BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi Antarpribadi II.1.1 Definisi

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1
Komunikasi Antarpribadi
II.1.1 Definisi dan Peranan Komunikasi Antarpribadi
Terdapat beberapa definisi komunikasi antarpribadi menurut beberapa
ahli, diantaranya adalah:
a. Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication
Book (Devito, 1989:4), komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orangorang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of
sending and receiving messages between two persons, or among a small group of
persons, with some effect and some immediate feedback).
b. Menurut Rogers dalam Depari, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi
dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa
pribadi.
c. Tan mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap
muka antara dua orang atau lebih. (Liliweri, 1991: 12)
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek
tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh komunikator. Efek yang
ditimbulkan oleh komunikasi dapat diklasifikasikan pada:
Universitas Sumatera Utara
1. Efek kognitif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami,
dipersepsi oleh komunikan atau yang berkaitan dengan pikiran dan nalar/rasio.
Dengan kata lain, pesan yang disampaikan ditujukan kepada pikiran
komunikan.
2. Efek afektif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang dirasakan atau yang
berhubungan dengan perasaan. Dengan kata lain, tujuan komunikator bukan
saja agar komunikan tahu tapi juga tergerak hatinya.
3. Efek konatif, yaitu perilaku yang nyata yang meliputi pola-pola tindakan,
kegiatan, kebiasaan, atau dapat juga dikatakan menimbulkan itikad baik untuk
berperilaku tertentu dalam arti kita melakukan suatu tindakan atau kegiatan
yang bersifat fisik (jasmaniah).
Dalam buku Komunikasi Antarpribadi, Alo Liliweri mengutip pendapat
Joseph A.Devito mengenai ciri komunikasi antarpribadi yang efektif, yaitu:
a. Keterbukaan (openness)
Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima
di dalam menghadapi hubungan antarpribadi. Kualitas keterbukaan
mengacu pada tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama,
komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada
komunikannya. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera
membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik,
tetapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebalikanya, harus ada
kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang
biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut dan
wajar.
Aspek kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi
secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak
kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan komunikan yang
menjemukan. Bila ingin komunikan bereaksi terhadap apa yang
komunikator ucapkan, komunikator dapat memperlihatkan keterbukaan
dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Aspek ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran
dimana komunikator mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang
diungkapkannya adalah miliknya dan ia bertanggung jawab atasnya.
b. Empati (empathy)
Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang
sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang
orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Berbeda dengan simpati
yang artinya adalah merasakan bagi orang lain. Orang yang berempati
mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan
sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa
mendatang sehingga dapat mengkomunikasikan empati, baik secara
verbal maupun non-verbal.
c. Dukungan (supportiveness)
Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung
efektif. Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana
terdapat sikap mendukung. Individu memperlihatkan sikap mendukung
dengan bersikap deskriptif bukan evaluatif, spontan bukan strategik.
d. Rasa Positif (positiveness)
Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong
orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi
komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
e. Kesetaraan (equality)
Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara.
Artinya, ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak
menghargai,
berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting
untuk disumbangkan. Kesetaraan meminta kita untuk memberikan
penghargaan positif tak bersyarat kepada individu lain.
(Liliweri, 1991: 13)
Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial
dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Proses
saling mempengaruhi ini merupakan suatu proses bersifat psikologis dan
karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis antarmanusia yang
memiliki suatu pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam komunikasi antar pribadi, Joseph Luft menekankan bahwa setiap
orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain.
Hal ini digambarkan dalam Johari Window (Jendela Johari) yakni:
I
II
OPEN AREA
BLIND AREA
Known by ourselves and known by
others
Known by others but not known by
ourselves
III
IV
HIDDEN AREA
UNKNOWN AREA
Known by ourselves but not known by
others
Not known by ourselves and not known
by others
Berdasarkan konsep tersebut, tingkah laku manusia dapat digambarkan
secara skematis seperti terlihat pada skema di atas.
Bidang I, yakni Bidang Terbuka (Open Area) menunjukkan bahwa
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang disadari sepenuhnya oleh yang
bersangkutan, juga oleh orang lain, yang berarti terdapat keterbukaan, dengan lain
perkataan tidak ada yang disembunyikan kepada orang lain.
Bidang II, yakni Bidang Buta (Blind Area) menggambarkan bahwa
kegiatan seseorang diketahui oleh orang lain, tetapi dirinya sendiri tidak
menyadari apa yang ia lakukan.
Bidang III, yakni Bidang Tersembunyi (Hidden Area) yaitu bahwa
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang disadari sepenuhnya olehnya, tetapi tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat diketahui oleh orang lain. Ini berarti bahwa orang seperti itu bersikap
tertutup.
Bidang IV, adalah Bidang Tak Dikenal (Unknown Area). Bidang ini
menggambarkan bahwa tingkah laku seseorang tidak disadari oleh dirinya sendiri
dan tidak diketahui oleh orang lain. (Liliweri, 1991)
Berdasarkan definisi Devito, maka komunikasi antarpribadi adalah
komunikasi yang terjadi secara dialogis, dimana saat seorang komunikator
berbicara maka akan terjadi umpan balik dari komunikan sehingga terdapat
interaksi. Dalam komunikasi dialogis, baik komunikator maupun komunikan,
keduanya aktif dalam proses pertukaran informasi yang berlangsung dalam
interaksi.
II.1.2 Peranan, Ciri dan Sifat Komunikasi Antarpribadi
Johnson menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh
komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia,
yakni:
1. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita.
