produsen mobil tidak hanya menjual mobil saja, melainkan juga kualitas dan pelayanan yang prima kepada pelanggannya (reparasi, pelayanan paska jual) 3. Campuran Di sini terdiri dari barang dan jasa dengan porsi yang sama. Contohnya : restoran yang harus didukung oleh makanan dan pelayanannya. 4. Jasa Utama yang Disertai Barang dan Jasa Tambahan Di sini terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan dan/atau barang pelengkap. Contohnya : pengguna internet membeli jasa akses jaringan internet. Mereka berinteraksi/memperoleh informasi tanpa sesuatu hal yang berwujud yang memperlihatkan pengeluaran mereka. Namun aktivitas tersebut meliputi barang berwujud seperti : komputer, dan modem. Jasa tersebut membutuhkan barang padat modal (komputer dan modem) agar terealisasi, tapi komponen utamanya adalah jasa. 19 5. Jasa Murni Di sini hanya terdiri dari jasa saja. Contohnya : baby sitter, psikoterapi. Akibat dari adanya macam-macam jasa ini, maka sulit untuk menyamaratakan jasa, kecuali dengan perbedaan lebih lanjut, yaitu : 1. Berdasarkan basis peralatan / basis orang Contohnya : pencuci mobil otomatis, mesin bejalan, jasa akutansi. 2. Kehadiran klien Contohnya : pada pembedahan otak pasien harus hadir, potong rambut. 3. Kebutuhan bisnis Contohnya : dokter akan mendapatkan harga yang berbeda untuk pasien perorangan dan kelompok karyawan perusahaan. 4. Penyedia jasa berbeda dalam sasarannya (laba atau nirlaba) serta kepemilikannya (swasta atau publik) 2.1.1.4 Sifat-Sifat Pemasaran Jasa Terdapat beberapa sifat-sifat dalam pemasaran jasa. Menurut Buchari Alma (2004:251-253) sifat-sifat dari pemasaran jasa adalah sebagai berikut : 1. Menyesuaikan dengan Selera Konsumen Gejala buyer’s market dimana pembeli berkuasa memperlihatkan pasar jasa pada saat ini. Contohnya : Angkutan umum sekarang ini harus 20 memperlihatkan pelayanan mereka dan memperhatikan selera konsumen. Jika hal tersebut tidak diperhatikan, maka orang tidak tertarik lagi menggunakan jasa angkutan mereka. 2. Mutu Jasa Dipengaruhi oleh Benda Berwujud (Perlengkapannya) Jasa sifatnya tidak berwujud, oleh sebab itu konsumen akan memperhatikan benda berwujud yang memberi pelayanan sebagai patokan terhadap kualitas jasa yang ditawarkan. Tugas utama perusahaan jasa adalah mengelola benda berwujud tersebut agar memberikan jasa yang memuaskan, sehingga konsumen diberi bukti yang meyakinkan bahwa jasa yang ditawarkan adalah jasa yang terbaik. 3. Keberhasilan Pemasaran Jasa Dipengaruhi oleh Jumlah Pendapatan Penduduk. Erns Engel mengemukakan bahwa makin tinggi perhatian seseorang, maka makin tinggi pula persentase yang dibelanjakannya untuk kepentingan rekreasi, dalam arti meningkatkan permintaan jasa. 4. Saluran Distribusi dalam Pemasaran Jasa Tidak Terlalu Penting. 5. Pada Pemasaran Jasa Tidak Ada Pelaksanaan Fungsi Penyimpanan. Jasa diproduksi bersamaan dengan waktu konsumsi, jadi tidak ada jasa yang dapat disimpan. Contoh : jika kursi dalam pesawat yang berangkat dari Bandung ke Istanbul tidak terisi, maka hal itu menjadi suatu kerugian bagi perusahaan. Karena, tempat duduk yang kosong tersebut tidak dapat dijual kembali besok, karena besok akan ada lagi kegiatan pemasaran baru. 21 2.1.1.5 Kualitas Pelayanan Pelayanan adalah suatu tindakan atau kinerja yang diberikan oleh perusahaan, baik kepada karyawannya maupun langsung kepada pelanggannya. Kualitas pelayanan yang baik (dapat memenuhi harapan pelanggan), akan meningkatkan kepuasan kepada para penggunanya Menurut Parasuraman et.all (1998) kualitas pelayanan adalah : “Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka pelayanan dapat dikatakan bermutu. Sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka pelayanan dikatakan tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan harapan, maka pelayanan disebut memuaskan. Dengan demikian, service quality dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima/peroleh”. Secara spesifik, pengertian pelayanan tehadap konsumen menurut Davidof & Utai (1989;22), adalah seluruh gambaran, tindakan dan informasi yang membesarkan kemampuan konsumen untuk menyadari nilai potensial dari inti produk maupun jasa. Pada prinsipnya ada tiga kunci dalam memberikan pelayanan yang unggul kepada pelanggan, yaitu : 1. Kemampuan untuk memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan, 2. Pengembangan database yang lebih akurat daripada pesaing (mencakup data kebutuhan dan keinginan setiap segmen pelanggan dan perubahan kondisi persaingan), dan 3. Pemanfaatan informasi yang diperoleh dari riset pasar dalam suatu kerangka strategi. 