Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan IV-2012 Boks 3 MENGINTIP POLA PERDAGANGAN CABE MERAH DI MALUKU Cabe merah atau disebut chili di Maluku merupakan bumbu utama masakan. Terkait hal tersebut maka permintaan cabe merah tergolong cukup tinggi di Maluku sebagai bumbu masakan. Maluku sendiri memiliki beberapa daerah penghasil cabe merah antara lain di Buru, SBB, Malteng, dan SBT. Namun dalam pengumpulan data, hanya pedagang cabe merah saja yang berhasil diwawancarai khususnya yang berada di Ambon, Buru, dan SBB. Data dari pedagang cabe merah merupakan dasar untuk melihat dinamika perdagangan antar daerah cabe merah. Distribusi dan Pemasaran Pola distribusi cabe merah di Ambon tergolong sangat kompleks. Hal ini disebabkan cabe merah dipasok dari dalam Maluku dan luar Maluku dan banyak pemain yang ikut serta dalam perdagangan cabe merah. Peta Perdagangan Cabe Merah Maluku dengan Provinsi Lain Peta Perdagangan Cabe Merah di Ambon Cabe merah dari Manado Manado Cabe merah dari Surabaya, Makassar, dan Kendari Kendari Makassar Ambon Surabaya Pasokan cabe merah yang berasal dari Ambon sebenarnya tidak terlalu besar. Cabe merah ini ditanam oleh beberapa petani saja di sekitar Waiheru. Kemudian setelah dipanen, cabe merah mengalir ke pedagang besar di Ambon. Sedangkan sumber pasokan cabe merah yang besar Namlea (Buru), Kairatu (SBB), Masohi (Maluku Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), Manado (Sulawesi Utara), dan Kendari (Sulawesi Tenggara). Petani, pengepul, dan pedagang besar cabe merah di Namlea, Kairatu, dan Masohi mengirimkan cabe merah ke Ambon dengan menggunakan kapal ferry. Sedangkan pengepul dan pedagang besar dari Surabaya, Makassar, Manado, dan Kendari mengirimkan cabe merah ke Ambon dengan menggunakan kapal laut. 1 Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan IV-2012 Selanjutnya cabe merah yang masuk ke Ambon terpusat pada pedagang besar, pedagang grosir, dan pedagang eceran yang akhirnya tersalurkan ke konsumen. Pola Distribusi Pedagang Cabe Merah di Ambon Pola Distribusi Cabe Merah luar provinsi dalam kota/ luar kota/ kabupaten kabupaten luar negeri Petani Pengepul Pedagang besar Pedagang grosir Pedagang eceran Konsumen akhir Pola Distribusi Pedagang Cabe Merah di SBB Pola Distribusi Cabe Merah luar provinsi dalam kota/ luar kota/ kabupaten kabupaten luar negeri Petani Pengepul Pedagang besar Pedagang grosir Pedagang eceran Konsumen akhir Sementara itu pola perdagangan cabe merah di SBB secara garis besar dapat dibagi menjadi pasokan yang berasal dari dalam kabupaten dan pasokan yang berasal dari luar provinsi. Pasokan dari luar provinsi berasal dari pedagang besar di Surabaya yang dikirimkan melalui kapal laut ke pedagang eceran di SBB. Sementara itu pasokan yang berasal dari SBB sendiri berasal dari petani kemudian ke pengepul selanjutnya ke pedagang eceran dan akhirnya ke konsumen. Pola Distribusi Pedagang Cabe Merah di Buru Pola Distribusi Cabe Merah luar provinsi dalam kota/ luar kota/ kabupaten kabupaten luar negeri Petani Pengepul Pedagang besar Pedagang grosir Pedagang eceran Konsumen akhir Pola distribusi pedagang cabe merah di Buru berasal dari petani. Hal ini disebabkan Buru merupakan kabupaten penghasil cabe merah. Dari