PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG

advertisement
Kode / Rumpun Ilmu : 161 / Agroteknologi
LAPORAN KEMAJUAN
PENELITIAN PROFESOR
PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea aquatica)
SEBAGAI BIOFILTER DALAM SIRKULASI AIR
AKUAPONIK
Oleh
PROF. DR. H. BUDY RAHMAT, IR., MS - NIDN 0017115901 (Ketua)
HJ. ENOK SUMARSIH, IR., MP - NIDN 0401086402 (Anggota)
UNIVERSITAS SILIWANGI
JULI, 2017
2
RINGKASAN
Akuaponik adalah budidaya yang mengkombinasikan budidaya ikan dan
tanaman dalam sistem sirkulasi air. Limbah berupa kotoran dan sisa pakan ikan dan
atau yang dihasilkan oleh pemecahan mikroba dimanfaatkan oleh tanaman yang
dibudidayakan secara hidroponik (tanpa tanah). Pada sistem sirkulasi air, sisa dan
limbah pakan ikan serta metabolit ikan menyediakan sebagian besar nutrisi yang
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang dipulihkan (recover) oleh proses
nitrifikasi dan penyerapan langsung oleh tanaman. Media tanam dan tanaman
berfungsi sebagai biofilter dalam sirkulasi air sehingga air dapat digunakan lagi oleh
budidaya ikan. Proses pemulihan air tersebut antara lain tergantung kepada
kemampuan media tanam hidroponik menyerap dan memberikan nutrisi bagi
tanaman.
Oleh karena itu pemilihan jenis media tanam penting diketahui
efektivitasnya bagi pertumbuhan tanaman dan fungsinya sebagai biofilter air
budidaya ikan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh media tanam paling baik
bagi pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung (Ipomoea aquatica) sebagai biofilter
pada sistem akuaponik. Penelitian ini diawali dengan pembuatan satu set perangkat
Akuaponik. Media tanam sebagai perlakuan disusun dalam percobaan ini
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) sederhana, yaitu perlakuan media
tanam :A) pasir; B) media pasir : zeolit (1:1); C) media pasir + zeolit (2:1); D) media
pasir + zeolit (3:1); E) media pasir + zeolit (4:1); dan F) media pasir + zeolit (5:1).
Semua perlakuan diulang empat kali. Variabel pengamatan pertumbuhan tanaman
yang diamati ialah: tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah, dan nisbah pupustanaman; serta pertambahan bobot ikan. Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis
statistik dengan Uji-F dan dilanjutkan dengan Uji Beda Duncan sehingga data dapat
diinterpretasi dan diperoleh kesimpulan.
Kata kunci : akuaponik, biofilter, ikan, sirkulasi air, tanaman.
3
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akuaponik merupakan alternatif budidaya tanaman dan ikan dalam satu
tempat, atau dengan kata lain akuaponik merupakan kombinasi antara akuakultur
dan hidroponik yang mampu mendaur-ulang air bernutrisi dengan menggunakan
sebagian kecil air untuk pertumbuhan ikan dan tanaman secara terpadu. Sistem ini
hampir sama dengan mina padi yaitu budidaya ikan dan padi di suatu tempat
(Fathulloh dan Budiana, 2015).
Kini akuaponik menjadi teknik budidaya lebih modern, yaitu media
tumbuh tanaman tidak di atas tanah, tetapi menggunakan media tanam seperti batu
dan krikil sehingga cocok untuk kondisi perkotaan yang memiliki lahan sempit.
Menjadi petani tidak harus di desa atau kampung dengan kebun yang luas. Di kota
pun bisa, bahkan dengan memanfaatkan lahan terbatas. Banyak pilihan komoditas
yang bisa di terapkan, baik sayuran atau ikan. Semua bisa dilakukan di satu
tempat. Itulah akuaponik, praktis, mudah, dan bisa diusahakan di lahan sempit
yang sangat cocok untuk kondisi masyarakat perkotaan (Rafiee dan Roos Saad,
2006).
Sutrisno dan Nugroho (2008) mengemukakan bahwa, tanah sebagai media
bercocok tanam memiliki beberapa kekurangan, yaitu bekerja tidak bersih,
penggunaan nutrisi oleh tanaman kurang efisien, banyak gulma, dan pertumbuhan
tanaman kurang terkontrol. Alternatif pemecahan masalah yaitu dengan mencari
bahan selain tanah dan tanpa membutuhkan lahan yang luas untuk bercocok
tanam. Berbagai bahan media tanam yang digunakan harus tetap mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga produktivitasnya dapat
menjadi lebih baik.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh
media pada sistem akuaponik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung
(Ipomoea aquatica).
