koes bersaudara dalam pusaran politik 1960-1967

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KOES BERSAUDARA DALAM PUSARAN POLITIK
1960-1967
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Sejarah
Oleh
Rahmad Fauzan. H
NIM 114314008
PROGRAM STUDI SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2017
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO:
“It’s hard to hold the hand of anyone who is reaching for the sky just to
surrender.”
(Leonard Cohen)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi berjudul "Koes Bersaudara dalam Pusaran Politik, 1960-1967" ini
penulis persembahkan untuk kedua orang tua tersayang yang telah mewariskan
cita-citanya yang besar kepada saya. Karya ini juga dipersembahkan untuk
almamater Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul "Koes Bersaudara Dalam Pusaran Politik 19601967" ini bertujuan untuk menjawab tiga permasalahan. Pertama, menentukan
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketegangan antara Koes Bersaudara
dan Pemerintah Demokrasi-Terpimpin pada periode 1960-1967. Kedua,
menganalisa upaya Pemerintah Demokrasi-Terpimpin untuk memutus gelombang
budaya pop Barat, terkait dengan Koes Bersaudara. Ketiga, menganalisa dampak
dari ketegangan yang terjadi antara Pemerintah Demokrasi-Terpimpin dan Koes
Bersaudara.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka. Analisis dilakukan dengan
menggunakan metode heuristik (pengumpulan data), kritik sumber, analisis
sumber hingga penulisan. Studi ini menggunakan pendekatan politik dan budaya
untuk memahami penyebab terjadinya ketegangan antara Pemerintah DemokrasiTerpimpin dan Koes Bersaudara. Konsep politik adalah panglima dan budaya
populer pada masa Demokrasi-Terpimpin digunakan sebagai landasan teori untuk
menggambarkan dinamika politik dan budaya pada masa itu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem politik yang absolut akan
runtuh karena hegemoni budaya populer. Dalam prakteknya, ketegangan tidak
hanya dipicu oleh permasalahan antara pemerintah dengan Koes Bersaudara,
melainkan terdapat gejala lain yakni peran media. Pemerintah DemokrasiTerpimpin menggunakan media untuk membuat propaganda sebagai upaya
melawan budaya populer.
Kata Kunci: Koes Bersaudara, Demokrasi-Terpimpin.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
This study aims to address three issues. First, is to find out the factors of
conflicts emergence beetwen Koes Bersaudara and Demokrasi-Terpimpin
Government in period of 1960-1967. Second, is to analyze the effortof
Government to stop the spread of pop culturestatements related to Koes
Bersaudara. Third, is to analyze the impact of the turmoil of conflicts beetwen
Demokrasi-Terpimpin Government and Koes Bersaudara.
This research is literature study. Analyses were performed using heuristic
methods, criticism, thus analysis of sources to historiography. This study used
political and cultural approaches to understand the causes of the conflicts beetwen
Demokrasi-Terpimpin Government and Koes Bersaudara. The concept of politik
adalah panglima and popular culture in Demokrasi-Terpimpin era is used as
basically theoretical to obtain a picture of the political and cultural dynamics in
that moment.
The results showed that the political system of absolutism would
collapsed after the hegemony of popular culture. In practice, the conflict not only
triggered by a problem beetwen a government and Koes Bersaudara, but there
were other symptoms that occur such as role of media. Demokrasi-Terpimpin
Goverment used the media to made propaganda as an effort to fought popular
culture.
Keywords: Koes Bersaudara, Demokrasi-Terpimpin.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Skripsi ini menyita banyak waktu dan pikiran dan sangat melelahkan.
Namun, semua itu terbayar dengan terselesaikannya skripsi ini, meskipun agak
terlambat. Tentu saja, banyak ucapan terima kasih yang harus disampaikan.
Pertama, saya ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang selalu
mendukung dan mendoakan, serta perjuangan mereka yang tidak kenal lelah.
Tanpa mereka skripsi ini akan menjadi lebih berat.
Kemudian, ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada kedua
saudara; untuk Abang, Hervin Saputra, yang sering menjadi teman diskusi; juga
kepada kakak, Fitri Novia Heryani, terima kasih karena sudah berjuang demi
kuliah saya sepertihalnya kedua orang tua saya sendiri. Terimakasih juga saya
ucapkan kepada Tante Tati tersayang. Tante Tati adalah tempat mengadu dan
dengan baik hati membantu saya selama masa-masa sulit di tanah rantau.
