Kode / Rumpun Ilmu : 161 / Agroteknologi LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN PROFESOR PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea aquatica) SEBAGAI BIOFILTER DALAM SIRKULASI AIR AKUAPONIK Oleh PROF. DR. H. BUDY RAHMAT, IR., MS - NIDN 0017115901 (Ketua) HJ. ENOK SUMARSIH, IR., MP - NIDN 0401086402 (Anggota) UNIVERSITAS SILIWANGI JULI, 2017 2 RINGKASAN Akuaponik adalah budidaya yang mengkombinasikan budidaya ikan dan tanaman dalam sistem sirkulasi air. Limbah berupa kotoran dan sisa pakan ikan dan atau yang dihasilkan oleh pemecahan mikroba dimanfaatkan oleh tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik (tanpa tanah). Pada sistem sirkulasi air, sisa dan limbah pakan ikan serta metabolit ikan menyediakan sebagian besar nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang dipulihkan (recover) oleh proses nitrifikasi dan penyerapan langsung oleh tanaman. Media tanam dan tanaman berfungsi sebagai biofilter dalam sirkulasi air sehingga air dapat digunakan lagi oleh budidaya ikan. Proses pemulihan air tersebut antara lain tergantung kepada kemampuan media tanam hidroponik menyerap dan memberikan nutrisi bagi tanaman. Oleh karena itu pemilihan jenis media tanam penting diketahui efektivitasnya bagi pertumbuhan tanaman dan fungsinya sebagai biofilter air budidaya ikan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh media tanam paling baik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung (Ipomoea aquatica) sebagai biofilter pada sistem akuaponik. Penelitian ini diawali dengan pembuatan satu set perangkat Akuaponik. Media tanam sebagai perlakuan disusun dalam percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) sederhana, yaitu perlakuan media tanam :A) pasir; B) media pasir : zeolit (1:1); C) media pasir + zeolit (2:1); D) media pasir + zeolit (3:1); E) media pasir + zeolit (4:1); dan F) media pasir + zeolit (5:1). Semua perlakuan diulang empat kali. Variabel pengamatan pertumbuhan tanaman yang diamati ialah: tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah, dan nisbah pupustanaman; serta pertambahan bobot ikan. Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis statistik dengan Uji-F dan dilanjutkan dengan Uji Beda Duncan sehingga data dapat diinterpretasi dan diperoleh kesimpulan. Kata kunci : akuaponik, biofilter, ikan, sirkulasi air, tanaman. 3 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akuaponik merupakan alternatif budidaya tanaman dan ikan dalam satu tempat, atau dengan kata lain akuaponik merupakan kombinasi antara akuakultur dan hidroponik yang mampu mendaur-ulang air bernutrisi dengan menggunakan sebagian kecil air untuk pertumbuhan ikan dan tanaman secara terpadu. Sistem ini hampir sama dengan mina padi yaitu budidaya ikan dan padi di suatu tempat (Fathulloh dan Budiana, 2015). Kini akuaponik menjadi teknik budidaya lebih modern, yaitu media tumbuh tanaman tidak di atas tanah, tetapi menggunakan media tanam seperti batu dan krikil sehingga cocok untuk kondisi perkotaan yang memiliki lahan sempit. Menjadi petani tidak harus di desa atau kampung dengan kebun yang luas. Di kota pun bisa, bahkan dengan memanfaatkan lahan terbatas. Banyak pilihan komoditas yang bisa di terapkan, baik sayuran atau ikan. Semua bisa dilakukan di satu tempat. Itulah akuaponik, praktis, mudah, dan bisa diusahakan di lahan sempit yang sangat cocok untuk kondisi masyarakat perkotaan (Rafiee dan Roos Saad, 2006). Sutrisno dan Nugroho (2008) mengemukakan bahwa, tanah sebagai media bercocok tanam memiliki beberapa kekurangan, yaitu bekerja tidak bersih, penggunaan nutrisi oleh tanaman kurang efisien, banyak gulma, dan pertumbuhan tanaman kurang terkontrol. Alternatif pemecahan masalah yaitu dengan mencari bahan selain tanah dan tanpa membutuhkan lahan yang luas untuk bercocok tanam. Berbagai bahan media tanam yang digunakan harus tetap mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga produktivitasnya dapat menjadi lebih baik. