PENYELESAIAN KONFLIK DI PONDOK

advertisement
PENYELESAIAN KONFLIK DI PONDOK PESANTREN
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Modern Darusalam
Gontor Putri, Ngawi Mantingan Jawa Timur)
Astutie Putri Indah Imansarie
Sari Narulita, Rihlah Nur Aulia
Program Studi KPI
Jurusan Ilmu Agama Islam Universitas Negeri Jakarta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sekaligus menganalisis
jenis konflik dan faktor penyebab konflik yang terjadi di pondok pesantren.
Setelah itu, untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisisi pola
penyelesaian konflik yang digunakan di pondok pesantren. Penelitian ini
menunjukan bahwa: Pertama, jenis konflik yang terjadi di pesantren gontor putri
adalah konflik antar pribadi, konflik antar rasial, konflik antar kelas-kelas
santriwati dan konflik antar kelompok-kelompok sosial. Kedua, Pondok Pesantren
Gontor putri mempunyai sistem penyelesaian konflik secara hierarkis dan tersusun
rapi, diselesaikan mulai dari teman atau pembimbing kelas 5, Ustadzah
Pembimbing kamar, Ustadzah Wali kelas sampai Ustadzah Pembimbing
Pengasuhan. Ketiga, Penyelesaian konflik di Pondok Pesantren menggunakan
pola penyelesaian dengan cara mediasi apabila konflik antar pribadi, diatasi oleh
teman dan pembimbing kelas 5. Penyelesaian konflik dengan cara arbitrasi apabila
konflik antar rasial, dan konflik antar kelas-kelas santriwati dan diatasi oleh
Ustadzah pembimbing kamar dan Ustadzah wali kelas. Penyelesaian konflik
dengan cara konsiliasi apabila konflik antar kelompok-kelompok sosial sehingga
psikologis dan sosial santriwati terganggu, yang biasa diatasi oleh Ustadzah
pembimbing pengasuhan karena Ustadzah pembimbing pengasuhan adalah suatu
lembaga di Pondok Pesantren Gontor yang mempunyai tugas khusus untuk
menyelesaikan konflik santriwati.
ABSTRAK
This study aims to describe and analyze about conflict that occurred in the
boarding school. After that, to know, to describe and analyze the patterns of
conflict resolution used in boarding schools. The results of this showed that :
Frist, conflict at the Boarding School at Gontor is interpersonal conflict, rasial
conflict, conflict between students classes and the conflict between social groups.
Second, the Boarding School Gontor has a system of conflict resolution in a
hierarchical and neatly arranged way in a complete range from grade 5 friends or
menthor, tutors rooms Ustadzah homeroom until ustadzah parenting mentor.
Third, the resolution of conflict in Boarding School with a mediation when
conflict between personal, overcome by his friend and mentor class 5. Conflict
resolution by way of arbitration when inter racial conflict and the conflict between
‫‪the classes students and overcome by ustadzah room supervisor and ustadzah‬‬
‫‪homeroom. Conflict resolution by way of conciliation in case of conflict between‬‬
‫‪social groups so disturbed psychological and social students, is commonly for‬‬
‫‪addressted by ustadzah supervisor/counselor. The Islamic boarding school has‬‬
‫‪organized body for conflict resolution.‬‬
‫الملخص‬
‫نهدف هذه الدراسة الى وصف و تحلٌل مجرد عن أي الصراعات التً حدٌث فً المعهد‪.‬‬
‫بعدذلك‪ ,‬لمعرفة ووصف و تحلٌل أنماط حل النزاعات المستحدمة فً المعهد‪.‬‬
‫وتفشٌر نتائج هذه الدراسة الى أن‪ :‬أوال‪,‬هذا اانوعا من الصرعات بحدث فً المعهد دارسالم‬
‫للبنات و هً الصرهات تناقض بنفس الصرعات تنا قض جزئٌة‪,‬الصرهات بٌن الفصول االجتماعٌة و‬