Kemudian teman-teman, terutama teman-teman sejarah angkatan 2011.
Untuk Riko "Ucok", yang berhasil menghibur selama masa-masa sulit di
perkuliahan. Yasmine, yang sudah memberi bantuan dan dukungan yang sangat
berpengaruh bagi terselesaikannya skripsi ini. Deslin, terimakasih untuk
dukungannya yang membakar semangat. Juan, adalah teman yang selalu
menyegarkan pikiran saya selama masa perkuliahan. Bito, terimakasih karena
sudah menjadi pelipur di saat-saat saya harus melepaskan penat.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh jajaran dosen
Sejarah; Bu Ning, terimakasih atas bimbingannya; Pak Hery, Pak Sandiwan, Pak
Rio, Pak Pur, Pak Yerry, dan Pak Heri Priyatmoko. Terimakasih semuanya.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Terimakasih untuk semua teman-teman sejarah dan kerabat; Amor, Belo,
Popon, Penyik, Ndoi, Novi, Elsa, Lisa, Toni, Lalong, Erik, Wowok, Desi, Marni,
Mbak Dyah, Kevin Rinangga, Jeray, Dede, Adul, dan semua yang telah
membantu namun tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terimakasih semuanya.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... iii
MOTTO ........................................................................................................................ iv
PERSEMBAHAN ......................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................................... vi
LEMBAR PERSETUJUAN AKADEMIS .................................................................. vii
ABSTRAK ................................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR .................................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ............................................................. 5
C. Perumusan Masalah ........................................................................................ 6
D. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6
E. Manfaat Penelitian........................................................................................... 7
F. Kajian Pustaka ................................................................................................. 7
G. Kerangka Berpikir.......................................................................................... 12
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H. Metode Penelitian .......................................................................................... 14
I. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 16
BAB II SITUASI POLITIK-BUDAYA DI INDONESIA 1960-1965:
PERANG MELAWAN IMPERIALISME BARAT
18
A. Situasi Politik dan Budaya ............................................................................. 19
B. Perang Melawan Imperialisme Barat ............................................................. 28
C. Target Lekra ................................................................................................... 34
BAB III UPAYA
PEMERINTAH
UNTUK
GELOMBANG BUDAYA POP BARAT
MEMUTUS
38
A. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah .................................................................. 38
B. Pernyataan-Pernyataan Pemerintah................................................................ 43
C. Represi Pemerintah dan Hegemoni Amerika Serikat .................................... 48
BAB IV DAMPAK KEKUASAAN DEMOKRASI-TERPIMPIN
TERHADAP KOES BERSAUDARA ........................................................ 55
A. Larangan Bagi Koes Bersaudara.................................................................... 56
B. Lagu-Lagu Setelah Demokrasi Terpimpin: Kritik Terhadap
Soekarno ........................................................................................................ 62
1. Kritik Dalam Lirik ..................................................................................... 64
2. Hegemoni, Represi dan Koes Bersaudara .................................................. 69
BAB V KESIMPULAN ............................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 74
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Grup musik Koes Bersaudara didirikan pada tahun 1960 di Jakarta oleh lima
bersaudara yakni Koesdjono (Jon), Koestono (Tonny), Koesnomo (Nomo), Koesyono
(Yon), dan Koesroyo (Yok).1 Saat pertama kali muncul di hadapan publik, grup
musik ini bernama Kus Brothers atau Kus Bros. Musik mereka dipengaruhi oleh
musisi-musisi Barat seperti Everly Brothers dan Kallin Twin2. Tidak hanya dalam hal
musik, tetapi cara berpakaian dan nama yang mereka pakai juga berasal dari Barat,
terutama Everly Brothers, grup musik beraliran rock n roll era 1950-an di Amerika
Serikat. Pada awal 1960-an, konsep grup musik bersaudara Everly Brothers
diadaptasi oleh Koes Bersaudara di Indonesia.
Dari silsilah keluarga, mereka merupakan keturunan bangsawan Tuban.
