BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara normatif, ketentuan Pasal 33 UUD 1945, sering dipahami sebagai sistem ekonomi yang layak dipakai oleh bangsa Indonesia. Pada Pasal 33 ayat (1) misalnya, menyebutkan bahwa perekonomian nasional disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan. Asas ini dapat dipandang sebagai asas bersama (kolektif) yang bermakna dalam kontek sekarang yaitu persaudaraan, huanisme, dan kemanusian.Artinya ekonomi tidak diandang sebagai wujud sistem persaingan liberal ala Barat, tetapi ada nuansa moral dan kebersamaannya, sebagai refleksi dari tanggung jawab sosial. Pasal ini dianggap menjadi dasar dari ekonomi kerakyatan.1 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3), menunjukan bahwa Negara masih mempunyai peranan dalam perekonomian. Peranan itu ada 2 (dua) macam2 , yaitu sebagai gulator dan sebagai aktor yang berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ayat (2) menekankan peranan negara sebagai aktor yang berupa Badan Usaha Milki Negara (BUMN). Peranan Negara sebagai gulator tidak dijelskan dalam rumusan yang ada dalam rumusan yang ada, kecuali jika istilah “dikuasai” diintepretasikan sebagai “diatur”, tetapi yang diatur disini adalah sumber daya alam yang diarahkan sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat.Hal ini kontroversial, muncul pada norma pada ayat(4). Ketentuan ini seharusnya menekankan dipakainya asas “pasar” atau pasar yang berkeadian. “Tapi agaknya istilah “pasar” ditolak dan yang dipakai adalah istilah “efisiensi”. Sayangnya efisiensi ini dibiarkan tanpa predikat. Jika dicermati, maka keseluruhan norma dalam Pasal 33 UUD 1945 dewasa ini ternyata tidak dekat dengan ide pasar, efisiensi globalisasi, beberapa istiah lebih dekat dengan paham sosial demokrasi, misalnya kebersamaan,berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian. Nilai1 Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik : Kebijakan dan Strategi Pembangunan, Jakarta, Granit, 2004. M. Dawam Rahardjo, “Evaluasi dan Dampak Amandemen UUD 1945 terhadap Perekonomian di Indonesia”, UNISIA, No. 49/XXVI/III/2003. 2 nilai itu muncul sebagai reaksi terhadapperkembangan ekonomi global. Bahkan di dalam ayat (4) disebut juga “ demokrasi ekonomi”. Istilah ini sebenarnya merupakan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dengan usaha bersama berdasarkan kekeluargaan. Secara prinsip, asas inilah yang menjadi substansi utama dari sistem ekonomi Pancasila3. Untuk menetapkan sistem ekonomi Pancasila sebagai sistem ekonomi Indonesia tidaklah mudah karena selama bertahun-tahun kita mengkonsumsi sistem ekonomi berkuaitas liberal. Dalam hal ini sistem ekonomi harus mendukung pembangunan sistem hukum secara positif, agar sistem hukum itu dapat lebih mendukung pembangunan sistem ekonomi nasional. Salah paham yang sering dijumpai seolh-olah Hukum Positif Indonesia, yaitu hukum yang berlaku di Indonesia pada saat ini sudah merupakan Hukum Nasional, sekalipun hukum itu (baik UU, Pertauran Daerah,dll.) bertentangan dengan Konstitusi, terutama bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.4 BUMN adalah sebuah badan usaha yang mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Badan Usaha Milik Negara merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi. Peran Badan Usaha Milik Negara dalam perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat belum optimal. BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelaporan dan atau perintis dalam sektor-sektorusaha yang belum diminati usaha swasta.Disamping itu, BUMN juga mempunyi peran strategis sebagai pelaksana pelayan publik, penyeimbang kekuatan–kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. Pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan peran BUMN dalam sistem perekonomian nasional, terutama upaya peningkatan kinerja dan nilai 3 http://adisulistiyono.com/downloads/ORASI-ILMIAH-%20GB-HUKUM-EKONOMI.pdf, di akses 13 Maret 2011. BPHN, “Membangun Hukum Nasional Yang Demokratis Dalam Tatanan Masyarakat yang Berbudaya dan Cerdas Hukum”, pada Seminar Dan Temu Hukum Nasional IX, Yogyakarta, 19-22 November 2008. 4 (value) perusahaan, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum. Sasaran kualitatif yang ingin dicapai dalam kurun waktu 5 tahun (200220006) adalah menjadikan BUMN sebagai Badan Usaha berkarakteristik perusahan kelas dunia, yaitu berorientasi pada penciptaan nilai dengan kerja finansial dan operasional, berorientas pada pengembangan core competencies dengan fokus pada industri sekunder tersier (hilir). Skala usaha internasional dalam pendapatan, produksi, pemasaran dan kemampuan pendanaan dengan akses global serta usaha yang terfokus dan terintegrasi dalam satu sektor tertentu. Terdapat indikasi baha upaya-upaya penyehatan restrukturisasi usaha oleh masing-masing Badan Usaha belum terlaksana secara optimal, baik karena kendala internal maupun eksternal. Menyadari bahwa upaya-upaya penyehatan merupakan salah satu langkah strategis dalam memperbaiki kinerja usaha dan keuangan Badan Usaha, maka perlu dilakukan akselerasi atau percepatan terhadap upaya-upaya penyehatan Badan Usaha. Untuk itu dalam setiap Badan Usaha akan dibentuk Tim Akselerasi Penyehatan Badan Usaha yangmelibatkan wakil-wakil dari Pemegang Saham maupun Badan Usaha itu sendiri. Akselerasi penyehatan Badan Usaha tersebut dimaksudkan untuk mempercepat proses value creation melalui, restrukturisasi usaha/ bisnis, keuangan, manajemen dan organisasi, merger dan akuisisi, kerjasama usaha antar Badan Usaha, atau likuidasi, divestasi dan privatisasi serta spin off terhadap non core competence business dan non-performance. Transparansi dalam pengelolaan Badan Usaha merupakan pra kondisi yang penting untuk meningkatkan kinerja Badan Usaha dan merupakan kunci keberhasilan dalam menciptakan lingkungan bisnis yang tepat. Dengan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dalam pembinaan dan pengelolaan Badan Usaha diharapkan semua pihak akan memiliki acuan yang sama dalam pengelolaan usaha. Dalam kenyataannnya, walaupun BUMN telah mencapai tujuan awal sebagai pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, namun tujuan tersebut dicapai dengan biaya dengan relatif tinggi. Kinerja perusahaan dinilai belum memadai, BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan barang dan /atau jasa yang bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga terjangkau serta belum mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis global. Berdasarkan data,dalam rentang waktu antara tahun 1998 hingga 2004 kinerja dan posisi keuangan BUMN pada umumnya kurang sehat dan semakin diperburuk karena dampak krisis moneter tahun 1997 sebagaimana terlihat dari penurunan kinerja pada tingkat terkaitdengan yang BUMN sagat signifikan. adalah kondisi Permasalahan keuagan lain negara yang muncul (Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara) yang kurang baik terutama sejak krisis ekonomi tahun 1997. Dalam kondisi APBN defisit pemerintah selaku “otoritas” BUMN memiliki wewenang untuk menempatkan BUMN sebagai “buffer” bila mengalami kesulitan anggaran. Mengingat jumlah aset yang dikuasai pemerintah yang berada dibawah kontrol 161 BUMN adalah sangat besar, yaitu sekitar Rp 772,5 triliun maka dimungkinkan untuk menjual sebagian aset BUMN5. BUMN adalah sebuah badan usaha yang mempunyai peranan penting dalam penyelenggraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. puluh BUMN tetap menggunakan prinsip-prinsip yang diatur dalam UU No.1 Tahun 1955 (lima persen) saham yang disetorkan dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pejabat BUMN yang melakukan perbuatan melawan hukum berpontensi mengakibatkan kerugian negara dapat memenuhi unsurunsur tindak pidana korupsi. Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka untuk mengatasinya pemerintah perlu meningkatkan produktivitas dan efisiensi BUMN. Peningkatan produktivitas dan efisiensi BUMN dapat dilakukaan dengan cara restruktrusisasi dan privatisasi perusahaan. Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Restrukturisasi, dimaksudkan bagi perusahaan yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum. Sedangkan bagi BUMN yang tujuannya memupuk keuntungan dan 5 Pandu Patriadi, http://www.google.com/privatisasi. bergerak dalam sektor yang kompetitif didorong untuk privatisasi. Oleh sebab itu, privatisasi hanya dapat dilakukan terhadap BUMN yang berbentuk Persero. Pasal 1 (12) UU no 19 tahun 2003 tentang BUMN berbunyi: "Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat" Privatisasi seharusnya diberi batasan sehingga tidak merugikan kepentingan masyarakat. Privatisasi juga harus menguntungkan bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia, selain itu mampu meningkatkan kinerja BUMN, dalam pengelolaannya mampu menerapkan prinsip - prinsip good governance,6 dan peningkatan kinerja BUMN bukan hanya pada jangka pendek, akan tetapi untuk jangka panjang, mengingat tahun 2010 Indonesia akan menghadapi pasar global, dimana produsen - produsen asing akan menjual produk-produk yang berkualitas. Keberadaan UU No. 19 Tahun 2003 pada saat ini dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan perekonomian yang semakin pesat secara nasional maupun internasional. Setidaknya terdapat 24 klausul dalam UU tersebut yang mengganjal dan menjadi permasalahannya dalam penerapannya7. Salah satunya adalah maksud dan tujuan pendirian BUMN. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam hal ini mengangap perlu melakukan analisis dan evaluasi terhadap perundang-undangan yang terkait dengan Badan Usaha Milik Negara, khususnya mengkaji UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara baik dari segi materi(substansi) hukum, struktur hukum dan budaya hukum maupun permasalahan-permasalahan yang timbul terhadap penerapan UU tersebut. B. Pokok Permasalahan. 6 http://www.yarsi.ac.id/berita/49-smart-stories/169-fh.html, Rabu, 20 Mei 2009 18:46 7 http://www.investor.co.id/macroeconomics/uu-bumn-akan-direvisi/1980, Selasa, 5 April 2011/14:53 1. Apakah Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara telah cukup melindungi atau memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak ?. 2. Permasalahan-permasalahan apa saja yang ditemui berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada?. 3. Upaya-upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah agar Badan Usaha Milik Negara dapat memenuhi kesejahteraan rakyat ?. C. Maksud dan Tujuan. Maksud kegiatan ini adalah untuk menganalisis dan mengevaluasi apakah materi hukum yang ada, menyangkut Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan peraturan perundang-undangan yang terkait lainnya masih relevan dan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat baik secara yuridis, sosiologis maupun filosofis, selanjutnya menganalisis serta mengevaluasi semua permasalahan yang ditemui terhadap pelaksanaan UU tersebut. Tujuannya adalah untuk memberikan rekomendasi atau masukan (a) apa yang harus dilakukan pemerintah agar Badan Usaha Milik Negara diketahui dan difahami secara luas dan dimanfaatkan oleh para pemulia dan (b) penyempurnaan dan pembaruan peraturan perundang-undangan tentang Badan Usaha Milik Negara dalam rangka Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional D. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup pembahasan terhadap UU No. 19 Tahun 2003 adalah meliputi : 1. UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan undangundang terkait lainnya. E. 2. Permasalahan yang timbul dari Badan Usaha Milik Negara. 3. Sosialisasi Badan Usaha Milik Negara yang telah dilakukan. Metodologi. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan : 1. Menggunakan metode analisis terhadap UU No.19 Tahun 2003 dan peraturan yang terkait yang diuraikan secara deskriptif. 2. Mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara. 3. Menginventarisir dan manganalisis kegiatan sosialisasi yang pernah dilakukan. F. Jadwal Kegiatan. Pelaksanaan kegiatan tim ini dilaksanakan 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011, dengan susunan jadwal kegiatan adalah sebagai berikut : G. 1. Penyusunan Personil dan pembuatan proposal (Maret s/d April 2011) 2. Pengumpulan Data (April 2011) 3. Pengolahan Data (Mei s/d Juni 2011) 4. Analisis dan Evaluasi Data (Juli ) 5. Penyusunan Laporan Akhir (Agustus 2011) 6. Penyerahan Laporan Akhir (September 2011) Susunan Keanggotaan Keanggotaan Tim Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Badan Usaha Milik Negara (UU No.19 Tahun 2003) adalah : Ketua : Sekretaris : Anggota : Dr. Freddy Harris, SH., MH. Yul Ernis, S.H., MH 1. Herman Hidayat, SH 2. Tri Wahyuningsih Retno Mulyani, SH., M.Hum 3. R.Herlan Arbanto,SH 4. Jonny Naldi, S.H.,MM 5. Supriyatno, S.H. MH 6. Gardjito, S.Sos Asisten : 1. Danang Risdiarto, SE 2. Darti BAB II TINJAUAN UMUM A. Keuangan Negara atau Kekayaan Negara Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. (UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1, Ayat 1)Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyatakan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dari pengertian tersebut terdapat beberapa unsur BUMN, yaitu : 1. Merupakan badan usaha. 2. Seluruh atau sebagian modalnya dimiliki negara melalui penyertaan secara langsung. 3. Kekayaan berasal dari negara yang dipisahkan. Badan usaha merupakan suatu organisasi yang kegiatan usahanya dalam bidang perekonomian, yang meliputi perdagangan, perindustrian, perjasaan, dan keuangan (pembiayaan). Dalam UU BUMN bentuk usaha badan usaha milik negara, terbagi menjadi dua, perusahaan umum (Perum) dan perusahaan perseroan (Persero). Modal pada Perum tidak terbagi atas saham-saham, dan seluruh modalnya dimiliki negara. Sedangkan pada Persero modal terbagi atas sahamsaham dan modalnya dapat seluruhnya atau paling sedikit 51% dimiliki negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyebutkan terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Filosofi mengapa dibentuk Badan Usaha Milik Negara adalah karena ayat (2) dan (3) yang mengandung maksud bahwa; cabang-cabang produksi penting bagi Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Kemudian bumi, air, dan kekeayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian tugas pertama Negara dengan membentuk badan usaha adalah untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat, manakala sektorsektor tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta. Kemudian tugas-tugas seperti itu diterjemahkan sebagai bentuk usaha oleh Negara yang membuat BUMN menjadi agen pembangunan/agent of development. Pemisahaan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan modal negara ke dalam modal BUMN hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan langsung negara ke dalam BUMN tersebut, sehingga setiap penyertaan tersebut perlu ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Untuk memonitor dan penatausahaan kekayaan negara yang tertanam pada BUMN dan perseroan terbatas, termasuk penambahan dan pengurangan dari kekayaan Negara tersebut serta perubahan struktur kepemilikan negara sebagai akibat adanya pengalihan saham milik negara atau penerbitan saham baru yang tidak diambil bagian oleh negara, perlu ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Maksud dari dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan pengelolaannya berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yaitu meliputi pula proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai penyertaan modal negara. Perum sebagai perusahaan negara lebih mengutamakan pelayanan demi kemanfaatan kepentingan umum berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan dan tidak semata-mata untuk mengejar keuntungan. Namun untuk kelangsungan perusahaan, Perum tetap harus mengejar keuntungan walaupun tidak sebagai tujuan utama. Perusahaan perseroan (Persero) merupakan badan usaha milik negara yang berbentuk perseroan terbatas, dengan demikian berlaku prinsip-prinsip perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Persero didirikan dengan tujuan menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, serta mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN menyatakan bahwa Perusahaan Persero (Persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terabatas yang modalnya terbagi atas saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mencari keuntungan. Selanjutnya menurut Pasal 11 Persero berlaku ketentuan Undang-Undang No.1 Tahun 1995. Berdasarkan Pasal 7 ayat (6) UU PT, BUMN persero memperoleh status badan hukum setelah akte pendiriannya disahkan oleh menteri Kehakiman. Karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian kekayaan BUMN Persero adalah sebagai badan hukum bukanlah kekayaan negara. Kekaburan pengertian Keuangan Negara dimulai oleh definisi keuangan negara dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Psl. 1 angka 1). Menteri Keuangan meminta Fatwa Mahkamah Agung. Mahkamah Agung dalam Fatwanya menyatakan bahwa tagihan bank BUMN bukan tagihan negara karena bank BUMN Persero tunduk pada UU PT. Dengan demikian Mahkamah Agung berpendapat kekayaan negara terpisah dari kekayaan BUMN Persero. Selanjutnya keuangan BUMN Persero bukan keuangan negara, Pasal 56 UU PT menyatakan bahwa dalam waktu lima bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan untuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya, antara lain perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba/rugi dari buku tahunan yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut. Dengan demikian kerugian yang diderita dalam satu transaksi tidak berarti kerugian perseroan terbatas tersebut, karena ada transaksi-transaksi lain yang menguntungkan. Andaikata ada kerugian juga belum tentu secara otomatis menjadi kerugian perseroan terbatas tersebut, karena mungkin ada laba yang belum dibagi pada tahun yang lampau atau ditutup dari dana cadangan perusahaan. Dengan demikian tidak benar kerugian dari satu transaksi menjadi kerugian negara. Namun beberapa sidang pengadilan tindak pidana korupsi telah menuntut terdakwa karena telah terjadinya kerugian dari satu atau dua transaksi. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, yang berbunyi : “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara …” Kata-kata : “… yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ..” , yang dapat ditafsirkan menurut kehendak siapa saja yang membacanya tidak mendatangkan kepastian hukum kepada pencari keadilan dan penegak hukum, karena perbuatan atau peristiwa tersebut belum nyata atau belum tentu terjadi dan belum pasti jumlahnya. Telah ada definisi “Kerugian Negara” yang menciptakan kepastian hukum, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 1 ayat (22) : “Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya akibatnya perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”. “Kerugian negara yang nyata dan pasti jumlahnya…”, memberi kepastian hukum. - BPK tidak dapat memeriksa BUMN Persero karena kekayaan BUMN Persero bukan kekayaan negara. Bila BPK ingin memeriksa BUMN Persero maka Pasal 23 E UUD 45 perlu diamandemen dengan menyebutkan bahwa BPK tidak hanya memeriksa keuangan negara, tetapi juga keuangan perusahaan swasta. Hal ini berlawanan dengan latar belakang adanya BPK sebagai salah satu Upaya hukum bagi Pemerintah sebagai pemegang saham, UU PT tetap memungkinkan Pemegang Saham menggugat Direksi atau Komisaris apabila keputusan mereka itu dianggap merugikan Pemegang Saham. Oleh karenanya Negara sebagai Pemegang Saham dapat menggugat individu Komisaris dan Direksi karena keputusan mereka dianggap merugikan. Adalah tidak benar tuntutan terhadap Direksi dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atas dasar harta kekayaan Badan Hukum BUMN Persero adalah harta kekayaan negara sebagai Pemegang Saham, bahwa harta kekayaan Badan Hukum BUMN Persero tidaklah merupakan harta kekayaan negara selaku pemegang saham.8 Pemerintah dalam hal ini Kejaksaan Agung dapat mengajukan tuntutan pidana kepada Direksi dan Komisaris PT. BUMN (Persero) bila mereka melakukan korupsi. Direksi suatu perusahaan BUMN Persero dapat dituntut dari segi hukum pidana.Hal ini dapat saja dilakukan apabila Direksi bersangkutan melakukan penggelapan, pemalsuan data, dan laporan keuangan, pelanggaran Undang-Undang Perbankan, pelanggaran Undang-Undang Pasar Modal, pelanggaran Undang-Undang Anti Monopoli, pelanggaran Undang-Undang Anti Pencucian Uang (Money Laundering) dan Undang-Undang lainnya yang memiliki sanksi pidana. - Sinkronisasi Undang-Undang perlu untuk meningkatkan lembaga negara. - amandemen perlu dilakukan terhadap Undang-Undang No. 31 tentang Tindak Pidana Korupsi yaitu mengenai pengertian tindak pidana korupsi, yaitu : “Tindak pidana korupsi… yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara “diganti menjadi” tindak pidana korupsi… yang dapat merugikan keuangan perusahaan swasta, perusahaan negara, dan jawatan. 8 ibid Pasal 2 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi perlu dirubah menjadi tidak hanya yang dapat merugikan negara tetapi juga yang tidak merugikan negara, yaitu merugikan perusahaan swasta, karena korupsi adalah kejahatan. - perlu perubahan pengertian keuangan negara dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, mengikuti usul perubahan definisi keuangan negara dalam beberapa undang-undang sebelumnya seperti tersebut di atas, sehingga kekayaan BUMN tidak merupakan keuangan negara atau kekayaan negara sebagai pemegang saham, tetapi kekayaan badan hukum itu sendiri. B. Restrukturisasi BUMN Sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN bahwa, restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan 9 profesional. Program restrukturisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada Negara, menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen dan memudahkan pelaksanaan privatisasi. Privatisasi menurut Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, merupakan penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. Berdasarkan pengertian 9 http://www.bumn.go.id/kinerja-kementerian-bumn/restrukturisasi/ privatisasi tersebut maka Kementerian Negara BUMN mendorong BUMN untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan guna meningkatkan peran serta masyarakat dalam kepemilikan sahamnya.10Sesuai pasal 74 Undangundang 19 tahun 2003 telah ditetapkan maksud dan tujuan Privatisasi. Maksud dan tujuan yang telah ditetapkan Undang-Undang tersebut sekaligus menjadi misi memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero, meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat, menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif, menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global, dan menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar. Program privatisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsipprinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung-jawaban, dan kewajaran. Pengamat ekonomi dari UI Faisal Basri menilai, restrukturisasi badan usaha milik negara (BUMN) mendesak dilakukan. "Pasar baru harus dibangun tidak hanya dengan penciptaan pasar baru seperti prinsip neo-liberalisme, tapi dengan pengaturan dan penciptaan stabilitas pasar," BUMN dalam membangun pasar juga harus didukung penciptaan kebijakan pasar yang mendukung agar pasar tidak anarkis, tapi berperadaban dan bermartabat Selain itu, kebijakan yang menjaga stabilitas pasar pun harus diupayakan.11 Anggota Komisi Keuangan DPR Drajad Wibowo mengatakan, kinerja BUMN yang terus menerus turun harus disikapi dengan restrukturisasi internal dan eksternal. Secara internal, harus dilakukan restrukturisasi keuangan, kredit, manajerial, dan korporasi. Khusus untuk restrukturisasi korporasi, menurut dia, peraturan pemerintah tentang BUMN harus segera diterbitkan guna menjelaskan 10 11 http://www.bumn.go.id/kinerja-kementerian-bumn/privatisasi/ http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2005/03/23/brk,20050323-68,id.html, Rabu, 23 Maret 2005 | 21:04 WIB proses merger dan akuisisi yang tengah menjadi wacana. Sedangkan secara eksternal dapat dilakukan restrukturisasi industri dan kebijakan perdagangan. "Agar kebijakan tidak mengarah pada free faal liberalization," salah satu cara mengembangkan BUMN dapat melalui memperkuat jaringan sektoral. "Selama ini tidak pernah terpikir memperkuat sectoral linkage," katanya. Dia mencontohkan agroindustri yang menggunakan strategi jaringan sektoral bisa meliputi perusahaan perkebunan sawit, karet, Inhutani, dan Perhutani. Meskipun demikian, dia mengakui, akan adanya beberapa hambatan yang akan dihadapi dalam menjalankan strategi tersebut seperti adanya agenda liberalisasi terjun bebas, privatisasi yang berlebihan, inefisiensi karena KKN, serta tingkat intervensi politis terhadap BUMN yang masih tinggi. Pengamat ekonomi dari UGM Revrisond Baswir juga menyatakan pentingnya reformasi BUMN untuk memperbaiki kinerja. "Terutama bagaimana memperbaiki perilaku kekuasaan serta perbaikan pola hubungan antara manajemen BUMN dengan pemerintah dan parlemen," katanya. Karena itu, menurut Revrisond, perlu dibentuk sebuah badan independen yang bertanggung jawab khusus dalam mengembangkan BUMN. "Badan itu dapat disebut sebagai Badan Pengembangan BUMN," katanya. Badan ini dipimpin oleh sebuah dewan pimpinan yang diangkat oleh pemerintah dengan persetujuan parlemen. Badan ini bertanggung jawab pada pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan perkembangan kinerja BUMN pada parlemen dan masyarakat. Pemerintah akan mempercepat proses restrukturisasi badan usaha milik negara. Selain itu, kelanjutan privatisasi juga akan dipercepat.12 Menteri Negara BUMN mengatakan langkah ini ditempuh agar daya saing perusahaan meningkat dan mampu berkontribusi bagi kesejahteraan rakyat. "Privatisasi 12 Rr Ariyani – Tempo http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/04/12/brk,20070412-97712,id.html, Kamis, 12 April 2007 | 14:01 WIB penting untuk perkembangan pasar modal, peningkatan tata kelola perusahaan yang baik dan memberikan kontribusi ke anggaran negara. Kebijakan pemerintah dalam restrukrisasi BUMN didorong oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah kondisi organisasi dalam kinerja BUMN