4
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut : sejaumanakan pengaruh jenis media terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman kangkung (Ipomoea aquatica) sebagai biofilter pada sistem
akuaponik ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung (Ipomoea aquatica) sebagai biofilter
pada sistem akuaponik.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi:
1) Upaya penganekaragaman hasil dalam suatu wirausaha agribisnis, yaitu hasil
dari budidaya ikan dan tanaman sekaligus.
2) Informasi bagi masyarakat sebagai solusi makin terbatasnya ketersediaan
lahan untuk bercocok tanam.
1.5. Luaran Penelitian
1) Artikel hasil penelitian ini akan dipublikasi dalam Seminar Nasional VII
Hasil-hasil Penelitian Pertanian di UGM
2) Pengayaan bahan ajar mata kuliah
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Mekanisme Kerja Akuaponik
Akuaponik adalah kombinasi antara akuakultur dan hidroponik yang
mampu mendaur ulang air bernutrisi dengan menggunakan sebagian kecil air
untuk pertumbuhan ikan dan tanaman secara terpadu. Sistem ini hampir sama
dengan mina padi, budidaya padi dan ikan di satu tempat. Istilah sistem budidaya
ini di sebut tumpangsari. Akuakultur merupakan bagian dari pengelolaan air pada
budidaya ikan di kolam. Fokus dalam akukultur adalah maksimalkan
pertumbuhan ikan di dalam kolam pemeliharaan. Ikan di tebar dikolam dengan
kepadatan yang tinggi. Tingkat penebaran yang tinggi yang mengakibatkan air
menjadi mudah tercemar oleh kotoran ikan. Kotoran ikan ini membentuk
ammonia yang beracun bagi ikan. Di sinilah peran peengelolaan air dengan
pengaturan pH, oksigen terlarut, suhu, kuantitas, dan kualitas pakan. Hidroponik
merupakan budidaya tanaman dengan sumber nutrisi berasal dari bahan kimia
terlarut. Tanaman dipelihara di lingkungan “bebas tanah” dan disesuaikan dengan
kebutuhannya. Factor penting yang perlu diperhatikan adalah memellihara
lingkungan yang sehat bagi akar, pH air, dan oksigen terlarut (Fathulloh dan
Budiana, 2015)
Menurut Ratannanda (2011) akuaponik merupakan biointegrasi yang
menghubungkan akuakultur berprinsip resirkulasi dengan produksi tanaman atau
sayuran hidroponik. Oleh karena itu, akuaponik dirancang untuk memanfaatkan
air yang mengandung nutrisi yang dikeluarkan langsung oleh ikan untuk diserap
tanaman hidroponik yang diresirkulasi secara terus-menerus maupun secara
berkala. Nugroho dan Sutrisno (2008) berpendapat bahwa, akuaponik adalah
sistem budidaya yang mengkombinasikan ikan dan tanaman pada sistem sirkulasi
air yang sama. Rokocy dkk. (2006) mengemukakan bahwa akuaponik adalah
budidaya yang mengkombinasikan ikan dan tanaman dalam sistem sirkulasi.
Nutrisi, yang dikeluarkan langsung oleh ikan atau yang dihasilkan oleh
pemecahan mikroba limbah organik, diserap oleh tanaman dibudidayakan
hidroponik (tanpa tanah). Pakan ikan menyediakan sebagian besar nutrisi yang
6
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Sebagai akuakultur arus aliran melalui
komponen hidroponik dari sistem sirkulasi, metabolit limbah ikan dihapus oleh
nitrifikasi dan penyerapan langsung oleh tanaman, sehingga memperlakukan air
yang mengalir kembali ke komponen ikan pengasuhan untuk digunakan kembali.
2.2. Tanaman Kangkung
2.2.1. Botani Tanaman Kangkung
Tanaman kangkung (Ipomoea aquatica) merupakan tanaman yang dapat
tumbuh lebih dari satu tahun. Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran
tunggang dan cabang-cabangnya akar menyebar kesemua arah, dapat menembus
tanah sampai kedalaman 60 hingga 100 cm, dan melebar secara mendatar pada
radius 150 cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air (Djuariah, 2007).
Berdasarkan klasifikasi tanaman kangkung di atas, maka secara morfologi
tanaman kangkung memiliki dua varietas yaitu kangkung air dan kangkung darat.
Kangkung darat mempunyai daun-daun yang panjang dengan ujung yang runcing,
berwarna hijau keputih-putihan dan bunganya berwarna putih. Misal: sutera,
Bangkok, dan lain-lain.
Batang
kangkung
bulat
dan
berlubang,
berbuku-buku,
banyak
mengandung air (herbacious) dari buku-bukunya mudah sekali keluar akar.