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh media pada sistem akuaponik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung (Ipomoea aquatica). 4 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut : sejaumanakan pengaruh jenis media terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung (Ipomoea aquatica) sebagai biofilter pada sistem akuaponik ? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung (Ipomoea aquatica) sebagai biofilter pada sistem akuaponik. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi: 1) Upaya penganekaragaman hasil dalam suatu wirausaha agribisnis, yaitu hasil dari budidaya ikan dan tanaman sekaligus. 2) Informasi bagi masyarakat sebagai solusi makin terbatasnya ketersediaan lahan untuk bercocok tanam. 1.5. Luaran Penelitian 1) Artikel hasil penelitian ini akan dipublikasi dalam Seminar Nasional VII Hasil-hasil Penelitian Pertanian di UGM 2) Pengayaan bahan ajar mata kuliah 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Mekanisme Kerja Akuaponik Akuaponik adalah kombinasi antara akuakultur dan hidroponik yang mampu mendaur ulang air bernutrisi dengan menggunakan sebagian kecil air untuk pertumbuhan ikan dan tanaman secara terpadu. Sistem ini hampir sama dengan mina padi, budidaya padi dan ikan di satu tempat. Istilah sistem budidaya ini di sebut tumpangsari. Akuakultur merupakan bagian dari pengelolaan air pada budidaya ikan di kolam. Fokus dalam akukultur adalah maksimalkan pertumbuhan ikan di dalam kolam pemeliharaan. Ikan di tebar dikolam dengan kepadatan yang tinggi. Tingkat penebaran yang tinggi yang mengakibatkan air menjadi mudah tercemar oleh kotoran ikan. Kotoran ikan ini membentuk ammonia yang beracun bagi ikan. Di sinilah peran peengelolaan air dengan pengaturan pH, oksigen terlarut, suhu, kuantitas, dan kualitas pakan. Hidroponik merupakan budidaya tanaman dengan sumber nutrisi berasal dari bahan kimia terlarut. Tanaman dipelihara di lingkungan “bebas tanah” dan disesuaikan dengan kebutuhannya. Factor penting yang perlu diperhatikan adalah memellihara lingkungan yang sehat bagi akar, pH air, dan oksigen terlarut (Fathulloh dan Budiana, 2015) Menurut Ratannanda (2011) akuaponik merupakan biointegrasi yang menghubungkan akuakultur berprinsip resirkulasi dengan produksi tanaman atau sayuran hidroponik. Oleh karena itu, akuaponik dirancang untuk memanfaatkan air yang mengandung nutrisi yang dikeluarkan langsung oleh ikan untuk diserap tanaman hidroponik yang diresirkulasi secara terus-menerus maupun secara berkala. Nugroho dan Sutrisno (2008) berpendapat bahwa, akuaponik adalah sistem budidaya yang mengkombinasikan ikan dan tanaman pada sistem sirkulasi air yang sama. Rokocy dkk. (2006) mengemukakan bahwa akuaponik adalah budidaya yang mengkombinasikan ikan dan tanaman dalam sistem sirkulasi. Nutrisi, yang dikeluarkan langsung oleh ikan atau yang dihasilkan oleh pemecahan mikroba limbah organik, diserap oleh tanaman dibudidayakan hidroponik (tanpa tanah). Pakan ikan menyediakan sebagian besar nutrisi yang 6 diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Sebagai akuakultur arus aliran melalui komponen hidroponik dari sistem sirkulasi, metabolit limbah ikan dihapus oleh nitrifikasi dan penyerapan langsung oleh tanaman, sehingga memperlakukan air yang mengalir kembali ke komponen ikan pengasuhan untuk digunakan kembali. 2.2. Tanaman Kangkung 2.2.1. Botani Tanaman Kangkung Tanaman kangkung (Ipomoea aquatica) merupakan tanaman yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun. Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-cabangnya akar menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60 hingga 100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 150 cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air (Djuariah, 2007). Berdasarkan klasifikasi tanaman kangkung di atas, maka secara morfologi tanaman kangkung memiliki dua varietas yaitu kangkung air dan kangkung darat. Kangkung darat mempunyai daun-daun yang panjang dengan ujung yang runcing, berwarna hijau keputih-putihan dan bunganya berwarna putih. Misal: sutera, Bangkok, dan lain-lain. Batang kangkung bulat dan berlubang, berbuku-buku, banyak mengandung air (herbacious) dari buku-bukunya mudah sekali keluar akar. Memiliki percabangan yang banyak dan setelah tumbuh lama batangnya akan menjalar (Polii, 2009). 2.1.3 Syarat Tumbuh 1) Iklim Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Kangkung darat (Ipomoea aquatica) dapat tumbuh pada daerah yang beriklim panas dan beriklim dingin. Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini berkisar antara 500-5000 mm/tahun, suhu yang cocok untuk tanaman kangkung yaitu berkisar antara 20-28°C. Pada musim hujan tanaman kangkung pertumbuhannya sangat cepat dan subur, asalkan di sekelilingnya tidak tumbuh rumput liar. Dengan demikian, kangkung pada umumnya kuat 7 menghadapi rumput liar, sehingga kangkung dapat tumbuh di padang rumput, kebun/ladang yang agak rimbun (Aditya, 2009). Tanaman kangkung membutuhkan lahan yang terbuka atau mendapat sinar matahari yang cukup. Di tempat yang terlindung (ternaungi) tanaman kangkung akan tumbuh memanjang (tinggi) tetapi kurus-kurus. Kangkung sangat kuat menghadapi panas terik dan kemarau yang panjang. Apabila ditanam di tempat yang agak terlindung, maka kualitas daun bagus dan lemas sehingga disukai konsumen. Suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian tempat, setiap naik 100 m tinggi tempat, maka temperatur udara turun 1 derajat C (Aditya, 2009). 2) Media Tanam Kangkung darat (Ipomoea aquatica) menghendaki tanah yang subur, gembur banyak mengandung bahan organik dan tidak dipengaruhi keasaman tanah. Tanaman kangkung darat tidak menghendaki tanah yang tergenang, karena akar akan mudah membusuk. Sedangkan kangkung air membutuhkan tanah yang selalu tergenang air. Tanaman kangkung membutuhkan tanah datar bagi pertumbuhannya, sebab tanah yang memiliki kelerengan tinggi tidak dapat mempertahankan kandungan air secara baik (Haryoto, 2009). 3) Ketinggian Tempat Kangkung dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) ± 2000 meter dpl. Baik kangkung darat maupun kangkung air, kedua varietas tersebut dapat tumbuh di mana saja, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Hasilnya akan tetap sama asal jangan dicampur aduk (Anggara, 2009). 2.3. Ikan Lele Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan spesies kerabat lele dumbo. Keunggulan lele sangkuriang dibanding lele dumbo adalah fekunditas telur yang lebih banyak. Keunggulan paling penting adalah nilai konversi pakan atau FCR lele sangkuriang yang berada pada kisaran 0,8 –1 sedangkan untuk lele dumbo nilai konversi pakannya lebih dari 1 (Khairuman dan Amri, 2008). 8 Ikan lele memiliki organ pernapasan tambahan yang disebut arbo rescent sehingga memungkinkan untuk mengambil oksigen langsung dari udara dan mampu bertahan hidup dengan kadar oksigen terlarut yang rendah (Khairuman dan Amri, 2008). Sistem resilkulasi dalam akuaponik mempunyai 5 komponen dasar yang meliputi biota air dikolam budidaya terjaga, mengatur suhu, adanya penambahan oksigen terlarut, penyaringan kotoran atau partikel, serta biofilter agar ammonia yang dihasilkan oleh ikan menurun dengan bantuan bakteri aerob yang mengubah ammonia menjadi nitrit dan nitrat. 