Koeswoyo bersaudara merupakan generasi ke 7 keturunan (trah) Sunan Muria di
Tuban. Ibu mereka adalah keponakan dari Bupati Tuban pada zaman penjajahan
Belanda. Koeswoyo bersaudara menghabiskan masa kecilnya di kota Tuban, Jawa
Timur. Tahun 1952 Koeswoyo dan keluarga pindah ke Jakarta karena di mutasi dari
Tuban ke Jakarta. Koeswoyo bekerja sebagai pegawai negeri di Kementrian Dalam
Steven
Farram,
2007,
“Koes
Bersaudara”,
http://www.garagehangover.com/koesbersaudara/ . Diunduh pada tanggal 14 Desember
2016.
2
ibid.
1
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Negeri. Di Jakarta, mereka sekeluarga menempati rumah di jalan Mendawai III, No.
14, Blok C, Kebayoran baru, Jakarta Selatan.3
Kepindahan keluarga Koeswoyo ke Jakarta memberikan pengaruh yang
cukup besar bagi ke lima bersaudara ini untuk bermain musik. Era 1960-an awal,
gelombang besar musik-musik populer dari Amerika Serikat-Inggris masuk ke
Indonesia terutama di kota-kota besar. Salah satunya dan yang paling utama ialah
Ibukota Jakarta. Musik-musik Amerika Serikat-Inggris tersebut masuk dan tersebar
luas di Indonesia melalui impor piringan hitam, majalah, film-film Hollywood, dan
radio.
Di awal tahun 1960-an, terdapat dua radio lokal yakni, RRI, radio milik
pemerintah yang pada waktu itu sedang berupaya melawan pengaruh imperialisme,
dan radio milik Angkatan Udara. Ironisnya, secara politik, pemerintah pada saat itu
tidak suka terhadap hal-hal yang berbau imperialis, tetapi salah satu lagu dari album
pertama Koes Bersaudara justru dirilis dan mengudara di RRI, radio yang dikenal
dengan lagu-lagu beraliran nasionalis.4
Koes Bersaudara merilis album pertama mereka antara tahun 1961-1962.5
Lagu-lagu dari album tersebut di antaranya adalah Dara Manisku, Bis Sekolah, dan
Telaga Sunyi. Lagu-lagu tersebut dipengaruhi oleh band-band Barat salah satunya
The Beatles.
“Yon Koeswoyo”, www.wikipedia.com. Diunduh pada tanggal 10 Desember 2016.
Steven Farram, 2007, Wage War Against Beatle Music, Sydney: hlm. 248.
5
Steven
Farram,
2007,
“Koes
Bersaudara”,
http//:www.garagehangover.com/koesbersaudara/. Diakses pada tanggal 14 Desember 2016.
3
4
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Di tahun-tahun awal karirnya, Koes Bersaudara hidup di tengah situasi
bahwa musik tidak dapat dilepaskan dari politik. Seperti yang diungkapkan oleh Amir
Pasaribu,
“Seniman tidak berpolitik, itu benar, tidak berpolitik gerakan
subversif. 1001 kali seniman tidak berpolitik, 1001 kali pula politik akan
mentjampuri seni dan seniman. Seniman itu peserta. Ia pal di tengah2
kehidupan bangsa dan masjarakatnya. Ia bukanlah penonton., spectateur
... ia pemikir. Tiap masalah jang dihadapi harus didjawabnja. Dengan
sungguh2. Dengan djudjur. Memikirkan nasib kemadjuan bangsanja
dalam pemikiran semua segi hidupnja. Dan ia bergiat untuk
menjelamatkan bangsanja dari kerugian. Ia akan bergiat....”6.
Kemudian Njoto, sebagai petinggi Lekra juga mengatakan bahwa,
“Djika kita menghindarinja [politik], kita akan digilas mati olehnja. Oleh
sebab itu dalam hal apapun dan kapan sadjapun, politik harus menuntun segala
kegiatan kita: Politik adalah panglima!”7
Njoto
merupakan
inisiator,
pengurus,
sekaligus
anggota
Lembaga
Kebudayaan Rakyat (Lekra), lembaga kebudayaan yang punya pengaruh besar pada
waktu itu. Lekra juga memiliki kedekatan dengan Presiden Soekarno dan PKI.
