BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara normatif

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara normatif, ketentuan Pasal 33 UUD 1945, sering dipahami sebagai
sistem ekonomi yang layak dipakai oleh bangsa Indonesia. Pada Pasal 33 ayat
(1) misalnya, menyebutkan bahwa perekonomian nasional disusun sebagai
usaha bersama berdasar asas kekeluargaan. Asas ini dapat dipandang sebagai
asas bersama (kolektif) yang bermakna dalam kontek sekarang yaitu
persaudaraan, huanisme, dan kemanusian.Artinya ekonomi tidak diandang
sebagai wujud sistem persaingan liberal ala Barat, tetapi ada nuansa moral dan
kebersamaannya, sebagai refleksi dari tanggung jawab sosial. Pasal ini
dianggap menjadi dasar dari ekonomi kerakyatan.1
Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3), menunjukan bahwa Negara masih
mempunyai peranan dalam perekonomian. Peranan itu ada 2 (dua) macam2 ,
yaitu sebagai gulator dan sebagai aktor yang berupa Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Ayat (2) menekankan peranan negara sebagai aktor yang berupa
Badan Usaha Milki Negara (BUMN). Peranan Negara sebagai gulator tidak
dijelskan dalam rumusan yang ada dalam rumusan yang ada, kecuali jika istilah
“dikuasai” diintepretasikan sebagai “diatur”, tetapi yang diatur disini adalah
sumber daya alam yang diarahkan sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat.Hal
ini kontroversial, muncul pada norma pada ayat(4). Ketentuan ini seharusnya
menekankan dipakainya asas “pasar” atau pasar yang berkeadian. “Tapi
agaknya istilah “pasar” ditolak dan yang dipakai adalah istilah “efisiensi”.
Sayangnya efisiensi ini dibiarkan tanpa predikat.
Jika dicermati, maka keseluruhan norma dalam Pasal 33 UUD 1945
dewasa ini ternyata tidak dekat dengan ide pasar, efisiensi globalisasi, beberapa
istiah
lebih
dekat
dengan
paham
sosial
demokrasi,
misalnya
kebersamaan,berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian. Nilai1
Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik : Kebijakan dan Strategi Pembangunan, Jakarta, Granit, 2004.
M. Dawam Rahardjo, “Evaluasi dan Dampak Amandemen UUD 1945 terhadap Perekonomian di Indonesia”,
UNISIA, No. 49/XXVI/III/2003.
2
nilai itu muncul sebagai reaksi terhadapperkembangan ekonomi global. Bahkan
di dalam ayat (4) disebut juga “ demokrasi ekonomi”. Istilah ini sebenarnya
merupakan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dengan usaha bersama
berdasarkan kekeluargaan.
Secara prinsip, asas inilah yang menjadi substansi utama dari sistem
ekonomi Pancasila3.
Untuk menetapkan sistem ekonomi Pancasila sebagai
sistem ekonomi Indonesia tidaklah mudah karena selama bertahun-tahun kita
mengkonsumsi sistem ekonomi berkuaitas liberal.
Dalam hal ini sistem ekonomi harus mendukung pembangunan sistem
hukum secara positif, agar sistem hukum itu dapat lebih mendukung
pembangunan sistem ekonomi nasional. Salah paham yang sering dijumpai
seolh-olah Hukum Positif Indonesia, yaitu hukum yang berlaku di Indonesia pada
saat ini sudah merupakan Hukum Nasional, sekalipun hukum itu (baik UU,
Pertauran Daerah,dll.) bertentangan dengan Konstitusi, terutama bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar 1945.4
BUMN adalah sebuah badan usaha yang mempunyai peranan penting
dalam
penyelenggaraan
perekonomian
nasional
guna
mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Badan Usaha Milik Negara merupakan salah satu
pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi
ekonomi. Peran Badan Usaha Milik Negara dalam perekonomian nasional untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat belum optimal. BUMN ikut berperan
menghasilkan barang dan atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan
sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin
penting sebagai pelaporan dan atau perintis dalam sektor-sektorusaha yang
belum diminati usaha swasta.Disamping itu, BUMN juga mempunyi peran
strategis sebagai pelaksana pelayan publik, penyeimbang kekuatan–kekuatan
swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi.
Pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan peran BUMN dalam
sistem perekonomian nasional, terutama upaya peningkatan kinerja dan nilai
3
http://adisulistiyono.com/downloads/ORASI-ILMIAH-%20GB-HUKUM-EKONOMI.pdf, di akses 13 Maret 2011.
BPHN, “Membangun Hukum Nasional Yang Demokratis Dalam Tatanan Masyarakat yang Berbudaya dan Cerdas
Hukum”, pada Seminar Dan Temu Hukum Nasional IX, Yogyakarta, 19-22 November 2008.
4
(value) perusahaan, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan
umum.
Sasaran kualitatif yang ingin dicapai dalam kurun waktu 5 tahun (200220006) adalah menjadikan BUMN sebagai Badan Usaha berkarakteristik
perusahan kelas dunia, yaitu berorientasi pada penciptaan nilai dengan kerja
finansial dan operasional, berorientas pada pengembangan core competencies
dengan fokus pada industri sekunder tersier (hilir). Skala usaha internasional
dalam pendapatan, produksi, pemasaran dan kemampuan pendanaan dengan
akses global serta usaha yang terfokus dan terintegrasi dalam satu sektor
tertentu. Terdapat indikasi baha upaya-upaya penyehatan restrukturisasi usaha
oleh masing-masing Badan Usaha belum terlaksana secara optimal, baik karena
kendala internal maupun eksternal. Menyadari bahwa upaya-upaya penyehatan
merupakan salah satu langkah strategis dalam memperbaiki kinerja usaha dan
keuangan Badan Usaha, maka perlu dilakukan akselerasi atau percepatan
terhadap upaya-upaya penyehatan Badan Usaha. Untuk itu dalam setiap Badan
Usaha akan dibentuk Tim Akselerasi Penyehatan Badan Usaha yangmelibatkan
wakil-wakil dari Pemegang Saham maupun Badan Usaha itu sendiri. Akselerasi
penyehatan Badan Usaha tersebut dimaksudkan untuk mempercepat proses
value creation melalui, restrukturisasi usaha/ bisnis, keuangan, manajemen dan
organisasi, merger dan akuisisi, kerjasama usaha antar Badan Usaha, atau
likuidasi, divestasi dan privatisasi serta spin off terhadap non core competence
business dan non-performance.
Transparansi dalam pengelolaan Badan Usaha merupakan pra kondisi
yang penting untuk meningkatkan kinerja Badan Usaha dan merupakan kunci
keberhasilan dalam menciptakan lingkungan bisnis yang tepat. Dengan
penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dalam pembinaan dan
pengelolaan Badan Usaha diharapkan semua pihak akan memiliki acuan yang
sama dalam pengelolaan usaha.
Dalam kenyataannnya, walaupun BUMN telah mencapai tujuan awal
sebagai pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, namun tujuan
tersebut dicapai dengan biaya dengan relatif tinggi. Kinerja perusahaan dinilai
belum memadai, BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan barang dan
/atau jasa yang bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga terjangkau serta
belum mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis global. Berdasarkan
data,dalam rentang waktu antara tahun 1998 hingga 2004 kinerja dan posisi
keuangan BUMN pada umumnya kurang sehat dan semakin diperburuk karena
dampak krisis moneter tahun 1997 sebagaimana terlihat dari penurunan kinerja
pada
tingkat
terkaitdengan
yang
BUMN
sagat
signifikan.
adalah
kondisi
Permasalahan
keuagan
lain
negara
yang
muncul
(Anggaran
dan
Pendapatan Belanja Negara) yang kurang baik terutama sejak krisis ekonomi
tahun 1997. Dalam kondisi APBN defisit pemerintah selaku “otoritas” BUMN
memiliki wewenang untuk menempatkan BUMN sebagai “buffer” bila mengalami
kesulitan anggaran. Mengingat jumlah aset yang dikuasai pemerintah yang
berada dibawah kontrol 161 BUMN adalah sangat besar, yaitu sekitar Rp 772,5
triliun maka dimungkinkan untuk menjual sebagian aset BUMN5.
BUMN adalah sebuah badan usaha yang mempunyai peranan penting
dalam penyelenggraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. puluh BUMN tetap menggunakan prinsip-prinsip yang diatur dalam
UU No.1 Tahun 1955 (lima persen) saham yang disetorkan dari kekayaan
negara yang dipisahkan. Pejabat BUMN yang melakukan perbuatan melawan
hukum berpontensi mengakibatkan kerugian negara dapat memenuhi unsurunsur tindak pidana korupsi.
Sejalan dengan hal tersebut di atas,
maka untuk mengatasinya pemerintah perlu meningkatkan produktivitas dan
efisiensi BUMN. Peningkatan produktivitas dan efisiensi BUMN dapat dilakukaan
dengan cara restruktrusisasi dan privatisasi perusahaan. Restrukturisasi adalah
upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah
satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna
memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Restrukturisasi,
dimaksudkan bagi perusahaan yang usahanya berkaitan dengan kepentingan
umum. Sedangkan bagi BUMN yang tujuannya memupuk keuntungan dan
5
Pandu Patriadi, http://www.google.com/privatisasi.
bergerak dalam sektor yang kompetitif didorong untuk privatisasi. Oleh sebab itu,
privatisasi hanya dapat dilakukan terhadap BUMN yang berbentuk Persero.