2.4. Media Akuaponik Sistem akuaponik dalam prosesnya menggunakan air dari tangki atau kolam ikan, kemudian disirkulasikan kembali melalui suatu pipa yang mana tanaman akan ditumbuhkan. Jika dibiarkan di dalam tangki, air justru akan menjadi racun bagi ikan-ikan di dalamnya. Bakteri nitrifikasi merubah limbah ikan sebagai nutrien yang dapat dimanfaatkan tanaman. Kemudian tanaman ini akan berfungsi sebagai filter vegetasi, yang akan mengurai zat racun tersebut menjadi zat yang tidak berbahaya bagi ikan. Jadi, inilah siklus yang saling menguntungkan. Secara umum, akuaponik menggunakan sistem resirkulasi. artinya memanfaatkan kembali air yang telah digunakan dalam budidaya ikan dengan filter biologi dan fisika berupa tanaman dan medianya. resirkulasi yang digunakan berisi kompartemen pemeliharaan dan kompartemen pengolahan air. Penggunaan bahan-bahan filter, misalnya batu zeolit, lempung, kerikil, atau pasir sebagai substrat bakteri yang mampu mengatasi dan mengatur kelebihan senyawasenyawa nitrogen berbahaya untuk ikan pada sistem akuaponik. Dengan demikian, tanaman berfungsi sebagai biofilter untuk menyerap amonia, nitrat, nitrit, dan fosfor yang berbahaya untuk ikan, jadi air yang bersih kemudian dapat dialirkan kembali ke bak ikan. Biasanya, sistem pengolahan air tersusun atas kompartemen dekantasi, kompatemen filtrasi, kompartemen oksigenasi, dan kompartemen strerilisasi (Fathullah dan Budiana, 2015), 9 Mas’ud (2009) menyatakan bahwa Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan dan hasil selada (Lactuca sativa L) pada nutrisi dan media tanam berbeda secara hidroponik. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Birobuli Kecamatan Palu Selatan dengan ketinggian tempat ± 84 m dpl, suhu ratarata 34,14oC dan kelembaban rata-rata 55,4%, yang dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2008. Data percobaan dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah perlakuan nutrisi yang terdiri dari tiga taraf yaitu Nutrisi AB Mix, Nutrisi Nederland dan Nutrisi Buatan Sendiri. Faktor kedua adalah perlakuan media tanam yang terdiri dari tiga taraf yaitu Pasir, Pasir dan Arang Sekam (1 : 1) serta Pasir dan Arang Sekam (3 : 1). Nutrisi buatan sendiri dan media tanam pasir memberikan hasil terbaik bagi pertumbuhan dan hasil selada sehingga diperoleh berat segar tajuk tanaman selada 152,18 gram per pohon. Masing-masing media tanam memiliki karakteristik khas dengan keunggulan dan kekurangan tertentu. Untuk menghasilkan media tanam ideal yang sesuai untuk tanaman, maka dapat dilakukan pengkombinasian beberapa media tanam. Pengkombinasian ragam media tanam akan menghasilkan media tanam baru dengan karakteristik baru. Campuran beberapa media tanam harus menghasilkan struktur sesuai dengan perakaran tanaman yang akan di tanam (Purnomo, 2006). Media akuaponik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu zeolite dan pasir merah. 2.4.1. Zeolit Hasil penelitian Hartati dkk. (2001) menunjukkan bahwa media zeolit paling baik digunakan sebagai media pengujian viabilitas dan vigor benih duku. Media zeolit memberikan nilai daya berkecambah (83,6 %) dan kecepatan tumbuh (68,6 % KN/etmal) tertinggi bila dibandingkan dengan media lainnya. Hal ini dikarenakan zeolit mempunyai kemampuan menyerap dan melepaskan kembali air secara reversible serta mempunyai nilai daya hantar listrik yang rendah. Kedua sifat tersebut merupakan sifat yang dibutuhkan bagi media tanam benih duku. Disamping itu, keunggulan lain zeolit sebagai media tanam adalah nilai Kapasitas 10 Tukar Kation (KTK) tinggi serta struktur kristal stabil. Sifat tersebut memungkinkan zeolit dapat digunakan lebih dari satu kali sebagai media pengujian. Berbeda