22 Sedangkan Zeithaml, Bitner & Dwayne (2009:103) mendefinisikan bahwa : “Kualitas pelayanan adalah sebuah fokus evaluasi yang merefleksikan persepsi pelanggan tentang kualitas layanan reliabilitas, kualitas jaminan, kualitas tanggung jawab, kualitas empati dan kualitas fisik. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa dapat diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. 2.1.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Parasuraman et.al., seperti yang dikutip oleh Tjiptono (2005:121), mengemukakan bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu : 1. Persepsi pelanggan atas pelayanan yang mereka terima (Perceived Service). Pelayanan harus dimulai dari kebutuhan konsumen, dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra pelayanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang / persepsi dari pihak penyedia pelayanan, melainkan berdasarkan sudut pandang / persepsi pelanggan. 2. Harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka inginkan (Expected Service). Dalam konteks pelayanan dan kepuasan, telah tercapai konsensus bahwa harapan pelanggan memiliki peranan yang besar sebagai faktor perbandingan evaluasi terhadap kinerja pelayanan. 23 Berdasarkan pendapat di atas, maka tingginya tingkat kualitas pelayanan dapat diukur dengan membandingkan antara expected service dengan perceived service. Olson & Dover, seperti yang dikutip Tjiptono (2005:122), berpendapat bahwa : “Harapan/ekspektasi pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk bersangkutan. Setiap konsumen yang berbeda dapat menerapkan tipe ekspektasi yang berbeda untuk situasi yang berbeda”. Zeithaml, seperti yang dikutip Tjiptono (2005:126-128), mengidentifikasi bahwa terdapat 10 fakto-faktor utama yang mempengaruhi harapan pelanggan, yaitu : 1. Enduring Service Intensifier Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi seseorang mengenai jasa. Seorang pelanggan akan mengharapkan bahwa ia seharusnya juga dilayani dengan baik oleh penyedia jasa. 2. Personal Needs Faktor ini merupakan kebutuhan yang mendasar dari seorang pelanggan yang meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis 3. Transitory Service Intensifier Faktor ini meliputi situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan ingin penyedia jasa dapat membantunya, serta jasa terakhir yang dikonsumsinya. 24 4. Perceived Sevice Alternatives Faktor ini merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat/derajat pelayanan perusahaan lain yang sejenis. 5. Self Perceived Service Role Faktor ini adalah persepsi terhadap tingkat/derajat keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. 6. Situational Factors Faktor ini terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa yang berada diluar kendali penyedia jasa. 7. Explicit Service Promise Faktor ini merupakan pernyataan oleh organisasi tentang jasanya. Contohnya: iklan, dan personal selling. 8. Implicit Service Promise Faktor ini berkaitan dengan jasa yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana seharusnya dan yang akan diberikan, meliputi biaya untuk memperoleh jasa (harga), alat-alat kelengakan, sehingga pelanggan dapat menilai apakah jasa tersebut ekslusif, biasa, buruk. 