BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyerapan tenaga

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyerapan tenaga kerja menjadi salah satu elemen penting dalam tercapainya
pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin
besar jumlah angkatan kerja yang memiliki pekerjaan, maka semakin tinggi potensi
peningkatan produksi di suatu negara yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Menurut Hukum Okun dalam Mankiw (2009:261), terdapat dampak negatif dari
peningkatan jumlah pengangguran, yaitu: penurunan jumlah Produk Domestik Bruto
(PDB). Hal ini dikarenakan semakin berkurangnya kontribusi pekerja dalam
menghasilkan barang dan jasa yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan
nasional.
Teori pertumbuhan Harrod (1939) dan Domar (1947) dalam Todaro dan Smith
(2006:128), menjelaskan bahwa tenaga kerja bersama-sama dengan modal turut
berkontribusi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu Robert Solow dan
Trevor Swan (1956) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi bergantung pada
ketersediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal)
dan kemajuan teknologi (Arsyad, 2010:88). Kemajuan teknologi dapat menyebabkan
tenaga kerja semakin efisien sehinga semakin banyak jumlah tenaga kerja efisien,
maka akan semakin meningkatkan jumlah ouput yang pada akhirnya meningkatkan
pendapatan nasional.
1
Perekonomian di sebagian negara-negara berkembang didominasi oleh sektor
pertanian dimana kegiatan dalam sektor ini menjadi kegiatan ekonomi yang utama,
ditinjau dari besarnya proporsi jumlah tenaga kerja yang diserap (Todaro dan Smith,
2006:57). Meskipun sektor ini lebih banyak menyerap tenaga kerja, namun
perkembangan sektor pertanian cenderung lebih lambat dibandingkan dengan sektor
lainnya. Hal ini dikarenakan sektor pertanian belum mampu memanfaatkan teknologi
dan penggunaan modal secara optimal sehingga tingkat investasi pada sektor
pertanian lebih rendah. Semakin berkembang suatu negara, ditandai dengan
peningkatan pendapatan nasional maka akan semakin berkurang kontribusi sektor
pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi (World Bank, 2008). Dapat diindikasikan
bahwa terjadi pergeseran struktur perekonomian bagi negara yang terus tumbuh dan
berkembang.
Arthur Lewis (1954) dalam Todaro dan Smith (2006:132), pada teori
transformasi struktural menekankan bahwa terjadi pengalihan tenaga kerja,
pertumbuhan output, dan peningkatan penyerapan tenaga kerja dari sektor tradisional
menuju sektor industri modern. Asumsi dalam teori ini adalah terdapat dua struktur
perekonomian yang berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, yaitu sektor
tradisional dan industri modern. Sektor industri menawarkan lapangan pekerjaan
yang lebih luas dan beragam dimana tingkat upah pada sektor industri cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan sektor tradisional. Beberapa faktor tersebut menjadi
insentif bagi tenaga kerja pertanian untuk bermigrasi ke sektor industri modern.
Migrasi ini akan terus berlangsung selama pekerja memiliki ekspekstasi bahwa salah
2
satu sektor memiliki tingkat upah yang lebih tinggi (Borjas, 2013:119). Dalam proses
migrasi tidak seluruh pekerja mampu terserap ke dalam sektor yang menawarkan
tingkat upah yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat
pendidikan dan kemampuan dari masing-masing tenaga kerja.
Karakteristik dari sektor informal menurut ILO (1972), adalah sebagai berikut:
mudah untuk dimasuki oleh pekerja, usaha milik keluarga, tidak memiliki regulasi
tenaga kerja yang jelas, dan operasi pekerjaan berskala kecil. Sedangkan menurut
Hart (1973), sektor formal memiliki karakteristik sebagai barikut: sulit untuk
dimasuki pekerja, kepemilikan usaha adalah perusahaan, operasi pekerjaan berskala
besar, dan secara formal membutuhkan kemampuan khusus. Berdasarkan perbedaan
karakteristik tersebut dapat diindikasikan bahwa pekerja memiliki hambatan untuk
masuk ke dalam sektor formal dalam hal ini adalah tingkat pendidikan dan
kemampuan pekerja. Terdapat perbedaan kondisi pekerjaan antara pekerja formal dan
informal. Pekerja formal dibebankan untuk membayar pajak, mendapatkan akses
keamanan dan asuransi, merupakan pekerja kontrak, dan menerima upah minimum
sehingga dapat diindikasikan bahwa kesejahteraan pekerja formal mendapatkan
jaminan dari pemerintah (Shoncoy dan Junankar, 2014).