petani, cabe merah mengalir ke pengepul, pedagang besar, pedagang eceran, dan bermuara pada konsumen akhir. Di pedagang eceran, terjadi penyaluran cabe merah dalam satu level. Hal ini diduga karena cabe merah cenderung 2 Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan IV-2012 cepat rusak, pedagang eceran berusaha memperluas penyebaran cabe merah ke pedagang cabe merah lainnya. Mencermati sistem pembelian barang antar sesama pedagang cabe merah, maka diperoleh informasi bahwa sistem pembelian yang paling populer adalah tunai dengan persentase mencapai 63,6%, diikuti oleh konsinyasi 31,8%, dan kontrak 4,5%. Populernya sistem pembelian tunai disebabkan sifat cabe merah yang mudah rusak. Sistem Pembelian Barang Break down Sistem Pembelian Barang 4,5% 64,3% Tunai 35,7% 31,8% Kontrak 63,6% 28,6% Konsinyasi Lebih murah dari harga pasar 71,4% Konsinyasi Lebih mahal dari harga pasar Tunai Sama dengan harga pasar Kontrak 100,0% 0% 50% 100% Sumber : survei Bank Indonesia Sumber : survei Bank Indonesia Masih terkait dengan sistem pembelian barang, sebanyak 64,3% pedagang yang menggunakan sistem pembelian tunai mengaku memperoleh harga lebih murah dari harga pasar sedangkan 35,7% yang lain mendapatkan harga yang sama dengan harga pasar. Sementara itu untuk sistem pembelian konsinyasi, sebanyak 71,4% responden memperoleh harga yang sama dengan harga pasar dan 28,6% responden lainnya memperoleh harga lebih murah dibandingkan harga pasar. Infrastruktur yang prima akan sangat membantu distribusi dan pemasaran barang. Infrastruktur ini terdiri atas bandara, pelabuhan, dan jalan. Secara umum pedagang cabe merah berpendapat bahwa infrastruktur dalam kondisi baik. Secara rinci dapat disebutkan 100% responden menyatakan bahwa bandara dalam kondisi baik, 100% responden menyatakan bahwa pelabuhan dalam kondisi baik, dan 94,1% responden menyatakan bahwa jalan dalam kondisi baik. 3 Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Triwulan IV-2012 Penilaian Terhadap Kondisi Infrastruktur Kondisi Jalan Beraspal untuk Distribusi dan Pemasaran 0,0% 0,0% 100,0% Kondisi bandara 0,0% 5,9% 0% beraspal 100,0% Kondisi pelabuhan 94,1% Kondisi jalan Baik 1%‐25% beraspal Sedang 25%‐49% beraspal Rusak 50%‐80% beraspal >80% beraspal 5,9% 94,1% 0% 50% 100% Sumber : survei Bank Indonesia Sumber : survei Bank Indonesia Untuk kondisi jalan beraspal, maka ditanyakan juga persen jalan beraspal yang digunakan oleh pedagang dalam mendistribusikan dan memasarkan cabe merah. Sebanyak 94,1% pedagang menyatakan menggunakan jalan dengan kondisi >80% beraspal dalam memasarkan barang dagangan. Sedangkan 5,9% sisanya menggunakan jalan dengan kondisi 50%-80% beraspal. Sebanyak Hambatan Utama 35,3% merah menyatakan bahan baku pedagang bahwa yang cabe ketersediaan bersifat musiman merupakan hambatan utama yang sering 29,4% 35,3% Ketersediaan bahan baku yang bersifat musiman dihadapi Sedangkan hambatan yang juga Faktor alam 11,8% 23,5% sering Biaya pengangkutan yang tinggi dihadapai oleh pedagang yakni tepatnya 29,4% pedagang adalah hambatan Lainnya lainnya menyangkut modal usaha. Sementara itu 23,5% pedagang menyatakan bahwa Sumber : survei Bank Indonesia faktor alam merupakan hambatan utama dalam pembelian barang dagangan. 4