BAB VII PERSEPSI PEGAWAI MENGENAI PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN LURAH TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI Penerapan gaya kepemimpinan seorang lurah mempengaruhi efektivitas organisasi kelurahan. Berikut adalah pernyataan pegawai di dua kelurahan yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan lurah mempengaruhi keberhasilan kelurahan. “Ya berpengaruh. Kepemimpinan sama keberhasilan kelurahan itu berhubungan. Kalo memimpinnya baik, lurahnya bisa menempatkan diri, bisa memotivasi stafnya untuk bekerja lebih baik, maka kinerja kelurahannya juga bisa lebih baik. Mungkin karena dianya dari sarjana hukum, dalam berbicara dan penyelesaian, apa aja selalu tegas. Dalam menghadapi masalah-masalah, misalnya ada komplain dari warga beliau bisa menyelesaikan dengan baik, tanpa kekerasan.” (LS, 38 tahun) “Menurut saya keberhasilan kelurahan tidak terlepas dari peran lurah dalam memimpin para stafnya. Hal ini apabila pemimpin dapat mengayomi dan memahami stafnya.” (LP, 47 tahun) “Jelas berpengaruh. Karena kan kepemimpinan atau leadership. Jadi me-manage. Kan banyak pemimpin tapi ga bisa memimpin. Tapi alhamdulillah yang ini bisa.” (RA, 50 tahun) “Iya berpengaruh. Jadi kita bekerja sama dia tuh lega. Tidak ada beban.” (HS, 53 tahun) “Ya iyalah. Pada prinsipnya kalo pak lurahnya ga jelas ya jadi ga jelaslah. Beliau terbiasa di organisasi. Jadi kayaknya dia udah tau celah-celahnya. Kapan harus begini-begitu. Tapi tidak berpengaruh secara mutlak. Ada dua kepemimpinan kalo menurut saya. Ada yang cuma baik di luar, tapi di dalam bobrok. Ada yang baik dua-duanya. Nah pa lurah ini berusaha untuk menjaga dua-duanya. Di dalam baik dan diluar pun baik. ” (AB, 26 tahun) “Pengaruh kepemimpinan menurut saya gimana orangnya, pribadinya. Kadang kala ada lurah dengan kebutuhannya maen makan aja ada. Banyak tuh. Yang kayak gitu ga akan berhasil.” (Ga, 56 tahun) Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas dapat diketahui pandangan beberapa pegawai bahwa gaya kepemipinan mempengaruhi keberhasilan suatu kelurahan. Pengaruh yang ditimbulkan pemimpin itu dilatarbelakangi dari kepribadian pemimpin, pengalaman berorganisasi, cara me-manage, dan cara 80 berhubungan dengan bawahan dan warganya. Pendapat minoritas mengenai tidak ada pengaruh antara gaya kepemimpinan dengan keberhasilan kelurahan diungkapkan oleh AM. Menurut AM keberhasilan kelurahan terlihat dari keberhasilan tugas-tugas yang dilaksanakan pegawainya. Tugas tersebut sesuai dengan keputusan walikota yang telah diberikan pada pegawai masing-masing ketika pelantikan. Oleh karena itu keberhasilan kelurahan tidak dipengaruhi gaya kepemimpinan lurah. “Engga, menurut saya engga dipengaruhi. Karena udah masing-masing ada tupoksinya kan.” (AM, 50 tahun) Efektivitas organisasi sendiri mengacu pada efektivitas organisasi menurut Quinn dan Rohrbough (1983) dalam Kasim (1993), yaitu model hubungan manusia, model proses internal, dan model tujuan rasional. Efektivitas organisasi model hubungan manusia dilihat dari motivasi, kinerja, dan kepuasan kerja. Efektivitas organisasi model proses internal dilihat dari pemrosesan informasi, komunikasi, dan partisipasi. Efektivitas organisasi model tujuan rasional dilihat dari pelaksanaan fungsi kelurahan. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap keberhasilan dalam pelaksanaan fungsi organisasi telah dijelaskan dalam pembahasan diatas. Sedangkan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap efektivitas organisasi model hubungan manusia dan model proses internal akan diuraikan pada subbab berikutnya. 