Analisis Belanja Publik SEKTOR KESEHATAN Kabupaten Aceh Tengah 2014 CPDA Consolidating for Peacefull Development in Aceh Analisis Belanja Publik SEKTOR KESEHATAN Kabupaten Aceh Tengah 2014 CPDA Consolidating for Peacefull Development in Aceh RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF Belanja Kesehatan Pembangunan di Kabupaten Aceh Tengah giat dilaksanakan, seiring meningkatnya belanja pemerintah dan penerimaan daerah. Belanja Aceh Tengah diperkirakan sebesar Rp 740 miliar pada tahun 2013, meningkat sebesar 77 persen dibandingkan tahun 2007, yang tercatat sebesar Rp 323 miliar. Belanja di sektor pendidikan dan pelayanan umum mendapat alokasi terbesar, keduanya terhitung 63 persen dari keseluruhan belanja. Alokasi belanja sektor pendidikan dan kesehatan terus meningkat sejak tahun 2007. Porsi belanja kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh. Anggaran belanja kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2007 berjumlah Rp 40 miliar atau 9 persen dari belanja total. Angka tersebut terus mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah maupun porsi terhadap total belanja. Pada tahun 2013 terhitung anggaran belanja secara keseluruhan adalah sebesar Rp 110 miliar atau mencapai 15 persen dari total belanja. Persentase tersebut lebih baik dari rata-rata belanja kabupaten/kota di Aceh, yang berjumlah 12 persen. Jumlah anggaran belanja perkapita Aceh Tengah pada tahun 2013 terhitung sebesar Rp 584 ribu, di atas rata-rata Aceh yang berjumlah Rp 398 ribu. Belanja kesehatan perkapita tertinggi Aceh tercatat di Kota Sabang dan Kota Langsa. Belanja perkapita yang tinggi di Kota Sabang disebabkan jumlah penduduk yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya. Besaran belanja perkapita yang tergolong tinggi di Aceh Tengah dibandingkan beberapa daerah lainnya di Aceh, memberikan peluang membangun lebih baik di masa mendatang. Belanja kesehatan Aceh Tengah sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai. Hampir Rp 78 miliar belanja kesehatan Aceh Tengah dari total anggaran Rp 110 miliar pada tahun 2013 digunakan untuk belanja pegawai. Meskipun banyak hal dapat dilakukan dengan perkembangan teknologi, namun tidak membuat pelayanan kesehatan bebas dari input tenaga manusia. Belanja sektor kesehatan Kabupaten Aceh Tengah sebagian besar terserap pada supportif. Terhitung sejak tahun 2008 hingga anggaran 2013 dana dari APBK Aceh Tengah, sejumlah Rp 432 miliar digunakan untuk pembangunan sektor kesehatan. Belanja untuk kegiatan yang bersifat supportif, seperti belanja tidak langsung dan kegiatan perkantoran menyerap 62 persen dana tersebut. Kondisi itu menyisakan bagian kecil untuk upaya pencegahan maupun upaya lainnya. Belanja preventif (pencegahan) pada Dinas Kesehatan Aceh Tengah hanya berjumlah dua persen dari total belanja. Dari Rp 206 miliar total dana dikelola oleh Dinas Kesehatan tahun 2008-2013, terhitung hanya dua persen saja dana yang diarahkan untuk upaya preventif. Meskipun belanja preventif/kuratif menyerap anggaran cukup besar (12 persen), namun khusus untuk preventif perlu diperhatikan guna mengefektifkan belanja kesehatan. Indikator Kesehatan Puskesmas di Aceh Tengah melayani penduduk lebih kecil dari Puskesmas lainnya di Aceh. Puskesmas di Aceh Tengah berjumlah 14 unit untuk melayani penduduk sekitar 185 ribu jiwa. Rasio Puskesmas Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 1 terhadap penduduk adalah satu berbanding 13 ribu. Jumlah tersebut lebih baik dari rata-rata Aceh yang mempunyai rasio satu berbanding 14 ribu, juga lebih baik dari target nasional, yakni satu Puskesmas melayani 30 ribu penduduk. Jarak rata-rata penduduk ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu) di Aceh Tengah sekitar 7 kilometer. Jarak rata-rata terjauh masyarakat ke Puskesmas dan Pustu adalah 25 kilometer tercatat di Kecamatan Linge, sementara jarak terdekat adalah 2,5 kilometer di Kecamatan Bebesen. Kondisi tersebut menunjukkan masih diperlukannya kemudahan akses masyarakat ke sarana kesehatan pendukung lainnya seperti Poskesdes atau Polindes. Rusip Antara merupakan salah satu kecamatan dengan jarak masyarakat ke Puskesmas atau Pustu cukup jauh, keberadaan Poskesdes/Polindes juga relatif rendah. Jarak masyarakat di Rusip Antara ke Puskesmas dan Pustu rata-rata sejauh 12,7 kilometer, ketersediaan Poskesdes/Polindes-nya lebih rendah dari kecamatan lainnya. Kondisi tersebut menciptakan kesenjangan terhadap akses masyarakat ke sarana kesehatan. Pembangunan sarana kesehatan penunjang perlu diprioritaskan ke daerah yang mempunyai akses relatif sulit. Aceh Tengah mempunyai jumlah tenaga kesehatan yang lebih rendah dari rata-rata Aceh. Pada tahun 2012, jumlah tenaga kesehatan yang bertugas di Aceh Tengah sebanyak 900 orang. Kondisi tersebut tampaknya belum memenuhi jumlah yang diharapkan. Tenaga sanitasi merupakan jenis ketenagaan yang rasio terhadap penduduknya paling sedikit. Sementara rasio bidan dan perawat terhadap penduduk telah sesuai. Kondisi itu tidak berbeda jauh dengan ketersediaan tenaga kesehatan di kabupaten/kota lainnya di Aceh. Setiap dokter umum di Aceh Tengah melayani 5.600 penduduk. Pada tahun 2012 jumlah dokter umum di Aceh Tengah adalah 33 orang dengan rincian 23 orang bertugas di Puskesmas (seluruh Puskesmas mempunyai dokter umum) dan 10 di rumah sakit. Rasio dokter umum di Aceh Tengah adalah satu berbanding 5.600. Kondisi tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat tahun 2010 dengan rasio 40 per 100.000 penduduk atau satu dokter umum melayani 2.500 penduduk. Meskipun rasio dokter spesialis terhadap penduduk telah mencapai target Indonesia Sehat 2010, tapi belum memenuhi standar pelayanan. Jumlah dokter spesialis di Aceh Tengah adalah 14 orang, semuanya bertugas di rumah sakit. Rasio dokter spesialis delapan orang per 100 ribu penduduk, lebih baik dari target Indonesia Sehat 2010 dengan 6 dokter spesialis per 100 ribu penduduk. Menurut peraturan, setidaknya Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. Sementara itu RSUD Datu Beru belum sepenuhnya memiliki dokter spesialis yang dipersyaratkan tersebut. Indeks angka kematian di Aceh Tengah lebih baik dibandingkan daerah lain di Aceh. Dengan menggunakan standar angka kematian (ibu, bayi dan Balita) di Aceh, diketahui bahwa Kabupaten Simeulue adalah daerah dengan nilai indeks terendah. Terdapat tujuh daerah dengan pencapaian seluruh angka kematian yang lebih baik dari rata-rata Aceh sehingga memperoleh nilai maksimum. 2 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Angka kematian bayi di Aceh Tengah cenderung menunjukkan penurunan. Infant Mortality Rate (IMR) atau Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun pada tahun yang sama yang dinyatakan dalam 1.000 Lahir Hidup (LH). Pada tahun 2011 di Kabupaten Aceh Tengah terjadi 51 kematian bayi dari 4.037 jumlah kelahiran (12,6 per 1000 LH). Artinya dari 1.000 bayi lahir hidup terdapat 12 sampai 13 bayi yang meninggal dalam setahun. Angka kematian bayi tersebut menurun pada tahun 2012 menjadi 9,8 per 1.000 LH. Angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan secara nasional yaitu 32 per 1.000 LH maupun pencapaian AKB Aceh tahun 2012 yang berjumlah 10,8 per 1.000 LH. Angka Kematian Ibu (AKI) di Aceh Tengah pada tahun 2012 merupakan salah satu AKI terendah di Aceh. Pada tahun 2012, AKI di Aceh mencapai 191 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) atau hampir dua kematian ibu terjadi akibat proses kehamilan, persalinan dan masa nifas setiap 1.000 KH. AKI di Aceh cukup bervariasi dimana terdapat daerah yang AKI-nya sangat rendah, namun di sisi lain terdapat pula daerah dengan AKI yang sangat tinggi. Aceh Tengah menempati urutan ke enam terbaik di Aceh untuk AKI tahun 2012. Indeks angka kesakitan di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh. Indeks angka kesakitan akibat beberapa penyakit menular di Aceh Tengah menunjukkan hasil yang memuaskan dengan indeks 5,6 atau lebih baik dari rata-rata Aceh yang berjumlah 5,1. Angka tersebut diperoleh dari perbandingan pencapaian Aceh Tengah pada tahun 2012 dengan hasil pencapaian rata-rata kabupaten/kota lainnya terhadap indikator yang dijadikan standar. Namun tantangan terhadap kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) terutama campak, Aceh Tengah mempunyai nilai yang relatif lebih rendah dari rata-rata. Indeks pencapaian indikator gizi di Aceh Tengah relatif baik. Balita dengan kondisi berat badan di Bawah Garis Merah (BGM) di Aceh Tengah cukup variatif. Pada tahun 2012, Aceh Tengah mempunyai persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Balita dengan berat badan BGM lebih baik dari Aceh. Kondisi tersebut menempatkan Aceh Tengah sebagai daerah dengan pencapaian indikator gizi terbaik. Kecamatan Bintang merupakan kecamatan dengan penemuan kasus Balita BGM tertinggi di Aceh Tengah. Meskipun pencapaian Balita BGM di Aceh Tengah lebih rendah dari rata-rata Aceh, namun kasus BGM tetap harus menjadi perhatian di Aceh Tengah. Pencapaian target antara penurunan AKI di Aceh Tengah masih merupakan tantangan. Meskipun kecenderungan perbaikan positif terhadap persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan (78 persen pada tahun 2009 menjadi 88 persen pada tahun 2012), namun indikator lainnya membutuhkan perhatian. Kunjungan ibu hamil K4 mempunyai kecenderungan stagnan dari tahun 2010 hingga 2012 pada kisaran 80 persen, serta penurunan persentase pelayanan ibu nifas pada tahun 2012 merupakan tantangan yang perlu diatasi. Kondisi tersebut dapat dikaitkan dengan meningkatnya jumlah kematian ibu bersalin dan nifas pada tahun 2012 yang menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun persentase Balita ditimbang di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh, namun pencapaiannya masih rendah. Cakupan D/S (ditimbang terhadap keseluruhan Balita yang ada) di Provinsi Aceh tahun 2012 sebesar 53,6 persen. Aceh Tengah pada tahun 2012 mempunyai persentase yang lebih Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 3 baik yakni 68,1 persen. Jumlah tersebut masih rendah jika dibandingkan target yakni 70 persen. Balita ditimbang merupakan upaya strategis mengingat pencapaiannya menentukan penjaringan kondisi gizi Balita. Semakin rendah pencapaian Balita ditimbang maka jumlah Balita yang terdeteksi status gizinya juga akan menurun, demikian pula sebaliknya. Belanja Puskesmas Dana JKA merupakan sumber belanja terbesar. Hampir 70 persen belanja Puskesmas berasal dari JKA. Selama dua tahun pengamatan, jumlah belanja total yang terhitung pada delapan Puskesmas mencapai Rp 10 miliar. Secara rata-rata belanja perkapita untuk penduduk di wilayah kerja Puskesmas yang disurvei adalah sebesar Rp 37 ribu. Dana bersumber JKA merupakan belanja yang muncul atas kebijakan Pemerintah Aceh dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan program Jaminan Kesehatan Semesta. Belanja kesehatan di Puskesmas sebagian besarnya digunakan untuk upaya pengobatan. Upaya pengobatan menggunakan belanja sebesar 71 persen pada tahun 2012. Persentase ini berkurang jika dibandingkan dengan belanja tahun 2011 yang menyerap 78 persen belanja. Hal tersebut membuka peluang meningkatnya belanja upaya pencegahan atau preventif. Pada tahun 2012, besaran belanja preventif yang pada tahun 2011 berjumlah Rp 852 juta (17 persen), meningkat menjadi Rp 1,1 miliar (23 persen). Pola belanja dana kesehatan untuk upaya pencegahan didominasi sumber dana BOK, Jampersal dan JKA. Belanja rutin hampir sepenuhnya menggunakan dana rutin Puskesmas dan sedikit menggunakan pendanaan bersumber BOK. Pendanaan Askes dan Jamkesmas diperuntukkan untuk upaya pengobatan, sementara JKA sebagian besarnya digunakan untuk upaya pengobatan. Belanja dengan tujuan pencegahan berasal dari sumber dana BOK, Jampersal dan sebagian kecil JKA. Pendanaan Jampersal ditujukan untuk upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak, terutama untuk persalinan dan upaya kesehatan sebelum dan setelah bersalin. Rekomendasi Besaran belanja kesehatan di Aceh Tengah perlu ditingkatkan untuk menghasilkan porsi yang lebih besar pada upaya pencegahan. Upaya pencegahan perlu didorong lebih besar guna menghasilkan belanja kesehatan yang lebih efektif. Peran serta pemerintah lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat perlu dikedepankan untuk memperoleh hasil pencapaian indikator yang lebih baik. Analisis kondisi daerah dan kesehatan harus dipertajam terutama dalam upaya alokasi dana yang lebih baik di masa mendatang. Pembangunan sarana kesehatan harus memperhatikan akses masyarakat serta kualitas pelayanan yang lebih baik. Peningkatan jumlah Balita ditimbang, pemberian ASI eksklusif dan penanganan segera kasus emergensi pada bayi serta anak perlu ditingkatkan guna menurunkan AKB. Cakupan kunjungan ibu hamil (terutama K4), cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pelayanan nifas adalah beberapa upaya yang dinilai efektif dalam upaya menurunkan AKI. Upaya perbaikan gizi masyarakat dapat diupayakan dengan meningkatkan sasaran operasional kegiatan 4 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program pembinaan gizi masyarakat yang mencakup dua indikator utama dan enam indikator penunjang. Kebersihan lingkungan dan memasyarakatkan perilaku hidup sehat dalam mengendalikan dan menurunkan jumlah infeksi baru perlu didorong. Puskesmas harus memberikan dorongan untuk menciptakan kesadaran masyarakat hidup secara bersih dan sehat, sebagai upaya intervensi pencegahan dan pengendalian berbagai penyakit. Berdasarkan kajian di atas, maka peran serta pemerintah kabupaten diarahkan untuk penguatan promosi kesehatan, monitoring dan evaluasi serta pembinaan ke Puskesmas. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 5 PRAKATA 6 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program KATA PENGANTAR REKTOR UNIVERSITAS SYIAH KUALA Aceh Tengah merupakan salah satu kabupaten di Aceh yang mempunyai perhatian cukup besar untuk sektor kesehatan. Pada tahun 2013 saja, Pemerintah Aceh Tengah mengalokasikan belanjanya hingga 15 persen untuk sektor ini. Kondisi tersebut menempatkan Kabupaten Aceh Tengah sebagai salah satu daerah dengan belanja perkapita kesehatan tertinggi di Aceh. Berbagai program dan kegiatan pembangunan kesehatan dibiayai dari sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) selain didukung sumber-sumber pendanaan lainnya untuk sektor kesehatan. Kajian “Belanja Publik Sektor Kesehatan Aceh Tengah” yang disusun oleh Tim Teknis Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program (PECAPP)-Universitas Syiah Kuala yang mendapatkan arahan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah merupakan langkah penting untuk mendapatkan gambaran awal bagaimana pengelolaan dana kesehatan selama ini. Kajian ini juga bermanfaat guna mengidentifikasi berbagai capaian dan tantangan dalam pembangunan yang sedang dihadapi Aceh Tengah, terutama di sektor kesehatan. Di samping itu, kajian ini juga berusaha mengidentifikasi lebih rinci kebutuhan-kebutuhan prioritas dari sektor tersebut yang dapat direspon oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Berbagai capaian pembangunan untuk sektor kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah telah menunjukkan perkembangan yang positif. Namun diperlukan juga upaya dan langkah perbaikan yang serius dalam pengelolaan dana untuk menghasilkan kinerja pembangunan yang lebih baik. Hasil kajian yang dilakukan PECAPP menunjukkan untuk mencapai efektifitas pengelolaan dana kesehatan, perlu dimulai dengan perencanaan yang lebih baik. Alokasi pendanaan yang seimbang antara upaya pencegahan, pengobatan dan manajemen merupakan isu yang cukup mengemuka ketika analisis ini disusun, dimana belanja untuk komponen pengobatan jauh lebih tinggi daripada upaya pencegahan. Arah belanja pada program dan kegiatan pembangunan kesehatan memerlukan prioritas yang lebih kuat berbasis analisis sehingga dapat memberikan dampak jangka panjang dan berkelanjutan. Pada akhirnya, kami berharap kajian ini benar-benar memberikan kontribusi terhadap perbaikan pengelolaan belanja kesehatan di Aceh Tengah, sehingga belanja pembangunan kesehatan yang terbatas ini dapat mendatangkan manfaat yang optimal, khususnya bagi masyarakat di kabupaten Aceh Tengah. Banda Aceh, Januari 2014 Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng. Rektor Universitas Syiah Kuala Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 7 KATA PENGANTAR KEPALA DINAS KESEHATAN ACEH TENGAH Tahun 2014 menandai masa sepuluh tahun setelah tsunami dan gempa yang menghancurkan Aceh dan sembilan tahun setelah Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki ditandatangani, yang mengisyaratkan awal dari proses perdamaian di Aceh. Banyak kemajuan yang telah dicapai dalam memenuhi kebutuhan rakyat Aceh pascatsunami dan konflik. Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi rakyat dalam membangun kembali kehidupan yang normal dan produktif setelah dua bencana tersebut. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi kesehatan dan penggunaan dana di bidang kesehatan bersumber pemerintah di Kabupaten Aceh Tengah, Pemerintah Aceh Tengah melalui kerjasama dengan PECAPP (Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program) melakukan analisis terhadap belanja sektor kesehatan yang dilakukan di Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Kabupaten Aceh Tengah. Laporan analisis itu dituangkan dalam bentuk Health Public Expenditure Review (Health PER). Health PER merupakan analisis terhadap belanja publik sektor kesehatan yang dilakukan oleh PECAPP, dengan data fiskal dan nonfiskal yang diperoleh dari sumber-sumber resmi pemerintah. Health PER berisi informasi mengenai belanja kesehatan, indikator kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah. Berbagai hasil analisis yang telah disusun ini hanyalah salah satu dari sekian banyak langkah yang dapat diambil oleh pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk melaksanakan pembangunan kesehatan yang berkelanjutan. Dengan dukungan berbagai pihak diharapkan laporan ini dapat membantu pemerintah daerah dalam menyusun berbagai program pembangunan sehingga memenuhi kebutuhan nyata Kabupaten Aceh Tengah. Semoga informasi ini dapat membantu meningkatkan kehidupan, peluang dan kemakmuran terutama di sektor kesehatan bagi rakyat Kabupaten Aceh Tengah. Takengon, Januari 2014 dr. Sukri Maha Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah 8 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program UCAPAN TERIMA KASIH Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya maka Health Public Expenditure Review (Health PER) Kabupaten Aceh Tengah dapat kami selesaikan dengan baik. Health PER merupakan Analisis Belanja Publik Sektor Kesehatan yang dilakukan oleh PECAPP (Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program) atas dukungan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Laporan ini disusun sebuah tim yang dipimpin oleh Rachmad Suhanda, dibawah supervisi Harry Masyrafah sebagai Team Leader. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada: 1. Gubernur Provinsi Aceh Bapak dr. Zaini Abdullah dan Wakil Gubernur Bapak Muzakir Manaf. 