Perkembangan kita sejak masa bayi sampai masa dewasa mengikuti pola
semakin meluasnya ketergantungan kita pada orang lain. Diawali dengan
ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi,
lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu menjadi semakin luas dengan
bertambahnya usia kita. Bersamaan proses itu, perkembangan intelektual dan
sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2. Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang
lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak
sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua
tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita. Kita menjadi tahu
bagaimana pandangan orang lain itu tentang diri kita. Berkat pertolongan
komunikasi dengan orang lain kita dapat menemukan diri, yaitu mengetahui
siapa diri kita sebenarnya.
3. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran
kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita
perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain dan
realitas yang sama. Tentu saja pembandingan sosial semacam itu hanya dapat
kita lakukan lewat komunikasi dengan orang lain.
4. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi
atau hubungan kita dengan orang lain, terlebih orang-orang yang merupakan
tokoh-tokoh signifikan (significant figures) dalam hidup kita. Bila hubungan
kita dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka tentu kita akan
menderita, merasa sedih, cemas, frustrasi. Bila kemudian kita menarik diri dan
menghindar dari orang lain, maka rasa sepi dan terasing yang mungkin kita
alami pun tentu akan menimbulkan penderitaan, bukan hanya penderitaan
emosional atau batin, bahkan mungkin juga penderitaan fisik. (Supratiknya,
2003: 9-10)
Dari beberapa definisi komunikasi harus ditinjau manakah ciri-ciri yang
menunjukkan perbedaan yang khas antara komunikasi antarpribadi dengan bentuk
Universitas Sumatera Utara
komunikasi yang lain. Reardon mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi
mempunyai paling sedikit enam ciri, yaitu:
1.Komunikasi antarpribadi dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong
2.Komunikasi antarpribadi berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak
disengaja
3.Komunikasi antarpribadi kerapkali berbalas-balasan
4.Komunikasi antarpribadi mensyaratkan adanya hubungan (paling sedikit dua
orang) antarpribadi
5.Komunikasi antarpribadi suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya
keterpengaruhan
6.Komunikasi antarpribadi menggunakan berbagai lambang yang bermakna
Dari berbagai sumber di atas, maka Alo Liliweri menyimpulkan bahwa
komunikasi antarpribadi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan dan terjadi sambil lalu
saja
2. Komunikasi antarpribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu
Kebanyakan komunikasi antarpribadi tidak mempunyai satu tujuan yang
diprogramkan terlebih dahulu, seperti pertemuan di ruang perpustakaan
kemudian merencanakan belajar bersama, saling mengajak makan bersama
setelah bertemu di rumah makan. Namun bisa saja komunikasi antarpribadi
Universitas Sumatera Utara
telah dijanjikan dan mempunyai tujuan terlebih dahulu, namun konteksnya
berbeda dengan komunikasi kelompok.
3. Komunikasi antarpribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak
mempunyai identitas yang jelas.
4. Komunikasi antarpribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun yang tidak
disengaja.
5. Komunikasi antarpribadi seringkali berlangsung berbalas-balasan
6. Komunikasi antarpribadi menghendaki paling sedikit melibatkan hubungan dua
orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan
7. Komunikasi antarpribadi tidak dikatakan sukses jika tidak membuahkan hasil
8. Komunikasi antarpribadi menggunakan lambang-lambang bermakna
(Liliweri, 1991: 13-19)
Komunikasi antarpribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu
karena setiap pihak mengetahui secara baik tentang lika-liku hidup pihak lain,
pikiran dan pengetahuannya, perasaannya, maupun menanggapi tingkah laku
seseorang. Mereka yang sudah saling mengenal secara mendalam memiliki
interaksi komunikasi yang lebih baik daripada yang belum mengenal.
Kesimpulannya bahwa jika hendak menciptakan suatu komunikasi antarpribadi
yang lebih bermutu maka harus didahului dengan suatu keakraban.
Bagaimanapun juga suatu batasan pengertian yang benar-benar baik
tentang komunikasi antarpribadi tidak ada yang memuaskan semua orang. Semua
Universitas Sumatera Utara
batasan arti sangat tergantung bagaimana kita melihat dan mengetahui
perilakunya. Dengan kata lain tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan antara
dua orang dapat digolongkan komunikasi antarpribadi. Ada tahap-tahap tertentu
dalam interaksi antara dua orang haruslah terlewati untuk menentukan komunikasi
antarpribadi benar-benar dimulai.
Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua
orang merupakan komunikasi antarpribadi. Sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu
adalah:
1. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan nonverbal
2. Komunikasi antarpribadi melibatkan pernyataan atau ungkapan yang spontan
3. Komunikasi antarpribadi tidaklah statis melainkan dinamis
4. Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi
dan koherensi (pernyataan yang satu harus berkaitan dengan yang lain
sebelumnya)
5. Komunikasi antarpribadi dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsik dan
ekstrinsik
6. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu kegiatan dan tindakan
7. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya bidang persuasif (Liliweri,
1991:30-31)
Universitas Sumatera Utara
II.1.3 Fungsi dan Keampuhan Komunikasi Antarpribadi
Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi
antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,
opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah komunikasi antarpribadi
umumnya berlangsung secara tatap muka (face-to-face). Oleh karena itu individu
(komunikator) dengan individu (komunikan) saling bertatap muka, maka
terjadilah kontak pribadi (personal contact); pribadi komunikator menyentuh
pribadi komunikan. Ketika komunikator menyampaikan pesan, umpan balik
berlangsung seketika (immediate feedback); komunikator mengetahui pada saat
itu tanggapan komunikan terhadap pesan, ekspresi wajah, dan gaya bicara
komunikator. Apabila umpan baliknya positif, artinya tanggapan komunikan
menyenangkan komunikator, sehingga komunikator mempertahankan gaya
komunikasinya; sebaliknya jika tanggapan komunikan negatif, komunikator harus
mengubah gaya komunikasinya sampai berhasil.
Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan
perilaku komunikan itulah maka bentuk komunikasi antarpribadi acapkali
dipergunakan
untuk
melancarkan
komunikasi
persuasif
(persuasive
communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang
sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. (Effendy, 2003:61)
Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha meningkatkan
hubungan insan (human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik
pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan
pengalaman dengan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi, individu dapat
Universitas Sumatera Utara
berusaha membina hubungan yang baik dengan individu lainnya, sehingga
menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik di antara individu-individu
tersebut. (Cangara, 2005:56)
II.1.4 Konsepsi Diri dalam Komunikasi Antarpribadi
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang dirinya.
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri
yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi
masalah; merasa setara dengan orang lain; menerima pujian tanpa rasa
malu; menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan
dan perilaku
yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; mampu
memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian
yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor
yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:
a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat
mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap
dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara
teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan
sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi,
dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan
pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat
pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan
lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.
Universitas Sumatera Utara
c. Percaya diri (self confidence). Keinginan untuk menutup diri, selain karena
konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada
kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat
mungkin menghindari situasi komunikasi. Ketakutan untuk melakukan
komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang
aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri.
Tentu tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri;
tetapi di antara berbagai faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan.
Untuk meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat
menjadi perlu seperti yang dikatakan Maxwell Maltz, seorang tokoh
Psikosibernetik, ”Believe in yourself and you’ll succeed”
d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena
konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri
(terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan
apa yang kita ingat (ingatan selektif). (Rakhmat, 2005: 104-109)
II.1.5 Persepsi Interpersonal
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli).
Persepsi interpersonal adalah persepsi individu pada individu lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi interpersonal,
antara lain:
1. Faktor Situasional
a. Deskripsi Verbal
Deskripsi individu secara verbal mengenai sifat individu lainnya ditentukan
dari rangkaian katanya. Sifat individu yang pertama kali diucapkan
komunikator akan mengarahkan penilaian komunikan selanjutnya.
b. Petunjuk Proksemik
Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan
pesan. Jarak yang dibuat individu dalam hubungannya dengan orang lain
menunjukkan tingkat keakraban di antara mereka. Individu cenderung
mempersepsi orang lain dengan melihat jarak mereka saat berkomunikasi
dengan dirinya.
c. Petunjuk Kinesik
Persepsi yang dipengaruhi oleh gerakan orang lain. Terdapat beberapa
ungkapan yang mencerminkan persepsi kita tentang orang lain dari gerakan
tubuhnya, antara lain: membusungkan dada (sombong), menundukkan
kepala (merendah), berdiri tegak (berani), bertopang dagu (sedih),
menadahkan tangan (bersedih).
d. Petunjuk Wajah
Universitas Sumatera Utara
Petunjuk wajah menimbulkan persepsi yang dapat diandalkan. Di antara
berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk wajah adalah yang paling pentig
dalam mengenali perasaan persona stimuli.
e. Petunjuk Paralinguistik
Paralinguistik adalah cara bagaimana individu mengucapkan lambanglambang verbal. Jika petunjuk verbal menunjukkan apa yang diucapkan,
petunjuk paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya seperti
tinggi-rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan interaksi
(perilaku ketika melakukan komunikasi).
f. Petunjuk Artifaktual
Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan (appearance) sejak
potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, pangkat, badge, dan atributatribut lainnya. Bila kita mengetahui bahwa seseorang memiliki satu sifat
(misalnya, cantik atau jelek), kita beranggapan bahwa ia memiliki sifat-sifat
tertentu (misalnya,periang atau penyedih); ini disebut halo effect. Bila kita
sudah menyenangi seseorang, maka kita cenderung melihat sifat-sifat baik
pada orang itu dan sebaliknya.
2. Faktor Personal yakni faktor yang berasal dari individu-individu pelaku
komunikasi, antara lain:
a. Pengalaman
Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu
lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah juga melalui
Universitas Sumatera Utara
rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi. Inilah yang menyebabkan
seorang ibu segera melihat hal yang tidak beres pada wajah anaknya atau
pada petunjuk kinesik lainnya. Ibu lebih berpengalaman mempersepsi
anaknya daripada bapak. Ini juga sebabnya mengapa kita lebih sukar
berdusta di depan orang yang paling dekat dengan kita.
b. Motivasi
Proses konstruktif yang banyak mewarnai persepsi interpersonal juga sangat
banyak melibatkan unsur-unsur motivasi.
c. Kepribadian
Dalam psikoanalisis dikenal proyeksi, sebagai salah satu cara pertahanan
ego. Proyeksi adalah mengeksternalisasikan pengalaman subjektif secara
tidak sadar. Orang melempar perasaan bersalahnya pada orang lain. Maling
teriak maling adalah contoh tipikal dari proyeksi. Pada persepsi
interpersonal, orang mengenakan pada orang lain sifat-sifat yang ada pada
dirinya, yang tidak disenanginya. Sudah jelas, orang yang banyak
melakukan proyeksi akan tidak cermat menanggapi persona stimuli, bahkan
mengaburkan gambaran sebenarnya. Sebaliknya, orang yang menerima
dirinya apa adanya, orang yang tidak dibebani perasaan bersalah, cenderung
menafsirkan orang lain lebih cermat. Begitu pula orang yang tenang, mudah
bergaul dan ramah cenderung memberikan penilaian positif pada orang lain.