Memiliki percabangan yang banyak dan setelah tumbuh lama batangnya akan
menjalar (Polii, 2009).
2.1.3
Syarat Tumbuh
1) Iklim
Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Kangkung
darat (Ipomoea aquatica) dapat tumbuh pada daerah yang beriklim panas dan
beriklim dingin. Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman
ini berkisar antara 500-5000 mm/tahun, suhu yang cocok untuk tanaman
kangkung yaitu berkisar antara 20-28°C. Pada musim hujan tanaman
kangkung pertumbuhannya sangat cepat dan subur, asalkan di sekelilingnya
tidak tumbuh rumput liar. Dengan demikian, kangkung pada umumnya kuat
7
menghadapi rumput liar, sehingga kangkung dapat tumbuh di padang rumput,
kebun/ladang yang agak rimbun (Aditya, 2009).
Tanaman kangkung membutuhkan lahan yang terbuka atau mendapat
sinar matahari yang cukup. Di tempat yang terlindung (ternaungi) tanaman
kangkung akan tumbuh memanjang (tinggi) tetapi kurus-kurus. Kangkung
sangat kuat menghadapi panas terik dan kemarau yang panjang. Apabila
ditanam di tempat yang agak terlindung, maka kualitas daun bagus dan lemas
sehingga disukai konsumen. Suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian tempat,
setiap naik 100 m tinggi tempat, maka temperatur udara turun 1 derajat C
(Aditya, 2009).
2) Media Tanam
Kangkung darat (Ipomoea aquatica) menghendaki tanah yang subur,
gembur banyak mengandung bahan organik dan tidak dipengaruhi keasaman
tanah. Tanaman kangkung darat tidak menghendaki tanah yang tergenang,
karena akar akan mudah membusuk. Sedangkan kangkung air membutuhkan
tanah yang selalu tergenang air. Tanaman kangkung membutuhkan tanah datar
bagi pertumbuhannya, sebab tanah yang memiliki kelerengan tinggi tidak
dapat mempertahankan kandungan air secara baik (Haryoto, 2009).
3) Ketinggian Tempat
Kangkung dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran
rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) ± 2000 meter dpl. Baik kangkung
darat maupun kangkung air, kedua varietas tersebut dapat tumbuh di mana
saja, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Hasilnya akan tetap
sama asal jangan dicampur aduk (Anggara, 2009).
2.3. Ikan Lele
Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan spesies kerabat lele
dumbo. Keunggulan lele sangkuriang dibanding lele dumbo adalah fekunditas
telur yang lebih banyak. Keunggulan paling penting adalah nilai konversi pakan
atau FCR lele sangkuriang yang berada pada kisaran 0,8 –1 sedangkan untuk lele
dumbo nilai konversi pakannya lebih dari 1 (Khairuman dan Amri, 2008).
8
Ikan lele memiliki organ pernapasan tambahan yang disebut arbo rescent
sehingga memungkinkan untuk mengambil oksigen langsung dari udara dan
mampu bertahan hidup dengan kadar oksigen terlarut yang rendah (Khairuman
dan Amri, 2008).
Sistem resilkulasi dalam akuaponik mempunyai 5 komponen dasar yang
meliputi biota air dikolam budidaya terjaga, mengatur suhu, adanya penambahan
oksigen terlarut, penyaringan kotoran atau partikel, serta biofilter agar ammonia
yang dihasilkan oleh ikan menurun dengan bantuan bakteri aerob yang mengubah
ammonia menjadi nitrit dan nitrat.
2.4. Media Akuaponik
Sistem akuaponik dalam prosesnya menggunakan air dari tangki atau
kolam ikan, kemudian disirkulasikan kembali melalui suatu pipa yang mana
tanaman akan ditumbuhkan. Jika dibiarkan di dalam tangki, air justru akan
menjadi racun bagi ikan-ikan di dalamnya. Bakteri nitrifikasi merubah limbah
ikan sebagai nutrien yang dapat dimanfaatkan tanaman. Kemudian tanaman ini
akan berfungsi sebagai filter vegetasi, yang akan mengurai zat racun tersebut
menjadi zat yang tidak berbahaya bagi ikan. Jadi, inilah siklus yang saling
menguntungkan. Secara umum, akuaponik menggunakan sistem resirkulasi.
artinya memanfaatkan kembali air yang telah digunakan dalam budidaya ikan
dengan filter biologi dan fisika berupa tanaman dan medianya. resirkulasi yang
digunakan berisi kompartemen pemeliharaan dan kompartemen pengolahan air.