Pasal 1 (12) UU no 19 tahun 2003 tentang BUMN berbunyi: "Privatisasi
adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada
pihak
lain
dalam rangka
meningkatkan
kinerja
dan
nilai perusahaan,
memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas
pemilikan saham oleh masyarakat" Privatisasi seharusnya diberi batasan
sehingga tidak merugikan kepentingan masyarakat. Privatisasi juga harus
menguntungkan bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia, selain itu mampu
meningkatkan kinerja BUMN, dalam pengelolaannya mampu menerapkan prinsip
- prinsip good governance,6 dan peningkatan kinerja BUMN bukan hanya pada
jangka pendek, akan tetapi untuk jangka panjang,
mengingat tahun 2010
Indonesia akan menghadapi pasar global, dimana produsen - produsen asing
akan menjual produk-produk yang berkualitas.
Keberadaan UU No. 19 Tahun 2003 pada saat ini dianggap tidak sesuai
lagi dengan perkembangan perekonomian yang semakin pesat secara nasional
maupun internasional. Setidaknya terdapat 24 klausul dalam UU tersebut yang
mengganjal dan menjadi permasalahannya dalam penerapannya7. Salah
satunya adalah maksud dan tujuan pendirian BUMN.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka Badan Pembinaan
Hukum Nasional dalam hal ini mengangap perlu melakukan analisis dan evaluasi
terhadap perundang-undangan yang terkait dengan Badan Usaha Milik Negara,
khususnya mengkaji UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
baik dari segi materi(substansi) hukum, struktur hukum dan budaya hukum
maupun permasalahan-permasalahan yang timbul terhadap penerapan UU
tersebut.
B.
Pokok Permasalahan.
6
http://www.yarsi.ac.id/berita/49-smart-stories/169-fh.html, Rabu, 20 Mei 2009 18:46
7
http://www.investor.co.id/macroeconomics/uu-bumn-akan-direvisi/1980, Selasa, 5 April 2011/14:53
1.
Apakah Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara telah cukup melindungi atau memenuhi kebutuhan hajat hidup
orang banyak ?.
2.
Permasalahan-permasalahan
apa
saja
yang
ditemui
berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ada?.
3.
Upaya-upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah agar Badan Usaha
Milik Negara dapat memenuhi kesejahteraan rakyat ?.
C.
Maksud dan Tujuan.
Maksud kegiatan ini adalah untuk menganalisis dan mengevaluasi
apakah materi hukum yang ada, menyangkut Undang Undang No. 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan peraturan perundang-undangan
yang terkait lainnya masih relevan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
masyarakat baik secara yuridis, sosiologis maupun filosofis, selanjutnya
menganalisis serta mengevaluasi semua permasalahan yang ditemui terhadap
pelaksanaan UU tersebut.
Tujuannya adalah untuk memberikan rekomendasi atau masukan (a) apa
yang harus dilakukan pemerintah agar Badan Usaha Milik Negara diketahui dan
difahami
secara
luas
dan
dimanfaatkan
oleh
para
pemulia
dan
(b)
penyempurnaan dan pembaruan peraturan perundang-undangan tentang Badan
Usaha Milik Negara dalam rangka Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional
D.
Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup pembahasan terhadap UU No. 19 Tahun 2003
adalah meliputi :
1.
UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan undangundang terkait lainnya.
E.
2.
Permasalahan yang timbul dari Badan Usaha Milik Negara.
3.
Sosialisasi Badan Usaha Milik Negara yang telah dilakukan.
Metodologi.
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yang
dilakukan dengan :
1.
Menggunakan metode analisis terhadap UU No.19 Tahun 2003 dan
peraturan yang terkait yang diuraikan secara deskriptif.
2.
Mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Badan
Usaha Milik Negara.
3.
Menginventarisir dan manganalisis kegiatan sosialisasi yang pernah
dilakukan.
F.
Jadwal Kegiatan.
Pelaksanaan kegiatan tim ini dilaksanakan 6 (enam) bulan yaitu dari bulan
Maret 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011, dengan susunan jadwal
kegiatan adalah sebagai berikut :
G.
1.
Penyusunan Personil dan pembuatan proposal (Maret s/d April 2011)
2.
Pengumpulan Data (April 2011)
3.
Pengolahan Data (Mei s/d Juni 2011)
4.
Analisis dan Evaluasi Data (Juli )
5.
Penyusunan Laporan Akhir (Agustus 2011)
6.
Penyerahan Laporan Akhir (September 2011)
Susunan Keanggotaan
Keanggotaan Tim Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Badan Usaha
Milik Negara (UU No.19 Tahun 2003) adalah :
Ketua
:
Sekretaris
:
Anggota
:
Dr. Freddy Harris, SH., MH.
Yul Ernis, S.H., MH
1.
Herman Hidayat, SH
2.
Tri Wahyuningsih Retno Mulyani, SH., M.Hum
3.
R.Herlan Arbanto,SH
4.
Jonny Naldi, S.H.,MM
5.
Supriyatno, S.H. MH
6.
Gardjito, S.Sos
Asisten
:
1.
Danang Risdiarto, SE
2.
Darti
BAB II
TINJAUAN UMUM
A.
Keuangan Negara atau Kekayaan Negara
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan. (UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal
1, Ayat 1)Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara menyatakan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dari pengertian
tersebut terdapat beberapa unsur BUMN, yaitu :
1.
Merupakan badan usaha.
2.
Seluruh atau sebagian modalnya dimiliki negara melalui penyertaan secara
langsung.
3.
Kekayaan berasal dari negara yang dipisahkan.
Badan usaha merupakan suatu organisasi yang kegiatan usahanya dalam
bidang perekonomian, yang meliputi perdagangan, perindustrian, perjasaan, dan
keuangan (pembiayaan). Dalam UU BUMN bentuk usaha badan usaha milik
negara, terbagi menjadi dua, perusahaan umum (Perum) dan perusahaan
perseroan (Persero).
Modal pada Perum tidak terbagi atas saham-saham, dan seluruh
modalnya dimiliki negara. Sedangkan pada Persero modal terbagi atas sahamsaham dan modalnya dapat seluruhnya atau paling sedikit 51% dimiliki negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara menyebutkan terhadap persero berlaku segala ketentuan dan
prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Filosofi mengapa dibentuk Badan Usaha Milik Negara adalah karena ayat
(2) dan (3) yang mengandung maksud bahwa; cabang-cabang produksi penting
bagi Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Kemudian bumi, air, dan kekeayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian tugas pertama Negara dengan membentuk badan
usaha adalah untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat, manakala sektorsektor tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta. Kemudian tugas-tugas
seperti itu diterjemahkan sebagai bentuk usaha oleh Negara yang membuat
BUMN menjadi agen pembangunan/agent of development.
Pemisahaan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal negara
ke dalam modal BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan
langsung negara ke dalam BUMN tersebut, sehingga setiap penyertaan tersebut
perlu
ditetapkan
dengan
peraturan
pemerintah.
Untuk
memonitor
dan
penatausahaan kekayaan negara yang tertanam pada BUMN dan perseroan
terbatas, termasuk penambahan dan pengurangan dari kekayaan Negara
tersebut serta perubahan struktur kepemilikan negara sebagai akibat adanya
pengalihan saham milik negara atau penerbitan saham baru yang tidak diambil
bagian oleh negara, perlu ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Maksud dari dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal
negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi
didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun
pembinaan dan pengelolaannya berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat. Termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yaitu
meliputi pula proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan
sebagai penyertaan modal negara.
Perum sebagai perusahaan negara lebih mengutamakan pelayanan demi
kemanfaatan kepentingan umum berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan
dan tidak semata-mata untuk mengejar keuntungan. Namun untuk kelangsungan
perusahaan, Perum tetap harus mengejar keuntungan walaupun tidak sebagai
tujuan utama.
Perusahaan perseroan (Persero) merupakan badan usaha milik negara
yang berbentuk perseroan terbatas, dengan demikian berlaku prinsip-prinsip
perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas. Persero didirikan dengan tujuan menyediakan
barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, serta
mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN
menyatakan bahwa Perusahaan Persero (Persero) adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terabatas yang modalnya terbagi atas saham yang seluruh
atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mencari keuntungan. Selanjutnya
menurut Pasal 11 Persero berlaku ketentuan Undang-Undang No.1 Tahun 1995.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (6) UU PT, BUMN persero memperoleh status badan
hukum setelah akte pendiriannya disahkan oleh menteri Kehakiman.
Karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan
badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian
kekayaan BUMN Persero adalah sebagai badan hukum bukanlah kekayaan
negara.
Kekaburan pengertian Keuangan Negara dimulai oleh definisi keuangan
negara dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yang menyatakan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun
berupa
barang yang
dapat dijadikan
milik
negara
berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Psl. 1 angka 1).
Menteri Keuangan meminta Fatwa Mahkamah Agung. Mahkamah Agung
dalam Fatwanya menyatakan bahwa tagihan bank BUMN bukan tagihan negara
karena bank BUMN Persero tunduk pada UU PT. Dengan demikian Mahkamah
Agung berpendapat kekayaan negara terpisah dari kekayaan BUMN Persero.
Selanjutnya keuangan BUMN Persero bukan keuangan negara, Pasal 56
UU PT menyatakan bahwa dalam waktu lima bulan setelah tahun buku
perseroan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan untuk diajukan kepada
RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya, antara lain perhitungan tahunan yang
terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba/rugi
dari buku tahunan yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut.
