Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Evaluasi Penggunaan Minyak Ikan Dalam Proses Pembesaran Clown Fish Amphiprion percula Sedercor Melatunan, La Irwan Ode dan Shelly Pattipeiluhu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura, Jl. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon 97233 email: [email protected] Abstract Sedercor Melatunan, La Irwan Ode, Shelly Pattipeiluhu. 2013. Evaluation to the Use of Fish Oil in Enhance Growth of Clown Fish Amphiprion percula. Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. Feed enrichment in aquaculture has been known since long time ago which intended to enhance concentrations of important nutrients within natural food in order to promote growth and diseases resilience. In general, the enrichment of natural feed for aquaculture organisms are mainly to increase fatty acid and amino acid groups which essential for metabolism and growth. However, to date, the effective application of feed enrichment in aquaculture is rare to be evaluated for better understanding whether it‟s capable to stimulate growth and resilience capacity to diseases. Hence, this study was aimed at evaluating the usage of enriched pellet with fish oil (Scott Emulsion and Curcuma-plus) in enhancing growth of juvenile Clown Fish Amphiprion percula in aquarium for 30 days. ANCOVA test shows that neither pellets enriched with Scott Emulsion nor Curcuma-plus significantly affected the growth rates of Clown Fish. However, further correlation test indicates that the enriched artificial fish feed with Scott Emulsion promoted better growth (r =98) in compare to those that fed with Curcuma-plus (r =0.89) as well as to control (r =0.62) condition. Moreover, Specific Growth Rates (SGR) of Clown Fish also shown better growth fed pellet enriched with Scott Emulsion (33%) particularly in the final 2-weeks than those that fed with Curcuma-plus and none enriched feed. Other findings of this study, the water quality of salinity, pH and dissolved oxygen were also negatively affects to the growth of Clown Fish A. percula. It is advisable that the use of Scott Emulsion in feed enrichment for aquaculture organisms is more profitable than that of Curcuma-plus mainly in stimulating growth of Clown Fish from juvenile to commercial size prior to sale them as ornament fish. Keywords: Clown fish; Enrichment; Fish oil; Growth; Pellet; Water quality Abstrak Pengkayaan pakan dalam usaha budidaya perikanan sudah dikenal sejak lama dimaksudkan untuk meningkatkan kandungan beberapa elemen nutrisi penting dalam pakan alami sebagai upaya mempercepat laju pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit. Unsur penting yang biasanya dikayakan dalam pakan alami seperti kelompok asam lemak (fatty acid) dan asam amino (amino acid) yang sangat esensial untuk metabolism dan pertumbuhan. Namun sejauh ini penggunaan pakan yang dikayakan belum banyak dievaluasi untuk mengetahui seberapa efektif pakan tersebut mampu mengstimuli pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit pada ikan yang dibudidayakan. Penelitian dengan menggunakan rancangan faktorial ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan minyak ikan Scott„s Emulsion dan Curcuma-plus yang sering digunakan oleh masyarakat dalam meningkatkan pertumbuhan ikan Clown Amphiprion percula yang dipelihara di dalam aquarium selama 30 hari. Uji statistik menggunakan Analisis Keragaman menunjukan bahwa baik Scott„s Emulsion maupun Curcuma-plus tidak memberikan efek signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ikan Clown. Akan tetapi uji korelasi terhadap masing-masing jenis pakan yang dikayakan baik dengan Scott„s Emulsion maupun Curcuma-plus menunjukan nilai korelasi yang lebih besar pada Scott„s Emulsion (r =0,98) dibandingkan dengan Curcuma-plus (r =0,89) maupun kontrol (0,62). Laju pertumbuhan spesifik (Specific Growth Rates - SGR) juga menunjukan bahwa persentase pertumbuhan ikan Clown yang diberi Scott„s Emulsion pada minggu terakhir lebih baik (33%) dibandingkan dengan pertumbuhan ikan yang diberi Curcuma-plus maupun pakan yang tidak dikayakan. Temuan lain dari penelitian juga mengindikasikan bahwa kualitas air seperti salinitas, pH dan oksigen terlarut secara negatif mempengaruhi pertumbuhan ikan Clown A. percula. Disimpulkan bahwa penggunaan Scott„s Emulsion masih lebih menguntungkan dibandingkan dengan Curcuma-plus terutama untuk proses pembesaran ikan Clown dari tingkat juvenile sampai ukuran komersial untuk dipasarkan sebagai ikan hias. Kata kunci: Ikan