9. Word of Mouth Faktor ini merupakan pernyataan yang disampaikan oleh orang lain seperti para pakar, selebritis, teman, keluarga, dsb. 25 10. Past Experience Faktor ini merupakan pengalaman yang terjadi di masa lalu terhadap konsumsi suatu jasa. 2.1.1.7 Prinsip-Prinsip Kualitas Pelayanan Untuk menciptakan suatu perusahaan yang kondusif, terdapat prinsip-prinsip yang harus dijadikan acuan dalam pemberian kualitas jasa, prinsip tersebut menurut Wolkins, dalam Scheuing & Christopher (1993) seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (1997:71), adalah sebagai berikut : 1. Kepemimpinan. Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitas pelayanannya, tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil bagi perusahaan. 2. Pendidikan. Agar pelayanan yang dihasilkan berkualitas, maka diperlukan pendidikan yang memadai dari setiap anggota organisasi di dalam proses pelaksanaan pelayanan. 26 3. Perencanaan. Meliputi pengukuran dan tujuan kualitas pelayanan yang dipergunakan dalam mengarahkan persoalan untuk mencapai visi dan misi organisasi. 4. Review Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasi. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang konsisten dan terus menerus untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. 5. Komunikasi. Implementasi strategi dalam organisasi dipengaruhi oleh komunikasi terhadap karyawan, pelanggan, dan stakeholders perusahaan. 6. Total Human Reward Penghargaan dan pengakuan merupakan aset yang penting dalam implementasi strategi kualitas pelayanan. Setiap karyawan yang berprestasi perlu diberi penghargaan agar memiliki motivasi untuk selalu memberikan pelayanan yang berkualitas. 2.1.1.8 Dimensi Kualitas Pelayanan Menurut Zeitham, Bitner dan Dwayne (2009:111), terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yang dapat dirincikan, yaitu : 27 1. Berwujud (Tangible). Berkenaan dengan daya tarik yang meliputi : fasilitas fisik, perlengkapan, serta material yang digunakan perusahaan, dan penampilan karyawan. 2. Keandalan (reliability) Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak, pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati. 3. Daya tanggap (responsiveness) Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan pelayanan akan diberikan dan kemudian memberikana pelayanan secara tepat. 4. Jaminan (assurance) Perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan, dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. 5. Empati (emphaty) Berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. 28 Sedangkan dimensi kualitas pelayanan menurut Garvin, dalam Tjiptono (2005:130), terdiri dari delapan macam dimensi yaitu : 1. Performance Yaitu karakteristik operasi pokok pada produk inti (Core Product) yang dibeli. Contohnya : kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang, dan sebagainya. 2. Feature Yaitu ciri-ciri tambahan produk, yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. Contohnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti dash board, AC, sound system, door lock system, dan sebagainya. 3. Conformance to Spesification Yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Contohnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar dibanding mobil sedan. 4. Reliability Yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai. Contohnya : mobil tidak sering mogok/rusak. 5. Durability Yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil. 29 6. Aesthetics Yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Contohnya : bentuk fisik mobil yang menarik, model/desain yang artistik, warna, dan sebagainya. 7. Perceived Quality Yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut atau fitur produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya. 8. Serviceability Yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, mudah direparasi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup layanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan. 2.1.1.9 Pengukuran Kualitas Pelayanan Tidak terpenuhinya antara harapan pelanggan dengan tingkat kualitas jasa/pelayanan yang diberikan oleh perusahaan menyebabkan munculnya kesenjangan (gap) seperti yang di ungkapkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, di dalam buku Tjiptono (2005:122-123), dengan formulasi model kualitas jasa 30 dengan lima kesenjangan yang dapat menimbulkan kegagalan dalam memberikan pelayanan, seperti : 1. Gap Antara Harapan Konsumen dan Persepsi Manajemen (Pemasar) Pada kenyataannya, pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung apa saja yang diinginkan konsumen. 