‫الصرعات بٌن الفرقة االجتماعٌة‪ .‬ثانٌا‪ ,‬معهد دارالسالم كونتور نظام االفامة الداخلٌة وحل النزاعات لدٌها‬
‫أنٌق‪ .‬حتى ٌنتهً من تبدا الصاحبة او من المدبرة من السنة الخمسة و األستاذة المشرفة الحجرة و من‬
‫االستاذة الولٌة الفصل و من االستاذة المجلسة الرعاٌة‪ .‬ثالثا¸ الصرعات المتوقعة فً المعهد بالنمط‬
‫االستٌطان عن طرٌق الوساطة بالصراعات تنا فض بنفس التغلب علٌها من خالل صاحبته والمدا برة‬
‫السنة الخمسة الصرعات المتوقعة تحكٌم اذاالصرعات تن قض جزئٌة والصرعات بٌن الفصول الطلبة‬
‫والتغلب علٌها من خالل االستاذة المسرفة الحجرة واالستاذة الولٌةالفصل‪ .‬الصرعات المتوقعة عن طرٌقة‬
‫التوقٌق اذا الصراعات بٌن الفرقة االجتماعٌة حتى نفس واالجتماعٌة الطالبة ضعف ما هو مألوف التغلب‬
‫علٌها من خالل االستاذة المجلسٌة الرعاٌة ألناالستذة المجلسٌة الرعٌة هً ضعف ماهو مألوف فً المعهد‬
‫دارالسالم كونتور التً عنده العمل الخصوص ال كمال سانترٌواالتً الصرعات‪.‬‬
‫‪A. PENDAHULUAN‬‬
‫‪Pondok pesantren adalah salah satu sistem pendidikan Islam yang paling‬‬
‫‪tua di Indonesia dan dari pesantren pula lahir institusi yang memiliki peranan‬‬
‫‪penting di dalam pendidikan Indonesia saat ini yang bernama Madrasah. Pada‬‬
‫‪akhirnya melalui madrasah ini lahir para mubalig-mubalig agama dan penerus‬‬
‫‪manusia yang berilmu dan beramal shaleh yang berintelektual tinggi dan‬‬
‫‪bertanggung jawab .1‬‬
‫‪Berdirinya Pondok pesantren sebagai pembinaan dasar agar para santri dan‬‬
‫‪santriwati bisa hidup mandiri dan menyelesaikan masalah sesuai dengan‬‬
‫‪1‬‬
‫‪Abu Achamdi dkk, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia.( Departemen Agama‬‬
‫‪RI: 2001).hal 491.‬‬
sosialisasinya di pesantren. Serta, para kiyai atau ustadz dan ustadzah yang mana
sebagai pengganti orang tua mereka. Agar mampu membantu semua
permasalahan yang dihadapi oleh santri atau santriwatinya, dan menjadi uswatun
hasanah untuk para santri nya agar terbina akhlakul karimah dan moral yang baik.
Pesantren juga, merupakan suatu lembaga pendidikan yang menyediakan
asrama sebagai tempat tinggal bersama dan terdapat kurikulum yang penuh
selama 24 jam, di bawah bimbingan ustadz ustadzah. Oleh karena itu, selama 24
jam penuh, santri menjalani kurikulum di dalam asrama pasti mendapatkan
konflik dan berbagai macam masalah, karena terdapat banyak latar belakang santri
yang berbeda-beda, dari beragam macam daerah ataupun suku. Maka, dari itu
diantara mereka sering terjadi silih pendapat, ataupun saling tuduh menuduh.
Akhirnya munculah masalah terjadilah konflik.
Adanya konflik di Pondok Pesantren terdapat penyelesainnya untuk para
santriwati. Kurangnya perhatian sebagian pesantren untuk menyelesaikan konflikkonflik santriwatinya mengakibatkan akhlak santriwati yang menurun serta
menimbulkan konsep diri yang negatif. Bahkan sampai terbawa jika santriwati
sudah tamat dan keluar dari pondok pesantren, dan tidak mengamalkan apa yang
di dapat di pondok pesantren. Mereka lebih cendrung tidak menghargai orang lain
dan selalu ingin menang sendiri. Akibat lainnya adalah jika mereka mendapat
masalah mereka menghindar bukan menyelesaikannya.2
Berdasarkan penjelasan di atas, secara jelas terdeskripsikan bahwa konflik
di Pondok Pesantren sangatlah banyak dan kompleks oleh karena itu di butuhkan
metode penyelesaikan konflik. Sebab, konflik yang tidak terselesaikan akan
berdampak ke hubungan sosialnya dan mengganggu jiwanya, serta dapat
membentuk konsep diri yang negatif. Pondok pesantren harus mempunyai sebuah
sistem penyelesaian konflik, agar seluruh santriwati – santriwati lebih terpantau.