clown; Pengkayaan; Minyak ikan; Pertumbuhan; Pakan pelet; Kualitas air 274 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Pendahuluan Usaha budidaya ikan hias akhir-akhir ini menunjukan angka yang menggembirakan karena permintaan pasar yang tinggi baik nasional maupun internasional. Nilai ekspor ikan hias nasional pada tahun 2009 telah mencapai US$ 1,0 juta per tahun (Virdhani, 2013) dan meningkat cukup tajam pada tahun 2011 mencapai US$ 13,262 juta. Dibandingkan dengan potensi lestari ikan hias Indonesia yang cukup tinggi yaitu sebesar US$ 65 juta yang artinya pemanfaatannya baru sebesar 20% (Trobos, 2013). Selama ini budidaya ikan di Indonesia masih di prioritaskan bagi usaha pembesaran dan pembenihan ikan konsumsi sementara ikan hias belum memiliki tempat khusus dalam perdagangan produk perikanan (KKP 2013). Padahal permintaan pasar ikan hias Indonesia sangat tinggi terutama di pasaran Eropa dan tingginya permintaan ini di dasari oleh bentuk dan ukuran yang sangat eksotis dengan warna yang lebih cerah dibandingkan dengan ikan hias dari negara Asia lainnya. Ikan hias Indonesia umumnya dipasok dari daerah-daerah seperti Papua dan Kalimantan karena jenis-jenis ikan dari daerah ini sangat spesifik dan jarang atau tidak ditemukan di daerah lain. Terdapat kurang lebih 650 spesis ikan hias air laut di dunia dan 18% dari jumlah tersebut berada di perairan karang di Indonesia (KKP, 2013). Dibandingkan dengan budidaya ikan hias air tawar, perkembangan budidaya ikan hias air laut di Indonesia sangat lambat. Hal ini diakibatkan oleh proses pembudidayaan ikan hias air laut yang lebih kompleks, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pasar umumnya ikan hias air laut dikumpul oleh masyarakat untuk selanjutnya dijual ke pedagang pengumpul. Kondisi ini tentu saja berakibat bukan hanya pada populasi di alam yang terus berkurang, tetapi rantai pemasaranpun akan terganggu akibat ketersediaan stok yang tidak berkesinambungan. Upaya untuk mereduksi dampak menurunnya populasi dan menjaga stabilitas rantai pemasaran yang baik adalah melalui usaha budidaya (Trobos, 2013). Budidaya ikan clown Biak Amphiprion percula merupakan salah satu upaya selain untuk tujuan komersial juga untuk mencegah gangguan terhadap ekosistem pantai akibat penangkapan yang berlebihan di alam. Diperkirakan, dalam setahun populasi ikan clown Biak A. percula di alam berkurang sekitar 25% hanya untuk tujuan komersial (Buston, 2003). Ikan clown umumnya hidup bersimbiotis dengan daerah pantai berkarang yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan (Chapman et al., 1997) maupun akibat dari pengelolaan perairan turumbu karang yang tidak ramah lingkungan, misalnya pengambilan karang, penggunaan bahan-bahan beracun dan buangan limbah (Gordon, 1999). Ganguan lingkungan pada ekosistem terumbu karang akan berdampak pada populasi ikan clown atau sebaliknya gangguan populasi ikan clown juga berdampak pada kehidupan terumbu karang itu sendiri. Balai Budidaya Laut – Ambon (BBL – A) sebagai salah satu unit pembenihan ikan laut di wilayah Maluku sejak beberapa tahun terakhir mulai mengupayakan pembenihan ikan hias air laut A. percula. Namun, kendala yang dihadapi dalam proses pembesaran benih ikan ini adalah lambatnya pertumbuhan dalam wadah pemeliharaan. Gordon (1999) mengemukakan bahwa walaupun ikan Clown dapat beradaptasi secara cepat dengan jenis pakan dan omnifora, namun pakan yang tidak memiliki jumlah ransom yang sesuai akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan kelulushidupan ikan Clown A. percula. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa ransom pakan ikan harus memenuhi standar nutrisi termasuk konsentrasi asam lemak (fatty acid) yang tinggi (Bureau, 2002). Namun fatty acid gampang mengalami degradasi pada temperatur ruangan yang agak tinggi dan berfluktuasi selain pH (Shahidi dan Zhong, 2005). Selain itu, kondisi kualitas air yang rendah secara sinergistik akan memperlambat pertumbuhan serta kemampuan hidup ikan clown ini. Upaya untuk memperbaiki kondisi diatas telah dilakukan oleh BBL-A melalui pengkayaan pakan buatan (pellet) dengan variasi minyak ikan (Fish Oil), namun investigasi terhadap penggunaan bahan-bahan pengkaya ini belum diselidiki sampai seberapa besar manfaatnya dalam mengstimulasi pertumbuhan benih ikan clown A. percula. Penelitian ini di desain untuk mengevaluasi effect penggunaan minyak ikan Scott‟s Emulsion (SE) dan Curcuma Plus (CU) dalam mengstimulasi kecepatan tumbuh ikan clown dalam wadah terkontrol (under captivity). Parameter kualitas air seperti; suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH air juga diukur untuk mengetahui apakah pertumbuhan ikan clown A. percula juga di pengaruhi oleh spesifik parameter tersebut. 