dengan media pasir membutuhkan pencucian, pengeringan, dan sterilisasi kembali sebelum digunakan untuk pengujian selanjutnya. Sifat khas dari zeolit sebagai mineral yang berstruktur tiga dimensi, bermuatan negatif, dan memiliki pori-pori yang terisi ion-ion K, Na, Ca, Mg dan molekul H2O, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran ion dan pelepasan air secara bolak-balik. Penelitian tentang perilaku pengaruh bahan induk zeolitik serta perilaku mineral zeolite terhadap perlakuan aktifasi, pertukaran kation serta selektifitas penyerapan kation untuk dapat mempelajari proses yang berkaitan dengan reaksi fisik dan kimia di dalam tanah di Indonesia relatif sangat langka. Selanjutnya dilaporkan bahwa batuan zeolitik-Cikembar mengandung mineral zeolit mordenit 19,5% dan klinoptilolite 7,05%; batuan zeolitik-Bayah mengandung mineral zeolit mordenit 38,8% dan klinoptilolite 18,9%; batuan zeolitik- Cikalong mengandung mineral zeolit mordenit 63,1% dan klinoptilolite 10,0%; kadar K dan Fe tertinggi dari batuan zeolitik-Cikembar masing-masing 3,81 K2O% dan 2,59 Fe2O3%, batuan zeolitik-Bayah mengandung Ca tertinggi 1,83%; sedangkan zeolit-Cikalong Na2O tertinggi 1,10% dan MgO 0,92%. Zeolit adalah mineral aluminosilikat mikroporous dengan rasio Si/Al sebesar 1,23 yang umum digunakan sebagai adsorben untuk pemurniaan air danlimbah, namun dalam perkembangannya pada akhir – akhir ini dikembangkan sebagai katalis heterogen untuk sintesis biodiesel. Zeolit bervariasi pada struktur permukaan pori dan medan listriknya, hal tersebut yang menyebabkan zeolit memiliki perbedaan sifat katalisnya (Yizhou dkk., 2004). Media tanaman yang paling efektif digunakan untuk akuaponik adalah zeolit. Zeolit berfungsi sebagai filter dan juga media tanam untuk tanaman. Sedangkan untuk budidaya ikan yang paling bagus untuk menunjang akuaponik adalah budidaya ikan lele, sebab lele menghasilkan kotoran ikan yang lebih banyak dibandingkan jenis ikan lainnya. lele juga termasuk ikan yang konsumsi pakannya tinggi. Dengan adanya konsumsi pakan yang tinggi, otomatis akan menghasilkan kotoran yang banyak pula akibat sisa pakan yang tidak termakan. 11 Banyaknya kotoran yang dikeluarkan oleh ikan lele dan sisa pakan yang mengendap di kolam menjadikan pertumbuhan tanaman menjadi sangat cepat (Rafee dan Roossaad, 2006). Teknik pengelolaan air dengan aquaponik pada budidaya ikan dan tanaman,akan dihasilkan kotoran nitrogen dan posfor) yang akan menjadi pupuk bagi tanaman melalui pemanfaatan air limbah dari bak aquaponik sehingga kebutuhan pupuk dan air tidak lagi menjadi masalah dan akan menekan biaya produksi. Biaya yang terpangkas dari program ini selain berasal dari biaya bahan baku air dan pupuk juga tiadanya upah tenaga kerja untuk pemeliharaan. Di lain pihak budidaya ikan dengan teknik aquaponik juga berpotensi meningkatkan produksi ikan terlebih lagi apabila dilakukan dengan pengelolaan yang intensif misalnya dengan suplementasi probiotik yang dapat meningkatkan kecernaan pakan dan menekan bakteri patogen. Percobaan yang dilakukan oleh Widyastuti, dkk. (2012) selama dua bulan, didapatkan pertumbuhan bobot ikan lele yang meningkat lebih berat 12,7 dibandingkan tanpa pemberian probiotik. Keuntungan untuk hasil panen dari sayuran yang dikembangkan melalui akuaponik adalah tanaman lebih hijau, segar, awet, dan tidak mudah menguning. Selain itu, sayuran menjadi lebih sehat karena bersifat organik. Sebab, selama masa tanam sayuran tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida, karena hanya menggunakan limbah dari kol am sebagai pupuk alaminya. Tanaman yang bersifat organik juga akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasaran bila dikembangkan dalam skala besar, sedang bila dikonsumsi sendiri tentunya menjadi bahan makanan yang sehat. 