7.1 Persepsi Pegawai Mengenai Pengaruh Gaya Kepemimpinan Lurah Terhadap Efektivitas Organisasi Kelurahan Model Hubungan Manusia Seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, efektivitas organisasi model hubungan manusia di Kelurahan Tegal Gundil dan Kelurahan Bantar Jati memiliki kategori tinggi. Efektivitas ini dilihat dari motivasi, kinerja, dan kepuasan kerja pegawai. Persepsi pegawai mengenai gaya kepemimpinan Lurah Tegal Gundil dan Lurah Bantar Jati adalah sama, yaitu dipersepsikan dominan dalam menerapkan gaya kepemimpinan konsultatif. Gaya kepemimpinan konsultatif dicirikan oleh pengambilan keputusan dan pemecahan masalah oleh 81 lurah yang dilakukan setelah adanya diskusi dengan bawahan, adanya penghargaan dan hukuman dalam rangka memberikan motivasi kepada bawahan, serta terciptanya hubungan yang baik antara lurah dengan bawahan. Sebagian besar pegawai di dua kelurahan tersebut mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh lurah mempengaruhi motivasi, kinerja, dan kepuasan kerja mereka. LS termotivasi untuk bekerja lebih baik. Motivasi ini terutama mulai tumbuh saat Lurah Tegal Gundil mendapatkan perhargaan terkait pelaksanaan program untuk memajukan wilayahnya. Hal ini diungkapkan LS (38 tahun), yaitu: “Dulu kan lurah pernah dapet program apa, saya lupa, pernah ada di surat kabar, program yang turut memajukan Tegal Gundil, hal ini mendorong saya pengen lebih baik.” (LS, 38 tahun) Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi juga diungkapkan oleh AB dan HS. Menurut mereka lurah memotivasi dengan memberikan contoh datang lebih pagi. Penerapan itu dimaksudkan agar bawahan ikut termotivasi datang lebih pagi. “Pa lurah selalu datang tepat waktu. Beliau menerapkan pola itu kebawah itu belum sepenuhnya disadari oleh anak buah. Sebetulnya Kalo disadari harusnya malu, pemimpinnya aja gitu. Beberapa orang ada yang menyadari. tapi ada juga yang enggak. Ada juga yang acuhacuh. Itu kan tipikal orang.”(AB, 26 tahun) “Beliau sering mencontohkan pagi-pagi sudah datang. Kadang-kadang kita sebagai bawahannya agak malu juga. Yang namanya manusia, kadang saya pribadi juga telat. Bukan disengaja. Tapi halangan kadang ada saja.”(HS, 53 tahun) Berdasarkan pernyataan AB dan HS diketahui bahwa pengaruh yang ditimbulkan dengan cara datang tepat waktu tidaklah mutlak. Artinya pengaruh akan timbul didasarkan pada pribadi pegawai bersangkutan. Misalnya saja lurah sering datang lebih pagi untuk memotivasi pegawainya untuk berbuat demikian. Namun pada kenyataannya masih ada pegawai yang datang terlambat. 82 Pengaruh gaya kepemimpinan lurah terhadap kepuasan kerja dan motivasi diungkapkan oleh RA. Menurut RA, ia termotivasi dan merasa nyaman bekerja karena pola hubungan atasan bawahan yang diterapkan oleh lurah, yaitu dengan menciptakan komunikasi yang baik. “Kita merasa nyaman dengan kehadiran beliau. Beliau enak kerjasamanya. Terbuka. Ada keluhan bisa konsultasi langsung. Gimana cara penyelesaiannya. Komunikasi dua arah kita berjalan terus. Koordinasi dengan instansi lain juga berjalan. Kalo komunikasinya enak kita kan semangat kerja. Selain komunikasi ada perhatian. Ada perhatian dari lurah kan kitanya enak.” (RA,50 tahun) Cara yang dilakukan kedua lurah untuk memotivasi bawahannya sedikit berbeda. Lurah Tegal Gundil berusaha menumbuhkan sikap saling menghargai antar pegawai, memberikan penghargaan pada bawahan yang berprestasi, serta melibatkan pegawai dalam proses pengambilan keputusan. Sementara NH melakukan pendekatan langsung, misalnya bemain catur sambil mengobrol di waktu sore dengan pegawainya. Selain itu ia juga sering bersenda gurau sehingga menciptakan suasana yang nyaman di kelurahan. Berikut adalah cara yang diungkapkan oleh kedua dalam memotivasi stafnya. Lurah Tegal Gundil selalu mengingatkan pada bawahan bahwa kelurahan harus dapat melayani masyarakat dengan baik. “Saya menyampaikan kepada mereka bahwa apapun juga kita bekerja ini untuk melayani masyarakat…”(DS, 55 tahun) Lurah Bantar Jati memotivasi dengan memberikan perhatian pada bawahannya, baik pada pengembangan karir maupun rasa nyaman dalam bekerja. “Kalo udah jenuh ya tergantung improvisasinya. Misalnya jam 12 waktunya makan siang. Coba dari pada belanja di warung, coba masak sendiri. Kalo biayanya pake aja yang ada. Terus yang namanya hak, saya diajarin sama orang tua, hak anak buah itu harus kita berikan. Jangan ada pemotongan, kita hargai haknya. Terus ada rencana mau familily day. Terus ada pendidikan lain pra jabatan. Kita berangkatkan. Yang kaitannya dengan karir dan kesejahteraan. Mereka kan masih muda masih jauh langkahnya. Itu kan membangun motivasi juga.” 83 7.2 Persepsi