2. Gap Antara Persepsi Manajemen Terhadap Harapan Konsumen dan Spesifikasi Kualitas Jasa. Kadangkala, manajemen mampu memahami secara tepat, apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun sesuatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya komitmen total dari pihak manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan. 3. Gap Antara Spesipikasi Kualitas Jasa dan Penyampaian Jasa Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya dikarenakan oleh karyawan yang kurang terlatih, beban kerja yang melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan. 31 4. Gap Antara Penyampaian Jasa dan Komunikasi Eksternal. Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. 5. Gap Antara Jasa yang Dirasakan dan Jasa yang Diharapkan Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Komunikasi dari mulut ke mulut Kebutuhan Pribadi Pengalaman masa lalu Pelayanan yang diharapkan Gap 5 Pelayanan yang dipersepsikan Konsumen Pemasar Gap 4 Gap 1 Penyampaian pelayanan (termasuk sebelum dan sesudah kontak) Gap 3 Penerjemahan persepsi menjadi spesifikasi kualitas pelayanan Gap 2 Persepsi manajemen mengenai harapan konsumen Sumber : Kotler dan Keller (2006:383) Gambar 2.1 Kesenjangan Kualitas Pelayanan Komunikasi eksternal ke pelanggan 32 Setelah mengetahui aspek-aspek mana saja yang terdapat kesenjangan di dalamnya, maka dapat dilakukan suatu pengukuran kualitas pelayanan guna memberikan pelayanan yang lebih baik lagi di masa depan. Pengukuran kualitas pelayanan dalam model Servqual didasarkan pada skala multi-item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan, serta gap diantara keduanya pada lima dimensi utama kualitas jasa (reabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik). Evaluasi kualitas jasa menggunakan model servqual mencakup perhitungan diantara nilai yang diberikan para pelanggan untuk setiap pasang pernyataan berkaitan dengan harapan dan persepsi. Skor servqual untuk setiap pasang pernyataan bagi masing-masing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus Zeithaml, seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2005:157), sebagai berikut : Skor Servqual = Skor Persepsi – Skor Harapan Gambar 2.2 Skor Servqual 2.1.2 Konsep Kepuasan Pelanggan 2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin, yakni “satis” yang memiliki arti cukup baik, atau memadai, dan “facto” yang berarti melakukan atau membuat. Sehingga, secara sederhana kata satisfaction (kepuasan) dapat diartikan 33 sebagai upaya pemenuhan suatu hal. Namun, jika ditinjau dari perspektif perilaku konsumen, istilah kepuasan pelanggan menjadi sesuatu yang lebih kompleks, bahkan, hingga saat ini belum dicapai kesepakatan mengenai konsep kepuasan pelanggan. Kotler dan Keller (2006:136) mendefinisikan bahwa : “Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja atau hasil produk dan harapan-harapannya”. Sedangkan Oliver, seperti yang dikutip oleh Barnes (2003:64), menyatakan bahwa : “Kepuasan adalah tanggapan atas terpenuhinya kebutuhan yang berarti bahwa nilai pelanggan atas barang dan jasa memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan suatu pemenuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang tidak sesuai harapan atau pemenuhan yang melebihi harapan pelanggan”. Definisi kepuasan juga dipaparkan oleh Tse dan Wilson, di dalam buku Nasution (2004:104), yang menyatakan bahwa : “Kepuasan atau ketidakpuasan adalah respon pelangan terhadap evaluasi ketidaksesuaian atau konfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja actual produk yang dirasakan setelah memakainya”. Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon dari perilaku yang ditunjukkan oleh pelanggan dengan membandingkan : antara kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapan. Apabila hasil yang dirasakan berada di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Sebaliknya bila hasil telah sesuai dengan harapan, maka pelanggan akan merasa puas, dan apabila hasil melebihi harapan, maka pelangan akan merasa sangat puas. 34 2.1.2.2 Model Konseptual Kepuasan Pelanggan Sejumlah model teoritikal telah dikemukakan dan digunkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan/ketidakpuasan pelanggan. Diantaranya adalah model diskonfirmasi harapan (expectancy disconfirmation model), equity theory, attribution theory, dan experimentially-based affective feelings). 1. Expectancy Disconfirmation Model Model ini mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi yang memberikan hasil, dimana pengalaman yang dirasakan setidaknya sama baiknya (sesuai) dengan yang diharapkan. Secara skematik, model ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini : 35 Pengalaman produk / nilai sebelumnya Harapan Terhadap Kinerja Seharusnya Tertentu Evaluasi Terhadap Kinerja Aktual Merek Bersangkutan Evaluasi Kesesuaian / ketidaksesuaian Antara HarapanDan Kinerja Ketidakpuasan Emosional Konfirmasi Harapan Kepuasan Emosional Kinerja Gagal Memenuhi Kinerja tidak terlalu berbeda dengan Harapan Kinerja Melampaui Harapan Sumber : Woodruff, Cadotte & Jenkins (1983), dalam Fandy Tjiptono (2000). Gambar 2.3 Pembentukan Kepuasan/Ketidakpuasan Pelanggan 2. Equity Theory Setiap orang menganalisis pertukaran antara dirinya dengan pihak lain guna menentukan sejauh mana pertukaran tersebut adil atau fair. Equity theory beranggapan bahwa orang menganalisis rasio input dan hasilnya (outcome) dengan rasio input dan hasil mitra pertukarannya. Jika ia merasa bahwa rasionya unfavorable dibandingkan anggota lainnya dalam pertukaran 36 tersebut, maka ia cenderung akan merasakan adanya ketidakadilan. Rasio ini dapat ditunjukkan secara sederhana sebagai berikut : Hasil A Hasil B ≈ Input A Input B Dengan demikian, hasil yang diperoleh individu A dari pertukaran dibagi dengan input yang diberikannya harus sama dengan hasil yang didapatkan oleh individu B dari pertukatan tersebut dan dibagi input individu B. Apabila rasio tersebut dipersepsikan tidak sama (tidak seimbang), terutama jika dirasakan unfavorable bagi pelanggan yang melakukan evaluasi, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan. 3. Attribution Theory Attribution theory mengidentifikasi proses yang dilakukan seseorang dalam menentukan penyebab aksi/tindakan dirinya, orang lain, serta objek tertentu. Atribusi yang dilakukan seseorang dapat sangat mempengaruhi kepuasan purnabelinya terhadap produk atau jasa tertentu, karena atribusi memoderasi perasaan puas atau tidak puas. 4. Experimentaly-Based Affective Feelings Pendekatan ini berpandangan bahwa tingkat kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh perasaan positif dan negatif yang diasosiasikan pelanggan dengan barang atau jasa tertentu setelah pembeliannya. Dengan kata lain, selain pemahaman 37 kognitif mengenai diskonfirmasi harapan, perasaan yang timbul dalam proses purna beli juga mempengaruhi perasaan puas atau tidak puas terhadap produk yang dibeli. 2.1.2.3 Pengukuran Tingkat Kepuasan Dalam hal pengukuran pengukuran kepuasan pelanggan, ada tiga aspek penting yang saling berkaitan dengan apa yang diukur, dan metode pengukuran. Mengingat kepuasan pelanggan merupakan ukuran yang relatif, maka pengukurannya tidak boleh hanya bersifat one-time, single shot studies. Namun sebaiknya pengukuran kepuasan pelanggan harus dilakukan secara reguler agar dapat menilai setiap perubahan yang terjadi dalam kaitannya dengan jalinan relasi dengan setiap pelanggan. Selain itu perusahaan juga dapat melakukan patok duga (benchmarking) dengan kinerja masa lalu dan kinerja para pesaing. A. Apa yang diukur Tidak ada satupun ukuran tunggal terbaik mengenai kepuasan pelanggan yang disepakati secara universal. Meskipun demikian, ditengah beragamnya cara mengukur kepuasan pelanggan, terdapat beberapa kesamaan, paling tidak dalam lima konsep inti, yaitu : 1. Kepuasan Pelanggan Keseluruhan Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas dengan 38 produk atau jasa spesifik tertentu. Biasanya ada dua bagian dalam proses pengukurannya. Pertama, mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan bersangkutan. Kedua, menilai dan membandingkannya dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap produk dan atau jasa para pesaing. 