2. Rektor Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Bapak Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng. 3. Sekretaris Daerah Provinsi Aceh Bapak Drs. Dermawan, MM. 4. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Bapak dr. Taqwallah, M.Kes. dan segenap jajarannya. 5. Kepala Bappeda Provinsi Aceh, Bapak Prof. DR. Ir. Abubakar Karim, MS. dan segenap jajarannya. 6. Bupati Kabupaten Aceh Tengah Bapak Ir. H. Nasaruddin, MM. dan segenap jajarannya. 7. Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Tengah Bapak Drs. H. Taufik, MM. 8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah dan para Kepala Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Aceh Tengah beserta segenap jajarannya. 9. Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Tengah dan segenap jajarannya. 10. World Bank dan Consolidating Peaceful Development in Aceh (CPDA) 11. Bapak Prof. Raja Masbar, Bapak Dr. Islahuddin, Bapak Dr. Iskandar Majid, dan Bapak T. Harmawan sebagai Advisor PECAPP. 12. Bapak T. Setia Budi, Bapak dr. M. Yani, M.Kes, PKK dan Bapak Drg. Saifuddin Ishak, M.Kes, PKK atas dukungan dan arahannya. 13. Tim Sektor Kesehatan PECAPP yang telah bekerja keras guna menghasilkan laporan ini: Tika Indiraswari, Darma Satria, T. Muhammad Yus, Riza Faruqi dan Haqqi Harzaki. 14. Tim Inti PECAPP: Adi Warsidi, T. Zukhradi Setiawan, Renaldi Safriansyah, Teuku Triansa Putra, Dian Alifya, Inggit Maulidina, Sofran Sofyan, T. Aulia Zailian, Eliana Gultom, Wan Windi Lestari, Sukhairi Amirsyah, T. Hendra Kemala, Husaini dan Agus Salim. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga kami sampaikan kepada semua pihak yang secara langsung ataupun tidak telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan Aceh pada umumnya dan Kabupaten Aceh Tengah khususnya di masa mendatang. 10 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program DAFTAR ISI Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 11 DAFTAR ISI Ringkasan Eksekutif....................................................................................................................................... 1 Kata Pengantar Rektor Universitas Syiah Kuala.......................................................................................7 Kata Pengantar Kepala Dinas Kesehatan Aceh Tengah.......................................................................... 8 Ucapan Terima Kasih...................................................................................................................................10 Daftar Grafik..................................................................................................................................................13 Daftar Tabel...................................................................................................................................................15 Daftar Lampiran............................................................................................................................................16 Daftar Singkatan........................................................................................................................................... 17 Gambaran Umum........................................................................................................................................20 1. Demografi dan Kondisi Sosial................................................................................................................20 2. Penerimaan dan Belanja Pemerintah Aceh Tengah.......................................................................... 21 Belanja Sektor Kesehatan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah........................................................23 Kondisi Kesehatan Daerah.........................................................................................................................29 1. Sarana Kesehatan....................................................................................................................................29 1.1. Puskesmas.............................................................................................................................................29 1.2. Rumah Sakit..........................................................................................................................................35 2. Sumber Daya Manusia.......................................................................................................................... 37 3. Situasi Derajat Kesehatan....................................................................................................................... 41 3.1. Angka Kematian.................................................................................................................................... 41 3.2. Angka Kesakitan..................................................................................................................................46 3.3. Gizi.........................................................................................................................................................49 4. Upaya Kesehatan...................................................................................................................................50 4.1. Penurunan AKI dan AKB...................................................................................................................... 51 4.2. Perbaikan Status Gizi..........................................................................................................................55 Belanja Puskesmas.....................................................................................................................................60 1. Besaran dan Alokasi Belanja.................................................................................................................60 2. Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak...............................................................................................................63 3. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular.....................................................................66 Kesimpulan dan Rekomendasi.................................................................................................................. 71 1. Kesimpulan................................................................................................................................................ 71 2. Rekomendasi............................................................................................................................................74 Daftar Pustaka..............................................................................................................................................81 Lampiran.......................................................................................................................................................85 12 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Kepadatan Penduduk Tahun 2012.............................................................................................20 Grafik 2. Piramida Penduduk...................................................................................................................... 21 Grafik 3. Penerimaan Aceh Tengah........................................................................................................... 21 Grafik 4. Belanja Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah........................................................................23 Grafik 5. Jenis Belanja Beberapa Sektor Utama, Tahun 2013.............................................................23 Grafik 6. Porsi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Belanja............................................................... 24 Grafik 7. Belanja Kesehatan Berdasarkan Jenis Belanja...................................................................... 24 Grafik 8. Belanja Perkapita Kesehatan Tahun 2013 di Aceh................................................................25 Grafik 9. Pengelola Belanja Kesehatan...................................................................................................26 Grafik 10. (A) Belanja Kesehatan Menurut Jenis Program Kesehatan; (B) Pengelola dan Jenis Program Kesehatan Tahun 2008-2013*............................................................................... 27 Grafik 11. Porsi Belanja Pencegahan dari Total Belanja Kesehatan Pada di Dinas Kesehatan........ 27 Grafik 12. Belanja Kesehatan Berdasarkan Program.............................................................................28 Grafik 13. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk Tahun 2012.............................................................29 Grafik 14. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk di Aceh Tengah......................................................30 Grafik 15. Kepadatan Penduduk Terhadap Luas Wilayah Kerja...........................................................30 Grafik 16. Jarak Masyarakat ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu........................................... 32 Grafik 17. Jumlah Poskesdes/Polindes Terhadap Jarak....................................................................... 32 Grafik 18. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan...........................................................................33 Grafik 19. Rasio Jumlah Kunjungan Terhadap Jumlah Penduduk......................................................33 Grafik 20. Kerusakan Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Polindes........................................... 34 Grafik 21. Jarak Masyarakat ke Rumah Sakit.........................................................................................35 Grafik 22. Jumlah Tempat Tidur di RSUD Datu Beru Tahun 2012......................................................36 Grafik 23. Indeks Tenaga Kesehatan Tahun 2012.................................................................................. 37 Grafik 24. Rasio Bidan per 100.000 Penduduk di Aceh........................................................................39 Grafik 25. Rasio Bidan per 100.000 Penduduk di Aceh Tengah.........................................................40 Grafik 26. Indeks Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita....................................................................... 42 Grafik 27. Angka Kematian Bayi di Aceh Tahun 2012........................................................................... 42 Grafik 28. Angka Kematian Bayi dan Balita di Aceh Tengah............................................................... 42 Grafik 29. Angka Kematian Bayi di Kecamatan..................................................................................... 43 Grafik 30. Angka Kematian Ibu di Aceh Tahun 2012............................................................................. 44 Grafik 31. Angka Kematian Ibu Tahun 2008-2012.................................................................................45 Grafik 32. AKI dan Jumlah Kematian Ibu Tahun 2009-2012.............................................................46 Grafik 33. Indeks Angka Kesakitan...........................................................................................................46 Grafik 34. Jumlah Kasus BTA Positif dan CDR Tahun 2012.................................................................48 Grafik 35. Indeks Gizi Aceh Tahun 2012..................................................................................................49 Grafik 36. Persentase Balita dengan BGM Tahun 2012........................................................................50 Grafik 37. Indeks Upaya Kesehatan.......................................................................................................... 51 Grafik 38. Pencapaian Beberapa Target Antara Penurunan AKI.........................................................52 Grafik 39. Kunjungan Bayi Minimal Empat Kali.....................................................................................53 Grafik 40. Porsi Anggaran Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2013........................................................53 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 13 Grafik 41. Persentase Balita Ditimbang Tahun 2012..............................................................................55 Grafik 42. Balita Ditimbang di Aceh Tengah Tahun 2012......................................................................56 Grafik 43. Bayi Diberikan ASI Ekslusif di Aceh Tengah Tahun 2012...................................................56 Grafik 44. Belanja Sasaran Gizi pada Dinas Kesehatan........................................................................ 57 Grafik 45. Belanja Sasaran Gizi Menurut Jenis Kegiatan.....................................................................58 Grafik 46. Porsi Sumber Belanja Kesehatan di Puskesmas.................................................................60 Grafik 47. Alokasi Belanja Bersumber Dana JKA...................................................................................61 Grafik 48. Jumlah Belanja Puskesmas Perkapita Tahun 2011-2012....................................................61 Grafik 49. Jenis Program Kesehatan di Puskesmas..............................................................................62 Grafik 50. Sumber Belanja Terhadap Jenis Program Kesehatan Tahun 2011 dan 2012..................62 Grafik 51. Belanja Perkapita Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak..................................................................63 Grafik 52. Sumber Belanja Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak...................................................................64 Grafik 53. Belanja Perkapita Gizi, Ibu dan Anak Terhadap Beberapa Indikator Kesehatan.............64 Grafik 54. Pola Belanja Puskesmas Celala dan Silih Nara (A) Dibandingkan Puskesmas Lainnya (B)................65 Grafik 55. Belanja Perkapita Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular .........66 Grafik 56. Porsi Belanja P2M Berdasarkan Jenis Penyakit.................................................................67 Grafik 57. Porsi Belanja P2M Berdasarkan Tujuan Belanja..................................................................68 14 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program DAFTAR TABEL Tabel 1. Sarana Kesehatan Berdasarkan Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Sarana...................31 Tabel 2. Ketersediaan Tenaga Dokter Spesialis di RSUD Datu Beru Takengon Tahun 2013..........39 Tabel 3. Beberapa Indikator P2M di Aceh Tengah Tahun 2011-2012 dan Pencapaian Aceh Tahun 2012..........47 Tabel 4. Target Antara untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu......................................................... 51 Tabel 5. Indikator Utama dan Penunjang Pembinaan Gizi Masyarakat............................................58 Tabel 6. Persentase Beberapa Indikator Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak............................................65 Tabel 7. Jumlah Kasus Campak dan Hepatitis B di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011 dan 2013......67 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Rasio Beberapa Tenaga Kesehatan Tahun 2012...............................................................85 Lampiran 2. Indeks Tenaga Kesehatan Tahun 2012..............................................................................86 Lampiran 3. Angka dan Indeks Kematian Ibu, Bayi dan Balita Tahun 2012...................................... 87 Lampiran 4. Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan Balita dengan Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM) Tahun 2012...............................................................................................88 Lampiran 5. Angka dan Indeks Penyakit Menular Tahun 2012...........................................................89 Lampiran 6. Beberapa Indikator Upaya Kesehatan Tahun 2012..........................................................91 Lampiran 7. Indeks Upaya Kesehatan.....................................................................................................92 DAFTAR FOTO Cover (Sumber: www.prettyindonesia.com) Gambaran Umum (Sumber: www.litasgayo.com)..................................................................................19 Belanja Kesehatan (Sumber:Sunarno)..................................................................................................... 22 Belanja Puskesmas (Sumber: www.septianagusman.blogspot.com).................................................58 Kesimpulan dan Rekomendasi ( Sumber: asykarigayo.files.wordpress.com)...................................69 16 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program DAFTAR SINGKATAN AFP Acute Flaccid Paralysis AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome AKB Angka Kematian Bayi AKG Angka Kecukupan Gizi AKI Angka Kematian Ibu AMP Audit Maternal Perinatal APBA Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh APBK Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten API Annual Parasite Incidence ASI Air Susu Ibu Askes Asuransi Kesehatan BBLR Bayi Berat Lahir Rendah BGM Bawah Garis Merah BOK Bantuan Operasional Kesehatan BOR Bed occupancy Rate BOR Bed Occupancy Rate BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPS Badan Pusat Statistik BTA Basil Tahan Asam CDR Case Detection Rate DAU Dana Alokasi Umum DBD Demam Berdarah Dengue Dinkes Dinas Kesehatan DOTS Directly Observed Treatment Short DPKKD Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah GDR Gross Date Rate HIV Human Immunodeficiency Virus IMR Infant Mortality Rate Jamkesmas Jaminan Kesehatan Masyarakat Jampersal Jaminan Persalinan JKA Jaminan Kesehatan Aceh K4 Kunjungan 4 kali KB Keluarga Berencana KB4 Kunjungan Bayi Lengkap Kemenkeu Kementrian Keuangan KB4 Kunjungan Bayi 4 kali KEP Kurang Energo Protein KH Kelahiran Hidup KIA Kesehatan Ibu dan Anak KIE Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Km Kilometer Km Kilometer persegi KN3 Kunjungan Neonatus Lengkap LH Lahir Hidup Linakes Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan LOS Length of Stay 2 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 17 MDGs Millennium Development Goals MDR Multi Drug Resistance Menkes Menteri Kesehatan MP-ASI Makanan Pengganti ASI NDR Net Death Rate NSPK Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria PMBA Pemberian Makanan Bayi dan Anak P2M Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular P4K Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi PD3I Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi PECAPP Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program Pemkab Pemerintah Kabupaten Per Peraturan Permenkes Peraturan menteri Kesehatan PMBA Pemberian Makanan Polindes Pondok Bersalin Desa PONED Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar PONEK Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif Poskesdes Pos Kesehatan Desa Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat Pustu Puskesmas Pembantu RFT Release From Treatmen RI Republik Indonesia RS Rumah Sakit RSU Rumah Sakit Umum RSUD Rumah Sakit Umum Daerah SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah SPM Standar Pelayanan Minimal SPS Sewaktu Pagi dan Sewaktu (dalam suatu wilayah kerja pada waktu tertentu) SR TB Success Rate Tuberculosis Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional SK Surat Keputusan TB Tuberkulosis TOI Turn Over Interval TT Tempat Tidur WHO World Health Organization DAFTAR SIMBOL % Persen C Derajat Celcius o 18 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program GAMBARAN UMUM GAMBARAN UMUM 1. Demografi dan Kondisi Sosial Aceh Tengah telah menjadi sebuah kabupaten sejak 65 tahun yang lalu. Berdiri pada tahun 1948, sebagian besar kawasan Aceh Tengah adalah hutan. Dengan luas 2.500 kilometer persegi (Km2), daerah itu memilki topografi pegunungan dengan sumber ekonomi pertanian dan perkebunan, 58 persen wilayahnya adalah kawasan lindung dan sisanya kawasan budi daya. Grafik 1. Kepadatan Penduduk Tahun 2012 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Kepadatan Penduduk Aceh Tengah relatif lebih rendah dari Aceh. Dengan jumlah kecamatan sebanyak 14 yang terdiri dari 295 desa, kepadatan penduduk di Aceh tengah cenderung bervariasi, antara 10 hingga 764 jiwa per Km2, dengan rata-rata 73 penduduk per Km2, Grafik 1. Aceh Tengah memiliki penduduk yang didominasi usia muda. Penduduk berusia 0-19 tahun berjumlah 41 persen dari populasi. Penduduk yang berusia di atas 50 tahun hanya 12 persen. Rentang usia terbanyak adalah usia 20-49 tahun yang mencapai 47 persen. Karakteristik umur tersebut menunjukkan perlunya perhatian yang cukup besar pada kelompok usia anak, di antaranya rentang usia 0-14 tahun yang mempunyai porsi cukup besar (32 persen), Grafik 2. Struktur penduduk di Aceh Tengah tersebut juga menunjukkan tantangan terhadap meningkatnya penduduk usia tua dan penduduk usia kerja di masa mendatang. 