Pengaruh aplikasi sistem peresapan biopori terhadap aliran

advertisement
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aliran Permukaan dan Erosi
Rataan volume aliran permukaan dan jumlah erosi tanah pada musim
tanam jagung dan padi disajikan pada Tabel 1. Tabel tersebut menunjukkan
bahwa perlakuan yang diterapkan berbeda sangat nyata dengan kontrol. Perlakuan
tersebut berpengaruh dalam mengendalikan aliran permukaan dan erosi yang
terjadi dibandingkan dengan perlakuan kontrol (T0). Perlakuan kontrol (T0) tidak
menggunakan teknik konservasi tanah dan air menghasilkan aliran permukaan dan
erosi yang cukup tinggi yaitu sebesar 100,91 m3/ha dan 372,02 m3/ha (aliran
permukaan) dan 1,77 ton/ha dan 10,45 ton/ha (erosi tanah). Tingginya aliran
permukaan dan erosi pada T0 mengindikasikan tingginya kehilangan hara
sehingga akan menurunkan produktivitas tanaman pada musim tanam berikutnya.
Tabel 1 Rataan jumlah aliran permukaan dan erosi selama musim tanam
jagung dan padi
Musim Tanam Jagung
Musim Tanam Padi
Perlakuan
Aliran Permukaan
Erosi
Aliran Permukaan
Erosi
(m3/ha)
(ton/ha)
(m3/ha)
(ton/ha)
T0
100,91aA*
1,77aA*
372,02aA*
10,45aA*
T1
T2
T3
T4
BNT 5%
8,87
1,05
11,68
0,32
BNT 1%
12,91
1,52
17,00
0,46
*)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1%
dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α =
5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Perlakuan saluran konvensional (T1), saluran konvensional dan mulsa
vertikal (T2), saluran konvensional dan LRB (T3) dan perlakuan saluran
konvensional, mulsa vertikal dan LRB (T4) dapat menekan terjadinya aliran
permukaan dan erosi dengan sangat efektif dibandingkan dengan perlakuan tanpa
teknik konservasi tanah dan air (T0). Tidak adanya penggunaan teknik konservasi
pada perlakuan T0 menyebabkan terjadinya aliran permukaan dan erosi.
Terkendalinya aliran permukaan pada perlakuan yang diterapkan (T1, T2,
T3, dan T4) diakibatkan oleh adanya saluran pada tiap-tiap perlakuan yang
berfungsi sebagai penampung aliran permukaan sehingga air tersebut dapat
15
diresapkan ke dalam tanah lebih banyak. Penambahan mulsa pada saluran (T2),
penambahan lubang resapan biopori (LRB) pada saluran (T3), dan kombinasi
mulsa vertikal dan LRB ke dalam saluran (T4) dapat meningkatkan kemampuan
saluran dalam meresapkan air secara signifikan sebagai akibat terciptanya biopori
dari aktivitas fauna tanah yang lebih banyak (padat) dibandingkan dengan
perlakuan lainya menurut Sa’adah (2010).
Pengendalian aliran permukaan dan erosi dengan aplikasi saluran, mulsa
vertikal, dan lubang resapan biopori sangatlah dianjurkan guna mencegah
kehilangan air, tanah, dan unsur hara sehingga dapat dipertahankan keberadaanya
untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman serta dapat
mempermudah para petani dalam pemanfaatan sisa tanaman hasil pertanian
sehingga tidak perlu dilakukan pembuangan maupun pembakaran terhadap
serasah tanaman yang seharusnya sangat bermanfaat bagi tanah.
Kehilangan hara dari permukaan tanah merupakan salah satu akibat utama
dari terjadinya aliran permukaan dan erosi. Peristiwa ini terjadi karena hara
umumya banyak terdapat di lapisan atas tanah (top soil) sehingga aliran
permukaan yang terjadi selain membawa tanah menjadi erosi juga membawa hara
tanah keluar dari petak pertanaman. Oleh sebab itu penggunaan teknik konservasi
tanah dan air serta inovasinya seperti lubang resapan biopori (LRB) pada lahan
pertanian sangatlah diperlukan agar dapat mengendalikan kehilangan hara. Jumlah
hara yang hilang melalui aliran permukaan pada perlakuan T0 ditunjukkan oleh
Gambar 1.