Penggunaan bahan-bahan filter, misalnya batu zeolit, lempung, kerikil, atau pasir
sebagai substrat bakteri yang mampu mengatasi dan mengatur kelebihan senyawasenyawa nitrogen berbahaya untuk ikan pada sistem akuaponik. Dengan demikian,
tanaman berfungsi sebagai biofilter untuk menyerap amonia, nitrat, nitrit, dan
fosfor yang berbahaya untuk ikan, jadi air yang bersih kemudian dapat dialirkan
kembali ke bak ikan. Biasanya, sistem pengolahan air tersusun atas kompartemen
dekantasi, kompatemen filtrasi, kompartemen oksigenasi, dan kompartemen
strerilisasi (Fathullah dan Budiana, 2015),
9
Mas’ud (2009) menyatakan bahwa Percobaan ini bertujuan untuk
mempelajari pertumbuhan dan hasil selada (Lactuca sativa L) pada nutrisi dan
media tanam berbeda secara hidroponik. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan
Birobuli Kecamatan Palu Selatan dengan ketinggian tempat ± 84 m dpl, suhu ratarata 34,14oC dan kelembaban rata-rata 55,4%, yang dilaksanakan pada bulan
Maret - Mei 2008. Data percobaan dianalisis dengan menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah
perlakuan nutrisi yang terdiri dari tiga taraf yaitu Nutrisi AB Mix, Nutrisi
Nederland dan Nutrisi Buatan Sendiri. Faktor kedua adalah perlakuan media
tanam yang terdiri dari tiga taraf yaitu Pasir, Pasir dan Arang Sekam (1 : 1) serta
Pasir dan Arang Sekam (3 : 1). Nutrisi buatan sendiri dan media tanam pasir
memberikan hasil terbaik bagi pertumbuhan dan hasil selada sehingga diperoleh
berat segar tajuk tanaman selada 152,18 gram per pohon.
Masing-masing media tanam memiliki karakteristik khas dengan
keunggulan dan kekurangan tertentu. Untuk menghasilkan media tanam ideal
yang sesuai untuk tanaman, maka dapat dilakukan pengkombinasian beberapa
media tanam. Pengkombinasian ragam media tanam akan menghasilkan media
tanam baru dengan karakteristik baru. Campuran beberapa media tanam harus
menghasilkan struktur sesuai dengan perakaran tanaman yang akan di tanam
(Purnomo, 2006). Media akuaponik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
zeolite dan pasir merah.
2.4.1. Zeolit
Hasil penelitian Hartati dkk. (2001) menunjukkan bahwa media zeolit
paling baik digunakan sebagai media pengujian viabilitas dan vigor benih duku.
Media zeolit memberikan nilai daya berkecambah (83,6 %) dan kecepatan tumbuh
(68,6 % KN/etmal) tertinggi bila dibandingkan dengan media lainnya. Hal ini
dikarenakan zeolit mempunyai kemampuan menyerap dan melepaskan kembali
air secara reversible serta mempunyai nilai daya hantar listrik yang rendah. Kedua
sifat tersebut merupakan sifat yang dibutuhkan bagi media tanam benih duku.
Disamping itu, keunggulan lain zeolit sebagai media tanam adalah nilai Kapasitas
10
Tukar Kation (KTK) tinggi serta struktur kristal stabil. Sifat tersebut
memungkinkan zeolit dapat digunakan lebih dari satu kali sebagai media
pengujian. Berbeda dengan media pasir membutuhkan pencucian, pengeringan,
dan sterilisasi kembali sebelum digunakan untuk pengujian selanjutnya.
Sifat khas dari zeolit sebagai mineral yang berstruktur tiga dimensi,
bermuatan negatif, dan memiliki pori-pori yang terisi ion-ion K, Na, Ca, Mg dan
molekul H2O, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran ion dan pelepasan
air secara bolak-balik. Penelitian tentang perilaku pengaruh bahan induk zeolitik
serta perilaku mineral zeolite terhadap perlakuan aktifasi, pertukaran kation serta
selektifitas penyerapan kation untuk dapat mempelajari proses yang berkaitan
dengan reaksi fisik dan kimia di dalam tanah di Indonesia relatif sangat langka.