275 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Material dan Metode Unit mesocosm Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium BBL-A selama 30 hari (Februari–Maret 2013). Rancangan percobaan faktorial dengan matriks 2 x 3 (2 perlakuan+kontrol dan 3 kali pengulangan) mengikuti prosedur yang dikemukakan oleh Melatunan et al. (2011) and Pushparaj et al. (2011). Sembilan kontainer plastik kapasitas 16 L (ukuran Ø 11 x 25 cm), masing-masing telah dilengkapi dengan selang plastik (Ø 6.0 mm) yang telah diberi batu pemberat untuk suplai oksigen. Untuk menjaga kandungan oksigen yang sama dan merata pada masing-masing kontainer, pada selang juga dipasang pengatur suplai oksigen (katup plastik). Selama periode penelitian, parameter kualitas diukur setiap hari meliputi; suhu dan salinitas air dengan menggunakan oksigen meter (OAKTON DO 300 Series, Eutech Instrumen Ptc.,Ltd., Singapore), salinitas menggunakan refraktometer (S-Mill- E, Atago Co.,LTD, Jepang) dan pH menggunakan pH-meter (pH Tester HI 98107, Hanna Instrument Ltd., Romania). Pengkayaan pakan dan pertumbuhan ikan Clown Sebanyak 10 ekor benih ikan clown A. percula dengan ukuran panjang antara 2 – 3 cm (diperoleh dari BBL-A, benih F1) dimasukan kedalam masing-masing kontainer plastik. Ikan diaklimatisasi selama 3 hari untuk menghilangkan efek stress akibat dari pemindahan dan pengukuran sebelum dimasukan ke unit mesocosm. Selama periode aklimatisasi, sampel ikan diberi makan dengan pellet tanpa pengkayaan dan parameter kualitas air dijaga tetap stabil. Setelah di pindahkan dalam mesocosm, sampel ikan diberi makan tiga kali sehari ad libitum dalam interval waktu yang sama yaitu pagi, siang dan sore menggunakan pellet (Otohime S1, Marubeni Nisshin Feed Co., Ltd, Tokyo, Jepang ) yang telah dikayakan menggunakan minyak ikan Scott‟s Emulsion (Glaxso Smith Kline, PT. Sterling Products, Jakarta, Indonesia) dan Curcuma Plus (SOHO, PT. Soho Industri Pharmasi, Jakarta, Indonesia) serta tanpa pengkayaan (kontrol). Berat pakan harian diberikan diambil sebesar 10% dari bobot tubuh ikan yang dipelihara dalam masing-masing kontainer. Pakan selanjutnya dikayakan menggunakan pelet yang telah dicampur terlebih dahulu dengan minyak ikan SE dan CU dan dibiarkan selama 10 menit dengan perbandingan 0,1:1,0 (0,06 g minyak ikan:0,34 g pellet). Pengukuran pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan pertambahan berat (g) dan pertambahan panjang (cm) yang diukur seminggu sekali untuk menghindari stress ikan menggunakan millimeter blok yang telah dilaminasi. Proses pengukuran dilakukan dengan cara memasukan millimeter blok kedalam kontainer perlahan-lahan mendekati sampel ikan yang akan diukur kemudian dibaca pada ukuran panjang dari dinding luar kontainer. Teknik ini telah diuji coba berulang-kali sebelum kegiatan penelitian ini berlangsung dan hasil pembacaan tidak berbeda dengan menggunakan kaliper. Analisis data Data dianalisis secara bertingkat menggunakan uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test) terhadap data berat sampel ikan. Efek pengkayaan pakan terhadap pertumbuhan berat ikan dilakukan menggunakan Nested ANCOVA. Tanki pemeliharaan atau kontainer di-nested dengan jenis pakan yang dikayakan dan ukuran berat awal sampel ikan digunakan sebagai covariate. Uji perbandingan (Posthoc comparison test) antara setiap pakan dengan menggunakan Bonferroni test pada selang kepercayaan (CI) 95% dan uji korelasi (“r”) untuk melihat efek dari masing-masing pakan terhadap pertumbuhan (berat) ikan. Hubungan antara masing-masing parameter kualitas air terhadap pertambahan berat ikan juga di hitung menggunakan analisis regresi linier (Zar, 1984) dengan persamaan: Y = α + βX + ε 276 (1) Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 dimana; Y = pertumbuhan, α = konstanta atau intercept, β = koefisien pertumbuhan, X = parameter kualitas air, dan ε = error, maupun dengan menggunakan analisis regresi non-linier (parabolic regression analisys for best-fit test) sesuai Tomasevic et al. (2009) dengan persamaan: Y = α + β1Xi + β2Xi2 + ε (2) dimana; Y=Pertumbuhan, α=Konstanta atau intercept, β1, β2 = koefisien pertumbuhan untuk setiap n data,X1, X2 = Parameter kualitas air rata-rata untuk setiap n data, ε = error dan i =1, 2, 3,.., n. Laju pertumbuhan spesifik (SGR) untuk mengukur variasi pertumbuhan