Pegawai Mengenai Pengaruh Gaya Kepemimpinan Lurah Terhadap Efektivitas Organisasi Kelurahan Model Proses Internal Efektivitas organisasi model proses internal di Kelurahan Tegal Gundil dan Kelurahan Bantar Jati memiliki kategori tinggi. Efektivitas ini dilihat dari pemrosesan informasi, komunikasi, dan partisipasi pegawai. Komunikasi yang terjalin di dua kelurahan sudah baik. Efektivitas komunikasi ini dipengaruhi oleh cara lurah dalam memimpin. Lurah Tegal Gundil mengadakan briefing setiap satu bulan sekali dan apel dua kali setiap satu minggu. Selain itu ia juga sering berbincang dengan stafnya baik di dalam maupun luar jam kerja. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan hubungan komunikasi antara lurah dan bawahannya. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komunikasi ditunjukkan dengan pernyataan AY (47 tahun) yaitu: “Komunikasi antara lurah dan staf, disini engga kaku. Kadang-kadang juga sambil ngopi. ….. Jadi komunikasi lancar. Malah kalau dibanding lurah lain termasuk sangat lancar. Lurah disini kalau di luar jam kerja tidak terlalu jaga imej. Kaya temen aja.” Lurah Bantar Jati mengadakan “Ngaliwet” atau Ngariung Lintas Warga Enak Tenan. Ngaliwet ini kadang dilakukan bersama warga atau bersama stafnya. Cara ini dirasakan sangat efektif oleh warga dan stafnya. Hal ini diungkapkan oleh RA dan AB. “……kalo komunikasinya enak kita kan semangat kerja….. Itu caranya biasanya kita ngaliwet. Kadang-kadang sama warga juga.” (RA, 50 tahun) “Ada, namanya tuh ngaliwet, ngariung lintas warga enak tenan, ,………..,ngaliwet tuh bagus. Itu modalnya. Itu adalah salah satu media untuk mendekatkan.” (AB, 26 tahun) Cara kedua lurah ini diatas menunjukkan penerapan dari gaya kepemimpinan konsultatif. Lurah Tegal Gundil dan Lurah Bantar Jati membuka komunikasi dua arah dengan bawahan. Pernyataan diatas dapat diindentifikasi bahwa dengan adanya ruang atau kesempatan yang diciptakan oleh kedua lurah untuk berdialog dua arah dengan bawahannya dapat menciptakan komunikasi yang baik diantara mereka. AY berpendapat bahwa DS dapat berperan sebagai 84 teman. Sementara RA dan AB berpendapat dengan adanya ngaliwet maka hubungan antar pegawai menjadi baik. Dari penerapan gaya konsultatif, terutama dalam meningkatkan efektivitas komunikasi, hal tersebut turut mempengaruhi pemrosesan informasi dan partisipasi pegawai. Komunikasi dua arah yang menjadi ciri gaya kepemimpinan konsultatif ini juga turut membangun partisipasi pegawai. Hal ini diungkapkan AY, yaitu: “Setiap ada permasalahan yang harus diselesaikan oleh kelurahan, beliau ajak bicara stafnya. Ini kita punya masalah ini. Masalah X. Berarti kan kita harus begini. Berarti diajak mereka merasakan masalah itu. Jadi intinya adalah memberitahukan permasalah yang ada agar seluruh staf merasakan masalah itu baik dampak positif maupun negatifnya. Dengan merasakan dampak positif dan negatif tersebut maka staf merasa terpanggil untuk turut serta mengatasi masalah tersebut Pernyataan tersebut membuktikan bahwa pertukaran informasi dan partisipasi tumbuh karena adanya kesempatan pegawai untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Pegawai diajak untuk mengetahui masalah dan turut memikirkan langkah-langkah yang tepat. Pelaksanaan tersebut mampu membuat pegawai ikut merasakan masalah menjadi bagian dari masalah bersama. Oleh karena itu kasediaan mereka untuk turut serta menjadi tumbuh. AM (50 tahun) mengatakan bahwa partisipasi staf di kelurahan sudah baik. Para staf bersedia untuk membantu staf lain yang membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan pekerjaannya. 