Selanjutnya dilaporkan bahwa batuan zeolitik-Cikembar mengandung mineral
zeolit mordenit 19,5% dan klinoptilolite 7,05%; batuan zeolitik-Bayah
mengandung mineral zeolit mordenit 38,8% dan klinoptilolite 18,9%; batuan
zeolitik- Cikalong mengandung mineral zeolit mordenit 63,1% dan klinoptilolite
10,0%; kadar K dan Fe tertinggi dari batuan zeolitik-Cikembar masing-masing
3,81 K2O% dan 2,59 Fe2O3%, batuan zeolitik-Bayah mengandung Ca tertinggi
1,83%; sedangkan zeolit-Cikalong Na2O tertinggi 1,10% dan MgO 0,92%. Zeolit
adalah mineral aluminosilikat mikroporous dengan rasio Si/Al sebesar 1,23 yang
umum digunakan sebagai adsorben untuk pemurniaan air danlimbah, namun
dalam perkembangannya pada akhir – akhir ini dikembangkan sebagai katalis
heterogen untuk sintesis biodiesel. Zeolit bervariasi pada struktur permukaan pori
dan medan listriknya, hal tersebut yang menyebabkan zeolit memiliki perbedaan
sifat katalisnya (Yizhou dkk., 2004).
Media tanaman yang paling efektif digunakan untuk akuaponik adalah
zeolit. Zeolit berfungsi sebagai filter dan juga media tanam untuk tanaman.
Sedangkan untuk budidaya ikan yang paling bagus untuk menunjang akuaponik
adalah budidaya ikan lele, sebab lele menghasilkan kotoran ikan yang lebih
banyak dibandingkan jenis ikan lainnya. lele juga termasuk ikan yang konsumsi
pakannya tinggi. Dengan adanya konsumsi pakan yang tinggi, otomatis akan
menghasilkan kotoran yang banyak pula akibat sisa pakan yang tidak termakan.
11
Banyaknya kotoran yang dikeluarkan oleh ikan lele dan sisa pakan yang
mengendap di kolam menjadikan pertumbuhan tanaman menjadi sangat cepat
(Rafee dan Roossaad, 2006).
Teknik pengelolaan air dengan aquaponik pada budidaya ikan dan
tanaman,akan dihasilkan kotoran nitrogen dan posfor) yang akan menjadi pupuk
bagi tanaman melalui pemanfaatan air limbah dari bak aquaponik sehingga
kebutuhan pupuk dan air tidak lagi menjadi masalah dan akan menekan biaya
produksi. Biaya yang terpangkas dari program ini selain berasal dari biaya bahan
baku air dan pupuk juga tiadanya upah tenaga kerja untuk pemeliharaan. Di lain
pihak budidaya ikan dengan teknik aquaponik juga berpotensi meningkatkan
produksi ikan terlebih lagi apabila dilakukan dengan pengelolaan yang intensif
misalnya dengan suplementasi probiotik yang dapat meningkatkan kecernaan
pakan dan menekan bakteri patogen. Percobaan yang dilakukan oleh Widyastuti,
dkk. (2012) selama dua bulan, didapatkan pertumbuhan bobot ikan lele yang
meningkat lebih berat 12,7 dibandingkan tanpa pemberian probiotik. Keuntungan
untuk hasil panen dari sayuran yang dikembangkan melalui akuaponik adalah
tanaman lebih hijau, segar, awet, dan tidak mudah menguning. Selain itu, sayuran
menjadi lebih sehat karena bersifat organik. Sebab, selama masa tanam sayuran
tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida, karena hanya menggunakan
limbah dari kol am sebagai pupuk alaminya. Tanaman yang bersifat organik juga
akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasaran bila dikembangkan dalam
skala besar, sedang bila dikonsumsi sendiri tentunya menjadi bahan makanan
yang sehat.
2.4.2. Pasir
Pasir adalah contoh bahan material yang berbentuk butiran. Butiran pasir,
umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir
adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya
dibentuk dari batu kapur. Hanya beberapa tanaman yang dapat tumbuh di atas
pasir, karena pasir memiliki rongga-rongga yang cukup besar. Pasir memiliki
warna sesuai dengan asal pembentukannya. Terdapat lima jenis pasir yaitu pasir
12
merah, pasir elod, pasir pasang, pasir beton dan pasir sungai. Diantara lima pasir
tersebut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pasir merah, Pasir merah atau
suka disebut Pasir Jebrod kalau di daerah Sukabumi atau Cianjur karena pasirnya
diambil dari daerah Jebrod Cianjur. Pasir merah diterapkan pada sistim drip irigasi
atau sistim tetes. tanaman terlihat nyaman dan berkembang dengan baik. hal ini
menjelaskan bahwa media tanam ini mampu mengatur suhu sehingga dapat
mengatur kelembapan dimana oksigen dan masih dapat diraih. Keungulan pasir
merah ini adalah dapat dipakai berulang ulang dan tidak hancur serta lengket
ditangan (Ratannanda, 2011).
2.5. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis bahwa, perlakuan media
tanam berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung (Ipomoea
aquatica) sebagai biofilter pada sistem akuaponik.