2.4.2. Pasir Pasir adalah contoh bahan material yang berbentuk butiran. Butiran pasir, umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Hanya beberapa tanaman yang dapat tumbuh di atas pasir, karena pasir memiliki rongga-rongga yang cukup besar. Pasir memiliki warna sesuai dengan asal pembentukannya. Terdapat lima jenis pasir yaitu pasir 12 merah, pasir elod, pasir pasang, pasir beton dan pasir sungai. Diantara lima pasir tersebut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pasir merah, Pasir merah atau suka disebut Pasir Jebrod kalau di daerah Sukabumi atau Cianjur karena pasirnya diambil dari daerah Jebrod Cianjur. Pasir merah diterapkan pada sistim drip irigasi atau sistim tetes. tanaman terlihat nyaman dan berkembang dengan baik. hal ini menjelaskan bahwa media tanam ini mampu mengatur suhu sehingga dapat mengatur kelembapan dimana oksigen dan masih dapat diraih. Keungulan pasir merah ini adalah dapat dipakai berulang ulang dan tidak hancur serta lengket ditangan (Ratannanda, 2011). 2.5. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis bahwa, perlakuan media tanam berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung (Ipomoea aquatica) sebagai biofilter pada sistem akuaponik. 13 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai September 2017. 3.2. Bahan, Alat, dan Pembangunan Instalasi Akuaponik Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: benih kangkung, ikan lele, pakan lele, pasir, zeolite, air, tangki water current 1.000 L. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah : bak, pipa talang sebanyak 8 buah, pipa paralon, pompa air, penggaris 30 cm, timbangan, oven, termometer, alat tulis. 3.3. Metode Penelitian Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana dengan 4 kali ulangan dan 6 perlakuan, dengan perlakuan komposisi media tumbuh sebagai berikut: A. Pasir B. Pasir dan zeolit dengan rasio 1:1 C. Pasir dan zeolit dengan rasio 2:1 D. Pasir dan zeolit dengan rasio 3:1 E. Pasir dan zeolit dengan rasio 4:1 F. Pasir dan zeolit dengan rasio 5:1 Tabel 1. Sidik Ragam Sumber Ragam Ulangan db 3 Perlakuan 7 Galat 21 JK 2 ∑π₯π − πΉπΎ π ∑π₯π² − πΉπΎ π JKT-JKU-JKP KT π½πΎπ πππ π½πΎπ πππ π½πΎπΊ πππΊ Fhitung πΎππ πΎππΊ πΎππ πΎππΊ F0,05 3.07 2.49 14 Total 31 ∑XiJi – FK Keterangan : db galat = db total – db perlakuan – db ulangan Kaidah Pengambilan Keputusan: Jika Fhitung ≤ Ftabel maka perlakuan seragam (tidak berbeda nyata); Tidak ada pengaruh; Hipotesis nol (H0) diterima Jika Fhitung> Ftabel maka perlakuan tidak seragam (berbeda nyata); Hipotesis nol (H0) ditolak. Bila nilai Fhitung menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan uji lanjutan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%, dengan rumus sebagai berikut: πΎπ πΊππππ‘ π Sx =√ SSR = α.dbg.p LSR = SSR. Sx Keterangan: Sx = Galat baku rata-rata (standar eror) KTG = Kuadrat Tengah Galat r = Jumlah ulangan pada tiap nilai tengah perlakuan yang diinginkan SSR = Studentized Significant Range α = Taraf nyata dbg = Derajat bebas galat p = Range (perlakuan) LSR = Least Significant Range 3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Persiapan instalasi akuaponik Tempat percobaan satu set instalasi akuaponik sepeerti pada Gambar 1 dipasangkan dan disusun delapan buah bak media tanam yang terbuat dari talang PVC (12 cm x 12 cm) dengan panjang 100 cm dan tinggi 10 cm diletakkan di atas rangka besi siku pendukung. 