sektor kesehatan - Analisis Belanja Publik Aceh

advertisement
Analisis Belanja Publik
SEKTOR KESEHATAN
Kabupaten Aceh Tengah
2014
CPDA
Consolidating for Peacefull
Development in Aceh
Analisis Belanja Publik
SEKTOR KESEHATAN
Kabupaten Aceh Tengah
2014
CPDA
Consolidating for Peacefull
Development in Aceh
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF
Belanja Kesehatan
Pembangunan di Kabupaten Aceh Tengah giat dilaksanakan, seiring meningkatnya belanja pemerintah
dan penerimaan daerah. Belanja Aceh Tengah diperkirakan sebesar Rp 740 miliar pada tahun 2013,
meningkat sebesar 77 persen dibandingkan tahun 2007, yang tercatat sebesar Rp 323 miliar. Belanja di
sektor pendidikan dan pelayanan umum mendapat alokasi terbesar, keduanya terhitung 63 persen dari
keseluruhan belanja. Alokasi belanja sektor pendidikan dan kesehatan terus meningkat sejak tahun 2007.
Porsi belanja kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Tengah
lebih baik dari rata-rata Aceh. Anggaran belanja kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2007
berjumlah Rp 40 miliar atau 9 persen dari belanja total. Angka tersebut terus mengalami peningkatan baik
dari sisi jumlah maupun porsi terhadap total belanja. Pada tahun 2013 terhitung anggaran belanja secara
keseluruhan adalah sebesar Rp 110 miliar atau mencapai 15 persen dari total belanja. Persentase tersebut
lebih baik dari rata-rata belanja kabupaten/kota di Aceh, yang berjumlah 12 persen.
Jumlah anggaran belanja perkapita Aceh Tengah pada tahun 2013 terhitung sebesar Rp 584 ribu, di atas
rata-rata Aceh yang berjumlah Rp 398 ribu. Belanja kesehatan perkapita tertinggi Aceh tercatat di Kota
Sabang dan Kota Langsa. Belanja perkapita yang tinggi di Kota Sabang disebabkan jumlah penduduk
yang relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya. Besaran belanja perkapita yang tergolong tinggi
di Aceh Tengah dibandingkan beberapa daerah lainnya di Aceh, memberikan peluang membangun lebih
baik di masa mendatang.
Belanja kesehatan Aceh Tengah sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai. Hampir Rp 78 miliar
belanja kesehatan Aceh Tengah dari total anggaran Rp 110 miliar pada tahun 2013 digunakan untuk
belanja pegawai. Meskipun banyak hal dapat dilakukan dengan perkembangan teknologi, namun tidak
membuat pelayanan kesehatan bebas dari input tenaga manusia.
Belanja sektor kesehatan Kabupaten Aceh Tengah sebagian besar terserap pada supportif. Terhitung sejak
tahun 2008 hingga anggaran 2013 dana dari APBK Aceh Tengah, sejumlah Rp 432 miliar digunakan
untuk pembangunan sektor kesehatan. Belanja untuk kegiatan yang bersifat supportif, seperti belanja
tidak langsung dan kegiatan perkantoran menyerap 62 persen dana tersebut. Kondisi itu menyisakan
bagian kecil untuk upaya pencegahan maupun upaya lainnya.
Belanja preventif (pencegahan) pada Dinas Kesehatan Aceh Tengah hanya berjumlah dua persen dari
total belanja. Dari Rp 206 miliar total dana dikelola oleh Dinas Kesehatan tahun 2008-2013, terhitung
hanya dua persen saja dana yang diarahkan untuk upaya preventif. Meskipun belanja preventif/kuratif
menyerap anggaran cukup besar (12 persen), namun khusus untuk preventif perlu diperhatikan guna
mengefektifkan belanja kesehatan.
Indikator Kesehatan
Puskesmas di Aceh Tengah melayani penduduk lebih kecil dari Puskesmas lainnya di Aceh. Puskesmas
di Aceh Tengah berjumlah 14 unit untuk melayani penduduk sekitar 185 ribu jiwa. Rasio Puskesmas
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
1
terhadap penduduk adalah satu berbanding 13 ribu. Jumlah tersebut lebih baik dari rata-rata Aceh yang
mempunyai rasio satu berbanding 14 ribu, juga lebih baik dari target nasional, yakni satu Puskesmas
melayani 30 ribu penduduk.
Jarak rata-rata penduduk ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu) di Aceh Tengah sekitar 7
kilometer. Jarak rata-rata terjauh masyarakat ke Puskesmas dan Pustu adalah 25 kilometer tercatat di
Kecamatan Linge, sementara jarak terdekat adalah 2,5 kilometer di Kecamatan Bebesen. Kondisi tersebut
menunjukkan masih diperlukannya kemudahan akses masyarakat ke sarana kesehatan pendukung
lainnya seperti Poskesdes atau Polindes.
Rusip Antara merupakan salah satu kecamatan dengan jarak masyarakat ke Puskesmas atau Pustu
cukup jauh, keberadaan Poskesdes/Polindes juga relatif rendah. Jarak masyarakat di Rusip Antara ke
Puskesmas dan Pustu rata-rata sejauh 12,7 kilometer, ketersediaan Poskesdes/Polindes-nya lebih rendah
dari kecamatan lainnya. Kondisi tersebut menciptakan kesenjangan terhadap akses masyarakat ke sarana
kesehatan. Pembangunan sarana kesehatan penunjang perlu diprioritaskan ke daerah yang mempunyai
akses relatif sulit.
Aceh Tengah mempunyai jumlah tenaga kesehatan yang lebih rendah dari rata-rata Aceh. Pada tahun
2012, jumlah tenaga kesehatan yang bertugas di Aceh Tengah sebanyak 900 orang. Kondisi tersebut
tampaknya belum memenuhi jumlah yang diharapkan. Tenaga sanitasi merupakan jenis ketenagaan
yang rasio terhadap penduduknya paling sedikit. Sementara rasio bidan dan perawat terhadap penduduk
telah sesuai. Kondisi itu tidak berbeda jauh dengan ketersediaan tenaga kesehatan di kabupaten/kota
lainnya di Aceh.
Setiap dokter umum di Aceh Tengah melayani 5.600 penduduk. Pada tahun 2012 jumlah dokter umum
di Aceh Tengah adalah 33 orang dengan rincian 23 orang bertugas di Puskesmas (seluruh Puskesmas
mempunyai dokter umum) dan 10 di rumah sakit. Rasio dokter umum di Aceh Tengah adalah satu
berbanding 5.600. Kondisi tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat tahun 2010 dengan rasio 40
per 100.000 penduduk atau satu dokter umum melayani 2.500 penduduk.
Meskipun rasio dokter spesialis terhadap penduduk telah mencapai target Indonesia Sehat 2010, tapi
belum memenuhi standar pelayanan. Jumlah dokter spesialis di Aceh Tengah adalah 14 orang, semuanya
bertugas di rumah sakit. Rasio dokter spesialis delapan orang per 100 ribu penduduk, lebih baik dari target
Indonesia Sehat 2010 dengan 6 dokter spesialis per 100 ribu penduduk. Menurut peraturan, setidaknya
Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit
4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan)
Pelayanan Medik Spesialis lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. Sementara itu RSUD
Datu Beru belum sepenuhnya memiliki dokter spesialis yang dipersyaratkan tersebut.
Indeks angka kematian di Aceh Tengah lebih baik dibandingkan daerah lain di Aceh. Dengan menggunakan
standar angka kematian (ibu, bayi dan Balita) di Aceh, diketahui bahwa Kabupaten Simeulue adalah
daerah dengan nilai indeks terendah. Terdapat tujuh daerah dengan pencapaian seluruh angka kematian
yang lebih baik dari rata-rata Aceh sehingga memperoleh nilai maksimum.
2
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Angka kematian bayi di Aceh Tengah cenderung menunjukkan penurunan. Infant Mortality Rate (IMR)
atau Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun
pada tahun yang sama yang dinyatakan dalam 1.000 Lahir Hidup (LH). Pada tahun 2011 di Kabupaten
Aceh Tengah terjadi 51 kematian bayi dari 4.037 jumlah kelahiran (12,6 per 1000 LH). Artinya dari 1.000
bayi lahir hidup terdapat 12 sampai 13 bayi yang meninggal dalam setahun. Angka kematian bayi tersebut
menurun pada tahun 2012 menjadi 9,8 per 1.000 LH. Angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan
secara nasional yaitu 32 per 1.000 LH maupun pencapaian AKB Aceh tahun 2012 yang berjumlah 10,8
per 1.000 LH.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Aceh Tengah pada tahun 2012 merupakan salah satu AKI terendah di
Aceh. Pada tahun 2012, AKI di Aceh mencapai 191 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) atau hampir dua
kematian ibu terjadi akibat proses kehamilan, persalinan dan masa nifas setiap 1.000 KH. AKI di Aceh
cukup bervariasi dimana terdapat daerah yang AKI-nya sangat rendah, namun di sisi lain terdapat pula
daerah dengan AKI yang sangat tinggi. Aceh Tengah menempati urutan ke enam terbaik di Aceh untuk
AKI tahun 2012.
Indeks angka kesakitan di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh. Indeks angka kesakitan akibat
beberapa penyakit menular di Aceh Tengah menunjukkan hasil yang memuaskan dengan indeks 5,6
atau lebih baik dari rata-rata Aceh yang berjumlah 5,1. Angka tersebut diperoleh dari perbandingan
pencapaian Aceh Tengah pada tahun 2012 dengan hasil pencapaian rata-rata kabupaten/kota lainnya
terhadap indikator yang dijadikan standar. Namun tantangan terhadap kejadian penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I) terutama campak, Aceh Tengah mempunyai nilai yang relatif lebih
rendah dari rata-rata.
Indeks pencapaian indikator gizi di Aceh Tengah relatif baik. Balita dengan kondisi berat badan di
Bawah Garis Merah (BGM) di Aceh Tengah cukup variatif. Pada tahun 2012, Aceh Tengah mempunyai
persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Balita dengan berat badan BGM lebih
baik dari Aceh. Kondisi tersebut menempatkan Aceh Tengah sebagai daerah dengan pencapaian indikator
gizi terbaik. Kecamatan Bintang merupakan kecamatan dengan penemuan kasus Balita BGM tertinggi di
Aceh Tengah. Meskipun pencapaian Balita BGM di Aceh Tengah lebih rendah dari rata-rata Aceh, namun
kasus BGM tetap harus menjadi perhatian di Aceh Tengah.
Pencapaian target antara penurunan AKI di Aceh Tengah masih merupakan tantangan. Meskipun
kecenderungan perbaikan positif terhadap persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan
(78 persen pada tahun 2009 menjadi 88 persen pada tahun 2012), namun indikator lainnya membutuhkan
perhatian. Kunjungan ibu hamil K4 mempunyai kecenderungan stagnan dari tahun 2010 hingga 2012
pada kisaran 80 persen, serta penurunan persentase pelayanan ibu nifas pada tahun 2012 merupakan
tantangan yang perlu diatasi. Kondisi tersebut dapat dikaitkan dengan meningkatnya jumlah kematian
ibu bersalin dan nifas pada tahun 2012 yang menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Meskipun persentase Balita ditimbang di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh, namun
pencapaiannya masih rendah. Cakupan D/S (ditimbang terhadap keseluruhan Balita yang ada) di Provinsi
Aceh tahun 2012 sebesar 53,6 persen. Aceh Tengah pada tahun 2012 mempunyai persentase yang lebih
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
3
baik yakni 68,1 persen. Jumlah tersebut masih rendah jika dibandingkan target yakni 70 persen. Balita
ditimbang merupakan upaya strategis mengingat pencapaiannya menentukan penjaringan kondisi gizi
Balita. Semakin rendah pencapaian Balita ditimbang maka jumlah Balita yang terdeteksi status gizinya
juga akan menurun, demikian pula sebaliknya.
Belanja Puskesmas
Dana JKA merupakan sumber belanja terbesar. Hampir 70 persen belanja Puskesmas berasal dari
JKA. Selama dua tahun pengamatan, jumlah belanja total yang terhitung pada delapan Puskesmas
mencapai Rp 10 miliar. Secara rata-rata belanja perkapita untuk penduduk di wilayah kerja Puskesmas
yang disurvei adalah sebesar Rp 37 ribu. Dana bersumber JKA merupakan belanja yang muncul atas
kebijakan Pemerintah Aceh dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan
merupakan program Jaminan Kesehatan Semesta.
Belanja kesehatan di Puskesmas sebagian besarnya digunakan untuk upaya pengobatan. Upaya
pengobatan menggunakan belanja sebesar 71 persen pada tahun 2012. Persentase ini berkurang jika
dibandingkan dengan belanja tahun 2011 yang menyerap 78 persen belanja. Hal tersebut membuka
peluang meningkatnya belanja upaya pencegahan atau preventif. Pada tahun 2012, besaran belanja
preventif yang pada tahun 2011 berjumlah Rp 852 juta (17 persen), meningkat menjadi Rp 1,1 miliar (23
persen).
Pola belanja dana kesehatan untuk upaya pencegahan didominasi sumber dana BOK, Jampersal dan
JKA. Belanja rutin hampir sepenuhnya menggunakan dana rutin Puskesmas dan sedikit menggunakan
pendanaan bersumber BOK. Pendanaan Askes dan Jamkesmas diperuntukkan untuk upaya pengobatan,
sementara JKA sebagian besarnya digunakan untuk upaya pengobatan. Belanja dengan tujuan
pencegahan berasal dari sumber dana BOK, Jampersal dan sebagian kecil JKA. Pendanaan Jampersal
ditujukan untuk upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak, terutama untuk persalinan dan upaya
kesehatan sebelum dan setelah bersalin.
Rekomendasi
Besaran belanja kesehatan di Aceh Tengah perlu ditingkatkan untuk menghasilkan porsi yang lebih besar
pada upaya pencegahan. Upaya pencegahan perlu didorong lebih besar guna menghasilkan belanja
kesehatan yang lebih efektif. Peran serta pemerintah lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat perlu
dikedepankan untuk memperoleh hasil pencapaian indikator yang lebih baik. Analisis kondisi daerah dan
kesehatan harus dipertajam terutama dalam upaya alokasi dana yang lebih baik di masa mendatang.
Pembangunan sarana kesehatan harus memperhatikan akses masyarakat serta kualitas pelayanan yang
lebih baik.
Peningkatan jumlah Balita ditimbang, pemberian ASI eksklusif dan penanganan segera kasus emergensi
pada bayi serta anak perlu ditingkatkan guna menurunkan AKB. Cakupan kunjungan ibu hamil (terutama
K4), cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
pelayanan nifas adalah beberapa upaya yang dinilai efektif dalam upaya menurunkan AKI.
Upaya perbaikan gizi masyarakat dapat diupayakan dengan meningkatkan sasaran operasional kegiatan
4
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
pembinaan gizi masyarakat yang mencakup dua indikator utama dan enam indikator penunjang. Kebersihan
lingkungan dan memasyarakatkan perilaku hidup sehat dalam mengendalikan dan menurunkan jumlah
infeksi baru perlu didorong. Puskesmas harus memberikan dorongan untuk menciptakan kesadaran
masyarakat hidup secara bersih dan sehat, sebagai upaya intervensi pencegahan dan pengendalian
berbagai penyakit. Berdasarkan kajian di atas, maka peran serta pemerintah kabupaten diarahkan untuk
penguatan promosi kesehatan, monitoring dan evaluasi serta pembinaan ke Puskesmas.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
5
PRAKATA
6
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
KATA PENGANTAR REKTOR UNIVERSITAS SYIAH KUALA
Aceh Tengah merupakan salah satu kabupaten di Aceh yang mempunyai perhatian cukup besar untuk
sektor kesehatan. Pada tahun 2013 saja, Pemerintah Aceh Tengah mengalokasikan belanjanya hingga 15
persen untuk sektor ini. Kondisi tersebut menempatkan Kabupaten Aceh Tengah sebagai salah satu daerah
dengan belanja perkapita kesehatan tertinggi di Aceh. Berbagai program dan kegiatan pembangunan
kesehatan dibiayai dari sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) selain didukung
sumber-sumber pendanaan lainnya untuk sektor kesehatan.
Kajian “Belanja Publik Sektor Kesehatan Aceh Tengah” yang disusun oleh Tim Teknis Public Expenditure
Analysis and Capacity Strengthening Program (PECAPP)-Universitas Syiah Kuala yang mendapatkan
arahan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah merupakan langkah penting untuk mendapatkan
gambaran awal bagaimana pengelolaan dana kesehatan selama ini. Kajian ini juga bermanfaat guna
mengidentifikasi berbagai capaian dan tantangan dalam pembangunan yang sedang dihadapi Aceh
Tengah, terutama di sektor kesehatan. Di samping itu, kajian ini juga berusaha mengidentifikasi lebih rinci
kebutuhan-kebutuhan prioritas dari sektor tersebut yang dapat direspon oleh Pemerintah Kabupaten Aceh
Tengah.
Berbagai capaian pembangunan untuk sektor kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah telah menunjukkan
perkembangan yang positif. Namun diperlukan juga upaya dan langkah perbaikan yang serius dalam
pengelolaan dana untuk menghasilkan kinerja pembangunan yang lebih baik. Hasil kajian yang dilakukan
PECAPP menunjukkan untuk mencapai efektifitas pengelolaan dana kesehatan, perlu dimulai dengan
perencanaan yang lebih baik. Alokasi pendanaan yang seimbang antara upaya pencegahan, pengobatan
dan manajemen merupakan isu yang cukup mengemuka ketika analisis ini disusun, dimana belanja
untuk komponen pengobatan jauh lebih tinggi daripada upaya pencegahan. Arah belanja pada program
dan kegiatan pembangunan kesehatan memerlukan prioritas yang lebih kuat berbasis analisis sehingga
dapat memberikan dampak jangka panjang dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, kami berharap kajian ini benar-benar memberikan kontribusi terhadap perbaikan
pengelolaan belanja kesehatan di Aceh Tengah, sehingga belanja pembangunan kesehatan yang terbatas
ini dapat mendatangkan manfaat yang optimal, khususnya bagi masyarakat di kabupaten Aceh Tengah.
Banda Aceh, Januari 2014
Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng.
Rektor Universitas Syiah Kuala
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
7
KATA PENGANTAR KEPALA DINAS KESEHATAN ACEH TENGAH
Tahun 2014 menandai masa sepuluh tahun setelah tsunami dan gempa yang menghancurkan Aceh
dan sembilan tahun setelah Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki ditandatangani, yang
mengisyaratkan awal dari proses perdamaian di Aceh. Banyak kemajuan yang telah dicapai dalam
memenuhi kebutuhan rakyat Aceh pascatsunami dan konflik. Namun, masih banyak tantangan yang
harus dihadapi rakyat dalam membangun kembali kehidupan yang normal dan produktif setelah dua
bencana tersebut.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi kesehatan dan penggunaan dana
di bidang kesehatan bersumber pemerintah di Kabupaten Aceh Tengah, Pemerintah Aceh Tengah
melalui kerjasama dengan PECAPP (Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program)
melakukan analisis terhadap belanja sektor kesehatan yang dilakukan di Dinas Kesehatan dan Puskesmas
di Kabupaten Aceh Tengah.
Laporan analisis itu dituangkan dalam bentuk Health Public Expenditure Review (Health PER). Health PER
merupakan analisis terhadap belanja publik sektor kesehatan yang dilakukan oleh PECAPP, dengan data
fiskal dan nonfiskal yang diperoleh dari sumber-sumber resmi pemerintah. Health PER berisi informasi
mengenai belanja kesehatan, indikator kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Aceh
Tengah.
Berbagai hasil analisis yang telah disusun ini hanyalah salah satu dari sekian banyak langkah yang dapat
diambil oleh pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk melaksanakan pembangunan kesehatan yang
berkelanjutan. Dengan dukungan berbagai pihak diharapkan laporan ini dapat membantu pemerintah
daerah dalam menyusun berbagai program pembangunan sehingga memenuhi kebutuhan nyata
Kabupaten Aceh Tengah. Semoga informasi ini dapat membantu meningkatkan kehidupan, peluang dan
kemakmuran terutama di sektor kesehatan bagi rakyat Kabupaten Aceh Tengah.
Takengon, Januari 2014
dr. Sukri Maha
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah
8
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
UCAPAN TERIMA KASIH
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
9
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya maka Health Public
Expenditure Review (Health PER) Kabupaten Aceh Tengah dapat kami selesaikan dengan baik. Health PER
merupakan Analisis Belanja Publik Sektor Kesehatan yang dilakukan oleh PECAPP (Public Expenditure
Analysis Capacity and Strengthening Program) atas dukungan Pemerintah Aceh dan Pemerintah
Kabupaten Aceh Tengah. Laporan ini disusun sebuah tim yang dipimpin oleh Rachmad Suhanda, dibawah
supervisi Harry Masyrafah sebagai Team Leader.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada:
1. Gubernur Provinsi Aceh Bapak dr. Zaini Abdullah dan Wakil Gubernur Bapak Muzakir Manaf.
2. Rektor Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Bapak Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng.