Di Indonesia, klasifikasi jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam sektor formal
dan informal ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan status pekerjaan
utama (tabel 1.1) dimana terdapat tujuh jenis status pekerjaan diantaranya adalah: (1)
berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, (2) buruh/karyawan/pegawai, (3)
berusaha sendiri, (4) berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, (5)
3
pekerja bebas di pertanian, (6) pekerja bebas di non pertanian, dan (7) pekerja
keluarga/tak dibayar. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam pekerjaan formal
adalah nomor 1 dan 2 sedangkan nomor 3 hingga 7 masuk ke dalam jenis pekerjaan
informal. Menurut BPS (2011), pergeseran pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor
industri dan jasa merupakan tujuan dari pembangunan suatu negara yang ditandai
dengan peningkatan pada jumlah pekerja yang digaji (buruh/karyawan/pegawai) dan
penurunan jumlah pekerja keluarga yang sebelumnya berkontribusi/bekerja di sektor
pertanian, khususnya bagi negara berkembang. Hal ini sejalan dengan teori
transformasi struktural yang dikemukakan oleh Arthur Lewis (1954).
Tabel 1.1 Persentase Pekerja Menurut Status Pekerjaan Utama, 2011-2014
Status Pekerjaan Utama
2011 2012 2013
2014
a. Pekerja dengan upah/gaji (buruh/karyawan/pegawai)
34.44 36.36 37.03 36.97
b. Wiraswasta (i+ii+iii)
49.16 47.49 47.07 48.37
i. pengusaha
3.39 3.50
ii. Berusaha sendiri + Berusaha dibantu buruh tidak
tetap
35.63 33.57 33.73 34.69
iii. Pekerja bebas (pertanian dan non pertanian)
10.14 10.42 9.95
10.03
c. pekerja keluarga
16.4 16.15 15.9
14.66
d. pekerja "rentan" (ii+iii+ c)
62.17 60.14 59.98 59.38
Formal
34.44 36.36 37.03 36.97
Informal
65.56 63.64 62.97 63.03
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016)
4
3.39
3.65
Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa persentase pekerja informal sejak
2011 hingga 2014 mendominasi pasar tenaga kerja Indonesia dimana proprosi status
pekerja berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh tidak tetap mendominasi pekerja
informal. Meskipun didominasi oleh pekerja informal namun proprorsi pekerja
formal
diindikasikan
terus
meningkat
meskipun
relatif
rendah.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa terjadinya pergeseran struktur pekerjaan dan semakin
bertumbuhnya jumlah lapangan pekerjaan sektor formal yang merupakan salah satu
tujuan pembangunan pemerintah Indonesia. Menurut ILO (2014), formalisasi
pekerjaan didorong oleh permintaan besar para pekerja akan akses yang baik ke
pekerjaan formal sebagai hasil dari pendidikan yang lebih tinggi. Pergeseran struktur
pekerjaan menandakan bahwa pekerjaan informal merupakan sektor yang sementara
menampung pekerja dimana pekerja tersebut menunggu untuk mendapatkan
pekerjaan di sektor formal (Shoncoy dan Junankar, 2014).