Gambar 1 Jumlah kehilangan hara melalui aliran permukaan pada musim
tanam jagung dan padi.
16
Nitrogen (N) merupakan hara yang hilang paling banyak kemudian disusul
oleh Ca, Mg, K dan terakhir Na. Tingginya kehilangan N disebabkan karena N
dalam bentuk NO3 (nitrat) banyak terdapat di permukaan tanah dan mudah tercuci
oleh aliran air (Hardjowigeno, 2007). Penambahan unsur Ca dalam dolomit
dengan jumlah besar ke permukaan tanah meningkatkan jumlah unsur Ca yang
hilang terbawa aliran permukaan. C-org dan P tersedia tidak terdapat dalam aliran
permukaan yang terjadi karena hara tersebut tidak terdapat dalam sampel air yang
diekstrak di laboratorium atau jumlahnya terlalu kecil.
Jumlah hara yang hilang melalui erosi pada perlakuan T0 ditunjukkan
pada Gambar 2. Pada musim tanam jagung dapat dilihat bahwa C-org hilang
sebesar 64,1 kg/ha, N-total hilang sebesar 1,89 kg/ha, P tersedia hilang sebesar
0,019 kg/ha, K hilang sebesar 0,065 kg/ha, Ca hilang sebesar 0,484 kg/ha, dan Mg
hilang sebesar 0,65 kg/ha. Sedangkan pada musim tanam padi dapat dilihat C-org
yang hilang sebesar 249,8 kg/ha, N-total sebesar 12,78 kg/ha, P tersedia sebesar
0,098 kg/ha, K sebesar 0,554 kg/ha, Ca sebesar 2,543 kg/ha, Mg sebesar
2,54 kg/ha.
Gambar 2 Jumlah kehilangan hara melalui erosi pada musim tanam
jagung dan padi.
Tingginya kehilangan C disebabkan karena bahan organik banyak terdapat
di permukaan tanah dan dengan bobot isi yang rendah mempermudah bahan
organik terangkut oleh aliran permukaan. Hara terbesar kedua yang hilang adalah
Nitrogen hal ini disebabkan karena hara tersebut mudah sekali tercuci oleh air
hujan dan kemudian terbawa bersama bahan padatan tanah (erosi). Rendahnya P
tersedia yang hilang melalui erosi disebabkan karena fosfor merupakan unsur
yang relatif sukar larut, pada tanah yang masam fosfor merupakan unsur yang
17
diikat kuat oleh unsur-unsur Al dan Fe. Keberadaan fosfor di dalam tanah juga
relatif sedikit dibandingkan dengan unsur hara lainnya (Hardjowigeno, 2007).
Unsur N yang hilang oleh aliran permukaan relatif lebih besar dibandingkan erosi
disebabkan karena unsur N lebih mudah larut dalam air dibandingkan terbawa
oleh bahan padatan tanah.
Sedimen Terendapkan pada Saluran
Sedimen terendapkan pada saluran adalah tanah yang terbawa aliran
permukaan dan erosi yang terendapkan ke dalam saluran serta yang masuk ke
dalam LRB. Hasil sedimen tersebut pada akhir musim tanam akan diangkut dan
dikembalikan lagi pada bedengan yang ada di sebelah hulu saluran untuk
persiapan musim tanam selanjutnya.
Jumlah sedimen terendapkan pada saluran dalam dua musim tanam
(jagung dan padi) dapat dilihat pada Tabel 2. Perlakuan T1, T2, T3 dan T4 mampu
mengendapkan sedimen pada saluran sehingga tidak terbuang keluar dari petakan.
Perlakuan T1 pada musim tanam jagung mengendapkan sedimen tanah sebanyak
31,18 ton/ha, perlakuan T2 sebesar 34,16 ton/ha, perlakuan T3 sebesar
38,04 ton/ha, dan perlakuan T4 sebesar 36,74 ton/ha.