2
Nina W Syam, Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Sosial, ( Bandung : Simbiosa
Rekatama Media, 2012) hal 60.
B. TINJAUAN TEORI
Menyikapi dan Menyelesaikan Konflik
Pada umumnya, masyarakat memiliki sarana atau mekanisme untuk
mengendalikan konflik di dalam tubuhnya.Beberapa ahli menyebutnya sebagai
katup penyelamat, yaitu suatu mekanisme khusus yang dipakai untuk
mempertahankan kelompok dati kemungkinan konflik.Lewis A.Corner melihat
katup penyelamat itu sebagai jalan keluar yang dapat meredakan permusuhan
anatara dua pihak yang berlawanan.Tujuan utamanya adalah untuk menetralkan
ketegangan-ketegangan yang timbul dari situasi pertentangan.Contoh katup
penyelamat itu adalah badan perwakilan seperti lembaga pengasuhan di pesantren.
Melalui badan atau lembaga seperti itu santri atau ustadz , murid atau guru dapat
mengungkapkan keluhan-keluhannya. Secara umum ada tiga macam bentuk
penyelesain konflik sosial, diantaranya.3
a. Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih
untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Dengan demikian, konsiliasi
merupakan proses penyelesain sengketa alternatif dan melibatkan pihak ketiga
yang diikutsertakan untuk menyelesaikan konflik. Bentuk penyelesaian konflik
seperti ini dilakukan melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan
diskusi dan pengembalian keputusan yang adil di antara pihak-pihak yang
bertikai. Contoh bentuk penyelesaian konflik adalah melalui lembaga perwakilan
rakyat atau perwakilan sekolah/pesantren.Berbagai kelompok yang bertikai
bertemu di dalam lembaga ini untuk meyelesaikan masalah.
3
hal.65-67.
Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : ESIS,2001)
b. Mediasi
Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu
perselisihan sebagai penasehat. Dengan demikian, dalam hal ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa mediasi merupakan salah satu bentuk negosiasi antara pihak
yang berkonflik dan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu demi
tercapai penyelesaian yang bersifat kompromi. Penyelesaian konflik dengan cara
mediasi dilakukan apabila kedua pihak yang berkonflik sepakat untuk menunjuk
pihak ketiga sebagai mediator. Pihak ketiga ini akan memberikan pemikiran atau
nasihat-nasihatnya tentang cara terbaik dalam menyelesaikan pertentengan
mereka. Sekalipun pemikiran atau nasihat pihak ketiga tersebut tidak mengikat,
cara penyelesaian ini kadang menghasilkan penyelesaian yang cukup efektif.
c. Arbitrasi
Arbitrasi adalah merupakan sesuatu penyelesaian atau pemutusan konflik
oleh pihak ketiga yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk dan
patuh atas keputusan yang akan diberikan oleh pihak ketiga, atau pihak ketiga
yang mereka pilih atau ditunjuk. Arbitrasi umumnya dilakukan apabila kedua
belah pihak yang berkonflik sepakat untuk menerima atau terpaksa menerima
hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk
menyelesaikan konflik. Pada bentuk mediasi, pemikiran atau nasihat dari pihak
ketiga bukan merupakan keputusan yang mengikat kedua belah pihak yang
berkonflik. Sebaliknya, dalam bentuk arbitrasi , kedua belah pihak harus
menerima keputusan-keputusan yang diambil pihak ketiga. Dengan kata lain
pihak ketiga tidak mengarahkan konflik untuk suatu tujuan tertentu yang
memenangkan salah satu pihak.4
4
hal.65-67.
Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : ESIS,2001)
d. Adjudication
Penyelesaian konflik atau sengketa di pengadilan, walaupun tersedia
bermacam-macam penyelesaian konflik banyak ketegangan-ketegangan yang
belum teratasi. Masih saja ada unsur-unsur konflik konflik yang tidak kelihatan
atau laten yang belum dapat diatasi secara sempurna.5
Para pihak yang terlibat dalam persengketaan mempunyai berbagai pilihan
bagaimana mereka akan menyelesaikan sengketanya. Secara umum ada dua,
bentuk penyelesaian konflik berdasarkan sifatnya:
1. Non Adjudikasi, Yakni melalui penyelesaian yang tidak memaksa para
pihak kepada suatu resolusi tertentu : Mekanisme yang paling populer
adalah negoisiasi dan mediasi.
2. Adjudikasi, yakni melalui penyelesaian yang memaksa para pihak kepada
pihak yang berkonflik. Penyelesaian melalui pengadilan.
C. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan format
penelitian deskriptif dan pendekatan studi kasus. Pendekatan ini digunakan untuk
mengklasifikasikan suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.
Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi, karena memang
dalam penelitian deskriptif ini tidak menggunakan dan tidak melakukan pengujian
hipotesis.6
Moh. Nasir mengemukakan bahwa metode deskriptif dengan pendekatan
studi kasus adalah untuk mencari fakta dan membuat katagori-katagori yang
kemudian di interprestasikan dengan jelas dan tepat. Tujuan dari interprestasi
5
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2006) hal 71
6
Sanapiah Faisal. Format-format Penelitian Sosial.( Jakarta: PT, Raja Grafindo
Persada,1999) hal 20.
adalah untuk membuat deskripsi atau lukisan secara sistematis, factual, dan akurat
mengenai fakta-fakta , sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.7
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih dua bulan mulai dari bulan
April, Mei, dan Juni 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren
Gontor Putri yang terdapat di Jawa Timur yang beralamat di Ngawi-Mantingan.
2. Subyek Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah Peran Ustadzah Pembimbing Pengasuhan
Dalam Mengatasi Konflik Santriwati. Sumber data penelitian ini adalah subyek
dari mana data diperoleh.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk keperluan pengumpulan data , peneliti menggunakan teknik studi
pustaka dan studi lapangan yaitu :
a) Studi Pustaka
Dalam penelitian ini peneliti mengambil dan mengkaji teori-teori yang
relevan dengan penelitian berupa tinjauan, sintesis, atau ringkasan kepustakaan
tentang masalah yang akan diteliti.8
b) Studi Lapangan
Studi Lapangan dimaksudkan untuk mengumpulkan data yang otentik dari
lapangan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Adapun teknik
pengumpulan data yang peneliti pergunakan dalam penelitian ini adalah :
Wawancara, Observasi, Angket.
4. Teknik Analisa Data
Dalam menganalisa data, peneliti menggunakan cara pentahapan dengan
berurutan, yaitu terdiri dari tiga alur kegiatan bersamaan: pengumpulan data
sekaligus reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
7
Moh.Nasir. Metode Penelitian,(Jakarta : Grasindo Indonesia, 1999) hal 63.
Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,( Jakarta: PT . Rineka
Cipta,2006) hal 206.
8
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Metode Penyelesaian Konflik
Pondok Pesantren Modern Gontor Putri mempunyai beribu-ribu santriwati
yang datang dari berbagai daerah bahkan negara. Banyaknya santriwati yang
menimba ilmu di Ponpes Gontor Putri, juga menimbulkan banyak konflik.
Konflik apa saja yang ada di Ponpes Gontor Putri sudah dibahas, konflik yang
terdapat di Pondok Pesantren Gontor adalah konflik tersendiri dari konflik kecil,
sedang dan sampai besar. Adanya konflik dan terdapat pula penyelesaiannya.
Oleh karena itu untuk menyelesaikan konflik yang berbagai jenis di Pondok
Pesantren untuk meyelesaikan konflik santriwati-santriwati. Ponpes Gontor
mempunyai sistem penyelesaian konflik, agar semua santriwati terpantau dan
santriwati pun merasa aman untuk menuntut ilmu. Maka akan dibahas sistem
penyelesain konflik di pondok pesantren gontor, dapat dilihat dari susunannya
sebagai berikut.
Susunan Sistem Penyelesain Konflik Pondok Pesantren Gontor
Ustadzah
KMI
Ustadzah
Pembimbing
Pengasuhan
Ustadzah Wali Kelas
Ustadzah Pembimbing
Kamar
Pembimbing Kelas 5, di Rayon
Sumber :Hasil Observasi Data Lapangan
Dapat dideskripsikan dari data observasi dan keseluruhan responden
santriwati kelas I, II, III, IV,V, dan VI serta Ustadzah pembimbing pengasuhan.
Bahwa di Pondok Pesantren Gontor mempunyai sistem untuk menyelesaikan
konflik santriwati-santriwati seperti susunan sistem penyelesaian konflik diatas.
