laporan akhir penerapan ipteks pelatihan pembelajaran problem

advertisement
LAPORAN AKHIR
PENERAPAN IPTEKS
PELATIHAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
UNTUK MENGIMPLEMENTASIKAN 5M BAGI GURU MATEMATIKA
SMP KABUPATEN BULELENG
Dr. Gede Suweken, M.Sc./196111111987021001
Dr. I Nyoman Gita, M.Si./196208221989031001
I Gusti Nyoman Yudi Hartawan, M.Sc./198405252008121008
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor:
159/UN48.15/LPM/2015 Tanggal 5 Maret 2015
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
TAHUN 2015
| 27
RINGKASAN
Dari tanggal 25 sampai dengan tanggal 28 Juli 2015 telah dilakukan kegiatan Pengabdian
Kepada Masyarakat (P2M) dalam bentuk pelatihan dengan judul “Pelatihan Pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) Untuk Mengimplementasikan 5m Bagi Guru Matematika SMP
Kabupaten Buleleng.” Peserta dari kegiatan P2M tersebut adalah guru-guru matematika SMP di
Kabupaten Buleleng. Kegiatan ini dipandang penting dilakukan dalam rangka meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika. Kegiatan pelatihan dibagi menjadi dua bagian. Bagian
pertama berupa teori yang diselenggarakan pada tanggal 25 Juli 2015. Pembekalan teori
pembelajaran berbasis masalah (PBL) meliputi Apa, Mengapa, dan Bagaimana PBL dilakukan.
Perkembangan PBL juga dirasa perlu disampaikan mengingat pada awalnya PBL dilakukan tidak
pada level sekolah melainkan pada level perguruan tinggi. Teori pengembangan masalah dengan
metode 3C3R juga telah disampaikan dilengkapi dengan teknik menentukan kualitas masalah
dengan metode Richness Index. Kegiatan teori ini selanjutnya diikuti oleh praktek
pengembangan masalah disertai dengan penentuan Richness Indexnya. Kegiatan pada tanggal 26
Juli 2015 diisi dengan diskusi pengembangan soal lagi karena masih banyak guru yang soalnya
tidak memenuhi persyaratan sebagai masalah problem solving (PBL). Akhirnya kegiatan hari itu
diakhiri dengan pemberian contoh dan diskusi PBL. Pada tanggal 27 Juli 2015, kegiatan
dilanjutkan dengan diskusi tentang peranan Teknologi Informasi dalam PBL. Kegiatan ini
dimasudkan untuk memperkaya masalah PBL dengan mengintegrasikan IT ke dalamnya.
Kegiatan hari itu akhirnya dilanjutkan dengan penyusunan RPP berorientasi PBL. Pokok bahasan
yang hendak digunakan sebagai materi pembelajaran diserahkan kepada masing-masing guru.
Presentasi RPP yang sudah dibuat dilakukan pada hari terakhir dari kegiatan P2M ini. Saat
presentasi ini diketahui bahwa masih ada guru yang belum paham tentang PBL. Ini mungkin
disebabkan oleh kebiasaan guru bahwa soal selalu muncul diakhir pelajaran, bukan pada awal
pembelajaran seperti pada PBL. Filosofi bahwa masalahlah yang menjadi pendorong utama
pembelajaran harus sangat ditekankan kepada guru karena hal ini masih merupakan hal yang
tidak biasa. Kegiatan ini telah berhasil meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru dalam
mengembangkan masalah matematika dan menyelenggarakan pembelajaran berorientasi PBL.
Hal ini terbukti dari diskusi yang intens selama kegiatan teori, keterlibatan guru selama kegiatan
praktek, maupun dari produk-produk yang dihasilkan.
Kata kunci: kualitas pembelajaran, PBL, Masalah dalam PBL, 3C3R, Richness Index.
iii
| 28
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi
Wasa atas rahmat Beliaulah kegiatan P2M yang berjudul “Pelatihan Pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) Untuk Mengimplementasikan 5m Bagi Guru Matematika SMP
Kabupaten Buleleng” ini dapat terlaksana dengan baik.
Selama perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pemulisan laporan hasil kegiatan P2M
ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan rendah hati,
ijinkan kami mengucapkan terima kasih kepada:
1) Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) Undiksha yang telah berkenan
menyediakan dana untuk kegiatan ini,
2) Bapak dan Ibu Guru Matematika SMP Kecamatan Buleleng yang telah aktif terlibat
dalam kegiatan ini,
3) MGMP Matematika Kabupaten Buleleng yang telah memfasilitasi baik guru maupun
tempat untuk terselenggaranya kegiatan ini,
4) Teman-tema dosen yang terlibat dalam kegiatan ini,
5) Semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini yang tidak bisa penulis
sebutkan satu demi satu.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan kegatan P2M ini bermanfaat bagi kita semua
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
Singaraja, September 2015,
Penulis.
iv
| 29
DAFTAR ISI
Halaman Kulit
i
Lembar Pengesahan
ii
Ringkasan
iii
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
v
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
PENDAHULUAN
1
A. Analisis Situasi
1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
3
C. Tujuan Kegiatan
4
D. Manfaat Kegiatan
4
E. Khalayak Sasaran
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
A. Problem-Based Learning (PBL)
5
B. Tahap-tahap PBL
7
C. Peranan Teknologi dalam PBL
9
D. Metode 3C3R dalam Pengembangan Masalah PBL
9
METODE PELAKSANAAN
12
A. Kerangka Pemecahan Masalah
12
B. Metode Pelaksanaan Kegiatan
13
C. Keterkaitan
14
D. Rancangan Evaluasi
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
16
A. Hasil Pelaksanaan
16
B. Pembahasan
18
SIMPULAN DAN SARAN
20
A. Simpulan
20
5.2 Saran-saran
20
LAMPIRAN
v
BAB I. PENDAHULUAN
Gong pemberlakuan kurikulum 2013 di seluruh Indonesia sudah ditabuh. Jutaan guru
sudah dilatih, belum lagi ribuan yang di PLPG-kan. Apakah semua usaha ini sudah cukup?