13
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca
Fakultas
Pertanian, Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Penelitian ini dimulai pada bulan
Maret sampai September 2017.
3.2. Bahan, Alat, dan Pembangunan Instalasi Akuaponik
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: benih
kangkung, ikan lele, pakan lele, pasir, zeolite, air, tangki water current 1.000 L.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah : bak, pipa talang
sebanyak 8 buah, pipa paralon, pompa air, penggaris 30 cm, timbangan, oven,
termometer, alat tulis.
3.3. Metode Penelitian
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
sederhana dengan 4 kali ulangan dan 6 perlakuan, dengan perlakuan komposisi
media tumbuh sebagai berikut:
A. Pasir
B. Pasir dan zeolit dengan rasio 1:1
C. Pasir dan zeolit dengan rasio 2:1
D. Pasir dan zeolit dengan rasio 3:1
E. Pasir dan zeolit dengan rasio 4:1
F. Pasir dan zeolit dengan rasio 5:1
Tabel 1. Sidik Ragam
Sumber Ragam
Ulangan
db
3
Perlakuan
7
Galat
21
JK
2
∑π‘₯𝑖
− 𝐹𝐾
𝑑
∑π‘₯𝑖²
− 𝐹𝐾
π‘Ÿ
JKT-JKU-JKP
KT
π½πΎπ‘ˆ
π‘‘π‘π‘ˆ
𝐽𝐾𝑃
𝑑𝑏𝑃
𝐽𝐾𝐺
𝑑𝑏𝐺
Fhitung
πΎπ‘‡π‘ˆ
𝐾𝑇𝐺
𝐾𝑇𝑃
𝐾𝑇𝐺
F0,05
3.07
2.49
14
Total
31
∑XiJi – FK
Keterangan : db galat = db total – db perlakuan – db ulangan
Kaidah Pengambilan Keputusan:
Jika Fhitung ≤ Ftabel
maka perlakuan seragam (tidak berbeda nyata); Tidak ada
pengaruh; Hipotesis nol (H0) diterima
Jika Fhitung> Ftabel
maka perlakuan tidak seragam (berbeda nyata); Hipotesis nol
(H0) ditolak.
Bila nilai Fhitung menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan uji
lanjutan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%, dengan rumus sebagai
berikut:
𝐾𝑇 πΊπ‘Žπ‘™π‘Žπ‘‘
π‘Ÿ
Sx
=√
SSR
= α.dbg.p
LSR
= SSR. Sx
Keterangan:
Sx
= Galat baku rata-rata (standar eror)
KTG
= Kuadrat Tengah Galat
r
= Jumlah ulangan pada tiap nilai tengah perlakuan yang diinginkan
SSR
= Studentized Significant Range
α
= Taraf nyata
dbg
= Derajat bebas galat
p
= Range (perlakuan)
LSR
= Least Significant Range
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1
Persiapan instalasi akuaponik
Tempat percobaan satu set instalasi akuaponik sepeerti pada Gambar 1
dipasangkan dan disusun delapan buah bak media tanam yang terbuat dari
talang PVC (12 cm x 12 cm) dengan panjang 100 cm dan tinggi 10 cm
diletakkan di atas rangka besi siku pendukung.
15
3.4.2 Penanaman ikan lele
Penanaman awal ikan dalam bak akuakultur bersamaan dengan penanaman
tanaman kangkung, yaitu ikan lele berukuran panjang tubuh sekitar 7 cm
dengan total bobot 1 kg. Setiap hari ikan diberikan pakan 4 kali, yaitu
pukul 07.00; 11.00; 15.00; dan 19.00. Pompa sirkulasi dihidupkan selama
berjalannya percobaan dan penambahan air hanya dilakukan bila
kedalamannya kurang dari 50 cm.
3.4.3
Persiapan media tanam
Mempersiapkan media sesuai perlakuan. Jenis pasir yang dipilih ialah
pasir kali yang telah dibesihkan dan telah lolos saringan 0,5 cm.
Sedangkan zeolit telah dipecah menjadi butiran yang berukuran 1-2 cm.
3.4.4 Penanaman tanaman kangkung
Penanaman kangkung darat dilakukan dengan menanam 10 bibit kangkung
darat pada setiap petak percobaan dengan jarak tanam maksimal 5 cm.
3.4.5 Pemeliharaan
Tindakan pemeliharaan tanaman kangkung dan ikan yang dilakukan
meliputi penyulaman, pemberian pakan ikan, penyiraman, pengendalian
hama dan penyakit.
3.4.6 Pemanenan
Pemanenan dilakukan yaitu ketika tanaman kangkung telah berumur 27
hari setelah tanam dengan dicabut.