15 3.4.2 Penanaman ikan lele Penanaman awal ikan dalam bak akuakultur bersamaan dengan penanaman tanaman kangkung, yaitu ikan lele berukuran panjang tubuh sekitar 7 cm dengan total bobot 1 kg. Setiap hari ikan diberikan pakan 4 kali, yaitu pukul 07.00; 11.00; 15.00; dan 19.00. Pompa sirkulasi dihidupkan selama berjalannya percobaan dan penambahan air hanya dilakukan bila kedalamannya kurang dari 50 cm. 3.4.3 Persiapan media tanam Mempersiapkan media sesuai perlakuan. Jenis pasir yang dipilih ialah pasir kali yang telah dibesihkan dan telah lolos saringan 0,5 cm. Sedangkan zeolit telah dipecah menjadi butiran yang berukuran 1-2 cm. 3.4.4 Penanaman tanaman kangkung Penanaman kangkung darat dilakukan dengan menanam 10 bibit kangkung darat pada setiap petak percobaan dengan jarak tanam maksimal 5 cm. 3.4.5 Pemeliharaan Tindakan pemeliharaan tanaman kangkung dan ikan yang dilakukan meliputi penyulaman, pemberian pakan ikan, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit. 3.4.6 Pemanenan Pemanenan dilakukan yaitu ketika tanaman kangkung telah berumur 27 hari setelah tanam dengan dicabut. 3.5. Pengamatan Parameter pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengamatan penunjang dan pengamatan utama. 3.5.1. Pengamatan Penunjang Pengamatan penunjang adalah pengamatan data yang diperoleh tidak dianalisis secara statistik. Data pengamatan penunjang ini bertujuan untuk 16 mengetahui faktor–faktor eksternal yang dapat berpengaruh selama penelitian berlangsung, meliputi : organisme penggganggu tanaman dan ikan, suhu air dan bobot awal dan akhir ikan pelih raan. 3.5.2. Pengamatan Utama Pengamatan utama adalah pengamatan yang datanya dianalisis secara statistik. Variabel yang diukur adalah: 1) Tinggi tanaman Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai daun yang tertinggi setelah diluruskan. Pengukuran dilakukan pada umur 1, 2 dan 3 minggu setelah tanam. 2) Jumlah daun Jumlah daun dihitung dari rata-rata jumlah daun yang telah membuka sempurna. Pengamatan ini dilakukan pada umur 1, 2 dan 3 minggu setelah tanam. 3) Bobot basah tanaman Bobot basah yaitu berat bagian tanaman segar yang memiliki nilai jual yaitu bagian batang dan daun tanpa pengeringan. Batang dan daun tanaman yang telah dicuci, ditiriskan. Air yang masih melekat diangin–anginkan lalu timbang secara keseluruhan. Penimbangan ini dilakukan pada tanaman berumur 27 hari atau pada saat pemanenan. 4) Nisbah pupus akar Nisbah pupus akar yaitu perbandingan bobot kering bagian pupus (tajuk) dan akar tanaman. Pengamatan dilakukan pada umur 27 hari setelah tanam. Perhitungan nisbah pupus akar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: NPA = bobot kering bagian atas tanaman . bobot kering akar tanaman 17 IV. HASIL PENELITIAN 4.1. Rancang-bangun Alat Gambar 1. Rancangan dan bangunsatu set Instalasi Akuaponik. Keterangan : (1) Bak akuakultur; (2) pompa sirkulasi air; (3) pipa air menuju media tanaman; (4) 8 set bak media tanam; (5) pipa air kembali akuakultur; (6) rangka besi sebagai pendukung struktur. 18 4.2. Pelaksanaan Percobaan Gambar 2. Penempatan set akuaponik dalam naungan 19 4.3. Hasil Pengamatan 4.3.1. Foto pertumbuhan bibit tanaman kangkung Gambar 3. Pertumbuhan bibit kangkung sebagai biofilter dalam sistem akuaponik 20 4.3.2. Data hasil pengamatan :Tinggi tanaman dan Jumlah daun kangkung Ulangan I PERLAKUAN A 9,83 B 10,6 C 11,25 D 11,08 E 10,6 F 10,9 TINGGI TANAMAN (cm) JUMLAH DAUN 11 2 8 2 10 2 10 2 8 2 12 2 11 2 10 2 11 2 10 2 12 2 10 2 11 2 11 2 12,5 2 11,5 2 10 2 11,5 2 11 2 12,5 2 9,5 2 10 2 11 2 12,5 2 12,5 2 9,5 2 10 2 10 2 10 12 2 2 10,5 2 10 2 10,5 2 12,5 2 12,5 9,5 2 2 2 2 2 2 2 2 21 Ulangan II PERLAKUAN A 9,58 B 8,91 C 11,4 D 10,83 E 12,25 F 10,5 TINGGI TANAMAN (cm) JUMLAH DAUN 11 2 6 2 9,5 2 10,5 2 9,5 2 11 2 10,5 2 10 2 11,5 2 10 2 10 2 10,5 2 11,5 2 11 2 10,5 2 11 2 13 2 11,5 2 12,5 2 11 2 11,5 2 8 2 11 2 11 2 12 2 13 2 12,5 2 12,5 2 12,5 2 11 2 11 2 7,5 2 12 2 10 2 11 2 11,5 2 2 2 2 2 2 2 22 Ulangan III PERLAKUAN A 10,8 B 9,41 C 8,91 D 9,83 