itu sendiri dan keuangan Negara yang tidak menggembirakan. Sedangkan faktor eksternal yang menjadi pendorong restrukrisasi BUMN adalah pendirian dan aktivitas organisasi bisnis internasional serta regional yang menetapkan prisip-prinsip pasar bebas dalam bisnis global. Program restrukrisasi BUMN sebagai salah satu upaya pemerintah membenahi BUMN agar pengelolaannya sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis dan tidak betentangan dengan konstitusi. C. Pengelolaan BUMN Keberadaan BUMN yang merupakan salah satu wujud nyata pasal 33 UUD 1945 memiliki posisi strategis bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun demikian, dalam realitanya, seberapa jauh BUMN mampu menjadi alat negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan bangsa ini tergantung pada tingkat efisiensi dan kinerja dari BUMN itu sendiri. Apabila BUMN tidak mampu beroperasi dengan tingkat efisiensi yang baik, pada akhirnya akan menimbulkan beban bagi keuangan negara dan masyarakat akan menerima pelayanan yang tidak memadai dan harus menanggung biaya yang lebih tinggi. Hingga akhir tahun 2004, jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dimiliki Pemerintah tercatat sebanyak 158 BUMN. Dari keseluruhan BUMN tersebut sebanyak 127 BUMN mampu mencetak laba, jumlah ini jauh meningkat dari 103 BUMN di tahun 2003. Total keseluruhan laba yang dihasilkan adalah sebesar Rp29,43 triliun (prognosa) atau meningkat 15 persen dibanding tahun sebelumnya. Perkembangan yang positif ini juga didukung dengan semakin menurunnya kerugian yang dialami BUMN secara keseluruhan. Untuk tahun 2004 total kerugian tersebut turun sekitar 26 persen dibanding tahun 2003. Penurunan yang sama juga terjadi di sisi kewajiban BUMN yaitu turun sebesar 8,6 persen. Dalam kurun waktu tersebut, telah dilaksanakan restrukturisasi BUMN sesuai dengan Master Plan BUMN Tahun 2002–2006. Di tahun 2005, diharapkan telah tersusun sebuah dokumen perencanaan pengelolaan BUMN yang berkesinambungan dan komprehensif dalam rangka penyempurnaan Master Plan BUMN sebelumnya. Master Plan BUMN Tahun 2005–2009 ini pada intinya mengandung tiga kebijakan pokok pengelolaan BUMN, yaitu restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi untuk mensinergikan 158 BUMN yang ada sehingga menciptakan nilai tambah bagi BUMN. Di sisi lain, telah terpetakannya strategi pengembangan BUMN pada beberapa sektor akan membantu menajamkan kebijakan lanjutan pengelolaan BUMN. Di samping itu, kebijakan tersebut diiringi dengan pemantapan penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) di dalam pengelolaan masing-masing BUMN. Sebagai tindak lanjut dari upaya ini dilakukan langkah evaluasi terhadap penerapan prinsipprinsip tersebut pada seluruh BUMN. Sementara itu, standar kerja serta aplikasi e-procurement yang merupakan salah satu upaya peningkatan transparansi serta efisiensi didalam pengelolaan BUMN juga diharapkan telah selesai disusun dan diterapkan di beberapa BUMN sebagai pilot project. Dengan upaya-upaya ini diperkirakan pencapaian indikator-indikator kinerja BUMN akan menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Indikator-indikator seperti laba yang dihasilkan, jumlah BUMN yang menghasilkan laba, jumlah BUMN yang sehat serta angka tingkat hasil aset (return on asset/ROA) diharapkan dapat mengalami peningkatan. Kinerja BUMN masih belum optimal. Walaupun saat ini kinerja BUMN secara umum telah menunjukkan adanya peningkatan, namun pencapaian tersebut masih jauh dari hasil yang diharapkan. Dengan kinerja demikian, masih ada potensi BUMN untuk membebani fiskal yang dapat mempengaruhi upaya mempertahankan kesinambungan fiskal. Kinerja BUMN mempunyai pengaruh di sisi pendapatan dan di sisi pengeluaran negara. Disisi pendapatan, BUMN menyumbang pada penerimaan negara baik penerimaan pajak maupun bukan pajak. Sedangkan disisi pengeluaran, jika BUMN memiliki kinerja yang rendah, pada akhirnya mengakibatkan beban terhadap pengeluaran negara. Pelaksanaan konsolidasi dan revitalisasi bisnis BUMN (2002-2004) memang telah mampu meningkatkan kinerja BUMN. Hal ini dapat dilihat pada realisasi penjualan tahun 2000-2003 yang meningkat rata-rata sebesar 17,8 persen per tahun. Sementara itu laba bersih BUMN antara tahun 2000-2003 juga mencapai peningkatan rata-rata yang cukup tinggi, yaitu 26,7 persen per tahun. Kalau pada tahun 2000 baru mencapai sebesar Rp14 triliun, tahun 2001 meningkat sebesar 35,7 persen, dan tahun 2002 meningkat lagi sebesar 36,8 persen. Tahun 2003 laba bersih BUMN tersebut telah mencapai sebesar Rp28 triliun atau meningkat dua kali lipat dibandingkan laba bersih tahun 2000. Di sisi lain, meskipun jumlah BUMN yang sehat pada tahun 2003 turun menjadi 97 perusahaan dibanding tahun sebelumnya 102 perusahaan, akan tetapi dari sisi jumlah pajak (PPh dan PPn) yang disetorkan kepada negara terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2001, jumlah pajak yang disetor sebesar Rp8,7 triliun, tahun 2002 sebesar Rp16,4 triliun atau naik 88,5 persen dan tahun 2003 meningkat lagi sebesar Rp22,1 triliun atau naik 34,8 persen dari tahun sebelumnya dan pada tahun 2004 BUMN diharapkan akan mampu memberikan kontribusi kepada negara sebesar Rp27 triliun yang berasal dari dividen Rp6 triliun, pajak sebesar Rp16 triliun dan privatisasi sebesar Rp5 triliun. Masih banyak kendala serta permasalahan yang terdapat dalam pengelolaan BUMN dan upaya peningkatan kinerjanya. Permasalahan tersebut antara lain disebabkan masih lemahnya koordinasi kebijakan antara langkah perbaikan internal perusahaan dengan kebijakan industrial dan pasar tempat BUMN tersebut beroperasi, belum terpisahkannya fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada sebagian besar BUMN dan belum terimplementasikannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance secara utuh di seluruh BUMN. Di samping itu, belum optimalnya kesatuan pandangan dalam kebijakan privatisasi di antara stakeholder yang ada berpotensi memberikan dampak negatif dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan kebijakan ini. Ke depan, tantangan yang dihadapi adalah memberikan sumbangan yang makin besar pada keuangan negara. Di samping itu masyarakat yang semakin membutuhkan pelayanan yang baik serta iklim persaingan dunia usaha yang semakin ketat menuntut terciptanya BUMN yang sehat, efisien serta berdaya saing tinggi, baik dalam maupun luar negeri. Sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan BUMN lima tahun mendatang adalah meningkatnya kinerja dan daya saing BUMN dalam rangka memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat dan memberikan sumbangan terhadap keuangan negara Kebijakan pengelolaan BUMN diarahkan pada: 1. Melakukan koordinasi dengan departemen/instansi terkait untuk penataan kebijakan industrial dan pasar BUMN terkait. Hal ini diperlukan dalam kerangka reformasi BUMN yang menyeluruh. Langkah-langkah perbaikan internal BUMN saja tidaklah cukup, keberhasilan pengelolaan BUMN harus disertai dengan kebijakan secara sektoral yang umumnya menyangkut masalah proteksi, monopoli atau struktur pasar, subsidi dan peran pemerintah, 2. Memetakan BUMN yang ada ke dalam kelompok BUMN public service obligation (PSO) dan kelompok BUMN komersial (business oriented), sehingga kinerja BUMN tersebut dapat meningkat dan pengalokasian anggaran pemerintah akan semakin efisien dan efektif, serta kontribusi BUMN dapat meningkat, 3. Melanjutkan langkah-langkah restrukturisasi yang semakin terarah dan efektif terhadap orientasi dan fungsi BUMN tersebut. Langkah restrukturisasi ini dapat meliputi restrukturisasi manajemen, organisasi, operasi dan sistem prosedur dan lain sebagainya, 4. Melanjutkan langkah privatisasi yang selektif dan sesuai arah pengembangan BUMN terkait agar daya saing, kualitas dan kuantitas pelayanan, serta kontribusi kepada keuangan negara dari BUMN tersebut dapat meningkat, 5. Memantapkan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), yaitu transparansi, akuntabilitas, keadilan dan responsibilitas pada pengelolaan BUMN PSO maupun BUMN komersial. Arah kebijakan tersebut dijabarkan ke dalam program pembangunan sebagai berikut: a. Program Pembinaan b. Program Pengembangan Badan Usaha Milik Negara Program ini bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja BUMN. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini adalah: 1. Penyelesaian upaya pemetaan fungsi masing-masing BUMN, sehingga fungsi BUMN terbagi secara jelas menjadi BUMN PSO dan BUMN komersial; 2. Pemantapan upaya revitalisasi BUMN, antara lain melalui penerapan GCG dan Statement of Corporate Intent (SCI); serta 3. Pemantapan pelaksanaan restrukturisasi BUMN, termasuk melanjutkan privatisasi dan divestasi. D. Inventarisasi Peraturan Terkait Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Badan Usaha Millik Negara terlebih dahulu harus diketahui materi UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan beberapa peraturan perundang-undangan yang sudah ada yang terkait dengan Badan Usaha Milik Negara. 