Apakah selepas pelatihan atau PLPG guru memahami esensi 5M (Mengamati, Menanya,
Mencoba, Menalar, dan Membuat Jaringan)? Apakah selepas pelatihan dan PLPG, guru
memahami bagaimana mewujudkan 5M tersebut?
Perubahan mind-set memberikan informasi bahwa kreativitas lebih penting dari
kecerdasan, dan
berita baiknya adalah bahwa kreativitas bisa ditingkatkan memalui
pembelajaran, asalkan pembelajaran dilakukan dengan cara yang benar, yakni dengan
pendekatan 5M. Bagaimana 5M bsa meningkatkan kreativitas? Apakah instruktur telah mencari
lebih jauh tentang myelin, tentang innovators DNA? Dua artikel ini membahas bagaimana 5M
akan meningkatkan kreativitas seseorang, namun jika pengetahuan tentang hal ini tidak
diperolehguru, motivasi mereka dalam melaksanakan 5M tidak akan maksimal, karena kekurangmengertian mereka.
A. ANALISIS SITUASI
Penulis yakin bahwa para guru belum sepenuhnya memahami 5M, mengapa?
Pemahaman mereka hanya bersifat tekstual, belum esensial. Ketika pelaksanaan PPT waktu
PLPG yang lalu, semua guru belum menunjukkan kemampuan melaksanakan 5M, banyak guru
yang proses belajarnya sama saja dengan yang konvensional (bukan 5M) hanya dilengkapi
dengan gambar, chart, atau alat peraga lainnya. Ada guru yang asesmennya sangat sesuai untuk
pelaksanaan 5M, namun pembelajarannya tetap saja konvensional.
Berikut adalah contoh real dari ketidak-pahaman tersebut dalam pembelajaran
matematika. Seorang guru hendak menyampaikan materi luas permukaan bangun datar (prisma
dan limas) saat PLPG yang lalu. Ia membawa chart berisi gambar seperti di bawah ini. Namun
seperti yang telah dinyatakan di atas, gambar yang ia bawa tidak pernah ia manfaatkan untuk
mengembangkan luas permukaan limas maupun prisma. Luas permukaan limas dan prisma
kembali didekati dengan menggunakan jarring-jaring bangun ruang yang konvensional. Dari sini
tampak bahwa guru masih belum mampu merealisasikan 5M dalam pembelajaran, walaupun
secara tekstual ia tahu apa itu 5M.
|2
Gambar 1: Prisma dan limas dalam kenyataan
Mengapa guru tadi tidak memanfaatkan chart tadi untuk membantu siswa mengembangkan
pertanyaan tentang banyaknya genteng yang dibutuhkan untuk membangun atap? Mengapa ia
tidak membantu siswa sehingga mampu mempertanyakan luas kain yang diperlukan untuk
membuat tenda kemah? Pertanyaan-pertanyaan ini tentu akan membawa kajian kita kepada luas
permukaan bagun ruang.
Seorang guru SMA hendak menampilkan pembelajaran Barisan Geometri. Guru tadi
memulai pembelajaran dengan sangat inspiratif dengan cara mengajak siswa melipat selembar
kertas menjadi dua bagian sama, lalu empat bagian sama, delapan bagian sama, demikian
seterusnya. Tapi, lagi-lagi proses terhenti di sini, dan guru tadi kembali dengan pembahasan
tentang rasio, dan rumus suku ke-n secara konvensional yang abstrak dan tak intuitif. Mengapa ia
tidak menyuruh siswa untuk menalar tentang banyaknya lipatan setelah 10 kali melipat? Setelah
100 kali melipat? Apakah bukan ini yang dimaksudkan dengan Mengamati, Menanya, dan
Menalar dalam konsep 5M?
Hasil diskusi dengan salah seorang pendamping implementasi kurikulum 2013 untuk
guru matematika SMP juga menunjukkan hal yang sama. Banyak guru matematika SMP yang
ketika hendak menjelaskan himpunan hanya menggunakan materi yang ada di buku, yaitu
himpunan negara peserta Piala Dunia Sepak Bola, tanpa pernah mempertimbangkan apakah para
siswa senang dengan sepak bola atau tidak. Karena gurunya juga kurang paham dengan sepak
bola, maka penggunaan piala dunia sepak bola sebagai pemicu pembelajaran himpunan menjadi
kurang mampu merealisasikan proses 5M. Anehnya, kata pendamping tadi, mengapa guru-guru
menggunakan contoh yang ada di buku tersebut, bukan menggunaan masalah yang mereka
pahami dengan baik.
Dari uraian di atas tampak
jelas bahwa para guru matematika SMP masih belum
memahami apa sebenarnya 5M dan bagaimana mengimplementasikannya. Sebenarnya
|3
kurikulum 2013 sudah mengisyaratkan bagaimana mengimplementasikan 5M, yakni melalui
pendekatan pembelajaran PBL, Discovery, atau Inquiry. Namun lagi-lagi tidak banyak instruktur
yang tahu bagaimana melaksanakan pendekatan pembelajaran ini. Karena itu dirasa perlu untuk
mengadakan pelatihan tentang pembelajaran PBL dalam rangka implementasi 5M ini bagi guruguru matematika SMP. Melalui kegiatan pelatihan ini diharapkan para guru matematika akan
memahami alasan pentingnya penggunaan 5M dalam pembelajaran dan bagaimana merancang
pembelajaran yang mampu mewujudkan fitur-fitur 5M.
B. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH
Dari analisis situasi di atas, jelas bahwa guru-guru matematika SMP masih belum mampu
mengimplementasikan 5M melalui berbagai model pembelajaran yang disarankan, baik itu PBL,
Discovery Learning, maupun Inquiry Learning. Oleh karenanya, perlu diselenggarakan suatu
kegiatan pelatihan (workshop) sehingga mereka dapat merancang dan melaksanakan
pembelajaran yang
sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013, yaitu menggunakan Scientific
Approach dengan proses 5M-nya.
Secara ringkas,
permasalahan yang dihadapi para guru
matematika dapat dirumuskan sebagai berikut : ”Kemampuan guru-guru matematika SMP di
Kabupaten Buleleng dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan scientific approach
dengan proses 5M-nya masih belum optimal”, dan dalam proposal P2M yang diusulkan ini,
penulis mengusulkan untuk menggunakan pembelajaran PBL sebagai model pembelajaran dalam
mengimplementasikan proses 5M tersebut. Pemilihan PBL ini dilakukan mengingat, model
manapun yang dipakai, baik discovery, maupun inquiry selalu diawali dengan adanya masalah.
Jadi PBL bersifat lebih umum dibandingkan dengan discovery dan inquiry. Juga, dalam PBL
dimungkinkan untuk menggunakan masalah yang kontekstual, walaupun tidak real, karena dalam
matematika kadang-kadang agak sulit merumuskan masalah yang sifatnya real (aplikatif).
C. Tujuan Kegiatan
Secara umum tujuan kegiatan P2M ini adalah untuk meningkatkan keprofesionalan guru-guru n
dan penyelenggaraan pembelajaran dengan PBL ini diperlukan dalam rangka merealisaikan
pendekatan scientific approach dengan 5Mnya seperti yang diharapkan oleh kurikulum 2013.
Sedangkan secara spesifik, tujuan yang hendak dicapai adalah:
|4
1. Meningkatkan pemahaman guru tentang apa, mengapa, dan bagaimana PBL
dikembangkan dan diselenggarakan,
2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan masalah yang
berkualitas yang sesuai dengan PBL,
3. Meningkatkan keterampilan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran matematika
berorientasi PBL.
D. Manfaat Kegiatan
Kegiat kegiatanan P2M ini akan memberikan kontribusi positif pada keprofesionalan
guru dalam melaksanakan tugas-tugas keguruannya. Secara eksplisit, manfaat P2M ini adalah:
1. Guru yang terlibat dalam kegiatan ini akan memperoleh tambahan pengetahuan dan
keterampilan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran matematika berorientasi
PBL,
2. Guru-guru yang terlibat akan mendapatkan tambahan pengetahuan dan keterampilan
dalam mengembangkan masalah matematika yang berkualitas (rich),
E. Khalayak Sasaran
Secara umum kegiatan P2M ini bertujuan untuk meningkatkan keprofesionalan guru
dalam melaksanakan tugas-tugasnya melalui peningkatkan pengetahuan dan keterampilan
mereka dalam merancang dan menyelenggarakan pembelajaran berorientasi PBL. Sehubungan
dengan hal ini, maka khalayak sasaran yang strategis adalah guru-guru, terutama guru-guru
matematika
yang
masih
sangat
terbatas
kemampuannya
dalam
merancang
dan
menyelenggarakan pembelajaran yang inovatif seperti PBL.
Berdasarkan atas pertimbangan biaya dan ketresediaan sarana-prasarana maka pada saat
ini diputuskan untuk menyelenggarakan P2M ini untuk guru-guru SMP matematika di
Kabupaten Buleleng.
|5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Problem-Based Learning (PBL)
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dikembangkan sekitar tahun 1970-an
di McMaster University Canada (Marinick, 2006). H.S Barrows (dalam Amir 2009) sebagai
pakar PBL menyatakan bahwa “PBL adalah sebuah model pembelajaran yang didasarkan pada
prinsip bahwa masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau
mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru.” Saat ini model PBL sudah merambah ke berbagai
fakultas di berbagai lembaga pendidikan di dunia. Keunggulan PBL menyebabkan jenjang
pendidikan yang rendah pun sudah mulai menggunakan model pembelajaran ini. Dengan
perkembangan yang pesat, rumusannya pun beragam. Salah satunya adalah rumusan yang
diungkapkan Dutch (dalam Amir 2009).
PBL merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar”,
bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini
digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif
atas materi pelajaran. PBL mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis dan untuk
mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.
Kemudian Arends (dalam Trianto, 2007:68) menyatakan bahwa “PBL merupakan suatu
model pembelajaran yang berfokus pada siswa dengan menggunakan masalah dalam dunia nyata
yang bertujuan untuk menyusun pengetahuan siswa, melatih kemandirian dan rasa percaya diri,
dan mengembangkan keterampilan berpikir siswa dalam pemecahan masalah”.
Dari rumusan para ahli tersebut, terlihat bahwa materi pembelajaran PBL bercirikan
adanya masalah. Masalah yang diberikan haruslah dapat merangsang dan memicu siswa untuk
menjalankan pembelajaran yang baik. Masalah yang disajikan oleh pendidik dalam proses PBL
yang baik, memiliki ciri khas seperti berikut (Wee Kek, dalam Amir 2009):
1.
Asli seperti dunia nyata. Masalah yang disajikan sedapat mungkin memang merupakan
cerminan masalah yang dihadapai di dunia nyata. Dengan demikian, siswa bisa
memanfaatkannya nanti pada dunia nyata,
2.
Dibangun dengan memperhitungkan pengetahuan sebelumnya. Masalah yang dirancang
dapat membangun kembali pemahaman siswa atas pengetahuan yang telah didapat
|6
sebelumnya. Jadi, sementara pengetahuan-pengetahuan baru didapat, siswa bisa melihat
kaitannya dengan bahan yang ditemukan dan dipahami sebelumnya,
3.