20 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Grafik 2. Piramida Penduduk Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp 2. Penerimaan dan Belanja Pemerintah Aceh Tengah Penerimaan daerah terus meningkat, searah dengan peningkatan transfer pemerintah pusat. Tahun 2013, penerimaan Kabupaten Aceh Tengah tercatat sebesar Rp 718 miliar, meningkat 37 persen dari tahun 2007, Grafik 3. Sama seperti kabupaten/kota lain di Indonesia, peningkatan penerimaan daerah disebabkan meningkatnya penerimaan dana transfer pemerintah pusat terutamanya Dana Alokasi Umum (DAU), yang merupakan sumber penerimaan terbesar daerah. DAU pada tahun 2013 menyumbangkan sebesar 72 persen dari keseluruhan penerimaan, sedangkan penerimaan asli daerah hanya menyumbangkan sebesar 10 persen atau Rp 65 miliar dari keseluruhan penerimaan daerah. Grafik 3. Penerimaan Aceh Tengah Sumber : Pemkab Aceh Tengah & PECAPP Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 21 BELANJA KESEHATAN Belanja pemerintah terus meningkat, searah dengan meningkatnya penerimaan daerah. Belanja Aceh Tengah diperkirakan sebesar Rp 470 miliar pada tahun 2013, meningkat sebesar 77 persen dibandingkan dengan tahun 2007, yang tercatat hanya sebesar Rp 323 miliar. Belanja di sektor pendidikan dan pelayanan umum tercatat mendapat alokasi anggaran terbesar, keduanya terhitung 63 persen dari keseluruhan belanja. Alokasi belanja sektor pendidikan dan kesehatan terus meningkat sejak tahun 2007, sedangkan beberapa sektor lain seperti infrastruktur dan pelayanan umum terhitung menurun, Grafik 4. Grafik 4. Belanja Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah Grafik 5. Jenis Belanja Beberapa Sektor Utama, Tahun 2013 Sumber: Pemkab Aceh Tengah, PECAPP Sumber: Pemkab Aceh Tengah, PECAPP Belanja pegawai merupakan pengeluaran terbesar bidang pendidikan dan kesehatan. Alokasi belanja pegawai sektor pendidikan sebesar 92 persen dari total belanja sektor pendidikan atau sebesar Rp 251 miliar pada tahun 2013, menyisakan sedikit anggaran untuk belanja pembangunan pendidikan lainnya, Grafik 5. Pada sektor kesehatan alokasi belanja pegawai juga mendominasi belanja sektoral, hanya tersisa 30 persen alokasi untuk belanja pembangunan. Belanja Sektor Kesehatan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah Perhatian pemerintah daerah terhadap sektor kesehatan meningkat. Anggaran belanja kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2007 berjumlah Rp 40 miliar atau 9 persen dari belanja total. Angka tersebut terus mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah maupun porsi terhadap total belanja. Pada tahun 2013 terhitung anggaran belanja secara keseluruhan sebesar Rp 110 miliar atau mencapai 15 persen dari total belanja. Persentase belanja kesehatan tersebut juga lebih baik dari rata-rata belanja di kabupaten/kota di Aceh yang pada tahun 2013 berjumlah 12 persen, Grafik 6. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 23 Grafik 6. Porsi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Belanja Sumber: Kemenkeu, PECAPP Belanja bersumber APBK Aceh Tengah untuk sektor kesehatan cenderung meningkat. Selain dana yang bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta penerimaan lainnya seperti dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk sektor kesehatan, sejak tahun 2009 hingga 2012 besaran belanja kesehatan di Aceh Tengah menunjukkan pertumbuhan yang positif.1 Pada tahun 2009 belanja kesehatan berjumlah Rp 50 miliar, meningkat menjadi Rp 96 miliar pada tahun 2012. Belanja tersebut secara riil tumbuh sebesar 65 persen pada tahun 2012 terhadap 2009. Grafik 7. Belanja Kesehatan Berdasarkan Jenis Belanja Sumber: Dinkes Aceh Tengah, RSUD Datu Beru, DPKKD, Pecapp 1 Dalam analisis ini tidak dibahas 24 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Belanja kesehatan Aceh Tengah sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai. Hampir Rp 78 miliar belanja kesehatan Aceh Tengah dari total anggaran Rp 110 miliar pada tahun 2013 digunakan untuk belanja pegawai, Grafik 7. Meskipun banyak hal yang dapat dilakukan dengan perkembangan teknologi, namun tidak membuat pelayanan kesehatan bebas dari input tenaga manusia. Kecenderungan spesialisasi dan superspesialisasi (keahlian tertentu dalam bidang kedokteran dan kesehatan) menyebabkan komponen tenaga dalam pelayanan kesehatan semakin besar. Kondisi tersebut dapat terlihat misalnya pada pelayanan rumah sakit. Analisis biaya pada rumah sakit menunjukkan bahwa komponen tenaga bisa mencapai antara 40-60 persen dari keseluruhan biaya. Ini berarti bahwa sektor kesehatan adalah sektor yang bersifat padat karya.2 Belanja tersebut diharapkan mampu memberikan efek positif terhadap pencapaian indikator kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah. Jumlah belanja kesehatan perkapita di Aceh Tengah lebih tinggi dari rata-rata belanja kabupaten/kota di Aceh. Jumlah anggaran belanja perkapita di Aceh Tengah pada tahun 2013 terhitung sebesar Rp 584 ribu, di atas rata-rata Aceh yang berjumlah Rp 398 ribu. Belanja perkapita tertinggi tercatat di Kota Sabang dan Kota Langsa. Belanja perkapita yang tinggi di Kota Sabang disebabkan jumlah penduduk yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya, Grafik 8. Namun, besaran belanja perkapita yang lebih baik memberikan peluang membangun yang lebih besar bagi Aceh Tengah dibandingkan beberapa daerah lainnya di Aceh. Grafik 8. Belanja Perkapita Kesehatan Tahun 2013 di Aceh Sumber: Kemenkeu, BPS, Dinkes Aceh Tengah, PECAPP Terjadi perubahan pengelola belanja kesehatan di Aceh Tengah, RSUD Datu Beru mengelola sebagian besar belanja kesehatan. Pada tahun 2008 belanja kesehatan Kabupaten Aceh Tengah sebagian besarnya dikelola oleh Dinas Kesehatan (63 persen). Pada tahun 2013, anggaran belanja kesehatan menjadi terbalik, dimana RSUD Datu Beru mengelola 63 persen dari total belanja atau Rp 69 miliar, Grafik 9. Dinas Kesehatan pada tahun 2013 menerima anggaran belanja sebesar Rp 41 miliar. Peningkatan belanja pada RSUD Datu Beru terjadi sejak tahun 2012, pada tahun tersebut RSUD Datu Beru berubah status menjadi Badan Layanan Umum. 2 Jaya A, 2010 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 25 Belanja sektor kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah cukup besar pada belanja supportif.3 Terhitung sejak tahun 2008 hingga anggaran 2013, dana dari APBK Aceh Tengah sejumlah Rp 432 miliar digunakan untuk pembangunan sektor kesehatan. Belanja untuk kegiatan yang bersifat supportif, seperti belanja tidak langsung dan kegiatan perkantoran menyerap 62 persen dana tersebut, Grafik 10. Kondisi tersebut menyisakan celah kecil untuk upaya pencegahan maupun upaya lainnya. Grafik 9. Pengelola Belanja Kesehatan Sumber: Dinkes Aceh Tengah, RSUD Datu Beru, DPKKD, Pecapp Belanja pencegahan pada Dinas Kesehatan Aceh Tengah hanya berjumlah dua persen dari total belanja. Dari Rp 206 miliar total dana dikelola oleh Dinas Kesehatan tahun 2008-2013, terhitung hanya 2 persen saja dana yang diarahkan untuk upaya preventif (pencegahan).4 Meskipun belanja preventif/kuratif menyerap dana cukup besar (12 persen), namun belanja khusus untuk preventif perlu diperhatikan guna menghasilkan belanja kesehatan yang lebih efektif dan murah, Grafik 10.5 3 Belanja suportif merupakan belanja yang diperuntukkan berbagai kegiatan manajerial, termasuk di dalamnya adalah pembayaran gaji dan tunjangan pegawai, penyediaan jasa perkantoran dan lain sebagainya. 4 Belanja yang berhubungan dengan upaya kesehatan masyarakat (bukan belanja yang digunakan untuk pengobatan/upaya kesehatan perorangan) 5 Belanja yang tidak dapat dipisahkan besarannya untuk upaya pengobatan dan pencegahan 26 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Grafik 10. (A) Belanja Kesehatan Menurut Jenis Program Kesehatan; (B) Pengelola dan Jenis Program Kesehatan Tahun 2008-2013* A B Sumber: Dinkes Aceh Tengah, RSUD Datu Beru, DPKKD, Pecapp *2013: Anggaran Belanja pencegahan bukan merupakan prioritas Pemerintah Aceh Tengah. Belanja pencegahan, mempunyai jumlah dan porsi terhadap total belanja yang fluktuatif. Belanja pada tahun 2012 hanya berjumlah 1,1 persen dari total belanja kesehatan yang dikelola oleh Dinas Kesehatan. Meskipun belanja kesehatan yang dikelola oleh Dinas Kesehatan tampak mengalami peningkatan, namun untuk belanja pencegahan menunjukkan jumlah yang tidak seimbang terutama jika dibandingkan dengan tahun 2009, Grafik 11. Grafik 11. Porsi Belanja Pencegahan dari Total Belanja Kesehatan Pada di Dinas Kesehatan Sumber: Dinkes Aceh Tengah, DPKKD, Pecapp Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 27 Selain untuk membayar gaji pegawai, belanja pengadaan sarana kesehatan dan pelayanan perkantoran merupakan belanja kesehatan terbesar. Belanja tidak langsung 2012 menyerap 71 persen total belanja kesehatan di Dinas Kesehatan. Belanja tersebut mendominasi pula anggaran belanja kesehatan pada 2013 yang mencapai 75 persen. Celah untuk program kesehatan lainnya tampak semakin mengecil, seiring dengan alokasi belanja untuk pembangunan sarana kesehatan (8 persen pada 2013) dan program Pelayanan perkantoran (6 persen, 2013). Pada tahun 2012 dan 2013 belanja pada Dinas Kesehatan hanya menyisakan 10 dan 11 persen untuk program lainnya, Grafik 12. Grafik 12. Belanja Kesehatan Berdasarkan Program Sumber: Dinkes Aceh Tengah, DPKKD, Pecapp 28 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Kondisi Kesehatan Daerah 1. Sarana Kesehatan 1.1. Puskesmas Puskesmas di Aceh Tengah melayani penduduk lebih kecil dari Puskesmas lainnya di Aceh. Puskesmas di Aceh Tengah berjumlah 14 untuk melayani penduduk sekitar Rp 185 ribu orang. Dengan kondisi tersebut maka rasio Puskesmas terhadap penduduk adalah satu berbanding 13 ribu, atau per Puskesmas melayani 13 Ribu penduduk. Jumlah tersebut lebih baik dari rata-rata Aceh yang mempunyai rasio satu per 14 ribu, Grafik 13. Pencapaian ini juga lebih baik dari target nasional, satu Puskesmas melayani 30 ribu penduduk. Grafik 13. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk Tahun 2012 Sumber: Dinkes Aceh, Pecapp Jumlah Puskesmas di Aceh Tengah tidak mengalami penambahan. Pada tahun 2012 jumlah Puskesmas di Aceh Tengah berjumlah 14 unit, sama seperti tahun 2010. Dari jumlah tersebut, lima diantaranya merupakan puskesmas perawatan yakni: Puskesmas Bintang, Angkup, Blang Mancung, Isaq dan Merah Mege. Selain 14 Puskesmas tersebut, sarana kesehatan di kecamatan didirikan seperti Puskesmas Pembantu (Pustu) yang berjumlah 51 unit dan Poskesdes/Polindes yang berjumlah 171 unit pada tahun 2012. Namun, sebaran sarana kesehatan belum sepenuhnya merata, seperti Puskesmas Bebesen yang mempunyai penduduk dalam wilayahnya mencapai 36 ribu jiwa, sementara beberapa lainnya di bawah 10 ribu jiwa seperti di Kecamatan Bies, Kute Panang, Celala dan lainnya, Grafik 14. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 29 Grafik 14. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk di Aceh Tengah Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Kesenjangan kepadatan penduduk dan luas wilayah merupakan tantangan. Rusip Antara adalah kecamatan terluas dengan kepadatan penduduk yang rendah. Sementara itu Bebesen adalah kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi, Grafik 15. Dengan disparitas tersebut, maka pembangunan sarana kesehatan di masa mendatang perlu dianalisis mendalam terutama tingkat aksesibilitas masyarakat ke sarana kesehatan. Perhatian akses sarana yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara adil pada daerah yang padat penduduk maupun daerah yang jarang merupakan hal sangat mendasar, dimana setiap masyarakat harus mempunyai kemudahan menjangkau pelayanan kesehatan. Grafik 15. Kepadatan Penduduk Terhadap Luas Wilayah Kerja Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp 30 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Persebaran sarana kesehatan perlu memperhatikan luas wilayah kerja dan kepadatan penduduk. Daerah dengan wilayah kerja yang luas mempunyai rasio sarana kesehatan lebih besar. Namun Kecamatan Rusip Antara mempunyai sarana kesehatan yang sangat terbatas jika dibandingkan luas wilayahnya, demikian pula sebaliknya dengan Kecamatan Silih Nara. Semakin kecil kepadatan penduduk cenderung semakin luas pula wilayah kerja dari sarana kesehatan. Pada sisi lain luasnya wilayah yang dilayani membutuhkan penambahan jejaring dari sarana kesehatan, seperti Polindes atau Poskesdes yang perlu lebih tersebar guna meningkatkan akses masyarakat ke sarana kesehatan. Kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Sarana Kesehatan Berdasarkan Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Sarana Luas Wilayah (Km2) Kepadatan Penduduk (Km2) Jumlah Total Sarana Kesehatan 1 Rusip Antara 669 10 10 2 Bintang 429 21 20 3 Ketol 405 29 24 4 Linge 275 33 26 5 Atu Lintang 83 74 9 6 Jagong Jeget 105 89 11 7 Celala 89 99 13 8 Pegasing 99 187 27 9 Lut Tawar No Kecamatan 100 189 11 10 Kute Panang 35 204 17 11 Silihnara 98 220 25 12 Bies 29 233 13 13 Kebayakan 56 262 12 14 Bebesen 47 764 17 2,518 73 235 Aceh Tengah Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Jarak rata-rata penduduk ke Puskesmas dan Pustu di Aceh Tengah sekitar 7 kilometer. Jarak ratarata terjauh masyarakat ke Puskesmas dan Pustu adalah 25 kilometer terjadi di Kecamatan Linge, sementara jarak terdekat adalah 2,5 kilometer di Kecamatan Bebesen, Grafik 16. Kondisi tersebut kembali menunjukkan perlunya kemudahan akses masyarakat ke sarana kesehatan pendukung lainnya seperti Poskesdes atau Polindes. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 31 Grafik 16. Jarak Masyarakat ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu Sumber: BPS, PECAPP Rusip Antara salah satu kecamatan dengan jarak masyarakat ke Puskesmas atau Pustu yang cukup jauh, namun mempunyai Poskesdes/Polindes yang relatif rendah. Jarak masyarakat di Rusip Antara ke Puskesmas dan Pustu rata-rata adalah sejauh 12,7 kilometer, namun ketersediaan Poskesdes/ Polindesnya lebih rendah dari kecamatan lainnya, Grafik 17. Kondisi tersebut menciptakan kesenjangan terhadap akses masyarakat. Pembangunan sarana kesehatan penunjang perlu diprioritaskan ke daerah yang mempunyai akses relatif sulit. Grafik 17. Jumlah Poskesdes/Polindes Terhadap Jarak Sumber: BPS,Dinkes Aceh Tengah, Pecapp 32 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Puskesmas dan Pustu adalah tempat/cara berobat paling banyak yang digunakan masyarakat untuk mengatasi keluhan kesehatannya. Pada tahun 2011 Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa sebanyak 41,3 persen penduduk yang sakit berobat di Puskesmas atau Pustu. Kondisi tersebut menunjukkan masyarakat cenderung menggunakan sarana kesehatan yang disediakan pemerintah, dibanding praktik tenaga kesehatan yang penggunaannya sekitar 32,2 persen saja, Grafik 18. Sedikitnya per tahun terdapat hampir 12 ribu penduduk yang mengakses Puskesmas dan Pustu karena sakit. Grafik 18. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Sumber: BPS (Susenas, 2011) Rasio kunjungan terhadap jumlah penduduk antar Puskesmas cukup variatif. Kunjungan tertinggi keseluruhan pelayanan (rawat inap, rawat jalan dan pelayanan jiwa) tertinggi pada tahun 2012 terdapat di Puskesmas Kota sebanyak 24 ribu kunjungan. Sementara kunjungan terendah terjadi di Puskesmas Ratawali. Rasio kunjungan terhadap penduduk tertinggi terjadi di Puskesmas Bintang yang mencapai 1,52 atau kunjungan di Puskesmas tersebut satu setengah kali jumlah penduduk. Rasio kunjungan terbesar terjadi di Puskesmas Bebesen dengan rasio 0,30, Grafik 19. Grafik 19. Rasio Jumlah Kunjungan Terhadap Jumlah Penduduk Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 33 Puskesmas Angkup merupakan Puskesmas dengan jumlah penduduk tinggi, namun mempunyai rasio kunjungan terhadap penduduk yang relatif rendah. Terdapat delapan Puskesmas dengan rasio kunjungan terhadap penduduk yang relatif rendah dibandingkan rata-rata Aceh Tengah (0,71). Kondisi tersebut dapat memberikan informasi tentang kondisi pemanfaatan Puskesmas yang bervariasi. Alasan terjadinya hal tersebut masih membutuhkan analisis lanjut. Beberapa alternatif kemugkinan adalah tingginya kesadaran masyarakat ke sarana kesehatan untuk sekadar melakukan pemeriksaan rutin, tersedianya fasilitas kesehatan lainnya untuk pelayanan kesehatan atau dikarenakan tingginya angka kesakitan di wilayah Puskesmas tersebut. Akibat gempa bumi yang ­ terjadi pada tanggal 2 Juli 2013, 86 persen Puskesmas di Aceh ­Tengah ­mengalami kerusakan. Efek k­ejadian gempa bumi di Aceh T ­engah diantaranya adalah kerusakan 135 sarana kesehatan dan pendukungnya. Gempa mengakibatkan 12 Puskesmas (86 persen), 22 Puskesmas Pembantu (43 persen) dan 83 Polindes/ Poskesdes (49 persen) mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut membutuhkan penanganan segera sehingga pelayanan kesehatan untuk masyarakat tetap dapat berlangsung dengan baik. Grafik 20. Kerusakan Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Polindes Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp 34 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program 1.2. Rumah Sakit Masyarakat di Aceh Tengah membutuhkan perjalanan sejauh 24 kilometer untuk menjangkau rumah sakit. Menurut data BPS, jarak masyarakat rata-rata ke rumah sakit adalah sekitar 24 kilometer. Jarak tersebut sama dengan jarak rata-rata masyarakat Aceh di kabupaten/kota lainnya ke rumah sakit. Jarak terjauh adalah dari Kecamatan Linge dan terdekat adalah Kebayakan, Grafik 21. Kondisi tersebut kembali menegaskan bahwa akses masyarakat ke sarana kesehatan primer sangat penting dalam pelayanan kesehatan (terutama untuk upaya pengobatan) oleh Puskesmas dan jejaringnya. Penguatan kapasitas Puskesmas dan jejaringnya dalam upaya pengobatan, penting untuk diperhatikan. Grafik 21. Jarak Masyarakat ke Rumah Sakit Sumber: BPS (Susenas; 2011), Pecapp Jumlah tempat tidur di RSUD Datu Beru terhadap jumlah penduduk telah memenuhi standar. Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Tengah adalah sekitar 200 ribu orang. Jumlah tempat tidur yang tersedia saat ini adalah sebanyak 255 buah, Grafik 22. Sesuai standar World Health Organization (WHO), satu tempat tidur untuk 1.000 penduduk, maka jumlah tempat tidur di RSUD Datu Beru telah memenuhi target.6 6 Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, 2013 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 35 Grafik 22. Jumlah Tempat Tidur di RSUD Datu Beru Tahun 2012 Sumber: RSUD Datu Beru,Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat dari berbagai segi yaitu tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan efisiensi pelayanan.7 Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit di antaranya adalah pemanfaatan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR), rata-rata lama hari perawatan (Length of Stay/LOS), rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur (Turn Over Interval/TOI), persentase pasien keluar yang meninggal (Gross Death Rate/GDR) dan persentase pasien keluar yang meninggal >48 jam perawatan (Net Death Rate/NDR). Pemanfaatan pelayanan rumah sakit di Aceh Tengah cukup tinggi. Pada tahun 2012, jumlah tempat tidur yang tersedia di RSUD Datu Beru Takengon adalah sebanyak 255 unit, dimanfaatkan oleh hampir 14 ribu orang sakit. Bed Occupancy Rate dari RSUD Datu Beru adalah 81,2 persen. Kondisi tersebut telah mencapai target ideal Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yakni 60-85 persen.8 Length of Stay (LOS) di RSUD Datu Beru mencapai target yang direncanakan Kemenkes. LOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi, gambaran mutu pelayanan, dan pada diagnosis tertentu akan menghasilkan pengamatan lebih lanjut. Secara umum nilai LOS yang ideal antara 6-9 hari.9 Dengan kata lain, jika perawatan pasien dilaksanakan dengan baik, maka waktu tertentu yang dibutuhkan dari pasien masuk hingga keluar rumah sakit berkisar enam sampai sembilan hari rawatan. LOS pada RSUD Datu Beru pada tahun 2012 adalah 5,6 yang menunjukkan kondisi yang ideal. Tempat tidur yang tersedia digunakan secara efisien. Turn Over Interval (TOI) adalah waktu rata-rata suatu tempat tidur kosong atau waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai ditempati lagi oleh pasien lain. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya 7 Kemenkes RI, 2003 8 Kemenkes RI, 2003 9 Kemenkes RI, 2003 36 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.10 Pencapaian TOI RSUD Datu Beru adalah 1,3 yang menunjukkan tempat tidur yang digunakan cukup efisien.11 Gross Death Rate (GDR) rumah sakit pemerintah di Aceh Tengah cukup baik. GDR adalah angka kematian umum untuk setiap 1.000 penderita keluar dari rumah sakit. Pada GDR, tidak melihat berapa lama pasien berada di rumah sakit dari masuk sampai meninggal. Nilai ideal GDR adalah lebih kecil dari 45 per 1.000 pasien keluar. Angka GDR di RSUD Datu Beru pada tahun 2012 dilaporkan sebesar 32,5. Mutu pelayanan RSUD Datu Beru ideal. Net Death Rate (NDR) angka kematian pasien setelah dirawat > 48 jam per 1.000 pasien keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit. Asumsinya, jika pasien meninggal setelah mendapat perawatan 48 jam berarti ada faktor pelayanan rumah sakit yang terlibat dengan kondisi meninggalnya pasien. Namun jika pasien meninggal sebelum 48 jam masa perawatan, dianggap faktor keterlambatan pasien datang ke rumah sakit menjadi penyebab utama pasien meninggal. Nilai NDR ideal adalah lebih kecil dari 25 per 1.000 pasien keluar. NDR di RSUD Datu Beru adalah 13,7, dengan demikian NDR telah mencapai nilai ideal. 2. Sumber Daya Manusia Aceh Tengah mempunyai jumlah tenaga kesehatan yang lebih rendah dari rata-rata Aceh. Pada tahun 2012, jumlah tenaga kesehatan yang bertugas di Aceh Tengah adalah 900 orang.12 Kondisi tersebut belum memenuhi jumlah yang diharapkan. Tenaga sanitasi merupakan jenis ketenagaan yang rasio terhadap penduduknya paling sedikit. Sementara rasio bidan dan perawat terhadap penduduk tampak telah sesuai, Grafik 23. Hal ini tidak berbeda jauh dengan ketersediaan tenaga kesehatan di kabupaten/kota lainnya di Aceh. Grafik 23. Indeks Tenaga Kesehatan Tahun 2012 13 Sumber: Dinkes Aceh, BPS, Dinkes Aceh Tengah, PECAPP 10 Kemenkes RI, 2003 11 Kondisi kosongnya tempat tidur pasien dari ditinggalkan hingga diisi kembali merupakan waktu minimal dan maksimal yang perlu disediakan sebelum tempat tidur tersebut dipakai kembali. Jika selang waktu antar pasien terlalu pendek, maka dikhawatirkan akan munculnya infeksi antar pasien yang dapat menyebar, sementara jika terlalu panjang maka merupakan tantangan manajemen terhadap tidak digunakannya tempat tidur. 12 Dokter Umum, Dokter Gigi, Bidan, Perawat, Ahli Gizi, Ahli Kesehatan Masyarakat, Sanitarian 13 Lihat Lampiran 2 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 37 Setiap dokter umum di Aceh Tengah melayani 5.600 penduduk. Pada tahun 2012 jumlah dokter umum di Aceh Tengah adalah 33 orang dengan rincian 23 orang bertugas di Puskesmas (seluruh Puskesmas mempunyai dokter umum) dan 10 di rumah sakit. Rasio dokter umum di Aceh Tengah adalah satu berbanding 5.600 penduduk. Kondisi tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat tahun 2010 dengan rasio 40 per 100.000 penduduk atau satu dokter umum untuk 2.500 penduduk. Meskipun rasio dokter spesialis terhadap penduduk telah mencapai target Indonesia Sehat 2010, tapi belum memenuhi standar pelayanan.14 Jumlah dokter spesialis di Aceh Tengah adalah 14 orang, semuanya bertugas di rumah sakit. Rasio dokter spesialis delapan orang per 100 ribu penduduk, lebih baik dari target Indonesia Sehat 2010 dengan 6 dokter spesialis per 100 ribu penduduk. Menurut peraturan, setidaknya Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.15 RSUD Datu Beru membutuhkan sedikitnya sembilan dokter spesialis untuk memenuhi kriteria rumah sakit Kelas B. Menurut data dari Dinas Kesehatan Aceh tahun 2013, ketersediaan dokter spesialis penunjang medik, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik spesialis gigi dan mulut maupun pelayanan medik subspesialis dasar belum mencukupi. Sebagian dokter spesialis yang ada merupakan dokter sementara, sehingga ketersediaan sumberdaya manusia belum sepenuhnya tersedia. Untuk memenuhi kebutuhan ketenagaan, setidaknya dibutuhkan dua dokter spesialis tetap untuk pelayanan spesialis penunjang medik, tiga dokter spesialis lain, dua dokter spesialis gigi dan mulut, serta dua dokter subspesialis dasar. Rasio bidan terhadap penduduk di Aceh Tengah hampir tiga kali lipat target nasional. Jumlah bidan yang bertugas di Aceh Tengah pada tahun 2012 adalah sebanyak 512 orang, atau rasio bidan terhadap penduduk mencapai 278 per 100 ribu penduduk, Grafik 24. Angka tersebut hampir tiga kali target Indonesia Sehat 2010 dengan 100 bidan untuk 100 ribu penduduk. Sebagian besar bertugas di Puskesmas dan jejaringnya (455 orang, 88 persen), sementara sebagian kecil lainnya bertugas di rumah sakit. Distribusi bidan bervariasi, namun semua daerah mempunyai rasio di atas target. Meskipun rasio satu bidan untuk 1.000 penduduk telah terpenuhi, namun ketersediaan jumlah bidan belum sepenuhnya merata. Bidan di Puskesmas Kebayakan jika dibandingkan dengan Puskesmas Atang Jungket mempunyai perbedaan rasio yang cukup besar. Setiap satu bidan di Puskesmas Kebanyakan melayani penduduk sekitar 600 orang, sementara di Puskesmas Atang Jungket, satu bidan melayani 260 orang. Luas wilayah Kecamatan Kebayakan dan jumlah desa, serta luas wilayah per desa, lebih besar daripada Kecamatan Atang Jungket, Grafik 25. Analisis lebih dalam terhadap ketersediaan dan penyebaran tenaga kesehatan perlu diperhatikan. 14 Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 549/Menkes/SK/VII/2009, RSUD Datu Beru meningkat statusnya menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Tipe B 15 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/Menkes/Per/III/2010 38 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Tabel 2. Ketersediaan Tenaga Dokter Spesialis di RSUD Datu Beru Takengon Tahun 201316 Jenis Pelayanan Medik Spesialis Dasar Pelayanan Spesialis Penunjang Medik Pelayanan Medik Spesialis lain sekurangkurangnya 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut Spesialis Tetap Total Keterangan Penyakit Dalam 4 4 Tersedia Kesehatan Anak 2 2 Tersedia Bedah 2 2 Tersedia Obstetri dan Ginekologi 3 3 Tersedia Anestesiologi 1 1 Tersedia Radiologi 0 2 Tersedia (dokter sementara) Rehabilitasi Medik 0 0 Belum Tersedia Patologi Klinik 1 1 Tersedia Mata 1 1 Tersedia Telinga Hidung Tenggorokan 2 2 Tersedia Saraf 1 1 Tersedia Jantung dan Pembuluh Darah 0 0 Belum Tersedia Kulit dan Kelamin 0 1 Tersedia (dokter sementara) Kedokteran Jiwa 1 2 Tersedia Paru 1 1 Tersedia Orthopedi 0 0 Belum Tersedia Urologi 0 0 Belum Tersedia Bedah Saraf 0 0 Belum Tersedia Bedah Plastik 0 0 Belum Tersedia Kedokteran Forensik 0 0 Belum Tersedia Patologi Anatomi 0 1 Tersedia (dokter sementara) Bedah Mulut 1 1 Tersedia Konservasi/Endodonsi 0 0 Belum Tersedia Periodonti 0 0 Belum Tersedia 0 0 Belum Tersedia Pelayanan Medik Subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) Subspesialis Dasar Sumber: Dinas Kesehatan Aceh (Update 25 Juni 2013), Pecapp Grafik 24. Rasio Bidan per 100.000 Penduduk di Aceh Sumber: Dinkes Aceh, PECAPP 16 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/Menkes/Per/III/2010 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 39 Grafik 25. Rasio Bidan per 100.000 Penduduk di Aceh Tengah Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp 40 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program 3. Situasi Derajat Kesehatan 3.1. Angka Kematian Indeks angka kematian di Aceh Tengah lebih baik dibandingkan daerah lain di Aceh. Dengan menggunakan standar angka kematian (ibu, bayi dan Balita) di Aceh, diketahui bahwa Kabupaten Simeulue adalah daerah dengan nilai indeks terendah. Terdapat tujuh daerah dengan pencapaian seluruh angka kematian yang lebih baik dari rata-rata Aceh sehingga memperoleh nilai maksimum, Grafik 26. Grafik 26. Indeks Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita 17 Sumber: Dinkes Aceh, BPS, Dinkes Aceh Tengah, PECAPP Angka Kematian Bayi Angka kematian bayi di Aceh Tengah cenderung mengalami penurunan. Infant Mortality Rate (IMR) atau Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun pada tahun yang sama yang dinyatakan dalam 1.000 Lahir Hidup (LH). Pada tahun 2011 di Kabupaten Aceh Tengah terjadi 51 kematian bayi dari 4.037 jumlah kelahiran atau 12,6 per 1.000 LH. Artinya dari 1.000 bayi lahir hidup terdapat 12 sampai 13 bayi yang meninggal dalam setahun. Angka kematian bayi tersebut menurun pada tahun 2012 menjadi 9,8 per 1.000 LH. Angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan secara nasional yaitu 32 per 1.000 LH maupun pencapaian AKB Aceh tahun 2012 yang berjumlah 10,8 per 1.000 LH, Grafik 27. 17 Lihat Lampiran 3 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 41 Grafik 27. Angka Kematian Bayi di Aceh Tahun 2012 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang penting. AKB mencerminkan keadaan derajat kesehatan suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat orang tua si bayi tinggal, juga status sosial orang. Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit akan tercermin secara jelas dengan menurunnya tingkat AKB. Dengan demikian, AKB merupakan tolak ukur yang sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah khususnya di bidang kesehatan.18 Grafik 28. Angka Kematian Bayi dan Balita di Aceh Tengah Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp 18 http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=79 42 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Angka Kematian Balita (AKABA) dapat mencerminkan kondisi sosial ekonomi penduduk. Indikator kematian Balita terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKABA kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk.19 AKABA di Kabupaten Aceh Tengah tahun 2012 adalah 12,1 per 1.000 LH. Artinya dari 1.000 Balita lahir hidup terdapat 12 Balita yang meninggal dalam setahun, Grafik 28. Kondisi pencapaian angka kematian bayi dan Balita di Aceh Tengah menunjukkan perbaikan, setelah memburuk dua tahun terakhir. Dibandingkan tahun 2011, AKB dan AKABA di Aceh Tengah menunjukkan perbaikan, namun bukan merupakan pencapaian terbaik Aceh Tengah. Pencapaian angka tersebut pada tahun 2009 dan 2010 lebih baik dari 2012. Dengan demikian, upaya penurunan AKB dan AKABA masih dapat ditingkatkan lagi pada masa mendatang. Penyebab kematian bayi yang tinggi dapat dikarenakan masalah baru lahir dan setelahnya. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan Balita adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir/neonatal (umur 0-28 hari). Masalah neonatal ini meliputi asfiksia (kesulitan bernafas saat lahir), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan infeksi. Diare dan pneumonia merupakan penyebab kematian berikutnya pada bayi dan Balita, di samping penyakit lainnya serta masalah gizi.20 Di Aceh Tengah, pencapaian beberapa indikator pada tahun 2012, lebih baik dari tahun 2010 dan 2011. Persentase bayi yang lahir dengan BBLR tahun 2010 dan 2011 mencapai 0,4 persen, atau empat dari 1.000 anak yang lahir mengalami BBLR, kemudian membaik pada tahun 2012 yang hanya ditemukan tiga dari 1.000 anak. Balita gizi kurang dan gizi buruk juga cenderung membaik pada tahun 2012, dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Demikian pula dengan beberapa penyakit menular. Grafik 29. Angka Kematian Bayi di Kecamatan Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp 19 http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=78 20 Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 43 Disparitas AKB antar kecamatan merupakan tantangan. Kematian bayi di Aceh Tengah pada tahun 2012 menunjukkan angka yang bervariasi antar kecamatan. AKB tertinggi terjadi di Kecamatan Lut Tawar, yakni 26,6 per 1.000 LH atau terjadi dua hingga tiga kematian bayi setiap seratus anak yang lahir hidup. Sementara terdapat empat kecamatan, yakni Bies, Kute Panang, Celala dan Rusip Antara yang mempunyai AKB nol. Perhatian yang besar terhadap upaya penurunan AKB serta mempertahankan angka rendah pada setiap kecamatan di Aceh Tengah merupakan isu cukup penting. Angka Kematian Ibu Angka Kematian Ibu (AKI) di Aceh Tengah pada tahun 2012, salah satu yang terendah di Aceh. Pada tahun 2012, AKI di Aceh mencapai 191 per 100 ribu Kelahiran Hidup (KH) atau hampir dua kematian ibu terjadi akibat proses kehamilan, persalinan dan masa nifas setiap 1.000 KH. AKI di Aceh cukup bervariasi, dimana terdapat daerah yang AKI-nya sangat rendah, juga terdapat daerah dengan AKI sangat tinggi. Aceh Tengah menempati urutan ke-enam terbaik di Aceh untuk AKI tahun 2012, Grafik 30. Grafik 30. Angka Kematian Ibu di Aceh Tahun 2012 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp AKI merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan. AKI adalah banyaknya kematian ibu karena faktor kehamilan dan persalinan serta masa nifas. Kematian ibu tersebut terjadi pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain.21 21 http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=80 44 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Grafik 31. Angka Kematian Ibu Tahun 2008-2012 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp AKI di Aceh Tengah tahun 2012 meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2011. AKI maternal pada tahun 2011 adalah tiga orang dari 4.037 jumlah KH atau 74 per 100 ribu KH. Pada tahun 2012, AKI di Aceh Tengah meningkat menjadi 141 per 100 ribu KH, Grafik 31. Peningkatan angka disebabkan kematian ibu hamil dan kematian ibu bersalin yang bertambah. Meningkatnya AKI merupakan tantangan besar dalam pembangunan kesehatan di Aceh Tengah terutama dalam pelayanan kesehatan ibu. Kondisi lainnya yang perlu diperhatikan adalah meningkatnya jumlah ibu hamil yang meninggal, dimana pada tahun 2010 tidak ditemukan kasus, tetapi dua tahun berikutnya kasus tersebut terjadi. Kematian ibu terbanyak dalam empat tahun pengamatan (2009-2012) terjadi di Kecamatan Linge. Terjadi kesenjangan AKI terjadi di Aceh Tengah, misalnya Kecamatan Silih Nara dan Bies selama empat tahun tidak ada laporan kematian ibu. Sementara itu, Kecamatan Linge mempunyai AKI tertinggi yang mencapai tiga kematian dari 800 KH atau 375 per 100 ribu KH, Grafik 32. Kenyataan itu menunjukkan pentingnya intervensi terhadap penurunan AKI di Aceh Tengah ditujukan secara simultan terhadap semua kecamatan, mengingat potensi kejadian berpeluang pada setiap wilayah. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 45 Grafik 32. AKI dan Jumlah Kematian Ibu Tahun 2009-2012 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp 3.2. Angka Kesakitan Indeks angka kesakitan di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh. Indeks angka kesakitan akibat beberapa penyakit menular di Aceh Tengah menunjukkan hasil yang memuaskan dengan indeks 5,6 atau lebih baik dari rata-rata Aceh yang berjumlah 5,1. Angka tersebut diperoleh dari perbandingan pencapaian Aceh Tengah pada tahun 2012 dengan hasil pencapaian rata-rata kabupaten/kota lainnya terhadap indikator yang dijadikan standar.22 Namun, tantangan terhadap kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), terutama campak, di Aceh Tengah mempunyai nilai yang relatif lebih rendah dari rata-rata, Grafik 33. Grafik 33. Indeks Angka Kesakitan23 Sumber: BPS (Podes), PECAPP 22 Bila kabupaten/kota yang dianalisis memperoleh hasil pencapaian lebih baik daripada rata-rata Aceh maka diberikan nilai satu, sementara jika memperoleh nilai lebih rendah maka proporsi pencapaian daerah tersebut (kesenjangan) terhadap capaian yang akan digunakan sebagai nilainya. 23 Bila kabupaten/kota yang dianalisis memperoleh hasil pencapaian lebih baik daripada rata-rata Aceh maka diberikan nilai satu, sementara jika memperoleh nilai lebih rendah maka proporsi pencapaian daerah tersebut (kesenjangan) terhadap capaian yang akan digunakan sebagai nilainya. 