Tabel 2 Rataan jumlah sedimen terendapkan pada saluran selama musim
tanam jagung dan padi
Sedimen Terendapkan
Sedimen Terendapkan
Efektifitas
Jagung (ton/ha)
Padi (ton/ha)
Terhadap T0 (%)
T0
0,00cB*
0,00dC*
T1
31,18bA
31,43cB
100
T2
34,16abA
41,33bB
100
T3
38,04aA
51,32aA
100
T4
36,74aA
48,58aA
100
BNT 5%
5,00
6,57
BNT 1%
7,27
9,55
*)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1%
dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α =
5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Perlakuan
Pada musim tanam padi perlakuan T1 mengendapkan sedimen tanah
sebanyak 31,43 ton/ha, perlakuan T2 sebesar 41,33 ton/ha, perlakuan T3 sebesar
51,32 ton/ha, dan perlakuan T4 sebesar 48,58 ton/ha. Sedangkan perlakuan
konvensional (T0) pada kedua musim tidak dapat mengendapkan sedimen tanah
18
karena tidak adanya penggunaan teknik konservasi sehingga air dan tanah
terbuang keluar dari petakan yang berarti bahwa unsur hara yang terdapat dalam
air dan tanah tersebut juga hilang keluar petakan melalui aliran permukaan dan
erosi yang terjadi.
Laju aliran permukaan pada dinding saluran lebih besar dibandingkan
dengan laju aliran permukaan pada bidang tanam, sehingga dinding saluran
terkikis oleh aliran permukaan. Kemudian, dinding saluran yang terkikis
menambah jumlah sedimen pada saluran. Hal ini menyebabkan jumlah total
sedimen pada perlakuan T1, T2, T3, dan T4 lebih besar dibandingkan dengan
jumlah erosi pada perlakuan T0.
Tingginya jumlah sedimen yang dapat diendapkan ke dalam saluran
menunjukkan adanya pengaruh penambahan teknik konservasi yang diberikan ke
setiap perlakuan kecuali T0. Teknik konservasi tersebut meliputi mulsa vertikal
dan lubang resapan biopori. Penambahan mulsa vertikal dan lubang resapan
biopori mampu meningkatkan kemampuan saluran dalam meresapkan air
sehingga tidak terbuang keluar dari petakan tanaman. Sedimen terendapkan pada
saluran dapat dikembalikan ke bedengan untuk digunakan pada musim tanam
selanjutnya. Pengembalian sedimen tersebut sangat bermanfaat bagi musim tanam
selanjutnya karena sedimen tanah yang terendapkan pada saluran banyak
mengandung hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produktivitas
tanaman.
Jumlah hara yang terendapkan pada saluran selama musim tanam jagung
disajikan pada Tabel 3. Penggunaan perlakuan T1, T2, T3 dan T4 mampu
mengendapkan hara ke dalam saluran yang ada sehingga tidak hilang terbuang
keluar dari petakan. Adanya saluran konvensional yang dikombinasikan dengan
mulsa vertikal dan LRB pada T4 dapat mengendapkan hara relatif lebih banyak
dibandingkan perlakuan lainya. Perlakuan T0 tidak dapat menahan hilangnya hara
disebabkan oleh tidak adanya penggunaan teknik konservasi pada petakan
tersebut.
19
Tabel 3 Jumlah unsur hara terendapkan pada saluran selama musim tanam
jagung
C-org
P
N
Mg
Ca
K
----------------------------------------------kg/ha--------------------------------------------T0
T1
949,12bA* 0,27bA*
78,89aA*
16,63aA* 9,77aA*
1,15bB*
T2
1101,66abA 0,33abA
55,34cC
16,85aA
9,45aA
1,46aA
T3
1222,10aA
0,37aA
55,67cC
17,37aA
9,51aA
1,39aA
T4
1271,20aA
0,39aA
68,46bB
17,27aA
11,02aA
1,25bAB
BNT 5%
291,25
0,09
0,92
4,04
2,08
0,14
BNT 1%
423,74
0,12
1,34
5,88
3,03
0,21
*)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1%
dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α =
5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Perlakuan
Jumlah hara yang terendapkan pada saluran selama musim tanam padi
ditunjukkan pada Tabel 4. Perlakuan yang diterapkan (T1, T2, T3 dan T4)
menunjukkan pengaruh nyata dalam mengendapkan hara pada saluran yang ada
sehingga tidak terbuang keluar dari petakan. Perlakuan T4 mampu mengendapkan
hara dalam saluran relatif lebih banyak dari perlakuan lainya. Sedangkan
perlakuan T0 tidak dapat mengendapkan unsur hara. Perlakuan T4 mampu
mengendapkan unsur hara relatif lebih banyak dibandingkan perlakuan lainya
disebabkan adanya kombinasi penggunaan mulsa vertikal dan LRB ke dalam
saluran sehingga aliran permukaan dan erosi dapat diendapkan ke dalam saluran
secara optimal.