3.5. Pengamatan
Parameter pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
pengamatan penunjang dan pengamatan utama.
3.5.1. Pengamatan Penunjang
Pengamatan penunjang adalah pengamatan data yang diperoleh tidak
dianalisis secara statistik. Data pengamatan penunjang ini bertujuan untuk
16
mengetahui faktor–faktor eksternal yang dapat berpengaruh selama penelitian
berlangsung, meliputi : organisme penggganggu tanaman dan ikan, suhu air dan
bobot awal dan akhir ikan pelih raan.
3.5.2. Pengamatan Utama
Pengamatan utama adalah pengamatan yang datanya dianalisis secara
statistik. Variabel yang diukur adalah:
1) Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai daun yang
tertinggi setelah diluruskan. Pengukuran dilakukan pada umur 1, 2 dan 3
minggu setelah tanam.
2) Jumlah daun
Jumlah daun dihitung dari rata-rata jumlah daun yang telah membuka
sempurna. Pengamatan ini dilakukan pada umur 1, 2 dan 3 minggu setelah
tanam.
3) Bobot basah tanaman
Bobot basah yaitu berat bagian tanaman segar yang memiliki nilai jual yaitu
bagian batang dan daun tanpa pengeringan. Batang dan daun tanaman yang
telah dicuci, ditiriskan. Air yang masih melekat diangin–anginkan lalu
timbang secara keseluruhan. Penimbangan ini dilakukan pada tanaman
berumur 27 hari atau pada saat pemanenan.
4) Nisbah pupus akar
Nisbah pupus akar yaitu perbandingan bobot kering bagian pupus (tajuk) dan
akar tanaman. Pengamatan dilakukan pada umur
27 hari setelah tanam.
Perhitungan nisbah pupus akar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
NPA =
bobot kering bagian atas tanaman
.
bobot kering akar tanaman
17
IV. HASIL PENELITIAN
4.1. Rancang-bangun Alat
Gambar 1. Rancangan dan bangunsatu set Instalasi Akuaponik.
Keterangan : (1) Bak akuakultur; (2) pompa sirkulasi air; (3) pipa air
menuju media tanaman; (4) 8 set bak media tanam; (5) pipa air
kembali akuakultur; (6) rangka besi sebagai pendukung struktur.
18
4.2. Pelaksanaan Percobaan
Gambar 2. Penempatan set akuaponik dalam naungan
19
4.3. Hasil Pengamatan
4.3.1. Foto pertumbuhan bibit tanaman kangkung
Gambar 3. Pertumbuhan bibit kangkung sebagai biofilter dalam sistem
akuaponik
20
4.3.2. Data hasil pengamatan :Tinggi tanaman dan Jumlah daun kangkung
Ulangan I
PERLAKUAN
A
9,83
B
10,6
C
11,25
D
11,08
E
10,6
F
10,9
TINGGI TANAMAN (cm)
JUMLAH DAUN
11
2
8
2
10
2
10
2
8
2
12
2
11
2
10
2
11
2
10
2
12
2
10
2
11
2
11
2
12,5
2
11,5
2
10
2
11,5
2
11
2
12,5
2
9,5
2
10
2
11
2
12,5
2
12,5
2
9,5
2
10
2
10
2
10
12
2
2
10,5
2
10
2
10,5
2
12,5
2
12,5
9,5
2
2
2
2
2
2
2
2
21
Ulangan II
PERLAKUAN
A
9,58
B
8,91
C
11,4
D
10,83
E
12,25
F
10,5
TINGGI TANAMAN (cm)
JUMLAH DAUN
11
2
6
2
9,5
2
10,5
2
9,5
2
11
2
10,5
2
10
2
11,5
2
10
2
10
2
10,5
2
11,5
2
11
2
10,5
2
11
2
13
2
11,5
2
12,5
2
11
2
11,5
2
8
2
11
2
11
2
12
2
13
2
12,5
2
12,5
2
12,5
2
11
2
11
2
7,5
2
12
2
10
2
11
2
11,5
2
2
2
2
2
2
2
22
Ulangan III
PERLAKUAN
A
10,8
B
9,41
C
8,91
D
9,83
E
11,05
F
11,13
TINGGI TANAMAN (cm)
JUMLAH DAUN
12
2
12,5
2
12
2
9,5
2
9,5
2
9,5
2
9
2
7,5
2
11
2
11
2
8,5
2
9,5
2
11
2
9
2
9
2
10
2
8,5
2
6
2
12
2
8
2
11
2
9,5
2
7
2
11,5
2
11
2
12
2
9,5
2
10
2
11
2
12,6
2
12,4
2
12,4
2
10
2
12
2
7
2
13
2
2
2
2
2
2
2
23
Ulangan IV
PERLAKUAN
A
9,75
B
11,06
C
10,5
D
9,45
E
10,7
F
9,88
TINGGI TANAMAN (Cm)
JUMLAH DAUN
11,5
2
10
2
10
2
8
2
9
2
10
2
10,5
2
10,5
2
12,9
2
11,5
2
10,5
2
10,5
2
7
2
7
2
8,5
2
10,6
2
8,5
2
9,7
2
9
2
10
2
10,5
2
9
2
8
2
10,2
2
9
2
10
2
11,2
2
11
2
12
2
11
2
9,8
2
11
2
7
2
9,5
2
11
2
11
2
2
2
2
2
2
2
24
DAFTAR PUSTAKA
Anggara, R. 2009. Pengaruh Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir.) Terhadap
Efek Sedasi Pada Mencit BALB/C. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Semarang.