1. Pembimbing Kelas 5
Pondok Pesantren Gontor mempunyai beberapa pembimbing untuk
memantau santriwati-santriwati. Salah satunya adalah Pembimbing kelas 5
sebagai pembimbing rayon dan Organisasi Pondok Pesantren Modern, untuk
memantau santriwati-santriwati kelas 1 sampai kelas 4 karena kehidupan mereka
dekat dengan kelas 5. Tugas kelas 5 membimbing dan mengarahkan adik-adik
kelasnya dalam hal kebaikan apapun. Mereka juga mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk menyelesaikan dan mengatasi konflik santriwati-santriwati
karena di setiap rayon dan kamar terdapat pembimbing kelas 5, jika ada konflik
atau masalah pembimbing kelas 5 lah yang mengetahui dan berusaha untuk
menyelesaikan.
2. Pembimbing Kamar/Ustadzah Pembimbing Kamar
Jika pembimbing kelas 5 tidak dapat menyelesaikan konflik santriwati
kelas 1 sampai kelas 4, maka ustadzah pembimbing kamarlah yang ikut berperan
menyelesaikan konflik mereka. Ustadzah pembimbing kamar selalu datang setiap
satu minggu sekali guna memantau dan mendengarkan keluh kesah santriwatisantriwati. Tetapi jika sanriwati ada yang merasa takut untuk mengutarakan
permasalah dan konfliknya, ustadzah pembimbing kamar menyediakan kertas agar
santriwati mencurahkan permasalahan dikertas tersebut.
3. Ustadzah Wali Kelas
Apabila pembimbing kelas 5 dan kamar belum bisa mengatasi konflik
santriwati maka ustadzah wali kelas dari masing-masing santriwatilah yang
mengatasi konflik santriwati. Biasanya ustadzah pembimbing kamar berdiskusi
dengan ustadzah wali kelas hal apa yang terbaik untuk menyelesaikan konflik
santriwati-santriwatinya. Biasanya ustadzah wali kelas memberi solusi untuk
santriwati yang berkonflik dan memberi jalan yang terbaik untuk santriwati yang
berkonflik. Dengan cara apabila diantara santriwati ketawan berkonflik maka akan
segera di pertemukan keduanya diperintakan untuk datang kepada ustadzah wali
kelas, dan ustadzah pun mendengarkan, membujuk dan memberikan inspirasi
tentang cara terbaik dalam menyelesaikan pertentangan kedua belah pihak.
4. Ustadzah Pembimbing Pengasuhan
Jika Ustadzah wali kelas belum bisa menyelesaikan konflik santriwati,
maka Ustadzah pembimbing pengasuhan lah yang langsung turun tangan. Karena
Ustadzah Pembimbing Pengasuhan adalah suatu lembaga di pondok pesantren
gontor , untuk menyelesaikan konflik-konflik santriwati, mulai dari kelas 1
sampai santriwati kelas 6. Biasanya konflik yang langsung diatasi dan
diselesaikan oleh Ustadzah pembimbing pengasuhan, yang berkonflik langsung
dipertemukan ditempat yang sama, dan berdiskusi dan pengembalian keputusan
yang adil di antara pihak-pihak yang berkonflik. Tidak hanya itu, kelas 5 dan
kelas 6 langsung di pantau oleh Ustadzah pembimbing pengasuhan dalam hal
pelanggaran disiplin maupun penyelesaian konflik diantara mereka.
Jadi, sistem penyelesaian konflik di Pondok Pesantren Gontor Putri
memang benar tersusun rapi dan bisa dibilang sistem hirarkis. Sehingga semua
permasalahan dan konflik santriwati-santriwati selalu tepantau dan selalu
diselesaikan dengan baik. Apabila ada santriwati yang mempunyai konflik atau
masalah, maka akan diselesaikan melewati kelas 5 yang tidak lain adalah
pembimbing rayon. Apabila santriwati kelas 5 tidak bisa menyelesaikan konflik
adik kelas mereka, maka ustadzah pembimbing kamar yang langsung turun
tangan.
Jika, konflik santriwati tidak juga bisa diselesaikan dengan ustadzah
pembimbing kamar, ustadzah wali kelas lah yang ikut turun tangan. Tetapi, jika
Ustadzah Wali kelas tidak juga bisa menyelesaikan karena konfliknya berat atau
menimbulkan masalah psikologis santriwati, maka Ustadzah pembimbing
pengasuhan langsung turun tangan untuk menyelesaikannya. Dengan cara
bermusyawarah terlebih dahulu kepada pembimbing-pembimbing lainnya dengan
cara meminta solusi dari Ustadzah KMI, ustadzah KMI ini adalah Ustadzah
Mahkamah tertinggi di Pondok Pesantren sebelum Pak Kiai yang menjabat
sebagai Direktur Pondok Pesantren Gontor, baru santriwati yang bermasalah atau
berkonflik di pertemukan secara bersama-sama.