3. Sekretaris Daerah Provinsi Aceh Bapak Drs. Dermawan, MM.
4. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, Bapak dr. Taqwallah, M.Kes. dan segenap jajarannya.
5. Kepala Bappeda Provinsi Aceh, Bapak Prof. DR. Ir. Abubakar Karim, MS. dan segenap jajarannya.
6. Bupati Kabupaten Aceh Tengah Bapak Ir. H. Nasaruddin, MM. dan segenap jajarannya.
7. Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Tengah Bapak Drs. H. Taufik, MM.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah dan para Kepala Puskesmas dalam wilayah
Kabupaten Aceh Tengah beserta segenap jajarannya.
9. Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Tengah dan segenap jajarannya.
10. World Bank dan Consolidating Peaceful Development in Aceh (CPDA)
11. Bapak Prof. Raja Masbar, Bapak Dr. Islahuddin, Bapak Dr. Iskandar Majid, dan Bapak T. Harmawan
sebagai Advisor PECAPP.
12. Bapak T. Setia Budi, Bapak dr. M. Yani, M.Kes, PKK dan Bapak Drg. Saifuddin Ishak, M.Kes, PKK atas
dukungan dan arahannya.
13. Tim Sektor Kesehatan PECAPP yang telah bekerja keras guna menghasilkan laporan ini: Tika
Indiraswari, Darma Satria, T. Muhammad Yus, Riza Faruqi dan Haqqi Harzaki.
14. Tim Inti PECAPP: Adi Warsidi, T. Zukhradi Setiawan, Renaldi Safriansyah, Teuku Triansa Putra, Dian
Alifya, Inggit Maulidina, Sofran Sofyan, T. Aulia Zailian, Eliana Gultom, Wan Windi Lestari, Sukhairi
Amirsyah, T. Hendra Kemala, Husaini dan Agus Salim.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga kami sampaikan kepada semua pihak yang secara
langsung ataupun tidak telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan
ini dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan Aceh pada umumnya dan Kabupaten Aceh Tengah
khususnya di masa mendatang.
10
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
DAFTAR ISI
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
11
DAFTAR ISI
Ringkasan Eksekutif....................................................................................................................................... 1
Kata Pengantar Rektor Universitas Syiah Kuala.......................................................................................7
Kata Pengantar Kepala Dinas Kesehatan Aceh Tengah.......................................................................... 8
Ucapan Terima Kasih...................................................................................................................................10
Daftar Grafik..................................................................................................................................................13
Daftar Tabel...................................................................................................................................................15
Daftar Lampiran............................................................................................................................................16
Daftar Singkatan........................................................................................................................................... 17
Gambaran Umum........................................................................................................................................20
1. Demografi dan Kondisi Sosial................................................................................................................20
2. Penerimaan dan Belanja Pemerintah Aceh Tengah.......................................................................... 21
Belanja Sektor Kesehatan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah........................................................23
Kondisi Kesehatan Daerah.........................................................................................................................29
1. Sarana Kesehatan....................................................................................................................................29
1.1. Puskesmas.............................................................................................................................................29
1.2. Rumah Sakit..........................................................................................................................................35
2. Sumber Daya Manusia.......................................................................................................................... 37
3. Situasi Derajat Kesehatan....................................................................................................................... 41
3.1. Angka Kematian.................................................................................................................................... 41
3.2. Angka Kesakitan..................................................................................................................................46
3.3. Gizi.........................................................................................................................................................49
4. Upaya Kesehatan...................................................................................................................................50
4.1. Penurunan AKI dan AKB...................................................................................................................... 51
4.2. Perbaikan Status Gizi..........................................................................................................................55
Belanja Puskesmas.....................................................................................................................................60
1. Besaran dan Alokasi Belanja.................................................................................................................60
2. Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak...............................................................................................................63
3. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular.....................................................................66
Kesimpulan dan Rekomendasi.................................................................................................................. 71
1. Kesimpulan................................................................................................................................................ 71
2. Rekomendasi............................................................................................................................................74
Daftar Pustaka..............................................................................................................................................81
Lampiran.......................................................................................................................................................85
12
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Kepadatan Penduduk Tahun 2012.............................................................................................20
Grafik 2. Piramida Penduduk...................................................................................................................... 21
Grafik 3. Penerimaan Aceh Tengah........................................................................................................... 21
Grafik 4. Belanja Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah........................................................................23
Grafik 5. Jenis Belanja Beberapa Sektor Utama, Tahun 2013.............................................................23
Grafik 6. Porsi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Belanja............................................................... 24
Grafik 7. Belanja Kesehatan Berdasarkan Jenis Belanja...................................................................... 24
Grafik 8. Belanja Perkapita Kesehatan Tahun 2013 di Aceh................................................................25
Grafik 9. Pengelola Belanja Kesehatan...................................................................................................26
Grafik 10. (A) Belanja Kesehatan Menurut Jenis Program Kesehatan; (B) Pengelola
dan Jenis Program Kesehatan Tahun 2008-2013*............................................................................... 27
Grafik 11. Porsi Belanja Pencegahan dari Total Belanja Kesehatan Pada di Dinas Kesehatan........ 27
Grafik 12. Belanja Kesehatan Berdasarkan Program.............................................................................28
Grafik 13. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk Tahun 2012.............................................................29
Grafik 14. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk di Aceh Tengah......................................................30
Grafik 15. Kepadatan Penduduk Terhadap Luas Wilayah Kerja...........................................................30
Grafik 16. Jarak Masyarakat ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu........................................... 32
Grafik 17. Jumlah Poskesdes/Polindes Terhadap Jarak....................................................................... 32
Grafik 18. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan...........................................................................33
Grafik 19. Rasio Jumlah Kunjungan Terhadap Jumlah Penduduk......................................................33
Grafik 20. Kerusakan Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Polindes........................................... 34
Grafik 21. Jarak Masyarakat ke Rumah Sakit.........................................................................................35
Grafik 22. Jumlah Tempat Tidur di RSUD Datu Beru Tahun 2012......................................................36
Grafik 23. Indeks Tenaga Kesehatan Tahun 2012.................................................................................. 37
Grafik 24. Rasio Bidan per 100.000 Penduduk di Aceh........................................................................39
Grafik 25. Rasio Bidan per 100.000 Penduduk di Aceh Tengah.........................................................40
Grafik 26. Indeks Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita....................................................................... 42
Grafik 27. Angka Kematian Bayi di Aceh Tahun 2012........................................................................... 42
Grafik 28. Angka Kematian Bayi dan Balita di Aceh Tengah............................................................... 42
Grafik 29. Angka Kematian Bayi di Kecamatan..................................................................................... 43
Grafik 30. Angka Kematian Ibu di Aceh Tahun 2012............................................................................. 44
Grafik 31. Angka Kematian Ibu Tahun 2008-2012.................................................................................45
Grafik 32. AKI dan Jumlah Kematian Ibu Tahun 2009-2012.............................................................46
Grafik 33. Indeks Angka Kesakitan...........................................................................................................46
Grafik 34. Jumlah Kasus BTA Positif dan CDR Tahun 2012.................................................................48
Grafik 35. Indeks Gizi Aceh Tahun 2012..................................................................................................49
Grafik 36. Persentase Balita dengan BGM Tahun 2012........................................................................50
Grafik 37. Indeks Upaya Kesehatan.......................................................................................................... 51
Grafik 38. Pencapaian Beberapa Target Antara Penurunan AKI.........................................................52
Grafik 39. Kunjungan Bayi Minimal Empat Kali.....................................................................................53
Grafik 40. Porsi Anggaran Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2013........................................................53
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
13
Grafik 41. Persentase Balita Ditimbang Tahun 2012..............................................................................55
Grafik 42. Balita Ditimbang di Aceh Tengah Tahun 2012......................................................................56
Grafik 43. Bayi Diberikan ASI Ekslusif di Aceh Tengah Tahun 2012...................................................56
Grafik 44. Belanja Sasaran Gizi pada Dinas Kesehatan........................................................................ 57
Grafik 45. Belanja Sasaran Gizi Menurut Jenis Kegiatan.....................................................................58
Grafik 46. Porsi Sumber Belanja Kesehatan di Puskesmas.................................................................60
Grafik 47. Alokasi Belanja Bersumber Dana JKA...................................................................................61
Grafik 48. Jumlah Belanja Puskesmas Perkapita Tahun 2011-2012....................................................61
Grafik 49. Jenis Program Kesehatan di Puskesmas..............................................................................62
Grafik 50. Sumber Belanja Terhadap Jenis Program Kesehatan Tahun 2011 dan 2012..................62
Grafik 51. Belanja Perkapita Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak..................................................................63
Grafik 52. Sumber Belanja Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak...................................................................64
Grafik 53. Belanja Perkapita Gizi, Ibu dan Anak Terhadap Beberapa Indikator Kesehatan.............64
Grafik 54. Pola Belanja Puskesmas Celala dan Silih Nara (A) Dibandingkan Puskesmas Lainnya (B)................65
Grafik 55. Belanja Perkapita Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular .........66
Grafik 56. Porsi Belanja P2M Berdasarkan Jenis Penyakit.................................................................67
Grafik 57. Porsi Belanja P2M Berdasarkan Tujuan Belanja..................................................................68
14
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sarana Kesehatan Berdasarkan Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Sarana...................31
Tabel 2. Ketersediaan Tenaga Dokter Spesialis di RSUD Datu Beru Takengon Tahun 2013..........39
Tabel 3. Beberapa Indikator P2M di Aceh Tengah Tahun 2011-2012 dan Pencapaian Aceh Tahun 2012..........47
Tabel 4. Target Antara untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu......................................................... 51
Tabel 5. Indikator Utama dan Penunjang Pembinaan Gizi Masyarakat............................................58
Tabel 6. Persentase Beberapa Indikator Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak............................................65
Tabel 7. Jumlah Kasus Campak dan Hepatitis B di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011 dan 2013......67
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rasio Beberapa Tenaga Kesehatan Tahun 2012...............................................................85
Lampiran 2. Indeks Tenaga Kesehatan Tahun 2012..............................................................................86
Lampiran 3. Angka dan Indeks Kematian Ibu, Bayi dan Balita Tahun 2012...................................... 87
Lampiran 4. Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan Balita dengan Berat Badan
di Bawah Garis Merah (BGM) Tahun 2012...............................................................................................88
Lampiran 5. Angka dan Indeks Penyakit Menular Tahun 2012...........................................................89
Lampiran 6. Beberapa Indikator Upaya Kesehatan Tahun 2012..........................................................91
Lampiran 7. Indeks Upaya Kesehatan.....................................................................................................92
DAFTAR FOTO
Cover (Sumber: www.prettyindonesia.com)
Gambaran Umum (Sumber: www.litasgayo.com)..................................................................................19
Belanja Kesehatan (Sumber:Sunarno)..................................................................................................... 22
Belanja Puskesmas (Sumber: www.septianagusman.blogspot.com).................................................58
Kesimpulan dan Rekomendasi ( Sumber: asykarigayo.files.wordpress.com)...................................69
16
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
DAFTAR SINGKATAN
AFP
Acute Flaccid Paralysis
AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome AKB
Angka Kematian Bayi
AKG
Angka Kecukupan Gizi
AKI
Angka Kematian Ibu
AMP
Audit Maternal Perinatal
APBA
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh
APBK
Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten
API
Annual Parasite Incidence
ASI
Air Susu Ibu
Askes
Asuransi Kesehatan
BBLR
Bayi Berat Lahir Rendah
BGM
Bawah Garis Merah
BOK
Bantuan Operasional Kesehatan
BOR
Bed occupancy Rate
BOR
Bed Occupancy Rate
BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPS
Badan Pusat Statistik
BTA
Basil Tahan Asam
CDR
Case Detection Rate
DAU
Dana Alokasi Umum
DBD
Demam Berdarah Dengue
Dinkes
Dinas Kesehatan
DOTS
Directly Observed Treatment Short
DPKKD
Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah
GDR
Gross Date Rate
HIV
Human Immunodeficiency Virus
IMR
Infant Mortality Rate
Jamkesmas
Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jampersal
Jaminan Persalinan
JKA
Jaminan Kesehatan Aceh
K4
Kunjungan 4 kali
KB
Keluarga Berencana
KB4
Kunjungan Bayi Lengkap
Kemenkeu
Kementrian Keuangan
KB4
Kunjungan Bayi 4 kali
KEP
Kurang Energo Protein
KH
Kelahiran Hidup
KIA
Kesehatan Ibu dan Anak
KIE
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
Km
Kilometer
Km
Kilometer persegi
KN3
Kunjungan Neonatus Lengkap
LH
Lahir Hidup
Linakes
Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan
LOS
Length of Stay
2
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
17
MDGs
Millennium Development Goals
MDR
Multi Drug Resistance
Menkes
Menteri Kesehatan
MP-ASI
Makanan Pengganti ASI
NDR
Net Death Rate
NSPK
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria
PMBA
Pemberian Makanan Bayi dan Anak
P2M
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
P4K
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
PD3I
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
PECAPP
Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program
Pemkab
Pemerintah Kabupaten
Per
Peraturan
Permenkes
Peraturan menteri Kesehatan
PMBA
Pemberian Makanan
Polindes
Pondok Bersalin Desa
PONED
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
PONEK
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
Poskesdes
Pos Kesehatan Desa
Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat
Pustu
Puskesmas Pembantu
RFT
Release From Treatmen
RI
Republik Indonesia
RS
Rumah Sakit
RSU
Rumah Sakit Umum
RSUD
Rumah Sakit Umum Daerah
SKPD
Satuan Kerja Perangkat Daerah
SPM
Standar Pelayanan Minimal
SPS
Sewaktu Pagi dan Sewaktu (dalam suatu wilayah kerja pada waktu tertentu)
SR TB
Success Rate Tuberculosis
Susenas
Survei Sosial Ekonomi Nasional
SK
Surat Keputusan
TB
Tuberkulosis
TOI
Turn Over Interval
TT
Tempat Tidur
WHO
World Health Organization
DAFTAR SIMBOL
%
Persen
C
Derajat Celcius
o
18
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
GAMBARAN UMUM
GAMBARAN UMUM
1. Demografi dan Kondisi Sosial
Aceh Tengah telah menjadi sebuah kabupaten sejak 65 tahun yang lalu. Berdiri pada tahun 1948,
sebagian besar kawasan Aceh Tengah adalah hutan. Dengan luas 2.500 kilometer persegi (Km2), daerah
itu memilki topografi pegunungan dengan sumber ekonomi pertanian dan perkebunan, 58 persen
wilayahnya adalah kawasan lindung dan sisanya kawasan budi daya.
Grafik 1. Kepadatan Penduduk Tahun 2012
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Kepadatan Penduduk Aceh Tengah relatif lebih rendah dari Aceh. Dengan jumlah kecamatan sebanyak
14 yang terdiri dari 295 desa, kepadatan penduduk di Aceh tengah cenderung bervariasi, antara 10 hingga
764 jiwa per Km2, dengan rata-rata 73 penduduk per Km2, Grafik 1. Aceh Tengah memiliki penduduk
yang didominasi usia muda. Penduduk berusia 0-19 tahun berjumlah 41 persen dari populasi. Penduduk
yang berusia di atas 50 tahun hanya 12 persen. Rentang usia terbanyak adalah usia 20-49 tahun yang
mencapai 47 persen. Karakteristik umur tersebut menunjukkan perlunya perhatian yang cukup besar
pada kelompok usia anak, di antaranya rentang usia 0-14 tahun yang mempunyai porsi cukup besar
(32 persen), Grafik 2. Struktur penduduk di Aceh Tengah tersebut juga menunjukkan tantangan terhadap
meningkatnya penduduk usia tua dan penduduk usia kerja di masa mendatang.
20
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 2. Piramida Penduduk
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
2. Penerimaan dan Belanja Pemerintah Aceh Tengah
Penerimaan daerah terus meningkat, searah dengan peningkatan transfer pemerintah pusat. Tahun 2013,
penerimaan Kabupaten Aceh Tengah tercatat sebesar Rp 718 miliar, meningkat 37 persen dari tahun 2007,
Grafik 3. Sama seperti kabupaten/kota lain di Indonesia, peningkatan penerimaan daerah disebabkan
meningkatnya penerimaan dana transfer pemerintah pusat terutamanya Dana Alokasi Umum (DAU),
yang merupakan sumber penerimaan terbesar daerah. DAU pada tahun 2013 menyumbangkan sebesar
72 persen dari keseluruhan penerimaan, sedangkan penerimaan asli daerah hanya menyumbangkan
sebesar 10 persen atau Rp 65 miliar dari keseluruhan penerimaan daerah.
Grafik 3. Penerimaan Aceh Tengah
Sumber : Pemkab Aceh Tengah & PECAPP
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
21
BELANJA KESEHATAN
Belanja pemerintah terus meningkat, searah dengan meningkatnya penerimaan daerah. Belanja Aceh
Tengah diperkirakan sebesar Rp 470 miliar pada tahun 2013, meningkat sebesar 77 persen dibandingkan
dengan tahun 2007, yang tercatat hanya sebesar Rp 323 miliar. Belanja di sektor pendidikan dan
pelayanan umum tercatat mendapat alokasi anggaran terbesar, keduanya terhitung 63 persen dari
keseluruhan belanja. Alokasi belanja sektor pendidikan dan kesehatan terus meningkat sejak tahun 2007,
sedangkan beberapa sektor lain seperti infrastruktur dan pelayanan umum terhitung menurun, Grafik 4.
Grafik 4. Belanja Pemerintah
Kabupaten Aceh Tengah
Grafik 5. Jenis Belanja Beberapa Sektor
Utama, Tahun 2013
Sumber: Pemkab Aceh Tengah, PECAPP
Sumber: Pemkab Aceh Tengah, PECAPP
Belanja pegawai merupakan pengeluaran terbesar bidang pendidikan dan kesehatan. Alokasi belanja
pegawai sektor pendidikan sebesar 92 persen dari total belanja sektor pendidikan atau sebesar Rp 251
miliar pada tahun 2013, menyisakan sedikit anggaran untuk belanja pembangunan pendidikan lainnya,
Grafik 5. Pada sektor kesehatan alokasi belanja pegawai juga mendominasi belanja sektoral, hanya tersisa
30 persen alokasi untuk belanja pembangunan.
Belanja Sektor Kesehatan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah
Perhatian pemerintah daerah terhadap sektor kesehatan meningkat. Anggaran belanja kesehatan
di Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2007 berjumlah Rp 40 miliar atau 9 persen dari belanja total.
Angka tersebut terus mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah maupun porsi terhadap total belanja.
Pada tahun 2013 terhitung anggaran belanja secara keseluruhan sebesar Rp 110 miliar atau mencapai 15
persen dari total belanja. Persentase belanja kesehatan tersebut juga lebih baik dari rata-rata belanja di
kabupaten/kota di Aceh yang pada tahun 2013 berjumlah 12 persen, Grafik 6.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
23
Grafik 6. Porsi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Belanja
Sumber: Kemenkeu, PECAPP
Belanja bersumber APBK Aceh Tengah untuk sektor kesehatan cenderung meningkat. Selain dana
yang bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta penerimaan lainnya seperti
dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk sektor kesehatan, sejak tahun 2009 hingga 2012 besaran belanja
kesehatan di Aceh Tengah menunjukkan pertumbuhan yang positif.1 Pada tahun 2009 belanja kesehatan
berjumlah Rp 50 miliar, meningkat menjadi Rp 96 miliar pada tahun 2012. Belanja tersebut secara riil
tumbuh sebesar 65 persen pada tahun 2012 terhadap 2009.
Grafik 7. Belanja Kesehatan Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, RSUD Datu Beru, DPKKD, Pecapp
1
Dalam analisis ini tidak dibahas
24
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Belanja kesehatan Aceh Tengah sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai. Hampir Rp 78 miliar
belanja kesehatan Aceh Tengah dari total anggaran Rp 110 miliar pada tahun 2013 digunakan untuk belanja
pegawai, Grafik 7. Meskipun banyak hal yang dapat dilakukan dengan perkembangan teknologi, namun
tidak membuat pelayanan kesehatan bebas dari input tenaga manusia. Kecenderungan spesialisasi
dan superspesialisasi (keahlian tertentu dalam bidang kedokteran dan kesehatan) menyebabkan
komponen tenaga dalam pelayanan kesehatan semakin besar. Kondisi tersebut dapat terlihat misalnya
pada pelayanan rumah sakit. Analisis biaya pada rumah sakit menunjukkan bahwa komponen tenaga
bisa mencapai antara 40-60 persen dari keseluruhan biaya. Ini berarti bahwa sektor kesehatan adalah
sektor yang bersifat padat karya.2 Belanja tersebut diharapkan mampu memberikan efek positif terhadap
pencapaian indikator kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah.