Membangun pemikiran yang metakognitif dan konstruktif. Masalah dalam PBL akan
membuat siswa terdorong melakukan pemikiran yang metakognitif. Siswa disebut
melakukan metakognitif saat siswa menyadari tentang pemikarannya. Artinya mencoba
berefleksi seperti apa pemikiran pembelajaran atas satu hal. Siswa menjalankan proses
PBL sembari menguji pemikarannya, mempertanyakannya, mengkritisi gagasannya
sendiri, sekaligus mengeksplor hal yang baru. Itu pula yang dilakukannya pada gagasan
orang lain (misalnya teman dalam kelompok atatu dari kelompom lain, atau dari pendidik).
Siswa juga terus melakukan refleksi dan memperbaiki proses yang dijalankannya. Jika
pemikirannya seperti ini, maka sembari siswa mencari pemecahan masalah, mencari dan
menemukan informasi yang terkait, maka sebenarnya siswa akan memahami sebuah
pengetahuan secara konstruktif. Artinya pemahaman-pemahaman itu siswa bangun sendiri
dengan pemikiran yang metakognitif tadi dengan mencari sumber-sumber informasi lain,
4.
Meningkatkan minat dan motivasi dalam pembelajaran. Dengan rancangan masalah yang
menarik dan menantang, siswa akan tergugah untuk belajar. Bila relevansinya tinggi
dengan saat nanti praktik, biasanya siswa akan terangsang rasa ingin tahunya dan bertekad
untuk menyelesaikan masalahnya. Diharapkan siswa yang tadinya tergolong pasif bisa
tertarik untuk aktif, dan
5.
Melingkupi konsep-konsep yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran di sekolah.
Ciri khas masalah yang dikemukan Wee Kek (dalam Amir, 2009) menggambarkan bahwa
penyajian sebuah masalah dapat membantu siswa lebih baik dalam belajar. Ini adalah salah satu
bedanya PBL dengan metode belajar konvensional. Bahwa yang namanya belajar tidak hanya
sekedar: mengingat (menghafal), meniru, mencontoh. Begitu pula dalam PBL, yang namanya
masalah tidak sekedar latihan yang diberikan setelah contoh-contoh soal disajikan.
Memperhatikan ciri khas masalah yang dikemukan Wee Kek , Tan (dalam Amir, 2009)
mengemukakan fitur masalah PBL yang disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Fitur Masalah dalam PBL
Fitur dari masalah
Karakteristik
Hal-hal yang harus diperhatikan
 Relevansinya dengan sasaran RPP
 Relevansinya dengan dunia nyata
|7
 Tingkat kompleksitas dan kesulitannya
 Penyelesaiannya menuntut pemahaman satu topik atau menuntut
integrasi multitopik atau bahkan multidisplin ilmu
 Solusi masalahnya
Konteksnya
 Masalah cukup “mengambang” (ill-structured)
 Masalah mengundang rasa ingin tahu
 Masalah menantang dan menciptakan motivasi
 Masalah membuat siswa harus memanfaatkan pengetahuan
terdahulunya (prior knowledge) dan mendapatkan informasi baru
Lingkungan
belajar  Masalah dapat menstimulasi kerja sama kelompok
dan sumber materi
 Perlu adanya tuntutan mendapatkan sumber materi
 “isyarat” atau “petunjuk” yang disisipkan di setiap masalah
 Data/informasi yang dituntut dari sumber materi adalah
perpustakaan atau cari ke sumber langsung atau internet
Pelaporan
dan  Skenario penyelesain masalah
presentasi
 Rincian laporan dan presentasi yang harus dibuat
 Format presentasi dan diskusi
(dimodifikasi dari Amir, 2009)
Dengan fitur PBL seperti di atas, pendidik dapat menyesuaikan masalah yang dirancangnya
dengan berbagai situasi, karakter, dan konteks yang dihadapi. Pendidik bisa saja mengambil
materi yang ada di sumber seperti buku, internet, atau majalah, tetapi sebaiknya dikombinasikan
dengan rancangan sendiri karena harus tetap memperhatikan RPP.
B. Tahap-Tahap Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran PBL akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang
diperlukan (masalah, formulir pelengkap, dan lain-lain). Siswa pun harus sudah memahami
prosesnya. Adapun proses PBL itu adalah:
Tahap 1: Mengklarifikasi istilah atau konsep yang belum jelas
Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah.
Tahap pertama bertujuan agar setiap siswa memiliki pemahaman yang sama terhadap masalah
yang dihadapi.
Tahap 2: Brainstorming
Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah
yang diberikan. Diskusi yang membahas informasi faktual (yang tercantum pada masalah) dan
juga informasi yang ada dalam pikiran anggota akan terjadi pada tahap ini. Menganalisis masalah
|8
menjadi sub-sub masalah. Brainstorming (curah gagasan) dilakukan dalam tahap ini. Anggota
kelompok mendapatkan kesempatan melatih bagaimana menjelaskan, melihat alternatif atau
meruuskan hipotesis yang sesuai.
Tahap 3: Menata gagasan dan secara sistematis menganalisisnya secara
mendalam
Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkan; mana yang
saling menunjang, mana yang bertentangan, dan sebagainya. Pada tahap ini, siswa bisa
merasakan ada pengetahuan sebelumnya yang bermanfaat. Mereka juga menjadi sadar bahwa
ada informasi atau pengetahuan yang belum diketahui.
Tahap 4: Memformulasikan tujuan
Dari kesenjangan yang dialami pada tahap 5, siswa akan menyadari kebutuhan untuk
mengkonstruksi pengetahuan baru. Pengetahuan inilah yang menjadi tujuan pelajaran saat itu
yang harus dicapai siswa.
Tahap 5: Mencari informasi tambahan dari sumber lain (di luar diskusi
kelompok)
Untuk mencapai tujuan yang telah disadari pada tahap sebelumnya, tentu saja diperlukan
informasi yang lebih banyak. Informasi yang diperlukan ini bisa diperoleh dari berbagai sumber.