Universitas Sumatera Utara
II.2 COMMUNICATION APPREHENSION
II.2.1 Ciri Communication Apprehension
Istilah
communication
apprehension
(rasa
malu,
keengganan
berkomunikasi, ketakutan berbicara di depan umum, dan sikap pendiam) merujuk
pada perasaan takut atau kecemasan dalam interaksi komunikasi. Individu tersebut
akan mengembangkan perasaan-perasaan negatif dan memprediksikan hal-hal
negatif saat terlibat dalam interaksi komunikasi. Individu merasa takut melakukan
kesalahan dan akan dipermalukan. Individu tersebut akan merasa keuntungan
apapun yang bertambah dari keterlibatan berkomunikasi akan sebanding dengan
rasa takut. Individu yang memiliki ketakutan komunikasi yang tinggi, interaksi
komunikasi tidak akan sebanding dengan rasa takut yang timbul. (DeVito,
2001:80)
Terdapat tiga kategori sifat komunikator yang paling menarik dan paling
sering dibahas dalam literatur komunikasi yaitu : sifat mementingkan diri sendiri,
sifat berdebat, dan sifat cemas. (Morissan, 2010:7-9)
a. Sifat mementingkan diri sendiri
Dalam literatur psikologi terdapat istilah conversational narcissism untuk
menggambarkan sifat komunikator yang cenderung mementingkan diri sendiri.
Narcisism berarti mencintai diri sendiri (self-love). Istilah ini dikemukakan
oleh Anita Vengelisti dan rekan yang mengartikannya sebagai the tendency to
be self-absorbed in conversation (kecenderungan untuk menjadikan diri
melebur dalam percakapan). Dengan demikian, komunikator dengan sifat ini
Universitas Sumatera Utara
cenderung untuk mengajak lawan bicaranya untuk membahas mengenai dirinya
sendiri. Sifat mementingkan diri sendiri merupakan sifat yang dimiliki
seseorang yang menginginkan orang lain membicarakan dirinya. Komunikator
dengan sifat ini cenderung untuk menonjolkan dirinya sebagai pihak yang
paling penting. Ia cenderung untuk mengontrol arah percakapan serta
menginginkan orang lain membahas mengenai dirinya. Mereka juga cenderung
tidak sensitif atau tidak responsif terhadap epentingan pihak lain.
b. Sifat berdebat
Komunikator memiliki sifat suka berdebat (argumentativeness) jika ia memiliki
kecenderungan untuk suka melibatkan diri dalam percakapan yang membahas
topik kontroversial. Komunikator dengan sifat ini cenderung bersifat tegas
dalam mengemukakan pandangannya terhadap suatu hal. Ia akan menyatakan
dukungannya terhadap pandangan yang dianggapnya benar dan sebaliknya ia
akan mengkritik pandangan yang tidak sesuai. Dominick Infante melakukan
penelitian mengenai sifat komunikator yang argumentatif ini. Menurutnya sifat
komunikator yang argumentatif memberikan kontribusi positif karena sifat ini
dapat mendorong komunikator dan lawan bicaranya untuk saling belajar,
membantu melihat pandangan pihak lain, meningkatkan kredibilitas, serta
memperbaiki kemampuan berkomunikasi. Komunikator yang argumentatif
cenderung memiliki sikap percaya diri dan tegas. Namun demikian, tidak
semua orang percaya diri memiliki sifat argumentatif. Dengan kata lain, orang
perlu memiliki percaya diri untuk dapat mengemukakan pandangannya. Namun
demikian, sangatlah mungkin orang tetap memiliki percaya diri tanpa harus
mengemukakan pandangannya sendiri. Menurut Infante, sifat komunikator
Universitas Sumatera Utara
yang argumentatif juga memiliki aspek negatif jika komunikator mengucapkan
kata-kata yang agresif dan sikap permusuhan.
c. Sifat Cemas
Sebagian orang pernah merasa gugup atau cemas ketika berkomunikasi.
Banyak penelitian telah dilakukan terkait dengan masalah kecemasan dalam
berkomunikasi. Penelitian yang paling populer adalah yang dilakukan oleh
James McCroskey, yang menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang pernah
mengalami kecemasan berkomunikasi. Namun ada kalanya kecemasan itu
bersifat berlebihan sehingga menjadi tidak normal.
Kecemasan berkomunikasi yang tinggi merupakan kecenderungan untuk
mengalami kecemasan dalam waktu yang relatif lama dan dalam berbagai situasi
yang berbeda. Dalam hal ini seseorang menderita karena merasa sangat cemas
ketika ia harus berkomunikasi sehingga ia ingin bahkan akan menghindari
berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini menyebabkan orang bersangkutan tidak
dapat bersosialisasi dalam masyarakat.
Kecemasan berkomunikasi merupakan bagian dari konsep yang lebih
besar dalam konsep-konsep psikologi seperti: penghindaran sosial (social
avoidance), kecemasan sosial (social anxiety), kecemasan interaksi (interaction
anxiety), dan sifat malu (shyness) yang secara umum disebut dengan kecemasan
sosial dan komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
Joseph A. DeVito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book
(DeVito, 2001: 80) menuliskan kecemasan berkomunikasi dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu:
1. Kecemasan berkomunikasi yang muncul dalam diri seseorang (trait
apprehension). Keadaan cemas ini muncul tanpa memperhatikan situasi khusus.
Ketakutan muncul dalam situasi komunikasi diadik, kelompok kecil, berbicara di
depan umum, maupun komunikasi massa.
2. Kecemasan yang timbul karena situasi sosial yang menyebabkan seseorang
tidak mampu menyampaikan pesannya secara jelas (state apprehension). Keadaan
takut, akan terlihat jelas, khusus untuk situasi komunikasi tertentu. Devito
mencontohkan individu yang mungkin takut saat berbicara di depan umum tetapi
tidak saat komunikasi diadik, atau individu yang merasakan kecemasan
berkomunikasi saat proses wawancara namun tidak ada kecemasan saat berbicara
di depan umum. Kecemasan yang timbul karena situasi sosial ini sangatlah umum;
keadaan ini dialami banyak orang saat berada dalam situasi tertentu.