Menurut Ketua C.C. PKI D.N. Aidit dan dikutip oleh Roma Dwi Aria Yuliantri dan
Muhidin M. Dahlan dalam bukunya Lekra Tidak Membakar Buku, Lekra merupakan
“keluarga komunis”8. Lekra berjalan di bawah komando “politik sebagai panglima”9
di mana Indonesia tengah melakukan Revolusi yang menolak keras segala sisa-sisa
kolonialisme dan pengaruh yang datang dari negara imperialis Barat.
6
Roma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, 2008, Lekra Tidak Membakar
Buku, Jogjakarta: hlm. 26.
7
ibid.
8
Ibid., hlm. 63.
9
Istilah ‘politik sebagai panglima’ pertama kali diucapkan oleh Njoto dalam pidato
di Kongres Nasional I Lekra. ibid., hlm. 25.
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Koes Bersaudara berada di sisi-sisi yang berlawanan dengan arus politik
pada masa itu, sehingga, gaya bermusiknya kemudian dianggap ilegal. Kritik datang
dari berbagai pihak, mulai dari lembaga kebudayaan, pejabat tinggi negara, hingga
Presiden Soekarno. Pada Konferensi Nasional I Lekra di Bali tanggal 25-27 Agustus
1962, persoalan musik ngak-ngik ngok tidak luput dari sorotan.10
Kemudian, sorotan juga datang dari Dr. Chairul Saleh, Wakil Perdana
Menteri III/Menko Kompartemen Pembangunan, dalam sambutannya pada hari
terakhir Konferensi Sastra dan Seni Indonesia di Jakarta yang diselenggarakan oleh
PKI dari tanggal 27 Agustus sampai 2 September 1964. Dr. Chairul Saleh menyorot
permasalahan budaya populer yang dianggap dapat melemahkan revolusi. 11
Puncaknya bulan Juni 1965, Koes Bersaudara dipaksa turun dari panggung
ketika membawakan lagu The Beatles, I Saw Her Standing There, oleh sekelompok
massa. Sehari berikutnya, Koes Bersaudara dijebloskan ke penjara Glodok di Jakarta
10
Berikut ketetapan Lekra terkait musik ngak ngik ngok beserta produk-produk yang
mendukung persebarannya di Indonesia, “Dalam bidang musik dan tari, pekerja-pekerja
kebudayaan Lekra memeras keringat untuk melakukan registrasi sedetail-detailnya karya tari
dan musik daerah yang jumlahnya sangat kaya itu sebagai warisan kekayaan bangsa yang
mesti dipelihara. Juga, mengikuti pidato-pidato Presiden Soekarno, Lekra juga berketetapan
agar Lekra menghambat dan menghantam peredaran musik ngak ngik ngok dan piringanpiringan hitam impor dari negeri-negeri imperialis. Menjamurnya band-band juga turut
disoroti Lekra. Menurut Lekra, sesudah larangan Manipol terhadap musik-musikan dan
dansa-dansian jahat, timbul band-band yang nama dan kulit pemainnya saja buatan Indonesia,
sedang isi, bentuk, dan gaya musik-musiknya dan dansa-dansian yang mereka sajikan justru
menurut Manipol ilegal”ibid., hlm. 44-45.
11
Berikut ungkapan Dr. Chairul Saleh terkait musik ngak ngik ngok, “...Karja2 jang
dinilai indah dari segi sastra dan seni, tetapi melemahkan semangat berdjuang dan
bertentangan dengan kepentingan Revolusi, harus kita tolak, seperti kita menolak masuknja
film2, lagu2, dan segala matjam kebudajaan ngak-ngik-ngok jang tidak sesuai dengan
kepribadian kita atau bertentangan dengan semangat Revolusi kita, jang anti imperialisme
dan anti feodalisme...”ibid., hlm. 56.
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pusat12 selama tiga bulan. Satu hari sebelum peristiwa 30 September 1965, Koes
Bersaudara dibebaskan tanpa adanya penjelasan.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Studi ini membatasi permasalahan pada ketegangan-ketegangan yang terjadi
antara Koes Bersaudara dan pemerintah Demokrasi Terpimpin. Ketegangan tersebut
dilihat melalui kebijakan-kebijakan pemerintah serta pernyataan-pernyataan yang
menunjukkan adanya konflik di antara keduanya.