Pada tahap ini, setiap anggota harus mampu belajar sendiri secara efektif dalam rangka
mendapatkan informasi yang relevan. Siswa harus memilih, meringkas sumber pembelajaran itu
dengan kalimatnya sendiri. Keaktifan setiap anggota akan terbukti dari laporan yang harus
mereka susun dengan penuh rasa tanggung jawab. Laporan ini harus disampaikan dan dibahas di
pertemuan kelompok berikutnya.
Tahap 6: Mengkonstruksi pengetahuan baru
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam tahap pembelajaran
sebelumnya, selanjutnya siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya
dan
merumuskan
solusi
dari
permasalahan
kelompok.
Dari
laporan-laporan
individu/subkelompok yang dipresentasikan dihadapan anggota kelompok lain, kelompok akan
mendapatkan informasi-informasi baru. Anggota yang mendengar laporan akan mengkritisi
laporan yang disajikan. Kadang-kadang laporan yang dibuat menghasilkan pertanyaanpertanyaan baru yang harus disikapi oleh kelompok.
|9
C. Peranan Teknologi dalam PBL
Selain dengan penyajian masalah, khususnya dalam matematika, masalah untuk PBL juga
bisa dipicu melalui eksplorasi alat peraga baik yang real maupun yang virtual.
Masalah
menentukan banyaknya genteng yang diperlukan untuk membuat atap adalah masalah yang
sangat real, namun masalah menentukan panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku bisa saja
dibangkitkan melalui eksplorasi terhadap suatu media pembelajaran virtual seperti berikut:
Gambar 2: Eksplorasi Teorema Pythagoras
Eksperimen/eksplorasi dalam rangka menentukan hubungan yang ada diantara panjang
sisi-sisi segitiga siku-siku di atas adalah sumber masalah yang sangat genuine bagi siswa.
D. Metode 3C3R dalam Pengembangan Masalah PBL
Problem adalah tugas atau aktivitas dimana siswa belum memiliki aturan/rumus/algoritma/
metode untuk menyelesaikannya. Menurut John van de Walle (200???), problem harus
memenuhi beberapa persyaratan:
1. It must Begin where students are,
2. The problematic or engaging aspect of the problem must be due to the
mathematics that the students are to learn,
3. It must require justifications and explanations for answers and methods.
Sementara Linda Torp dan Sara Sage menyatakan bahwa masalah untuk PBL harus memenuhi:
| 10
1. Mudah dimengerti oleh sebagian besar siswa, walaupun tidak mudah dipecahkan dengan
segera,
2. Bisa dipecahkan dengan banyak cara,
3. Dalam proses penyelesaiannya, siswa bisa merasakan kapan telah terjadi progress,
4. Solusinya tidak diperoleh dengan segera,
5. Penyelesaiannya akan membuat siswa lebih matang dalam matematika.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan masalah PBL adalah
metode 3C3R. Metode ini sebenarnya merupakan singkatan dari Content, Context, Connection,
Researching, Reasoning, dan Reflecting. Secara diagramatik, metode ini bisa digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 3: Metode 3C3R
Metode ini lebih lanjut dikembangkan menjadi ceklist yang dengan mudah bias
digunakan dalam mengembangkan masalah untuk PBL.
Tabel 1: Ceklist pengembangan masalah
Apakah
Materi sudah sesuai?
Sumber-sumber belajar tersedia secara mencukupi?
Problem yang dikembangkan sudah:
• Sesuai dengan taraf perkembangan siswa?
• Sesuai dengan pengalaman siswa?
• Sesuai dengan kurikulum?
• Memungkinkan pembelajaran yang variatif?
• Ill structured?
Motivasinya sesuai?
Masalahnya terfokus?
Evaluasinya sesuai?
Sudah
Belum
| 11
Persyaratan yang lebih penting lagi yang harus dipenuhi oleh masalah PBL adalah bahwa
masalah PBL harus rich.
Kita sudah sering mendengar bahwa problem solving adalah roh dari pembelajaran
matematika. Soal-soal untuk problem solving dapat diperoleh dari buku-buku pelajaran,
dimodifikasi/dikembangkan dari soal-soal yang ada pada buku-buku pelajaran, atau dibuat dari
fresh from the scratch. Ada beberapa kreteria yang harus dipenuhi oleh soal-soal problem
solving yang baik.
Pertama-tama tentu saja soal tersebut adalah soal problem solving, yaitu soal yang
sifatnya non-routine, soal yang belum pernah diajarkan/dikerjakan siswa. Tidak menjadi masalah
jika tidak semua siswa dapat menyelesaikan soal tersebut saat itu, walaupun soal problem solving
seharusnya bisa dikerjakan oleh setiap siswa pada kelas tertentu.
Persyaratan kedua dari suatu soal problem solving adalah bahwa soal tersebut harus
accessible, artinya setiap siswa bisa memahaminya dan bisa paham langkah awal yang harus
dilakukan, walaupun pada saat yang bersamaan soal problem solving harus menarik, menantang
dan kaya. Ini berarti sebuah soal problem solving harus memiliki banyak kemungkinan untuk
dieksplorasi, dikembangkan (extended), digeneralisasi, dan banyak kaitan dengan soal lain.
Tingkat kekayan (Richness Degree) sebuah soal diskor dari 1 sampai dengan 16. Ada 4
faktor yang mempengaruhi the richness dari suatu soal, yaitu (i) banyaknya metode yang dapat
digunakan untuk menyelesaikannya, (ii) banyaknya kaitan dengan soal-soal yang sudah pernah
dikerjakan, (iii) banyaknya konsep yang terkait dengan soal tersebut, dan (iv) memiliki
kemungkinan untuk digeneralisasi. Setiap faktor tadi memberikan kontribusi skor maksimum 4
kepada the richness degree dari soal tersebut, sehingga total skor dari richness degree sebuah
soal adalah 16; 1 point untuk setiap metode yang digunakan untuk menyelesaikannya, 1 point
untuk setiap soal yang berkaitan dan berbeda dengannya, 1 point untuk setiap konsep yang
berkaitan, dan 1 point untuk setiap generalisasi yang mungkin dicapai. The richness degree
diperoleh dengan cara menjumlahkan semua skor yang diperoleh dari sub-sub ini. Sebuah soal
problem solving yang baik akan memiliki richness degree ≥ 8.