Dengan demikian kerugian yang diderita dalam satu transaksi tidak berarti kerugian perseroan terbatas tersebut, karena ada transaksi-transaksi lain yang
menguntungkan. Andaikata ada kerugian juga belum tentu secara otomatis
menjadi kerugian perseroan terbatas tersebut, karena mungkin ada laba yang
belum dibagi pada tahun yang lampau atau ditutup dari dana cadangan
perusahaan. Dengan demikian tidak benar kerugian dari satu transaksi menjadi
kerugian negara. Namun beberapa sidang pengadilan tindak pidana korupsi
telah menuntut terdakwa karena telah terjadinya kerugian dari satu atau dua
transaksi.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun
1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, yang berbunyi :
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara …” Kata-kata : “… yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ..” , yang dapat ditafsirkan
menurut kehendak siapa saja yang membacanya tidak mendatangkan kepastian
hukum kepada pencari keadilan dan penegak hukum, karena perbuatan atau
peristiwa tersebut belum nyata atau belum tentu terjadi dan belum pasti
jumlahnya.
Telah ada definisi “Kerugian Negara” yang menciptakan kepastian hukum, yaitu
sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara, Pasal 1 ayat (22) : “Kerugian Negara/Daerah adalah
kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya
akibatnya perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”. “Kerugian
negara yang nyata dan pasti jumlahnya…”, memberi kepastian hukum.
-
BPK tidak dapat memeriksa BUMN Persero karena kekayaan BUMN
Persero bukan kekayaan negara. Bila BPK ingin memeriksa BUMN Persero
maka Pasal 23 E UUD 45 perlu diamandemen dengan menyebutkan bahwa
BPK tidak hanya memeriksa keuangan negara, tetapi juga keuangan perusahaan swasta. Hal ini berlawanan dengan latar belakang adanya BPK
sebagai salah satu Upaya hukum bagi Pemerintah sebagai pemegang saham, UU PT tetap memungkinkan Pemegang Saham menggugat Direksi
atau Komisaris apabila keputusan mereka itu dianggap merugikan
Pemegang Saham. Oleh karenanya Negara sebagai Pemegang Saham
dapat menggugat individu Komisaris dan Direksi karena keputusan mereka
dianggap merugikan.
Adalah tidak benar tuntutan terhadap Direksi dilakukan berdasarkan
Undang-Undang No. 21 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, atas dasar harta kekayaan Badan Hukum BUMN Persero
adalah harta kekayaan negara sebagai Pemegang Saham, bahwa harta
kekayaan Badan Hukum BUMN Persero tidaklah merupakan harta
kekayaan negara selaku pemegang saham.8
Pemerintah dalam hal ini Kejaksaan Agung dapat mengajukan tuntutan
pidana kepada Direksi dan Komisaris PT. BUMN (Persero) bila mereka
melakukan korupsi.
Direksi suatu perusahaan BUMN Persero dapat dituntut dari segi hukum
pidana.Hal ini dapat saja dilakukan apabila Direksi bersangkutan melakukan
penggelapan, pemalsuan data, dan laporan keuangan, pelanggaran
Undang-Undang Perbankan, pelanggaran Undang-Undang Pasar Modal,
pelanggaran Undang-Undang Anti Monopoli, pelanggaran Undang-Undang
Anti Pencucian Uang (Money Laundering) dan Undang-Undang lainnya
yang memiliki sanksi pidana.
-
Sinkronisasi Undang-Undang perlu untuk meningkatkan lembaga negara.
-
amandemen perlu dilakukan terhadap Undang-Undang No. 31 tentang
Tindak Pidana Korupsi yaitu mengenai pengertian tindak pidana korupsi,
yaitu : “Tindak pidana korupsi… yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara “diganti menjadi” tindak pidana korupsi… yang
dapat merugikan keuangan perusahaan swasta, perusahaan negara, dan
jawatan.
8
ibid
Pasal 2 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi
perlu dirubah menjadi tidak hanya yang dapat merugikan negara tetapi juga
yang tidak merugikan negara, yaitu merugikan perusahaan swasta, karena
korupsi adalah kejahatan.
-
perlu perubahan pengertian keuangan negara dalam Undang-Undang
No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara, mengikuti usul perubahan definisi keuangan negara
dalam beberapa undang-undang sebelumnya seperti tersebut di atas,
sehingga kekayaan BUMN tidak merupakan keuangan negara atau
kekayaan negara sebagai pemegang saham, tetapi kekayaan badan hukum
itu sendiri.
B.
Restrukturisasi BUMN
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN
bahwa, restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan
BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi
internal perusahaan guna memperbaiki
kinerja dan meningkatkan nilai
perusahaan. Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan
BUMN
agar
dapat
beroperasi
secara
efisien,
transparan,
dan
9
profesional. Program restrukturisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan
nilai perusahaan, memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada
Negara, menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif
kepada konsumen dan memudahkan pelaksanaan privatisasi.
Privatisasi menurut Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara, merupakan penjualan saham Persero, baik sebagian
maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan
nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta
memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. Berdasarkan pengertian
9
http://www.bumn.go.id/kinerja-kementerian-bumn/restrukturisasi/
privatisasi tersebut maka Kementerian Negara BUMN mendorong BUMN untuk
meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan guna meningkatkan peran
serta masyarakat dalam kepemilikan sahamnya.10Sesuai pasal 74 Undangundang 19 tahun 2003 telah ditetapkan maksud dan tujuan Privatisasi. Maksud
dan tujuan yang telah ditetapkan Undang-Undang tersebut sekaligus menjadi
misi memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero, meningkatkan efisiensi
dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen
keuangan yang baik/kuat, menciptakan struktur industri yang sehat dan
kompetitif, menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global, dan
menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
Program privatisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai
tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pemilikan saham Persero Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsipprinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, dan
kewajaran. Pengamat ekonomi dari UI Faisal Basri menilai, restrukturisasi badan
usaha milik negara (BUMN) mendesak dilakukan. "Pasar baru harus dibangun
tidak hanya dengan penciptaan pasar baru seperti prinsip neo-liberalisme, tapi
dengan pengaturan dan penciptaan stabilitas pasar," BUMN dalam membangun
pasar juga harus didukung penciptaan kebijakan pasar yang mendukung agar
pasar tidak anarkis, tapi berperadaban dan bermartabat Selain itu, kebijakan
yang menjaga stabilitas pasar pun harus diupayakan.11
Anggota Komisi Keuangan DPR Drajad Wibowo mengatakan, kinerja
BUMN yang terus menerus turun harus disikapi dengan restrukturisasi internal
dan eksternal. Secara internal, harus dilakukan restrukturisasi keuangan, kredit,
manajerial, dan korporasi. Khusus untuk restrukturisasi korporasi, menurut dia,
peraturan pemerintah tentang BUMN harus segera diterbitkan guna menjelaskan
10
11
http://www.bumn.go.id/kinerja-kementerian-bumn/privatisasi/
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2005/03/23/brk,20050323-68,id.html, Rabu, 23 Maret 2005 | 21:04
WIB
proses merger dan akuisisi yang tengah menjadi wacana. Sedangkan secara
eksternal dapat dilakukan restrukturisasi industri dan kebijakan perdagangan.
"Agar kebijakan tidak mengarah pada free faal liberalization," salah satu cara
mengembangkan BUMN dapat melalui memperkuat jaringan sektoral. "Selama
ini
tidak
pernah
terpikir
memperkuat
sectoral
linkage,"
katanya.
Dia
mencontohkan agroindustri yang menggunakan strategi jaringan sektoral bisa
meliputi perusahaan perkebunan sawit, karet, Inhutani, dan Perhutani. Meskipun
demikian, dia mengakui, akan adanya beberapa hambatan yang akan dihadapi
dalam menjalankan strategi tersebut seperti adanya agenda liberalisasi terjun
bebas, privatisasi yang berlebihan, inefisiensi karena KKN, serta tingkat
intervensi politis terhadap BUMN yang masih tinggi. Pengamat ekonomi dari
UGM Revrisond Baswir juga menyatakan pentingnya reformasi BUMN untuk
memperbaiki kinerja. "Terutama bagaimana memperbaiki perilaku kekuasaan
serta perbaikan pola hubungan antara manajemen BUMN dengan pemerintah
dan parlemen," katanya. Karena itu, menurut Revrisond, perlu dibentuk sebuah
badan independen yang bertanggung jawab khusus dalam mengembangkan
BUMN. "Badan itu dapat disebut sebagai Badan Pengembangan BUMN,"
katanya. Badan ini dipimpin oleh sebuah dewan pimpinan yang diangkat oleh
pemerintah dengan persetujuan parlemen. Badan ini bertanggung jawab pada
pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan perkembangan kinerja
BUMN pada parlemen dan masyarakat.
Pemerintah akan mempercepat proses restrukturisasi badan usaha milik
negara. Selain itu, kelanjutan privatisasi juga akan dipercepat.12 Menteri Negara
BUMN mengatakan langkah ini ditempuh agar daya saing perusahaan
meningkat dan mampu berkontribusi bagi kesejahteraan rakyat. "Privatisasi
12
Rr Ariyani – Tempo http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/04/12/brk,20070412-97712,id.html,
Kamis, 12 April 2007 | 14:01 WIB
penting untuk perkembangan pasar modal, peningkatan tata kelola perusahaan
yang baik dan memberikan kontribusi ke anggaran negara.
Kebijakan pemerintah dalam restrukrisasi BUMN didorong oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah kondisi organisasi dalam
kinerja BUMN itu sendiri dan keuangan Negara yang tidak menggembirakan.
Sedangkan faktor eksternal yang menjadi pendorong restrukrisasi BUMN adalah
pendirian dan aktivitas organisasi bisnis internasional serta regional yang
menetapkan
prisip-prinsip
pasar
bebas
dalam
bisnis
global.
Program
restrukrisasi BUMN sebagai salah satu upaya pemerintah membenahi BUMN
agar pengelolaannya sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis dan tidak betentangan
dengan konstitusi.