Jumlah belanja kesehatan perkapita di Aceh Tengah lebih tinggi dari rata-rata belanja kabupaten/kota di
Aceh. Jumlah anggaran belanja perkapita di Aceh Tengah pada tahun 2013 terhitung sebesar Rp 584 ribu, di
atas rata-rata Aceh yang berjumlah Rp 398 ribu. Belanja perkapita tertinggi tercatat di Kota Sabang dan Kota
Langsa. Belanja perkapita yang tinggi di Kota Sabang disebabkan jumlah penduduk yang relatif lebih rendah
dibandingkan daerah lainnya, Grafik 8. Namun, besaran belanja perkapita yang lebih baik memberikan
peluang membangun yang lebih besar bagi Aceh Tengah dibandingkan beberapa daerah lainnya di Aceh.
Grafik 8. Belanja Perkapita Kesehatan Tahun 2013 di Aceh
Sumber: Kemenkeu, BPS, Dinkes Aceh Tengah, PECAPP
Terjadi perubahan pengelola belanja kesehatan di Aceh Tengah, RSUD Datu Beru mengelola sebagian
besar belanja kesehatan. Pada tahun 2008 belanja kesehatan Kabupaten Aceh Tengah sebagian besarnya
dikelola oleh Dinas Kesehatan (63 persen). Pada tahun 2013, anggaran belanja kesehatan menjadi
terbalik, dimana RSUD Datu Beru mengelola 63 persen dari total belanja atau Rp 69 miliar, Grafik 9.
Dinas Kesehatan pada tahun 2013 menerima anggaran belanja sebesar Rp 41 miliar. Peningkatan belanja
pada RSUD Datu Beru terjadi sejak tahun 2012, pada tahun tersebut RSUD Datu Beru berubah status
menjadi Badan Layanan Umum.
2
Jaya A, 2010
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
25
Belanja sektor kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah cukup besar pada belanja supportif.3 Terhitung sejak
tahun 2008 hingga anggaran 2013, dana dari APBK Aceh Tengah sejumlah Rp 432 miliar digunakan
untuk pembangunan sektor kesehatan. Belanja untuk kegiatan yang bersifat supportif, seperti belanja
tidak langsung dan kegiatan perkantoran menyerap 62 persen dana tersebut, Grafik 10. Kondisi tersebut
menyisakan celah kecil untuk upaya pencegahan maupun upaya lainnya.
Grafik 9. Pengelola Belanja Kesehatan
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, RSUD Datu Beru, DPKKD, Pecapp
Belanja pencegahan pada Dinas Kesehatan Aceh Tengah hanya berjumlah dua persen dari total belanja.
Dari Rp 206 miliar total dana dikelola oleh Dinas Kesehatan tahun 2008-2013, terhitung hanya 2 persen
saja dana yang diarahkan untuk upaya preventif (pencegahan).4 Meskipun belanja preventif/kuratif
menyerap dana cukup besar (12 persen), namun belanja khusus untuk preventif perlu diperhatikan guna
menghasilkan belanja kesehatan yang lebih efektif dan murah, Grafik 10.5
3
Belanja suportif merupakan belanja yang diperuntukkan berbagai kegiatan manajerial, termasuk di dalamnya adalah pembayaran gaji dan tunjangan
pegawai, penyediaan jasa perkantoran dan lain sebagainya.
4
Belanja yang berhubungan dengan upaya kesehatan masyarakat (bukan belanja yang digunakan untuk pengobatan/upaya kesehatan perorangan)
5
Belanja yang tidak dapat dipisahkan besarannya untuk upaya pengobatan dan pencegahan
26
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 10. (A) Belanja Kesehatan Menurut Jenis Program Kesehatan; (B) Pengelola dan Jenis Program
Kesehatan Tahun 2008-2013*
A
B
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, RSUD Datu Beru, DPKKD, Pecapp
*2013: Anggaran
Belanja pencegahan bukan merupakan prioritas Pemerintah Aceh Tengah. Belanja pencegahan,
mempunyai jumlah dan porsi terhadap total belanja yang fluktuatif. Belanja pada tahun 2012 hanya
berjumlah 1,1 persen dari total belanja kesehatan yang dikelola oleh Dinas Kesehatan. Meskipun belanja
kesehatan yang dikelola oleh Dinas Kesehatan tampak mengalami peningkatan, namun untuk belanja
pencegahan menunjukkan jumlah yang tidak seimbang terutama jika dibandingkan dengan tahun 2009,
Grafik 11.
Grafik 11. Porsi Belanja Pencegahan dari Total Belanja Kesehatan Pada di Dinas Kesehatan
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, DPKKD, Pecapp
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
27
Selain untuk membayar gaji pegawai, belanja pengadaan sarana kesehatan dan pelayanan perkantoran
merupakan belanja kesehatan terbesar. Belanja tidak langsung 2012 menyerap 71 persen total belanja
kesehatan di Dinas Kesehatan. Belanja tersebut mendominasi pula anggaran belanja kesehatan pada
2013 yang mencapai 75 persen. Celah untuk program kesehatan lainnya tampak semakin mengecil,
seiring dengan alokasi belanja untuk pembangunan sarana kesehatan (8 persen pada 2013) dan program
Pelayanan perkantoran (6 persen, 2013). Pada tahun 2012 dan 2013 belanja pada Dinas Kesehatan
hanya menyisakan 10 dan 11 persen untuk program lainnya, Grafik 12.
Grafik 12. Belanja Kesehatan Berdasarkan Program
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, DPKKD, Pecapp
28
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Kondisi Kesehatan Daerah
1. Sarana Kesehatan
1.1. Puskesmas
Puskesmas di Aceh Tengah melayani penduduk lebih kecil dari Puskesmas lainnya di Aceh. Puskesmas
di Aceh Tengah berjumlah 14 untuk melayani penduduk sekitar Rp 185 ribu orang. Dengan kondisi tersebut
maka rasio Puskesmas terhadap penduduk adalah satu berbanding 13 ribu, atau per Puskesmas melayani
13 Ribu penduduk. Jumlah tersebut lebih baik dari rata-rata Aceh yang mempunyai rasio satu per 14 ribu,
Grafik 13. Pencapaian ini juga lebih baik dari target nasional, satu Puskesmas melayani 30 ribu penduduk.
Grafik 13. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk Tahun 2012
Sumber: Dinkes Aceh, Pecapp
Jumlah Puskesmas di Aceh Tengah tidak mengalami penambahan. Pada tahun 2012 jumlah Puskesmas
di Aceh Tengah berjumlah 14 unit, sama seperti tahun 2010. Dari jumlah tersebut, lima diantaranya
merupakan puskesmas perawatan yakni: Puskesmas Bintang, Angkup, Blang Mancung, Isaq dan Merah
Mege. Selain 14 Puskesmas tersebut, sarana kesehatan di kecamatan didirikan seperti Puskesmas
Pembantu (Pustu) yang berjumlah 51 unit dan Poskesdes/Polindes yang berjumlah 171 unit pada tahun
2012. Namun, sebaran sarana kesehatan belum sepenuhnya merata, seperti Puskesmas Bebesen yang
mempunyai penduduk dalam wilayahnya mencapai 36 ribu jiwa, sementara beberapa lainnya di bawah
10 ribu jiwa seperti di Kecamatan Bies, Kute Panang, Celala dan lainnya, Grafik 14.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
29
Grafik 14. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk di Aceh Tengah
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Kesenjangan kepadatan penduduk dan luas wilayah merupakan tantangan. Rusip Antara adalah
kecamatan terluas dengan kepadatan penduduk yang rendah. Sementara itu Bebesen adalah kecamatan
yang mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi, Grafik 15. Dengan disparitas tersebut, maka
pembangunan sarana kesehatan di masa mendatang perlu dianalisis mendalam terutama tingkat
aksesibilitas masyarakat ke sarana kesehatan. Perhatian akses sarana yang dapat dijangkau oleh
masyarakat secara adil pada daerah yang padat penduduk maupun daerah yang jarang merupakan hal
sangat mendasar, dimana setiap masyarakat harus mempunyai kemudahan menjangkau pelayanan
kesehatan.
Grafik 15. Kepadatan Penduduk Terhadap Luas Wilayah Kerja
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
30
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Persebaran sarana kesehatan perlu memperhatikan luas wilayah kerja dan kepadatan penduduk. Daerah
dengan wilayah kerja yang luas mempunyai rasio sarana kesehatan lebih besar. Namun Kecamatan
Rusip Antara mempunyai sarana kesehatan yang sangat terbatas jika dibandingkan luas wilayahnya,
demikian pula sebaliknya dengan Kecamatan Silih Nara. Semakin kecil kepadatan penduduk cenderung
semakin luas pula wilayah kerja dari sarana kesehatan. Pada sisi lain luasnya wilayah yang dilayani
membutuhkan penambahan jejaring dari sarana kesehatan, seperti Polindes atau Poskesdes yang perlu
lebih tersebar guna meningkatkan akses masyarakat ke sarana kesehatan. Kondisi tersebut dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Sarana Kesehatan Berdasarkan Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Sarana
Luas Wilayah
(Km2)
Kepadatan
Penduduk (Km2)
Jumlah Total Sarana
Kesehatan
1 Rusip Antara
669
10
10
2 Bintang
429
21
20
3 Ketol
405
29
24
4 Linge
275
33
26
5 Atu Lintang
83
74
9
6 Jagong Jeget
105
89
11
7 Celala
89
99
13
8 Pegasing
99
187
27
9 Lut Tawar
No
Kecamatan
100
189
11
10 Kute Panang
35
204
17
11 Silihnara
98
220
25
12 Bies
29
233
13
13 Kebayakan
56
262
12
14 Bebesen
47
764
17
2,518
73
235
Aceh Tengah
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Jarak rata-rata penduduk ke Puskesmas dan Pustu di Aceh Tengah sekitar 7 kilometer. Jarak ratarata terjauh masyarakat ke Puskesmas dan Pustu adalah 25 kilometer terjadi di Kecamatan Linge,
sementara jarak terdekat adalah 2,5 kilometer di Kecamatan Bebesen, Grafik 16. Kondisi tersebut kembali
menunjukkan perlunya kemudahan akses masyarakat ke sarana kesehatan pendukung lainnya seperti
Poskesdes atau Polindes.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
31
Grafik 16. Jarak Masyarakat ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
Sumber: BPS, PECAPP
Rusip Antara salah satu kecamatan dengan jarak masyarakat ke Puskesmas atau Pustu yang cukup
jauh, namun mempunyai Poskesdes/Polindes yang relatif rendah. Jarak masyarakat di Rusip Antara
ke Puskesmas dan Pustu rata-rata adalah sejauh 12,7 kilometer, namun ketersediaan Poskesdes/
Polindesnya lebih rendah dari kecamatan lainnya, Grafik 17. Kondisi tersebut menciptakan kesenjangan
terhadap akses masyarakat. Pembangunan sarana kesehatan penunjang perlu diprioritaskan ke daerah
yang mempunyai akses relatif sulit.
Grafik 17. Jumlah Poskesdes/Polindes Terhadap Jarak
Sumber: BPS,Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
32
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Puskesmas dan Pustu adalah tempat/cara berobat paling banyak yang digunakan masyarakat
untuk mengatasi keluhan kesehatannya. Pada tahun 2011 Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan
bahwa sebanyak 41,3 persen penduduk yang sakit berobat di Puskesmas atau Pustu. Kondisi tersebut
menunjukkan masyarakat cenderung menggunakan sarana kesehatan yang disediakan pemerintah,
dibanding praktik tenaga kesehatan yang penggunaannya sekitar 32,2 persen saja, Grafik 18. Sedikitnya
per tahun terdapat hampir 12 ribu penduduk yang mengakses Puskesmas dan Pustu karena sakit.
Grafik 18. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan
Sumber: BPS (Susenas, 2011)
Rasio kunjungan terhadap jumlah penduduk antar Puskesmas cukup variatif. Kunjungan tertinggi
keseluruhan pelayanan (rawat inap, rawat jalan dan pelayanan jiwa) tertinggi pada tahun 2012 terdapat
di Puskesmas Kota sebanyak 24 ribu kunjungan. Sementara kunjungan terendah terjadi di Puskesmas
Ratawali. Rasio kunjungan terhadap penduduk tertinggi terjadi di Puskesmas Bintang yang mencapai 1,52
atau kunjungan di Puskesmas tersebut satu setengah kali jumlah penduduk. Rasio kunjungan terbesar
terjadi di Puskesmas Bebesen dengan rasio 0,30, Grafik 19.
Grafik 19. Rasio Jumlah Kunjungan Terhadap Jumlah Penduduk
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
33
Puskesmas Angkup merupakan Puskesmas dengan jumlah penduduk tinggi, namun mempunyai rasio
kunjungan terhadap penduduk yang relatif rendah. Terdapat delapan Puskesmas dengan rasio kunjungan
terhadap penduduk yang relatif rendah dibandingkan rata-rata Aceh Tengah (0,71). Kondisi tersebut dapat
memberikan informasi tentang kondisi pemanfaatan Puskesmas yang bervariasi. Alasan terjadinya hal
tersebut masih membutuhkan analisis lanjut. Beberapa alternatif kemugkinan adalah tingginya kesadaran
masyarakat ke sarana kesehatan untuk sekadar melakukan pemeriksaan rutin, tersedianya fasilitas
kesehatan lainnya untuk pelayanan kesehatan atau dikarenakan tingginya angka kesakitan di wilayah
Puskesmas tersebut.
Akibat gempa bumi yang ­
terjadi
pada tanggal 2 Juli 2013, 86
persen Puskesmas di Aceh
­Tengah ­mengalami kerusakan.
Efek k­ejadian gempa bumi di
Aceh T
­engah diantaranya adalah
kerusakan 135 sarana kesehatan
dan
pendukungnya.
Gempa
mengakibatkan 12 Puskesmas (86
persen), 22 Puskesmas Pembantu
(43 persen) dan 83 Polindes/
Poskesdes (49 persen) mengalami
kerusakan. Kerusakan tersebut
membutuhkan penanganan segera
sehingga pelayanan kesehatan
untuk masyarakat tetap dapat
berlangsung dengan baik.
Grafik 20. Kerusakan Puskesmas,
Puskesmas Pembantu dan Polindes
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
34
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
1.2. Rumah Sakit
Masyarakat di Aceh Tengah membutuhkan perjalanan sejauh 24 kilometer untuk menjangkau rumah
sakit. Menurut data BPS, jarak masyarakat rata-rata ke rumah sakit adalah sekitar 24 kilometer. Jarak
tersebut sama dengan jarak rata-rata masyarakat Aceh di kabupaten/kota lainnya ke rumah sakit. Jarak
terjauh adalah dari Kecamatan Linge dan terdekat adalah Kebayakan, Grafik 21. Kondisi tersebut kembali
menegaskan bahwa akses masyarakat ke sarana kesehatan primer sangat penting dalam pelayanan
kesehatan (terutama untuk upaya pengobatan) oleh Puskesmas dan jejaringnya. Penguatan kapasitas
Puskesmas dan jejaringnya dalam upaya pengobatan, penting untuk diperhatikan.
Grafik 21. Jarak Masyarakat ke Rumah Sakit
Sumber: BPS (Susenas; 2011), Pecapp
Jumlah tempat tidur di RSUD Datu Beru terhadap jumlah penduduk telah memenuhi standar. Jumlah
penduduk di Kabupaten Aceh Tengah adalah sekitar 200 ribu orang. Jumlah tempat tidur yang tersedia
saat ini adalah sebanyak 255 buah, Grafik 22. Sesuai standar World Health Organization (WHO), satu
tempat tidur untuk 1.000 penduduk, maka jumlah tempat tidur di RSUD Datu Beru telah memenuhi target.6
6
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, 2013
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
35
Grafik 22. Jumlah Tempat Tidur di RSUD Datu Beru Tahun 2012
Sumber: RSUD Datu Beru,Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat dari berbagai segi yaitu tingkat
pemanfaatan sarana, mutu dan efisiensi pelayanan.7 Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan
kesehatan di rumah sakit di antaranya adalah pemanfaatan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR),
rata-rata lama hari perawatan (Length of Stay/LOS), rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur (Turn
Over Interval/TOI), persentase pasien keluar yang meninggal (Gross Death Rate/GDR) dan persentase
pasien keluar yang meninggal >48 jam perawatan (Net Death Rate/NDR).
Pemanfaatan pelayanan rumah sakit di Aceh Tengah cukup tinggi. Pada tahun 2012, jumlah tempat
tidur yang tersedia di RSUD Datu Beru Takengon adalah sebanyak 255 unit, dimanfaatkan oleh hampir
14 ribu orang sakit. Bed Occupancy Rate dari RSUD Datu Beru adalah 81,2 persen. Kondisi tersebut telah
mencapai target ideal Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yakni 60-85 persen.8
Length of Stay (LOS) di RSUD Datu Beru mencapai target yang direncanakan Kemenkes. LOS adalah
rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi, gambaran
mutu pelayanan, dan pada diagnosis tertentu akan menghasilkan pengamatan lebih lanjut. Secara umum
nilai LOS yang ideal antara 6-9 hari.9 Dengan kata lain, jika perawatan pasien dilaksanakan dengan baik,
maka waktu tertentu yang dibutuhkan dari pasien masuk hingga keluar rumah sakit berkisar enam sampai
sembilan hari rawatan. LOS pada RSUD Datu Beru pada tahun 2012 adalah 5,6 yang menunjukkan
kondisi yang ideal.
Tempat tidur yang tersedia digunakan secara efisien. Turn Over Interval (TOI) adalah waktu rata-rata suatu
tempat tidur kosong atau waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai ditempati lagi
oleh pasien lain. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya
7
Kemenkes RI, 2003
8
Kemenkes RI, 2003
9
Kemenkes RI, 2003
36
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.10 Pencapaian TOI RSUD Datu Beru adalah 1,3 yang
menunjukkan tempat tidur yang digunakan cukup efisien.11
Gross Death Rate (GDR) rumah sakit pemerintah di Aceh Tengah cukup baik. GDR adalah angka kematian
umum untuk setiap 1.000 penderita keluar dari rumah sakit. Pada GDR, tidak melihat berapa lama pasien
berada di rumah sakit dari masuk sampai meninggal. Nilai ideal GDR adalah lebih kecil dari 45 per 1.000
pasien keluar. Angka GDR di RSUD Datu Beru pada tahun 2012 dilaporkan sebesar 32,5.
Mutu pelayanan RSUD Datu Beru ideal. Net Death Rate (NDR) angka kematian pasien setelah dirawat
> 48 jam per 1.000 pasien keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Asumsinya, jika pasien meninggal setelah mendapat perawatan 48 jam berarti ada faktor pelayanan
rumah sakit yang terlibat dengan kondisi meninggalnya pasien. Namun jika pasien meninggal sebelum
48 jam masa perawatan, dianggap faktor keterlambatan pasien datang ke rumah sakit menjadi penyebab
utama pasien meninggal. Nilai NDR ideal adalah lebih kecil dari 25 per 1.000 pasien keluar. NDR di RSUD
Datu Beru adalah 13,7, dengan demikian NDR telah mencapai nilai ideal.
2. Sumber Daya Manusia
Aceh Tengah mempunyai jumlah tenaga kesehatan yang lebih rendah dari rata-rata Aceh. Pada tahun 2012,
jumlah tenaga kesehatan yang bertugas di Aceh Tengah adalah 900 orang.12 Kondisi tersebut belum memenuhi
jumlah yang diharapkan. Tenaga sanitasi merupakan jenis ketenagaan yang rasio terhadap penduduknya
paling sedikit. Sementara rasio bidan dan perawat terhadap penduduk tampak telah sesuai, Grafik 23. Hal ini
tidak berbeda jauh dengan ketersediaan tenaga kesehatan di kabupaten/kota lainnya di Aceh.
Grafik 23. Indeks Tenaga Kesehatan Tahun 2012 13
Sumber: Dinkes Aceh, BPS, Dinkes Aceh Tengah, PECAPP
10
Kemenkes RI, 2003
11 Kondisi kosongnya tempat tidur pasien dari ditinggalkan hingga diisi kembali merupakan waktu minimal dan maksimal yang perlu disediakan sebelum tempat
tidur tersebut dipakai kembali. Jika selang waktu antar pasien terlalu pendek, maka dikhawatirkan akan munculnya infeksi antar pasien yang dapat menyebar,
sementara jika terlalu panjang maka merupakan tantangan manajemen terhadap tidak digunakannya tempat tidur.