Tentu saja banyak soal yang bisa memenuhi kreteria di atas, baik yang sudah ada maupun
yang harus dikonstruksi, termasuk juga puzzle, teka-teki, paradox, dan lain-lain yang berlabel
mathematics for fun.
| 12
BAB III. METODE PELAKSANAAN
A. Kerangka pemecahan masalah
Berangkat dari masalah yang dihadapi guru, maka alternatif pemecahan masalah dalam
kegiatan P2M ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Identifikasi
Masalah
Berbagai Alternatif
Pemecahan yang Feasible
Pelaksanaan
Pemecahan Masalah
Terpilih
Gambar 1: Diagram Kerangka Pemecahan Masalah
Tiga personil dilibatkan dalam kegiatan P2M ini.
Ketua Pelaksana, Gede Suweken, sudah memiliki pengetahuan yang sangat memadai
tentang pembelajaran matematika dan medianya. Selain itu, juga memiliki pengalaman yang
cukup dalam pembuatan masalah matematika OSN yang sangat sesuai untuk digunakan dalam
PBL. Yang bersangkutan juga memiliki pengalaman yang sangat memadai dalam pembuatan
media pembelajaran virtual berbasis GeoGebra yang sangt cocok dijadikan masalah eksloratif
| 13
dalam PBL. Karena itulah penyaji utama dalam kegiatan ini adalah Pak Suweken. Adapun materi
yang akan diberikan adalah:
a) Pembelajaran PBL dan contoh-contohnya.
b) Alat peraga (konvensional maupun virtual) sebagai pemicu PBL,
c) Contoh PBL dengan alat peraga,
I Nyoman Gita memiliki pengalaman dalam pembelajaran matematika. Ia juga memiliki
pengetahuan yang memadai tentang matematika sekolah, karena itu yang bersangkutan akan
difungsikan sebagai pendamping dalam kegiatan pelatihan ini.
Sedangkan anggota pelaksana P2M yang kedua, I Gusti Nyoman Yudi Hartawan
memiliki pengetahuan yang sangat memadai tentang materi matematika yang sangat diperlukan
dalam kegiatan ini. Dengan pengetahuannya tentang matematika tersebut yang bersangkutan
akan dilibatkan sebagai pendamping dalam menganalisis soal PBL dalam pelaksanaan nanti.
B. Metoda Pelaksanaan Kegiatan
Secara umum, kerangka pemecahan masalah yang diajukan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi digambarkan pada Gambar 1. Berangkat dari permasalahan yang dihadapi,
disusun berbagai alternative pemecahan yang feasible. Selanjutnya dari berbagai alternative yang
mungkin tersebut, dipilih alternative yang paling mungkin dilaksanakan. Alternatif yang paling
tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi guru tersebut adalah kombinasi diskusi dan
pelatihan pembuatan rancangan pembelajaran dengan pendekatan PBL. Mengingat masalah
(problem) merupakan hal yang sangat essential dalam PBL maka pelatihan tentang pembuatan
masalah yang baik untuk PBL juga akan diberikan.
Secara garis besar kegiatan P2M ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian besar.
a. Ceramah dan Diskusi
Kegiatan ini berisi ceramah dan diskusi tentang inovasi pembelajaran yakni ProblemBased Learning (PBL). Kegiatan akan diisi oleh pakar dari Undiksha yang memahami dan
mendalami materi ini. Materi dari bagian ini akan meliputi:
(1) Apa, Mengapa, dan Bagaimana (karakteristik) PBL beserta sejarahnya,
(2) Problem dan syarat problem yang baik bagi PBL ,
(3) Metode 3C3R untuk Mengebangkan Problem Bagi PBL,
(4) Contoh implementasi PBL, dan
| 14
(5) Bagaimana mathlet GeoGebra dapat diintegrasikan dalam PBL.
b. Latihan
Kegiatan praktek akan diisi dengan pelatihan tentang
(1) penentuan Richness Index suatu problem,
(2) Implementasi Metode 3C3R dalam pengembangan masalah untuk PBL, serta
mengevaluasi Richness Index-nya, dan
(3) Pembuatan rancangan pembelajaran suatu konsep matematika dengan pendekatan
PBL dengan pokok bahasan yang ditentukan oleh guru sendiri.
c. Praktek pembelajaran
Kegiatan ini akan berisi peer-teaching tentang pembelajaran suatu konsep matematika
dengan pendekatan PBL.
C. Keterkaitan
Selain dengan guru-guru matematika SMP, kegiatan ini terkait dengan beberapa
institusi antara lain :
1. MGMP Matematika SMP Kabupaten Buleleng dalam memanggil guru-guru
matematika di Kecamatan Buleleng,
2. Para pengawas
3. Undiksha khususnya LPM selaku penyandang dana.
4. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Undiksha.
D. Rancangan Evaluasi
Evaluasi yang dilaksanakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :
1. Evaluasi proses, dilakukan pada saat kegiatan dilaksanakan. Aspek yang di evaluasi
adalah aktivitas peserta dalam mengikuti pelatihan. Keberhasilan dapat dilihat dari
aktivitasnya selama kegiatan baik bertanya, menjawab pertanyaan dan diskusi.
2. Evaluasi Produk (static), berupa RPP dengan model pembelajaran PBL. Evaluasi ini
dilakukan setelah produk selesai yang diharapkan diserahkan 1 minggu setelah
kegiatan.