II.2.2 PERILAKU CEMAS
Kecemasan dapat menyebabkan penurunan frekuensi , kekuatan, dan
ketertarikan dalam interaksi komunikasi pada individu sehingga individu memiliki
keengganan dalam berkomunikasi. Kecemasan yang tinggi menghindari situasi
komunikasi; namun saat individu didorong untuk berpartisipasi, individu tersbut
akan berkomunikasi sesedikit mungkin. Individu-individu yang mengalami
kecemasan yang tinggi akan merasa kurang puas dengan pekerjaan mereka,
mungkin karena mereka kurang berhasil dalam membangun hubungan-hubungan
Universitas Sumatera Utara
interpersonal. Semua perilaku ini tidak mengartikan bahwa kecemasan terjadi
pada orang yang tidak bahagia. Kebanyakan individu yang cemas telah belajar
atau dapat belajar untuk menangani kecemasan berkomunikasi mereka. (DeVito,
2001:80)
Burgoon (dalam Infante et. al, 1990:146) dalam penelitiannya menemukan
beberapa aspek yang memberi kontribusi terhadap munculnya ketidakinginan
individu untuk berkomunikasi dengan orang lain, yaitu:
1. Alienasi sosial, persoalan ini terjadi ketika seseorang tidak mampu mengadopsi
nilai-nilai dan norma-norma kemasyarakatan. Individu tersebut dalam
kesehariannya masih mengembangkan perasaan gelisah (insecurity), isolasi,
dan perasaan tidak mempunyai kekuasaan (powerlessness).
2. Introversi. Apa yang dimaksud sebagai introversi merupakan aspek lain yang
memberi kontribusi terhadap ketidakinginan seseorang untuk berkomunikasi
dengan orang lain, karena orang yang mempunyai sifat tertutup (introvert)
tidak menempatkan komunikasi sebagai medium interaksi yang penting; dan
karenanya
komunikasi
tidak
cukup
dibutuhkan
oleh
individu
yang
berkepribadian tertutup.
3. Harga diri (self-esteem). Harga diri merupakan satu bagian dari sindrom
ketidakinginan untuk berkomunikasi, karena individu yang mempunyai harga
diri yang rendah akan merasa khawatir orang lain memberi reaksi negatif
kepadanya. Akibatnya, ia kurang termotivasi untuk berkomunikasi karena ia
merasa tidak bisa untuk melakukannya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Patterson dan Ritts kecemasan sosial dan komunikasi memiliki
parameter seperti:
1.aspek fisik seperti denyut jantung atau wajah yang memerah karena malu
2.aspek tingkah laku, seperti penghindaran dan perlindungan diri
3.aspek kognitif, seperti terlalu fokus pada diri sendiri (self-focus) serta timbulnya
pemikiran negatif.
Dari ketiga parameter tersebut maka aspek kognitif dinilai sebagai yang
paling dominan. Hal ini berarti kecemasan sosial dan komunikasi sebagian besar
berkenaan dengan bagaimana cara kita berpikir mengenai diri kita terkait dengan
situasi komunikasi yang tengah dihadapi. (Morissan, 2010:9)
II.2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEMASAN
BERKOMUNIKASI
Penelitian telah mengidentifikasi beberapa faktor yang meningkatkan
kecemasan dalam berkomunikasi. Faktor-faktor ini dapat membantu untuk
meningkatkan pemahaman dalam mengendalikan kecemasan berkomunikasi kita,
antara lain:
a. Derajat Evaluasi
Semakin tinggi individu merasa dirinya sedang dievaluasi, maka kecemasan akan
semakin meningkat.
b. Subordinate status
Universitas Sumatera Utara
Saat individu merasa bahwa orang lain memiliki kemampuan komunikasi yang
lebih baik atau pengetahuan yang jauh lebih luas darinya, maka kecemasan
berkomunikasi akan semakin meningkat.
c. Degree of conspicuousness
Semakin menonjol seorang individu, maka kecemasan berkomunikasi akan
semakin tinggi. Inilah alasan mengapa orang yang berpidato di antara khalayak
ramai, akan lebih cemas dibandingkan mereka yang berbicara dalam sebuah
kelompok kecil.
d. Degree of unpredictability
Semakin banyak situasi tak terduga, maka semakin besar tingkat kecemasan.
e. Degree of dissimilarity
Saat individu merasakan sedikit persamaan dengan teman bicaranya, maka
individu tersebut akan merasakan kecemasan berkomunikasi.
f. Prior success and failures
Keberhasilan atau kegagalan individu di satu situasi dalam bimbingan skripsi akan
berpengaruh terhadap respon individu pada situasi berikutnya.
g. Lack of communication skills and experience
Kurangnya kemampuan dan pengalaman mahasiswa akan menyebabkan
kecemasan berkomunikasi, terutama jika mahasiswa tidak berusaha untuk
meningkatkan kemampuannya.(DeVito, 2001:81-82)
Universitas Sumatera Utara
II.3 TEORI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN (UNCERTAINTY
REDUCTION THEORY)
II.3.1 Ketidakpastian Komunikasi
Ketika kita bertemu dan terlibat dalam percakapan dengan orang yang
belum kita kenal maka biasanya banyak pertanyaan yang muncul di kepala kita
mengenai orang tersebut, dan kita tidak memiliki jawaban pasti atas berbagai
pertanyaan tersebut. Kita mengalami ketidakpastian, dan karenanya kita mencoba
untuk mengurangi ketidakpastian tersebut melalui interaksi komunikasi.