7.3 Pengaruh Efektivitas Organisasi Kelurahan Model Hubungan Manusia dan Model Proses Internal Terhadap Efektivitas Organisasi Model Tujuan Rasional Efektivitas organisasi model tujuan rasional dilihat dari terlaksananya fungsi kelurahan. Efektivitas ini bisa dikatakan sebagai indikator keberhasilan kelurahan. Pada awal bab telah dikemukakan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan lurah mempengaruhi keberhasilan suatu kelurahan. Pada prinsipnya pengaruh tersebut tercipta secara tidak langsung. Keberhasilan kelurahan tercipta 85 ketika efektivitas organisasi model hubungan manusia dan efektivitas organisasi model proses internal di kelurahan telah baik. Seperti yang diungkapkan AB bahwa keberhasilan kelurahan terbagi menjadi keberhasilan di dalam (internal) dan keberhasilan di luar (eksternal). Keberhasilan internal terjadi apabila hubungan atasan bawahan dan hubungan antar pegawai menciptakan suasana kerja yang baik. Keberhasilan eksternal terjadi apabila kelurahan telah mampu menjalankan fungsinya dan masyarakat merasa puas dengan kinerja yang telah dilakukan kelurahan. Pada dasarnya ketiga model efektivitas organisasi tersebut saling berkaitan. Motivasi, kepuasan kerja, partisipasi, dan komunikasi yang baik dapat mempengaruhi suasana kerja yang nyaman. Hal tersebut telah diungkapkan pada pernyataan-pernyataan sebelumnya. Misalnya AY merasa lurah dapat berperan sebagai teman dan rekan kerja seperti saudara. AB dan HS yang mengatakan lurah suka bercanda dengan pegawainya. RA yang merasa nyaman dan semangat untuk bekerja karena komunikasi baik yang tercipta di lingkungan kerjanya. LP yang merasa senang karena sikap tolong-menolong antar pegawai dalam menjalankan tugas. Hal ini membuktikan bahwa faktor-faktor dalam efektivitas organisasi model hubungan manusia dan efektivitas organisasi model proses internal mempengaruhi keberhasilan internal kelurahan. Motivasi, kepuasan kerja, kinerja, kelancaran informasi dan komunikasi, dan partisipasi yang baik dapat menciptakan tercapainya fungsi kelurahan. Misalnya partisipasi pegawai dalam memecahkan masalah mampu mempercepat proses pengambilan keputusan. Tolong-menolong antar pegawai menciptakan kelancaran program-program dari atas. Seperti tolong menolong dalam Program Raskin dan penyuluhan penyakit kaki gajah yang dilakukan pegawai di dua kelurahan tersebut. Motivasi dan kepuasan kerja setiap pegawai yang tinggi mempengaruhi kinerja kelurahan secara keseluruhan. Misalnya warga yang menyatakan bahwa pelayanan yang dilakukan kedua kelurahan itu telah baik. Kebiasaan ngaliwet di Kelurahan Bantar Jati yang menciptakan hubungan baik dengan warga. Kedekatan lurah dan staf Kelurahan Bantar Jati dengan warga juga didasarkan pada pengamatan penulis ketika melakukan penelitian di Kelurahan Bantar Jati. Penulis beberapa kali melihat lurah dan staf sedang bersenda gurau 86 dengan warga. Hal-hal diatas juga dapat membuktikan bahwa faktor-faktor dalam efektivitas organisasi model hubungan manusia dan efektivitas organisasi model proses internal mempengaruhi keberhasilan eksternal kelurahan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas organisasi model hubungan manusia dan efektivitas organisasi model proses internal mempengaruhi efektivitas organisasi model tujuan rasional. Pada proses wawancara dengan NH, beliau mengatakan bahwa ketika suatu kelurahan telah mampu melakukan fungsinya dengan baik, baik pelayanan maupun penyaluran bantuan dari atas, hal tersebut belum tentu dapat menciptakan partisipasi masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh NH (56 tahun): “Sebenarnya dana bantuan dari pemerintah kota bogor tuh sangat banyak di kelurahan. Mengalir deras. Dari bantuan bloggrain 150 juta, BLT, kemudian PNPM. Tapi bagian pemerintah perlu ko susah ya? Misalnya masyarakat disuruh kerja bakti pada susah. Padahal haknya sudah diberikan.” 7.4 Ikhtisar Penerapan gaya kepemimpinan yang dilakukan Lurah Tegal Gundil dan Lurah Bantar Jati dianggap mempengaruhi efektivitas organisasi kelurahannya masing-masing. Pemberian nasehat, contoh, dan cara-cara yang dilakukan lurah dalam bergaul dengan bawahan mampu meningkatkan motivasi dan menciptakan suasana kerja yang nyaman bagi pegawai. Pola Komunikasi dua arah yang diterapkan lurah mampu menciptakan hubungan baik dan meningkatkan partisipasi pegawai dalam pemecahan masalah. Hal-hal tersebut juga mendorong kelurahan sehingga dapat melaksanakan pelayanan dan penyaluran program dengan optimal. Pada dasarnya, para pegawai di dua kelurahan tersebut mengatakan bahwa pengaruh gaya kepemimpinan lurah dalam keberhasilan kelurahan dipegaruhi oleh faktor kepribadian dan pengalaman lurah.