3. Evaluasi Dinamik berupa simulasi pelaksanaan pembelajaran dengan model PBL, dan
| 15
4. Pada akhir kegiatan peserta juga diberi angket untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari pelaksanaan pelatihan yang telah dilaksanakan.
| 16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan P2M ini dilakukan di Aula SMP Negeri 6 Singaraja. Kegiatan
dilaksanakan dalam 4 hari dari tanggal 25 sampai dengan 28 Juli 2013. Hari pertama diisi dengan
ceramah tentang Problem-Based Learning. Pada bagian ini dibahas tentang
(1) Sejarah PBL,
(2) Teori PBL yang menyangkut Apa, Mengapa, dan Bagaimana PBL diselenggarakan di
kelas,
(3) Metode 3C3R untuk mengembangkan masalah untuk PBL, dan
(4) Teknik menentukan Richness Index suatu masalah.
Kegiatan hari pertama ini diakhiri dengan latihan Pengembangan masalah dengan
mengikuti teori 3C3R yang telah dipaparkan serta menentukan Richness Indexnya.
Pada hari pertama, ternyata masih banyak guru masih mengalami kesulitan dalam
mengembangkan masalah. Banyak masalah yang dikembangkan masih terlalu sederhana, kurang
problematik, kurang kontekstual, atau hanya menyasar pada satu konsep saja (kurang illstructured) . Seperti misalnya, ada masalah yang hanya sekedar menanyakan “banyaknya kue
donat yang diterima setiap siswa pada suatu ulang tahun, jika pada saat itu hadir 10 siswa dan
yang berulang tahun membeli 5 lusin kue donat.”
Pada diskusi ini ada masalah menarik yang diajukan oleh salah seorang guru. Masalahnya
sangat kontekstual, kompleks, dan sangat terkait dengan matematika. Masalah yang diajukan
sangat potensial untuk dikembangkan menjadi masalah yang lebih besar yang sifatnya
interdisipliner, namun dalam kaitan ini masalah ini dipersempit sehingga hanya menjadi masalah
matematika. Masalahnya adalah tentang warisan.
Misalkan seorang ayah ingin mewariskan sebidang tanah kepada anak-anaknya.
Tanahnya berbentuk seperti gambar di bawah ini.
Gambar 1: Pembagian Warisan Sebagai Masalah PBL
| 17
Bagaimanakah cara membagi tanah tersebut agar setiap anak mendapatkan bagian tanah
yang sama luasnya, jika Ayah tadi memiliki:
a. 2 anak,
b. 4 anak,
c. 3 anak.
Ternyata masalah ini cukup sulit, bahkan bagi guru sendiri. Disamping itu, masalahnya
sangat menantang, menarik, dan kontekstual sehingga setiap siswa akan tertarik untuk
memecahkannya. Masalahnya juga sangat potensial untuk dikembangkan menjadi masalah yang
sifatnya interdisipliner, misalnya dengan mengaitkan pelajaran Agama, IPS, atau Ekonomi.
Setelah bagaimana seharusnya suatu masalah dalam PBL dipahami dengan baik, barulah
kegiatan dilanjutkan dengan contoh pembelajaran PBL. Contoh pembelajaran disajikan pada saat
itu adalah tentang “Mengkonstruksi Ukuraan Kemiringan (Gradien).” Pada pembelajaran
matematika, konsep gradient biasanya diajarkan, namun pada kali ini konsep ini dikonstruksi
sendiri oleh siswa. Disamping “Mengkonstruksi Ukuran Kemiringan”, beberapa contoh yang
lain juga disajikan, seperti misalnya masalah “Optimasi Peletakan Kamera Pengaman di Sebuah
Toko”, dan “Masalah Sharing Biaya Transport.” Setelah para guru memahami bagaimana PBL
dirancang dan dilaksanakan, maka kegiatan dilanjutkan dengan membuat Rencana Pembelajaran
berorientasi PBL dengan pokok bahasan yang dipilih oleh guru sendiri.
Hari ketiga diisi dengan bagaimana Teknologi Informasi (IT) bisa diintegrasikan dalam
PBL. Terutama yang dibahas adalah bagaimana mengintegrasikan penggunakan GeoGebra
dalam PBL. Sebagai contoh adalah bagaimana menggunakan GeoGebra untuk mengetahui
Irisan Kerucut yang muncul pada berbagai konstruksi bangunan atau kejadian lainnya. Sebagai
contoh misalnya bagaimana GeoGebra bisa digunakan untuk mengkonstruksi parabola pada
seuatu jembatan atau air mancur Singapura.
Gambar 2: Berbentuk apakah lengkungan di bawah jembatan dan
lengkungan piringan antenna di atas?
| 18
Dalam masalah lain, kita juga bisa memanfaatkan GeoGebra untuk menentukan tinggi
suatu bangunan tanpa mengukurnya.
Gambar 3: Pemanfaatan GeoGebra untuk Menentukan Tinggi Suatu Bangun
Jika pada gambar di atas jarak dari titik C ke titik A adalah 100m, berapakah tinggi patung
Singanya saja?
Hari ketiga juga diisi dengan contoh lain implementasi PBL oleh Kepala Sekolah SMPN
6 Singaraja yang kebetulan Guru Matematika. Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan
pembuatan media pembelajaran berbantuan GeoGebra.
Akhirnya kari keempat diisi dengan presentasi dan diskusi Rancangan Pembelajaran
Berorientasi PBL yang sudah disusun oleh para guru sebelumnya. Pada saat presentasi ternyata
masih ada guru yang menempatkan masalah pada akhir pembelajaran. Karena itu saat itu lebih
ditekankan lagi bahwa PBL diawali dengan masalah, dan masaah itu adalah bagian sentral dari
PBL karena masalah itulah penggerak pembelajaran dalam PBL.