Menurut Berger, orang mengalami periode yang sulit ketika menerima
ketidakpastian sehingga orang cenderung membuat perkiraan terhadap perilaku
orang lain, dan karenanya ia akan termotivasi untuk mencari informasi mengenai
orang lain itu. Upaya untuk mengurangi ketidakpastian merupakan salah satu
dimensi penting dalam upaya membangun hubungan (relationship) dengan orang
lain.
Ketika kita berkomunikasi, menurut Berger, kita membuat rencana untuk
mencapai tujuan kita. Kita merumuskan rencana bagi komunikasi yang akan kita
lakukan dengan orang lain berdasarkan tujuan dan informasi yang telah kita
miliki. Semakin besar ketidakpastian maka kita akan semakin berhati-hati, kita
akan semakin mengandalkan data yang kita miliki. Jika ketidakpastian itu semakin
besar maka kita akan semakin cermat dalam merencanakan apa yang akan kita
Universitas Sumatera Utara
lakukan. Pada saat kita merasa sangat tidak pasti mengenai orang lain maka kita
mulai mengalami krisis kepercayaan terhadap rencana kita sendiri dan kita mulai
membuat berbagai rencana cadangan atau rencana alternatif lainnya dalam hal kita
memberikan respon pada orang lain. (Morrisan, 2010: 87-89)
Daya tarik dan keinginan berafiliasi yang ada pada diri individu memiliki
hubungan positif dengan upaya mengurangi ketidakpastian. Misalnya, ungkapan
nonverbal seseorang
dapat
mengurangi ketidakpastian orang
lain,
dan
pengurangan ketidakpastian dapat meningkatkan ungkapan nonverbal. Tingkat
ketidakpastian yang tinggi akan menciptakan jarak, sebaliknya ketidakpastian
yang rendah akan cenderung bersifat menyatukan. Ketika komunikator
menemukan kesamaan dengan lawan bicaranya, maka ketertarikan di antara
mereka akan meningkat dan kebutuhan mereka untuk mendapatkan lebih banyak
informasi justru berkurang.
Seringkali, perilaku orang lain dapat mengurangi ketidakpastian yang kita
rasakan, dan kita tidak merasakan kebutuhan untuk mendapatkan informasi
tambahan. Hal ini khususnya benar dalam hal keterlibatan kita terbatas hanya
pada situasi tertentu dan kia sudah memiliki seluruh informasi yang dibutuhkan
untuk memahami perilaku orang lain pada situasi itu. Namun pada situasi yang
berbeda, kita merasakan kebutuhan yang semakin besar untuk mendapatkan lebih
banyak informasi mengenai orang bersangkutan, misalnya, situasi yang
menunjukkan orang lain itu memiliki perilaku yang tidak normal, adanya harapan
kita akan bertemu lagi dengan orang lain itu pada waktu yang akan datang, atau
adanya harapan pertemuan itu akan menimbulkan keuntungan atau kerugian. Tiga
Universitas Sumatera Utara
kondisi inilah yang akan mendorong orang untuk berupaya mendapatkan lebih
banyak informasi mengenai orang lain.
Morrisan (2010: 86) mengutip tulisan Stephen Little John dan Karen Foss
yang memberikan contoh sebagai berikut
Misalkan, Anda mempekerjakan
seorang tukang batu untuk memperbaiki rumah Anda yang rusak, Anda mungkin
tidak memiliki kebutuhan besar untuk mengetahui mengenai orang yang Anda
pekerjakan itu karena hubungan Anda dan dia bersifat sementara dan akan segera
berakhir setelah pekerjaannya selesai. Anda tidak akan pernah bertemu dengannya
lagi. Sebaliknya, jika si tukang batu melihat Anda memasang papan reklame
bertuliskan ”rumah dikontrakkan” di depan rumah Anda dan ia mengatakan
mengenal seseorang yang sedang mencari rumah untuk disewa maka Anda secara
tiba-tiba termotivasi untuk mengentahui lebih banyak mengenai diri si tukang batu
dan juga orang yang akan menyewa rumah Anda itu. Secara khusus Anda akan
tertarik untuk mengurangi dua ketidakpastian yaitu:
a. Ketidakpastian perkiraan (predictive uncertainty) yaitu agar Anda memiliki ide
lebih baik mengenai apa yang Anda harapkan dari perilaku seseorang, dalam
hal ini si tukang batu dan orang yang akan menyewa rumah Anda itu.
b.Ketidakpastian
penjelasan
(explanatory
uncertainty)
agar
Anda
dapat
memahami lebih baik kemungkinan perilaku seseorang. Dalam hal ini,
misalnya, Anda dapat memahami perilaku orang yang akan menjadi penyewa
rumah Anda.
Berger dan Calabrese percaya bahwa orang yang terlibat dalam
percakapan untuk pertama kalinya akan membuat perkiraan terhadap lawan bicara
Universitas Sumatera Utara
dalam upaya untuk memahami pengalaman komunikasi mereka. Dalam
percakapan antara orang yang belum saling kenal para pihak yang berinteraksi
termotivasi untuk memperkirakan dan mencari penjelasan apa yang terjadi pada
pertemuan awal mereka. Dalam hal ini, Richard West dan Lynn H.Turner dalam
buku Introducing Communication Theory mendefinisikan perkiraan (prediction)
sebagai kemampuan untuk memperkirakan pilihan perilaku yang akan dipilih dari
sejumlah pilihan yang ada pada diri seseorang atau rekan bicara. (the ability to
forecast the behavioral options likely to be chosen from a range of possible option
available to onseself or to a relational partner). Penjelasan (explanation) adalah
serangkaian upaya untuk melakukan interpretasi makna tindakan yang telah lalu
dalam suatu hubungan. (to interpret the meaning of past actions in a relationship).
