BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri mempunyai peranan penting yang sangat besar dalam menunjang pembangunan di Indonesia. Banyak industri kecil dan menengah baik formal maupun informal mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Salah satu industri yang banyak berkembang yakni industri informal di bidang kayu atau mebel (Depkes RI, 2003). Industri mebel yang dimulai dari proses pemotongan kayu hingga pembuatan berbagai macam hasil produksi memiliki berbagai potensi bahaya bagi pekerja. Potensi bahaya tersebut dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan menimbulkan berbagai penyakit akibat kerja. Salah satu potensi bahaya dalam industri ini yakni paparan debu kayu. Debu kayu dihasilkan oleh setiap proses pengolahan kayu. Kadar debu yang berlebihan dan terus menerus dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan kesehatan bagi pekerja (Tarwaka, 2014; Suma’mur 2009). Debu kayu dapat dihasilkan dari proses penggergajian, penyerutan dan pengamplasan sehingga dapat meningkatkan risiko terhadap kesehatan para pekerja. Debu kayu yang terhirup dapat menyebabkan kelainan fungsi paru karena terjadi penumpukan debu di paru-paru. Debu ini juga dapat menyebabkan alergi serta gatal-gatal pada kulit. Selain itu, jika debu masuk ke dalam mata dapat mengakibatkan alergi atau iritasi pada mata, seperti konjungtivitis (Ilyas, 2004). Dampak akibat paparan debu kayu ini telah dibuktikan dari berbagai macam hasil penelitian. Menurut Yusnabeti dan Ruth (2010), ada hubungan antara konsentrasi debu (PM10), suhu ruang kerja (p = 0,027), masa kerja (p = 0,010), pemakaian alat pelindung diri (p = 0,001), kebiasaan merokok (p = 0,039) dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) (p = 0,045) di Desa Cilebut Barat dan Cilebut Timur. Menurut Mila (2006), ada hubungan antara masa kerja dan pemakaian masker dengan kapasitas vital paru pekerja. Menurut Raynel dkk (2013), keluhan kesehatan yang dialami oleh pekerja mebel antara lain batuk-batuk, cepat lelah, sesak napas, gatal pada kulit serta mata merah dan perih. Pekerja yang tidak menggunakan APD akan mengalami gangguan kesehatan lebih besar dari pada pekerja yang menggunakan APD. Selain itu, pekerja yang terpapar debu kayu juga dapat mengalami gangguan kulit kering dan pecah, cepat lelah dan batukbatuk. Debu berukuran sangat kecil berpotensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan pekerja (Aji dkk, 2012). Debu umumnya hanya berukuran 0,1 sampai 25 mikron sangat berpotensi mengganggu kesehatan pekerja. Batasan kadar debu di lingkungan dengan pengukuran 8 jam kerja adalah 0,15 mg/m 3 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1045 tahun 2002. Bahaya yang dapat ditimbulkan berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit, gangguan sistem pencernaan, serta bisa menimbulkan iritasi pada mata yang dapat mengganggu penglihatan. Gangguan pada mata karena debu sangat sering terjadi sehingga menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan 2 berupa mata merah dan gatal-gatal. Selain itu, debu yang ada di dalam mata bisa mengakibatkan goresan pada kornea mata atau lebih dari itu. Hal ini dapat menimbulkan rasa sakit yang cukup signifikan pada mata. Oleh karena itu, penyebab sakit mata ini sebaiknya harus segera diberikan pertolongan medis supaya tidak berdampak lebih buruk (Kemenkes, 2002; Ilyas, 2004). Sakit mata bisa disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya dari debu kayu. Jika sakit mata yang disebabkan oleh debu tidak segera diberikan pertolongan dapat menyebabkan trauma mata, mata merah atau iritasi, infeksi pada mata, serta dapat juga menimbulkan kebutaan. Selain dapat mengganggu kesehatan mata pekerja, keluhan sakit mata karena debu kayu ini juga dapat menggangu produksi mebel dan menurunnya kualitas barang yang dibuat karena ketajaman penglihatan mata pekerja