2. Dimensi Kepuasan Pelanggan Berbagai penelitian memilah kepuasan pelanggan ke dalam komponen-komponennya. Umumnya proses semacam itu terdiri dari empat langkah. Pertama, mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan. Kedua, meminta pelanggan menilai produk atau jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik seperti kecepatan layanan atau keramahan staf pelayanan pelanggan. Ketiga, meminta pelanggan menilai produk dan atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama. Keempat, meminta para pelanggan untuik menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan. 3. Konfirmasi Harapan Dalam konsep ini kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual produk perusahaan. 39 4. Kesediaan untuk Merekomendasi Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama (seperti pembelian mobil, broker rumah, komputer, dan lain-lain) kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti. 5. Ketidakpuasan Pelanggan Beberapa aspek yang sering ditelaah guna mengetahui ketidakpuasan pelanggan, meliputi; (a) complaint, (b) retur atau pengembalian produk, (c) biaya garansi, (d) recall, (e) word of mouth yang negatif, dan (f) defections. B. Metode Pengukuran 1. Survei Kepuasan Pelanggan Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan pelanggan menggunakan metode survei, baik via pos, telepon, e-mail, maupun wawancara langsung. Perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik langsung dari pelanggan dan juga memberikan sinyal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka. 2. Sistem Keluhan dan Saran Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan 40 mereka. Misalnya dengan menyediakan kotak saran dan keluhan, kartu komentar, dll. Informasi yang diperoleh melalui media ini dapat memberikan ide-ide baru atau masukan berharga pada perusahaan, sehingga memungkinkan untuk bereaksi dan tanggap, dan cepat dalam mengatasi masalah yang timbul. 2.1.3 Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Kualitas pelayanan dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Produk/jasa yang berkualitas mempunyai peranan penting untuk membentuk kepuasan pelanggan. Semakin berkualitas produk dan jasa yang diberikan, maka kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan semakin tinggi. Schnaars, seperti yang dikutip Tjiptono (1996:78), berpendapat bahwa : “Tujuan suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan merasa puas. Kualitas jasa yang unggul dan konsisten dapat menumbuhkan kepuasan pelanggan dan akan memberikan berbagai manfaat.” Sedangkan Kotler, seperti yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001:158) berpendapat bahwa : “Untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu : 1. Kualitas produk Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. 2. Kualitas pelayanan Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. 41 3. Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu. 4. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang relatif tinggi kepada pelanggannya. 