C.
Pengelolaan BUMN
Keberadaan BUMN yang merupakan salah satu wujud nyata pasal 33
UUD 1945 memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Namun demikian, dalam realitanya, seberapa jauh BUMN mampu menjadi alat
negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa ini tergantung
pada tingkat efisiensi dan kinerja dari BUMN itu sendiri. Apabila BUMN tidak
mampu beroperasi dengan tingkat efisiensi yang baik, pada akhirnya akan
menimbulkan beban bagi keuangan negara dan masyarakat akan menerima
pelayanan yang tidak memadai dan harus menanggung biaya yang lebih tinggi.
Hingga akhir tahun 2004, jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
dimiliki Pemerintah tercatat sebanyak 158 BUMN. Dari keseluruhan BUMN
tersebut sebanyak 127 BUMN mampu mencetak laba, jumlah ini jauh meningkat
dari 103 BUMN di tahun 2003. Total keseluruhan laba yang dihasilkan adalah
sebesar Rp29,43 triliun (prognosa) atau meningkat 15 persen dibanding tahun
sebelumnya. Perkembangan yang positif ini juga didukung dengan semakin
menurunnya kerugian yang dialami BUMN secara keseluruhan. Untuk tahun
2004 total kerugian tersebut turun sekitar 26 persen dibanding tahun 2003.
Penurunan yang sama juga terjadi di sisi kewajiban BUMN yaitu turun sebesar
8,6 persen. Dalam kurun waktu tersebut, telah dilaksanakan restrukturisasi
BUMN sesuai dengan Master Plan BUMN Tahun 2002–2006.
Di tahun 2005, diharapkan telah tersusun sebuah dokumen perencanaan
pengelolaan BUMN yang berkesinambungan dan komprehensif dalam rangka
penyempurnaan Master Plan BUMN sebelumnya. Master Plan BUMN Tahun
2005–2009 ini pada intinya mengandung tiga kebijakan pokok pengelolaan
BUMN, yaitu restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi untuk mensinergikan 158
BUMN yang ada sehingga menciptakan nilai tambah bagi BUMN. Di sisi lain,
telah terpetakannya strategi pengembangan BUMN pada beberapa sektor akan
membantu menajamkan kebijakan lanjutan pengelolaan BUMN.
Di samping itu, kebijakan tersebut diiringi dengan pemantapan penerapan
prinsip-prinsip
tata
kelola
perusahaan
yang
baik
(good
corporate
governance/GCG) di dalam pengelolaan masing-masing BUMN. Sebagai tindak
lanjut dari upaya ini dilakukan langkah evaluasi terhadap penerapan prinsipprinsip tersebut pada seluruh BUMN. Sementara itu, standar kerja serta aplikasi
e-procurement yang merupakan salah satu upaya peningkatan transparansi
serta efisiensi didalam pengelolaan BUMN juga diharapkan telah selesai disusun
dan diterapkan di beberapa BUMN sebagai pilot project.
Dengan upaya-upaya ini diperkirakan pencapaian indikator-indikator
kinerja BUMN akan menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya.
Indikator-indikator
seperti
laba
yang
dihasilkan,
jumlah
BUMN
yang
menghasilkan laba, jumlah BUMN yang sehat serta angka tingkat hasil aset
(return on asset/ROA) diharapkan dapat mengalami peningkatan.
Kinerja BUMN masih belum optimal. Walaupun saat ini kinerja BUMN
secara umum telah menunjukkan adanya peningkatan, namun pencapaian
tersebut masih jauh dari hasil yang diharapkan. Dengan kinerja demikian, masih
ada potensi BUMN untuk membebani fiskal yang dapat mempengaruhi upaya
mempertahankan kesinambungan fiskal. Kinerja BUMN mempunyai pengaruh di
sisi pendapatan dan di sisi pengeluaran negara. Disisi pendapatan, BUMN
menyumbang pada penerimaan negara baik penerimaan pajak maupun bukan
pajak. Sedangkan disisi pengeluaran, jika BUMN memiliki kinerja yang rendah,
pada akhirnya mengakibatkan beban terhadap pengeluaran negara.
Pelaksanaan konsolidasi dan revitalisasi bisnis BUMN (2002-2004)
memang telah mampu meningkatkan kinerja BUMN. Hal ini dapat dilihat pada
realisasi penjualan tahun 2000-2003 yang meningkat rata-rata sebesar 17,8
persen per tahun. Sementara itu laba bersih BUMN antara tahun 2000-2003 juga
mencapai peningkatan rata-rata yang cukup tinggi, yaitu 26,7 persen per tahun.
Kalau pada tahun 2000 baru mencapai sebesar Rp14 triliun, tahun 2001
meningkat sebesar 35,7 persen, dan tahun 2002 meningkat lagi sebesar 36,8
persen. Tahun 2003 laba bersih BUMN tersebut telah mencapai sebesar Rp28
triliun atau meningkat dua kali lipat dibandingkan laba bersih tahun 2000. Di sisi
lain, meskipun jumlah BUMN yang sehat pada tahun 2003 turun menjadi 97
perusahaan dibanding tahun sebelumnya 102 perusahaan, akan tetapi dari sisi
jumlah pajak (PPh dan PPn) yang disetorkan kepada negara terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 2001, jumlah pajak yang disetor sebesar Rp8,7 triliun,
tahun 2002 sebesar Rp16,4 triliun atau naik 88,5 persen dan tahun 2003
meningkat lagi sebesar Rp22,1 triliun atau naik 34,8 persen dari tahun
sebelumnya dan pada tahun 2004 BUMN diharapkan akan mampu memberikan
kontribusi kepada negara sebesar Rp27 triliun yang berasal dari dividen Rp6
triliun, pajak sebesar Rp16 triliun dan privatisasi sebesar Rp5 triliun.
Masih banyak kendala serta permasalahan yang terdapat dalam
pengelolaan BUMN dan upaya peningkatan kinerjanya. Permasalahan tersebut
antara lain disebabkan masih lemahnya koordinasi kebijakan antara langkah
perbaikan internal perusahaan dengan kebijakan industrial dan pasar tempat
BUMN tersebut beroperasi, belum terpisahkannya fungsi komersial dan
pelayanan
masyarakat
pada
sebagian
besar
BUMN
dan
belum
terimplementasikannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance secara utuh
di seluruh BUMN. Di samping itu, belum optimalnya kesatuan pandangan dalam
kebijakan privatisasi di antara stakeholder yang ada berpotensi memberikan
dampak negatif dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan kebijakan ini.
Ke depan, tantangan yang dihadapi adalah memberikan sumbangan yang
makin besar pada keuangan negara. Di samping itu masyarakat yang semakin
membutuhkan pelayanan yang baik serta iklim persaingan dunia usaha yang
semakin ketat menuntut terciptanya BUMN yang sehat, efisien serta berdaya
saing tinggi, baik dalam maupun luar negeri.
Sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan BUMN lima tahun
mendatang adalah meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka
memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan
terhadap keuangan negara
Kebijakan pengelolaan BUMN diarahkan pada:
1.
Melakukan koordinasi dengan departemen/instansi terkait untuk penataan
kebijakan industrial dan pasar BUMN terkait. Hal ini diperlukan dalam
kerangka reformasi BUMN yang menyeluruh. Langkah-langkah perbaikan
internal BUMN saja tidaklah cukup, keberhasilan pengelolaan BUMN
harus disertai dengan kebijakan secara sektoral yang umumnya
menyangkut masalah proteksi, monopoli atau struktur pasar, subsidi dan
peran pemerintah,
2.
Memetakan BUMN yang ada ke dalam kelompok BUMN public service
obligation
(PSO) dan kelompok BUMN komersial (business oriented),
sehingga kinerja BUMN tersebut dapat meningkat dan pengalokasian
anggaran pemerintah akan semakin efisien dan efektif, serta kontribusi
BUMN dapat meningkat,
3.
Melanjutkan langkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah dan
efektif
terhadap orientasi dan fungsi BUMN tersebut. Langkah
restrukturisasi ini dapat meliputi restrukturisasi manajemen, organisasi,
operasi dan sistem prosedur dan lain sebagainya,
4.
Melanjutkan
langkah
privatisasi
yang
selektif
dan
sesuai
arah
pengembangan BUMN terkait agar daya saing, kualitas dan kuantitas
pelayanan, serta kontribusi kepada keuangan negara dari BUMN tersebut
dapat meningkat,
5.
Memantapkan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
(GCG), yaitu transparansi, akuntabilitas, keadilan dan responsibilitas pada
pengelolaan BUMN PSO maupun BUMN komersial.
Arah kebijakan tersebut dijabarkan ke dalam program pembangunan
sebagai berikut:
a.
Program Pembinaan
b.
Program Pengembangan Badan Usaha Milik Negara
Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja BUMN.
Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini adalah:
1.
Penyelesaian upaya pemetaan fungsi masing-masing BUMN, sehingga
fungsi BUMN terbagi secara jelas menjadi BUMN PSO dan BUMN
komersial;
2.
Pemantapan upaya revitalisasi BUMN, antara lain melalui penerapan
GCG dan Statement of Corporate Intent (SCI); serta
3.
Pemantapan pelaksanaan restrukturisasi BUMN, termasuk melanjutkan
privatisasi dan divestasi.
D.
Inventarisasi Peraturan Terkait
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Badan Usaha Millik Negara
terlebih dahulu harus diketahui materi UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara dan beberapa peraturan perundang-undangan yang sudah
ada yang terkait dengan Badan Usaha Milik Negara.
1.