Tabel 1.2 Persentase Pekerja Menurut Kategori Sektor
(Formal/Informal), 2011-2014
Kategori Sektor
Pekerja Formal
a. Perkotaan
b. Perdesaan
Pekerja Informal
a. Perkotaan
b. Perdesaan
Total Formal+Informal
a. Formal
b. Informal
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016)
5
2011
2012
2013
2014
67.09
32.91
66.38
33.62
67.64
32.36
67.17
32.83
32.23
67.77
31.14
68.86
31.03
68.97
32.18
67.82
45.34
54.66
46.43
53.57
47.42
52.58
46.76
53.24
Data pada tabel 1.2 menunjukkan informasi mengenai proporsi pekerja yang
bekerja menurut sektor. Dapat dilihat bahwa sejak tahun 2011 hingga 2014 lebih dari
65% pekerja formal merupakan pekerja yang berada di wilayah perkotaan. Sedangkan
lebih dari 67% pekerja yang berada di pedesaan merupakan pekerja informal. Hal ini
mengindikasikan bahwa salah satu ciri khas dari sektor formal adalah sebagian besar
berada di perkotaan. Menurut Shoncoy dan Junankar (2014), sektor informal
merupakan bagian besar dari sektor pertanian dan erat kaitannya dengan sektor
pedesaan. Sedangkan sektor formal erat kaitannya dengan pekerjaan di perkotaan.
Menurut BPS (2015), masalah di banyak negara berkembang bukanlah tingkat
pengangguran yang tinggi, melainkan kurangnya kesempatan kerja yang layak dan
produktif bagi mereka yang bekerja. Hal ini dapat dilihat pada saat terbuka lowongan
pekerjaan yang bergaji (buruh/karyawan/pegawai) dalam ekonomi formal, maka
penduduk yang bekerja pada sektor informal (berusaha sendiri atau pekerja keluarga)
akan berlomba-lomba untuk mengajukan lamaran ke pekerjaan formal.
Regulasi ketenagakerjaan di Indonesia bertujuan untuk menghindarkan pekerja
dari eksploitasi. Salah satu kebijakan yang erat kaitannya dengan kesejahteraan
pekerja adalah kebijakan upah minimum. Kebijakan upah minimum merupakan
ketentuan dimana pekerja tidak akan menerima upah lebih rendah dari tingkat upah
yang telah ditetapkan (Ehrenberg dan Smith, 2012:108). Meskipun kebijakan ini
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, namun kebijakan ini hanya
berlaku bagi pekerja yang bekerja pada sektor formal sedangkan tingkat upah pada
sektor informal mengikuti mekanisme pasar.
6
Kebijakan upah minimum dapat berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan
dan peningkatan pertumbuhan, namun dapat menyebabkan penurunan jumlah
lapangan pekerjaan (Freeman dan Freeman, 1992 dalam Maloney dan Mendez,
2004). Menurut Borjas (2013:118), dengan menaikkan upah minimum akan
mengakibatkan beberapa pekerja pada sektor formal akan kehilangan pekerjaan dan
memiliki
kecenderungan
untuk
bermigrasi
ke
sektor
informal,
sehingga
mengakibatkan tingkat upah pada sektor informal akan tertekan sebagai akibat
bertambahnya jumlah pekerja informal. Menurut Chen (2012), sejumlah pekerja yang
tidak terserap ke dalam pekerjaan formal akan memilih untuk menjadi pengangguran
atau menjadi pekerja informal.
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
0
Rupiah
2007
Pedesaan
2008
2009
Perkotaan
2010
2011
2012
2013
Upah Minimum Provinsi
Sumber: diolah dari Dashboard Ekonomi Makro FEB UGM dan BPS, 20161
Gambar 1.1. Upah Rata-Rata Bulanan Pedesaan dan Pekotaan dan RataRata Upah Minimum Provinsi Riil di Indonesia, 2007 - 2013
1
Data upah minimum riil menggunakan tahun dasar 2007=100 yang diperoleh dari Publikasi BPS yang
berjudul Statistik Upah.
7
Di Indonesia, kebijakan upah minimum telah diterapkan sejak tahun 1970-an
dan terus mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan perubahan kondisi
perekonomian. Sejak diterapkannya desentralisasi kepada pemerintah daerah,
kebijakan upah minimum diatur berdasarkan kondisi perekonomian dari masingmasing provinsi hingga akhirnya meluas sampai ke level kota dan kabupaten di
Indonesia. Pertumbuhan upah minimum di Indonesia memiliki kecenderungan yang
terus meningkat. Berdasarkan gambar 1.1, upah minimum riil memiliki trend yang
meningkat pada periode 2007 hingga 2013. Dapat dilihat pula bahwa tingkat upah
rata-rata di wilayah perkotaan dan pedesaan berada di atas tingkat upah minimum riil.