Kedua konsep ini, yakni prediksi dan penjelasan, menjadi dua komponen utama
dalam proses pengurangan ketidakpastian. (Morrisan, 2010: 87)
Berger dan Calabrese menyatakan bahwa komunikasi adalah instrumen
untuk mengurangi ketidakpastian terhadap lawan bicara yang baru dikenal. Pada
gilirannya, ketidakpastian yang berkurang akan menciptakan kondisi yang
kondusif bagi berkembangnya hubungan interpersonal. Dalam hal ini, percakapan
pertama dengan orang yang tidak dikenal akan menghasilkan dua kategori
ketidakpastian:
1.ketidakpastian
kognitif
(cognitive
uncertainty)
mengacu
pada
derajat
ketidakpastian mengenai kepercayaan atau sikap seseorang. Komentar yang
diberikan lawan bicara yang tidak dikenal mengenai diri kita atau mengenai apa
yang kita kenakan akan menimbulkan interpretasi; apa maksud ucapan orang itu
Universitas Sumatera Utara
yang sebenarnya? Apakah saya harus peduli dengan ucapannya? Pertanyaan ini
merupakan bentuk ketidakpastian kognitif.
2.ketidakpastian perilaku (behavioral uncertainty) berkenaan dengan seberapa
jauh perilaku dapat diperkirakan pada situasi tertentu. Pada umumnya orang
mengetahui bagaimana berbicara dan berperilaku dengan orang yang belum
dikenal seperti bersikap basa-basi, namun jika lawan bicara mengungkapkan
hal-hal yang sifatnya personal mengenai dirinya (self disclosure) pada
pertemuan pertama atau sebaliknya menunjukkan sifat tidak peduli dengan
lawan bicara maka terjadilah ketidakpastian perilaku. Orang akan mengalami
ketidakpastian kognitif atau ketidakpastian perilaku atau keduanya baik
sebelum, selama, dan setelah berinteraksi. (Morrisan, 2010: 88)
II.3.2 Asumsi Teori Pengurangan Ketidakpastian
Teori pada umumnya dibangun di atas asumsi yang menggambarkan
pandangan para pendirinya, tidak terkecuali teori pengurangan ketidakpastian
yang memiliki sejumlah asumsi, yakni:
1. Individu mengalami ketidakpastian dalam komunikasi interpersonal dengan
orang yang belum dikenalnya. Asumsi ini menyatakan bahwa individu sering
kali menghadapi ketidakpastian dalam hubungannya dengan orang lain karena
harapan yang muncul selalu berbeda dalam setiap komunikasi interpersonal.
2. Ketidakpastian merupakan situasi yang tidak disukai yang dapat menimbulkan
stres secara kognitif. Asumsi ini menyatakan bahwa ketidakpastian merupakan
keadaan yang tidak disukai, dengan kata lain butuh energi yang cukup besar
Universitas Sumatera Utara
yang melibatkan emosi dan psikis untuk tetap berada dalam kondisi yang tidak
pasti.
3. Ketika dua orang yang tidak saling kenal terlibat percakapan, maka mereka
berupaya untuk mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan prediktabilitas
yaitu kemampuan untuk membuat perkiraan terhadap pihak lainnya. Asumsi ini
menyatakan ketika orang bertemu dengan orang lain yang tidak dikenalnya
maka muncul perhatian terhadap dua hal: mengurangi ketidakpastian dan
meningkatkan prediktabilitas. Untuk meningkatkan prediktabilitas orang perlu
mencari informasi dengan menyampaikan pertanyaan kepada orang yang baru
dikenalnya itu. Ketidakpastian berkurang dengan semakin banyaknya waktu
yang tersedia untuk melakukan interaksi. Orang mulai membuka dirinya ketika
berbagai pertanyaan yang diajukan telah berhasil mengurangi ketidakpastian
secara signifikan.
4.Komunikasi interpersonal merupakan proses perkembangan yang terjadi melalui
sejumlah tahapan perkembangan, yakni:
a. Tahap masukan. Menurut Berger dan Calabrese, secara umum, kebanyakan
orang memulai interaksi pada tahap masukan yang didefinisikan sebagai tahap
permulaan interaksi dengan orang asing.
b. Tahap Personal. Setelah tahap masukan, individu akan pindah ke tahap
personal yakni tahap dimana para peserta yang melakukan interaksi
berkomunikasi secara lebih spontan dan mulai mengungkapkan informasi
yang bersifat lebih individual. Tahap personal dapat saja terjadi pada awal
Universitas Sumatera Utara
perkenalan, tetapi kemungkinan lebih besar terjadi setelah beberapa kali
interaksi.
c. Tahap Keluaran, yaitu tahap dimana individu mengambil keputusan apakah
mereka akan melanjutkan interaksi pada masa yang akan datang atau tidak.
5.Komunikasi
antarpribadi
merupakan
alat
utama
dalam
pengurangan
ketidakpastian. Kita menyadari bahwa komunikasi antarpribadi merupakan
fokus dari Uncertainty Reduction Theory (URT) dan karenanya asumsi ini
sebagai sesuatu yang sudah jelas. Komunikasi antarpribadi dapat terjadi jika
terpenuhinya
sejumlah
prakondisi
yaitu
keterampilan
mendengarkan,
tanggapan nonverbal yang mendukung, dan bahasa yang sama.
6. Jumlah dan sifat informasi yang dimiliki seseorang berubah sepanjang waktu.
Asumsi ini menekankan pada waktu, sekaligus fokus pada fakta bahwa
komunikasi antarpribadi
merupakan
elemen
berkembang
penting
dalam
secara
bertahap.
Interaksi awal
proses
perkembangan
hubungan
interpersonal.