12
Dokter Umum, Dokter Gigi, Bidan, Perawat, Ahli Gizi, Ahli Kesehatan Masyarakat, Sanitarian
13
Lihat Lampiran 2
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
37
Setiap dokter umum di Aceh Tengah melayani 5.600 penduduk. Pada tahun 2012 jumlah dokter umum
di Aceh Tengah adalah 33 orang dengan rincian 23 orang bertugas di Puskesmas (seluruh Puskesmas
mempunyai dokter umum) dan 10 di rumah sakit. Rasio dokter umum di Aceh Tengah adalah satu
berbanding 5.600 penduduk. Kondisi tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat tahun 2010 dengan
rasio 40 per 100.000 penduduk atau satu dokter umum untuk 2.500 penduduk.
Meskipun rasio dokter spesialis terhadap penduduk telah mencapai target Indonesia Sehat 2010,
tapi belum memenuhi standar pelayanan.14 Jumlah dokter spesialis di Aceh Tengah adalah 14 orang,
semuanya bertugas di rumah sakit. Rasio dokter spesialis delapan orang per 100 ribu penduduk, lebih baik
dari target Indonesia Sehat 2010 dengan 6 dokter spesialis per 100 ribu penduduk. Menurut peraturan,
setidaknya Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.15
RSUD Datu Beru membutuhkan sedikitnya sembilan dokter spesialis untuk memenuhi kriteria rumah
sakit Kelas B. Menurut data dari Dinas Kesehatan Aceh tahun 2013, ketersediaan dokter spesialis
penunjang medik, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik spesialis gigi dan mulut maupun
pelayanan medik subspesialis dasar belum mencukupi. Sebagian dokter spesialis yang ada merupakan
dokter sementara, sehingga ketersediaan sumberdaya manusia belum sepenuhnya tersedia. Untuk
memenuhi kebutuhan ketenagaan, setidaknya dibutuhkan dua dokter spesialis tetap untuk pelayanan
spesialis penunjang medik, tiga dokter spesialis lain, dua dokter spesialis gigi dan mulut, serta dua dokter
subspesialis dasar.
Rasio bidan terhadap penduduk di Aceh Tengah hampir tiga kali lipat target nasional. Jumlah bidan yang
bertugas di Aceh Tengah pada tahun 2012 adalah sebanyak 512 orang, atau rasio bidan terhadap penduduk
mencapai 278 per 100 ribu penduduk, Grafik 24. Angka tersebut hampir tiga kali target Indonesia Sehat
2010 dengan 100 bidan untuk 100 ribu penduduk. Sebagian besar bertugas di Puskesmas dan jejaringnya
(455 orang, 88 persen), sementara sebagian kecil lainnya bertugas di rumah sakit.
Distribusi bidan bervariasi, namun semua daerah mempunyai rasio di atas target. Meskipun rasio satu
bidan untuk 1.000 penduduk telah terpenuhi, namun ketersediaan jumlah bidan belum sepenuhnya
merata. Bidan di Puskesmas Kebayakan jika dibandingkan dengan Puskesmas Atang Jungket
mempunyai perbedaan rasio yang cukup besar. Setiap satu bidan di Puskesmas Kebanyakan melayani
penduduk sekitar 600 orang, sementara di Puskesmas Atang Jungket, satu bidan melayani 260 orang.
Luas wilayah Kecamatan Kebayakan dan jumlah desa, serta luas wilayah per desa, lebih besar daripada
Kecamatan Atang Jungket, Grafik 25. Analisis lebih dalam terhadap ketersediaan dan penyebaran tenaga
kesehatan perlu diperhatikan.
14 Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 549/Menkes/SK/VII/2009, RSUD Datu Beru meningkat statusnya menjadi Rumah Sakit
Umum Daerah Tipe B
15
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/Menkes/Per/III/2010
38
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Tabel 2. Ketersediaan Tenaga Dokter Spesialis di RSUD Datu Beru Takengon Tahun 201316
Jenis
Pelayanan Medik Spesialis Dasar
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik
Pelayanan Medik Spesialis lain sekurangkurangnya 8 (delapan)
Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut
Spesialis
Tetap
Total
Keterangan
Penyakit Dalam
4
4
Tersedia
Kesehatan Anak
2
2
Tersedia
Bedah
2
2
Tersedia
Obstetri dan Ginekologi
3
3
Tersedia
Anestesiologi
1
1
Tersedia
Radiologi
0
2
Tersedia (dokter sementara)
Rehabilitasi Medik
0
0
Belum Tersedia
Patologi Klinik
1
1
Tersedia
Mata
1
1
Tersedia
Telinga Hidung Tenggorokan
2
2
Tersedia
Saraf
1
1
Tersedia
Jantung dan Pembuluh Darah
0
0
Belum Tersedia
Kulit dan Kelamin
0
1
Tersedia (dokter sementara)
Kedokteran Jiwa
1
2
Tersedia
Paru
1
1
Tersedia
Orthopedi
0
0
Belum Tersedia
Urologi
0
0
Belum Tersedia
Bedah Saraf
0
0
Belum Tersedia
Bedah Plastik
0
0
Belum Tersedia
Kedokteran Forensik
0
0
Belum Tersedia
Patologi Anatomi
0
1
Tersedia (dokter sementara)
Bedah Mulut
1
1
Tersedia
Konservasi/Endodonsi
0
0
Belum Tersedia
Periodonti
0
0
Belum Tersedia
0
0
Belum Tersedia
Pelayanan Medik Subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) Subspesialis Dasar Sumber: Dinas Kesehatan Aceh (Update 25 Juni 2013), Pecapp
Grafik 24. Rasio Bidan per 100.000 Penduduk di Aceh
Sumber: Dinkes Aceh, PECAPP
16
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/Menkes/Per/III/2010
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
39
Grafik 25. Rasio Bidan per 100.000 Penduduk di Aceh Tengah
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
40
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
3. Situasi Derajat Kesehatan
3.1. Angka Kematian
Indeks angka kematian di Aceh Tengah lebih baik dibandingkan daerah lain di Aceh. Dengan menggunakan
standar angka kematian (ibu, bayi dan Balita) di Aceh, diketahui bahwa Kabupaten Simeulue adalah
daerah dengan nilai indeks terendah. Terdapat tujuh daerah dengan pencapaian seluruh angka kematian
yang lebih baik dari rata-rata Aceh sehingga memperoleh nilai maksimum, Grafik 26.
Grafik 26. Indeks Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita 17
Sumber: Dinkes Aceh, BPS, Dinkes Aceh Tengah, PECAPP
Angka Kematian Bayi
Angka kematian bayi di Aceh Tengah cenderung mengalami penurunan. Infant Mortality Rate (IMR) atau
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun pada
tahun yang sama yang dinyatakan dalam 1.000 Lahir Hidup (LH). Pada tahun 2011 di Kabupaten Aceh
Tengah terjadi 51 kematian bayi dari 4.037 jumlah kelahiran atau 12,6 per 1.000 LH. Artinya dari 1.000
bayi lahir hidup terdapat 12 sampai 13 bayi yang meninggal dalam setahun. Angka kematian bayi tersebut
menurun pada tahun 2012 menjadi 9,8 per 1.000 LH. Angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan
secara nasional yaitu 32 per 1.000 LH maupun pencapaian AKB Aceh tahun 2012 yang berjumlah 10,8
per 1.000 LH, Grafik 27.
17
Lihat Lampiran 3
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
41
Grafik 27. Angka Kematian Bayi di Aceh Tahun 2012
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang penting. AKB mencerminkan keadaan derajat
kesehatan suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan
tempat orang tua si bayi tinggal, juga status sosial orang. Kemajuan yang dicapai dalam bidang pencegahan
dan pemberantasan berbagai penyakit akan tercermin secara jelas dengan menurunnya tingkat AKB.
Dengan demikian, AKB merupakan tolak ukur yang sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan
oleh pemerintah khususnya di bidang kesehatan.18
Grafik 28. Angka Kematian Bayi dan Balita di Aceh Tengah
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp
18
http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=79
42
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Angka Kematian Balita (AKABA) dapat mencerminkan kondisi sosial ekonomi penduduk. Indikator
kematian Balita terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi
sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya.
AKABA kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk.19 AKABA di Kabupaten Aceh
Tengah tahun 2012 adalah 12,1 per 1.000 LH. Artinya dari 1.000 Balita lahir hidup terdapat 12 Balita yang
meninggal dalam setahun, Grafik 28.
Kondisi pencapaian angka kematian bayi dan Balita di Aceh Tengah menunjukkan perbaikan, setelah
memburuk dua tahun terakhir. Dibandingkan tahun 2011, AKB dan AKABA di Aceh Tengah menunjukkan
perbaikan, namun bukan merupakan pencapaian terbaik Aceh Tengah. Pencapaian angka tersebut pada
tahun 2009 dan 2010 lebih baik dari 2012. Dengan demikian, upaya penurunan AKB dan AKABA masih
dapat ditingkatkan lagi pada masa mendatang.
Penyebab kematian bayi yang tinggi dapat dikarenakan masalah baru lahir dan setelahnya. Sebagian
besar penyebab kematian bayi dan Balita adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir/neonatal
(umur 0-28 hari). Masalah neonatal ini meliputi asfiksia (kesulitan bernafas saat lahir), Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) dan infeksi. Diare dan pneumonia merupakan penyebab kematian berikutnya pada bayi
dan Balita, di samping penyakit lainnya serta masalah gizi.20 Di Aceh Tengah, pencapaian beberapa
indikator pada tahun 2012, lebih baik dari tahun 2010 dan 2011. Persentase bayi yang lahir dengan BBLR
tahun 2010 dan 2011 mencapai 0,4 persen, atau empat dari 1.000 anak yang lahir mengalami BBLR,
kemudian membaik pada tahun 2012 yang hanya ditemukan tiga dari 1.000 anak. Balita gizi kurang dan
gizi buruk juga cenderung membaik pada tahun 2012, dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya.
Demikian pula dengan beberapa penyakit menular.
Grafik 29. Angka Kematian Bayi di Kecamatan
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
19
http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=78
20
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
43
Disparitas AKB antar kecamatan merupakan tantangan. Kematian bayi di Aceh Tengah pada tahun
2012 menunjukkan angka yang bervariasi antar kecamatan. AKB tertinggi terjadi di Kecamatan Lut
Tawar, yakni 26,6 per 1.000 LH atau terjadi dua hingga tiga kematian bayi setiap seratus anak yang lahir
hidup. Sementara terdapat empat kecamatan, yakni Bies, Kute Panang, Celala dan Rusip Antara yang
mempunyai AKB nol. Perhatian yang besar terhadap upaya penurunan AKB serta mempertahankan
angka rendah pada setiap kecamatan di Aceh Tengah merupakan isu cukup penting.
Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) di Aceh Tengah pada tahun 2012, salah satu yang terendah di Aceh. Pada
tahun 2012, AKI di Aceh mencapai 191 per 100 ribu Kelahiran Hidup (KH) atau hampir dua kematian ibu
terjadi akibat proses kehamilan, persalinan dan masa nifas setiap 1.000 KH. AKI di Aceh cukup bervariasi,
dimana terdapat daerah yang AKI-nya sangat rendah, juga terdapat daerah dengan AKI sangat tinggi.
Aceh Tengah menempati urutan ke-enam terbaik di Aceh untuk AKI tahun 2012, Grafik 30.
Grafik 30. Angka Kematian Ibu di Aceh Tahun 2012
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp
AKI merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan. AKI adalah banyaknya
kematian ibu karena faktor kehamilan dan persalinan serta masa nifas. Kematian ibu tersebut terjadi pada
saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan,
yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain.21
21
http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=80
44
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 31. Angka Kematian Ibu Tahun 2008-2012
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp
AKI di Aceh Tengah tahun 2012 meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2011. AKI maternal pada
tahun 2011 adalah tiga orang dari 4.037 jumlah KH atau 74 per 100 ribu KH. Pada tahun 2012, AKI di Aceh
Tengah meningkat menjadi 141 per 100 ribu KH, Grafik 31. Peningkatan angka disebabkan kematian ibu
hamil dan kematian ibu bersalin yang bertambah. Meningkatnya AKI merupakan tantangan besar dalam
pembangunan kesehatan di Aceh Tengah terutama dalam pelayanan kesehatan ibu. Kondisi lainnya
yang perlu diperhatikan adalah meningkatnya jumlah ibu hamil yang meninggal, dimana pada tahun
2010 tidak ditemukan kasus, tetapi dua tahun berikutnya kasus tersebut terjadi.
Kematian ibu terbanyak dalam empat tahun pengamatan (2009-2012) terjadi di Kecamatan Linge.
Terjadi kesenjangan AKI terjadi di Aceh Tengah, misalnya Kecamatan Silih Nara dan Bies selama empat
tahun tidak ada laporan kematian ibu. Sementara itu, Kecamatan Linge mempunyai AKI tertinggi yang
mencapai tiga kematian dari 800 KH atau 375 per 100 ribu KH, Grafik 32. Kenyataan itu menunjukkan
pentingnya intervensi terhadap penurunan AKI di Aceh Tengah ditujukan secara simultan terhadap semua
kecamatan, mengingat potensi kejadian berpeluang pada setiap wilayah.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
45
Grafik 32. AKI dan Jumlah Kematian Ibu Tahun 2009-2012
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
3.2. Angka Kesakitan
Indeks angka kesakitan di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh. Indeks angka kesakitan akibat
beberapa penyakit menular di Aceh Tengah menunjukkan hasil yang memuaskan dengan indeks 5,6
atau lebih baik dari rata-rata Aceh yang berjumlah 5,1. Angka tersebut diperoleh dari perbandingan
pencapaian Aceh Tengah pada tahun 2012 dengan hasil pencapaian rata-rata kabupaten/kota lainnya
terhadap indikator yang dijadikan standar.22 Namun, tantangan terhadap kejadian penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I), terutama campak, di Aceh Tengah mempunyai nilai yang relatif lebih
rendah dari rata-rata, Grafik 33.
Grafik 33. Indeks Angka Kesakitan23
Sumber: BPS (Podes), PECAPP
22
Bila kabupaten/kota yang dianalisis memperoleh hasil pencapaian lebih baik daripada rata-rata Aceh maka diberikan nilai satu, sementara jika
memperoleh nilai lebih rendah maka proporsi pencapaian daerah tersebut (kesenjangan) terhadap capaian yang akan digunakan sebagai nilainya.
23
Bila kabupaten/kota yang dianalisis memperoleh hasil pencapaian lebih baik daripada rata-rata Aceh maka diberikan nilai satu, sementara jika
memperoleh nilai lebih rendah maka proporsi pencapaian daerah tersebut (kesenjangan) terhadap capaian yang akan digunakan sebagai nilainya.
46
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Pencapaian upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2M) di Aceh Tengah secara
umum menunjukkan perbaikan. Angka prevalensi Tuberkulosis Paru (TB Paru), kematian akibat TB Paru,
angka penemuan kasus baru TB, success rate TB Paru, penemuan kasus dan penanganan diare, jumlah
kasus campak merupakan beberapa indikator yang membaik, Tabel 3. Namun, tantangan terhadap
penyakit tersebut terus meningkat sepanjang waktu dan perlu mendapat perhatian.
Tabel 3. Beberapa Indikator P2M di Aceh Tengah Tahun 2011-2012 dan Pencapaian Aceh Tahun 2012
Indikator
AFP Rate (non polio) < 15 th
Aceh Tengah
2011
-
2012
5.0
Aceh
2012
Satuan
3.92 per 100.000 pend <15thn
Angka Insidens TB Paru
31.7
39.1
96.21 per 100.000 penduduk
Angka Prevalensi TB Paru
65.2
40.2
98.86 per 100.000 penduduk
Angka Penemuan Kasus TB Paru (CDR)
20.1
24.4
53.3 Persen
Success Rate TB Paru
80.0
89.5
94.3 Persen
Persentase Diare ditemukan dan ditangani
60.8
78.6
63.7 Persen
0.3
0.2
Penderita Kusta PB Selesai Berobat (RFT PB)
-
100.0
87.50 Persen
Penderita Kusta MB Selesai Berobat (RFT MB)
100.0
100.0
84.8 Persen
Incidence Rate DBD
27.8
37.4
0.1
0.1
Angka Prevalensi Kusta
Angka Kesakitan Malaria (API)
0.8 per 10.000 Penduduk
48 per 100.000 penduduk
0.2 per 1.000 penduduk
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp
Bersama dengan malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi
komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs). Pada awal 1995 WHO telah merekomendasikan
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short–course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan
telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif. Tujuan program ini untuk
memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya multi drug resistance (MDR).
Target program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB Basil Tahan Asam
(BTA) positif minimal 70 persen dari perkiraan, dengan angka kesembuhan minimal 85 persen. Target ini
diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB dalam upaya mencapai tujuan
MDGs tahun 2015.
Jumlah perkiraan penderita baru dan pasien baru TB BTA positif adalah Insidens Rate TB Paru BTA
positif per 100 ribu penduduk, dikali jumlah penduduk pada suatu wilayah tertentu. Di Kabupaten Aceh
Tengah pada tahun 2012, perkiraan penderita baru berjumlah 295 orang. Jumlah TB Paru klinis yang
ditemukan berjumlah 1.270 penderita. TB Paru BTA positiof adalah pasien TB Paru melalui pemeriksaan
dahak dalam suatu wilayah kerja pada waktu tertentu. Di Kabupaten Aceh Tengah tahun 2011, TB Paru
BTA positif ditemukan sebanyak 57 kasus dan tahun 2012 sebanyak 72 kasus.
Percapaian Case Detection Rate (CDR) TB di Aceh Tengah masih di bawah target. CDR adalah persentase
penderita baru TB Paru yang ditemukan dan diobati. CDR Kabupaten Aceh Tengah tahun 2011 adalah
20.07 persen dan pada tahun 2012 24,4 persen. Persentase ini masih di bawah target nasional yaitu CDR
sebesar 70 persen, Grafik 34.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
47
Grafik 34. Jumlah Kasus BTA Positif dan CDR Tahun 2012
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Pada tahun 2012 jumlah kasus TB BTA positif meningkat, ditemukan 72 kasus. Dari angka tersebut
penderita TB terbanyak ada di Kecamatan Silih dan Celala dengan jumlah penderita positif masingmasing sebanyak 11 orang. Sementara CDR terbaik juga didapatkan di Celala yang mencapai 79 persen.
Angka Success Rate TB Paru (SR TB) di Aceh Tengah cukup baik. Angka SR TB di Aceh Tengah pada
tahun 2012 mencapai 89,5 persen. Angka tersebut lebih baik dari target namun masih lebih rendah dari
pencapaian Aceh. Upaya penurunan angka TB dan peningkatan keberhasilan terapi merupakan hal
penting mengingat akibat dari penyakit ini.
Baru dua per tiga penderita diare mendapat penanganan. Pada tahun 2011 terdapat 7.600 kasus diare,
yang ditangani sebanyak 4.600 atau 60.8 persen. Kondisi tersebut meningkat pada tahun 2012, terdapat
6.100 penderita diare yang ditangani atau 79 persen dari perkiraan kasus. Perkiraan jumlah penderita
diare yang datang ke sarana kesehatan dan kader adalah 10 persen dari angka kesakitan, dikali jumlah
penduduk di suatu wilayah kerja dalam waktu satu tahun. Angka tersebut lebih baik dari pencapaian ratarata Aceh, namun peningkatan jumlah kasus juga penting diamati dan diselesaikan. Salah satunya adalah
peningkatan upaya pola hidup bersih dan sehat di tengah masyarakat.
Prevalensi kasus kusta di Aceh Tengah menurun. Prevalensi kusta adalah jumlah keseluruhan penderita
kusta yang menimpa penduduk pada periode waktu tertentu. Prevalensi kusta di Kabupaten Aceh Tengah
tahun 2011 adalah 0,3 per 10 ribu penduduk. Angka tersebut membaik menjadi 0,2 pada tahun 2012.
Kondisi tersebut juga lebih baik dari Aceh yang mempunyai prevalensi kusta 0,8. Angka penderita kusta
yang berobat di Aceh Tengah juga memuaskan, dimana pada tahun 2011 dan 2012 mencapai 100 persen.
Campak dan Hepatitis B merupakan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yang
ditemukan di Aceh Tengah. Terdapat beberapa PD3I, yaitu tetanus neonatorum, campak, difteri, polio dan
AFP, pertusis serta hepatitis B. Dari penyakit tersebut, ditemukan 17 kasus campak dan 2 kasus hepatitis
48
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
B pada tahun 2012. Untuk kasus campak, angka tersebut lebih rendah dari tahun 2011 yakni 62 kasus.
Sementara kasus hepatitis meningkat dari sebelumnya tidak ditemukan kasus.