Dengan adanya sistem penyelesaian konflik yang terdapat di Pondok
Pesantren Gontor. Maka akan memudahkan Ustadzah-Ustadzah dan pimpinan
Pondok Pesantren, untuk memantau santriwati-santriwati. Agar terciptanya ruang
lingkup yang nyaman di dalam Pondok Pesantren dan terciptanya santriwati yang
mempunyai konsep diri yang positif, bisa disebut bisa mengontrol diri mereka
masing-masing dan mengamalkan apa yang didapat di Pesantren.
Gontor sejak pertama kali berdiri sudah mempunyai prinsip.
Dari
pendidikan dan sampai mengatasi dan memantau sebuah masalah dan konflik
santriwatinya. Maka dari itu Pesantren Gontor membentuk sistem penyelesaian
konflik tanpa harus ada campur tangan dari pihak yang berwajib.
Penyelesaian Konflik
Konflik Besar
Peny
elesaian
Konflik
Dengan Cara
Konsiliasi
Penye
lesaian
Konflik
Dengan Cara
Arbitrasi
Peny
elesaian
Konflik
Dengan Cara
Mediasi
1. Mediasi
- Karena difitnah
- Karena Keluarga
dengan
Keluarga via telpon
atau
dari keluarga yang
orang tuanya
bercerai
- Karena pencurian
yang
Konflik Sedang
harus dipulangkan
Konflik
- Konflik
yang Sosial
Perbedaan
mengganggu
Budaya
psikologisnya
Konflik
Perbedaan
Pendapat
Konflik Kecil
- Konflik Karena
kesalah pahaman
- Konflik Rebutan
Jenis
konflik
pertentangan
kelompokkelompok
sosial
Jeni
s Konflik
pertentanga
n rasial dan
konflik antar
kelas-kelas
santriwati
Jenis
Konflik
Pertentangan
Pribadi
Penyelesaian konlik dengan cara mediasi, adalah konflik yang masih bisa
santriwati atasi sendiri dengan bercerita dan meminta solusi dari seorang teman,
dan kakak kelas yang tidak lain adalah pembimbing kelas 5. Seorang teman dan
kakak kelas 5 atau biasa disebut pembimbing rayon lebih mengarahkan untuk
mengakhiri konflik mereka dan memberi solusi untuk segera berdamai dan tidak
memperpanjang konflik mereka. Setelah itu terserah mereka mau mengikuti apa
yang di sarankan seorang mediator atau disebut seorang teman atau kakak kelas,
karena seorang mediator tidak berhak untuk memaksa mereka hanya menyarankan
saja. Konflik yang diselesaikan dengan cara mediasi biasanya konflik yang
tergolong kecil, seperti kesalah pahaman dan rebutan. Santriwati yang rata-rata
berumur 13-19 tahun masih labil dengan keadaan demikian, hal yang
menyinggung perasaan mereka bisa jadi menjadi konflik atau masalah.
2. Arbitrasi
Penyelesaian konflik dengan cara Arbitrasi , adalah konflik yang diatasi
oleh Ustadzah pembimbing kamar dan Ustadzah wali kelas. Biasanya
penyelesaian konflik ini dengan cara mempertemukan mereka yang berkonflik,
dan memberi jalan serta mengarahkan untuk segera mengakhiri konflik diantara
mereka dan mereka harus mengikuti apa yang diarahkan oleh Ustadzah
pembimbing kamar dan Ustadzah Wali kelas. Konflik yang diselesaikan dengan
cara arbitrasi adalah konflik karena perbedaan sosial budaya dan konflik karena
perbedaan pendapat atau selisih paham.