1. Materi Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Negara Ketentuan Umum Badan Usaha Milik Maksud dan Tujuan pendirian BUMN Pemberlakuan peraturan perundang-undangan terhadap BUMN Modal/Saham milik Negara/ Pemerintah Pusat pada BUMN, dan Tata Cara Penyertaan Modal Kewenangan Pengurusan BUMN Kewenangan Pengawasan BUMN Conflict of interest Jenis BUMN PERSERO Pendirian Persero Maksud dan Tujuan Persero Organ Persero Menteri selaku RUPS Direksi Persero a. Pemberhentian dan Pengangkatan b. Pelaksanaan tugas Direksi, termasuk RJP dan RKAP c. Larangan rangkap jabatan d. Risalah Rapat Direksi Dewan Komisaris Persero a. Pemberhentian dan Pengangkatan b. Tugas c. Larangan rangkap jabatan Persero Terbuka PERUM Pendirian Perum Maksud dan Tujuan Perum Modal dan Saham Perum Organ Perum Kewenangan Menteri/Pemegang Saham Perum Ketentuan yang mengatur pengelolaan Perum Anggaran Dasar Perum Penggunaan Laba Perum Direksi Perum a. Pemberhentian dan Pengangkatan b. Tugas c. Larangan Rangkap Jabatan d. Risalah Rapat Dewan Pengawas a. Pemberhentian dan Pengangkatan b. Tugas c. Larangan Rangkap Jabatan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Dan Pembubaran BUMN Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pembubaran BUMN Kewajiban Pelayanan Umum Kewajiban Pelayanan Umum/PSO Satuan Pengawasan Intern, Komite Audit, Dan Komite Lain SPI Komite Audit dan Komite Lain Pemeriksaan Eksternal Restrukturisasi Dan Privatisasi Restrukturisasi Privatisasi/Penjualan Saham Karyawan BUMN Kekayaan BUMN PSO tidak dapat disita Pimpinan BUMN bukan penyelenggaran Negara. Tidak berlakunya peraturan perundang-undangan lembaga Negara/pemerintahan, bagi BUMN. Pembebanan kegiatan Pemerintahan terhadap BUMN Penyisihan Laba Pengelolaan hutang dan piutang yang mengatur Kode Etik Donasi Independensi Organ Perubahan Bentuk Sinergi BUMN Pemailitan Larangan pemanfaatan kekayaan BUMN untuk kampanye Ketentuan Peralihan Ketentuan Penutup 2. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Perlindungan Badan Usaha Milik Negara Dalam bagian ini melihat keterkaitan antara undang-undang di bidang Badan Usaha Milik Negara dengan perundang-undangan lain yang terkait baik di bidang Badan Usaha Milik Negara maupun di luar Badan Usaha Milik Negara antara lain adalah Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang–Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya, dan Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. - Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Penjelasan Umum angka 3 mengenai pengertian dan ruang lingkup keuangan negara “...Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hal dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun erupa barang yang dapat dijadikan milik negara yang berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subjek yang dimaksud dari sisi Keuangan Negara meliputi seluruh objek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki oleh negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara...” Pasal 1 angka 5 Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian sahamnya dimiliki oleh pemerintah pusat. Pasal 2 huruf i Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Penjelasan Pasal 2 huruf i Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf i meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah,yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah. Pasal 2 ayat (1) huruf g Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah. Pasal 3 ayat (8) Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada perusahaan negara/daerah harus memperoleh persetujuan dari DPR/DPRD. Pasal 24 ayat (1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah Pasal 24 ayat (2) Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah terlebih dahulu harus ditetapkan dalam APBN/APBD Pasal 24 ayat (3) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara Pasal 24 ayat (5) Pemerintah pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan negara setelah mendapat persetujuan DPR Pasal 30 ayat (2) Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. - Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 1 angka 6 Piutang negara adalah jumlah uang yang wajib dibaayar kepada Pemerintah Pusat dan /atau hak Pemerintah Pusat yang dap[at dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan Peraturan Perundangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Pasal 41 ayat (4) Penyertaan modal pemerintah pusat pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetap dengan Peraturan Pemerintah Pasal 55 ayat (2) huruf d Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan menyusun iktisar laporan keuangan perusahaan negara Pasal 67 ayat (2) Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah dalam undangundang ini berlaku pula untuk pengelola perusahaan negara/daerah dan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara selama sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri. - Undang – undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 6 ayat (1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD, dan Lembaga atau badan lain yang mengelola Keuangan Negara. Pasal 9 ayat (1) huruf b Dalam melaksanakan tugasnya BPK berwenang meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD, dan Lembaga atau badan lain yang mengelola Keuangan Negara. Pasal 11 huruf a BPK dapat memberikan pendapat kepada BUMN yang diperlukan karena sifat pekerjaannya. Pasal 10 ayat (1) BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. Penjelasan pasal 10 ayat (1) Yang dimaksud “pengelola” termasuk pegawai perusahaan negara/daerah dan lembaga atau badan lain. Yang dimaksud dengan “BUMN/BUMD” adalah perusahaan negara/daerah yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh negara/daerah.ohonan pernyataaan pailit hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan. - Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 7 ayat (7) huruf a Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih tidak berlaku bagi Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Penjelasan Pasal 7 ayat (7) huruf a Yang dimaksud dengan “Persero” adalah badan usaha milik negara yang berbentuk Perseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalam Undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara. E. Kendala dan Hambatan BUMN yang merupakan perusahaan pelayanan publik telah memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan nasional. Pada masa awal kemerdekaan, sektor korporasi di Indonesia masih kecil dan didominasi oleh perseroan–perseroan yang dimiliki asing atau yang kepemilikannya terpusat. Pemerintah waktu itu memperoleh beberapa perusahaan melalui nasionalisasi dan juga mendirikan banyak perseroan baru yang berstatus BUMN. Diharapkan bahwa perseroan–perseroan tersebut akan menjadi inti dari sebuah sektor korporasi yang kuat, didukung oleh manajemen yang professional dan lembaga–lembaga keuangan. Meskipun BUMN telah mencapai sasaran awal yang ditetapkan, tetapi ternyata BUMN tersebut masih di bawah standar. BUMN tersebut telah mendapatkan laba, namun laba tersebut diperoleh dengan biaya besar dan sangat berlebihan. Sebelum tejadinya krisis moneter (Juli 1997), lebih dari separuh jumlah BUMN kinerjanya kurang memuaskan. Perekonomian nasional tahun 1997 masih dirasakan cukup baik, saat itu dari 160 BUMN persero hanya menghasikan keuntungan sebesar Rp. 11,8 trilyun dari Rp. 462 trilyun modal yang ditanam. Keuntungan sebesar 2,6 % ini adalah sangat kecil jika dibandingkan terhadap biaya atas modal. Sebagai akibatnya banyak BUMN tidak dapat lagi membayar hutangnya atau menghasilkan laba yang cukup untuk membiayai perluasan usahanya. BUMN memang mengalami dampak negatif dari resesi yang dihadapi saat ini. Namun alasan yang penting adalah karena terjadinya penggunaan sumber–sumber daya kurang yang efektif dan kurang efisien. Pemerintah Indonesia mendirikan BUMN dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial. Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945, seyogyanya dikuasai oleh BUMN. Dengan adanya BUMN diharapkan dapat terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di sekitar lokasi BUMN. Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai melalui penciptaan lapangan kerja serta upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal. Penciptaan lapangan kerja dicapai melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN. Upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal dapat dicapai dengan jalan mengikut-sertakan masyarakat sebagai mitra kerja dalam mendukung kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berada di sekitar lokasi BUMN. Mengenai usulan mengamandemen Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu poin yang akan direvisi adalah perihal pengertian Menteri BUMN yang selama ini menimbulkan kerancuan. Pasalnya, dalam Undang-Undang BUMN, kedudukan menteri dapat sebagai pemegang saham dan sekaligus sebagai pejabat publik.13 Jabatan Menteri BUMN sama halnya dengan menteri lainnya. Namun Menteri BUMN juga bertindak sebagai pemegang saham mewakili pemerintah hingga 100% maupun pemegang saham mayoritas BUMN. "Memang, ada pendapat sebaiknya menteri dipisahkan dari pemegang saham BUMN. Apakah nantinya dibuat jabatan Menteri BUMN atau Kepala Badan Pemberdayaan BUMN," . Klausul lainnya yang dinilai sudah tidak sesuai adalah pengertian kekayaan negara yang dipisahkan (banyak menimbulkan multitafsir) tidak ada kesamaan persepsi bahkan dikalangan instansi dan lembaga Negara, modal perum, rumusan pengertian persero, istilah privatisasi yang bertolak belakang dengan istilah pasar modal “go private”. Hal lainnya adalah soal maksud tujuan pendirian BUMN (maksud dan tujuan BUMN dirumuskan sebagai satu kesatuan yang berlaku bagi persero maupun Perum, sehingga menimbulkan permasalahan dalam menafsirkan kedudukan dan fungsi dari kedua bentuk BUMN tersebut), sumber penyertaan 13 http://www.investor.co.id/macroeconomics/uu-bumn-akan-direvisi/9080, Selasa, 5 April 2011 | 14:53 modal negara, calon anggota direksi dari internal perusahaan, larangan jabatan rangkap dan kampanye pemilu, penetapan unit instansi pemerintah sebagai BUMN, ketentuan public service obligation, pemeriksaan eksternal, penegasan piutang BUMN bukan piutang negara, permohonan pailit terhadap BUMN. Dalam amandemen itu juga akan dibahas tentang bagaimana meningkatkan akuntabilitas BUMN. Pasal 2 huruf g UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, memasukan kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN tetap diakui sebagai keuangan negara.Sedangkan Pasal 4 ayat 1 dan penjelasannya dari UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN menyatakan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan hanya sebatas modal pada BUMN, kekayaan BUMN bukan kekayaan Negara. Selain itu perbedaan lainnya juga terdapat dalam hal pengaturan mengenai piutang negara dan status Direksi serta Dewan Komisaris di BUMN. Ketentuan Pasal 8 dan Pasal 12 UU/Prp No.49 Tahun 1960 tentang PUPN yang memperlakukan piutang BUMN sama dengan piutang negara, BUMN sama dengan instansi Pemerintah, penyelesaian piutang BUMN mengikuti tata cara penyelesaian piutang negara. Padahal, Pasal 1 angka 6 UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa piutang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat. ”Jadi, menurut UU No.1 Tahun 2004, piutang BUMN bukan piutang negara,”. Sedangkan mengenai status Direksi dan Dewan Komisaris, seperti ketentuan Pasal 2 angka 7 dan Penjelasannya dari UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang memasukkan Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada BUMN sama dengan penyelenggara negara lainnya. Tantangan yang masih akan dihadapi adalah melanjutkan secara bertahap kebijakan reformasi BUMN (restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi) yang akan menyelaraskan secara optimal kebijakan internal perusahaan dan kebijakan industrial serta pasar tempat BUMN tersebut beroperasi, memisahkan fungsi komersial dan pelayanan masyarakat pada BUMN serta mengoptimalkan prinsip-prinsip GCG secara utuh dalam kerangka revitalisasi BUMN. BAB III ANALISIS DAN EVALUASI A. Latar Belakang Disusunnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 1. Riwayat Dibentuknya BUMN Sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang selanjutnya diatur lebih rinci dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, sehingga merupakan tugas dan kewajiban Pemerintah secara konstitusional dalam mewujudkan dan memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional tersebut, maka Pemerintah membentuk dan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, disamping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN secara bersama-sama dengan unit usaha yang lain melaksanakan perannya masing-masing dan saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. BUMN berperan dalam menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dalam hal ini sangat diperlukan dalam posisinya sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi. Pelaksanaan peran BUMN diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri perdagangan, serta konstruksi. Dalam kenyataannya, walaupun BUMN telah mencapai tujuan awal sebagai agen pembangunan dan pendorong terciptanya korporasi, namun tujuan tersebut dicapai dengan biaya yang relatif tinggi. Kinerja perusahaan dinilai belum memadai, seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang ditanamkan. Dikarenakan berbagai kendala, BUMN belum sepenuhnya dapat menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau serta belum mampu berkompetisi dalam persaingan bisnis secara global. Selain itu, karena keterbatasan sumber daya, maupun sebagai fungsi penyeimbang BUMN kekuatan baik sebagai pelopor/perintis swasta besar, juga belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peningkatan efisiensi dan produktifitas BUMN harus dilakukan melalui langkah-langkah restrukturisasi dan privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan yang meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan. Privatisasi bukan semata-mata dimaknai sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk didalamnya adalah peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik. Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena sebagaimana dinyatakan di atas, negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral dimana BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya. Guna memenuhi visi pengembangan BUMN di masa yang akan datang dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), penerapan prinsip-prinsip tersebut sangat penting untuk diperhatikan. Dalam rangka memujudkan pengelolaan dan pengawasan BUMN yang handal maka dibentuk Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara. Undang-Undang BUMN dirancang untuk menciptakan sistem pengelolaan dan pengawasan berlandaskan pada prinsip efisiensi dan produktivitas guna meningkatkan kinerja dan nilai (value) BUMN, serta menghindarkan BUMN dari tindakan-tindakan pengeksploitasian di luar asas tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). 2. Definisi BUMN Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 belum memasukkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini disebabkan oleh karena Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 disusun sebelum diterbitkannya 2 (dua) Undang-Undang dari 3 (tiga) Undang-Undang dalam Paket Undang-Undang Keuangan Negara. Dalam definisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dengan arti berbeda, BUMN adalah suatu kesatuan yuridis dan ekonomi yang mengelola usaha milik suatu negara yang seluruh modal atau sebagian modalnya berasal dari penyertaan negara dimaksud secara langsung dan berasal dari kekayaan yang berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau perolehan lainnya yang sah, yang dijadikan penyertaan modal usaha pada BUMN terkait. 3. Aturan Yang Mendasari Sebelumnya Pada tahun 1960, telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dengan tujuan mengusahakan adanya keseragaman dalam cara mengurus dan menguasai serta bentuk hukum dari badan usaha negara yang ada. Pada tahun 1969, ditetapkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969. Dalam Undang-undang tersebut, BUMN disederhanakan bentuknya menjadi tiga bentuk usaha negara yaitu Perusahaan Jawatan (Perjan) yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Indonesische Bedrijvenwet (Stbl. 1927 : 419), Perusahaan Umum (Perum) yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Undangundang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 dan Perusahaan Perseroan (Persero) yang sepenuhnya tunduk pada ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1847 : 23) khususnya pasal-pasal yang mengatur perseroan terbatas yang saat ini telah diganti dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, Pemerintah membuat pedoman pembinaan BUMN yang mengatur secara rinci hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme pembinaan, pengelolaan dan pengawasan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983, kemudian diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO), Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM) dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan (PERJAN). Berbagai Peraturan Pemerintah tersebut memberikan arahan yang lebih pasti mengenai sistem yang dipakai dalam upaya peningkatan kinerja BUMN, yaitu berupa pemberlakuan mekanisme korporasi secara jelas dan tegas dalam pengelolaan BUMN. B. Hal-Hal Yang Perlu Dikritisi Dalam Undang -Undang BUMN 1. Definisi Kekayaan Negara Dipisahkan Dalam hal ini, perlu disepakati terlebih dahulu bahwa kekayaan dari suatu negara dapat dibagi menjadi 2, yaitu kekayaan negara yang tidak dipisahkan dan kekayaan negara yang dipisahkan. Kekayaan negara yang tidak dipisahkan melekat dalam negara sebagai sebuah institusi atau badan hukum, pengelolaan, penatausahaan dan pelaporannya merupakan tanggung jawab dari pimpinan suatu negara, dalam hal ini Presiden atau Perdana Menteri. Seorang Presiden atau seorang Perdana Menteri lazimnya kemudian menugaskan bendahara negara untuk mengatur fungsi tersebut, dalam hal ini bendahara negara yang ditunjuk biasanya adalah seorang Menteri Keuangan. Seluruh kegiatan pendapatan dan pengeluaran negara juga merupakan hal yang dirangkum dan dilaporkan kepada Presiden atau Perdana Menteri dan disampaikan kepada wakil rakyat dalam lembaga legislatif. Seorang Menteri Keuangan bertugas mengatur, mengelola, menatausahakan dan melaporkan segala dan seluruh kekayaan negara dalam kaidah anggaran yang biasanya disusun Presiden atau Perdana Menteri secara bersama-sama dengan persetujuan lembaga Legislatif rakyat. Kekayaan negara yang dipisahkan merupakan kekayaan negara yang melekat pada masing-masing lembaga di luar kuasa pengelolaan Presiden atau Perdana Menteri, dan penggunaan serta pertanggungjawabannya tidak dilaporkan langsung kepada lembaga legislatif. 2. Aset BUMN Dan Aset Negara Sebelum membahas mengenai aset dalam BUMN, terlebih dahulu perlu dijelaskan mengenai Badan Hukum. Badan Hukum adalah setiap pendukung hak dan kewajiban (Subyek Hukum), yang bukan Manusia, dalam hal ini BUMN merupakan suatu Badan Hukum dalam ruang lingkupnya di dalam suatu negara. Bagian terpenting dari Badan Hukum adalah, dapat dipisahkannya, hak dan kewajiban Badan Hukum dari Hak dan Kewajiban Anggota Badan Hukum Anggota/Pengurus Badan Hukum dapat berganti-ganti, tetapi Badan Hukum tetap ada. Penting juga disepakati bahwa hak dan kewajiban dari BUMN merupakan hal yang berbeda dan terpisah dari hak dan kewajiban suatu negara. Kekayaan dari BUMN bukan merupakan bagian dari kekayaan suatu negara, namun dikarenakan kekayaan BUMN berasal dari investasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat, maka pelaporan atas investasi pemerintah pusat yang ditanamkan pada BUMN dimasukkan dalam laporan keuangan pemerintah pusat. Mengutip pertanyaan dan pembahasan dari seorang akademisi Universitas Indonesia, Apakah asset PT. BUMN (Persero) adalah termasuk keuangan negara? Pasal 1 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyatakan bahwa Perusahaan Persero, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Selanjutnya Pasal 11 menyebutkan terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian suatu Badan Hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi (sebagai pengurus), Komisaris (sebagai pengawas), dan Pemegang Saham (sebagai pemilik). Begitu juga kekayaan yayasan sebagai Badan Hukum terpisah dengan kekayaan Pengurus Yayasan dan Anggota Yayasan, serta Pendiri Yayasan. Selanjutnya kekayaan Koperasi sebagai Badan Hukum terpisah dari Kekayaan Pengurus dan Anggota Koperasi. BUMN yang berbentuk Perum juga adalah Badan Hukum. Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyatakan, Perum memperoleh status Badan Hukum sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya. BUMN Persero memperoleh status badan hukum setelah akte pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan HAM). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas kekayaan BUMN Persero maupun kekayaan BUMN Perum sebagai badan hukum bukanlah kekayaan negara. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perumusan mengenai keuangan negara dalam penjelasan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan : "Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah; berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara." "Kekayaan negara yang dipisahkan" dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara fisik adalah berbentuk saham yang dipegang oleh negara, bukan harta kekayaan Badan Hukum Milik Negara (BUMN) itu. Seseorang baru dapat dikenakan tindak pidana korupsi menurut UndangUndang bila seseorang dengan sengaja menggelapkan surat berharga dengan jalan menjual saham tersebut secara melawan hukum yang disimpannya karena jabatannya atau membiarkan saham tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 UndangUndang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Namun dalam prakteknya sekarang ini tuduhan korupsi juga dikenakan kepada tindakan-tidakan Direksi BUMN dalam transaksi-transaksi yang didalilkan dapat merugikan keuangan negara. Dapat dikatakan telah terjadi salah pengertian dan penerapan apa yang dimaksud dengan keuangan negara. 3. Ruang Lingkup Keuangan Negara Begitu juga dengan definisi keuangan negara dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut (Pasal 1 angka 1). Pasal 2 menyatakan Keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi, antara lain kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah. Dapat disimpulkan bahwa kekayaan yang dipisahkan tersebut dalam BUMN dalam lahirnya adalah berbentuk saham yang dimiliki oleh negara, bukan harta kekayaan BUMN tersebut. Kerancuan mulai terjadi dalam penjelasan dalam Undang-Undang ini tentang pengertian dan ruang lingkup keuangan negara yang menyatakan : "Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, Perusahaan Negara/Daerah, san badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkain kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. 4. Ruang Lingkup Kerugian Negara Selanjutnya, Apakah kerugian dari satu transaksi dalam PT. BUMN (Persero) berarti kerugian PT. BUMN (persero) dan otomatis menjadi kerugian negara? Pasal 56 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa dalam waktu lima bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan untuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya, antara lain perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba/rugi dari buku tahunan yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut. Dengan demikian kerugian yang diderita dalam satu transaksi tidak berarti kerugian perseroan terbatas tersebut, karena ada transaksi-transaksi lain yang menguntungkan. Andaikata ada kerugian juga belum tentu secara otomatis menjadi kerugian perseroan terbatas, karena mungkin ada laba yang belum dibagi pada tahun yang lampau atau ditutup dari dana cadangan perusahaan. Dengan demikian tidak benar kerugian dari satu transaksi menjadi kerugian atau otomatis menjadi kerugian negara. Namun beberapa sidang pengadilan tindak pidana korupsi telah menuntut terdakwa karena terjadinya kerugian dari satu atau dua transaksi. Sebenarnya ada doktrin "business judgement" menetapkan bahwa Direksi suatu perusahaan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan tersebut didasarkan kepada itikad baik dan hati-hati. Direksi mendapatkan perlindungan tanpa perlu memperoleh pembenaran dari pemegang saham atau pengadilan atas keputusan yang diambilnya dalam konteks pengelolaan perusahaan. "Business judgment rule" mendorong Direksi untuk lebih berani mengambil resiko daripada terlalu berhati-hati sehingga perusahaan tidak jalan. Prinsip ini mencerminkan asumsi bahwa pengadilan tidak dapat membuat kepastian yang lebih baik dalam bidang bisnis daripada Direksi. Para hakim pada umumnya tidak memiliki ketrampilan bisnis dan baru mulai mempelajari permasalahan setelah terjadi fakta-fakta. Apakah Pemerintah sebagai pemegang saham dalam PT. BUMN (Persero) dapat mengajukan tuntutan pidana kepada Direksi dan Komisaris PT. BUMN (Persero) bila tindakan mereka dianggap merugikan Pemerintah sebagai Pemegang Saham? Direksi suatu perusahaan BUMN Persero dapat dituntut dari sudut hukum pidana. Hal ini dapat saja dilakukan apabila Direksi bersangkutan melakukan penggelapan, pemalsuan data dan laporan keuangan, pelanggaran UndangUndang Perbankan, pelanggaran Undang-Undang Pasar Modal, pelanggaran Undang-Undang Anti Monopoli, pelanggaran Undang-Undang Anti Pencucian Uang (Money Laundering) dan Undang-Undang lainnya yang memiliki sanksi pidana. 