mingguan dihitung dengan menggunakan rumus yang digunakan oleh Houde (1989): SGR = Ln (W2 – W1) / t2 – t1 x 100% (3) Dimana; SGR = specific growth rates, W2 = berat akhir, W1 = berat awal, t2 = waktu pada saat pengukuran akhir dan t1 = waktu pada saat pengukuran awal. Keseluruahn analisis data statistik menggunakan program komputer statistik SPSS 20. Hasil dan Pembahasan Pertambahan berat Uji terhadap konsistensi data menunjukan nilai variansi yang besar mengindikasikan tidak adanya keseragaman data pertumbuhan pada masing-masing perlakuan (Levenes test, F6,65 = 2.651; P< 0,023), namun uji normalitas menunjukan bahwa data terdistribusi secara normal (KolmogorovSmirnov test Z= 1,13; P= 0,158). Uji lanjut menggunakan nested ANCOVA memperlihatkan bahwa pengkayaan pakan ternyata tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap pertambahan berat ikan clown (Gambar 1; Tabel 1). Rata-rata pertambahan berat ikan clown yang diberi makan SE = 0,47 ± 0,018 g (mean ± sε) lebih tinggi dibandingkan dengan CU = 0,46 ± 0,023 g dan C = 0,42 ± 0,034 g, namun perbedaan pertumbuhan ini tidak secara signifikan berbeda. Tidak adanya efek signifikan dari pakan yang diberikan kemungkinan diakibatkan oleh variasi data pertumbuhan yang cukup tinggi baik pada perlakuan pakan menggunakan Scott‟s Emulsion, Curcuma Plus maupun pada kontrol (Tabel 1). Gambar 1. Pertambahan berat (g) ikan clown Amphiprion percula yang dipelihara selama 30 hari (4 minggu) pada akuarium dengan kombinasi pakan yang dikayakan menggunakan minyak ikan SE (hitam), CU (abu-abu) dan kontrol (putih). Nilai pertambahan berat dalam rata-rata (±SE), perbedaan pertambahan berat signifikan pada selang kepercyaan 95% (P< 0,05) yang ditunjukan dengan huruf “A” sesuai dengan estimasi rata-rata angka marginal (EMM) menggunakan posthoc test Bonferroni. Akan tetapi yang lebih penting bahwa efek tangki/kontainer tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ikan Clown yang biasanya terdeteksi pada kebanyakan penelitian manipulatif (Melatunan et al., 2013). 277 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Tabel 1. Uji statistic nested ANCOVA terhadap pertumbuhan ikan clown A. percula menggunakan 3 jenis pakan yang berbeda (dikayakan dengan Scott‟s Emulsion, Curcuma Plus dan kontrol). Sumber Df MS F P Pakan 2 21,95 1,01 0,439 Tangki 4 21,89 1.36 0,258 Covariate 1 65,36 4,06 0,048* * Efek signifikan. Selain itu, pertambahan berat ikan clown secara signifikan dipengaruhi oleh ukuran berat awal (covariate) seperti terlihat pada Table 1, sehingga ketidakseragaman ukuran berat awal bisa menjadi pemicu terhadap variasi bertambahan berat yang semakin besar. Perlu dipahami bahwa ikan clown A. percula merupakan hermaphrodite protandrous yaitu mengalami perubahan organ reproduksi dari jantan menjadi betina dalam interval waktu, ukuran tertentu dan adanya pemicu (Hoff, 1996). Perubahan organ reproduksi dari jantan ke betina biasanya membutuhkan integrasi proses energetic dan sistem metabolism yang sangat kompleks (Gordon, 1999). Akibatnya sebagian energi yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan somatik mengalami kehilangan demi tercapainya proses transformasi organ reproduski (Gordon, 1999). Selain itu, ukuran individu ikan clown yang lebih kecil dalam kelompok cenderung mengalami tekanan (stress) dan kurang memperoleh makanan akibat diserang oleh individu/kelompok ikan yang ukurannya lebih besar, dan lebih sering berada di permukaan air. Kondisi ini diduga menjadi salah satu pemicu tingginya variasi ukuran dan menghambat pertumbuhan walaupun telah diberikan pakan yang memenuhi kebutuhan minimum untuk merangsang pertumbuhan. Beberapa kasus unik lainnya pada ikan clown A. percula adalah ketika jumlah pasangan dalam tangki pemeliharaan tidak seimbang, maka akan terjadi pasangan yang secara aktif terus memilih diantara mereka. Hal ini berakibat terhadap tingginya biaya energetik (energetic cost) untuk mobilisasi baik untuk menyerang atau mempertahankan diri dan pasangannya (Wilkens, 1998; Gordon, 1999). Sekalipun hasil uji statistik ANCOVA menunjukan tidak adanya pengaruh signifikan antara pakan yang dikayakan menggunakan Scott‟s Emulsion dan Curcuma Plus terhadap pertumbuhan, namun uji korelasi untuk membandingkan tingkat efektifitas dari kedua jenis pakan ini secara mingguan menunjukan bahwa penggunaan Scott‟s Emulsion masih lebih baik dibandingkan dengan Curcuma Plus. Terlihat pada Gambar 2, bahwa nilai korelasi antara pakan yang dikayakan menggunakan Scott‟s Emulsion (r= 0.98; P<0,05) lebih besar dari