Penulisan skripsi ini dibatasi waktunya yakni tahun 1960-1967. Periode ini
dipilih karena pencarian identitas bangsa yang diusung oleh Presiden Soekarno pada
waktu itu terganggu oleh kehadiran Koes Bersaudara dengan musik Barat. Dalam
rentang tahun 1960-1965, dapat dilihat berbagai peristiwa yakni berdirinya Koes
Bersaudara pada 1960, dirilisnya album perdana grup musik ini pada tahun 19611962, penyerangan terhadap Koes Bersaudara di sebuah acara di rumah Kolonel
Koesno di Jakarta pada tahun 1965, penahanan Koes Bersaudara di tahun yang sama,
hingga dirilisnya album To The So-Called The Guilties pada tahun 1967.
Ada tiga masalah yang dikaji, yakni:
1. Faktor-faktor penyebab terjadinya ketegangan antara Koes Bersaudara dengan
pemerintahan Demokrasi Terpimpin.
12
CNN Indonesia, 3 November 2016, Koes Bersaudara Rela Masuk Bui Demi
Indonesia.
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Upaya pemerintah untuk memutus gelombang budaya pop Barat, terkait dengan
Koes Bersaudara.
3. Dampak kebijakan dan pernyataan pemerintah terhadap Koes Bersaudara.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut ini:
1. Mengapa terjadi ketegangan antara Koes Bersaudara dengan pemerintah
Demokrasi Terpimpin?
2. Apa saja cara yang ditempuh pemerintah untuk memutus gelombang budaya pop
Barat, terkait dengan fenomena Koes Bersaudara?
3. Bagaimana dampak kebijakan dan pernyataan pemerintah bagi Koes Bersaudara?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan penyebab terjadinya ketegangan antara Koes Bersaudara dengan
Pemerintah.
2. Menjelaskan upaya pemerintah untuk memutus gelombang budaya pop Barat,
terkait dengan fenomena Koes Bersaudara.
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Menjelaskan dampak kebijakan dan pernyataan-pernyataan pemerintah bagi Koes
Bersaudara.
E. Manfaat Penelitian
1. Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khazanah sejarah politik dan
kaitannya dengan seni musik pada tahun 1960-1967 di Indonesia.
2. Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat mendorong peneliti, pemerhati sejarah,
sosial, dan budaya untuk mengkaji lebih jauh mengenai sejarah politik di Indonesia
pada masa Demokrasi Terpimpin.
F. Kajian Pustaka
Ada sejumlah kajian tentang musik populer, antara lain yang dikerjakan oleh
Steven Farram13. Dalam kajiannya dijelaskan tenang sejarah hubungan politik-seni
musik di Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin yang menganggap bahwa musisi
seperti The Beatles adalah perusak moral bangsa dan anti-revolusioner. Buku tersebut
membahas dinamika politik di Indonesia dalam kaitannya dengan musik populer,
terutama mengenai ketegangan antara Pemerintah Demokrasi Terpimpin dan Koes
Bersaudara. Di dalam buku ini juga disebutkan musisi pop lainnya seperti Lilis
13
Steven Farram, 2007, Wage War Against Beatle Music, Sidney.
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Suryani, yang mendapat teguran dari Presiden Soekarno karena lagunya dianggap
kebarat-baratan.
Buku ini memiliki data-data tentang kebijakan-kebijakan yang terkait
dengan musik-musik populer Amerika Serikat dan Inggris, khususnya Koes
Bersaudara. Menurut Steven Farram, Koes Bersaudara adalah kambing hitam atas
kepentingan politik dan tidak dapat dilepaskan dari Perang Dingin, karena Koes
Bersaudara adalah target yang paling mudah untuk ditangkap.14
Lekra juga dibahas dalam buku ini sebagai organisasi yang mendukung
pemerintah. Organisasi tersebut menjadi senjata bagi pemerintah untuk memerangi
budaya imperialisme Barat, termasuk Koes Bersaudara. Dalam buku ini, peran Lekra
dikatakan cukup besar, terutama karena ketentuan yang dibuat oleh lembaga ini
terkait dengan musik-musik pop dari Amerika Serikat dan Inggris. Selain itu, buku ini
juga menjelaskan bahwa Lekra kecewa terhadap Koes Bersaudara karena grup musik
ini menolak tawaran untuk bergabung dengan lembaga tersebut.