Kemudian terjadi pergerakan arah yang sama antara upah minimum riil dan rata-rata
upah di pedesaan. Kondisi tersebut tidak sejalan dengan pendapat Borjas (2013:119),
yang memaparkan bahwa kenaikan upah minimum berdampak pada penekanan upah
di sektor informal, dimana sektor ini biasanya berada di wilayah pedesaan. Dapat
ditarik kesimpulan bahwa pada periode tersebut pekerja di wilayah pedesaaan
Indonesia diindikasikan tidak mengalami masalah kesejahteraan pendapatan.
Penelitian mengenai kebijakan upah minimum di negara berkembang telah
banyak dilakukan. Bell (1997), tidak menemukan adanya pengaruh upah minimum
terhadap tingkat upah dan pekerjaan pada sektor formal di Meksiko, namun terdapat
disemployment effect untuk tenaga kerja tidak berpengalaman dengan upah rendah di
Kolombia pada tahun 1981-1987. Fajnzylber (2001), menganalisis pengaruh upah
minimum di Brazil dan menemukan bahwa upah minimum berdampak positif
terhadap tingkat pendapatan sektor formal dan informal namun relatif kecil. Lalu
8
upah minimum memiliki pengaruh negatif terhadap pekerja sektor formal dan
informal, khususnya yang memiliki upah rendah. Lemos (2009), menemukan efek
negatif dari kebijakan upah minimum pada pekerja sektor formal di Brazil namun
tidak signifikan. Sedangkan Alaniz, Gindling dan Terrel (2011), menemukan bahwa
di Nikaragua kenaikan upah minimum menurunkan jumlah pekerja di sektor formal
dimana pekerja yang kehilangan pekerjaan tersebut memilih untuk bekerja pada jenis
pekerjaan keluarga pada periode 1998-2006 dan tidak menemukan adanya
pengangguran.
Studi empiris mengenai pengaruh upah minimum di Indonesia juga telah
beberapa kali dilakukan oleh para peneliti. Rama (2001), menemukan bukti bahwa
kenaikan upah mininimum berpengaruh negatif sebesar 0-5% terhadap pekerja yang
tinggal di daerah perkotaan pada tahun 1990. Alatas dan Cameron (2003),
menganalisis pengaruh upah minimum terhadap pekerja di sektor formal dimana
penelitiannya menunjukkan bahwa upah minimum memiliki dampak terhadap
perusahaan kecil level domestik namun tidak berpengaruh pada perusahaan besar
domestik dan asing pada periode 1990-1996. Carpio, Nguyen, dan Wang (2012),
meneliti dampak upah minimum terhadap tingkat pekerjaan dan upah di sektor
manufaktur Indonesia pada 1993-2006 dan menemukan dampak negatif signifikan
upah minimum terhadap pekerja dengan pendidikan rendah di perusahaan kecil.
Hohberg dan Lay (2015), menemukan bahwa pada periode 1997-2007 upah
minimum memiliki pengaruh positif pada upah sektor formal namun tidak terdapat
spillover effect pada sektor informal.
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan data ketenagakerjan Indonesia, pasar tenaga kerja Indonesia
didominasi oleh pekerja sektor informal dimana kesejahteraan pekerja informal
diindikasikan lebih rendah daripada pekerja formal. Formalisasi pasar tenaga kerja
Indonesia menjadi salah satu tujuan pembangunan pemerintah yang ditandai dengan
semakin berkurangnya jumlah pekerja yang bekerja dalam sektor informal yang
kemudian diserap oleh sektor formal. Salah satu kebijakan yang erat kaitanya dengan
kesejahteraan pekerja adalah kebijakan upah minimum. Kebijakan upah minimum
merupakan ketentuan dimana pekerja tidak akan menerima upah lebih rendah dari
tingkat upah yang telah ditetapkan (Ehrenberg dan Smith, 2012:108). Meskipun
kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, namun kebijakan
ini hanya berlaku bagi pekerja yang bekerja pada sektor formal sedangkan tingkat
upah pada sektor informal mengikuti mekanisme pasar.