pengkayaan pakan menggunakan Curcuma Plus (r = 0,89, P<0,05) dalam meningkatkan pertumbuhan ikan clown. Hasil uji korelasi diatas juga didukung oleh pertumbuhan spesifik (SGR) pada ikan clown A. percula selama periode penelitian (Gambar 3). Gambar 2. “Best fit test” dengan menggunakan regresi polynomial untuk menguji hubungan (korelasi) antara pertambahan berat ikan clown Biak A. percula yang dipelihara selama 4 minggu pada tangki/kontainer dengan kombinasi pakan yang dikayakan menggunakan minyak SE (biru), CU (merah) dan kontrol (hitam). Persamaan regresi polynomial untuk SE (biru); y =-0.004x2+0.061x + 0,34, r = 0,98, P<0,05; CU (merah); y = -0,0071x2 + 0,072x + 0,32, r = 0,89; dan C (hijau); y = 0,0143x2 – 0,0657x + 0,46, r = 0, 9258, P<0,05. 278 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Pertumbuhan spesifik yang ditunjukan oleh gambar 3 menjelaskan bahwa aplikasi kedua jenis pakan yang telah dikayakan masing-masing dengan Scott‟s Emulsion dan Curcuma Plus memiliki pola pertumbuhan walaupun sama dibanding dengan pakan yang tidak dikayakan, akan tetapi, pada akhir periode penelitian (pada minggu ke 3–4) terlihat bahwa pertumbuhan spesifik secara signifikan pada ikan clown yang mengkonsumsi pakan pellet yang telah dikayakan dengan Scott‟s Emulsion lebih besar (33,12%) dibandingkan dengan ikan yang mengkonsumsi Curcuma Plus dan tanpa pengkayaan. Gambar 3. Specific Growth Rates (%) ikan clown A. percula yang dipelihara selama 4 minggu pada akuarium dengan kombinasi pakan yang dikayakan menggunakan minyak ikan SE (hitam), CU (abu-abu) dan kontrol (garis putus-putus). Namun, perlu juga dipertimbangkan bahwa pertumbuhan ikan clown juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seperti keturunan dan kebiasaan hidup (ontogenetic proses dan life history), umur, jenis kelamin, metabolisme dan faktor bawaan (genetics), selain kualitas air, jenis pakan dan komposisi nutrien yang dikandungnya secara berturut-turut (Houde, 1989; Gordon, 1999) Hubungan kualitas air dan pertambahan berat Pengukuran kualitas air menunjukan rata-rata suhu dalam tangki/kontainer pemeliharaan selama periode penelitian sebesar 28,08±0,07ºC (rata-rata ± sε) atau berkisar antara 27,11–29,00oC. Uji korelasi dengan menggunakan persamaan regresi linier (r=0,28; P>0,05) menunjukan tidak adanya korelasi yang kuat antara parameter suhu dan pertambahan berat ikan clown yang dipelihara selama 30 hari (Gambar 4A). Rata-rata nilai salinitas di dalam media tangki/kontainer pemeliharaan sebesar 31,8±0,09 ppt dengan kisaran antara 30,00–33,00 ppt, sedangkan pH cenderung bersifat alkalis/basa dengan nilai rata-rata sebesar 8,33± 0.01 unit dengan kisaran 8,30–8,50 unit. Uji korelasi menggunakan regresi linier dan polynomial terhadap pertambahan berat ikan clown dan salinitas (r = 0,83; P<0,05) (Gambar 4B) serta pH (r = 0,91; P<0,05) (Gambar 4C) menunjukan hubungan yang sangat kuat yaitu masing-masing sebesar 83% dan 91% berturut-turut untuk salinitas dan pH. Nilai rata-rata oksigen terlarut sebesar 5,63±0,03 mg/L dengan kisaran antara 5,32–6,08 mg/L. Selanjutnya, dengan menggunakan uji korelasi antara kandungan oksigen terlarut terhadap pertambahan berat ikan clown (r = 0,75; P=0,052) terlihat adanya korelasi negatif yang marginal (Gambar 4D). 279 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Gambar 4. Hubungan antara pertambahan berat ikan Clown A. percula dan parameter kualitas air seperti; A) suhu air dihitung menggunakan regresi linier (y= -0,9314x + 32,702; R2 = 0.08, P>0.05), B) salinitas menggunakan regresi linier (y= -4,2041x + 142,19, R2= 0,69, P<0,05), C) pH menggunakan regresi polynomial (y= -721,94x2 + 12067x – 50416, R2 = 0,83, P< 0,05), dan D) oksigen terlarut menggunakan regresi linier (y= -12,529x + 75,83, R2= 0.55, P= 0,052). Suhu memegang peranan vital bagi semua makhluk hidup terutama menjaga fungsi homeostatis pada sistem metabolism dan reaksi kimia (enzyme reactions) termasuk redoks (Hill et al., 2008). Angilletta (2009) menyatakan bahwa peranan suhu bukan hanya terbatas pada reaksi kimia dan metabolism semata, tetapi juga dihubungkan dengan pola pertumbuhan makhluk hidup baik yang bersifat temporal dan spasial, bertahan hidup maupun untuk bereproduksi. Umumnya, larva ikan dan juvenile memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan suhu perairan (Houde, 1989). Setiap kenaikan suhu perairan dapat mereduksi aktifitas makan, memicu terjadinya hipoksia dan meningkatkan stress pada ikan sampai pada kematian (Hill et al., 2008). Hasil penelitian ini