Tabel 4 Jumlah unsur hara terendapkan pada saluran selama musim tanam
padi
C-org
P
N
Mg
Ca
K
----------------------------------------------kg/ha--------------------------------------------T0
T1
740,52dD*
0,26cC*
50,81dD*
6,71dC*
6,71dC*
2,03cB*
T2
938,34cC
0,35bB
70,81cC
9,64cB
9,64cB
2,49bAB
T3
1503,46aA
0,45aA
94,77bB
11,63bB
11,63bB
2,93aA
T4
1130,49bB
0,46aA
103,96aA
14,09aA
14,09aA
2,96aA
BNT 5%
74,62
0,03
5,54
1,98
1,98
0,41
BNT 1%
108,57
0,04
8,06
2,89
2,89
0,60
*)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1%
dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α =
5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Perlakuan
20
Gambar 3 Sedimen terendapkan pada saluran.
Gambar 3 menunjukkan bahwa aliran permukaan yang mengakibatkan
erosi membawa serta tanah menuju daerah yang lebih rendah. Saluran dan lubang
yang dibuat meningkatkan luasan permukaan tanah untuk dapat menyerap air
lebih banyak. Penambahan mulsa pada saluran dan lubang resapan biopori
memberi dampak positif terhadap ekosistem biota dan fauna tanah di area tersebut
sehingga meningkatkan aktifitas pembentukan biopori di dalam tanah.
Terbentuknya biopori di dalam tanah meningkatkan kemampuan tanah dalam
meresapkan air ke dalam tanah sehingga tidak terbuang keluar dari petakan
tanaman yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan produktivitas
tanaman.
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Rataan tinggi tanaman jagung dan padi serta jumlah anakan padi dapat
dilihat pada Tabel 5. Perlakuan T0 maupun perlakuan T1, T2, T3 dan T4 tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman jagung dan padi.
Tabel 5 Rataan tinggi tanaman jagung dan padi serta jumlah anakan padi
Tinggi Tanaman Jagung
Tinggi Tanaman Padi
Jumlah Anakan Padi
(cm)
(cm)
T0
191,25a*
67,70a*
16a*
T1
191,55a
63,00a
16a
T2
179,80a
67,00a
16a
T3
181,64a
69,41a
18a
T4
198,70a
63,52a
18a
BNT 5%
24,34
8,68
4
*)Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 5%
berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Perlakuan
21
Tabel 5 tersebut menunjukkan tidak terlihat perbedaan jumlah anakan padi
yang nyata antara tiap perlakuan. Namun bila kita lihat lebih seksama, perlakuan
T3 dan T4 cenderung memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan
perlakuan lainnya. Kecenderungan ini menunjukkan mulai terlihatnya pengaruh
saluran konvensional yang dikombinasikan dengan LRB (T3) dan pengaruh
saluran konvensional yang dikombinasikan dengan mulsa vertikal dan LRB (T4)
tersebut terhadap rataan jumlah anakan padi.
Rataan jumlah biomassa dari tanaman jagung dan padi dapat dilihat pada
Tabel 6. Perlakuan T4 menghasilkan jumlah biomassa padi yang tertinggi yaitu
sebesar 7,2 ton/ha diikuti oleh perlakuan T3 sebesar 6,74 ton/ha, T2 sebesar
6,52 ton/ha, T1 6,06 ton/ha dan perlakuan T0 memiliki jumlah biomasa yang
paling rendah yaitu 5,93 ton/ha. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa setelah
dilakukan pengembalian sedimen ke bedengan memberikan pengaruh sangat
nyata terhadap peningkatan bobot biomassa padi gogo. Pada musim tanam jagung,
perlakuan belum memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan bobot
biomassa.