Kebijakan ini dapat berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan dan
peningkatan pertumbuhan, namun dapat menyebabkan penurunan jumlah lapangan
pekerjaan (Freeman dan Freeman, 1992 dalam Maloney dan Mendez, 2004). Menurut
Borjas (2013:118), kenaikan upah minimum dapat menyebabkan pergeseran jumlah
pekerja dari sektor formal ke informal sehingga terjadi penurunan jumlah pekerja
formal.Beberapa studi terkait sebelumnya yang dilakukan oleh Bell (1997), Lemos
(2009) Alaniz, Gindling dan Terrel (2011), Fajnzylber (2001), Rama (2001), Alatas
dan Cameron (2003), Carpio, Nguyen, dan Wang (2012), dan Hohberg dan Lay
10
(2015), menunjukkan hasil yang beragam, maka rumusan masalah dari penelitian ini
dapat dirinci sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hubungan antara upah minimum terhadap pekerja formal di
Indonesia periode 2011-2014?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pekerja formal di Indonesia
periode 2011-2014?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini mencoba untuk menganalisis pengaruh kebijakan upah minimum
terhadap hasil mekanisme pada pasar tenaga kerja, yaitu: dampak kenaikan upah
minimum terhadap dinamika pasar tenaga kerja. Apabila dikerucutkan maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bagaimanakah hubungan antara upah minimum terhadap pekerja
formal di Indonesia periode 2011-2014.
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pekerja formal di
Indonesia periode 2011-2014?
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan antara upah
minimum terhadap jumlah pekerja formal di Indonesia.
2. Sebagai referensi untuk penelitian mengenai dampak kebijakan upah
minimum di Indonesia khususnya dan di negara lain umumnya.
11
3. Sebagai referensi bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
penetapan kebijakan upah minimum dalam jangka pendek di masa yang akan
datang.
1.5 Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang bersumber dari Badan
Pusat Statistik. Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah total
pekerja formal dengan variabel independen UMP riil, PDRB riil, dan tahun
pendidikan. Penelitian ini menggunakan data panel. Data panel atau pooled data
merupakan kombinasi dari data time series dan data cross section (Widarjono,
2013:353). Dalam melakukan estimasi data panel terdapat tiga metoda, yaitu:
pendekatan common effect atau pooled least square, fixed effect atau least square
dummy variable, dan random effect. Untuk menentukan metoda mana yang terbaik
untuk digunakan dalam penelitian dilakukan tiga uji pemilihan model, yaitu: uji
Chow, uji Lagrange Multiplier, dan uji Hausman. Setelah menentukan model mana
yang digunakan langkah selanjutnya adalah dengan melakukan evaluasi model regresi
dengan melakukan tiga uji, yaitu: uji t, uji F, dan uji koefisien determinasi (
12
).
1.6 Batasan Penelitian
Sehubungan dengan tujuan dan latar belakang dari penelitian ini, maka
penelitian ini memiliki batasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian
ini, sebagai berikut:
1. Penelitian ini belum mampu menganalisis pengaruh upah minimum
terhadap jumlah pekerja formal dalam jangka panjang.
2. Penelitian ini belum mampu menganalisis pengaruh upah minimum
terhadap pekerja formal dan pekerja informal secara langsung.
3. Penelitian ini belum mampu menganalisis pengaruh upah minimum secara
langsung terhadap upah sektor formal dan informal.
1.7 Sistematika Penulisan
Secara umum, penelitian ini mencakup lima bab, dimana sistematika dalam
penelitian ini disusun sebagai berikut:
Bab 1 akan membahas mengenai pendahuluaan yang memuat latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan
penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab 2 akan membahas mengenai uraian terkait landasan teori yang terdiri
dari tinjauan pustaka, penelitian terdahulu sesuai dengan penelitian, dan hipotesis
penelitian.
13
Bab 3 akan membahas mengenai uraiain metodologi penelitian, model,
hipotesis, dan alat analisis.
Bab 4 akan membahas mengenai hasil dan pembahasan penelitian yang
terdiri dari statistik deskriptif, tahapan analisis, hasil dan temuan serta
pembahasan penelitian.
Bab 5 akan membahas mengenai kesimpulan penelitian serta saran untuk
pengembangan akademis/penelitian selanjutnya dan juga berkaitan dengan
pengambilan kebijakan.
14
Download