Materi Undang-Undang No. 19 Tahun 2003
Negara
Ketentuan Umum
Badan Usaha Milik
Maksud dan Tujuan pendirian BUMN
Pemberlakuan peraturan perundang-undangan terhadap BUMN
Modal/Saham milik Negara/ Pemerintah Pusat pada BUMN, dan Tata
Cara Penyertaan Modal
Kewenangan Pengurusan BUMN
Kewenangan Pengawasan BUMN
Conflict of interest
Jenis BUMN
PERSERO
Pendirian Persero
Maksud dan Tujuan Persero
Organ Persero
Menteri selaku RUPS
Direksi Persero
a. Pemberhentian dan Pengangkatan
b. Pelaksanaan tugas Direksi, termasuk RJP dan RKAP
c. Larangan rangkap jabatan
d. Risalah Rapat Direksi
Dewan Komisaris Persero
a. Pemberhentian dan Pengangkatan
b. Tugas
c. Larangan rangkap jabatan
Persero Terbuka
PERUM
Pendirian Perum
Maksud dan Tujuan Perum
Modal dan Saham Perum
Organ Perum
Kewenangan Menteri/Pemegang Saham Perum
Ketentuan yang mengatur pengelolaan Perum
Anggaran Dasar Perum
Penggunaan Laba Perum
Direksi Perum
a. Pemberhentian dan Pengangkatan
b. Tugas
c. Larangan Rangkap Jabatan
d. Risalah Rapat
Dewan Pengawas
a. Pemberhentian dan Pengangkatan
b. Tugas
c. Larangan Rangkap Jabatan
Penggabungan,
Peleburan,
Pengambilalihan,
Dan
Pembubaran
BUMN
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pembubaran BUMN
Kewajiban Pelayanan Umum
Kewajiban Pelayanan Umum/PSO
Satuan Pengawasan Intern, Komite Audit, Dan Komite Lain
SPI
Komite Audit dan Komite Lain
Pemeriksaan Eksternal
Restrukturisasi Dan Privatisasi
Restrukturisasi
Privatisasi/Penjualan Saham
Karyawan BUMN
Kekayaan BUMN PSO tidak dapat disita
Pimpinan BUMN bukan penyelenggaran Negara.
Tidak
berlakunya
peraturan
perundang-undangan
lembaga Negara/pemerintahan, bagi BUMN.
Pembebanan kegiatan Pemerintahan terhadap BUMN
Penyisihan Laba
Pengelolaan hutang dan piutang
yang
mengatur
Kode Etik
Donasi
Independensi Organ
Perubahan Bentuk
Sinergi BUMN
Pemailitan
Larangan pemanfaatan kekayaan BUMN untuk kampanye
Ketentuan Peralihan
Ketentuan Penutup
2.
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Perlindungan
Badan Usaha Milik Negara
Dalam bagian ini melihat keterkaitan antara undang-undang di bidang
Badan Usaha Milik Negara dengan perundang-undangan lain yang terkait
baik di bidang Badan Usaha Milik Negara maupun di luar Badan Usaha
Milik Negara antara lain adalah Undang-Undang No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Undang–Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang
Badan Pemeriksa Keuangan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan
peraturan pelaksanaannya,
dan Undang-Undang No.15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara.
-
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara
Penjelasan Umum angka 3 mengenai pengertian dan ruang lingkup
keuangan negara
“...Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara
meliputi semua hal dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang
fiskal,
moneter,
dan
pengelolaan
kekayaan
negara
yang
dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun erupa
barang yang dapat dijadikan milik negara yang berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subjek yang
dimaksud dari sisi Keuangan Negara meliputi seluruh objek
sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki oleh negara, dan/atau
dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan
Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan
keuangan negara...”
Pasal 1 angka 5
Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian sahamnya dimiliki oleh pemerintah pusat.
Pasal 2 huruf i
Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas
yang diberikan pemerintah.
Penjelasan Pasal 2 huruf i
Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf i meliputi
kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan
kebijakan pemerintah,yayasan-yayasan di lingkungan kementerian
negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
Pasal 2 ayat (1) huruf g
Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri oleh pihak
lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak
lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.
Pasal 3 ayat (8)
Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah untuk membentuk
dana cadangan atau penyertaan pada perusahaan negara/daerah
harus memperoleh persetujuan dari DPR/DPRD.
Pasal 24 ayat (1)
Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal
kepada
dan
menerima
pinjaman/hibah
dari
perusahaan
negara/daerah
Pasal 24 ayat (2)
Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan
pinjaman/hibah
terlebih
dahulu
harus
ditetapkan
dalam
APBN/APBD
Pasal 24 ayat (3)
Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada
perusahaan negara
Pasal 24 ayat (5)
Pemerintah pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi
perusahaan negara setelah mendapat persetujuan DPR
Pasal 30 ayat (2)
Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setidak-tidaknya
meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan
keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
-
Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
Pasal 1 angka 6
Piutang negara adalah jumlah uang yang wajib dibaayar kepada
Pemerintah Pusat dan /atau hak Pemerintah Pusat yang dap[at
dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya
berdasarkan Peraturan Perundangan yang berlaku atau akibat
lainnya yang sah.
Pasal 41 ayat (4)
Penyertaan
modal
pemerintah
pusat
pada
perusahaan
negara/daerah/swasta ditetap dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 55 ayat (2) huruf d
Menteri
Keuangan
selaku
wakil
pemerintah
pusat
dalam
kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan menyusun iktisar
laporan keuangan perusahaan negara
Pasal 67 ayat (2)
Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah dalam undangundang
ini
berlaku
pula
untuk
pengelola
perusahaan
negara/daerah dan badan-badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan keuangan negara selama sepanjang tidak diatur
dalam undang-undang tersendiri.
-
Undang – undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan
Pasal 6 ayat (1)
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan
negara
yang
dilakukan
oleh
Pemerintah
Pusat,
Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia,
BUMN, BLU, BUMD, dan Lembaga atau badan lain yang
mengelola Keuangan Negara.
Pasal 9 ayat (1) huruf b
Dalam
melaksanakan
tugasnya
BPK
berwenang
meminta
keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap
orang, unit organisasi pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD,
dan Lembaga atau badan lain yang mengelola Keuangan Negara.
Pasal 11 huruf a
BPK dapat memberikan pendapat kepada BUMN yang diperlukan
karena sifat pekerjaannya.
Pasal 10 ayat (1)
BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang
diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun
lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan
lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan
keuangan negara.
Penjelasan pasal 10 ayat (1)
Yang
dimaksud
“pengelola”
termasuk
pegawai
perusahaan
negara/daerah dan lembaga atau badan lain.
Yang dimaksud dengan “BUMN/BUMD” adalah perusahaan
negara/daerah yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki
oleh
negara/daerah.ohonan
pernyataaan
pailit
hanya dapat
diajukan oleh menteri keuangan.
-
Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
Pasal 7 ayat (7) huruf a
Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang
atau lebih tidak berlaku bagi Persero yang seluruh sahamnya
dimiliki oleh negara.
Penjelasan Pasal 7 ayat (7) huruf a
Yang dimaksud dengan “Persero” adalah badan usaha milik negara
yang berbentuk Perseroan yang modalnya terbagi dalam saham
yang diatur dalam Undang-undang tentang Badan Usaha Milik
Negara.
E.
Kendala dan Hambatan
BUMN yang merupakan perusahaan pelayanan publik telah memberikan
kontribusi
besar
terhadap
pembangunan
nasional.
Pada
masa
awal
kemerdekaan, sektor korporasi di Indonesia masih kecil dan didominasi oleh
perseroan–perseroan yang dimiliki asing atau yang kepemilikannya terpusat.
Pemerintah waktu itu memperoleh beberapa perusahaan melalui nasionalisasi
dan juga mendirikan banyak perseroan baru yang berstatus BUMN. Diharapkan
bahwa perseroan–perseroan tersebut akan menjadi inti dari sebuah sektor
korporasi yang kuat, didukung oleh manajemen
yang professional dan
lembaga–lembaga keuangan. Meskipun BUMN telah mencapai sasaran awal
yang ditetapkan, tetapi ternyata BUMN tersebut masih di bawah standar. BUMN
tersebut telah mendapatkan laba, namun laba tersebut diperoleh dengan biaya
besar dan sangat berlebihan.
Sebelum tejadinya krisis moneter (Juli 1997), lebih dari separuh jumlah
BUMN kinerjanya kurang memuaskan. Perekonomian nasional tahun 1997
masih dirasakan cukup baik, saat itu dari 160 BUMN persero hanya
menghasikan keuntungan sebesar Rp. 11,8 trilyun dari Rp. 462 trilyun modal
yang ditanam. Keuntungan sebesar 2,6 % ini adalah sangat kecil jika
dibandingkan terhadap biaya atas modal. Sebagai akibatnya banyak BUMN tidak
dapat lagi membayar hutangnya atau menghasilkan laba yang cukup untuk
membiayai perluasan usahanya. BUMN memang mengalami dampak negatif
dari resesi yang dihadapi saat ini. Namun alasan yang penting adalah karena
terjadinya penggunaan sumber–sumber daya kurang yang efektif dan kurang
efisien.
Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu
tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial. Dalam tujuan yang
bersifat ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis
strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang
menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti perusahaan listrik, minyak dan
gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945, seyogyanya
dikuasai oleh BUMN. Dengan adanya BUMN diharapkan dapat terjadi
peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di
sekitar lokasi BUMN. Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai
melalui
penciptaan
lapangan
kerja serta
upaya
untuk
membangkitkan
perekonomian lokal. Penciptaan lapangan kerja dicapai melalui perekrutan
tenaga kerja oleh BUMN. Upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal
dapat dicapai dengan jalan mengikut-sertakan masyarakat sebagai mitra kerja
dalam mendukung kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan
kebijakan pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil, menengah dan
koperasi yang berada di sekitar lokasi BUMN.