Djuariah, D., 2006. Variabilitas Genetik, Heritabilitas dan Penampilan Fenotipik
50 Genotipe Kangkung Darat Di Dataran Medium. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran, Lembang.
Endut A, A Jusoh, N Ali, WB Wan Nik and A Hassan. 2009. Effect of Flow Rate
on Water Quality Parameters and Plant Growth of Water Spinach
(Ipomoea aquatica) in An Aquaponic Recirculating System. Desalination
and Water Treatment. Desalination Publication, (5): 19-28.
Fathulloh, A. S. dan Budiana, N. S., 2015. Akuaponik Panen Sayur Bonus Ikan.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Hartati, U, Suwarno, Faiza, C. Suwardi. 2001. Pengaruh Zeolit Terhadap
Perkecambahan Benih Duku (Lansium domesticum Correa).
http://respiratory.ipb.ac.id/handle/. Diakses pada tanggal 11 Mei 2016.
Haryoto. 2009. Bertanam Seledri secara Hidroponik. Yogyakarta: Kanisius
Lukito, A.M., 2002. Lele Ikan Berkumis Paling Populer. Jakarta: Agromedia.
Maria, G.M., 2009. Respon Produksi Tanaman Kangkung Darat (Ipomea reptans
Poir) Terhadap Variasi Waktu Pemberian Pupuk Kotoran Ayam. Jurnal
Ilmu Tanah 7(1) : 18-22.
Mas’ud, H., 2009. Sistem Hidroponik dengan Nutrisi dan Media Tanam Berbeda
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada. Program Studi Budidaya
Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako. Palu.
Nugroho, E. dan Sutrisno. 2008. Budidaya Ikan dan Sayuran dengan Sistem
Akuaponik. Jakarta: Penebar Swadaya.
Polii, M.G.M. 2009. Respon produksi tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans
Poir) terhadap variasi waktu pemberian pupuk kotoran ayam. Soil
Environment (1): 18-22.
Purnomo, A. 2006. Media Tanam Substrat. http://www.agungpurnomo.com/.
Diakses tanggal 02 Juli 2009.
Rafiee,G., dan Roos Saad, C. 2006. The Effect of Natural Zeolite (Clinoptiolite)
on Aquaponic Production of Red Tilapia (Oreochromis sp.) and Lettuce
(Lactuca sativa var. longifolia), and Improvement of Water Quality. J.
Agric. Sci. Technol. (8): 313-322
Rackocy, J.E., Bailey, D.S., Shultz., W.M., Cole, K.A. 2006. Development of an
Aquaponic System for the Intensive Production of Tilapia and Hydroponic
Vegetables. Universitiy of the Virgin Island Agricultural Experiment
Station. Kingshill, U.S Virgin Island.
25
Ratannanda, R., 2011. Penentuan Waktu Retensi Sistem Akuaponik Untuk
Limbah Budidaya Ikan Nila (Oreochromis sp.)P. Departemen Budidaya
Perairan FPIK IPB, Bogor.
Sumoharjo, 2010. Penyisihan limbah nitrogen pada pemeliharaan ikan nila
Oreochromis niloticus dalam sistem akuaponik : konfigurasi desain
bioreaktor. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tirta, I.G., 2005. Pengaruh Beberapa Jenis Media Tanam dan Pupuk Daun
terhadap Pertumbuhan Vegetatif Anggrek Jamrud (Dendrobium
macrophyllum A. Rich.). Jurnal Biodiversitas, (7):81-84.
Yizhou H., Rongxian B., Yisheng T . 2004 study on the carbon dioxide
hydrogenation to iso-alkanes over Fe-Zn-M/zeolite composite catalysts.
Fuel Process Technol.J., (8) :293-301
26
Download