5. Biaya Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu”. Sedangkan Mowen (1995) berpendapat bahwa : “Faktor yang paling penting untuk menciptakan kepuasan konsumen adalah kinerja dari agen yang biasanya diartikan dengan kualitas dari agen tersebut”. Tidak terpenuhinya antara harapan pelanggan dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan (gap). Dalam konsep pelayanan, kualitas merupakan hal utama yang paling mempengaruhi pelanggan akan membeli jasa itu kembali atau tidak. Pelanggan yang menyatakan puas terhadap suatu pelayanan akan berusaha mengingat dan tertarik untuk menggunakan pelayanan itu kembali. Bahkan, ketika kualitas pelayanan sudah dirasakan cukup tinggi, maka pelanggan tersebut memiliki kemungkinan akan menjadi pemasar dari jasa yang telah ia rasakan kepada konsumen lain. Menurut Zeitham, Bitner dan Dwayne (2009:111), terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yang dapat dirincikan, yaitu : 42 1. Berwujud (Tangible). Berkenaan dengan daya tarik yang meliputi : fasilitas fisik, perlengkapan, serta material yang digunakan perusahaan, dan penampilan karyawan. 2. Keandalan (reliability) Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak, pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati. 3. Daya tanggap (responsiveness) Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan pelayanan akan diberikan dan kemudian memberikana pelayanan secara tepat. 4. Jaminan (assurance) Perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan, dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. 5. Empati (emphaty) Berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. 43 Kualitas pelayanan jasa mempengaruhi para pelanggan dalam menilai apakah pelayanan yang diberikan oleh suatu perusahaan memuaskan atau tidak. Setelah konsumen merasakan suatu pelayanan, maka akan timbul beberapa pertanyaan dalam benak pelanggan yang di dalamnya terkandung dua dimensi kepuasan, yaitu : 1. Perasaan tentang pelayanan yang ia rasakan (perceived dimension) 2. Harapan (excpected dimension). Dari dua dimensi tersebut, dapat dihitung nilai kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, dengan cara membandingkan perceived dimension dengan expected dimension tersebut. Dari penghitungan melalui dua dimensi tersebut, maka akan didapat nilai dari kepuasan tersebut. Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan memiliki peranan penting di dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan, selain kualitas produk, emosional pelanggan, harga dan biaya yang juga mempengaruhi kepuasan pelanggan. 2.2 Kerangka Pemikiran Di dalam persaingan di dunia usaha yang semakin kompetitif seperti saat ini, perusahaan harus bisa merumuskan strategi pemasaran yang baik. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan/jasa untuk menerapkan 44 konsep pemasaran sosial dalam memasarkan jasanya, dimana konsep ini mengacu pada tugas utama perusahaan yaitu menghasilkan kepuasan pelanggan melalui pemberian pelayanan yang berkualitas yang dapat memuaskan pelanggan. Pelayanan mempunyai karakteristik-karakteristik tersendiri, menurut Philip Kotler (2005;112) karakteristik-karakteristik tersebut adalah : 1. Tidak Berwujud (Intangible) Pelayanan tidak berwujud seperti produk fisik, tidak dapat dirasakan, dan dinikmati sebelum dibeli oleh konsumen. 2. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparibility) Pada umumnya Pelayanan diproduksi dan dirasakan pada waktu bersamaan. 3. Bervariasi (Variability) Pelayanan senantiasa mengalami perubahan, tergantung dari siapa penyedia pelayanan tersebut, penerimanya, dan kondisi dimana pelayanan diberikan. 4. Tidak Tahan Lama (Perishability) Daya tahan suatu pelayanan tergantung dari situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor. Berdasarkan karakteristik-karakteristik tersebut, maka yang menjadi tolak ukur adalah kualitas pelayanannya. Oleh sebab itu, perusahaan perlu menilai dimensidimensi apa saja yang berada di dalam pelayanan yang diberikan, yang akan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Contohnya : kestabilan koneksi internet yang 45 dianggap penting dan ternyata menurut pengalaman pengguna koneksinya stabil, maka pengguna akan merasa puas. Wyckof, seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2002;59), berpendapat bahwa : “Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut memenuhi keinginan pelanggan”. Menurut Zeithaml, Bitner dan Dwayne (2009:111), terdapat lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu : 1. Berwujud (Tangible). Berkenaan dengan daya tarik yang meliputi : fasilitas fisik, perlengkapan, serta material yang digunakan perusahaan, dan penampilan karyawan. 