7.Perilaku orang dapat diperkirakan sebagaimana ketentuan hukum alam. Perilaku
manusia diatur oleh prinsip-prinsip yang bersifat umum atau universal
sebagaimana aturan hukum alam. Walaupun terdapat beberapa pengecualian,
namun pada umumnya orang berperilaku sesuai dengan prinsip-prinsip yang
bersifat umum itu. (Morrisan, 2010: 89-91)
II.3.3 Aksioma Teori Pengurangan Ketidakpastian
Universitas Sumatera Utara
Dalam membangun teorinya,Berger dan Calabrese menggunakan sejumlah
aksioma sehingga teori pengurangan ketidakpastian ini sering disebut teori yang
dibangun berdasarkan aksioma yang disimpulkan dari hasil riset atau penelitian
yang pernah dilakukan sebelumnmya atau berdasarkan logika akal sehat (common
sense).
Berger dan Calabrese melalui teorinya mengajukan sejumlah aksioma atau
sering juga disebut dengan istilah preposisi. Suatu aksioma tidak memerlukan
pembuktian karena pernyataan itu sendiri merupakan bukti. Pernyataan atau
aksioma yang dikemukakan Berger dan Calabrese masing-masing menunjukkan
adanya hubungan antara ketidakpastian yang merupakan konsep sentral teori
dengan sejumlah konsep lainnya. Hubungan itu dapat bersikap positif atau negatif.
Dalam hal ini terdapat tujuh aksioma sebagai berikut:
1. Ketidakpastian yang tinggi pada tahap masukan mendorong peningkatan
komunikasi verbal di antara orang yang tidak saling mengenal. Peningkatan
komunikasi verbal pada akhirnya akan mengurangi tingkat ketidakpastian, dan
manakala ketidakpastian terus menurun jumlah komunikasi verbal meningkat.
Dua orang yang tidak saling mengenal perlu berbicara lebih banyak agar
mereka menjadi lebih pasti satu sama lainnya. Ketika mereka sudah saling
mengetahui mereka akan lebih banyak berbicara satu sama lainnya. Dalam hal
ini, terdapat hubungan negatif antara ketidakpastian dan komunikasi verbal.
2. Pada tahap awal interaksi, ketika ungkapan nonverbal meningkat maka tingkat
ketidakpastian
menurun.
Penurunan
ketidakpastian
akan
mendorong
peningkatan ungkapan nonverbal. Jika dua orang yang tidak saling mengenal
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan komunikasi nonverbal yang baik maka mereka akan semakin
pasti satu sama lainnya. Kepastian yang lebih besar akan mendorong
peningkatan komunikasi nonverbal satu sama lainnya. Dalam hal ini terdapat
hubungan antara ketidakpastian dan komunikasi nonverbal.
3. Ketidakpastian yang tinggi akan meningkatkan upaya untuk mencari informasi
mengenai perilaku orang lain. Ketika tingkat ketidakpastian menurun maka
pencarian informasi perilaku menurun. Pernyataan ini menunjukkan adanya
hubungan positif antara ketidakpastian dan pencarian informasi.
4. Tingkat ketidakpastian tinggi dalam suatu hubungan menyebabkan turunnya
tingkat keakraban isi komunikasi. Tingkat ketidakpastian yang rendah
menghasilkan tingkat keakraban yang tinggi. Tingkat keakraban tinggi ditandai
dengan keterbukaan para pihak untuk mengungkapkan informasi. Pernyataan
ini menunjukkan hubungan negatif antara ketidakpastian dan tingkat
keakraban.
5. Tingkat ketidakpastian tinggi menghasilkan tingkat resiprositas tingggi. Tingkat
ketidakpastian rendah menghasilkan tingkat resiprositas rendah. Kedua
pernyataan menunjukkan hubungan positif. Dua orang yang baru pertama kali
terlibat dalam percakapan akan cenderung meniru satu sama lainnya. Adapun
yang dimakasud dengan resiprositas adalah jika salah satu pihak hanya
menyediakan sedikit informasi mengenai dirinya maka pihak lainnya akan
melakukan hal serupa. Semakin banyak orang berbicara satu sama lainnya
semakin besar kepercayaan mereka untuk membuka informasi dirinya kepada
orang lain.
Universitas Sumatera Utara
6. Kesamaan akan mengurangi ketidakpastian sedangkan perbedaan akan
meningkatkan ketidakpastian. Pernyataan ini menunjukkan hubungan negatif.
Dua orang yang belum saling kenal tetapi sama-sama menjadi anggota suatu
organisasi menunjukkan adanya kesamaan, namun keduanya mungkin
memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut memberikan kontribusi terhadap
tingkat ketidakpastian.
7. Ketidakpastian yang meningkat akan mengurangi perasaan tertarik dalam
berinteraksi sebaliknya penurunan ketidakpastian menghasilkan peningkatan
ketertarikan. Pernyataan menunjukkan hubungan negatif antara ketidakpastian
dengan rasa suka atau tidak suka. (Morrisan, 2010: 92)
Tabel 1. Aksioma Teori Pengurangan Ketidakpastian
Konsep Utama
Konsep Terkait
Hubungan
Ketidakpastian meningkat
Komunikasi verbal
menurun
Negatif
Ketidakpastian meningkat
Pernyataan nonverbal
menurun
Negatif
Ketidakpastian meningkat
Pencarian informasi
menurun
Negatif
Ketidakpastian meningkat
Keakraban komunikasi
menurun
Negatif
Ketidakpastian meningkat
Resiprositas menurun
Positif
Ketidakpastian meningkat
Kesamaan menurun
Negatif
Ketidakpastian meningkat
Kesukaan menurun
Negatif
Sumber: Morrisan.M.A, Psikologi Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
Download