3. Konsiliasi
Sedangkan penyelesaian konflik dengan cara konsiliasi, adalah konflik
yang langsung diatasi atau diselesaikan oleh Ustadzah Pembimbing Pengasuhan,
dimana Ustadzah Pembimbing Pengasuhan adalah suatu lembaga yang
dikhusukan untuk membimbing kegiatan santriwati dan menyelesaikan konflik
atau masalah santriwati di Pondok Pesantren Gontor. Biasanya konflik yang
diselesaikan dengan cara konsiliasi adalah konflik yang tidak bisa santriwati atasi
sendiri bahkan kakak kelas pembimbing rayon pun tidak bisa menyelesaikannya,
sampai Ustadzah wali kelas pun belum bisa menyelesaikan, maka dari itu
langsung dikumpulkan dan dipertemukan pembimbing rayon, pembimbing kamar
dan Ustadzah Wali kelas oleh Ustadzah Pembimbing Pengasuhan guna mencari
tau dan menyelidiki konflik apa yang dialami santriwati. Setelah diketahui
santriwati yang berkonflik langsung dipertemukan, konflik langsung diselesaikan
pada saat itu juga. Konflik yang diselesaikan dengan cara konsiliasi biasanya
konflik besar seperti, konflik karena fitnah, keluarga melalui via telpon karena
ingin dijenguk ada juga yang Bapak Ibunya sudah berpisah dan pencurian yang
mengakibatkan harus dipulangkan, bahkan konflik yang berdampak bagi psikis
santriwati sehingga membuat mereka tidak betah dan selalu ingin kabur atau
pulang.9
Berdasarkan empat teori yang terdapat di bab II bahwa penyelesain
konflik di Pondok Pesantren Gontor dilakukan dengan cara Mediasi, arbitrasi dan
Konsiliasi. Penyelesaian dengan cara mediasi apabila konflik kecil, arbitrasi jika
konflik itu sedang dan konsiliasi apabila konflik besar. Konflik selalu bisa diatasi
oleh sistem yang sudah berjalan di Pondok Pesantren Gontor Putri. Konflik di
pondok pesantren gontor juga tidak pernah sampai meminta bantuan untuk
menyelesaikan konflik santriwati kepada pihak yang berwajib atau juga bisa
disebut dengan Adjudication, karena pondok pesantren gontor memang berdiri
sendiri dan memang mandiri dalam mengatasi apapun. Serta siap mengahadapi
semua tantangan-tantangan yang ada.
Adanya Penyelesaian konflik seperti itu akan memudahkan para Ustadz
dan Ustadzah dalam mementau santiwati-santriwati mereka. Karena Santri di
Pondok Pesantren Gontor tidak sedikit melainkan banyak dan beribu-ribu. Serta
mereka datang dari berbagai daerah bahkan dari beberapa negara, sehingga
budaya yang mereka bawa berbeda-beda dan watak juga berbeda-beda. Jadi di
butuhkan penyelesain konflik yang diatasi oleh masing-masing yang berwenang,
sesuai dengan seberapa besar konflik nya. Seperti yang sudah di paparkan diatas,
yaitu penyelesaian konflik mediasi, arbitrasi dan konsiliasi.
9
Hasil Observasi Di Pondok Modern Darusalam Gontor Putri, Sabtu 11 Mei 2013
E. KESIMPULAN
Setelah melaksanakan penelitian melalui observasi, wawancara dan
menyebarkan angket di Pondok Pesantren Gontor Putri, Mantingan Ngawi Jawa
Timur dengan tujuan memperoleh data yang tepat sebagai rujukan dan gambaran
dalam penelitian ini ada beberapa poin yang perlu di paparkan. Peneliti dapat
menggambarkan dan menyimpulkan mengenai penyelesaian konflik di Pondok
Pesantren. Dapat disimpulkan dari hasil penelitian yang di lakukan di Pondok
Pesantren, yaitu :
Ada empat jenis konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Gontor Putri.
Jenis konflik pertentangan pribadi, konflik pertentangan rasial, konflik antar
kelas-kelas santriwati dan konflik antar kelompok-kelompok sosial. Jenis konflik
pertentangan pribadi bisa dikatagorikan dengan konflik skala kecil, serta konflik
dengan skala sedang adalah jenis konflik pertentangan sosial dan konflik antar
kelas-kelas sosial. Sedangkan jenis konflik antar kelompok-kelompok sosial bisa
dikatagorikan konflik dengan skala besar.