Buku ini juga memperlihatkan hubungan antara Koes Bersaudara dengan
militer, yakni pada saat Kolonel Koesno mengundang grup musik ini untuk tampil di
rumahnya pada suatu acara dan meminta Koes Bersaudara membawakan lagu-lagu
pop Barat. Pada saat itulah terjadi kerusuhan di luar rumah Kolonel Koesno.
Sekelompok massa mendatangi rumah tersebut dan meminta Koes Bersaudara
berhenti membawakan lagu-lagu pop Barat.
14
Hal ini diungkapkan oleh Steven Farram dalam dialog langsung dengan penulis
melalui e-mail pada tanggal 11 Januari 2017.
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan demikian, buku ini dapat dikatakan cukup komprehensif. Namun,
terdapat kontradiksi dalam buku ini terkait dengan hubungan pemerintah dan Koes
Bersaudara. Buku ini mengatakan ada dua versi tentang hubungan Koes Bersaudara
dengan pemerintah terkait dengan rencana pengiriman mereka ke Malaysia, yakni
sebagai agen yang bekerja untuk pemerintah dan/atau sebagai agen untuk melawan
pemerintah.15
Kontradiksi di atas, tidak dijelaskan lebih lanjut dalam buku ini dan
dibiarkan begitu saja. Studi ini memilih salah satu dari kontradiksi tersebut, yakni
asumsi bahwa Koes Bersaudara dikirim ke Malaysia sebagai agen yang bekerja untuk
pemerintah. Dengan menggunakan teori hegemoni, pemenjaraan Koes Bersaudara
bisa dipandang sebagai pengendalian kesadaran masyarakat agar tidak mengetahui
rencana pemerintah yang sebenarnya. Dengan demikian, teori tersebut dapat
mendukung asumsi bahwa pemenjaraan Koes Bersaudara adalah upaya pemerintah
menjadikan grup musik tersebut sebagai agen.
Dalam kajian Heirs To World Culture, Jennifer Lindsay, dkk.,16 menjelaskan
hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat melalui perspektif budaya
periodisasi 1950-1965. Kumpulan essei ini diterbitkan oleh Koninklijk Instituut voor
Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV), (Royal Netherlands Institute of Southeast
Asian and Caribbean Studies) tahun 2012 di Belanda.
15
ibid.,
16
Jennifer Lindsay, dkk., 2012, Heirs The World Culture, 1950-1965,
Leiden: Brill. Kajian ini merupakan kumpulan essei dari beberapa pengkaji sejarah
dan budaya.
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Buku ini pada beberapa bagian menyoroti perkembangan masuknya musik
populer dari Amerika Serikat dan Inggris beserta pengaruhnya terhadap kemunculan
Koes Bersaudara, meskipun tidak terlalu banyak disinggung. Namun, buku ini
menjelaskan dengan sangat komprehensif situasi ketegangan poltik dan budaya yang
terjadi dalam kurun waktu 1950-1965.
Dalam kajian Postmodernisme Dan Budaya Pop,17 Angela Mc Robbie
mengatakan bahwa,
“Postmodernisme telah masuk ke dalam berbagai perbendaharaan kata jauh lebih
cepat daripada kategori-kategori intelektual lain. Dia menyebar ke ranah sejarah seni
sampai dengan teori politik dan sampai pada halaman-halaman majalah budaya anak
muda, . . .”
Dalam buku ini, dijelaskan bagaimana budaya populer Amerika Serikat,
termasuk musik, memengaruhi kehidupan sosio-budaya di negara lain. Secara
teoretis, Mc Robbie juga menyinggung bahwa pengaruh tersebut memiliki hubungan
dengan upaya Amerika Serikat untuk menjadi negara yang berkuasa dunia dengan
menjual budaya mereka ke negara Dunia ke-3.