Tabel 6 Rataan jumlah biomasa dari tanaman jagung dan padi (ton/ha)
Perlakuan
Berat Biomasa Jagung
Berat Biomasa Padi
T0
4,20aA*
5,93cC*
T1
3,30cB
6,06cC
T2
3,58bA
6,52bB
T3
3,43bA
6,74bB
T4
3,97abA
7,20aA
BNT 5%
0,60
0,26
BNT 1%
0,88
0,38
*)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1%
dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α =
5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Rataan bobot hasil produksi dari tanaman jagung dan padi dapat dilihat
pada Tabel 7. Perlakuan yang berpengaruh sangat nyata terhadap hasil produksi
gabah kering panen padi adalah perlakuan T2, T3, dan T4. Meningkatnya
produksi gabah kering padi merupakan pengaruh dari adanya kombinasi saluran
dan mulsa vertikal pada T2, saluran dan LRB pada T3, dan kombinasi saluran,
mulsa vertikal, dan LRB pada T4 yang dapat menahan terjadinya aliran
permukaan dan erosi sehingga unsur hara dapat diendapkan dan tidak keluar dari
lahan usaha tani. Produksi gabah kering tertinggi dihasilkan oleh perlakuan T4
22
yaitu sebesar 9,51 ton/ha diikuti dengan perlakuan T3 sebesar 8,44 ton/ha, T2
sebesar 7,14 ton/ha, T1 sebesar 4,75 ton/ha, dan hasil terendah pada T0 sebesar
4,13 ton/ha.
Tabel 7 Rataan bobot hasil produksi dari tanaman jagung dan padi
(ton/ha)
Perlakuan
Berat Pipilan Kering Jagung
Berat Gabah Kering Panen Padi
T0
4,50aA*
4,13cB*
T1
3,45bB
4,75cB
T2
3,46bB
7,19bA
T3
3,27bB
8,44abA
T4
3,96aA
9,51aA
BNT 5%
0,70
1,97
BNT 1%
1,02
2,86
*)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1%
dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α =
5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Pengembalian sedimen terendapkan yang terdapat pada saluran ke bidang
tanam memberikan pengaruh yang baik dalam meningkatkan bobot biomassa dan
hasil produksi tanaman berikutnya (padi). Walaupun pada musim tanam pertama
dengan jagung perlakuan yang diterapkan (T1, T2, T3, dan T4) belum
menunjukkan pengaruh nyata terhadap hasil produksi jagung (biomassa dan
pipilan). Pada musim berikutnya semua perlakuan dengan saluran peresapan dapat
meningkatkan produksi tanaman padi (biomassa dan gabah) dibandingkan
perlakuan T0. Hal ini disebabkan oleh kehilangan unsur hara melalui aliran
permukaan (Gambar 1) dan erosi (Gambar 2) yang terjadi pada petakan T0 pada
musim tanam pertama.
Pengembalian sedimen tanah yang sebelumnya telah ditambah serasah
tanaman pada saluran atau lubang resapan biopori (T2, T3, dan T4) sangat nyata
meningkatkan produksi padi dibandingkan dengan pengembalian sedimen yang
hanya berupa tanah mineral (T1) yang hanya cenderung meningkatkan produksi
padi. Keadaan ini disebabkan karena sedimen pada petakan yang telah diberikan
serasah tanaman memilki kadar hara tanah yang relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan sedimen yang terdapat pada petakan yang tidak diberikan serasah
(Tabel 3).
23
Pemanfaatan teknologi lubang resapan biopori oleh masyarakat petani
dapat memberikan banyak keuntungan. Manfaat aplikasi lubang resapan biopori
dalam bidang pertanian selain dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam
meresapkan air juga berfungsi sebagai tempat pengomposan insitu bagi sampah
organik yang dihasilkan dari proses pertanaman setempat. Kompos yang
dikembalikan ke lahan usahatani (petakan) dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman.
24
Download