Mengenai usulan mengamandemen Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu poin yang akan
direvisi adalah perihal pengertian Menteri BUMN yang selama ini menimbulkan
kerancuan. Pasalnya, dalam Undang-Undang BUMN, kedudukan menteri dapat
sebagai pemegang saham dan sekaligus sebagai pejabat publik.13
Jabatan Menteri BUMN sama halnya dengan menteri lainnya. Namun
Menteri BUMN juga bertindak sebagai pemegang saham mewakili pemerintah
hingga 100% maupun pemegang saham mayoritas BUMN. "Memang, ada
pendapat sebaiknya menteri dipisahkan dari pemegang saham BUMN. Apakah
nantinya dibuat jabatan Menteri BUMN atau Kepala Badan Pemberdayaan
BUMN," .
Klausul lainnya yang dinilai sudah tidak sesuai adalah pengertian
kekayaan negara yang dipisahkan (banyak menimbulkan multitafsir) tidak ada
kesamaan persepsi bahkan dikalangan instansi dan lembaga Negara, modal
perum, rumusan pengertian persero, istilah privatisasi yang bertolak belakang
dengan istilah pasar modal “go private”.
Hal lainnya adalah soal maksud tujuan pendirian BUMN (maksud dan
tujuan BUMN dirumuskan sebagai satu kesatuan yang berlaku bagi persero
maupun Perum, sehingga menimbulkan permasalahan
dalam menafsirkan
kedudukan dan fungsi dari kedua bentuk BUMN tersebut), sumber penyertaan
13
http://www.investor.co.id/macroeconomics/uu-bumn-akan-direvisi/9080, Selasa, 5 April 2011 |
14:53
modal negara, calon anggota direksi dari internal perusahaan, larangan jabatan
rangkap dan kampanye pemilu, penetapan unit instansi pemerintah sebagai
BUMN, ketentuan public service obligation, pemeriksaan eksternal, penegasan
piutang BUMN bukan piutang negara, permohonan pailit terhadap BUMN.
Dalam
amandemen
itu
juga
akan
dibahas
tentang
bagaimana
meningkatkan akuntabilitas BUMN.
Pasal 2 huruf g UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
memasukan kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN tetap diakui sebagai
keuangan negara.Sedangkan Pasal 4 ayat 1 dan penjelasannya dari UU No.19
Tahun 2003 tentang BUMN menyatakan bahwa kekayaan negara yang
dipisahkan
hanya sebatas modal pada BUMN, kekayaan BUMN bukan
kekayaan Negara.
Selain itu perbedaan lainnya juga terdapat dalam hal pengaturan
mengenai piutang negara dan status Direksi serta Dewan Komisaris di BUMN.
Ketentuan Pasal 8 dan Pasal 12 UU/Prp No.49 Tahun 1960 tentang PUPN yang
memperlakukan piutang BUMN sama dengan piutang negara, BUMN sama
dengan instansi Pemerintah, penyelesaian piutang BUMN mengikuti tata cara
penyelesaian piutang negara.
Padahal, Pasal 1 angka 6 UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara menyatakan bahwa piutang negara adalah jumlah uang yang wajib
dibayar kepada pemerintah pusat.
”Jadi, menurut UU No.1 Tahun 2004, piutang BUMN bukan piutang negara,”.
Sedangkan mengenai status Direksi dan Dewan Komisaris, seperti ketentuan
Pasal 2 angka 7 dan Penjelasannya dari UU No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme, yang memasukkan Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya
pada BUMN sama dengan penyelenggara negara lainnya.
Tantangan yang masih akan dihadapi adalah melanjutkan secara
bertahap kebijakan reformasi BUMN (restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi)
yang akan menyelaraskan secara optimal kebijakan internal perusahaan dan
kebijakan industrial serta pasar tempat BUMN tersebut beroperasi, memisahkan
fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada BUMN serta mengoptimalkan
prinsip-prinsip GCG secara utuh dalam kerangka revitalisasi BUMN.
BAB III
ANALISIS DAN EVALUASI
A.
Latar Belakang Disusunnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
1.
Riwayat Dibentuknya BUMN
Sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945, yang selanjutnya diatur lebih rinci dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945 disebutkan bahwa (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara (3)
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (4)
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional, sehingga merupakan tugas dan kewajiban
Pemerintah
secara
konstitusional
dalam
mewujudkan
dan
memajukan
kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam rangka mewujudkan
cita-cita nasional tersebut, maka Pemerintah membentuk dan mendirikan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN).
BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem
perekonomian nasional, disamping usaha swasta dan koperasi. Dalam
menjalankan kegiatan usahanya, BUMN secara bersama-sama dengan unit
usaha yang lain melaksanakan perannya masing-masing dan saling mendukung
berdasarkan demokrasi ekonomi.
BUMN berperan dalam menghasilkan barang dan/atau jasa yang
diperlukan
dalam
rangka
mewujudkan
sebesar-besarnya
kemakmuran
masyarakat. Peran BUMN dalam hal ini sangat diperlukan dalam posisinya
sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum
diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis
sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta
besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi.
BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang
signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi.
Pelaksanaan peran BUMN diwujudkan dalam kegiatan usaha pada
hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan,
perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan
telekomunikasi, transportasi, listrik, industri perdagangan, serta konstruksi.
Dalam kenyataannya, walaupun BUMN telah mencapai tujuan awal
sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya korporasi, namun tujuan
tersebut dicapai dengan biaya yang relatif tinggi. Kinerja perusahaan dinilai
belum memadai, seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh
dibandingkan dengan modal yang ditanamkan. Dikarenakan berbagai kendala,
BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau serta belum
mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara global. Selain itu, karena
keterbatasan sumber daya,
maupun
sebagai
fungsi
penyeimbang
BUMN
kekuatan
baik sebagai pelopor/perintis
swasta
besar,
juga
belum
sepenuhnya dapat dilaksanakan.
Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan
keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan
kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme
antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan
dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance).
Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN harus dilakukan melalui
langkah-langkah restrukturisasi dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan
untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan
pelayanan yang optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang meliputi
penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen,
dan keuangan. Privatisasi bukan semata-mata dimaknai sebagai penjualan
perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk
mencapai
beberapa
sasaran
sekaligus,
termasuk
didalamnya
adalah
peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan
dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif,
pemberdayaan
BUMN
yang
mampu
bersaing
dan
berorientasi global,
penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik.
Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan
negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena
sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan
melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi melaksanakan
kegiatan usahanya.
Guna memenuhi visi pengembangan BUMN di masa yang akan datang
dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance), penerapan prinsip-prinsip tersebut sangat
penting untuk diperhatikan. Dalam rangka memujudkan pengelolaan dan
pengawasan BUMN yang handal maka dibentuk Undang-Undang tentang Badan
Usaha Milik Negara.
Undang-Undang BUMN dirancang untuk menciptakan sistem pengelolaan
dan pengawasan berlandaskan pada prinsip efisiensi dan produktivitas guna
meningkatkan kinerja dan nilai (value) BUMN, serta menghindarkan BUMN dari
tindakan-tindakan pengeksploitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance).
2.
Definisi BUMN
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 belum memasukkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Hal ini disebabkan oleh karena Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 disusun sebelum diterbitkannya 2 (dua) Undang-Undang dari 3
(tiga) Undang-Undang dalam Paket Undang-Undang Keuangan Negara.
Dalam definisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dengan arti berbeda, BUMN adalah
suatu kesatuan yuridis dan ekonomi yang mengelola usaha milik suatu negara
yang seluruh modal atau sebagian modalnya berasal dari penyertaan negara
dimaksud secara langsung dan berasal dari kekayaan yang berasal dari
Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau perolehan lainnya yang
sah, yang dijadikan penyertaan modal usaha pada BUMN terkait.
3.
Aturan Yang Mendasari Sebelumnya
Pada tahun 1960, telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 19 Prp.
Tahun 1960 dengan tujuan mengusahakan adanya keseragaman dalam cara
mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dari badan usaha negara yang
ada.
Pada tahun 1969, ditetapkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969.
Dalam Undang-undang tersebut, BUMN disederhanakan bentuknya menjadi tiga
bentuk usaha negara yaitu Perusahaan Jawatan (Perjan) yang sepenuhnya
tunduk pada ketentuan Indonesische Bedrijvenwet (Stbl. 1927 : 419),
Perusahaan Umum (Perum) yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Undangundang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dan Perusahaan Perseroan (Persero) yang
sepenuhnya tunduk pada ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl.
1847 : 23) khususnya pasal-pasal yang mengatur perseroan terbatas yang saat
ini telah diganti dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas.
Sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor
9 Tahun 1969,
Pemerintah membuat pedoman pembinaan BUMN yang mengatur secara rinci
hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme pembinaan, pengelolaan dan
pengawasan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983,
kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998
tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO), Peraturan Pemerintah Nomor 13
Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM) dan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan (PERJAN). Berbagai
Peraturan Pemerintah tersebut memberikan arahan yang lebih pasti mengenai
sistem yang dipakai dalam upaya peningkatan kinerja BUMN, yaitu berupa
pemberlakuan mekanisme korporasi secara jelas dan tegas dalam pengelolaan
BUMN.
B.
Hal-Hal Yang Perlu Dikritisi Dalam Undang -Undang BUMN
1.