Hampir satu dari 2.000 penduduk menderita Demam Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2012. Kasus
demam berdarah di Aceh Tengah pada tahun 2012 meningkat dibanding tahun 2011. Jumlah kasus DBD
pada tahun 2011 adalah 50 kasus meningkat menjadi 69 kasus pada tahun 2012. Kondisi ini menuntut
perhatian lebih terhadap upaya pencegahan dan penanggulangannya. DBD adalah penyakit disebabkan
oleh virus dengue yang ditularkan vektor nyamuk Aedes Aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang
anak berumur <15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa.
Kasus malaria di Aceh Tengah menurun. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs. Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium
yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles
betina. Target angka kesakitan malaria (Annual Parasite Incidence/API) secara nasional ingin dicapai
sebesar 1.75 per 100 penduduk. Melihat angka kesakitan malaria di Kabupaten Aceh Tengah sebesar 0.1
per 1.000 penduduk maka angka kesakitan malaria di kabupaten Aceh Tengah telah mencapai target.
3.3. Gizi
Indeks pencapaian indikator gizi di Aceh Tengah relatif baik. Pada tahun 2012, Aceh Tengah mempunyai
persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Balita dengan berat badan di Bawah Garis
Merah (BGM) lebih baik dari Aceh. Keadaan tersebut menempatkan Aceh Tengah sebagai salah satu
daerah dengan pencapaian indikator gizi terbaik di Aceh, Grafik 35.
Grafik 35. Indeks Gizi Aceh Tahun 201224
Sumber: Dinkes Aceh, BPS, Dinkes Aceh Tengah, PECAPP
Balita dengan kondisi berat badan BGM di Aceh Tengah cukup variatif. Kecamatan Bintang merupakan
kecamatan dengan penemuan kasus Balita BGM tertinggi di Aceh Tengah, Grafik 36. Meskipun
24
Lihat Lampiran 4
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
49
pencapaian Balita BGM di Aceh Tengah lebih rendah dari rata-rata Aceh, namun besarnya kasus BGM
harus diwaspadai.
Daerah dengan Balita BGM yang tinggi akan menimbulkan anak jatuh pada kondisi Kurang Energi Protein
(KEP). Kondisi tersebut bermakna keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Pada usia
Balita, tubuh memerlukan zat gizi tinggi, sehingga apabila kebutuhan zat gizi itu tidak tercapai maka tubuh
akan menggunakan cadangan zat makanan yang ada, lama kelamaan cadangan itu akan habis dan akan
menyebabkan kelainan pada jaringan. Proses selanjutnya dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya
perubahan dan akhirnya akan menimbulkan kelainan anatomis.
Grafik 36. Persentase Balita dengan BGM Tahun 2012
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Kondisi gizi memiliki peranan penting dalam pembangunan. Keberhasilan program gizi pada waktunya
akan menentukan keberhasilan suatu bangsa. Namun, kondisi suatu bangsa juga akan mempengaruhi gizi
masyarakatnya. Intervensi pemerintah perlu dilakukan dalam upaya memperbaiki kondisi gizi yang ada.
4. Upaya Kesehatan
Indeks upaya kesehatan di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh. Pencapaian upaya penurunan AKI,
AKB dan AKABA, Perbaikan Gizi dan P2M secara akumulatif di Aceh Tengah cukup baik dibandingkan
rata-rata Aceh. Namun, pencapaian tersebut pada komponen upaya menurunkan angka kematian bayi
dan Balita di Aceh Tengah masih rendah, Grafik 37. Hal tersebut dipengaruhi oleh pencapaian Neonatal
Risti atau komplikasi yang masih sangat rendah (3 persen) dibandingkan Aceh yang mencapai 20 persen.
50
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 37. Indeks Upaya Kesehatan 25
Sumber: Dinkes Aceh, Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
4.1. Penurunan AKI dan AKB
Informasi mengenai tingginya Maternal Mortality Rate (MMR)/Angka Kematian Ibu (AKI) akan bermanfaat
untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi. Program tersebut terutama pelayanan
kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer), program
peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistem rujukan dalam
penanganan komplikasi kehamilan. Selanjutnya penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong
kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi AKI dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.26
Target antara penurunan AKI perlu diperhatikan. Pencapaian target antara untuk menurunkan AKI
tercantum dalam Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di kabupaten/kota. Target pencapaian
pada tahun 2015 sebagai berikut;
Tabel 4. Target Antara untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu
Indikator
Target
a.Cakupan kunjungan ibu hamil (terutama K4)
95 persen
c. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 90 persen
b.Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani
80 persen
d.Pelayanan nifas
90 persen
Sumber: Permenkes nomor 741/Menkes/Per/VII/2008
Pencapaian berbagai upaya menurunkan AKI di Aceh Tengah menunjukkan perbaikan. AKI di Aceh Tengah tercatat
mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke 2012. Kondisi tersebut dapat disebabkan berbagai hal yang berkaitan dengan
kehamilan dan persalinan. Kematian ibu hamil dan bersalin dapat dicegah dengan berbagai target antara, namun kondisi
yang terjadi tidak memberikan korelasi antara upaya dan pencapaian angka kematian tersebut, Grafik 38.
25
Lihat Lampiran 7
26
Dinkes Kabupaten Tangerang, 2010
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
51
Grafik 38. Pencapaian Beberapa Target Antara Penurunan AKI
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp
Pencapaian target antara penurunan AKI di Aceh Tengah masih merupakan tantangan. Meskipun
kecenderungan perbaikan positif terhadap persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan
(78 persen pada tahun 2009 menjadi 88 persen pada tahun 2012), namun indikator lainnya membutuhkan
perhatian. Kunjungan ibu hamil K4 mempunyai kecenderungan stagnan dari tahun 2010 hingga 2012
pada kisaran 80 persen serta penurunan persentase pelayanan ibu nifas tahun 2012 merupakan tantangan
yang perlu diatasi, Grafik 38. Kondisi tersebut dapat dikaitkan dengan meningkatnya jumlah kematian ibu
bersalin dan nifas pada tahun 2012 yang menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Cakupan pelayanan bayi di Aceh Tengah menurun. Cakupan pelayanan bayi oleh Kemenkes RI menurut
target Rencana Strategis (Renstra) 2012 adalah 86 persen. Kondisi tersebut belum berhasil dicapai oleh
Provinsi Aceh pada tahun 2012 yang hanya berjumlah 79,56 persen.27 Hal yang sama terjadi di Aceh
Tengah, dimana pada tahun 2012 cakupan pelayanan bayi berjumlah 73,5 persen. Keadaan tersebut
menurun dibandingkan tahun 2010 (84 persen) dan 2011 (82,3 persen). Pelayanan kesehatan bayi
merupakan unsur pelayanan yang penting guna menekan AKB dan memberikan pelayanan kesehatan
untuk bayi.
Disparitas pelayanan kesehatan bayi terjadi di Aceh Tengah. Pelayanan kesehatan bayi melalui
kunjungan bayi minimal 4 kali di Kecamatan Lut Tawar, Kebayakan, Pegasing dan Celala melebihi jumlah
bayi yang ada. Kondisi tersebut dapat disebabkan kunjungan dari wilayah lain ke Puskesmas tersebut
atau ketidaksesuaian antara jumlah bayi yang diperkirakan di dalam wilayah kecamatan tersebut.
Beberapa kecamatan lainnya seperti Bintang dan Linge, tercatat angka kunjungan bayi sangat rendah
bahkan di bawah 10 persen, Grafik 39. Peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
perlu diperhatikan pada daerah-daerah tersebut.
27
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013
52
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 39. Kunjungan Bayi Minimal Empat Kali
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Pelatihan dan pendidikan perawatan anak Balita merupakan kegiatan dengan alokasi terbesar pada
tahun 2013. Berbeda dengan tahun sebelumnya, terdapat empat kegiatan yang dialokasikan dari dana
sebesar Rp 85 juta. Sebesar Rp 30 juta digunakan untuk pelatihan dan pendidikan perawatan anak Balita.
Selebihnya dana digunakan untuk Gerakan Sayang Ibu (Rp 20 juta), Peningkatan pelayanan kesehatan
ibu dan anak (Rp 20 juta) dan audit maternal perinatal (Rp 15 juta), Grafik 40. Dengan fungsi pembinaan
dan pengawasan, belanja yang ditempatkan pada Dinas Kesehatan telah diupayakan, namun dari sisi
kecukupan jumlah tersebut masih minim.
Grafik 40. Porsi Anggaran Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2013
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
53
Belanja untuk upaya kesehatan ibu dan anak yang dikelola oleh Dinas Kesehatan sangat minim. Pada
tahun 2012, jumlah belanja kesehatan untuk upaya kesehatan ibu dan anak berjumlah Rp 10 juta (0,3
persen) dari total belanja. Pada tahun 2013, anggarannya meningkat menjadi Rp 85 juta (0,21 persen) dari
total anggaran. Meskipun terjadi peningkatan sebesar delapan kali lipat, namun jumlah yang dialokasikan
masih cukup rendah.
Belanja pada tahun 2012 dan 2011 digunakan untuk pendataan dan pencegahan AKI dan AKB. Upaya
menurunkan angka kematian ibu dan bayi pada tahun 2011 dan 2012 masing-masing membelanjakan Rp
10 juta. Selain itu, pada tahun 2011 juga terdapat belanja penyuluhan kesehatan bagi ibu dan anak.
Strategi operasional penurunan AKI tahun 2011 menyatakan perlunya penguatan sarana, manajemen
serta sistem rujukan, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan serta pembiayaan untuk akselerasi
penurunan AKI. Penguatan Puskesmas dan jaringannya dalam rangka penyediaan paket kesehatan
reproduksi esensial yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dan mengintegrasikan
pelayanan kesehatan reproduksi dengan pelayanan kesehatan lainnya (gizi, penyakit menular dan tidak
menular). Dalam konteks ini, bukan hanya jumlah sarana kesehatan yang diutamakan, namun penting
pula efektifitas program yang sinergis dalam menurunkan AKI. Dalam upaya menangani pembiayaan
telah disediakan dana Jaminan Persalinan serta dana BOK di tingkat Puskesmas guna mendukung
pencapaian target AKI.
Perlu dilakukan analisis lebih lanjut terhadap kebijakan penurunan AKI. Analisis kebijakan daerah
untuk mendorong peningkatan indikator antara, dalam rangka menurunkan AKI seperti K4, persalinan
oleh tenaga kesehatan, pelayanan nifas, peningkatan peserta KB aktif, dan penanganan kehamilan
dengan komplikasi, penting untuk diperhatikan secara khusus. Penguatan kemitraan dengan pihak
yang mempunyai perhatian untuk kondisi kesehatan ibu perlu ditingkatkan, terutama pendampingan,
pengawasan dan evaluasi pencapaian target.
Strategi jelas dan terarah perlu dikedepankan guna mencapai berbagai indikator. Penjaringan bayi serta
Balita (seperti jumlah Balita ditimbang) yang rendah akan meningkatkan masalah kesehatan, hal ini
perlu diatasi sebelum munculnya berbagai kasus kesehatan pada bayi dan Balita. Rencana operasional
promosi kesehatan ibu dan anak perlu dilakukan secara teratur dan terpola. Komponen tersebut adalah
advokasi, bina suasana, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan.
Berdasarkan kajian di atas, maka peran serta pemerintah harus diarahkan untuk penguatan promosi
kesehatan, monitoring, evaluasi serta pembinaan ke Puskesmas. Anggaran yang kecil pada kegiatan ibu
dan anak haruslah dibelanjakan seoptimal mungkin. Perlu perhatian yang besar terhadap peningkatan
kapasitas sumber daya kesehatan.
54
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
4.2. Perbaikan Status Gizi
Meskipun persentase Balita ditimbang di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh, namun
pencapaiannya masih rendah. Cakupan D/S (ditimbang terhadap keseluruhan Balita yang ada) di Provinsi
Aceh tahun 2012 sebesar 53,6 persen. Aceh Tengah pada tahun 2012 mempunyai persentase yang
lebih baik yakni 68,1 persen, Grafik 41. Jumlah tersebut masih rendah jika dibandingkan target, yakni
70 persen. Balita yang ditimbang merupakan upaya strategis mengingat pencapaiannya menentukan
penjaringan kondisi gizi Balita. Semakin rendah pencapaian Balita ditimbang maka jumlah Balita yang
terdeteksi status gizinya juga akan menurun, demikian pula sebaliknya.
Grafik 41. Persentase Balita Ditimbang Tahun 2012
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Dinkes Aceh, Pecapp
Jagong Jeged tercatat sebagai kecamatan dengan pencapaian Balita ditimbang paling rendah.
Pencapaian Balita ditimbang di Aceh Tengah cukup bervariasi. Pencapaian terbaik pada tahun 2012
terjadi di Kecamatan Silih Nara, sementara yang terendah terjadi di Kecamatan Jagong Jeged. Secara
umum tujuh dari 14 kecamatan di Aceh Tengah mempunyai persentase Balita ditimbang di bawah 70
persen, Grafik 42.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
55
Grafik 42. Balita Ditimbang di Aceh Tengah Tahun 2012
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Gangguan gizi pada awal kehidupan dapat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan berikutnya. Gizi
kurang dan gizi buruk tidak hanya menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga berpengaruh
terhadap kecerdasan dan produktivitas ketika dewasa. Akibatnya, gizi buruk mengancam kualitas generasi
mendatang. Generasi yang berkualitas sangat diperlukan untuk membangun bangsa menjadi lebih baik.28
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif paling efektif untuk mencegah kematian anak, tingkat pemberian ASI
eksklusif di Aceh Tengah terus meningkat. 29 Pada tahun 2010 di Aceh Tengah dilaporkan sekitar 28
persen anak yang mendapat ASI eksklusif, meningkat menjadi 42 persen pada tahun 2011 dan di tahun
2012 pencapaiannya mencapai 64 persen, Grafik 43.
Grafik 43. Bayi Diberikan ASI Ekslusif di Aceh Tengah Tahun 2012
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
28
Siswanto et.al. 2013
29 Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya
air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberi ASI sampai bayi berumur dua tahun.
56
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Penelitian menunjukan bahwa breastfeeding mengurangi resiko sindrom kematian bayi mendadak
(Sudden Infant Death Syndrome/SIDS) sebesar 36 persen. Sebanyak 21 persen dari kematian bayi di
Amerika berkaitan dengan peningkatan tingkat SIDS pada bayi yang tidak pernah breastfed (diberi
ASI). Di Amerika, terhitung lebih dari 900 bayi per tahun dapat diselamatkan jika 90 persen dari ibu
memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan.30 ASI eksklusif jika tidak diberikan pada bayi secara maksimal
akan mengganggu pertumbuhan bayi pada usia 0-6 bulan dan dapat mengakibatkan bayi tidak sehat.
Belanja dengan sasaran gizi tiga tahun terakhir cenderung stagnan. Belanja pada tahun 2009 untuk
sasaran gizi mencapai Rp 300 juta. Namun belanja tersebut menurun drastis pada tahun 2010 hingga
2012. Belanja tahun 2012 berjumlah Rp 74 juta, yang relatif sama dengan anggaran tahun 2013 berjumlah
Rp 78 juta, Grafik 44.
Grafik 44. Belanja Sasaran Gizi pada Dinas Kesehatan
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Jenis belanja pemberian makanan tambahan dan vitamin merupakan kegiatan terbesar. Perlu perbaikan
arah penganggaran dan komposisi belanja gizi. Tiga tahun terakhir, belanja pada Dinas Kesehatan
digunakan untuk menyediakan makanan tambahan dan vitamin. Kondisi ini mengarahkan belanja untuk
memberikan tambahan makanan saja dengan sedikit dana untuk kegiatan penanggulangan masalah
gizi, Grafik 45. Kondisi tersebut menggambarkan belum sepenuhnya program gizi mencapai tujuan yang
diharapkan.
30
Ameda, 2013
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
57
Grafik 45. Belanja Sasaran Gizi Menurut Jenis Kegiatan
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Upaya melaksanakan pembinaan gizi masyarakat mencakup dua indikator utama dan enam indikator
penunjang. Indikator yang digunakan menurut Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Kemenkes RI tahun 2011, adalah sebagai berikut;
Tabel 5. Indikator Utama dan Penunjang Pembinaan Gizi Masyarakat
Indikator utama
Indikator penunjang
a.
70 persen Balita ditimbang berat badannya (D/S)
b. 100 persen Balita gizi buruk mendapat perawatan
a. 78 persen Balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A
b. 67 persen bayi 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif
c. 86 persen ibu hamil mendapat 90 tablet tambah darah
d. 77 persen rumah tangga mengonsumsi garam beriodium
e. 100 persen kabupaten dan kota melaksanakan surveilans gizi
f.
100 persen penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana
Sumber: Kemenkes RI
Strategi pencapaian sasaran dan target gizi terdiri dari 5 komponen. Strategi untuk mencapai sasaran dan target yang
telah ditetapkan adalah sebagai berikut; peningkatan pendidikan gizi dan pemberdayaan masyarakat melalui gerakan
nasional sadar gizi menuju manusia Indonesia prima dengan tema ‘Seribu Hari Pertama Untuk Negeri’, mengembangkan
regulasi dan kebijakan dalam bentuk Norma, Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK), melakukan peningkatan kapasitas
manajemen dan teknis petugas kesehatan dan masyarakat, utamanya dalam Pemberian Makanan Bayi dan Anak
(PMBA), kemitraan pemerintah dan swasta serta penguatan sistem pelayanan gizi masyarakat.
Penimbangan Balita merupakan pintu masuk perbaikan cakupan pelayanan Balita. Cakupan penimbangan Balita
(D/S) merupakan indikator yang berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada Balita, cakupan pelayanan kesehatan
dasar khususnya imunisasi, tingkat partisipasi masyarakat serta prevalensi gizi kurang. Semakin tinggi cakupan D/S,
semakin tinggi cakupan vitamin A, semakin tinggi cakupan imunisasi dan semakin rendah prevalensi gizi kurang.
58
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
BELANJA PUSKESMAS
Belanja Puskesmas
1. Besaran dan Alokasi Belanja
Dana Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) merupakan sumber belanja terbesar, hampir 70 persen belanja
Puskesmas berasal dari JKA. Selama dua tahun pengamatan, jumlah belanja total yang terhitung pada
delapan Puskesmas mencapai Rp 10 miliar, Grafik 46. Secara rata-rata belanja perkapita untuk penduduk
di wilayah kerja Puskesmas yang disurvei adalah sebesar Rp 37 ribu. Dana bersumber JKA merupakan
belanja yang muncul atas kebijakan Pemerintah Aceh dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan dan merupakan program Jaminan Kesehatan Semesta.
Grafik 46. Porsi Sumber Belanja Kesehatan di Puskesmas
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Alokasi belanja pencegahan bersumber JKA belum mencapai target yang diharapkan.31 Meskipun
besaran belanja pencegahan penyakit yang bersumber dana JKA meningkat, namun alokasi tersebut
belum mencapai 20 persen. Pada tahun 2012 dalam Pedoman Pelaksanaan JKA, disebutkan bahwa
sebesar 20 persen dari penerimaan kapitasi (dana yang diterima Puskesmas) digunakan untuk kegiatan
luar gedung (preventif/promotif, khususnya program imunisasi). Di Aceh Tengah, rata-rata pada tahun
2012, belanja JKA untuk upaya pencegahan secara total hanya berjumlah 11 persen, Grafik 47.
31
Tidak termasuk Puskesmas Pegasing dan Bebesen karena angka untuk pendanaan JKA di tahun 2012 untuk kedua Puskesmas adalah angka estimasi
60
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 47. Alokasi Belanja Bersumber Dana JKA
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Puskesmas Bebesen adalah pengelola belanja terbesar. Selama dua tahun pengamatan, Puskesmas
Bebesen mengelola hingga Rp 2,3 miliar. Meskipun belanja yang terbesar, namun belanja perkapita
tertinggi ditemukan di Puskesmas Merah Mege yang mencapai Rp 67 ribu perkapita pada tahun 2012,
Grafik 48. Kondisi tersebut dapat disebabkan jumlah penduduk di Kecamatan Bebesen cenderung lebih
besar dari Puskesmas lainnya. Belanja yang cukup merupakan prinsip pembiayaan kesehatan sebelum
tercapainya suatu pengelolaan yang efektif dan efisien serta transparan.
Grafik 48. Jumlah Belanja Puskesmas Perkapita Tahun 2011-2012
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
61
Belanja kesehatan di Puskesmas sebagian besarnya digunakan untuk upaya pengobatan. Upaya pengobatan
menggunakan belanja sebesar 71 persen pada tahun 2012. Persentase ini berkurang jika dibandingkan dengan
belanja tahun 2011 yang menyerap 78 persen belanja, Grafik 49. Hal tersebut membuka peluang meningkatnya
belanja upaya pencegahan atau preventif. Pada tahun 2012, besaran belanja preventif yang pada tahun 2011
berjumlah Rp 852 juta (17 persen), meningkat menjadi Rp 1,1 miliar (23 persen).