2. Keandalan (reliability) Berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak, pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan pelayanannya sesuai dengan waktu yang disepakati. 3. Daya tanggap (responsiveness) Berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan pelayanan memberikana pelayanan secara tepat. akan diberikan dan kemudian 46 4. Jaminan (assurance) Perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan, dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan. 5. Empati (emphaty) Berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. Apabila pelayanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (expected service), maka kualitas pelayanan dapat dipersepsikan baik atau memuaskan. Namun, jika pelayanan yang diterima/dirasakan lebih rendah dari apa yang dipersepsikan oleh pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk atau tidak memuaskan. Dengan demikian, baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia pelayanan dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Dengan adanya pelayanan berkualitas yang diberikan oleh perusahaan, maka akan memberikan nilai lebih bagi pelanggan. Pelayanan harus diberikan terusmenerus kepada pelanggan, karena pelayanan dapat memberikan nilai tambah secara 47 berkesinambungan, sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan melalui penciptaan nilai yang dapat membuat perusahaan berbeda dengan pesaingnya. Pelayanan biasanya mempunyai kualitas pengalaman dan kepercayaan yang tinggi, serta akan terdapat lebih banyak risiko dalam penggunaannya. Hal ini mengandung beberapa konsekuensi. Pertama, pengguna pelayanan umumnya mengandalkan cerita dari mulut ke mulut daripada iklan. Kedua, mereka sangat mengandalkan harga, petugas, dan petunjuk fisik untuk menilai mutunya. Ketiga, mereka sangat setia pada penyedia pelayanan yang memuaskan mereka. Untuk memberikan kualitas pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan, perusahaan harus mengetahui hal apa saja yang dianggap penting oleh para pelanggan. Menurut Kotler (2005:70) : “Perusahaan harus berusaha untuk menghasilkan kinerja sebaik mungkin, sehingga dapat memuaskan pelanggan. Maka dari itu diperlukan Importance and Performance Analysis untuk mengetahui hal apa saja yang dianggap penting, cukup penting, maupun tidak terlalu penting oleh pelanggan sehingga perusahaan dapat mengetahui kekurangan dan kelebihannya”. Dari penjelasan teori di atas, dapat dibuat kerangka pemikiran yang menghubungkan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan, yang dapat dilihat pada gambar berikut ini : 48 Rekomendasi dari Orang Lain Kebutuhan Pribadi Pengalaman Masa Lalu Unsur Kualitas Pelayanan 1. Reliability Pelayanan yang diharapkan Kepuasan yang 2. Responsivennes 3. Assurance GAP pelanggan 4. Empathy 5. Tangibles dirasakan Pelayanan yang dirasakan Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan 49 Adapun model penelitian dari kerangka pemikiran di atas, dapat dilihat pada gambar di bawah ini : KUALITAS PELAYANAN KEPUASAN PELANGGAN Dimensi : 1. Tangible, yakni kualitas sarana fisik Speedy. 2. Reliability, yakni kualitas kendalan Speedy. 3. Responsiveness, yakni kualitas daya tanggap Speedy. 4. Assurance, yakni kualitas kompetensi karyawan Speedy. 5. Empathy, yakni kemampuan Speedy memahami kebutuhan pelanggan Dimensi : PENGARUH 1. Kualitas pelayanan yang diharapkan pelanggan (expected service) 2. Kualitas pelayanan yang nyata dirasakan pelanggan (perceived service) Sumber : Zeithaml, Dwayne dan Bitner (2009:111) Gambar 2.5 Paradigma Penelitian 2.3 Hipotesis Suharsimi Arikunto (2002:64) berpendapat bahwa hipotesis sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka hipotesis yang diajukan oleh penulis adalah sebagai berikut : “Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan”.