E 11,05 F 11,13 TINGGI TANAMAN (cm) JUMLAH DAUN 12 2 12,5 2 12 2 9,5 2 9,5 2 9,5 2 9 2 7,5 2 11 2 11 2 8,5 2 9,5 2 11 2 9 2 9 2 10 2 8,5 2 6 2 12 2 8 2 11 2 9,5 2 7 2 11,5 2 11 2 12 2 9,5 2 10 2 11 2 12,6 2 12,4 2 12,4 2 10 2 12 2 7 2 13 2 2 2 2 2 2 2 23 Ulangan IV PERLAKUAN A 9,75 B 11,06 C 10,5 D 9,45 E 10,7 F 9,88 TINGGI TANAMAN (Cm) JUMLAH DAUN 11,5 2 10 2 10 2 8 2 9 2 10 2 10,5 2 10,5 2 12,9 2 11,5 2 10,5 2 10,5 2 7 2 7 2 8,5 2 10,6 2 8,5 2 9,7 2 9 2 10 2 10,5 2 9 2 8 2 10,2 2 9 2 10 2 11,2 2 11 2 12 2 11 2 9,8 2 11 2 7 2 9,5 2 11 2 11 2 2 2 2 2 2 2 24 DAFTAR PUSTAKA Anggara, R. 2009. Pengaruh Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir.) Terhadap Efek Sedasi Pada Mencit BALB/C. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Djuariah, D., 2006. Variabilitas Genetik, Heritabilitas dan Penampilan Fenotipik 50 Genotipe Kangkung Darat Di Dataran Medium. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. Endut A, A Jusoh, N Ali, WB Wan Nik and A Hassan. 2009. Effect of Flow Rate on Water Quality Parameters and Plant Growth of Water Spinach (Ipomoea aquatica) in An Aquaponic Recirculating System. Desalination and Water Treatment. Desalination Publication, (5): 19-28. Fathulloh, A. S. dan Budiana, N. S., 2015. Akuaponik Panen Sayur Bonus Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. Hartati, U, Suwarno, Faiza, C. Suwardi. 2001. Pengaruh Zeolit Terhadap Perkecambahan Benih Duku (Lansium domesticum Correa). http://respiratory.ipb.ac.id/handle/. Diakses pada tanggal 11 Mei 2016. Haryoto. 2009. Bertanam Seledri secara Hidroponik. Yogyakarta: Kanisius Lukito, A.M., 2002. Lele Ikan Berkumis Paling Populer. Jakarta: Agromedia. Maria, G.M., 2009. Respon Produksi Tanaman Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir) Terhadap Variasi Waktu Pemberian Pupuk Kotoran Ayam. Jurnal Ilmu Tanah 7(1) : 18-22. Mas’ud, H., 2009. Sistem Hidroponik dengan Nutrisi dan Media Tanam Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada. Program Studi Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako. Palu. Nugroho, E. dan Sutrisno. 2008. Budidaya Ikan dan Sayuran dengan Sistem Akuaponik. Jakarta: Penebar Swadaya. Polii, M.G.M. 2009. Respon produksi tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans Poir) terhadap variasi waktu pemberian pupuk kotoran ayam. Soil Environment (1): 18-22. Purnomo, A. 2006. Media Tanam Substrat. http://www.agungpurnomo.com/. Diakses tanggal 02 Juli 2009. Rafiee,G., dan Roos Saad, C. 2006. The Effect of Natural Zeolite (Clinoptiolite) on Aquaponic Production of Red Tilapia (Oreochromis sp.) and Lettuce (Lactuca sativa var. longifolia), and Improvement of Water Quality. J. Agric. Sci. Technol. (8): 313-322 Rackocy, J.E., Bailey, D.S., Shultz., W.M., Cole, K.A. 2006. Development of an Aquaponic System for the Intensive Production of Tilapia and Hydroponic Vegetables. Universitiy of the Virgin Island Agricultural Experiment Station. Kingshill, U.S Virgin Island. 25 Ratannanda, R., 2011. Penentuan Waktu Retensi Sistem Akuaponik Untuk Limbah Budidaya Ikan Nila (Oreochromis sp.)P. Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB, Bogor. Sumoharjo, 2010. Penyisihan limbah nitrogen pada pemeliharaan ikan nila Oreochromis niloticus dalam sistem akuaponik : konfigurasi desain bioreaktor. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tirta, I.G., 2005. Pengaruh Beberapa Jenis Media Tanam dan Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan Vegetatif Anggrek Jamrud (Dendrobium macrophyllum A. Rich.). Jurnal Biodiversitas, (7):81-84. Yizhou H., Rongxian B., Yisheng T . 2004 study on the carbon dioxide hydrogenation to iso-alkanes over Fe-Zn-M/zeolite composite catalysts. Fuel Process Technol.J., (8) :293-301 26