menunjukan adanya kecenderungan penurunan pertambahan berat ikan clown A. percula sejalan dengan meningkatnya suhu air, namun penurunan ini tidak signifikan. Hal ini dapat dipahami bahwa kisaran suhu perairan sangat kecil berfluktuasi (< 2,0ºC) dan berada pada kisaran hidup suhu optimum ikan clown (25,0–28,0ºC) untuk bertumbuh dan bereproduksi (Randall et al., 1997), walaupun sebenarnya A. percula ini memiliki toleransi terhadap suhu perairan yang tinggi seperti suhu pada habitat hidup mereka di perairan pantai (Hoff, 1996). Ikan clown umumnya mampu hidup pada perairan pantai yang memiliki salinitas ekstrim dimana pada saat air pasang salinitas ikut naik begitupun menurun pada saat air surut karena masukan air tawar dan bahan-bahan organik dari darat (Davenport dan Vahl, 1979). Tingginya salinitas perairan mengakibatkan bertambahnya tekanan osmolaritas dalam darah (blood osmolality), naiknya konsentrasi bikarbonat pada ekstraselular kompartemen dan menurunnya jumlah cairan dalam jaringan tissue mengakibatkan produksi energi sel menjadi terganggu (Genz, 2010). Gradien kinetik dan tekanan pada katup sel (ion channel) juga mengalami peningkatan sehingga transportasi ion-ion antara intra- dan ekstra-seluler kompartemen harus menggunakan pompa ion yang membutuhkan energi yang besar untuk menjaga fungsi homeostatis (Hill et al., 2008). Dengan naiknya salinitas mengakibatkan menurunnya produksi energi karena jumlah cairan sebagai substrat pembentuk energi juga berkurang (Genz, 2010). Kondisi ini mengganggu pertumbuhan akibat alokasi energi yang terbatas yang mungkin juga dialami oleh A. percula dalam penelitian ini. Selain itu, kenaikan salinitas diatas 32,0 ppt atau dengan kenaikan 1,0 ppt dari ambient salinitas menyebabkan laju pertumbuhan ikan Clown menurun, mengindikasikan bahwa A. percula memiliki kemampuan osmoregulasi yang terbatas dalam mengatur pertukaran ion antara sel mebran. Jika dibandingkan A. akallopisos yang dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik pada salinitas perairan antara 30,00–35,00 ppt (Dhaneesh et al., 2011), atau dibandingkan dengan A. sebae yang hidup pada perairan dengan salinitas antara 22,0–24,0 ppt (Devenport dan Vahl, 1979), kemampuan regulasi tekanan osmotic A. percula berada diantara kedua spesis dalam genus Amphiprion. Selain itu, ontogenetik informasi (life history) dari ikan Clown yang diteliti merupakan generasi ke-1 (F1) dari induk yang telah dibudidayakan dan beradaptasi pada kondisi laboratorium dengan fluktuasi salinitas yang rendah (antara 30,0–31,0 ppt), sehingga naiknya salinitas sebesar 1,0 ppt telah cukup mengganggu tekanan osmotik dan mengganggu pertumbuhan ikan ini. 280 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Dibandingkan dengan suhu dan salinitas, ikan Clown A. percula sangat sensitif terhadap perubahan keasaman atau pH perairan (Gambar 4A). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pH optimum untuk pertumbuhan ikan Clown A. percula berada pada kisaran 8,35–8,40 unit. Diatas atau dibawah nilai optimum pH yang diatas mempengaruhi pertumbuhan ikan Clown ini, walaupun sebenarnya beberapa spesis dalam genus Amphiprion memiliki toleransi terhadap pH yang lebih besar seperti A. sebae (Hill et al., 2008) maupun A. akallopisos (Dhaneesh et al., 2011) yang dapat hidup dengan baik pada pH < 8,0 unit. Biasanya kemampuan toleransi terhadap pH diatur oleh kemampuan metabolisme dalam mengkompensasikan dan/atau mereduksi konsentrasi ion karbonat (Ca2+) dan bikarbonat (HCO3-) dalam citoplasma (Hill et al., 2008). Sebagai contoh, pada saat pH perairan menurun, maka konsentrasi ion hidrogen (H+) meningkat dan menyebabkan kesetimbangan asam-basa terganggu pada citoplasma. Disini proses metabolisme bergeser dari aerobik menjadi anaerobik demi menjaga fungsi homeostasis atau yang biasanya disebut metabolisme aksidosis. Oleh karena itu, naiknya ion bikarbornat menjadi penghalang (buffer) bagi penurunan pH yang lebih jauh yang dapat menyebabkan kerusakan pada struktur epitalial (Melatunan et al., 2011). Sebaliknya, pada saat kenaikan pH perairan menyebabkan naiknya ion carbonate dan tekanan gradient dalam citoplasma. Untuk itu, pertukaran gas (CO2) dalam plasma darah melalui proses respirasi perlu diturunkan sehingga akumulasi CO2 mampu meningkatkan proton (hidrogen) untuk mengsubtitusi kenaikan ion carbonat pada citoplasma (Leef et al., 2005). Mengamati kemampuan toleransi yang rendah terhadap fluktuasi pH kemungkinan besar disebabkan oleh faktor lain seperti tingginya konsentrasi ammonia yang