Grafik 49. Jenis Program Kesehatan di Puskesmas
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Pola belanja dana kesehatan untuk upaya pencegahan didominasi sumber dana BOK, Jampersal dan JKA.
Belanja rutin hampir sepenuhnya menggunakan dana rutin Puskesmas dan sedikit menggunakan pendanaan
bersumber BOK. Pendanaan Askes dan Jamkesmas diperuntukkan untuk upaya pengobatan, sementara
JKA sebagian besarnya digunakan untuk upaya pengobatan. Belanja dengan tujuan pencegahan berasal dari
sumber dana BOK, Jampersal dan sebagian kecil JKA. Pendanaan Jampersal ditujukan untuk upaya pelayanan
kesehatan ibu dan anak, terutama persalinan dan upaya kesehatan sebelum dan setelah bersalin, Grafik 50.
Grafik 50. Sumber Belanja Terhadap Jenis Program Kesehatan Tahun 2011 dan 2012
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
62
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Upaya kesehatan perorangan, pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan ibu dan anak merupakan
belanja terbesar menurut sasarannya. Sebesar Rp 3,7 miliar pada tahun 2011 dan Rp 3,4 miliar di tahun
2012 dikeluarkan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan. Besarnya dana tersebut
dikarenakan skema pendanaan saat ini didominasi dengan belanja jaminan kesehatan seperti JKA,
Jamkesmas dan Askes.
2. Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak
Belanja pelayanan gizi, ibu dan anak mempunyai belanja perkapita yang bervariasi. Pada tahun 2011
belanja perkapita terendah terdapat di Puskesmas Kebayakan, sementara belanja tertinggi untuk sasaran
tersebut terjadi di Puskesmas Merah Mege yang mencapai Rp 11 ribu. Secara rata-rata, belanja perkapita
tahun 2011 berjumlah hampir Rp 6 ribu dan tahun 2012 Rp 8 ribu. Belanja pada Puskesmas Bebesen
dan Pegasing tidak dapat dianalisis karena keterbatasan data bersumber dana JKA, meskipun belanja
perkapita di Puskesmas Pegasing meningkat dari Rp 4.700 pada tahun 2011 menjadi Rp 6.900 di tahun
2012, Grafik 51.
Grafik 51. Belanja Perkapita Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Belanja untuk layanan gizi, kesehatan ibu dan anak, sebagian besarnya berasal dari dana Jampersal.
Sumber belanja yang digunakan untuk kegiatan dengan sasaran pelayanan gizi, ibu dan anak bersumber
dari dana BOK, Jamkesmas/Jampersal dan JKA. Puskesmas Kota dan Kebayakan dalam pembiayaan
sasaran ini lebih besar menggunakan dana bersumber BOK. Kondisi tersebut berbeda dengan empat
Puskesmas lainnya di tahun 2012 yang lebih dominan belanja bersumber dana Jamkesmas/Jampersal.
Kondisi tingginya belanja yang bersumber dana Jampersal karena tingginya belanja untuk pelayanan ibu
hamil, bersalin dan nifas, Grafik 52.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
63
Grafik 52. Sumber Belanja Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak
Sumber: PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Secara umum terjadi perbaikan pencapaian pelayanan kesehatan gizi, ibu dan anak. Dengan peningkatan
jumlah belanja perkapita, menunjukkan perbaikan indikator pelayanan. Kunjungan empat kali ibu dalam
masa kehamilan (K4) cenderung stagnan, namun persalinan yang ditolong tenaga kesehatan (Linakes),
kunjungan neonatus lengkap (tiga kali) atau KN3, kunjungan bayi lengkap (KB4), Balita ditimbang dari
yang ada (D/S) dan anak Bawah Garis Merah (BGM) menunjukkan perbaikan, Grafik 53. Kondisi ini harus
dipertahankan dan diperlukan berbagai upaya yang lebih kuat untuk mencapai hasil yang lebih baik di
masa mendatang.
Grafik 53. Belanja Perkapita Gizi, Ibu dan Anak Terhadap Beberapa Indikator Kesehatan
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
64
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Puskesmas Celala dan Silih Nara menunjukkan pencapaian indikator pelayanan gizi, ibu dan anak
yang relatif lebih baik. Dari enam indikator yang diamati, jumlah Balita yang ditimbang menunjukkan
persentase yang terendah dan terjadi pada 63 persen (lima Puskesmas) pengamatan. Puskesmas Celala
dan Silih Nara mempunyai pencapaian indikator yang cenderung lebih stabil dari Puskesmas lainnya,
Tabel 6.
Tabel 6. Persentase Beberapa Indikator Pelayanan Gizi, Ibu dan Anak
Puskesmas
K4
‘11
Linakes
‘12
‘11
KN3
‘12
‘11
KB 4
‘12
‘11
Ditimbang
‘12
‘11
‘12
BGM
‘11
‘12
Bebesen
92
76
87
80
101
88
71
58
44
52
1
0
Celala
77
99
89
100
75
101
179
106
88
87
2
1
Jagong
78
81
88
90
76
101
128
77
40
40
3
2
Kebayakan
90
77
85
104
85
82
34
152
48
51
2
1
Kota
84
75
80
72
96
100
62
284
77
78
1
0
Merah Mege
71
83
91
100
66
103
112
92
74
63
3
2
Pegasing
100
88
80
77
95
97
127
109
80
63
1
0
Silih Nara
84
85
76
93
101
97
60
96
66
89
1
0
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Pola belanja di Puskesmas Celala dan Silih Nara dan Puskesmas lainnya hampir sama. Belanja di
Puskesmas sebagian besar diarahkan untuk pelayanan ibu hamil dan anak. Kondisi tersebut dikarenakan
besaran dana Jampersal pada sasaran ini lebih besar dari dana lainnya. Belanja untuk Posyandu
merupakan belanja terbesar ke dua, sementara belanja penanganan masalah gizi mendapatkan porsi
yang lebih kecil, Grafik 54. Pola belanja yang hampir sama pada setiap Puskesmas dikarenakan tantangan
yang relatif mirip antar setiap Puskesmas.
Jampersal merupakan upaya paling mutakhir dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi.
Program Jampersal digulirkan sejak 2011 diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas serta
bayi baru lahir yang belum memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan. Keberhasilan Jampersal
tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan, namun juga kemudahan masyarakat
menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari masyarakat,
sehingga dukungan dari lintas sektor untuk kemudahan transportasi serta pemberdayaan masyarakat
menjadi penting.32
Grafik 54. Pola Belanja Puskesmas Celala dan Silih Nara (A) Dibandingkan Puskesmas lainnya (B)
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
32
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
65
Selain Jampersal, berbagai upaya kesehatan lainnya perlu diperkuat. Berbagai upaya lainnya seperti
penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan menggunakan Buku
Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K), serta penyediaan fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di
Puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah
sakit juga merupakan hal penting guna menurunkan angka kematian ibu dan bayi.33
3. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular
Belanja untuk upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit meningkat. Upaya menurunkan angka
kesakitan terutama penyakit menular meningkat di Puskesmas yang disurvei. Jumlah belanja perkapita
pada tahun 2011 sebesar Rp 1.900 menjadi Rp 2.500 pada tahun 2012.34 Belanja terendah pada tahun
2011 sebesar Rp 600 perkapita ditemukan di Puskesmas Bebesen dan yang tertinggi sebesar Rp 3.700 di
Puskesmas Merah Mege. Belanja di tahun 2012 terendah sebesar Rp 1.700 di Puskesmas Silih Nara dan
tertinggi Rp 4.800 di Puskesmas Kota, Grafik 55.
Grafik 55. Belanja Perkapita Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular35
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Penanggulangan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi merupakan belanja pencegahan
penyakit menular paling besar. Beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain
adalah tetanus neonatorum, campak, difteri, polio dan AFP dan pertusis. Pembelanjaan dana di
Puskesmas ditujukan untuk mencegah kasus-kasus tersebut sebanyak 42 persen. Belanja dengan tujuan
pemberantasan atau pengendalian penyakit lainnya mendapatkan porsi sebagai berikut; TB Paru (12
persen), DBD dan malaria (13 persen), rabies (4 persen) dan lainnya, Grafik 56.
33
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012
34
Tidak termasuk Bebesen dan Pegasing
35
Tahun 2012, Puskesmas Bebesen dan Pegasing tidak dapat dianalisis
66
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Grafik 56. Porsi Belanja P2M Berdasarkan Jenis Penyakit
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Jumlah kasus campak menurun, namun hepatitis B meningkat. Kasus tetanus neonatorum, difteri, polio
dan AFP dan pertusis pada tahun 2011 dan 2012 tidak ditemukan di Aceh Tengah. Sementara itu penderita
kasus campak mengalami penurunan jumlah kasus dan hepatitis B ditemukan 2 kasus pada tahun 2012.
Rincian kasus per kecamatan adalah pada Tabel 7 berikut;
Tabel 7. Jumlah Kasus Campak dan Hepatitis B di Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2011 dan 2013
Puskesmas
Campak
Hepatitis B
2011
%
2012
%
2011
%
2012
%
Kota
26
42 %
6
35 %
0
0%
0
0%
Bebesen
15
24 %
3
18 %
0
0%
1
50 %
Pegasing
1
2%
3
18 %
0
0%
0
0%
Atang Jungket
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
Kebayakan
15
24 %
4
24 %
0
0%
0
0%
Ratawali
0
0%
0
0%
0
0%
1
50 %
Blang Mancung
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
Angkup
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
Celala
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
Bintang
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
Isaq
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
Jagong
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
Merah Mege
5
8%
1
6%
0
0%
0
0%
Rusip
0
0%
0
0%
0
0%
0
0%
Jumlah
62
17
0
2
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, Pecapp
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
67
Secara umum Puskesmas berhasil menurunkan jumlah kejadian penyakit yang dapat dihindari dengan
imunisasi. Selain kasus campak yang meningkat (dari satu menjadi tiga kasus) di Puskesmas Pegasing
dan terdeteksinya kasus hepatitis B di Puskesmas Bebesen dan Ratawali, secara umum pencapaian
Aceh Tengah untuk PD3I cukup baik. Semua Puskesmas menunjukkan perhatian cukup besar untuk
berbagai kegiatan yang berhubungan dengan imunisasi dari alokasi belanja P2M untuk imunisasi, kecuali
Puskesmas Celala yang lebih besar menggunakan belanjanya untuk penyakit TB Paru, Grafik 57.
Grafik 57. Porsi Belanja P2M Berdasarkan Tujuan Belanja
Sumber: Dinkes Aceh Tengah, PECAPP; Hasil Survei Puskesmas
Kejadian penyakit menular di setiap Puskesmas bervariasi. Pada tahun 2012, diketahui terdapat beberapa
jenis penyakit menular di Aceh Tengah. Kasus-kasus tersebut terjadi bervariasi antar Puskesmas. Berikut
adalah gambaran kondisi penyakit menular yang ditemukan pada setiap Puskesmas.
1. Tuberkulosis Paru: Puskesmas Celala merupakan Puskesmas dengan jumlah penderita TB Paru
terbanyak (125 per 100 ribu penduduk), sementara dalam wilayah Merah Mege tidak dijumpai
kasus. Kasus TB Paru lainnya terjadi di semua Puskesmas dengan angka prevalensi di Aceh Tengah
adalah 40 per 100 ribu penduduk. Puskesmas dengan prevalensi di atas rata-rata Aceh Tengah
adalah Puskesmas Atang Jungket (45), Puskesmas Angkup/Silih Nara (60), Puskesmas Celala
(125), Puskesmas Bintang (56), dan Puskesmas Isaq (44). Angka kesuksesan terapi TB Paru adalah
angka kesembuhan penderita TB paru ditambah dengan cakupan pengobatan lengkap. Angka
kesembuhan penderita TB Paru adalah penderita TB Paru yang setelah menerima pengobatan anti
TB paru dinyatakan sembuh (hasil pemeriksaan dahaknya menunjukkan 2 kali negatif), sementara
pengobatan lengkap adalah pasien baru TB dengan hasil pemeriksaan BTA positif yang telah
menjalani pengobatan dengan obat anti tuberkulosis selama enam bulan. Pencapaian success
rate tersebut di Aceh Tengah masih belum 100 persen, tercatat beberapa Puskesmas yang belum
mencapai SR TB Paru 100 persen adalah Puskesmas Pegasing (82 persen), Angkup/Silih Nara (87
persen) dan Jagong Jeged (75 persen).
2. HIV/AIDS: kasus HIV di Aceh Tengah pada tahun 2012 berjumlah tiga kasus, yakni dua kasus di
Puskesmas Bebesen dan satu kasus di Puskesmas Angkup/Silih Nara. Faktor risiko atau penularan
68
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
HIV dan AIDS adalah hubungan seksual tidak aman (tidak memakai kondom) pada heteroseksual
(81,1 persen), penggunaan jarum suntik berganti-ganti pada penyalahgunaan narkoba (7,8 persen),
dari ibu positif HIV ke anak (5 persen) dan LSL/Lelaki Seks Lelaki (2,8 persen).36 Upaya strategis
perlu dilakukan mengingat jumlah kasus yang muncul ke permukaan belum tentu merupakan jumlah
kasus seluruhnya, kemungkinan ada beberapa kasus yang belum terdeteksi.
3. Diare: Kasus diare pada Puskesmas di Aceh Tengah lebih dari 6.000 kasus. Jumlah tersebut cukup
bervariasi antar satu Puskesmas dan lainnya. Pada tahun 2012 Puskesmas Bebesen merupakan
Puskesmas dengan jumlah kasus diare yang ditemukan dan ditangani paling tinggi, hampir 1.500
kasus. Diasumsikan bahwa kasus diare di Aceh Tengah adalah 4,2 persen dari jumlah penduduk,
maka Puskesmas Jagong Jeged merupakan Puskesmas dengan persentase kasus diare yang
ditangani cukup besar, mencapai 180 persen.37 Meskipun kondisi tersebut dapat disebabkan karena
adanya kasus yang berasal dari luar Puskesmas, namun hal itu menuntut perhatian lebih besar di
wilayah tersebut. Puskesmas Kota merupakan wilayah dengan kejadian diare dan ditangani terhadap
penduduk paling rendah (10 persen), merupakan pencapaian terbaik. Namun tantangannya, apakah
kegiatan untuk menemukan kasus diare serta upaya pengobatannya juga sudah optimal? Karena
kemungkinan kasus yang tidak terlacak masih dapat terjadi. Jumlah persentase kasus terhadap
penduduk terbesar ditemukan di Puskesmas Blang Mancung (7 persen).
4. Kusta: Kasus kusta masih ditemukan di Aceh Tengah. Pada tahun 2012, kasus kusta ditemukan
sebanyak empat kasus di tiga Puskesmas, yakni Bebesen (1), Pegasing (2) dan Rusip (1). Pengobatan
terhadap penderita kusta dilaporkan mencapai 100 persen di Aceh Tengah. Faktor pengobatan sangat
penting, karena kusta dapat dihancurkan sehingga penularannya dapat dicegah. Pengobatan penderita
kusta adalah salah satu cara pemutusan mata rantai penularan. Berbagai upaya pencegahan perlu
dikedepankan guna mencegah penyakit ini.
5. Malaria dan DBD: Kasus dengan gejala klinis malaria terjadi di semua Puskesmas di Aceh Tengah.
Kasus klinis malaria yang ditemukan di Aceh Tengah pada tahun 2012 hampir 2.000 kasus. Kasus
terbanyak ditemukan di Puskesmas Rusip yang mencapai 5 persen penduduk atau 335 Kasus.
Namun dari hasil pemeriksaan darah, jumlah kasus positif malaria adalah sebanyak 11 kasus dengan
prevalensi per 100 ribu penduduk tertinggi di Puskesmas Rusip (47), Puskesmas Merah Mege (33
persen), Jagong Jeged (11), Blang Mancung (8) dan Angkup/Silih Nara (5). Kasus DBD juga terjadi di
semua Puskesmas, kecuali Puskesmas Ratawali. Kasus DBD tertinggi per 100 ribu penduduk tercatat
di Puskesmas Bebesen (80) dan Puskesmas Kebayakan (68) dengan insidensi di Aceh Tengah
sebesar 37 per 100 ribu penduduk.
Kebersihan lingkungan dan memasyarakatkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam mengendalikan dan
menurunkan jumlah infeksi baru perlu didorong. Penguatan pelayanan kesehatan melalui peningkatan
jumlah fasilitas perawatan, pengobatan yang berkelanjutan, tidak lengkap tanpa adanya kesadaran dari
masyarakat untuk hidup secara bersih dan sehat. Puskesmas perlu mendorong peningkatan kesadaran
masyarakat tentang intervensi pencegahan dan pengendalian berbagai penyakit, melalui Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE).
36
Harahap SW, 2013
37
Dinas Kesehatan Aceh Tengah, 2012
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
69
KESIMPULAN & REKOMENDASI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Belanja Kesehatan
1. Sejak tahun 2008 belanja kesehatan Aceh Tengah terus mengalami peningkatan. Porsi belanja
terbesar pada tahun 2012 dikelola oleh RSUD Datu Beru (63 persen), sementara Dinas Kesehatan
Aceh Tengah mengelola sebesar Rp 41 miliar.
2. Belanja sektor kesehatan di Kabupaten Aceh Tengah cukup besar pada belanja supportif.
3. Belanja pencegahan pada Dinas Kesehatan Aceh Tengah hanya berjumlah 2 persen dari total
belanja, belanja preventif cenderung berfluktuasi dan bukan merupakan prioritas belanja bersumber
APBD Aceh Tengah.
4. Selain untuk membayar gaji pegawai, belanja pengadaan sarana kesehatan dan pelayanan
perkantoran merupakan belanja program kesehatan terbesar.
5. Belanja untuk upaya kesehatan ibu dan anak yang dikelola oleh Dinas Kesehatan sangat minim.
Meskipun terjadi peningkatan sebesar delapan kali lipat namun jumlah yang dialokasikan masih
rendah (Rp 85 juta).
6. Belanja dengan sasaran gizi tiga tahun terakhir cenderung stagnan. Belanja tahun 2012 berjumlah Rp
74 juta, yang relatif sama dengan anggaran tahun 2013 berjumlah Rp 78 juta. Jenis belanja pemberian
makanan tambahan dan vitamin merupakan kegiatan terbesar. Perlu perbaikan arah penganggaran
dan komposisi belanja gizi.
Sarana Kesehatan
1. Rasio Puskesmas terhadap penduduk di Aceh Tengah lebih baik dari target nasional namun tantangan
terhadap persebaran penduduk dan ketersediaan sarana perlu mendapat perhatian.
2. Akses masyarakat ke Puskesmas cukup variatif, jarak rata-rata penduduk ke Puskesmas dan Pustu di
Aceh Tengah sekitar 7 kilometer.
3. Persebaran Pos Kesehatan Desa, Pos Bersalin Desa terhadap ketersediaan Puskesmas dan Pustu
belum sepenuhnya mempertimbangkan akses masyarakat.
4. Hampir setengah penduduk Aceh Tengah berobat ke Puskesmas dan Pustu.
5. Kunjungan Penduduk ke Puskesmas tertinggi terjadi di Puskesmas Bintang dan pemanfaatan
Puskesmas sangat bervariasi.
6. Karena bencana gempa bumi di Aceh Tengah, sebagian sarana kesehatan mengalami kerusakan dan
membutuhkan penanganan segera.
7. Masyarakat di Aceh Tengah membutuhkan perjalanan antara 4 sampai 60 kilometer atau rata-rata
24 kilometer untuk menjangkau rumah sakit, penguatan Puskesmas dan jejaringnya perlu dilakukan.
8. Indikator kinerja RSUD Datu Beru menunjukkan hasil yang memuaskan, namun tantangan terhadap
peningkatan mutu pelayanan dan efisiensi pelayanan di masa mendatang perlu semakin ditingkatkan.
Sumberdaya Manusia
1. Rasio dokter terhadap penduduk di Aceh Tengah masih lebih rendah dari target nasional, perlu
penambahan dan distribusi yang merata.
2. Meskipun rasio dokter spesialis telah memenuhi target, namun RSUD Datu Beru masih membutuhkan
penambahan tenaga dokter spesialis, setidaknya sembilan dokter spesialis perlu ditambah untuk
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
71
tercapainya standar RS Kelas B.