46 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Pencapaian upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2M) di Aceh Tengah secara umum menunjukkan perbaikan. Angka prevalensi Tuberkulosis Paru (TB Paru), kematian akibat TB Paru, angka penemuan kasus baru TB, success rate TB Paru, penemuan kasus dan penanganan diare, jumlah kasus campak merupakan beberapa indikator yang membaik, Tabel 3. Namun, tantangan terhadap penyakit tersebut terus meningkat sepanjang waktu dan perlu mendapat perhatian. Tabel 3. Beberapa Indikator P2M di Aceh Tengah Tahun 2011-2012 dan Pencapaian Aceh Tahun 2012 Indikator AFP Rate (non polio) < 15 th Aceh Tengah 2011 - 2012 5.0 Aceh 2012 Satuan 3.92 per 100.000 pend <15thn Angka Insidens TB Paru 31.7 39.1 96.21 per 100.000 penduduk Angka Prevalensi TB Paru 65.2 40.2 98.86 per 100.000 penduduk Angka Penemuan Kasus TB Paru (CDR) 20.1 24.4 53.3 Persen Success Rate TB Paru 80.0 89.5 94.3 Persen Persentase Diare ditemukan dan ditangani 60.8 78.6 63.7 Persen 0.3 0.2 Penderita Kusta PB Selesai Berobat (RFT PB) - 100.0 87.50 Persen Penderita Kusta MB Selesai Berobat (RFT MB) 100.0 100.0 84.8 Persen Incidence Rate DBD 27.8 37.4 0.1 0.1 Angka Prevalensi Kusta Angka Kesakitan Malaria (API) 0.8 per 10.000 Penduduk 48 per 100.000 penduduk 0.2 per 1.000 penduduk Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs). Pada awal 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short–course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif. Tujuan program ini untuk memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya multi drug resistance (MDR). Target program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB Basil Tahan Asam (BTA) positif minimal 70 persen dari perkiraan, dengan angka kesembuhan minimal 85 persen. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB dalam upaya mencapai tujuan MDGs tahun 2015. Jumlah perkiraan penderita baru dan pasien baru TB BTA positif adalah Insidens Rate TB Paru BTA positif per 100 ribu penduduk, dikali jumlah penduduk pada suatu wilayah tertentu. Di Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2012, perkiraan penderita baru berjumlah 295 orang. Jumlah TB Paru klinis yang ditemukan berjumlah 1.270 penderita. TB Paru BTA positiof adalah pasien TB Paru melalui pemeriksaan dahak dalam suatu wilayah kerja pada waktu tertentu. Di Kabupaten Aceh Tengah tahun 2011, TB Paru BTA positif ditemukan sebanyak 57 kasus dan tahun 2012 sebanyak 72 kasus. Percapaian Case Detection Rate (CDR) TB di Aceh Tengah masih di bawah target. CDR adalah persentase penderita baru TB Paru yang ditemukan dan diobati. CDR Kabupaten Aceh Tengah tahun 2011 adalah 20.07 persen dan pada tahun 2012 24,4 persen. Persentase ini masih di bawah target nasional yaitu CDR sebesar 70 persen, Grafik 34. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 47 Grafik 34. Jumlah Kasus BTA Positif dan CDR Tahun 2012 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Pada tahun 2012 jumlah kasus TB BTA positif meningkat, ditemukan 72 kasus. Dari angka tersebut penderita TB terbanyak ada di Kecamatan Silih dan Celala dengan jumlah penderita positif masingmasing sebanyak 11 orang. Sementara CDR terbaik juga didapatkan di Celala yang mencapai 79 persen. Angka Success Rate TB Paru (SR TB) di Aceh Tengah cukup baik. Angka SR TB di Aceh Tengah pada tahun 2012 mencapai 89,5 persen. Angka tersebut lebih baik dari target namun masih lebih rendah dari pencapaian Aceh. Upaya penurunan angka TB dan peningkatan keberhasilan terapi merupakan hal penting mengingat akibat dari penyakit ini. Baru dua per tiga penderita diare mendapat penanganan. Pada tahun 2011 terdapat 7.600 kasus diare, yang ditangani sebanyak 4.600 atau 60.8 persen. Kondisi tersebut meningkat pada tahun 2012, terdapat 6.100 penderita diare yang ditangani atau 79 persen dari perkiraan kasus. Perkiraan jumlah penderita diare yang datang ke sarana kesehatan dan kader adalah 10 persen dari angka kesakitan, dikali jumlah penduduk di suatu wilayah kerja dalam waktu satu tahun. Angka tersebut lebih baik dari pencapaian ratarata Aceh, namun peningkatan jumlah kasus juga penting diamati dan diselesaikan. Salah satunya adalah peningkatan upaya pola hidup bersih dan sehat di tengah masyarakat. Prevalensi kasus kusta di Aceh Tengah menurun. Prevalensi kusta adalah jumlah keseluruhan penderita kusta yang menimpa penduduk pada periode waktu tertentu. Prevalensi kusta di Kabupaten Aceh Tengah tahun 2011 adalah 0,3 per 10 ribu penduduk. Angka tersebut membaik menjadi 0,2 pada tahun 2012. Kondisi tersebut juga lebih baik dari Aceh yang mempunyai prevalensi kusta 0,8. Angka penderita kusta yang berobat di Aceh Tengah juga memuaskan, dimana pada tahun 2011 dan 2012 mencapai 100 persen. Campak dan Hepatitis B merupakan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yang ditemukan di Aceh Tengah. Terdapat beberapa PD3I, yaitu tetanus neonatorum, campak, difteri, polio dan AFP, pertusis serta hepatitis B. Dari penyakit tersebut, ditemukan 17 kasus campak dan 2 kasus hepatitis 48 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program B pada tahun 2012. Untuk kasus campak, angka tersebut lebih rendah dari tahun 2011 yakni 62 kasus. Sementara kasus hepatitis meningkat dari sebelumnya tidak ditemukan kasus. Hampir satu dari 2.000 penduduk menderita Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2012. Kasus demam berdarah di Aceh Tengah pada tahun 2012 meningkat dibanding tahun 2011. Jumlah kasus DBD pada tahun 2011 adalah 50 kasus meningkat menjadi 69 kasus pada tahun 2012. Kondisi ini menuntut perhatian lebih terhadap upaya pencegahan dan penanggulangannya. DBD adalah penyakit disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan vektor nyamuk Aedes Aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur <15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa. Kasus malaria di Aceh Tengah menurun. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs. Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Target angka kesakitan malaria (Annual Parasite Incidence/API) secara nasional ingin dicapai sebesar 1.75 per 100 penduduk. Melihat angka kesakitan malaria di Kabupaten Aceh Tengah sebesar 0.1 per 1.000 penduduk maka angka kesakitan malaria di kabupaten Aceh Tengah telah mencapai target. 3.3. Gizi Indeks pencapaian indikator gizi di Aceh Tengah relatif baik. Pada tahun 2012, Aceh Tengah mempunyai persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Balita dengan berat badan di Bawah Garis Merah (BGM) lebih baik dari Aceh. Keadaan tersebut menempatkan Aceh Tengah sebagai salah satu daerah dengan pencapaian indikator gizi terbaik di Aceh, Grafik 35. Grafik 35. Indeks Gizi Aceh Tahun 201224 Sumber: Dinkes Aceh, BPS, Dinkes Aceh Tengah, PECAPP Balita dengan kondisi berat badan BGM di Aceh Tengah cukup variatif. Kecamatan Bintang merupakan kecamatan dengan penemuan kasus Balita BGM tertinggi di Aceh Tengah, Grafik 36. Meskipun 24 Lihat Lampiran 4 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 49 pencapaian Balita BGM di Aceh Tengah lebih rendah dari rata-rata Aceh, namun besarnya kasus BGM harus diwaspadai. Daerah dengan Balita BGM yang tinggi akan menimbulkan anak jatuh pada kondisi Kurang Energi Protein (KEP). Kondisi tersebut bermakna keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Pada usia Balita, tubuh memerlukan zat gizi tinggi, sehingga apabila kebutuhan zat gizi itu tidak tercapai maka tubuh akan menggunakan cadangan zat makanan yang ada, lama kelamaan cadangan itu akan habis dan akan menyebabkan kelainan pada jaringan. Proses selanjutnya dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya perubahan dan akhirnya akan menimbulkan kelainan anatomis. Grafik 36. Persentase Balita dengan BGM Tahun 2012 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Kondisi gizi memiliki peranan penting dalam pembangunan. Keberhasilan program gizi pada waktunya akan menentukan keberhasilan suatu bangsa. Namun, kondisi suatu bangsa juga akan mempengaruhi gizi masyarakatnya. Intervensi pemerintah perlu dilakukan dalam upaya memperbaiki kondisi gizi yang ada. 4. Upaya Kesehatan Indeks upaya kesehatan di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh. Pencapaian upaya penurunan AKI, AKB dan AKABA, Perbaikan Gizi dan P2M secara akumulatif di Aceh Tengah cukup baik dibandingkan rata-rata Aceh. Namun, pencapaian tersebut pada komponen upaya menurunkan angka kematian bayi dan Balita di Aceh Tengah masih rendah, Grafik 37. Hal tersebut dipengaruhi oleh pencapaian Neonatal Risti atau komplikasi yang masih sangat rendah (3 persen) dibandingkan Aceh yang mencapai 20 persen. 50 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Grafik 37. Indeks Upaya Kesehatan 25 Sumber: Dinkes Aceh, Dinkes Aceh Tengah, Pecapp 4.1. Penurunan AKI dan AKB Informasi mengenai tingginya Maternal Mortality Rate (MMR)/Angka Kematian Ibu (AKI) akan bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi. Program tersebut terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistem rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan. Selanjutnya penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi AKI dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.26 Target antara penurunan AKI perlu diperhatikan. Pencapaian target antara untuk menurunkan AKI tercantum dalam Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di kabupaten/kota. Target pencapaian pada tahun 2015 sebagai berikut; Tabel 4. Target Antara untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu Indikator Target a.Cakupan kunjungan ibu hamil (terutama K4) 95 persen c. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 90 persen b.Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80 persen d.Pelayanan nifas 90 persen Sumber: Permenkes nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 Pencapaian berbagai upaya menurunkan AKI di Aceh Tengah menunjukkan perbaikan. AKI di Aceh Tengah tercatat mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke 2012. Kondisi tersebut dapat disebabkan berbagai hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Kematian ibu hamil dan bersalin dapat dicegah dengan berbagai target antara, namun kondisi yang terjadi tidak memberikan korelasi antara upaya dan pencapaian angka kematian tersebut, Grafik 38. 25 Lihat Lampiran 7 26 Dinkes Kabupaten Tangerang, 2010 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 51 Grafik 38. Pencapaian Beberapa Target Antara Penurunan AKI Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp Pencapaian target antara penurunan AKI di Aceh Tengah masih merupakan tantangan. Meskipun kecenderungan perbaikan positif terhadap persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan (78 persen pada tahun 2009 menjadi 88 persen pada tahun 2012), namun indikator lainnya membutuhkan perhatian. Kunjungan ibu hamil K4 mempunyai kecenderungan stagnan dari tahun 2010 hingga 2012 pada kisaran 80 persen serta penurunan persentase pelayanan ibu nifas tahun 2012 merupakan tantangan yang perlu diatasi, Grafik 38. Kondisi tersebut dapat dikaitkan dengan meningkatnya jumlah kematian ibu bersalin dan nifas pada tahun 2012 yang menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Cakupan pelayanan bayi di Aceh Tengah menurun. Cakupan pelayanan bayi oleh Kemenkes RI menurut target Rencana Strategis (Renstra) 2012 adalah 86 persen. Kondisi tersebut belum berhasil dicapai oleh Provinsi Aceh pada tahun 2012 yang hanya berjumlah 79,56 persen.27 Hal yang sama terjadi di Aceh Tengah, dimana pada tahun 2012 cakupan pelayanan bayi berjumlah 73,5 persen. Keadaan tersebut menurun dibandingkan tahun 2010 (84 persen) dan 2011 (82,3 persen). Pelayanan kesehatan bayi merupakan unsur pelayanan yang penting guna menekan AKB dan memberikan pelayanan kesehatan untuk bayi. Disparitas pelayanan kesehatan bayi terjadi di Aceh Tengah. Pelayanan kesehatan bayi melalui kunjungan bayi minimal 4 kali di Kecamatan Lut Tawar, Kebayakan, Pegasing dan Celala melebihi jumlah bayi yang ada. Kondisi tersebut dapat disebabkan kunjungan dari wilayah lain ke Puskesmas tersebut atau ketidaksesuaian antara jumlah bayi yang diperkirakan di dalam wilayah kecamatan tersebut. Beberapa kecamatan lainnya seperti Bintang dan Linge, tercatat angka kunjungan bayi sangat rendah bahkan di bawah 10 persen, Grafik 39. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan perlu diperhatikan pada daerah-daerah tersebut. 27 Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013 52 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Grafik 39. Kunjungan Bayi Minimal Empat Kali Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Pelatihan dan pendidikan perawatan anak Balita merupakan kegiatan dengan alokasi terbesar pada tahun 2013. Berbeda dengan tahun sebelumnya, terdapat empat kegiatan yang dialokasikan dari dana sebesar Rp 85 juta. Sebesar Rp 30 juta digunakan untuk pelatihan dan pendidikan perawatan anak Balita. Selebihnya dana digunakan untuk Gerakan Sayang Ibu (Rp 20 juta), Peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak (Rp 20 juta) dan audit maternal perinatal (Rp 15 juta), Grafik 40. Dengan fungsi pembinaan dan pengawasan, belanja yang ditempatkan pada Dinas Kesehatan telah diupayakan, namun dari sisi kecukupan jumlah tersebut masih minim. Grafik 40. Porsi Anggaran Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2013 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 53 Belanja untuk upaya kesehatan ibu dan anak yang dikelola oleh Dinas Kesehatan sangat minim. Pada tahun 2012, jumlah belanja kesehatan untuk upaya kesehatan ibu dan anak berjumlah Rp 10 juta (0,3 persen) dari total belanja. Pada tahun 2013, anggarannya meningkat menjadi Rp 85 juta (0,21 persen) dari total anggaran. Meskipun terjadi peningkatan sebesar delapan kali lipat, namun jumlah yang dialokasikan masih cukup rendah. Belanja pada tahun 2012 dan 2011 digunakan untuk pendataan dan pencegahan AKI dan AKB. Upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi pada tahun 2011 dan 2012 masing-masing membelanjakan Rp 10 juta. Selain itu, pada tahun 2011 juga terdapat belanja penyuluhan kesehatan bagi ibu dan anak. Strategi operasional penurunan AKI tahun 2011 menyatakan perlunya penguatan sarana, manajemen serta sistem rujukan, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan serta pembiayaan untuk akselerasi penurunan AKI. Penguatan Puskesmas dan jaringannya dalam rangka penyediaan paket kesehatan reproduksi esensial yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan mengintegrasikan pelayanan kesehatan reproduksi dengan pelayanan kesehatan lainnya (gizi, penyakit menular dan tidak menular). Dalam konteks ini, bukan hanya jumlah sarana kesehatan yang diutamakan, namun penting pula efektifitas program yang sinergis dalam menurunkan AKI. Dalam upaya menangani pembiayaan telah disediakan dana Jaminan Persalinan serta dana BOK di tingkat Puskesmas guna mendukung pencapaian target AKI. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut terhadap kebijakan penurunan AKI. Analisis kebijakan daerah untuk mendorong peningkatan indikator antara, dalam rangka menurunkan AKI seperti K4, persalinan oleh tenaga kesehatan, pelayanan nifas, peningkatan peserta KB aktif, dan penanganan kehamilan dengan komplikasi, penting untuk diperhatikan secara khusus. Penguatan kemitraan dengan pihak yang mempunyai perhatian untuk kondisi kesehatan ibu perlu ditingkatkan, terutama pendampingan, pengawasan dan evaluasi pencapaian target. Strategi jelas dan terarah perlu dikedepankan guna mencapai berbagai indikator. Penjaringan bayi serta Balita (seperti jumlah Balita ditimbang) yang rendah akan meningkatkan masalah kesehatan, hal ini perlu diatasi sebelum munculnya berbagai kasus kesehatan pada bayi dan Balita. Rencana operasional promosi kesehatan ibu dan anak perlu dilakukan secara teratur dan terpola. Komponen tersebut adalah advokasi, bina suasana, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan. Berdasarkan kajian di atas, maka peran serta pemerintah harus diarahkan untuk penguatan promosi kesehatan, monitoring, evaluasi serta pembinaan ke Puskesmas. Anggaran yang kecil pada kegiatan ibu dan anak haruslah dibelanjakan seoptimal mungkin. Perlu perhatian yang besar terhadap peningkatan kapasitas sumber daya kesehatan. 54 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program 4.2. Perbaikan Status Gizi Meskipun persentase Balita ditimbang di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh, namun pencapaiannya masih rendah. Cakupan D/S (ditimbang terhadap keseluruhan Balita yang ada) di Provinsi Aceh tahun 2012 sebesar 53,6 persen. Aceh Tengah pada tahun 2012 mempunyai persentase yang lebih baik yakni 68,1 persen, Grafik 41. Jumlah tersebut masih rendah jika dibandingkan target, yakni 70 persen. Balita yang ditimbang merupakan upaya strategis mengingat pencapaiannya menentukan penjaringan kondisi gizi Balita. Semakin rendah pencapaian Balita ditimbang maka jumlah Balita yang terdeteksi status gizinya juga akan menurun, demikian pula sebaliknya. Grafik 41. Persentase Balita Ditimbang Tahun 2012 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp Jagong Jeged tercatat sebagai kecamatan dengan pencapaian Balita ditimbang paling rendah. Pencapaian Balita ditimbang di Aceh Tengah cukup bervariasi. Pencapaian terbaik pada tahun 2012 terjadi di Kecamatan Silih Nara, sementara yang terendah terjadi di Kecamatan Jagong Jeged. Secara umum tujuh dari 14 kecamatan di Aceh Tengah mempunyai persentase Balita ditimbang di bawah 70 persen, Grafik 42. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 55 Grafik 42. Balita Ditimbang di Aceh Tengah Tahun 2012 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Gangguan gizi pada awal kehidupan dapat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan berikutnya. Gizi kurang dan gizi buruk tidak hanya menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga berpengaruh terhadap kecerdasan dan produktivitas ketika dewasa. Akibatnya, gizi buruk mengancam kualitas generasi mendatang. Generasi yang berkualitas sangat diperlukan untuk membangun bangsa menjadi lebih baik.28 Air Susu Ibu (ASI) eksklusif paling efektif untuk mencegah kematian anak, tingkat pemberian ASI eksklusif di Aceh Tengah terus meningkat. 29 Pada tahun 2010 di Aceh Tengah dilaporkan sekitar 28 persen anak yang mendapat ASI eksklusif, meningkat menjadi 42 persen pada tahun 2011 dan di tahun 2012 pencapaiannya mencapai 64 persen, Grafik 43. Grafik 43. Bayi Diberikan ASI Ekslusif di Aceh Tengah Tahun 2012 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp 28 Siswanto et.al. 2013 29 Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberi ASI sampai bayi berumur dua tahun. 