Definisi Kekayaan Negara Dipisahkan
Dalam hal ini, perlu disepakati terlebih dahulu bahwa kekayaan dari suatu
negara dapat dibagi menjadi 2, yaitu kekayaan negara yang tidak dipisahkan dan
kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan negara yang tidak dipisahkan
melekat dalam negara sebagai sebuah institusi atau badan hukum, pengelolaan,
penatausahaan dan pelaporannya merupakan tanggung jawab dari pimpinan
suatu negara, dalam hal ini Presiden atau Perdana Menteri. Seorang Presiden
atau seorang Perdana Menteri lazimnya kemudian menugaskan bendahara
negara untuk mengatur fungsi tersebut, dalam hal ini bendahara negara yang
ditunjuk biasanya adalah seorang Menteri Keuangan. Seluruh kegiatan
pendapatan dan pengeluaran negara juga merupakan hal yang dirangkum dan
dilaporkan kepada Presiden atau Perdana Menteri dan disampaikan kepada
wakil rakyat dalam lembaga legislatif.
Seorang
Menteri
Keuangan
bertugas
mengatur,
mengelola,
menatausahakan dan melaporkan segala dan seluruh kekayaan negara dalam
kaidah anggaran yang biasanya disusun Presiden atau Perdana Menteri secara
bersama-sama dengan persetujuan lembaga Legislatif rakyat.
Kekayaan negara yang dipisahkan merupakan kekayaan negara yang
melekat pada masing-masing lembaga di luar kuasa pengelolaan Presiden atau
Perdana
Menteri,
dan
penggunaan
serta
pertanggungjawabannya
tidak
dilaporkan langsung kepada lembaga legislatif.
2.
Aset BUMN Dan Aset Negara
Sebelum membahas mengenai aset dalam BUMN, terlebih dahulu perlu
dijelaskan mengenai Badan Hukum. Badan Hukum adalah setiap pendukung hak
dan kewajiban (Subyek Hukum), yang bukan Manusia, dalam hal ini BUMN
merupakan suatu Badan Hukum dalam ruang lingkupnya di dalam suatu negara.
Bagian terpenting dari Badan Hukum adalah, dapat dipisahkannya, hak dan
kewajiban Badan Hukum dari Hak dan Kewajiban Anggota Badan Hukum
Anggota/Pengurus Badan Hukum dapat berganti-ganti, tetapi Badan Hukum
tetap ada.
Penting juga disepakati bahwa hak dan kewajiban dari BUMN merupakan
hal yang berbeda dan terpisah dari hak dan kewajiban suatu negara. Kekayaan
dari BUMN bukan merupakan bagian dari kekayaan suatu negara, namun
dikarenakan kekayaan BUMN berasal dari investasi yang dilakukan oleh
pemerintah pusat, maka pelaporan atas investasi pemerintah pusat yang
ditanamkan pada BUMN dimasukkan dalam laporan keuangan pemerintah
pusat.
Mengutip
pertanyaan
dan
pembahasan
dari
seorang
akademisi
Universitas Indonesia, Apakah asset PT. BUMN (Persero) adalah termasuk
keuangan negara? Pasal 1 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara menyatakan bahwa Perusahaan Persero, yang selanjutnya
disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang
modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh
satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan
utamanya mengejar keuntungan. Selanjutnya Pasal 11 menyebutkan terhadap
Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi
perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas.
Karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan
badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian
suatu Badan Hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas memiliki kekayaan
yang terpisah dari kekayaan Direksi (sebagai pengurus), Komisaris (sebagai
pengawas), dan Pemegang Saham (sebagai pemilik). Begitu juga kekayaan
yayasan sebagai Badan Hukum terpisah dengan kekayaan Pengurus Yayasan
dan Anggota Yayasan, serta Pendiri Yayasan. Selanjutnya kekayaan Koperasi
sebagai Badan Hukum terpisah dari Kekayaan Pengurus dan Anggota Koperasi.
BUMN yang berbentuk Perum juga adalah Badan Hukum. Pasal 35 ayat
(2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
menyatakan, Perum memperoleh status Badan Hukum sejak diundangkannya
Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya. BUMN Persero memperoleh status
badan hukum setelah akte pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman
(sekarang Menteri Hukum dan HAM). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas
kekayaan BUMN Persero maupun kekayaan BUMN Perum sebagai badan
hukum bukanlah kekayaan negara.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perumusan mengenai
keuangan negara dalam penjelasan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan : "Keuangan negara yang dimaksud
adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau
yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara
dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: berada dalam penguasaan,
pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat
pusat maupun di daerah; berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah,
yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau
perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian
dengan Negara."
"Kekayaan negara yang dipisahkan" dalam Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) secara fisik adalah berbentuk saham yang dipegang oleh negara, bukan
harta kekayaan Badan Hukum Milik Negara (BUMN) itu.
Seseorang baru dapat dikenakan tindak pidana korupsi menurut UndangUndang bila seseorang dengan sengaja menggelapkan surat berharga dengan
jalan menjual saham tersebut secara melawan hukum yang disimpannya karena
jabatannya atau membiarkan saham tersebut diambil atau digelapkan oleh orang
lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 UndangUndang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Namun dalam prakteknya sekarang ini tuduhan korupsi juga dikenakan
kepada tindakan-tidakan Direksi BUMN dalam transaksi-transaksi yang didalilkan
dapat merugikan keuangan negara. Dapat dikatakan telah terjadi salah
pengertian dan penerapan apa yang dimaksud dengan keuangan negara.
3.
Ruang Lingkup Keuangan Negara
Begitu juga dengan definisi keuangan negara dalam Undang-Undang No.
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan keuangan negara
adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal
1 angka 1).
Pasal 2 menyatakan Keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 1, meliputi, antara lain kekayaan negara/kekayaan daerah yang
dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang,
barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan
yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.
Dapat disimpulkan bahwa kekayaan yang dipisahkan tersebut dalam
BUMN dalam lahirnya adalah berbentuk saham yang dimiliki oleh negara, bukan
harta kekayaan BUMN tersebut.
Kerancuan mulai terjadi dalam penjelasan dalam Undang-Undang ini
tentang pengertian dan ruang lingkup keuangan negara yang menyatakan :
"Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara
adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang
dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang
fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala
sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi
subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek
sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, Perusahaan Negara/Daerah, san badan
lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan
Negara
mencakup
seluruh
rangkain
kegiatan
yang
berkaitan
dengan
pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.
Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan
hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek
sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
negara. Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat
dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan
moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
4.
Ruang Lingkup Kerugian Negara
Selanjutnya, Apakah kerugian dari satu transaksi dalam PT. BUMN
(Persero) berarti kerugian PT. BUMN (persero) dan otomatis menjadi kerugian
negara?
Pasal 56 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
menyatakan bahwa dalam waktu lima bulan setelah tahun buku perseroan
ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan untuk diajukan kepada RUPS, yang
memuat sekurang-kurangnya, antara lain perhitungan tahunan yang terdiri dari
neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba/rugi dari buku
tahunan yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut. Dengan
demikian kerugian yang diderita dalam satu transaksi tidak berarti kerugian
perseroan
terbatas
tersebut,
karena
ada
transaksi-transaksi
lain
yang
menguntungkan. Andaikata ada kerugian juga belum tentu secara otomatis
menjadi kerugian perseroan terbatas, karena mungkin ada laba yang belum
dibagi pada tahun yang lampau atau ditutup dari dana cadangan perusahaan.
Dengan demikian tidak benar kerugian dari satu transaksi menjadi
kerugian atau otomatis menjadi kerugian negara. Namun beberapa sidang
pengadilan tindak pidana korupsi telah menuntut terdakwa karena terjadinya
kerugian dari satu atau dua transaksi.
Sebenarnya ada doktrin "business judgement" menetapkan bahwa Direksi
suatu perusahaan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu
tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan tersebut didasarkan kepada
itikad baik dan hati-hati. Direksi mendapatkan perlindungan tanpa perlu
memperoleh pembenaran dari pemegang saham atau pengadilan atas
keputusan yang diambilnya dalam konteks pengelolaan perusahaan. "Business
judgment rule" mendorong Direksi untuk lebih berani mengambil resiko daripada
terlalu berhati-hati sehingga perusahaan tidak jalan. Prinsip ini mencerminkan
asumsi bahwa pengadilan tidak dapat membuat kepastian yang lebih baik dalam
bidang bisnis daripada Direksi. Para hakim pada umumnya tidak memiliki
ketrampilan bisnis dan baru mulai mempelajari permasalahan setelah terjadi
fakta-fakta.
Apakah Pemerintah sebagai pemegang saham dalam PT. BUMN
(Persero) dapat mengajukan tuntutan pidana kepada Direksi dan Komisaris PT.
BUMN (Persero) bila tindakan mereka dianggap merugikan Pemerintah sebagai
Pemegang Saham?
Direksi suatu perusahaan BUMN Persero dapat dituntut dari sudut hukum
pidana. Hal ini dapat saja dilakukan apabila Direksi bersangkutan melakukan
penggelapan, pemalsuan data dan laporan keuangan, pelanggaran UndangUndang Perbankan, pelanggaran Undang-Undang Pasar Modal, pelanggaran
Undang-Undang Anti Monopoli, pelanggaran Undang-Undang Anti Pencucian
Uang (Money Laundering) dan Undang-Undang lainnya yang memiliki sanksi
pidana.
5.
Pengertian Perusahaan Minoritas
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, disebutkan bahwa Menteri Keuangan merupakan wakil dari Pemerintah
dalam kepemilikan negara yang dipisahkan dan berwenang dalam menyusun
ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara. Oleh karena itu, setiap
perubahan struktur kepemilikan pemerintah dalam BUMN seharusnya meminta
persetujuan dan dilaporkan terlebih dahulu kepada Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara.
Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 1,
disebutkan bahwa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero,
adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam
saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya
dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar
keuntungan. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, belum mengatur mengenai
BUMN yang berbentuk perseroan terbatas dimana modal Negara Republik
Indonesia didalamnya dibawah 51% atau sebagai minoritas dari perusahaan.
Permasalahan BUMN minoritas perlu diatur dalam peraturan perundangundangan, karena setiap lembar saham yang bersumber dari penggunaan
kekayaan negara atau APBN atau perolehan lain yang sah dan mempunyai nilai
tukar
dalam
mata uang
atau
aset, perlu
dipertanggungjawabkan dan
dilaporkannya penggunaannya.
6.
Sumber Penyertaan Modal Negara Dari Aset Lain-Lain
Telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
BUMN bahwa Penyertaan modal negara pada BUMN dapat bersumber dari
APBN, kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya. Sumber lainnya dalam hal ini
tidak dijelaskan secara lebih rinci. Dalam praktiknya, seringkali penyertaan modal
negara pada BUMN bersumber dari aset berupa Barang Milik Negara, dan aset
kekayaan negara lain-lain. Kiranya perlu ditambahkan bahwa Barang Milik
Negara merupakan salah satu sumber dalam penyertaan modal negara, selain
dari sumber pendapatan lainnya.
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN
menyebutkan bahwa BUMN terdiri dari Persero dan Perum. Dalam UndangUndang BUMN tidak disebutkan bahwa perusahaan yang didalamnya terdapat
saham negara, yang dimana posisi kepemilikan saham negara Republik
Indonesia didalamnya adalah minoritas, tidak diatur lebih lanjut. Padahal,
pertanggungjawaban dan pelaporan atas investasi dimaksud juga termasuk
dalam ruang lingkup keuangan negara, sehingga merupakan tanggung jawab
Menteri Keuangan selaku Bendahara Negara untuk melaporkan kepada
Presiden, untuk kemudian disajikan kembali kepada Lembaga Legislatif sebagai
bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat.
Apakah Pemerintah dalam kepemilikan saham negara kurang dari 51%
dalam sebuah perusahaan dapat disebut sebagai perusahaan minoritas?
Jawabannya kembali pada pengertian minoritas dalam perusahaan yang terbagi
atas saham-saham, kepemilikan saham mewakili besarnya hak suara dalam
keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), maka belum tentu bahwa
apabila kepemilikan negara kurang dari 51% maka secara otomatis perusahaan
tersebut disebut sebagai perusahaan minoritas, karena masih terdapat
kemungkinan bahwa prosentase kepemilikan negara di dalam perusahaan
dimaksud merupakan mayoritas dibandingkan dengan kepemilikan pihak lain di
dalam perusahaan dimaksud.
Selanjutnya, apakah anak perusahaan dimana kepemilikan BUMN di
dalamnya adalah 100% atau kepemilikannya merupakan mayoritas dapat diatur
dengan Undang-Undang BUMN? Ya, seharusnya jenis perusahaan ini termasuk
ke dalam kategori BUMN. Disebabkan karena prinsip-prinsip dasar akuntansi
yang menyebutkan bahwa aset perusahaan merupakan akumulasi dari
kewajiban dan modal perusahaan. Analogi berpikir dapat diluaskan dengan
bahwa setiap kekayaan negara yang disertakan dalam modal perusahaan
adalah merupakan aset perusahaan itu sendiri, sehingga penggunaan aset
merupakan penggunaan modal perusahaan, dimana modal perusahaan itu
sendiri berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pertanggungjawaban
penggunaan aset tersebut perlu dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara
konsisten. Dilain pihak, penggunaan aset perusahaan dalam kaitannya sebagai
modal kerja dirancang dan disusun dalam setiap Rencana Kerja Anggaran
Perusahaan (RKAP), dimana RKAP dimaksud diajukan oleh dewan direksi untuk
disetujui oleh dewan komisaris perusahaan. Dewan komisaris merupakan wakil
dari pemegang saham, dalam hal ini dewan komisaris merupakan wakil dari
pemegang saham pemerintah. Oleh karena itu, sepatutnya bahwa dewan
komisaris juga bertanggungjawab dalam pelaporan kinerja perusahaan yang
menyangkut modal, dan wajib untuk melaporkannya kepada Menteri yang
menjadi wakil pemerintah dalam kepemilikan saham BUMN.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Keberadaan BUMN adalah perujudan Pasal 33 ayat 2 UUD 1945, yang
mengamanatkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara dan yang menguasai ajat hidup orang banyak dikuasai oleh
Negara, namun
Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara belum cukup melindungi atau memenuhi kebutuhan
hajat hidup orang banyak.
Aspek Materi Hukum
Ada beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan Badan
Usaha Milik Negara. Peraturan-peraturan itu antara lain salah satunya
adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Ada beberapa materi yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara
sehingga
diperlukan
perubahan
dengan
membuat
RUU
Perubahan UU BUMN Tahun 2011. "UU Nomor 19 tahun 2003 tentang
BUMN dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum
dan
perekonomian
yang
semakin
pesat.
Aspek Struktur Hukum atau Lembaga hukum
Penerapan UU No.19 Tahun 2003 memerlukan kesiapan aparatur, tidak
hanya aparatur hukum.
Aspek Budaya Hukum
Perlindungan terhadap Badan Usaha Milik Negara
Aspek Harmonisasi dengan Hukum Positif Terkait, baik Secara
Vertikal atau Horizontal
Memberikan kepastian hukum bagi pengelolaan dan pengawasan ,
BUMN melalui penyempurnaan perundang-undangan tentang Badan
Usaha Milik Negara yang terharmonisasi dengan peraturan perundangundangan lainnya .
2.
Permasalahan –permasalahan yang ditemui antara lain :
-
Pemisahan kekayaan Negara sebagai penyertaan modal langsung
oleh Negara
dalam
bentuk
saham,
penyertaan
modal
ini
bersumber dari kekayaan Negara yang dipisahkan.
-
Penegasan prinsip pengelolaan PT terhadap pengelolaan BUMN
persero berkenaan degan Kerugian Negara.
3.
Restrukrisasi dan Privatisasi.
Upaya-Upaya yang harus dilakukan oleh pemeritah agar Badan Usaha
Milik Negara dapat memenuhi kesejateraan rakyat antara lain adalah
mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara terutama pengurusan
dan pengawasannya harus dilakukan secara professional.
B.
Saran/Rekomendasi
1.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara perlu memasukkan pengertian mengenai Kekayaan Negara
Dipisahkan.
2.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara belum mengatur secara jelas mengenai perusahaan yang
didalamnya terdapat saham pemerintah kurang dari 51% atau minoritas.
3.
Belum diatur secara tegas mengenai pengaturan pengelolaan BUMN
dalam rangka pemeriksaan, restrukturisasi dan privatisasi.
4.
Belum diatur secara jelas mengenai pelaporan Investasi Pemerintah dan
pelaporan neraca BUMN, bahwa kedua hal tersebut merupakan dua hal
yang berbeda, saling berhubungan dalam nilai, namun tidak saling
berhubungan dalam hal pertanggungjawaban dan pengelolaan.
5.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara perlu mengatur mengenai pertanggungjawaban direksi, pra dan
pasca jabatan.
DAFTAR PUSTAKA
BPHN, “Membangun Hukum Nasional Yang Demokratis Dalam Tatanan Masyarakat yang
Berbudaya dan Cerdas Hukum”, pada Seminar Dan Temu Hukum Nasional IX, Yogyakarta, 1922 November 2008.
BUMN, “Matrik Perbandingan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN Dengan RUU
Perubahan Atas UU BUMN ”, pada Seminar Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Jakarta, 4 April 2011.
Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik : Kebijakan dan Strategi Pembangunan, Jakarta, Granit,
2004.
Erman Rajagukguk, “Pengertian Keuangan Negara Dan Kerugian Negara”, pada Diskusi Publik
“Pengertian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi” Komisi Hukum Nasional (KHN),
Jakarta, 26 Juli 2006.
M. Dawam Rahardjo, “Evaluasi dan Dampak Amandemen UUD 1945 terhadap Perekonomian di
Indonesia”, UNISIA, No. 49/XXVI/III/2003.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Undang–Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2005/03/23/brk,20050323-68,id.html,
“Restrukturisasi BUMN Mendesak Dilakukan” Rabu, 23 Maret 2005 | 21:04 WIB
Rr.Ariyani
Tempo
http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/04/12/brk,2007041297712,id.html, Kamis, 12 April 2007 | 14:01 WIB
http://adisulistiyono.com/downloads/ORASI-ILMIAH-%20GB-HUKUM-EKONOMI.pdf,
akses 13 Maret 2011.
di
Pandu Patriadi, http://www.google.com/privatisasi, “Segi Hukum Bisnis Dalam Kebijakan
Privatisasi BUMN Melalui Penjualan Saham Di Pasar Modal Indonesia” di akses 15
April 2011
http://www.yarsi.ac.id/berita/49-smart-stories/169-fh.html, Rabu, 20 Mei 2009 18:46
http://www.investor.co.id/macroeconomics/uu-bumn-akan-direvisi/1980,
2011/14:53
Selasa,
5
April
http://www.bumn.go.id/kinerja-kementerian-bumn/restrukturisasi/ di akses 5 April 2011.
http://www.investor.co.id/macroeconomics/uu-bumn-akan-direvisi/9080, Selasa, 5 April 2011 |
14:53
Download