5. Pengertian Perusahaan Minoritas Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, disebutkan bahwa Menteri Keuangan merupakan wakil dari Pemerintah dalam kepemilikan negara yang dipisahkan dan berwenang dalam menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara. Oleh karena itu, setiap perubahan struktur kepemilikan pemerintah dalam BUMN seharusnya meminta persetujuan dan dilaporkan terlebih dahulu kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 1, disebutkan bahwa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, belum mengatur mengenai BUMN yang berbentuk perseroan terbatas dimana modal Negara Republik Indonesia didalamnya dibawah 51% atau sebagai minoritas dari perusahaan. Permasalahan BUMN minoritas perlu diatur dalam peraturan perundangundangan, karena setiap lembar saham yang bersumber dari penggunaan kekayaan negara atau APBN atau perolehan lain yang sah dan mempunyai nilai tukar dalam mata uang atau aset, perlu dipertanggungjawabkan dan dilaporkannya penggunaannya. 6. Sumber Penyertaan Modal Negara Dari Aset Lain-Lain Telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN bahwa Penyertaan modal negara pada BUMN dapat bersumber dari APBN, kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya. Sumber lainnya dalam hal ini tidak dijelaskan secara lebih rinci. Dalam praktiknya, seringkali penyertaan modal negara pada BUMN bersumber dari aset berupa Barang Milik Negara, dan aset kekayaan negara lain-lain. Kiranya perlu ditambahkan bahwa Barang Milik Negara merupakan salah satu sumber dalam penyertaan modal negara, selain dari sumber pendapatan lainnya. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyebutkan bahwa BUMN terdiri dari Persero dan Perum. Dalam UndangUndang BUMN tidak disebutkan bahwa perusahaan yang didalamnya terdapat saham negara, yang dimana posisi kepemilikan saham negara Republik Indonesia didalamnya adalah minoritas, tidak diatur lebih lanjut. Padahal, pertanggungjawaban dan pelaporan atas investasi dimaksud juga termasuk dalam ruang lingkup keuangan negara, sehingga merupakan tanggung jawab Menteri Keuangan selaku Bendahara Negara untuk melaporkan kepada Presiden, untuk kemudian disajikan kembali kepada Lembaga Legislatif sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat. Apakah Pemerintah dalam kepemilikan saham negara kurang dari 51% dalam sebuah perusahaan dapat disebut sebagai perusahaan minoritas? Jawabannya kembali pada pengertian minoritas dalam perusahaan yang terbagi atas saham-saham, kepemilikan saham mewakili besarnya hak suara dalam keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), maka belum tentu bahwa apabila kepemilikan negara kurang dari 51% maka secara otomatis perusahaan tersebut disebut sebagai perusahaan minoritas, karena masih terdapat kemungkinan bahwa prosentase kepemilikan negara di dalam perusahaan dimaksud merupakan mayoritas dibandingkan dengan kepemilikan pihak lain di dalam perusahaan dimaksud. Selanjutnya, apakah anak perusahaan dimana kepemilikan BUMN di dalamnya adalah 100% atau kepemilikannya merupakan mayoritas dapat diatur dengan Undang-Undang BUMN? Ya, seharusnya jenis perusahaan ini termasuk ke dalam kategori BUMN. Disebabkan karena prinsip-prinsip dasar akuntansi yang menyebutkan bahwa aset perusahaan merupakan akumulasi dari kewajiban dan modal perusahaan. Analogi berpikir dapat diluaskan dengan bahwa setiap kekayaan negara yang disertakan dalam modal perusahaan adalah merupakan aset perusahaan itu sendiri, sehingga penggunaan aset merupakan penggunaan modal perusahaan, dimana modal perusahaan itu sendiri berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pertanggungjawaban penggunaan aset tersebut perlu dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara konsisten. Dilain pihak, penggunaan aset perusahaan dalam kaitannya sebagai modal kerja dirancang dan disusun dalam setiap Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP), dimana RKAP dimaksud diajukan oleh dewan direksi untuk disetujui oleh dewan komisaris perusahaan. Dewan komisaris merupakan wakil dari pemegang saham, dalam hal ini dewan komisaris merupakan wakil dari pemegang saham pemerintah. Oleh karena itu, sepatutnya bahwa dewan komisaris juga bertanggungjawab dalam pelaporan kinerja perusahaan yang menyangkut modal, dan wajib untuk melaporkannya kepada Menteri yang menjadi wakil pemerintah dalam kepemilikan saham BUMN. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Keberadaan BUMN adalah perujudan Pasal 33 ayat 2 UUD 1945, yang mengamanatkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai ajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, namun Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara belum cukup melindungi atau memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak. Aspek Materi Hukum Ada beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara. Peraturan-peraturan itu antara lain salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ada beberapa materi yang menjadi permasalahan dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara sehingga diperlukan perubahan dengan membuat RUU Perubahan UU BUMN Tahun 2011. "UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan perekonomian yang semakin pesat. Aspek Struktur Hukum atau Lembaga hukum Penerapan UU No.19 Tahun 2003 memerlukan kesiapan aparatur, tidak hanya aparatur hukum. Aspek Budaya Hukum Perlindungan terhadap Badan Usaha Milik Negara Aspek Harmonisasi dengan Hukum Positif Terkait, baik Secara Vertikal atau Horizontal Memberikan kepastian hukum bagi pengelolaan dan pengawasan , BUMN melalui penyempurnaan perundang-undangan tentang Badan Usaha Milik Negara yang terharmonisasi dengan peraturan perundangundangan lainnya . 2. Permasalahan –permasalahan yang ditemui antara lain : - Pemisahan kekayaan Negara sebagai penyertaan modal langsung oleh Negara dalam bentuk saham, penyertaan modal ini bersumber dari kekayaan Negara yang dipisahkan. - Penegasan prinsip pengelolaan PT terhadap pengelolaan BUMN persero berkenaan degan Kerugian Negara. 3. Restrukrisasi dan Privatisasi. Upaya-Upaya yang harus dilakukan oleh pemeritah agar Badan Usaha Milik Negara dapat memenuhi kesejateraan rakyat antara lain adalah mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara terutama pengurusan dan pengawasannya harus dilakukan secara professional. B. Saran/Rekomendasi 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara perlu memasukkan pengertian mengenai Kekayaan Negara Dipisahkan. 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara belum mengatur secara jelas mengenai perusahaan yang didalamnya terdapat saham pemerintah kurang dari 51% atau minoritas. 3. Belum diatur secara tegas mengenai pengaturan pengelolaan BUMN dalam rangka pemeriksaan, restrukturisasi dan privatisasi. 4. Belum diatur secara jelas mengenai pelaporan Investasi Pemerintah dan pelaporan neraca BUMN, bahwa kedua hal tersebut merupakan dua hal yang berbeda, saling berhubungan dalam nilai, namun tidak saling berhubungan dalam hal pertanggungjawaban dan pengelolaan. 5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara perlu mengatur mengenai pertanggungjawaban direksi, pra dan pasca jabatan. DAFTAR PUSTAKA BPHN, “Membangun Hukum Nasional Yang Demokratis Dalam Tatanan Masyarakat yang Berbudaya dan Cerdas Hukum”, pada Seminar Dan Temu Hukum Nasional IX, Yogyakarta, 1922 November 2008. BUMN, “Matrik Perbandingan UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN Dengan RUU Perubahan Atas UU BUMN ”, pada Seminar Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Jakarta, 4 April 2011. Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik : Kebijakan dan Strategi Pembangunan, Jakarta, Granit, 2004. Erman Rajagukguk, “Pengertian Keuangan Negara Dan Kerugian Negara”, pada Diskusi Publik “Pengertian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi” Komisi Hukum Nasional (KHN), Jakarta, 26 Juli 2006. M. Dawam Rahardjo, “Evaluasi dan Dampak Amandemen UUD 1945 terhadap Perekonomian di Indonesia”, UNISIA, No. 49/XXVI/III/2003. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang–Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2005/03/23/brk,20050323-68,id.html, “Restrukturisasi BUMN Mendesak Dilakukan” Rabu, 23 Maret 2005 | 21:04 WIB Rr.Ariyani Tempo http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/04/12/brk,2007041297712,id.html, Kamis, 12 April 2007 | 14:01 WIB http://adisulistiyono.com/downloads/ORASI-ILMIAH-%20GB-HUKUM-EKONOMI.pdf, akses 13 Maret 2011. di Pandu Patriadi, http://www.google.com/privatisasi, “Segi Hukum Bisnis Dalam Kebijakan Privatisasi BUMN Melalui Penjualan Saham Di Pasar Modal Indonesia” di akses 15 April 2011 http://www.yarsi.ac.id/berita/49-smart-stories/169-fh.html, Rabu, 20 Mei 2009 18:46 http://www.investor.co.id/macroeconomics/uu-bumn-akan-direvisi/1980, 2011/14:53 Selasa, 5 April http://www.bumn.go.id/kinerja-kementerian-bumn/restrukturisasi/ di akses 5 April 2011. http://www.investor.co.id/macroeconomics/uu-bumn-akan-direvisi/9080, Selasa, 5 April 2011 | 14:53