berkurang. Kesadaran pekerja untuk menggunakan alat pelindung diri berupa kacamata pelindung sangat dibutuhkan sehingga dapat mengurangi iritasi mata. Akan tetapi, masih banyak pekerja industri mebel yang tidak patuh menggunakan APD tersebut (Depkes RI, 2003 ; Ustiawan, 2005). Penggunaan APD pada pekerja industri mebel akan tercapai jika didukung oleh faktor pengetahuan tentang risiko bahaya debu yang akan diaplikasikan dalam sebuah perilaku pencegahan. Pengetahuan tentang sikap kerja baik yang dimiliki pekerja dapat menghindari bahaya di tempat kerja. Pengetahuan tentang menjaga lingkungan dan alat kerja tetap bersih dapat menghindarkan dari risiko paparan debu sisa-sisa industri mebel. 3 Pengetahuan pekerja sangat berperan penting terhadap kesehatannya (Tarwaka, 2014; Notoatmodjo, 2007). Gangguan kesehatan akibat debu kayu juga dialami oleh para pekerja industri mebel di daerah Ngemplak Boyolali. Hasil survei pendahuluan pada bulan Maret 2016 terhadap 30 pekerja diperoleh informasi tentang gangguan kesehatan berupa, batuk-batuk (66,67%), mengalami mata merah dan perih (93,40%), gatal pada kulit (52,80%), kulit kering dan pecah-pecah (40%), cepat lelah (50%), dan sesak napas (33,33%). Data tersebut memperlihatkan bahwa keluhan pekerja tentang mata merah dan perih merupakan gangguan kesehatan yang sering dirasakan oleh pekerja. Produksi kayu di industri mebel Kecamatan Ngemplak, Boyolali menghasilkan debu kayu yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan pada pekerja. Gangguan kesehatan mata merupakan keluhan paling banyak dialami oleh pekerja. Pengetahuan pekerja sangat diperlukan untuk melakukan upaya pencegahan agar tidak terjadi sakit mata secara berkelanjutan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan pengetahuan tentang risiko paparan debu dan perilaku pencegahan dengan gejala sakit mata pada pekerja industri mebel di Kecamatan Ngemplak Boyolali. 4 B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan pengetahuan tentang risiko paparan debu dan perilaku pencegahan dengan gejala sakit mata pada pekerja industri mebel di Kecamatan Ngemplak Boyolali. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Menganalisis hubungan pengetahuan tentang risiko paparan debu dan perilaku pencegahan dengan gejala sakit mata pada pekerja industri rumah tangga mebel di Kecamatan Ngemplak Boyolali. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik pekerja di sentra industri rumah tangga mebel daerah Kecamatan Ngemplak Boyolali. b. Mendeskripsikan pengetahuan tentang risiko paparan debu pekerja di sentra industri rumah tangga mebel daerah Kecamatan Ngemplak Boyolali. c. Mendeskripsikan perilaku pencegahan pekerja di sentra industri rumah tangga mebel daerah Kecamatan Ngemplak Boyolali. d. Mendeskripsikan gejala sakit mata pada pekerja di industri rumah tangga mebel di Kecamatan Ngemplak Boyolali. e. Menganalisis hubungan pengetahuan tentang risiko paparan debu dengan gejala sakit mata pekerja di industri rumah tangga mebel di Kecamatan Ngemplak Boyolali. 5 f. Menganalisis hubungan perilaku pencegahan dengan gejala sakit mata pekerja di industri rumah tangga mebel di Kecamatan Ngemplak Boyolali. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemilik Industri Mebel di Kecamatan Ngemplak Boyolali. Dapat menjadikan bahan pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan yang luas mengenai hubungan pengetahuan tentang risiko paparan debu dan perilaku pencegahan dengan gejala sakit mata pekerja industri rumah tangga mebel di Kecamatan Ngemplak Boyolali. 2. Bagi Pekerja Mebel Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada pekerja untuk melakukan pekerjaannya dengan aman dan baik. 3. Bagi Peneliti Lain Memberikan gambaran guna melakukan penelitian lanjutan dengan tema hubungan pengetahuan tentang risiko paparan debu dan perilaku pencegahan dengan gejala sakit mata. 6 7