3. Rasio bidan terhadap penduduk telah sesuai dengan target Indonesia Sehat 2010.
Derajat Kesehatan
1. Angka Kematian Bayi (AKB) di Aceh Tengah lebih rendah dari rata-rata Aceh, dan menunjukkan
kecenderungan menurun. Disparitas AKB merupakan tantangan tersendiri di Aceh Tengah.
2. Angka Kematian Ibu (AKI) juga lebih rendah dari Aceh, namun peningkatan kematian ibu hamil dan
bersalin dari tahun sebelumnya perlu dijadikan perhatian.
3. Disparitas AKI terjadi di Aceh Tengah, intervensi terhadap upaya penurunan AKI di Aceh Tengah harus
ditujukan secara simultan terhadap semua kecamatan karena potensi kejadian tersebut berpeluang
di setiap kecamatan.
4. Cakupan pelayanan ibu dan anak perlu mendapatkan perhatian, terutama kunjungan K4, persalinan
pada tenaga kesehatan, pelayanan nifas, kunjungan neonatus dan bayi, serta pelayanan lainnya
perlu ditingkatkan.
5. Meskipun persentase Balita ditimbang di Aceh Tengah lebih baik dari rata-rata Aceh, namun
pencapaiannya masih rendah, hanya 68 persen Balita ditimbang di Aceh Tengah. Beberapa
kecamatan mempunyai jumlah Balita ditimbang di bawah 60 persen.
6. Satu dari 200 Balita di Aceh Tengah berpotensi mengalami masalah gizi. Angka Balita di Bawah
Garis Merah (BGM) pada tahun 2012 di Aceh Tengah adalah 0,6 persen.
7. Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah intervensi yang paling efektif untuk mencegah kematian anak.
Pemberian ASI eksklusif di Aceh Tengah masih rendah, bahkan terdapat kecamatan dengan
pemberian ASI eksklusif hanya 10 persen.
8. Pencapaian upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2M) di Aceh Tengah
secara umum menunjukkan perbaikan. Angka prevalensi TB paru, Kematian akibat TB Paru, Angka
penemuan kasus baru TB, success rate TB Paru, penemuan kasus dan penanganan diare, serta
jumlah kasus campak merupakan beberapa indikator yang membaik. Namun, tantangan terhadap
penyakit tersebut terus meningkat sepanjang waktu sehingga perhatiannya perlu ditingkatkan.
Belanja Puskesmas
1. Sebanyak 57 persen Puskesmas di Aceh Tengah disurvei untuk memperoleh gambaran pemanfaatan
dana di Puskesmas.
2. Dana JKA merupakan sumber belanja Puskesmas terbesar. Hampir 70 persen belanja Puskesmas
berasal dari JKA, namun alokasi pencegahan sebesar 20 persen belum tercapai. Pada tahun 2012,
belanja JKA untuk upaya pencegahan secara total hanya berjumlah 11 persen pada tahun 2012
3. Belanja kesehatan di Puskesmas sebagian besarnya digunakan untuk upaya pengobatan. Upaya
pengobatan menggunakan belanja sebesar 71 persen pada tahun 2012.
4. Belanja rutin Puskesmas hampir sepenuhnya menggunakan dana rutin Puskesmas dan sedikit
menggunakan pendanaan bersumber BOK. Pendanaan Askes dan Jamkesmas diperuntukkan untuk
upaya pengobatan, sementara JKA sebagian besarnya juga digunakan untuk pengobatan.
5. Upaya kesehatan perorangan, pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan ibu dan anak merupakan
belanja terbesar menurut sasarannya.
6. Belanja pelayanan gizi, ibu dan anak mempunyai belanja perkapita yang bervariasi. Secara ratarata, belanja perkapita tahun 2011 berjumlah hampir Rp 6 ribu. Belanja sasaran ini, pada tahun 2012
72
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
7.
8.
9.
10.
11.
mencapai Rp 8 ribu.
Belanja untuk layanan gizi, kesehatan ibu dan anak, sebagian besarnya berasal dari dana Jampersal.
Sumber belanja yang digunakan untuk kegiatan dengan sasaran pelayanan gizi, ibu dan anak
bersumber dari dana BOK, Jamkesmas/Jampersal dan JKA.
Secara umum terjadi perbaikan pencapaian pelayanan kesehatan gizi, ibu dan anak. Dengan
peningkatan jumlah belanja perkapita, juga menunjukkan perbaikan indikator pelayanan. Kunjungan
empat kali ibu dalam masa kehamilan (K4) cenderung stagnan, namun persalinan yang ditolong
tenaga kesehatan (Linakes), kunjungan neonatus lengkap (tiga kali) atau KN3, kunjungan bayi
lengkap (KB4), Balita ditimbang dari yang ada (D/S) dan anak BGM menunjukkan perbaikan.
Puskesmas Celala dan Silih Nara menunjukkan pencapaian indikator pelayanan gizi, ibu dan anak
yang relatif lebih baik, pola belanjanya cenderung sama dengan Puskesmas lainnya.
Belanja untuk upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit meningkat. Upaya menurunkan
angka kesakitan terutama untuk penyakit menular tampak meningkat di Puskesmas yang disurvei.
Jumlah belanja perkapita pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 1.900 menjadi Rp 2.500 pada tahun
2012.
Penanggulangan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi merupakan belanja pencegahan
penyakit menular paling besar. Pembelanjaan dana di Puskesmas ditujukan untuk mencegah
PD3I sebanyak 42 persen sementara tujuan pemberantasan atau pengendalian penyakit lainnya
mendapatkan porsi sebagai berikut; TB Paru (12 persen), DBD dan malaria (13 persen), rabies (4
persen) dan lainnya. Secara umum Puskesmas berhasil menurunkan jumlah kejadian penyakit yang
dapat dihindari dengan imunisasi.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
73
2. Rekomendasi
KOMPONEN
Alokasi Belanja Kesehatan
Sarana Kesehatan
74
ISU
REKOMENDASI
Belanja sektor kesehatan di
Kabupaten Aceh Tengah cukup
besar pada belanja suportif. Belanja
Pencegahan pada Dinas Kesehatan
Aceh Tengah hanya berjumlah dua
persen dari total belanja.
Peningkatan belanja program
pencegahan atau preventif
perlu dipertimbangkan untuk
ditingkatkan. Alokasi berdasarkan
analisis kebutuhan pembangunan
terkait dengan kondisi derajat
kesehatan masyarakat terutama
pada bidang pencegahan
dipandang perlu mendapat
perhatian lebih mengingat kondisi
dan tantangan yang semakin besar
di kemudian hari.
Disparitas jarak tempuh
masyarakat ke Puskesmas/Pustu
Pembangunan sarana kesehatan
seperti Pustu, Poskesdes dan
Polindes memerlukan perhatian
lebih besar dalam perencanaan
penambahan dan distribusinya.
Pembangunan sarana kesehatan
penunjang perlu diprioritaskan ke
daerah yang mempunyai akses
relatif sulit. Jarak masyarakat di
Rusip Antara, Jagong Jeged dan
Linge ke Puskesmas dan Pustu
lebih jauh dibandingkan kecamatan
lainnya, namun ketersediaan
Poskesdes/Polindesnya juga lebih
rendah. Perlu analisis lebih lanjut
terhadap pembangunan sarana
kesehatan di daerah tersebut.
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Tenaga Kesehatan
Jumlah tempat tidur di RSUD
Datu Beru telah memenuhi target,
pemanfaatan pelayanan rumah
sakit di Aceh Tengah cukup tinggi
Dengan jumlah pemanfaatan
tempat tidur di RSUD Datu Beru
yang mencapai 81 persen pada
tahun 2012 menggambarkan
pemanfaatan rumah sakit
tersebut hampir mencapai batas
target ideal yakni 85 persen.
Dengan meningkatnya tantangan
kesehatan, maka diperlukan
pengembangan rumah sakit.
Pencapaian indikator kinerja
rumah sakit yang cukup baik di
RSUD Datu Beru, dikahawatirkan
akan menurun dengan
semakin meningkatnya jumlah
pemanfaatan RSU tersebut.
Penambahan jumlah tempat tidur
dapat menjadi pertimbangan
dalam menjawab tantangan
pemanfaatan RSUD yang semakin
baik.
Namun di sisi lain, analisis
terhadap biaya dan kebutuhan
pengembangan rumah sakit
harus ditinjau lebih jauh. Upaya
pencegahan penyakit dan
efektivitas alur rujukan pasien dari
sarana kesehatan ke RSUD Datu
Beru juga perlu dianalisis secara
mendalam.
Tenaga kesehatan yang dimiliki
masih kurang dan distribusi masih
menjadi tantangan
Diperkirakan Aceh Tengah masih
membutuhkan penambahan
tenaga kesehatan seperti dokter
umum (+ 40 orang), dokter gigi (+
11 orang), tenaga gizi (+ 13 orang),
tenaga kesehatan masyarakat (+
32 orang), sanitarian (+ 46 orang)
untuk mencapai target Indonesia
Sehat 2010.
Ketenagaan yang tersedia perlu
didistribusikan sesuai dengan rasio
penduduk terhadap kebutuhan
tenaga kesehatan serta luas area
pelayanan.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
75
Indikator kesehatan
76
Kebutuhan penambahan tenaga
spesialis untuk memenuhi kriteria
RS Kelas B
RSUD Datu Beru membutuhkan
sedikitnya sembilan dokter
spesialis untuk memenuhi kriteria
rumah sakit Kelas B. Untuk
memenuhi kebutuhan ketenagaan,
setidaknya dibutuhkan dua dokter
spesialis tetap untuk pelayanan
spesialis penunjang medik,
tiga dokter spesialis lain, dua
dokter spesialis gigi dan mulut,
serta dua dokter subspesialis
dasar. Penyediaan ketenagaan
tersebut dapat ditempuh dengan
beberapa kebijakan, diantaranya
meningkatkan kerjasama dengan
institusi pendidikan kedokteran,
kemudahan biaya pendidikan,
kemudahan administrasi dan
dukungan pemerintah dalam
pendidikan dokter.
AKI di Aceh Tengah tahun
2012 meningkat dua kali lipat
dibandingkan tahun 2011
Penguatan Puskesmas dan
jaringannya dalam rangka
penyediaan paket kesehatan
reproduksi esensial yang dapat
dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat dan mengintegrasikan
pelayanan kesehatan reproduksi
dengan pelayanan kesehatan
lainnya (gizi, penyakit menular
dan tidak menular). Dalam konteks
ini, bukan hanya jumlah sarana
kesehatan yang diutamakan,
namun penting pula efektifitas
program yang sinergis dalam
menurunkan AKI.
Analisis kebijakan daerah untuk
mendorong peningkatan indikator
antara, dalam rangka menurunkan
AKI seperti K4, persalinan oleh
tenaga kesehatan, pelayanan
nifas, peningkatan peserta KB
aktif, dan penanganan kehamilan
dengan komplikasi, penting untuk
diperhatikan
secara
khusus.
Penguatan kemitraan dengan
pihak yang mempunyai perhatian
untuk kondisi kesehatan ibu
perlu
ditingkatkan,
terutama
pendampingan, pengawasan, dan
evaluasi pencapaian target.
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Kesenjangan angka kematian ibu
terjadi di Aceh Tengah
Intervensi terhadap penurunan
AKI di Aceh Tengah ditujukan
secara simultan terhadap semua
kecamatan karena potensi kejadian
tersebut berpeluang di setiap
kecamatan.
Kecamatan Linge, Jagong Jeged
dan Pegasing membutuhkan
perhatian lebih mengingat
tingginya AKI di wilayah tersebut.
Perlunya perhatian lebih besar
terhadap kasus penyakit menular
Penguatan program-program yang
bertujuan meningkatkan kapasitas
tenaga kesehatan, penyediaan
sarana dan prasarana kesehatan,
pemberdayaan masyarakat
dalam bentuk peningkatan
kesadaran hidup bersih dan sehat
perlu ditingkatkan. Perhatian
penanggulangan kasus penyakit
tertentu seperti TB Paru perlu
diintensifkan pada beberapa daerah
dengan angka kejadian lebih tinggi,
seperti Celala, Silih Nara, Bebesen.
Kesadaran masyarakat terhadap
kebersihan lingkungan juga
penting dalam menekan bebagai
penyakit infeksi seperti diare dan
demam berdarah. Kerjasama lintas
sektor perlu ditingkatkan dalam
upaya penataan lingkungan yang
lebih baik.
Upaya menurunkan AKB dan
AKABA di Aceh Tengah masih
rendah
Penjaringan bayi serta Balita
(seperti jumlah Balita ditimbang)
yang rendah akan meningkatnya
kemungkinan kasus yang lolos.
Rencana operasional promosi
kesehatan ibu dan anak terdapat
upaya yang secara teratur dan
terpola perlu dilakukan. Komponen
tersebut yakni; advokasi,
bina suasana, pemberdayaan
masyarakat dan kemitraan.
Kecamatan Lut Tawar, Atu Lintang,
Jagong Jeged perlu mendapatkan
perhatian lebih dalam upaya
tersebut.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
77
78
Pencapaian target antara
penurunan AKI di Aceh Tengah
masih merupakan tantangan.
Kunjungan ibu hamil K4
mempunyai kecenderungan
stagnan dari tahun 2010 hingga
2012 pada kisaran 80 persen serta
penurunan persentase pelayanan
ibu nifas pada tahun 2012
merupakan tantangan yang perlu
diatasi,
Cakupan pelayanan bayi di Aceh
Tengah menurun
Bintang dan Linge, Rusip Antara
merupakan daerah dengan
kunjungan bayi yang sangat
rendah. Perlu penguatan kapasitas
tenaga kesehatan, penguatan
sarana, manajemen serta
sistem rujukan, pemberdayaan
masyarakat dan kemitraan serta
pembiayaan untuk akselerasi
penurunan AKI perlu diperhatikan.
Kebijakan terhadap program
yang efektif dan efisien perlu
dikedepankan dalam menurunkan
masalah pencapaian indikator
antara yang menjadi tantangan.
Belum sepenuhnya program
gizi yang diharapkan mencapai
tujuannya
Penimbangan Balita merupakan
pintu masuk perbaikan cakupan
pelayanan Balita. Disparitas kasus
balita BGM di Kecamatan Bintang,
Atu Lintang dan Jagong Jeged
perlu mendapatkan perhatian
serius.
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
79
DAFTAR PUSTAKA
80
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
DAFTAR PUSTAKA
Ameda. 2013. Breastfeeding Mengurangi Resiko Sudden Infant Death Syndrome. Available at URL: http://ameda.
co.id/posts/06_27_2013_breastfeeding_reduces_sids.html
Badan Pusat Statistik Aceh. 2012. Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Aceh 2011. Badan Pusat Statistik Aceh.
Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik. 2013. Sistem Informasi Rujukan Statistik.
Budihardja. 2011. Kebijakan Kementerian Kesehatan Dalam Akselerasi Penurunan Angka Kematian Ibu.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Dinas Kesehatan Aceh. 2009-2013. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2008-2012. Dinas Kesehatan Aceh.
Banda Aceh.
Dinas Kesehatan Aceh. 2013. Hasil Kunjungan Kerja Perdana Kepala Dinas Kesehatan Aceh: Identifikasi Pelayanan
Kesehatan dan Sarana Kesehatan. Dinas Kesehatan Aceh. Banda Aceh.
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah. 2009-2013. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah 2008-2012.
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tengah. Takengon.
Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Tangerang 2010. Dinkes Kabupaten
Tangerang. Tangerang.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Kinerja
Kegiatan Pembinaan Gizi Tahun 2011: Menuju Perbaikan Gizi Perseorangan dan Masyarakat yang Bermutu. Ditjen
Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Jakarta
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Materi
Advokasi BBLR. Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012.
Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia.
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Sinergi RS Pemerintah dan Swasta Atasi Disparitas Fasyankes di Sulawesi Selatan.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2013. Data Keuangan
Daerah.
Harahap SW. 2013. 147.106 Kasus HIV/AIDS yang TErcatat di Indonesia Sampai Maret 2013.
Jaya A. 2010. Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Gratis Di Kota Metro. Fakultas Ekonomi,
Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Universitas Indonesia. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. 2009-2012. Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009-2012. Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Takengon.
Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. 2013. Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Tengah Tahun Anggaran 2013. Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Takengon.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Klasifikasi Rumah Sakit. 11
Maret 2010. Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. 29 Juli 2008. Jakarta.
Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program. 2013. Analisis Belanja Publik Aceh Tengah 2013.
Pecapp. Banda Aceh.
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
81
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Petunjuk Teknis Penyusunan Profil
Kesehatan Kabupaten/Kota. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Ringkasan Eksekutif: Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Aceh. Pusdatin Kemenkes RI. Jakarta.
Siswanto, Fajar AN, Alfima R. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Bawah Garis Merah Pada Balita.
Available at URL: http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kebidanan/MAJALAH%20ALFIMA%20RAHASTI.pdf
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Kesehatan. 13 Oktober 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144. Jakarta.
82
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
83
LAMPIRAN
84
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
18
21
22
18
51
19
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Banda Aceh
Bener Meriah
18
24
63
4
14
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
Sabang
Simeulue
Subulussalam
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
25
20
Lhokseumawe
19
16
Aceh Singkil
Langsa
36
Aceh Selatan
22
21
Aceh Jaya
34
26
Aceh Besar
Gayo Lues
22
Aceh Barat Daya
Bireuen
25
20
Aceh Barat
23
DOKTER UMUM
ACEH
KABUPATEN/KOTA
4
2
22
5
2
4
8
4
7
4
2
3
3
7
2
5
6
1
6
6
4
2
5
4
DOKTER GIGI
LAMPIRAN 1. RASIO BEBERAPA TENAGA KESEHATAN TAHUN 2012
267
298
217
383
265
286
140
197
289
288
237
141
258
377
197
278
214
243
271
329
335
339
254
269
BIDAN
192
284
386
202
136
144
225
145
216
189
90
36
86
127
166
136
133
196
176
225
75
223
178
145
PERAWAT
14
24
35
16
8
12
14
8
5
8
9
6
1
6
63
15
7
9
14
17
13
21
15
12
GIZI
73
101
166
125
175
46
47
65
4
48
32
71
52
22
15
23
41
88
65
114
76
74
60
65
KESMAS
6
85
27
60
43
58
13
11
14
2
14
24
10
9
10
22
15
12
30
13
52
20
29
16
20
SANITASI
0,55
0,48
0,53
0,56
0,41
0,45
0,35
0,49
0,55
1,00
0,84
0,45
Aceh Besar
Langsa
Aceh Tenggara
Bireuen
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Subulussalam
Bener Meriah
Aceh Timur
Banda Aceh
Gayo Lues
Aceh Utara
86
0,51
Nagan Raya
0,90
Aceh Singkil
0,09
0,63
Aceh Barat
Simeulue
0,63
Lhokseumawe
0,46
0,49
Aceh Barat Daya
0,53
0,61
Pidie Jaya
Aceh Selatan
0,65
Aceh Jaya
Pidie
1,00
DOKTER UMUM
Sabang
KABUPATEN/KOTA
0,24
0,65
0,31
0,60
0,21
0,38
0,44
0,51
0,33
0,15
0,41
0,39
0,37
0,21
0,51
0,18
0,08
0,45
0,76
0,21
0,46
0,56
1,00
DOKTER GIGI
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
BIDAN
0,73
1,00
0,31
1,00
0,76
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,64
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
PERAWAT
0,05
0,22
0,25
0,25
0,39
0,64
0,69
0,31
0,34
1,00
0,38
0,60
0,56
1,00
0,62
0,38
0,42
0,70
0,63
0,96
0,72
0,79
1,00
AHLI GIZI
0,22
0,06
0,24
0,25
0,60
0,14
0,38
0,31
0,35
0,55
0,35
0,49
0,32
0,68
0,33
1,00
0,74
0,41
0,28
0,73
1,00
1,00
1,00
SANITARIAN
3,69
3,86
4,11
4,20
4,25
4,51
4,53
4,54
4,59
4,61
4,61
4,67
4,76
4,98
4,99
5,02
5,15
5,19
5,29
5,39
5,78
6,00
7,00
TOTAL
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
1,00
0,09
1,00
0,55
0,80
1,00
0,57
1,00
1,00
0,39
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
AHLI KESEHATAN
MASYARAKAT
Indeks tenaga kesehatan disusun berdasarkan beberapa nilai rasio ketersediaan tenaga kesehatan terhadap penduduk, yaitu; dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat,
tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat dan tenaga sanitasi. Nilai diperoleh dengan membandingkan antara rasio tenaga yang dimiliki oleh kabupaten/kota dengan target
Indonesia Sehat 2010. Jika pencapaian di kabupaten/kota lebih atau telah mencapai target maka diberikan nilai 1 (satu). Sementara itu jika nilai di kabupaten/kota masih di
bawah target maka pencapaian rasio kabupaten/kota dibandingkan dengan target, nilai hasil pembagian menjadi angka yang digunakan. Semakin tinggi nilai yang diperoleh
maka semakin baik. Indeks tenaga kesehatan di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama.