menyebabkan A. percula harus meningkatkan sensitifitas terhadap perubahan pH yang kecil seperti yang ditemui pada beberapa hewan terrestrial (Ollanrewaju et al., 2007), walaupun hal ini perlu dibuktikan lebih jauh. Oksigen sebagai parameter kualitas air yang penting bagi semua organisme laut dalam mendukung kehidupan (survive), bertumbuh dan bereproduksi (Hill et al., 2008). Oksigen merupakan ion pembentuk energi dalam sel yang diabsorbsi dari media air melalui mekanisme yang kompleks insang, epitelial dan selanjutnya di transport melalui darah ke seluruh sel (Hill et al. 2008). Menurunnya konsentrasi oksigen pada lingkungan perairan dibawah ambang batas toleransi mengakibatkan kebutuhan oksigen dalam jaringan tubuh organisme air tidak terpenuhi dengan baik, sehingga pembentukan energi juga tidak dapat berlangsung dengan sempurna. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kandungan oksigen terlarut rata-rata pada media pemeliharaan ikan Clown berada pada kisaran aman lebih besar dari yang diisyaratkan oleh Pushparaj et al. (2011) pada kisaran 4,5–5,0 mg/L. Namun, terlihat pada Gambar 4D, bahwa kenaikan konsentrasi oksigen terlarut malah menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan ikan Clown A. percula. Beberapa fenomena fisiologis dapat mengakibatkan tidak terpengaruhnya peningkatan konsentrasi oksigen terlarut pada media air terhadap pertumbuhan karena; 1) ketidakmampuan A. percula dalam melakukan pertukaran gas (gas exchange) karena mekanisme fisiologi yang tidak mendukung (Hill et al. 2008), 2) oksigen larut telah bercampur dengan gas-gas beracun seperti ammonia yang tidak terionisasi Pushparaj et al. (2011), dan 3) A. percula memiliki metabolisme yang rendah sehingga meningkatnya kandungan oksigen meningkatkan pula tekanan parsial (PO2-oxygen saturated) (Hill et al., 2008). Terpisah dari ke-3 kondisi diatas, rendahnya pertumbuhan akibat meningkatnya O2 diduga ada kaitannya dengan kemampuan toleransi yang rendah terhadap perubahan pH. Terlihat disini mekanisme fisiologi yang dimiliki oleh A. percula berada pada status metabolik alkalosis. Sehingga, untuk mereduksi dampak meningkatnya konsentrasi ion karbonat, A. percula menurunkan laju respirasi sehingga pertukaran gas antara tubuh dan lingkungan perairan menurun dan akumulasi CO2 meningkat. Alhasil, meningkatnya CO2 menurunkan pH pada plasma darah, tetapi hal ini tidak boleh berlangsung lama karena dapat mengakibatkan pergeseran metabolism secara drastis dari alkalis ke aksidosis yang sangat berbahaya terutama bagi organisme yang tidak memiliki mekanisme kompensasi maupun kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Kesimpulan dan Saran Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa poin yaitu; penggunaan pengkayaan pakan buatan (pellet) dengan menggunakan minyak ikan secara statistik tidak berbeda baik 281 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 penggunaan Scott‟s Emulsion maupun Curcuma Plus. Pada awal penggunaan pakan yang telah dikayakan dengan menggunakan minyak ikan Scott‟s Emulsion dan Curcuma Plus membutuhkan waktu tertentu untuk proses adaptasi mengakibatkan proses pertumbuhan ikan clown Amphiprion percula terganggu pada dua minggu pemeliharaan pertama, namun pada minggu ke- 3–4 akselari pertumbuhan terlihat meningkat dan secara relatif lebih besar pada ikan clown yang mengkonsumsi pakan pellet yang dikayakan dengan menggunakan Scott‟s Emulsion. Pengaruh kualitas air seperti kadar salinitas, pH dan oksigen ternyata secara signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan clown A. percula. Pengaruh ini disebabkan oleh berbagai internal faktor seperti fungsi-fungsi fisiologi, metabolisme, umur, ukuran, jenis kelamin dan faktor keturunan yang tidak terdata dalam penelitian ini. Untuk itu sebagai saran, penelitian-penelitian lanjutan yang difokuskan pada aspek fisiologi, genetika dan sifat ikan clown A. percula perlu ditelusuri lebih mendalam sehingga pengembangan potensi budidaya ikan hias sebagai salah satu penopang bagi pengembangan ekonomi nasional dapat dicapai dalam waktu yang relatif singkat. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Kepala Balai Budidaya Laut Ambon yang telah menyediakan tempat termasuk fasilitas laboratorium selama kegiatan penelitian ini berlangsung. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teknisi pada Balai Budidaya Laut Ambon khususnya pada Bapak Abdul Gani dan Bapak Erdy Asmaul Basir yang telah membantu dalam penyediaan sampel ikan dan terlibat dalam pengukuran parameter kualitas air. Laporan ini dilaksanakan pada saat Sedercor Melatunan dan Shelly Pattipeiluhu memperoleh dana penelitian MP3EI oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2013 untuk penelitian rekayasa genetika pada finfish dan bagian hasil dari penilitian ini akan menjadi masukan penting bagi kajian penelitian MP3EI dimaksud. Daftar Pustaka Angilletta, M.J.Jr. 2009. Thermal adaptation: A theoretical and empirical synthesis. Oxford University Press, 289 pp. Bureau, D.P., J. Gibson and A. El-Mowafi. 2002. Review: Use of animal fats in aquaculture feeds. In: Cruz-Suárez, L. E., Ricque-Marie, D., Tapia-Salazar, M., Gaxiola-Cortés, M. G., Simoes, N. (Eds.). Avances en Nutrición Acuícola VI. Memorias del VI Simposium Internacional de Nutrición Acuícola. 3 al 6 de Septiembre del 2002. Cancún, Quintana Roo, México. Buston, P.M. 2003. Mortality is associated with social rank in the Clown Anemon fish (Amphirion Percula). Marine Biology, 134: 811-815. http://leg.ebd.csic,es. Chapman, F.A., S.A. Fritz-Coy, E.M. Thunberg and C.M. Adams. 1997. United States trade in ornamental fish. Journal of World Aquaculture Society, 28: 1–10. Dhaneesh, K.V., K.N. Devi, T.T.A. Kumar, T. Balasubramanian and K. Tissera. 2011. Breeding, embryonic development and salinity tolerance of Skunk clownfish Amphiprion akallopisos. Journal of King Saud University – Science, doi:10.1016/j.jksus.2011.03.005 Davenport, J. and O. Vahl. 1979. Responses of the fish Blennius pholis to fluctuating salinity. Marine Ecology Progress Series, 1: 101–107. Genz, J. 2010. Physiological effects of salinity in teleost fish. Thesis Doctor. University of Miami, Florida, USA. 183 pp. Gordon, A.K. 1999. The effects of diet and age-at-weaning on growth and survival of Clownfish Amphiprion percula (PISCES: POMACENTRIDAE). Master‟s thesis. Rhodes University, Germany, 97 pp. Hill, R.W., G.A. Wyse and M. Anderson. 2008. Animal physiology. Sinauer Associates, Inc., Sunderland, Massachusetts, USA. 760 pp. Hoff, F.H. 1996. Conditioning, spawning and rearing of fish with emphasis on marine clownfishes. Aquaculture Consultants, Inc. Dade City, Florida. 212 pp. Houde, E.D. 1989. Comparative growth, mortality, and energetics of marine fish larvae: temperature and implied latitudinal effects. Fishery Bulletin, U.S., 87: 471–495. 282 Konferensi Akuakultur Indonesia 2013 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2013. Budidaya ikan hias potensial dikembangkan. Berita, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, RI., 1 p. Leef, M. J., J.O. Harris and M.D. Powell. 2005. Respiratory pathogenesis of amoebic gill disease (AGD) in experimentally infected Atlantic salmon Salmo salar. Diseases of Aquatic Organisms, 66: 205– 213. Melatunan, S., P. Calosi, S.D. Rundle, J.A. Moody and S. Widdicombe. 2011. Exposure to elevated temperature and Pco reduces respiration rate and energy status in the periwinkle Littorina littorea. Physiological and Biochemical Zoology, 84: 583–594. Melatunan, S., P. Calosi, S.D. Rundle, S. Widdicombe and J.A. Moody. 2013. Effects of ocean acidification and elevated temperature on shell plasticity and its energetic basis in an intertidal gastropod. Marine Ecology Progress Series, 472: 155–168. Olanrewaju, H.A., J.P. Thaxton, W.A. Dozier, J. Purswell, S.D. Collier and S.L. Branton. 2007. Interactive effects of ammonia and light intensity on hematochemical variables in broiler chickens. Poultry Science, 87:1407–1414. Pushparaj, A., U. Ramesh and P. Ambika. 2011. Effect of probiont on the growth and food utilization of Clownfish Amphiprion sebae (Bleeker, 1853)). International Journal of Applied Biology and Pharmaceutical Technology, 3: 1–6. Randall, J., G. Allen and R. Steene. 1997. Fishes of the Great Barrier Reef and Coral Sea. Bathurst: Crawford House Publishing. Shahidi, F. and Y. Zhong. 2005. Lipid oxidation: Measurement method. Bailey‟s Industrial Oil and Fat Products, Sixth Edition, Eight Volume Set. John Wiley & Sons, Inc. 29 pp. Tomaševic, N., M. Tomaševic and T. Stanivuk. 2009. Regression analysis and approximation by means of Chebyshev Polynomial. INFO, 1058: 166–172. Trobos. 2013. Yang laris yang tidak digubris. Trobos aqua, Media Agbribisnis Peternakan dan Perikanan, Edisi 15 Februari –14 Maret 2013. Virdhani, M.H. 2013. Sektor riil: Ekspor ikan hias RI hampir tembus USD 1 juta/tahun. Sindo News, Terbitan 14 Juli 2013. Wilkens, J.D. 1998. Clownfishes. Microcosm, Shelburne, Vermont. 240 pp. Zar, J.H. 1984. Biostatistical analysis. 3rd edition. Prentice Hall, New Jersey, USA. 662 pp. 283