56 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Penelitian menunjukan bahwa breastfeeding mengurangi resiko sindrom kematian bayi mendadak (Sudden Infant Death Syndrome/SIDS) sebesar 36 persen. Sebanyak 21 persen dari kematian bayi di Amerika berkaitan dengan peningkatan tingkat SIDS pada bayi yang tidak pernah breastfed (diberi ASI). Di Amerika, terhitung lebih dari 900 bayi per tahun dapat diselamatkan jika 90 persen dari ibu memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.30 ASI eksklusif jika tidak diberikan pada bayi secara maksimal akan mengganggu pertumbuhan bayi pada usia 0-6 bulan dan dapat mengakibatkan bayi tidak sehat. Belanja dengan sasaran gizi tiga tahun terakhir cenderung stagnan. Belanja pada tahun 2009 untuk sasaran gizi mencapai Rp 300 juta. Namun belanja tersebut menurun drastis pada tahun 2010 hingga 2012. Belanja tahun 2012 berjumlah Rp 74 juta, yang relatif sama dengan anggaran tahun 2013 berjumlah Rp 78 juta, Grafik 44. Grafik 44. Belanja Sasaran Gizi pada Dinas Kesehatan Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Jenis belanja pemberian makanan tambahan dan vitamin merupakan kegiatan terbesar. Perlu perbaikan arah penganggaran dan komposisi belanja gizi. Tiga tahun terakhir, belanja pada Dinas Kesehatan digunakan untuk menyediakan makanan tambahan dan vitamin. Kondisi ini mengarahkan belanja untuk memberikan tambahan makanan saja dengan sedikit dana untuk kegiatan penanggulangan masalah gizi, Grafik 45. Kondisi tersebut menggambarkan belum sepenuhnya program gizi mencapai tujuan yang diharapkan. 30 Ameda, 2013 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 57 Grafik 45. Belanja Sasaran Gizi Menurut Jenis Kegiatan Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Upaya melaksanakan pembinaan gizi masyarakat mencakup dua indikator utama dan enam indikator penunjang. Indikator yang digunakan menurut Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes RI tahun 2011, adalah sebagai berikut; Tabel 5. Indikator Utama dan Penunjang Pembinaan Gizi Masyarakat Indikator utama Indikator penunjang a. 70 persen Balita ditimbang berat badannya (D/S) b. 100 persen Balita gizi buruk mendapat perawatan a. 78 persen Balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A b. 67 persen bayi 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif c. 86 persen ibu hamil mendapat 90 tablet tambah darah d. 77 persen rumah tangga mengonsumsi garam beriodium e. 100 persen kabupaten dan kota melaksanakan surveilans gizi f. 100 persen penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana Sumber: Kemenkes RI Strategi pencapaian sasaran dan target gizi terdiri dari 5 komponen. Strategi untuk mencapai sasaran dan target yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut; peningkatan pendidikan gizi dan pemberdayaan masyarakat melalui gerakan nasional sadar gizi menuju manusia Indonesia prima dengan tema ‘Seribu Hari Pertama Untuk Negeri’, mengembangkan regulasi dan kebijakan dalam bentuk Norma, Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK), melakukan peningkatan kapasitas manajemen dan teknis petugas kesehatan dan masyarakat, utamanya dalam Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA), kemitraan pemerintah dan swasta serta penguatan sistem pelayanan gizi masyarakat. Penimbangan Balita merupakan pintu masuk perbaikan cakupan pelayanan Balita. Cakupan penimbangan Balita (D/S) merupakan indikator yang berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada Balita, cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi, tingkat partisipasi masyarakat serta prevalensi gizi kurang. Semakin tinggi cakupan D/S, semakin tinggi cakupan vitamin A, semakin tinggi cakupan imunisasi dan semakin rendah prevalensi gizi kurang. 58 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program BELANJA PUSKESMAS Belanja Puskesmas 1. Besaran dan Alokasi Belanja Dana Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) merupakan sumber belanja terbesar, hampir 70 persen belanja Puskesmas berasal dari JKA. Selama dua tahun pengamatan, jumlah belanja total yang terhitung pada delapan Puskesmas mencapai Rp 10 miliar, Grafik 46. Secara rata-rata belanja perkapita untuk penduduk di wilayah kerja Puskesmas yang disurvei adalah sebesar Rp 37 ribu. Dana bersumber JKA merupakan belanja yang muncul atas kebijakan Pemerintah Aceh dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan program Jaminan Kesehatan Semesta. Grafik 46. Porsi Sumber Belanja Kesehatan di Puskesmas Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas Alokasi belanja pencegahan bersumber JKA belum mencapai target yang diharapkan.31 Meskipun besaran belanja pencegahan penyakit yang bersumber dana JKA meningkat, namun alokasi tersebut belum mencapai 20 persen. Pada tahun 2012 dalam Pedoman Pelaksanaan JKA, disebutkan bahwa sebesar 20 persen dari penerimaan kapitasi (dana yang diterima Puskesmas) digunakan untuk kegiatan luar gedung (preventif/promotif, khususnya program imunisasi). Di Aceh Tengah, rata-rata pada tahun 2012, belanja JKA untuk upaya pencegahan secara total hanya berjumlah 11 persen, Grafik 47. 31 Tidak termasuk Puskesmas Pegasing dan Bebesen karena angka untuk pendanaan JKA di tahun 2012 untuk kedua Puskesmas adalah angka estimasi 60 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Grafik 47. Alokasi Belanja Bersumber Dana JKA Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas Puskesmas Bebesen adalah pengelola belanja terbesar. Selama dua tahun pengamatan, Puskesmas Bebesen mengelola hingga Rp 2,3 miliar. Meskipun belanja yang terbesar, namun belanja perkapita tertinggi ditemukan di Puskesmas Merah Mege yang mencapai Rp 67 ribu perkapita pada tahun 2012, Grafik 48. Kondisi tersebut dapat disebabkan jumlah penduduk di Kecamatan Bebesen cenderung lebih besar dari Puskesmas lainnya. Belanja yang cukup merupakan prinsip pembiayaan kesehatan sebelum tercapainya suatu pengelolaan yang efektif dan efisien serta transparan. Grafik 48. Jumlah Belanja Puskesmas Perkapita Tahun 2011-2012 Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 61 Belanja kesehatan di Puskesmas sebagian besarnya digunakan untuk upaya pengobatan. Upaya pengobatan menggunakan belanja sebesar 71 persen pada tahun 2012. Persentase ini berkurang jika dibandingkan dengan belanja tahun 2011 yang menyerap 78 persen belanja, Grafik 49. Hal tersebut membuka peluang meningkatnya belanja upaya pencegahan atau preventif. Pada tahun 2012, besaran belanja preventif yang pada tahun 2011 berjumlah Rp 852 juta (17 persen), meningkat menjadi Rp 1,1 miliar (23 persen). Grafik 49. Jenis Program Kesehatan di Puskesmas Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas Pola belanja dana kesehatan untuk upaya pencegahan didominasi sumber dana BOK, Jampersal dan JKA. Belanja rutin hampir sepenuhnya menggunakan dana rutin Puskesmas dan sedikit menggunakan pendanaan bersumber BOK. Pendanaan Askes dan Jamkesmas diperuntukkan untuk upaya pengobatan, sementara JKA sebagian besarnya digunakan untuk upaya pengobatan. Belanja dengan tujuan pencegahan berasal dari sumber dana BOK, Jampersal dan sebagian kecil JKA. Pendanaan Jampersal ditujukan untuk upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak, terutama persalinan dan upaya kesehatan sebelum dan setelah bersalin, Grafik 50. Grafik 50. Sumber Belanja Terhadap Jenis Program Kesehatan Tahun 2011 dan 2012 Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas 62 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Upaya kesehatan perorangan, pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan ibu dan anak merupakan belanja terbesar menurut sasarannya. Sebesar Rp 3,7 miliar pada tahun 2011 dan Rp 3,4 miliar di tahun 2012 dikeluarkan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan. Besarnya dana tersebut dikarenakan skema pendanaan saat ini didominasi dengan belanja jaminan kesehatan seperti JKA, Jamkesmas dan Askes. 2. Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak Belanja pelayanan gizi, ibu dan anak mempunyai belanja perkapita yang bervariasi. Pada tahun 2011 belanja perkapita terendah terdapat di Puskesmas Kebayakan, sementara belanja tertinggi untuk sasaran tersebut terjadi di Puskesmas Merah Mege yang mencapai Rp 11 ribu. Secara rata-rata, belanja perkapita tahun 2011 berjumlah hampir Rp 6 ribu dan tahun 2012 Rp 8 ribu. Belanja pada Puskesmas Bebesen dan Pegasing tidak dapat dianalisis karena keterbatasan data bersumber dana JKA, meskipun belanja perkapita di Puskesmas Pegasing meningkat dari Rp 4.700 pada tahun 2011 menjadi Rp 6.900 di tahun 2012, Grafik 51. Grafik 51. Belanja Perkapita Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas Belanja untuk layanan gizi, kesehatan ibu dan anak, sebagian besarnya berasal dari dana Jampersal. Sumber belanja yang digunakan untuk kegiatan dengan sasaran pelayanan gizi, ibu dan anak bersumber dari dana BOK, Jamkesmas/Jampersal dan JKA. Puskesmas Kota dan Kebayakan dalam pembiayaan sasaran ini lebih besar menggunakan dana bersumber BOK. Kondisi tersebut berbeda dengan empat Puskesmas lainnya di tahun 2012 yang lebih dominan belanja bersumber dana Jamkesmas/Jampersal. Kondisi tingginya belanja yang bersumber dana Jampersal karena tingginya belanja untuk pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas, Grafik 52. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 63 Grafik 52. Sumber Belanja Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas Secara umum terjadi perbaikan pencapaian pelayanan kesehatan gizi, ibu dan anak. Dengan peningkatan jumlah belanja perkapita, menunjukkan perbaikan indikator pelayanan. Kunjungan empat kali ibu dalam masa kehamilan (K4) cenderung stagnan, namun persalinan yang ditolong tenaga kesehatan (Linakes), kunjungan neonatus lengkap (tiga kali) atau KN3, kunjungan bayi lengkap (KB4), Balita ditimbang dari yang ada (D/S) dan anak Bawah Garis Merah (BGM) menunjukkan perbaikan, Grafik 53. Kondisi ini harus dipertahankan dan diperlukan berbagai upaya yang lebih kuat untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa mendatang. Grafik 53. Belanja Perkapita Gizi, Ibu dan Anak Terhadap Beberapa Indikator Kesehatan Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas 64 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Puskesmas Celala dan Silih Nara menunjukkan pencapaian indikator pelayanan gizi, ibu dan anak yang relatif lebih baik. Dari enam indikator yang diamati, jumlah Balita yang ditimbang menunjukkan persentase yang terendah dan terjadi pada 63 persen (lima Puskesmas) pengamatan. Puskesmas Celala dan Silih Nara mempunyai pencapaian indikator yang cenderung lebih stabil dari Puskesmas lainnya, Tabel 6. Tabel 6. Persentase Beberapa Indikator Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak Puskesmas K4 ‘11 Linakes ‘12 ‘11 KN3 ‘12 ‘11 KB 4 ‘12 ‘11 Ditimbang ‘12 ‘11 ‘12 BGM ‘11 ‘12 Bebesen 92 76 87 80 101 88 71 58 44 52 1 0 Celala 77 99 89 100 75 101 179 106 88 87 2 1 Jagong 78 81 88 90 76 101 128 77 40 40 3 2 Kebayakan 90 77 85 104 85 82 34 152 48 51 2 1 Kota 84 75 80 72 96 100 62 284 77 78 1 0 Merah Mege 71 83 91 100 66 103 112 92 74 63 3 2 Pegasing 100 88 80 77 95 97 127 109 80 63 1 0 Silih Nara 84 85 76 93 101 97 60 96 66 89 1 0 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas Pola belanja di Puskesmas Celala dan Silih Nara dan Puskesmas lainnya hampir sama. Belanja di Puskesmas sebagian besar diarahkan untuk pelayanan ibu hamil dan anak. Kondisi tersebut dikarenakan besaran dana Jampersal pada sasaran ini lebih besar dari dana lainnya. Belanja untuk Posyandu merupakan belanja terbesar ke dua, sementara belanja penanganan masalah gizi mendapatkan porsi yang lebih kecil, Grafik 54. Pola belanja yang hampir sama pada setiap Puskesmas dikarenakan tantangan yang relatif mirip antar setiap Puskesmas. Jampersal merupakan upaya paling mutakhir dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Program Jampersal digulirkan sejak 2011 diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir yang belum memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan. Keberhasilan Jampersal tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan, namun juga kemudahan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari masyarakat, sehingga dukungan dari lintas sektor untuk kemudahan transportasi serta pemberdayaan masyarakat menjadi penting.32 Grafik 54. Pola Belanja Puskesmas Celala dan Silih Nara (A) Dibandingkan Puskesmas lainnya (B) Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas 32 Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 65 Selain Jampersal, berbagai upaya kesehatan lainnya perlu diperkuat. Berbagai upaya lainnya seperti penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta penyediaan fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit juga merupakan hal penting guna menurunkan angka kematian ibu dan bayi.33 3. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Belanja untuk upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit meningkat. Upaya menurunkan angka kesakitan terutama penyakit menular meningkat di Puskesmas yang disurvei. Jumlah belanja perkapita pada tahun 2011 sebesar Rp 1.900 menjadi Rp 2.500 pada tahun 2012.34 Belanja terendah pada tahun 2011 sebesar Rp 600 perkapita ditemukan di Puskesmas Bebesen dan yang tertinggi sebesar Rp 3.700 di Puskesmas Merah Mege. Belanja di tahun 2012 terendah sebesar Rp 1.700 di Puskesmas Silih Nara dan tertinggi Rp 4.800 di Puskesmas Kota, Grafik 55. Grafik 55. Belanja Perkapita Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular35 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas Penanggulangan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi merupakan belanja pencegahan penyakit menular paling besar. Beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain adalah tetanus neonatorum, campak, difteri, polio dan AFP dan pertusis. Pembelanjaan dana di Puskesmas ditujukan untuk mencegah kasus-kasus tersebut sebanyak 42 persen. Belanja dengan tujuan pemberantasan atau pengendalian penyakit lainnya mendapatkan porsi sebagai berikut; TB Paru (12 persen), DBD dan malaria (13 persen), rabies (4 persen) dan lainnya, Grafik 56. 33 Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012 34 Tidak termasuk Bebesen dan Pegasing 35 Tahun 2012, Puskesmas Bebesen dan Pegasing tidak dapat dianalisis 66 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Grafik 56. Porsi Belanja P2M Berdasarkan Jenis Penyakit Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas Jumlah kasus campak menurun, namun hepatitis B meningkat. Kasus tetanus neonatorum, difteri, polio dan AFP dan pertusis pada tahun 2011 dan 2012 tidak ditemukan di Aceh Tengah. Sementara itu penderita kasus campak mengalami penurunan jumlah kasus dan hepatitis B ditemukan 2 kasus pada tahun 2012. Rincian kasus per kecamatan adalah pada Tabel 7 berikut; Tabel 7. Jumlah Kasus Campak dan Hepatitis B di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011 dan 2013 Puskesmas Campak Hepatitis B 2011 % 2012 % 2011 % 2012 % Kota 26 42 % 6 35 % 0 0% 0 0% Bebesen 15 24 % 3 18 % 0 0% 1 50 % Pegasing 1 2% 3 18 % 0 0% 0 0% Atang Jungket 0 0% 0 0% 0 0% 0 0% Kebayakan 15 24 % 4 24 % 0 0% 0 0% Ratawali 0 0% 0 0% 0 0% 1 50 % Blang Mancung 0 0% 0 0% 0 0% 0 0% Angkup 0 0% 0 0% 0 0% 0 0% Celala 0 0% 0 0% 0 0% 0 0% Bintang 0 0% 0 0% 0 0% 0 0% Isaq 0 0% 0 0% 0 0% 0 0% Jagong 0 0% 0 0% 0 0% 0 0% Merah Mege 5 8% 1 6% 0 0% 0 0% Rusip 0 0% 0 0% 0 0% 0 0% Jumlah 62 17 0 2 Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 67 Secara umum Puskesmas berhasil menurunkan jumlah kejadian penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi. Selain kasus campak yang meningkat (dari satu menjadi tiga kasus) di Puskesmas Pegasing dan terdeteksinya kasus hepatitis B di Puskesmas Bebesen dan Ratawali, secara umum pencapaian Aceh Tengah untuk PD3I cukup baik. Semua Puskesmas menunjukkan perhatian cukup besar untuk berbagai kegiatan yang berhubungan dengan imunisasi dari alokasi belanja P2M untuk imunisasi, kecuali Puskesmas Celala yang lebih besar menggunakan belanjanya untuk penyakit TB Paru, Grafik 57. Grafik 57. Porsi Belanja P2M Berdasarkan Tujuan Belanja Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas Kejadian penyakit menular di setiap Puskesmas bervariasi. Pada tahun 2012, diketahui terdapat beberapa jenis penyakit menular di Aceh Tengah. Kasus-kasus tersebut terjadi bervariasi antar Puskesmas. Berikut adalah gambaran kondisi penyakit menular yang ditemukan pada setiap Puskesmas. 1. Tuberkulosis Paru: Puskesmas Celala merupakan Puskesmas dengan jumlah penderita TB Paru terbanyak (125 per 100 ribu penduduk), sementara dalam wilayah Merah Mege tidak dijumpai kasus. Kasus TB Paru lainnya terjadi di semua Puskesmas dengan angka prevalensi di Aceh Tengah adalah 40 per 100 ribu penduduk. Puskesmas dengan prevalensi di atas rata-rata Aceh Tengah adalah Puskesmas Atang Jungket (45), Puskesmas Angkup/Silih Nara (60), Puskesmas Celala (125), Puskesmas Bintang (56), dan Puskesmas Isaq (44). Angka kesuksesan terapi TB Paru adalah angka kesembuhan penderita TB paru ditambah dengan cakupan pengobatan lengkap. Angka kesembuhan penderita TB Paru adalah penderita TB Paru yang setelah menerima pengobatan anti TB paru dinyatakan sembuh (hasil pemeriksaan dahaknya menunjukkan 2 kali negatif), sementara pengobatan lengkap adalah pasien baru TB dengan hasil pemeriksaan BTA positif yang telah menjalani pengobatan dengan obat anti tuberkulosis selama enam bulan. Pencapaian success rate tersebut di Aceh Tengah masih belum 100 persen, tercatat beberapa Puskesmas yang belum mencapai SR TB Paru 100 persen adalah Puskesmas Pegasing (82 persen), Angkup/Silih Nara (87 persen) dan Jagong Jeged (75 persen). 2. HIV/AIDS: kasus HIV di Aceh Tengah pada tahun 2012 berjumlah tiga kasus, yakni dua kasus di Puskesmas Bebesen dan satu kasus di Puskesmas Angkup/Silih Nara. Faktor risiko atau penularan 68 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program HIV dan AIDS adalah hubungan seksual tidak aman (tidak memakai kondom) pada heteroseksual (81,1 persen), penggunaan jarum suntik berganti-ganti pada penyalahgunaan narkoba (7,8 persen), dari ibu positif HIV ke anak (5 persen) dan LSL/Lelaki Seks Lelaki (2,8 persen).36 Upaya strategis perlu dilakukan mengingat jumlah kasus yang muncul ke permukaan belum tentu merupakan jumlah kasus seluruhnya, kemungkinan ada beberapa kasus yang belum terdeteksi. 3. Diare: Kasus diare pada Puskesmas di Aceh Tengah lebih dari 6.000 kasus. Jumlah tersebut cukup bervariasi antar satu Puskesmas dan lainnya. Pada tahun 2012 Puskesmas Bebesen merupakan Puskesmas dengan jumlah kasus diare yang ditemukan dan ditangani paling tinggi, hampir 1.500 kasus. Diasumsikan bahwa kasus diare di Aceh Tengah adalah 4,2 persen dari jumlah penduduk, maka Puskesmas Jagong Jeged merupakan Puskesmas dengan persentase kasus diare yang ditangani cukup besar, mencapai 180 persen.37 Meskipun kondisi tersebut dapat disebabkan karena adanya kasus yang berasal dari luar Puskesmas, namun hal itu menuntut perhatian lebih besar di wilayah tersebut. Puskesmas Kota merupakan wilayah dengan kejadian diare dan ditangani terhadap penduduk paling rendah (10 persen), merupakan pencapaian terbaik. Namun tantangannya, apakah kegiatan untuk menemukan kasus diare serta upaya pengobatannya juga sudah optimal? Karena kemungkinan kasus yang tidak terlacak masih dapat terjadi. Jumlah persentase kasus terhadap penduduk terbesar ditemukan di Puskesmas Blang Mancung (7 persen). 