Ada tiga penyelesaian konflik santriwati yang dipakai oleh Pondok
Pesantren Gontor Putri. Yang pertama cara penyelesaian konflik mediasi, karena
penyelesaian mediasi hanya untuk konflik dengan skala kecil kecil atau jenis
konflik pertentangan pribadi ,biasanya mediasi hanya melewati teman dan kakak
kelas yang dekat dengan santriwati yang sedang berkonflik atau kakak
pembimbing kelas 5. Sedangkan penyelesaian konflik dengan cara arbitrasi untuk
penyelesaian konflik dengan skala sedang yang biasa atau jenis konflik antar
rasial dan konflik antar kelas-kelas santriwati, biasanya jenis konflik ini diatasi
oleh Ustadzah pembimbing kamar dan Ustadzah Wali kelas. Sedangkan
penyelesaian konflik dengan cara konsiliasi untuk konflik yang tidak bisa
diselesaikan oleh diri sendiri, teman dan juga kakak kelas bahkan Ustadzah
pembimbing kamar dan wali kelas belum bisa menyelesaikan konflik
santriwatinya. Biasanya penyelesaian konflik melalui konsiliasi ditangani oleh
Ustadzah Pembimbing Pengasuhan, mereka sudah diberitanggung jawab untuk
menyelesaikan
konflik
atau
masalah
santriwati.
Ustadzah
Pembimbing
Pengasuhan adalah salah satu lembaga di Pondok Pesantren Gontor untuk
membimbing santriwati, mendidik santriwati, memantau dan menyelesaikan
konflik atau masalah santriwati. Untuk menyelesaikan konflik santriwati
Pesantren Gontor tidak pernah melibatkan pihak yang berwajib karena pesantren
gontor memang sudah berdiri sendiri dan sangat mandiri.
F. SARAN
Berdasarkan keterbatasan penelitian maka dapat diaplikasikan saran-saran
sebagai berikut :
1. Penelitian ini hanya mendeskripsikan upaya tentang penyelesaian konflik
tetapi tidak menggali efektivitas upaya tersebut. Untuk itu disarankan agar
dilakukan penelitian lanjutan tentang efektivitas metode penyelesaian
konflik yang dilakukan oleh Ustadzah.
2. Penelitian belum mendiskripsikan secara mendalam konflik yang terjadi di
Pondok Pesantren dan faktor penyebabnya maka disarankan perlu
dilakukan penelitian lanjutan tentang akar permasalahan.
3. Penelitian ini belum mendeskripsikan kontribusi metode tersebut dalam
meminalisir konflik di Pondok Pesantren, maka disarankan perlu
penelitian lanjutan tentang kontribusi metode tersebut dalam meminalisr
konflik.
G. REFERENSI
Achamdi Abu dkk, Menelusuri Pertumbuhan Madrasah di Indonesia,
Departemen Agama RI, 2001.
Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT .Rineka
Cipta, 2006.
Azra Azyumadri,“Pesantren: Konstinuitas dan Perubahan” dalam Nurcholis
madjid
,Bilik-bilik
Pesantren:
Sebuah
Potret
Perjalan,
Jakarta:
Paramadina, 1997.
Bungin
Burhan,
University
Metodologi
Penelitian
Sosial.
Surabaya
Press, 2007.
Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta : LP3ES,1983.
:
Airlangga
Faisal Sanapiah. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: PT, Raja Grafindo
Persada,1999.
Madjid Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta :
Paramadina,1997.
Maryati Kun dan Juju Suryawati, SosiologiUntuk SMA Kelas XI, Jakarta: ESIS,
2001.
Mastuhu,Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS,1994.
Moh.Nasir. Metode Penelitian ,Jakarta : Grasindo Indonesia, 1999.
Pasiak Taufik, Revolusi IQ/EQ/SQ Menyikapi Rahasia Kecerdasan Berdasarkan
Al-Qur’an Dan Neurasins Mutakhir,Bandung: PtMizan Pustaka, 2002.
Pudjiastiti Puline, SosiologiUntuk SMA/MA Kelas XI, Jakarta: Grasindo, 2008.
Soekanto Soejono, SosiologiSuatuPengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1982.
Usman Husaini dan Parnomo Setiady Akbar ,Metodologi Penelitian Sosial,
Jakarta: PT. Bumi Aksara,2006.
Wahid Abdurrahman, “Pesantren sebagai Subkultur, Dawam M.Rahardjo,
Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta: LP3ES,1974.
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren,Jakarta:Gema Insani Press,1997.
Wirawan Ida Bagus, Teori-Teori Sosial, Kencana : Jakarta, 2012.
Majalah
Majalah pendidikan, Pengertian Pondok Pesantren, 2011.
MajalahWardun
(Warta
DuniaPondok
Modern
Darussalam
SejarahSingkat Pondok Modern Darussalam Gontor.2003.
Gontor),
Download