LAMPIRAN 2. INDEKS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2012
12,84
9,22
14,08
14,45
12,83
15,01
16,16
9,83
15,52
15,97
14,37
19,79
22,49
Nagan Raya
Langsa
Aceh Barat Daya
Sabang
Aceh Singkil
Bener Meriah
Aceh Jaya
Lhokseumawe
Gayo Lues
Aceh Tamiang
Pidie
Aceh Barat
Simeulue
403,69
212,09
284,72
225,62
214,02
520,23
111,42
32,63
267,24
144,51
117,37
368,73
249,64
222,58
205,06
189,27
200,09
139,98
114,94
20,62
148,81
144,75
171,10
190,66
ANGKA KEMATIAN IBU
(DILAPORKAN)
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
13,04
Aceh Selatan
9,80
Aceh Tengah
2,73
9,20
Pidie Jaya
Aceh Tenggara
2,47
Banda Aceh
9,18
6,42
Aceh Utara
11,36
9,53
Aceh Timur
Subulussalam
9,18
Bireuen
10,76
Aceh Besar
ANGKA KEMATIAN BAYI
(DILAPORKAN)
ACEH
KABUPATEN/KOTA
27,10
22,98
16,57
17,36
16,05
12,14
16,71
16,97
13,36
15,90
16,04
9,96
12,84
13,35
3,87
11,36
9,77
12,10
10,73
2,68
6,79
10,01
9,64
11,80
ANGKA KEMATIAN BALITA
(DILAPORKAN)
0,48
0,54
0,75
0,67
0,69
1,00
0,67
0,72
0,84
0,74
0,76
1,00
0,84
0,83
1,00
0,95
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,85
INDEKS AKI
0,47
0,90
0,67
0,85
0,89
0,37
1,00
1,00
0,71
1,00
1,00
0,52
0,76
0,86
0,93
1,00
0,95
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,86
INDEKS AKB
0,44
0,51
0,71
0,68
0,74
0,97
0,71
0,70
0,88
0,74
0,74
1,00
0,92
0,88
1,00
1,00
1,00
0,98
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,85
INDEKS
AKABA
87
1,39
1,96
2,13
2,20
2,32
2,34
2,37
2,41
2,44
2,49
2,50
2,52
2,52
2,57
2,93
2,95
2,95
2,98
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
2,56
TOTAL
Indeks angka kematian menggunakan nilai standar yang berasal dari nilai angka kematian di Aceh tahun 2012, yakni Angka Kematian Bayi (AKB) 10,76, Angka Kematian Ibu (AKI) 190,66 dan Angka
Kematian Balita (AKABA) 11,80. Nilai angka kematian bayi, ibu dan balita Aceh dibandingkan dengan angka kematian di kabupaten/kota. Jika nilai yang diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu)
maka diberikan nilai 1 (satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama atau lebih baik dari Aceh; sementara jika diperoleh nilai lebih kecil dari 1 (satu), atau angka kematian di kabupaten/kota lebih tinggi
dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Hasil perhitungan AKB, AKI dan AKABA kemudian dijumlahkan menjadi Indeks Angka Kematian. Semakin tinggi nilai
yang diperoleh berarti semakin baik pencapaian Kabupaten/Kota tersebut. Indeks angka kematian di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama, namun nilai standar yang digunakan
adalah pencapaian Kabupaten Aceh Tengah.
LAMPIRAN 3. ANGKA DAN INDEKS KEMATIAN IBU, BAYI DAN BALITA TAHUN 2012
1,45
Kota Lhokseumawe
88
1,24
1,37
Kota Langsa
Subulussalam
1,23
Kota Banda Aceh
1,22
1,58
Gayo Lues
0,30
1,49
Bireuen
Simeulue
1,49
Bener Meriah
Pidie Jaya
1,53
Aceh Utara
1,70
0,98
Aceh Timur
Pidie
1,77
Aceh Tenggara
1,59
0,25
Aceh Tengah
1,36
1,81
Aceh Tamiang
Nagan Raya
1,69
Aceh Singkil
Kota Sabang
1,82
1,05
Aceh Besar
0,42
1,47
Aceh Barat Daya
Aceh Selatan
1,35
Aceh Barat
Aceh Jaya
1,37
Berat Badan
Bayi Lahir
Rendah (BBLR)
ACEH
KABUPATEN/KOTA
1,49
2,50
4,70
3,05
1,36
1,46
1,85
2,98
1,00
1,27
1,45
1,28
2,28
2,69
0,46
0,64
1,71
1,56
2,21
2,40
3,10
5,08
2,04
2,00
Balita dengan
Berat Badan di
Bawah Garis
Merah (BGM)
Persentase
1,00
1,00
1,00
0,80
1,00
0,86
0,94
0,99
1,00
0,87
0,92
0,92
0,90
1,00
0,77
1,00
0,75
0,81
1,00
0,75
1,00
0,93
1,00
Berat Badan Bayi
Lahir Rendah (BBLR)
1,00
0,80
0,43
0,66
1,00
1,00
1,00
0,67
1,00
1,00
1,00
1,00
0,88
0,75
1,00
1,00
1,00
1,00
0,91
0,83
0,65
0,39
0,98
Balita dengan Berat
Badan di Bawah Garis
Merah (BGM)
Indeks
Indeks indikator gizi dikembangkan dari persentase
Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan
persentase balita dengan berat badan di Bawah Garis
Merah (BGM). Pencapaian seluruh kabupaten/kota
di Aceh merupakan angka standarnya. Nilai indeks
diperoleh dengan membandingkan angka pencapaian
Aceh dengan kabupaten/kota. Jika nilai yang diperoleh
lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka diberikan
nilai 1 (satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama
atau lebih baik dari Aceh; sementara jika diperoleh nilai
lebih kecil dari 1 (satu), atau kabupaten/kota lebih tinggi
dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai
hasil pembagian tersebut. Hasil perhitungan kemudian
dijumlahkan menjadi Indeks Indikator Gizi. Semakin
tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik indikator
gizi di kabupaten/kota tersebut atau masalah gizi di
kabupaten/kota lebih rendah dari rata-rata.
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
2,00
1,80
1,43
1,46
2,00
1,86
1,94
1,67
2,00
1,87
1,92
1,92
1,77
1,75
1,77
2,00
1,75
1,81
1,91
1,59
1,65
1,33
1,98
Total
LAMPIRAN 4. BERAT BADAN BAYI LAHIR RENDAH
(BBLR) DAN BALITA DENGAN BERAT BADAN DI
BAWAH GARIS MERAH (BGM) TAHUN 2012
269,35
Aceh Barat Daya
-
0,24
2,51
1,46
1,50
-
1,22
0,32
0,38
1,32
1,56
-
0,86
0,61
0,69
0,22
0,23
-
0,23
0,25
0,49
0,75
1,48
0,81
Prevalensi
Kusta
(/10.000
Penduduk)
21,05
11,78
6,44
38,91
17,04
15,69
166,85
94,31
215,35
1,20
77,17
-
10,96
8,96
1,60
37,44
22,28
94,43
20,18
6,19
101,66
7,52
9,32
48,01
Incidence
Rate DBD
(/100.000
Penduduk)
0,01
0,06
0,05
0,12
0,12
0,03
0,01
0,01
0,06
-
0,19
0,04
0,10
0,05
0,03
0,06
0,16
0,15
0,23
5,36
0,21
0,81
0,45
0,23
Kesakitan
Malaria/
API (Annual
Parasit
Incidence)
(/1.000
Penduduk)
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
68,30
175,42
Subulussalam
Nagan Raya
Simeulue
43,63
Sabang
105,69
134,96
Lhokseumawe
169,00
194,65
Langsa
Pidie Jaya
100,69
Banda Aceh
Pidie
123,47
166,40
Gayo Lues
34,25
Aceh Utara
87,92
85,85
Aceh Timur
Bireuen
80,39
Aceh Tenggara
Bener Meriah
40,15
70,82
Aceh Tengah
50,92
122,73
Aceh Tamiang
Aceh Selatan
Aceh Singkil
70,54
65,70
Aceh Jaya
81,11
51,55
Aceh Besar
98,86
Aceh Barat
Prevalensi
TB Paru
(/100.000
Penduduk)
ACEH
Kabupaten/ Kota
Angka
6,66
-
2,51
4,94
8,09
27,75
8,19
3,76
15,95
6,46
4,29
-
1,00
2,10
-
3,00
4,18
2,29
-
7,40
4,02
2,20
3,40
4,00
AFP Rate
/100.000
Penduduk
< 15 Tahun
LAMPIRAN 5. ANGKA DAN INDEKS PENYAKIT MENULAR TAHUN 2012
3,00
-
179,00
43,00
-
-
48,00
16,00
-
-
7,00
1,00
59,00
1,00
-
17,00
-
-
-
-
79,00
-
-
267,00
Jumlah
Kasus
Campak
0,56
1,00
0,58
0,94
1,00
0,73
0,51
0,98
0,59
0,80
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,81
1,00
1,00
1,00
1,00
0,37
1,00
0,86
Prevalensi
TB Paru
/100.000
Penduduk
1,00
1,00
0,32
0,55
0,54
1,00
0,66
1,00
1,00
0,61
0,52
1,00
0,94
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,54
0,86
Angka
Prevalensi
Kusta
/10.000
Penduduk
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,29
0,51
0,22
1,00
0,62
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,51
1,00
1,00
0,47
1,00
1,00
0,85
Incidence
Rate DBD
/100.000
Penduduk
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,96
0,04
1,00
0,28
0,50
0,90
Kesakitan
Malaria/
API (Annual
Parasit
Incidence)
/1.000
Penduduk
Indeks
0,60
1,00
1,00
0,81
0,49
0,14
0,49
1,00
0,25
0,62
0,93
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,96
1,00
1,00
0,54
1,00
1,00
1,00
0,82
AFP Rate
/100.000
Penduduk
< 15 Tahun
1,00
1,00
0,04
0,52
1,00
1,00
0,21
0,55
1,00
1,00
1,00
1,00
0,53
1,00
1,00
0,61
1,00
1,00
1,00
1,00
0,26
1,00
1,00
0,81
Angka
Kesakitan
Campak
/1000
Penduduk
89
5,16
6,00
3,95
4,82
5,03
4,88
3,15
5,04
4,07
5,03
5,07
6,00
5,47
6,00
6,00
5,61
5,76
5,51
5,96
4,58
4,73
4,65
5,05
5,11
Total
90
Indeks Angka kesakitan dikembangkan dari beberapa pencapaian indikator penyakit
menular yakni prevalensi TB paru, angka insidensi kusta, insidensi DBD, angka
kesakitan malaria (Annual Parasit Incidence), AFP Rate dan angka kesakitan campak.
Pencapaian seluruh kabupaten/kota di Aceh merupakan angka standarnya. Nilai indeks
diperoleh dengan membandingkan angka pencapaian Aceh dengan kabupaten/kota.
Jika nilai yang diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka diberikan nilai 1
(satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama atau lebih baik dari Aceh; sementara jika
diperoleh nilai lebih kecil dari 1 (satu), atau angka kesakitan di kabupaten/kota lebih tinggi
dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Hasil
perhitungan kemudian dijumlahkan menjadi Indeks Angka Kesakitan. Semakin tinggi nilai
yang diperoleh berarti semakin baik angka kesakitan di kabupaten/kota tersebut atau
tingkat kesakitan di kabupaten/kota tersebut lebih rendah dari rata-rata. Indeks angka
kematian di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama, namun nilai
standar yang digunakan adalah pencapaian Kabupaten Aceh Tengah.
LAMPIRAN 5. ANGKA DAN INDEKS PENYAKIT MENULAR TAHUN 2012
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
82,11
95,21
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
68,98
Subulussalam
30,34
7,86
4,40
11,83
5,43
-
5,80
0,90
4,13
0,10
4,91
0,06
3,22
1,77
1,83
-
5,32
2,82
4,06
13,16
2,34
6,25
0,26
4,50
Pneumonia
Balita
Ditemukan
dan
Ditangani
(%)
44,85
60,02
63,15
77,68
93,84
86,59
157,58
34,28
70,56
113,08
59,08
84,31
53,86
26,26
24,40
78,56
56,31
51,56
60,23
57,53
56,20
108,30
41,81
63,70
Diare
Ditemukan
dan
Ditangani
(%)
40,42
60,09
54,30
13,43
15,19
23,54
29,86
57,09
8,41
13,71
72,23
36,96
49,34
32,97
66,94
68,08
99,98
14,11
6,09
22,22
51,10
59,94
8,73
39,25
Bumil Risti/
Komplikasi
ditangani
(%)
88,90
92,44
100,00
85,52
84,67
97,10
91,10
90,48
92,01
88,03
92,64
100,00
83,95
95,77
100,00
87,88
100,00
98,80
69,60
90,57
82,94
85,90
66,84
88,28
Persalinan
ditolong
Tenaga
Kesehatan
(%)
Health Public Expenditure | Kabupaten Aceh Tengah 2014
91,80
88,78
Simeulue
Pidie
Pidie Jaya
78,22
72,98
Nagan Raya
91,43
91,86
Langsa
Sabang
93,38
Banda Aceh
Lhokseumawe
88,01
92,66
Gayo Lues
88,93
89,45
Aceh Tamiang
Bireuen
90,13
Aceh Singkil
94,16
64,69
Aceh Selatan
Bener Meriah
87,34
Aceh Jaya
72,74
76,23
Aceh Besar
85,59
89,13
Aceh Barat Daya
Aceh Utara
72,88
Aceh Barat
Aceh Timur
83,20
ACEH
Kabupaten/
Kota
Kunjungan
Ibu Hamil
(K4) (%)
82,43
92,13
100,00
83,17
84,42
88,26
42,51
90,17
92,01
87,82
92,77
54,45
85,36
94,88
100,00
81,45
95,85
99,05
69,32
95,87
82,82
86,47
68,40
84,64
Pelayanan
Ibu Nifas
(%)
86,06
98,62
100,00
77,16
97,72
84,39
194,05
108,85
97,94
85,61
93,97
67,54
97,15
90,25
84,12
92,92
96,48
121,70
95,64
91,59
97,62
97,61
108,52
95,32
Kunjungan
Neonatus
3 kali (KN
Lengkap)
(%)
LAMPIRAN 6. BEBERAPA INDIKATOR UPAYA KESEHATAN TAHUN 2012
76,42
77,69
147,80
33,51
75,02
77,54
93,59
89,62
87,07
86,54
82,08
73,18
82,58
70,30
82,42
73,45
92,22
98,70
72,71
76,95
86,27
86,81
63,82
76,86
Kunjungan
Bayi
(minimal 4
kali) (%)
86,36
89,59
93,80
73,41
74,99
100,00
81,67
90,04
87,07
85,54
70,32
100,00
84,72
93,00
96,40
69,22
100,00
98,96
78,31
99,77
86,91
79,08
81,84
85,63
Cakupan
Imunisasi
Campak
Bayi (%)
50,19
27,29
77,20
63,78
47,50
33,98
69,78
33,19
47,93
90,24
63,52
62,83
45,18
48,66
81,67
68,09
57,81
58,59
36,86
46,24
39,08
48,88
33,64
53,62
Balita
ditimbang
(%)
43,68
10,96
23,80
16,74
20,20
15,65
28,53
37,17
17,30
83,70
44,69
14,43
13,70
19,96
11,15
63,71
37,26
47,94
18,33
32,72
33,67
21,65
21,56
27,03
Bayi yang
diberi ASI
Eksklusif
(%)
100,00
100,00
69,20
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
95,69
100,00
100,00
100,00
-
100,00
100,00
51,01
Balita Gizi
Buruk
Mendapat
Perawatan
(%)
50,00
83,33
50,45
50,14
48,65
100,00
55,88
72,73
88,89
76,39
62,73
84,12
77,35
40,63
31,17
92,33
76,06
75,83
70,16
76,74
78,64
52,63
52,48
64,10
Desa
UCI (%)
5,89
58,93
8,43
2,36
8,72
7,06
3,60
38,84
4,03
8,08
48,65
6,67
17,48
14,31
60,04
3,00
30,23
6,18
8,05
9,90
27,17
18,25
7,23
19,90
Neonatal
Risti atau
Komplikasi
ditangani
(%)
30,67
52,54
1,87
36,60
87,10
13,81
27,62
79,53
44,54
17,20
40,35
8,94
16,30
26,12
-
45,36
13,63
tad
52,00
tad
3,76
20,16
39,06
28,56
Rumah
Tangga
Ber
PHBS
(%)
65,58
65,94
58,83
48,95
10,14
76,33
89,66
64,27
100,00
87,92
61,75
54,53
64,03
31,97
66,01
60,71
50,59
49,27
45,96
67,68
87,48
41,82
28,03
62,55
Rumah
Sehat
(%)
91
73,36
50,84
85,71
98,36
75,84
67,19
74,11
86,57
75,91
56,10
87,74
78,43
84,13
82,73
85,71
3,97
77,93
72,57
61,70
100,00
73,30
72,41
80,88
80,12
Rumah/
Bangunan
Bebas
Jentik
Aedes (%)
0,67
0,99
0,96
0,89
0,64
0,84
1,00
0,99
1,00
0,93
0,99
0,90
1,00
0,84
0,80
1,00
0,82
0,90
0,82
0,79
1,00
1,00
0,95
Aceh Barat
Aceh Barat Daya
Aceh Besar
Aceh Jaya
Aceh Selatan
Aceh Singkil
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Bener Meriah
Bireuen
Gayo Lues
Kota Banda Aceh
Kota Langsa
Kota Lhokseumawe
Kota Sabang
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
Simeulue
Subulussalam
92
0,90
Penurunan AKI
ACEH
Kabupaten/Kota
0,73
1,00
0,81
0,45
0,80
0,75
0,73
1,00
0,73
0,77
1,00
0,67
0,96
0,86
0,96
0,69
1,00
0,77
0,78
0,82
1,00
0,97
0,73
0,83
Penurunan AKB/AKABA
0,97
0,46
0,94
0,81
0,82
0,61
1,00
0,81
0,77
1,00
1,00
0,77
0,67
0,82
0,71
1,00
1,00
1,00
0,68
0,93
0,86
0,86
0,71
0,83
Perbaikan Gizi
0,94
0,93
0,76
0,88
0,75
0,86
0,94
1,00
0,99
0,86
0,96
0,83
0,91
0,81
0,70
0,77
0,85
0,74
0,88
0,80
0,81
0,80
0,84
0,85
Upaya P2M
Indeks ditentukan jika pencapaian di kabupaten/kota lebih
baik dibandingkan pencapaian Aceh, maka diberikan
nilai 1 (satu), namun jika pencapaian di kabupaten kota
lebih rendah, maka dibandingkan antara pencapaian
kabupaten/kota terhadap Aceh dan digunakan nilai hasil
pembagian tersebut. Semakin tinggi nilai yang diperoleh
berarti semakin baik indikator gizi di kabupaten/kota
tersebut atau masalah gizi di kabupaten/kota tersebut
lebih rendah dari rata-rata. Indeks upaya kesehatan di
kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang
sama, namun nilai standar yang digunakan adalah
pencapaian Kabupaten Aceh Tengah.
Indeks upaya kesehatan dikembangkan dari beberapa
upaya dengan tujuan tertentu, yakni:
1. Upaya penurunan Angka Kematian Ibu
•Persentase kunjungan ibu hamil 4 kali selama
kehamilan (K4)
•Persentase ibu hamil risiko tinggi/komplikasi ditangani
•Persentase Persalinan ditolong tenaga kesehatan
•Persentase pelayanan ibu nifas
2. Upaya penurunan Angka Kematian Bayi/Balita
•Persentase kunjungan neonates 3 kali (KN Lengkap)
•Persentase kunjungan bayi (minimal 4 kali)
•Persentase neonatal risiko tinggi atau komplikasi
ditangani
3. Upaya perbaikan gizi
•Persentase Balita ditimbang
•Persentase bayi yang diberi ASI ekslusif
4. Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit
menular
•Persentase cakupan imunisasi campak
•Persentase desa dengan Universal Child Immunization
(UCI)
•Persentase rumah tangga ber-PHBS
•Persentase rumah sehat
•Persentase rumah/bangunan bebas jentik Aedes
LAMPIRAN 7. INDEKS UPAYA KESEHATAN
Public Expenditure Analysis Capacity and Strengthening Program
3,59
3,38
3,51
2,94
3,19
3,12
3,49
3,81
3,29
3,46
3,95
3,16
3,53
3,42
3,36
3,45
3,85
3,35
2,99
3,44
3,63
3,63
2,95
3,41
Total
Health Public Expenditure
Kabupaten Aceh Tengah
2014
Download