B. Pembahasan
Selama pelaksanan kegiatan P2M ini, tampak para guru terlibat sangat intens. Banyak
pe rtanyaan diajukan terutama mengenai karakteristik PBL, seperti misalnya (1) apakah masalah
PBL harus dimunculkan di awal? (2) Bagaimana para siswa menjawab masalah yang diberikan
sementara konsep atau pengetahuan yang diperlukan untuk menjawab masalah tersebut belum
diajarkan? Paradigma bahwa siswa harus diajari terlebih dahulu sebelum dikasi masalah
| 19
merupakan hal yang berlawanan dengan paradigma PBL. Di dalam PBL, masalah harus
diberikan terlebih dahulu. Dalam rangka pemecahan masalah itulah siswa belajar, baik melalui
guru, internet, bertanya ke para ahli, dan lain-lain. Inilah filosofi PBL, yang sebenarnya juga
merupakan filosofi pembelajaran.
Pertanyaan lain adalah bagaimana mengembangkan masalah yang cocok untuk PBL.
Dalam hal ini instruktur menyarankan agar para guru selalu memperhatikan apa yang terjadi di
sekelilingnya; baik sekeliling kelas, sekolah, maupun di kota Singaraja. Masalah yang terjadi
lingkungan sekitar mungkin saja bisa dikaitkan dengan materi pelajaran yang menarik. Karena
masalahnya real dan penting, maka siswa tentu akan merasa tertantang untuk menyelesaikannya
dan solusi yang dihasilkan pasti akan penting karena merupakan pemecahan dari masalah yang
real dihadapi. Sehubungan dengan ini, dalam PBL siswa harus diposisikan sebagai seseorang
yang penting. Misalnya, dalam masalah “Optimasi posisi kamera pengaman took”,
pertanyaannya sebaiknya berbunyi: “Jika anda adalah konsultan IT, dimanakah sebaiknya
kamera tersebut diletakkan?” Atau dalam “Masalah pembagian waris”, pertanyaanya sebaiknya,
“Jika anda adalah hakim yang akan memutus perkara tersebut, apa keputusan anda?” Jadi dalam
masalah-masalah tersebut, siswa diposisikan sebagai orang penting yang harus memutuskan,
bukan sekedar menyelesaikan soal, misalnya “Dimanakah posisi kamera yang sebaik-baiknya?”
| 20
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil kegiatan P2M ini adalah:
1. Pengetahuan dan pemahaman guru tentang PBL dalam pembelajaran khususnya
pembelajaran matematika meningkat,
2. Pe ngetahuan guru dalam mengembangkan masalah matematika yang rich
meningkat,
3. Pemahaman dan keterampilan guru dalam memanfaatkan GeoGebra untuk membuat
Materi pembelajaran matematika meningkat, dan
4. Keterampilan guru dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pembelajaran
berorientasi PBL meningkat.
5.2 Saran-saran
Beberapa hal yang dapat disarankan dari kegiatan P2M ini adalah:
1. Waktu pelaksanaan kegiatan perlu ditambah,
2. PBL harus mulai diimplementasikan pada pembelajaran yang sesungguhnya
untuk lebih menyiapkan siswa menghadapi masa depan mereka,
3. Mengingat pentingnya inovasi pembelajaran matematika ini dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika, maka kegiatan P2M ini dirasa perlu diperluas
agar menjangkau lebih banyak guru. Pentingnya kegiatan P2M ini juga didukung
oleh jawaban peserta terhadap kuesioner yang diberikan.
| 21
Lampiran 1: Daftar Pustaka
1. Amir, M.Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning:
Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta:
Kencana.
2. Briggs, Mary and Alan Pritchard. 2005. Using ICT in Primary Mathematics Teaching.
Exeter UK: learning Matters Ltd.
3. Cuoco, Albert A., E. Paul Goldenberg, and Jane Mark. 1995. Technology Tips. Constructions
and investigations with dynamic geometry software. Technology in Perspective. No.
87. pp. 450 – 452
4. Dyer, Jeff, et.all. 2011. The Innovator’s DNA. Boston: Harvard Bussiness Review.
5. Gadanidis, George. 2000. The Effect of Interactive Applet in Mathematics Teaching.
Faculty of Education, University of Western Ontario. Diakses tgl. 5 Nopember 2008.
6. Klotz, E.A. 1991. “Visualization in Geometry: A Case Study of Multimedia Mathematical
Education Project.” Dalam Walter Zimmerman and Steven Cunningham. Visualization
in Teaching and Learning Mathematics. USA: MAA
7. Mulyanto, Agus, dkk. 2005. Matematika Untuk Kelas VIII SMP Jilid 2. Yogyakarta: PT
Citra Aji Parama.
8. Oon-Seng Tan. 2003. Problem Based Learning Innovation : Using Problems to Power
Learning in 21st Century. Singapore : Cengaged Learning.
9. Silverman, L.K. 1998. Guidelines for Teaching Visual-Spatial Learners (VSL).
www.visualspatial.org Diakses tanggal 1 Desember 2006.
10. Suwarsono, 1998. Peranan Strategi Visual dalam Pembelajaran Matematika. Makalah
disampaikan dalam Seminar Nasional “Pendidikan Matematika dalam Era Globalisasi”
yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana IKIP Malang 4 April 1998.
11. Suweken, Gede. 2011. Pengembangan Mathlet Matematika Eksploratif Untuk
Meningkatkan Kompetensi Matematika Siswa SMP Kelas VIII di Singaraja.
Undiksha: Laporan Penelitian HB
12. Suweken, Gede. 2013. Pelatihan Program Aplikasi GeoGebra Sebagai Upaya Untuk
Meningkatkan Keprofesionalan Guru SMP di Kecamatan Buleleng. Undiksha:
Laporan P2M
13. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Jakarta :
Prestasi Pustaka.
14. Undiksha. 2014. Materi PLPG 2014. Singaraja: Undiksha.
| 22
Lampiran 2: Foto-foto kegiatan
| 23
Download