4. Kusta: Kasus kusta masih ditemukan di Aceh Tengah. Pada tahun 2012, kasus kusta ditemukan sebanyak empat kasus di tiga Puskesmas, yakni Bebesen (1), Pegasing (2) dan Rusip (1). Pengobatan terhadap penderita kusta dilaporkan mencapai 100 persen di Aceh Tengah. Faktor pengobatan sangat penting, karena kusta dapat dihancurkan sehingga penularannya dapat dicegah. Pengobatan penderita kusta adalah salah satu cara pemutusan mata rantai penularan. Berbagai upaya pencegahan perlu dikedepankan guna mencegah penyakit ini. 5. Malaria dan DBD: Kasus dengan gejala klinis malaria terjadi di semua Puskesmas di Aceh Tengah. Kasus klinis malaria yang ditemukan di Aceh Tengah pada tahun 2012 hampir 2.000 kasus. Kasus terbanyak ditemukan di Puskesmas Rusip yang mencapai 5 persen penduduk atau 335 Kasus. Namun dari hasil pemeriksaan darah, jumlah kasus positif malaria adalah sebanyak 11 kasus dengan prevalensi per 100 ribu penduduk tertinggi di Puskesmas Rusip (47), Puskesmas Merah Mege (33 persen), Jagong Jeged (11), Blang Mancung (8) dan Angkup/Silih Nara (5). Kasus DBD juga terjadi di semua Puskesmas, kecuali Puskesmas Ratawali. Kasus DBD tertinggi per 100 ribu penduduk tercatat di Puskesmas Bebesen (80) dan Puskesmas Kebayakan (68) dengan insidensi di Aceh Tengah sebesar 37 per 100 ribu penduduk. Kebersihan lingkungan dan memasyarakatkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam mengendalikan dan menurunkan jumlah infeksi baru perlu didorong. Penguatan pelayanan kesehatan melalui peningkatan jumlah fasilitas perawatan, pengobatan yang berkelanjutan, tidak lengkap tanpa adanya kesadaran dari masyarakat untuk hidup secara bersih dan sehat. Puskesmas perlu mendorong peningkatan kesadaran masyarakat tentang intervensi pencegahan dan pengendalian berbagai penyakit, melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). 36 Harahap SW, 2013 37 Dinas Kesehatan Aceh Tengah, 2012 Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 69 KESIMPULAN & REKOMENDASI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan Belanja Kesehatan 1. Sejak tahun 2008 belanja kesehatan Aceh Tengah terus mengalami peningkatan. Porsi belanja terbesar pada tahun 2012 dikelola oleh RSUD Datu Beru (63 persen), sementara Dinas Kesehatan Aceh Tengah mengelola sebesar Rp 41 miliar. 2. Belanja sektor kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah cukup besar pada belanja supportif. 3. Belanja pencegahan pada Dinas Kesehatan Aceh Tengah hanya berjumlah 2 persen dari total belanja, belanja preventif cenderung berfluktuasi dan bukan merupakan prioritas belanja bersumber APBD Aceh Tengah. 4. Selain untuk membayar gaji pegawai, belanja pengadaan sarana kesehatan dan pelayanan perkantoran merupakan belanja program kesehatan terbesar. 5. Belanja untuk upaya kesehatan ibu dan anak yang dikelola oleh Dinas Kesehatan sangat minim. Meskipun terjadi peningkatan sebesar delapan kali lipat namun jumlah yang dialokasikan masih rendah (Rp 85 juta). 6. Belanja dengan sasaran gizi tiga tahun terakhir cenderung stagnan. Belanja tahun 2012 berjumlah Rp 74 juta, yang relatif sama dengan anggaran tahun 2013 berjumlah Rp 78 juta. Jenis belanja pemberian makanan tambahan dan vitamin merupakan kegiatan terbesar. Perlu perbaikan arah penganggaran dan komposisi belanja gizi. Sarana Kesehatan 1. Rasio Puskesmas terhadap penduduk di Aceh Tengah lebih baik dari target nasional namun tantangan terhadap persebaran penduduk dan ketersediaan sarana perlu mendapat perhatian. 2. Akses masyarakat ke Puskesmas cukup variatif, jarak rata-rata penduduk ke Puskesmas dan Pustu di Aceh Tengah sekitar 7 kilometer. 3. Persebaran Pos Kesehatan Desa, Pos Bersalin Desa terhadap ketersediaan Puskesmas dan Pustu belum sepenuhnya mempertimbangkan akses masyarakat. 4. Hampir setengah penduduk Aceh Tengah berobat ke Puskesmas dan Pustu. 5. Kunjungan Penduduk ke Puskesmas tertinggi terjadi di Puskesmas Bintang dan pemanfaatan Puskesmas sangat bervariasi. 6. Karena bencana gempa bumi di Aceh Tengah, sebagian sarana kesehatan mengalami kerusakan dan membutuhkan penanganan segera. 7. Masyarakat di Aceh Tengah membutuhkan perjalanan antara 4 sampai 60 kilometer atau rata-rata 24 kilometer untuk menjangkau rumah sakit, penguatan Puskesmas dan jejaringnya perlu dilakukan. 8. Indikator kinerja RSUD Datu Beru menunjukkan hasil yang memuaskan, namun tantangan terhadap peningkatan mutu pelayanan dan efisiensi pelayanan di masa mendatang perlu semakin ditingkatkan. Sumberdaya Manusia 1. Rasio dokter terhadap penduduk di Aceh Tengah masih lebih rendah dari target nasional, perlu penambahan dan distribusi yang merata. 2. Meskipun rasio dokter spesialis telah memenuhi target, namun RSUD Datu Beru masih membutuhkan penambahan tenaga dokter spesialis, setidaknya sembilan dokter spesialis perlu ditambah untuk Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 71 tercapainya standar RS Kelas B. 3. Rasio bidan terhadap penduduk telah sesuai dengan target Indonesia Sehat 2010. Derajat Kesehatan 1. Angka Kematian Bayi (AKB) di Aceh Tengah lebih rendah dari rata-rata Aceh, dan menunjukkan kecenderungan menurun. Disparitas AKB merupakan tantangan tersendiri di Aceh Tengah. 2. Angka Kematian Ibu (AKI) juga lebih rendah dari Aceh, namun peningkatan kematian ibu hamil dan bersalin dari tahun sebelumnya perlu dijadikan perhatian. 3. Disparitas AKI terjadi di Aceh Tengah, intervensi terhadap upaya penurunan AKI di Aceh Tengah harus ditujukan secara simultan terhadap semua kecamatan karena potensi kejadian tersebut berpeluang di setiap kecamatan. 4. Cakupan pelayanan ibu dan anak perlu mendapatkan perhatian, terutama kunjungan K4, persalinan pada tenaga kesehatan, pelayanan nifas, kunjungan neonatus dan bayi, serta pelayanan lainnya perlu ditingkatkan. 5. Meskipun persentase Balita ditimbang di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh, namun pencapaiannya masih rendah, hanya 68 persen Balita ditimbang di Aceh Tengah. Beberapa kecamatan mempunyai jumlah Balita ditimbang di bawah 60 persen. 6. Satu dari 200 Balita di Aceh Tengah berpotensi mengalami masalah gizi. Angka Balita di Bawah Garis Merah (BGM) pada tahun 2012 di Aceh Tengah adalah 0,6 persen. 7. Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah intervensi yang paling efektif untuk mencegah kematian anak. Pemberian ASI eksklusif di Aceh Tengah masih rendah, bahkan terdapat kecamatan dengan pemberian ASI eksklusif hanya 10 persen. 8. Pencapaian upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2M) di Aceh Tengah secara umum menunjukkan perbaikan. Angka prevalensi TB paru, Kematian akibat TB Paru, Angka penemuan kasus baru TB, success rate TB Paru, penemuan kasus dan penanganan diare, serta jumlah kasus campak merupakan beberapa indikator yang membaik. Namun, tantangan terhadap penyakit tersebut terus meningkat sepanjang waktu sehingga perhatiannya perlu ditingkatkan. Belanja Puskesmas 1. Sebanyak 57 persen Puskesmas di Aceh Tengah disurvei untuk memperoleh gambaran pemanfaatan dana di Puskesmas. 2. Dana JKA merupakan sumber belanja Puskesmas terbesar. Hampir 70 persen belanja Puskesmas berasal dari JKA, namun alokasi pencegahan sebesar 20 persen belum tercapai. Pada tahun 2012, belanja JKA untuk upaya pencegahan secara total hanya berjumlah 11 persen pada tahun 2012 3. Belanja kesehatan di Puskesmas sebagian besarnya digunakan untuk upaya pengobatan. Upaya pengobatan menggunakan belanja sebesar 71 persen pada tahun 2012. 4. Belanja rutin Puskesmas hampir sepenuhnya menggunakan dana rutin Puskesmas dan sedikit menggunakan pendanaan bersumber BOK. Pendanaan Askes dan Jamkesmas diperuntukkan untuk upaya pengobatan, sementara JKA sebagian besarnya juga digunakan untuk pengobatan. 5. Upaya kesehatan perorangan, pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan ibu dan anak merupakan belanja terbesar menurut sasarannya. 6. Belanja pelayanan gizi, ibu dan anak mempunyai belanja perkapita yang bervariasi. Secara ratarata, belanja perkapita tahun 2011 berjumlah hampir Rp 6 ribu. Belanja sasaran ini, pada tahun 2012 72 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program 7. 8. 9. 10. 11. mencapai Rp 8 ribu. Belanja untuk layanan gizi, kesehatan ibu dan anak, sebagian besarnya berasal dari dana Jampersal. Sumber belanja yang digunakan untuk kegiatan dengan sasaran pelayanan gizi, ibu dan anak bersumber dari dana BOK, Jamkesmas/Jampersal dan JKA. Secara umum terjadi perbaikan pencapaian pelayanan kesehatan gizi, ibu dan anak. Dengan peningkatan jumlah belanja perkapita, juga menunjukkan perbaikan indikator pelayanan. Kunjungan empat kali ibu dalam masa kehamilan (K4) cenderung stagnan, namun persalinan yang ditolong tenaga kesehatan (Linakes), kunjungan neonatus lengkap (tiga kali) atau KN3, kunjungan bayi lengkap (KB4), Balita ditimbang dari yang ada (D/S) dan anak BGM menunjukkan perbaikan. Puskesmas Celala dan Silih Nara menunjukkan pencapaian indikator pelayanan gizi, ibu dan anak yang relatif lebih baik, pola belanjanya cenderung sama dengan Puskesmas lainnya. Belanja untuk upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit meningkat. Upaya menurunkan angka kesakitan terutama untuk penyakit menular tampak meningkat di Puskesmas yang disurvei. Jumlah belanja perkapita pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 1.900 menjadi Rp 2.500 pada tahun 2012. Penanggulangan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi merupakan belanja pencegahan penyakit menular paling besar. Pembelanjaan dana di Puskesmas ditujukan untuk mencegah PD3I sebanyak 42 persen sementara tujuan pemberantasan atau pengendalian penyakit lainnya mendapatkan porsi sebagai berikut; TB Paru (12 persen), DBD dan malaria (13 persen), rabies (4 persen) dan lainnya. Secara umum Puskesmas berhasil menurunkan jumlah kejadian penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 73 2. Rekomendasi KOMPONEN Alokasi Belanja Kesehatan Sarana Kesehatan 74 ISU REKOMENDASI Belanja sektor kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah cukup besar pada belanja suportif. Belanja Pencegahan pada Dinas Kesehatan Aceh Tengah hanya berjumlah dua persen dari total belanja. Peningkatan belanja program pencegahan atau preventif perlu dipertimbangkan untuk ditingkatkan. Alokasi berdasarkan analisis kebutuhan pembangunan terkait dengan kondisi derajat kesehatan masyarakat terutama pada bidang pencegahan dipandang perlu mendapat perhatian lebih mengingat kondisi dan tantangan yang semakin besar di kemudian hari. Disparitas jarak tempuh masyarakat ke Puskesmas/Pustu Pembangunan sarana kesehatan seperti Pustu, Poskesdes dan Polindes memerlukan perhatian lebih besar dalam perencanaan penambahan dan distribusinya. Pembangunan sarana kesehatan penunjang perlu diprioritaskan ke daerah yang mempunyai akses relatif sulit. Jarak masyarakat di Rusip Antara, Jagong Jeged dan Linge ke Puskesmas dan Pustu lebih jauh dibandingkan kecamatan lainnya, namun ketersediaan Poskesdes/Polindesnya juga lebih rendah. Perlu analisis lebih lanjut terhadap pembangunan sarana kesehatan di daerah tersebut. Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Tenaga Kesehatan Jumlah tempat tidur di RSUD Datu Beru telah memenuhi target, pemanfaatan pelayanan rumah sakit di Aceh Tengah cukup tinggi Dengan jumlah pemanfaatan tempat tidur di RSUD Datu Beru yang mencapai 81 persen pada tahun 2012 menggambarkan pemanfaatan rumah sakit tersebut hampir mencapai batas target ideal yakni 85 persen. Dengan meningkatnya tantangan kesehatan, maka diperlukan pengembangan rumah sakit. Pencapaian indikator kinerja rumah sakit yang cukup baik di RSUD Datu Beru, dikahawatirkan akan menurun dengan semakin meningkatnya jumlah pemanfaatan RSU tersebut. Penambahan jumlah tempat tidur dapat menjadi pertimbangan dalam menjawab tantangan pemanfaatan RSUD yang semakin baik. Namun di sisi lain, analisis terhadap biaya dan kebutuhan pengembangan rumah sakit harus ditinjau lebih jauh. Upaya pencegahan penyakit dan efektivitas alur rujukan pasien dari sarana kesehatan ke RSUD Datu Beru juga perlu dianalisis secara mendalam. Tenaga kesehatan yang dimiliki masih kurang dan distribusi masih menjadi tantangan Diperkirakan Aceh Tengah masih membutuhkan penambahan tenaga kesehatan seperti dokter umum (+ 40 orang), dokter gigi (+ 11 orang), tenaga gizi (+ 13 orang), tenaga kesehatan masyarakat (+ 32 orang), sanitarian (+ 46 orang) untuk mencapai target Indonesia Sehat 2010. Ketenagaan yang tersedia perlu didistribusikan sesuai dengan rasio penduduk terhadap kebutuhan tenaga kesehatan serta luas area pelayanan. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 75 Indikator kesehatan 76 Kebutuhan penambahan tenaga spesialis untuk memenuhi kriteria RS Kelas B RSUD Datu Beru membutuhkan sedikitnya sembilan dokter spesialis untuk memenuhi kriteria rumah sakit Kelas B. Untuk memenuhi kebutuhan ketenagaan, setidaknya dibutuhkan dua dokter spesialis tetap untuk pelayanan spesialis penunjang medik, tiga dokter spesialis lain, dua dokter spesialis gigi dan mulut, serta dua dokter subspesialis dasar. Penyediaan ketenagaan tersebut dapat ditempuh dengan beberapa kebijakan, diantaranya meningkatkan kerjasama dengan institusi pendidikan kedokteran, kemudahan biaya pendidikan, kemudahan administrasi dan dukungan pemerintah dalam pendidikan dokter. AKI di Aceh Tengah tahun 2012 meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2011 Penguatan Puskesmas dan jaringannya dalam rangka penyediaan paket kesehatan reproduksi esensial yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan mengintegrasikan pelayanan kesehatan reproduksi dengan pelayanan kesehatan lainnya (gizi, penyakit menular dan tidak menular). Dalam konteks ini, bukan hanya jumlah sarana kesehatan yang diutamakan, namun penting pula efektifitas program yang sinergis dalam menurunkan AKI. Analisis kebijakan daerah untuk mendorong peningkatan indikator antara, dalam rangka menurunkan AKI seperti K4, persalinan oleh tenaga kesehatan, pelayanan nifas, peningkatan peserta KB aktif, dan penanganan kehamilan dengan komplikasi, penting untuk diperhatikan secara khusus. Penguatan kemitraan dengan pihak yang mempunyai perhatian untuk kondisi kesehatan ibu perlu ditingkatkan, terutama pendampingan, pengawasan, dan evaluasi pencapaian target. Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Kesenjangan angka kematian ibu terjadi di Aceh Tengah Intervensi terhadap penurunan AKI di Aceh Tengah ditujukan secara simultan terhadap semua kecamatan karena potensi kejadian tersebut berpeluang di setiap kecamatan. Kecamatan Linge, Jagong Jeged dan Pegasing membutuhkan perhatian lebih mengingat tingginya AKI di wilayah tersebut. Perlunya perhatian lebih besar terhadap kasus penyakit menular Penguatan program-program yang bertujuan meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan, penyediaan sarana dan prasarana kesehatan, pemberdayaan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesadaran hidup bersih dan sehat perlu ditingkatkan. Perhatian penanggulangan kasus penyakit tertentu seperti TB Paru perlu diintensifkan pada beberapa daerah dengan angka kejadian lebih tinggi, seperti Celala, Silih Nara, Bebesen. Kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan juga penting dalam menekan bebagai penyakit infeksi seperti diare dan demam berdarah. Kerjasama lintas sektor perlu ditingkatkan dalam upaya penataan lingkungan yang lebih baik. Upaya menurunkan AKB dan AKABA di Aceh Tengah masih rendah Penjaringan bayi serta Balita (seperti jumlah Balita ditimbang) yang rendah akan meningkatnya kemungkinan kasus yang lolos. Rencana operasional promosi kesehatan ibu dan anak terdapat upaya yang secara teratur dan terpola perlu dilakukan. Komponen tersebut yakni; advokasi, bina suasana, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan. Kecamatan Lut Tawar, Atu Lintang, Jagong Jeged perlu mendapatkan perhatian lebih dalam upaya tersebut. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 77 78 Pencapaian target antara penurunan AKI di Aceh Tengah masih merupakan tantangan. Kunjungan ibu hamil K4 mempunyai kecenderungan stagnan dari tahun 2010 hingga 2012 pada kisaran 80 persen serta penurunan persentase pelayanan ibu nifas pada tahun 2012 merupakan tantangan yang perlu diatasi, Cakupan pelayanan bayi di Aceh Tengah menurun Bintang dan Linge, Rusip Antara merupakan daerah dengan kunjungan bayi yang sangat rendah. Perlu penguatan kapasitas tenaga kesehatan, penguatan sarana, manajemen serta sistem rujukan, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan serta pembiayaan untuk akselerasi penurunan AKI perlu diperhatikan. Kebijakan terhadap program yang efektif dan efisien perlu dikedepankan dalam menurunkan masalah pencapaian indikator antara yang menjadi tantangan. Belum sepenuhnya program gizi yang diharapkan mencapai tujuannya Penimbangan Balita merupakan pintu masuk perbaikan cakupan pelayanan Balita. Disparitas kasus balita BGM di Kecamatan Bintang, Atu Lintang dan Jagong Jeged perlu mendapatkan perhatian serius. Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 79 DAFTAR PUSTAKA 80 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program DAFTAR PUSTAKA Ameda. 2013. Breastfeeding Mengurangi Resiko Sudden Infant Death Syndrome. Available at URL: http://ameda. co.id/posts/06_27_2013_breastfeeding_reduces_sids.html Badan Pusat Statistik Aceh. 2012. Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Aceh 2011. Badan Pusat Statistik Aceh. Banda Aceh. Badan Pusat Statistik. 2013. Sistem Informasi Rujukan Statistik. Budihardja. 2011. Kebijakan Kementerian Kesehatan Dalam Akselerasi Penurunan Angka Kematian Ibu. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Dinas Kesehatan Aceh. 2009-2013. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2008-2012. Dinas Kesehatan Aceh. Banda Aceh. Dinas Kesehatan Aceh. 2013. Hasil Kunjungan Kerja Perdana Kepala Dinas Kesehatan Aceh: Identifikasi Pelayanan Kesehatan dan Sarana Kesehatan. Dinas Kesehatan Aceh. Banda Aceh. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah. 2009-2013. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah 2008-2012. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah. Takengon. Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Tangerang 2010. Dinkes Kabupaten Tangerang. Tangerang. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Kinerja Kegiatan Pembinaan Gizi Tahun 2011: Menuju Perbaikan Gizi Perseorangan dan Masyarakat yang Bermutu. Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Jakarta Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Materi Advokasi BBLR. Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Sinergi RS Pemerintah dan Swasta Atasi Disparitas Fasyankes di Sulawesi Selatan. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2013. Data Keuangan Daerah. Harahap SW. 2013. 147.106 Kasus HIV/AIDS yang TErcatat di Indonesia Sampai Maret 2013. Jaya A. 2010. Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis Di Kota Metro. Fakultas Ekonomi, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Universitas Indonesia. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. 2009-2012. Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009-2012. Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Takengon. Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. 2013. Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Tengah Tahun Anggaran 2013. Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Takengon. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Klasifikasi Rumah Sakit. 11 Maret 2010. Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. 29 Juli 2008. Jakarta. Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program. 2013. Analisis Belanja Publik Aceh Tengah 2013. Pecapp. Banda Aceh. Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 81 Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Petunjuk Teknis Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Ringkasan Eksekutif: Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Aceh. Pusdatin Kemenkes RI. Jakarta. Siswanto, Fajar AN, Alfima R. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Bawah Garis Merah Pada Balita. Available at URL: http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kebidanan/MAJALAH%20ALFIMA%20RAHASTI.pdf Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Kesehatan. 13 Oktober 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144. Jakarta. 82 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 83 LAMPIRAN 84 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program 18 21 22 18 51 19 Aceh Tamiang Aceh Tengah Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Utara Banda Aceh Bener Meriah 18 24 63 4 14 Nagan Raya Pidie Pidie Jaya Sabang Simeulue Subulussalam Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 25 20 Lhokseumawe 19 16 Aceh Singkil Langsa 36 Aceh Selatan 22 21 Aceh Jaya 34 26 Aceh Besar Gayo Lues 22 Aceh Barat Daya Bireuen 25 20 Aceh Barat 23 DOKTER UMUM ACEH KABUPATEN/KOTA 4 2 22 5 2 4 8 4 7 4 2 3 3 7 2 5 6 1 6 6 4 2 5 4 DOKTER GIGI LAMPIRAN 1. RASIO BEBERAPA TENAGA KESEHATAN TAHUN 2012 267 298 217 383 265 286 140 197 289 288 237 141 258 377 197 278 214 243 271 329 335 339 254 269 BIDAN 192 284 386 202 136 144 225 145 216 189 90 36 86 127 166 136 133 196 176 225 75 223 178 145 PERAWAT 14 24 35 16 8 12 14 8 5 8 9 6 1 6 63 15 7 9 14 17 13 21 15 12 GIZI 73 101 166 125 175 46 47 65 4 48 32 71 52 22 15 23 41 88 65 114 76 74 60 65 KESMAS 6 85 27 60 43 58 13 11 14 2 14 24 10 9 10 22 15 12 30 13 52 20 29 16 20 SANITASI 0,55 0,48 0,53 0,56 0,41 0,45 0,35 0,49 0,55 1,00 0,84 0,45 Aceh Besar Langsa Aceh Tenggara Bireuen Aceh Tamiang Aceh Tengah Subulussalam Bener Meriah Aceh Timur Banda Aceh Gayo Lues Aceh Utara 86 0,51 Nagan Raya 0,90 Aceh Singkil 0,09 0,63 Aceh Barat Simeulue 0,63 Lhokseumawe 0,46 0,49 Aceh Barat Daya 0,53 0,61 Pidie Jaya Aceh Selatan 0,65 Aceh Jaya Pidie 1,00 DOKTER UMUM Sabang KABUPATEN/KOTA 0,24 0,65 0,31 0,60 0,21 0,38 0,44 0,51 0,33 0,15 0,41 0,39 0,37 0,21 0,51 0,18 0,08 0,45 0,76 0,21 0,46 0,56 1,00 DOKTER GIGI 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 BIDAN 0,73 1,00 0,31 1,00 0,76 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,64 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 PERAWAT 0,05 0,22 0,25 0,25 0,39 0,64 0,69 0,31 0,34 1,00 0,38 0,60 0,56 1,00 0,62 0,38 0,42 0,70 0,63 0,96 0,72 0,79 1,00 AHLI GIZI 0,22 0,06 0,24 0,25 0,60 0,14 0,38 0,31 0,35 0,55 0,35 0,49 0,32 0,68 0,33 1,00 0,74 0,41 0,28 0,73 1,00 1,00 1,00 SANITARIAN 3,69 3,86 4,11 4,20 4,25 4,51 4,53 4,54 4,59 4,61 4,61 4,67 4,76 4,98 4,99 5,02 5,15 5,19 5,29 5,39 5,78 6,00 7,00 TOTAL Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program 1,00 0,09 1,00 0,55 0,80 1,00 0,57 1,00 1,00 0,39 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 AHLI KESEHATAN MASYARAKAT Indeks tenaga kesehatan disusun berdasarkan beberapa nilai rasio ketersediaan tenaga kesehatan terhadap penduduk, yaitu; dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat, tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat dan tenaga sanitasi. Nilai diperoleh dengan membandingkan antara rasio tenaga yang dimiliki oleh kabupaten/kota dengan target Indonesia Sehat 2010. Jika pencapaian di kabupaten/kota lebih atau telah mencapai target maka diberikan nilai 1 (satu). Sementara itu jika nilai di kabupaten/kota masih di bawah target maka pencapaian rasio kabupaten/kota dibandingkan dengan target, nilai hasil pembagian menjadi angka yang digunakan. Semakin tinggi nilai yang diperoleh maka semakin baik. Indeks tenaga kesehatan di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama. LAMPIRAN 2. INDEKS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2012 12,84 9,22 14,08 14,45 12,83 15,01 16,16 9,83 15,52 15,97 14,37 19,79 22,49 Nagan Raya Langsa Aceh Barat Daya Sabang Aceh Singkil Bener Meriah Aceh Jaya Lhokseumawe Gayo Lues Aceh Tamiang Pidie Aceh Barat Simeulue 403,69 212,09 284,72 225,62 214,02 520,23 111,42 32,63 267,24 144,51 117,37 368,73 249,64 222,58 205,06 189,27 200,09 139,98 114,94 20,62 148,81 144,75 171,10 190,66 ANGKA KEMATIAN IBU (DILAPORKAN) Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 13,04 Aceh Selatan 9,80 Aceh Tengah 2,73 9,20 Pidie Jaya Aceh Tenggara 2,47 Banda Aceh 9,18 6,42 Aceh Utara 11,36 9,53 Aceh Timur Subulussalam 9,18 Bireuen 10,76 Aceh Besar ANGKA KEMATIAN BAYI (DILAPORKAN) ACEH KABUPATEN/KOTA 27,10 22,98 16,57 17,36 16,05 12,14 16,71 16,97 13,36 15,90 16,04 9,96 12,84 13,35 3,87 11,36 9,77 12,10 10,73 2,68 6,79 10,01 9,64 11,80 ANGKA KEMATIAN BALITA (DILAPORKAN) 0,48 0,54 0,75 0,67 0,69 1,00 0,67 0,72 0,84 0,74 0,76 1,00 0,84 0,83 1,00 0,95 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,85 INDEKS AKI 0,47 0,90 0,67 0,85 0,89 0,37 1,00 1,00 0,71 1,00 1,00 0,52 0,76 0,86 0,93 1,00 0,95 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,86 INDEKS AKB 0,44 0,51 0,71 0,68 0,74 0,97 0,71 0,70 0,88 0,74 0,74 1,00 0,92 0,88 1,00 1,00 1,00 0,98 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,85 INDEKS AKABA 87 1,39 1,96 2,13 2,20 2,32 2,34 2,37 2,41 2,44 2,49 2,50 2,52 2,52 2,57 2,93 2,95 2,95 2,98 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 2,56 TOTAL Indeks angka kematian menggunakan nilai standar yang berasal dari nilai angka kematian di Aceh tahun 2012, yakni Angka Kematian Bayi (AKB) 10,76, Angka Kematian Ibu (AKI) 190,66 dan Angka Kematian Balita (AKABA) 11,80. Nilai angka kematian bayi, ibu dan balita Aceh dibandingkan dengan angka kematian di kabupaten/kota. Jika nilai yang diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka diberikan nilai 1 (satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama atau lebih baik dari Aceh; sementara jika diperoleh nilai lebih kecil dari 1 (satu), atau angka kematian di kabupaten/kota lebih tinggi dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Hasil perhitungan AKB, AKI dan AKABA kemudian dijumlahkan menjadi Indeks Angka Kematian. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik pencapaian Kabupaten/Kota tersebut. Indeks angka kematian di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama, namun nilai standar yang digunakan adalah pencapaian Kabupaten Aceh Tengah. LAMPIRAN 3. ANGKA DAN INDEKS KEMATIAN IBU, BAYI DAN BALITA TAHUN 2012 1,45 Kota Lhokseumawe 88 1,24 1,37 Kota Langsa Subulussalam 1,23 Kota Banda Aceh 1,22 1,58 Gayo Lues 0,30 1,49 Bireuen Simeulue 1,49 Bener Meriah Pidie Jaya 1,53 Aceh Utara 1,70 0,98 Aceh Timur Pidie 1,77 Aceh Tenggara 1,59 0,25 Aceh Tengah 1,36 1,81 Aceh Tamiang Nagan Raya 1,69 Aceh Singkil Kota Sabang 1,82 1,05 Aceh Besar 0,42 1,47 Aceh Barat Daya Aceh Selatan 1,35 Aceh Barat Aceh Jaya 1,37 Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) ACEH KABUPATEN/KOTA 1,49 2,50 4,70 3,05 1,36 1,46 1,85 2,98 1,00 1,27 1,45 1,28 2,28 2,69 0,46 0,64 1,71 1,56 2,21 2,40 3,10 5,08 2,04 2,00 Balita dengan Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM) Persentase 1,00 1,00 1,00 0,80 1,00 0,86 0,94 0,99 1,00 0,87 0,92 0,92 0,90 1,00 0,77 1,00 0,75 0,81 1,00 0,75 1,00 0,93 1,00 Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) 1,00 0,80 0,43 0,66 1,00 1,00 1,00 0,67 1,00 1,00 1,00 1,00 0,88 0,75 1,00 1,00 1,00 1,00 0,91 0,83 0,65 0,39 0,98 Balita dengan Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM) Indeks Indeks indikator gizi dikembangkan dari persentase Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan persentase balita dengan berat badan di Bawah Garis Merah (BGM). Pencapaian seluruh kabupaten/kota di Aceh merupakan angka standarnya. Nilai indeks diperoleh dengan membandingkan angka pencapaian Aceh dengan kabupaten/kota. Jika nilai yang diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka diberikan nilai 1 (satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama atau lebih baik dari Aceh; sementara jika diperoleh nilai lebih kecil dari 1 (satu), atau kabupaten/kota lebih tinggi dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Hasil perhitungan kemudian dijumlahkan menjadi Indeks Indikator Gizi. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik indikator gizi di kabupaten/kota tersebut atau masalah gizi di kabupaten/kota lebih rendah dari rata-rata. Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program 2,00 1,80 1,43 1,46 2,00 1,86 1,94 1,67 2,00 1,87 1,92 1,92 1,77 1,75 1,77 2,00 1,75 1,81 1,91 1,59 1,65 1,33 1,98 Total LAMPIRAN 4. BERAT BADAN BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) DAN BALITA DENGAN BERAT BADAN DI BAWAH GARIS MERAH (BGM) TAHUN 2012 269,35 Aceh Barat Daya - 0,24 2,51 1,46 1,50 - 1,22 0,32 0,38 1,32 1,56 - 0,86 0,61 0,69 0,22 0,23 - 0,23 0,25 0,49 0,75 1,48 0,81 Prevalensi Kusta (/10.000 Penduduk) 21,05 11,78 6,44 38,91 17,04 15,69 166,85 94,31 215,35 1,20 77,17 - 10,96 8,96 1,60 37,44 22,28 94,43 20,18 6,19 101,66 7,52 9,32 48,01 Incidence Rate DBD (/100.000 Penduduk) 0,01 0,06 0,05 0,12 0,12 0,03 0,01 0,01 0,06 - 0,19 0,04 0,10 0,05 0,03 0,06 0,16 0,15 0,23 5,36 0,21 0,81 0,45 0,23 Kesakitan Malaria/ API (Annual Parasit Incidence) (/1.000 Penduduk) Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 68,30 175,42 Subulussalam Nagan Raya Simeulue 43,63 Sabang 105,69 134,96 Lhokseumawe 169,00 194,65 Langsa Pidie Jaya 100,69 Banda Aceh Pidie 123,47 166,40 Gayo Lues 34,25 Aceh Utara 87,92 85,85 Aceh Timur Bireuen 80,39 Aceh Tenggara Bener Meriah 40,15 70,82 Aceh Tengah 50,92 122,73 Aceh Tamiang Aceh Selatan Aceh Singkil 70,54 65,70 Aceh Jaya 81,11 51,55 Aceh Besar 98,86 Aceh Barat Prevalensi TB Paru (/100.000 Penduduk) ACEH Kabupaten/ Kota Angka 6,66 - 2,51 4,94 8,09 27,75 8,19 3,76 15,95 6,46 4,29 - 1,00 2,10 - 3,00 4,18 2,29 - 7,40 4,02 2,20 3,40 4,00 AFP Rate /100.000 Penduduk < 15 Tahun LAMPIRAN 5. ANGKA DAN INDEKS PENYAKIT MENULAR TAHUN 2012 3,00 - 179,00 43,00 - - 48,00 16,00 - - 7,00 1,00 59,00 1,00 - 17,00 - - - - 79,00 - - 267,00 Jumlah Kasus Campak 0,56 1,00 0,58 0,94 1,00 0,73 0,51 0,98 0,59 0,80 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,81 1,00 1,00 1,00 1,00 0,37 1,00 0,86 Prevalensi TB Paru /100.000 Penduduk 1,00 1,00 0,32 0,55 0,54 1,00 0,66 1,00 1,00 0,61 0,52 1,00 0,94 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,54 0,86 Angka Prevalensi Kusta /10.000 Penduduk 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,29 0,51 0,22 1,00 0,62 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,51 1,00 1,00 0,47 1,00 1,00 0,85 Incidence Rate DBD /100.000 Penduduk 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,96 0,04 1,00 0,28 0,50 0,90 Kesakitan Malaria/ API (Annual Parasit Incidence) /1.000 Penduduk Indeks 0,60 1,00 1,00 0,81 0,49 0,14 0,49 1,00 0,25 0,62 0,93 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,96 1,00 1,00 0,54 1,00 1,00 1,00 0,82 AFP Rate /100.000 Penduduk < 15 Tahun 1,00 1,00 0,04 0,52 1,00 1,00 0,21 0,55 1,00 1,00 1,00 1,00 0,53 1,00 1,00 0,61 1,00 1,00 1,00 1,00 0,26 1,00 1,00 0,81 Angka Kesakitan Campak /1000 Penduduk 89 5,16 6,00 3,95 4,82 5,03 4,88 3,15 5,04 4,07 5,03 5,07 6,00 5,47 6,00 6,00 5,61 5,76 5,51 5,96 4,58 4,73 4,65 5,05 5,11 Total 90 Indeks Angka kesakitan dikembangkan dari beberapa pencapaian indikator penyakit menular yakni prevalensi TB paru, angka insidensi kusta, insidensi DBD, angka kesakitan malaria (Annual Parasit Incidence), AFP Rate dan angka kesakitan campak. Pencapaian seluruh kabupaten/kota di Aceh merupakan angka standarnya. Nilai indeks diperoleh dengan membandingkan angka pencapaian Aceh dengan kabupaten/kota. Jika nilai yang diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka diberikan nilai 1 (satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama atau lebih baik dari Aceh; sementara jika diperoleh nilai lebih kecil dari 1 (satu), atau angka kesakitan di kabupaten/kota lebih tinggi dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Hasil perhitungan kemudian dijumlahkan menjadi Indeks Angka Kesakitan. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik angka kesakitan di kabupaten/kota tersebut atau tingkat kesakitan di kabupaten/kota tersebut lebih rendah dari rata-rata. Indeks angka kematian di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama, namun nilai standar yang digunakan adalah pencapaian Kabupaten Aceh Tengah. LAMPIRAN 5. ANGKA DAN INDEKS PENYAKIT MENULAR TAHUN 2012 Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program 82,11 95,21 Aceh Tengah Aceh Tenggara 68,98 Subulussalam 30,34 7,86 4,40 11,83 5,43 - 5,80 0,90 4,13 0,10 4,91 0,06 3,22 1,77 1,83 - 5,32 2,82 4,06 13,16 2,34 6,25 0,26 4,50 Pneumonia Balita Ditemukan dan Ditangani (%) 44,85 60,02 63,15 77,68 93,84 86,59 157,58 34,28 70,56 113,08 59,08 84,31 53,86 26,26 24,40 78,56 56,31 51,56 60,23 57,53 56,20 108,30 41,81 63,70 Diare Ditemukan dan Ditangani (%) 40,42 60,09 54,30 13,43 15,19 23,54 29,86 57,09 8,41 13,71 72,23 36,96 49,34 32,97 66,94 68,08 99,98 14,11 6,09 22,22 51,10 59,94 8,73 39,25 Bumil Risti/ Komplikasi ditangani (%) 88,90 92,44 100,00 85,52 84,67 97,10 91,10 90,48 92,01 88,03 92,64 100,00 83,95 95,77 100,00 87,88 100,00 98,80 69,60 90,57 82,94 85,90 66,84 88,28 Persalinan ditolong Tenaga Kesehatan (%) Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014 91,80 88,78 Simeulue Pidie Pidie Jaya 78,22 72,98 Nagan Raya 91,43 91,86 Langsa Sabang 93,38 Banda Aceh Lhokseumawe 88,01 92,66 Gayo Lues 88,93 89,45 Aceh Tamiang Bireuen 90,13 Aceh Singkil 94,16 64,69 Aceh Selatan Bener Meriah 87,34 Aceh Jaya 72,74 76,23 Aceh Besar 85,59 89,13 Aceh Barat Daya Aceh Utara 72,88 Aceh Barat Aceh Timur 83,20 ACEH Kabupaten/ Kota Kunjungan Ibu Hamil (K4) (%) 82,43 92,13 100,00 83,17 84,42 88,26 42,51 90,17 92,01 87,82 92,77 54,45 85,36 94,88 100,00 81,45 95,85 99,05 69,32 95,87 82,82 86,47 68,40 84,64 Pelayanan Ibu Nifas (%) 86,06 98,62 100,00 77,16 97,72 84,39 194,05 108,85 97,94 85,61 93,97 67,54 97,15 90,25 84,12 92,92 96,48 121,70 95,64 91,59 97,62 97,61 108,52 95,32 Kunjungan Neonatus 3 kali (KN Lengkap) (%) LAMPIRAN 6. BEBERAPA INDIKATOR UPAYA KESEHATAN TAHUN 2012 76,42 77,69 147,80 33,51 75,02 77,54 93,59 89,62 87,07 86,54 82,08 73,18 82,58 70,30 82,42 73,45 92,22 98,70 72,71 76,95 86,27 86,81 63,82 76,86 Kunjungan Bayi (minimal 4 kali) (%) 86,36 89,59 93,80 73,41 74,99 100,00 81,67 90,04 87,07 85,54 70,32 100,00 84,72 93,00 96,40 69,22 100,00 98,96 78,31 99,77 86,91 79,08 81,84 85,63 Cakupan Imunisasi Campak Bayi (%) 50,19 27,29 77,20 63,78 47,50 33,98 69,78 33,19 47,93 90,24 63,52 62,83 45,18 48,66 81,67 68,09 57,81 58,59 36,86 46,24 39,08 48,88 33,64 53,62 Balita ditimbang (%) 43,68 10,96 23,80 16,74 20,20 15,65 28,53 37,17 17,30 83,70 44,69 14,43 13,70 19,96 11,15 63,71 37,26 47,94 18,33 32,72 33,67 21,65 21,56 27,03 Bayi yang diberi ASI Eksklusif (%) 100,00 100,00 69,20 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 95,69 100,00 100,00 100,00 - 100,00 100,00 51,01 Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan (%) 50,00 83,33 50,45 50,14 48,65 100,00 55,88 72,73 88,89 76,39 62,73 84,12 77,35 40,63 31,17 92,33 76,06 75,83 70,16 76,74 78,64 52,63 52,48 64,10 Desa UCI (%) 5,89 58,93 8,43 2,36 8,72 7,06 3,60 38,84 4,03 8,08 48,65 6,67 17,48 14,31 60,04 3,00 30,23 6,18 8,05 9,90 27,17 18,25 7,23 19,90 Neonatal Risti atau Komplikasi ditangani (%) 30,67 52,54 1,87 36,60 87,10 13,81 27,62 79,53 44,54 17,20 40,35 8,94 16,30 26,12 - 45,36 13,63 tad 52,00 tad 3,76 20,16 39,06 28,56 Rumah Tangga Ber PHBS (%) 65,58 65,94 58,83 48,95 10,14 76,33 89,66 64,27 100,00 87,92 61,75 54,53 64,03 31,97 66,01 60,71 50,59 49,27 45,96 67,68 87,48 41,82 28,03 62,55 Rumah Sehat (%) 91 73,36 50,84 85,71 98,36 75,84 67,19 74,11 86,57 75,91 56,10 87,74 78,43 84,13 82,73 85,71 3,97 77,93 72,57 61,70 100,00 73,30 72,41 80,88 80,12 Rumah/ Bangunan Bebas Jentik Aedes (%) 0,67 0,99 0,96 0,89 0,64 0,84 1,00 0,99 1,00 0,93 0,99 0,90 1,00 0,84 0,80 1,00 0,82 0,90 0,82 0,79 1,00 1,00 0,95 Aceh Barat Aceh Barat Daya Aceh Besar Aceh Jaya Aceh Selatan Aceh Singkil Aceh Tamiang Aceh Tengah Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Utara Bener Meriah Bireuen Gayo Lues Kota Banda Aceh Kota Langsa Kota Lhokseumawe Kota Sabang Nagan Raya Pidie Pidie Jaya Simeulue Subulussalam 92 0,90 Penurunan AKI ACEH Kabupaten/Kota 0,73 1,00 0,81 0,45 0,80 0,75 0,73 1,00 0,73 0,77 1,00 0,67 0,96 0,86 0,96 0,69 1,00 0,77 0,78 0,82 1,00 0,97 0,73 0,83 Penurunan AKB/AKABA 0,97 0,46 0,94 0,81 0,82 0,61 1,00 0,81 0,77 1,00 1,00 0,77 0,67 0,82 0,71 1,00 1,00 1,00 0,68 0,93 0,86 0,86 0,71 0,83 Perbaikan Gizi 0,94 0,93 0,76 0,88 0,75 0,86 0,94 1,00 0,99 0,86 0,96 0,83 0,91 0,81 0,70 0,77 0,85 0,74 0,88 0,80 0,81 0,80 0,84 0,85 Upaya P2M Indeks ditentukan jika pencapaian di kabupaten/kota lebih baik dibandingkan pencapaian Aceh, maka diberikan nilai 1 (satu), namun jika pencapaian di kabupaten kota lebih rendah, maka dibandingkan antara pencapaian kabupaten/kota terhadap Aceh dan digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik indikator gizi di kabupaten/kota tersebut atau masalah gizi di kabupaten/kota tersebut lebih rendah dari rata-rata. Indeks upaya kesehatan di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama, namun nilai standar yang digunakan adalah pencapaian Kabupaten Aceh Tengah. Indeks upaya kesehatan dikembangkan dari beberapa upaya dengan tujuan tertentu, yakni: 1. Upaya penurunan Angka Kematian Ibu •Persentase kunjungan ibu hamil 4 kali selama kehamilan (K4) •Persentase ibu hamil risiko tinggi/komplikasi ditangani •Persentase Persalinan ditolong tenaga kesehatan •Persentase pelayanan ibu nifas 2. Upaya penurunan Angka Kematian Bayi/Balita •Persentase kunjungan neonates 3 kali (KN Lengkap) •Persentase kunjungan bayi (minimal 4 kali) •Persentase neonatal risiko tinggi atau komplikasi ditangani 3. Upaya perbaikan gizi •Persentase Balita ditimbang •Persentase bayi yang diberi ASI ekslusif 4. Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular •Persentase cakupan imunisasi campak •Persentase desa dengan Universal Child Immunization (UCI) •Persentase rumah tangga ber-PHBS •Persentase rumah sehat •Persentase rumah/bangunan bebas jentik Aedes LAMPIRAN 7. INDEKS UPAYA KESEHATAN Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program 3,59 3,38 3,51 2,94 3,19 3,12 3,49 3,81 3,29 3,46 3,95 3,16 3,53 3,42 3,36 3,45 3,85 3,35 2,99 3,44 3,63 3,63 2,95 3,41 Total Health Public Expenditure Kabupaten Aceh Tengah 2014