Sarana yang digunakan oleh Amerika Serikat dalam upaya hegemoni
tersebut juga dibahas dalam buku ini, seperti radio, piringan hitam, dan majalah, di
mana hal-hal tersebut mempengaruhi gaya bermusik Koes Bersaudara. Tulisan
Angela Mc Robbie dapat membantu skripsi ini karena objek yang dikaji adalah anak
muda, budaya populer, dan politik. Begitu pula dengan Koes Bersaudara, di mana
selama
periode
waktu
1960-1965
mereka
17
adalah
golongan
anak
muda,
Angela Mc Robbie, Postmodernisme Dan Budaya Pop, 2014, Bantul:
Kreasi Wacana.
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengkonsumsi budaya populer Amerika Serikat, dan direpresi oleh Pemerintah
Demokrasi Terpimpin.
Buku ini bukanlah suatu kajian sejarah dan sama sekali tidak membahas
masalah budaya populer dan politik di Indonesia, namun teori dalam buku tersebut
dapat diacu dengan permasalahan yang berbeda, yaitu, pelarangan musik di Indonesia
periode 1960-1965 studi kasus Koes Bersaudara.
Philip Yampolsky18, dalam kajian Three Genres of Indonesian Music: Their
Trajectories in the Colonial Era and After menjelaskan persoalan perkembangan
musik di Indonesia dalam kurun waktu yang cukup panjang, yaitu 1700-sekarang.
Tiga genre yang dimaksud dalam buku ini adalah; kroncong, stambul, dan gambang
kromong. Artikel ini menggambarkan dengan jelas bagaimana, misalnya, musik
kroncong mengadaptasi gaya musik Amerika Serikat yang tengah marak di Indonesia
pada awal dekade 1950-an. Model adaptasi musik kroncong tersebut dalam skripsi ini
akan dibandingkan dengan model Koes Bersaudara mengadaptasi musik populer
Barat dalam lagu-lagunya. Karena pengaruh musik populer Amerika Serikat bagi
Koes Bersaudara maupun musik kroncong merupakan dampak dari media massa
seperti radio dan piringan hitam.
Berbeda dengan sumber-sumber sebelumnya, yang memuat musik dalam
skala kecil, artikel ini lebih menekankan pokok pembahasannya lebih mendalam
terhadap sejarah musik, terutama pada perubahan musik-musik lokal akibat pengaruh
18
Philip, Yampolsky, 2013, Three Genres Of Indonesian Popular Music,
Amerika Serikat: University Of Texas Press.
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
budaya musik populer Barat ke Indonesia, khususnya Eropa-Amerika Serikat.
Periodisasi yang membatasi setiap zaman dalam artikel ini, dibuat secara kronologis.
Ini cukup memudahkan peneliti dalam hal melacak permasalahan dan hubungan yang
menentukan adaptasi atas musik populer Eropa-Amerika Serikat.
Hanya saja, perhatian yang terlalu terkonsentrasi pada perubahan musik
mengurangi porsi peran media terkait masuknya musik Eropa-Amerika di Indonesia.
Baik studi ini dan artikel karya Philip Yampolsky keduanya sama-sama membahas
tentang pengaruh musik populer di Indonesia. Perbedaannya adalah karya Philip
Yampolsky ini melihat pengaruh budaya populer Barat terhadap musik lokal,
sedangkan skripsi Koes Bersaudara Dalam Pusaran Politik 1960-1967 melihat
pengaruh tersebut terhadap musisi pop, yakni Koes Bersaudara. Artikel ini diterbitkan
pada tahun 2013 oleh University of Texas Press.
G. Kerangka Berpikir
Teori yang akan dipakai sebagai alat analitis dalam skripsi ini, yakni, teori
budaya populer yang dijelaskan oleh Dominic Strinati dalam bukunya yang berjudul
Popular Culture: Pengantar Menuju Budaya Populer19. Teori tersebut dipilih karena
hubungan antara budaya populer dan kekuasaan yang dijelaskan oleh Dominic
19
Dominic Strinati, 2010, Popular Culture: Pengantar Menuju Budaya
Populer, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Strinati relevan dengan kasus Koes Bersaudara sebagai bagian dari budaya pop yang
mendapat tekanan dari pihak penguasa pada era Demokrasi Terpimpin.
Seperti halnya Pemerintah Demokrasi Terpimpin, teori budaya populer
menganggap bahwa produk budaya populer seperti musik, film, dan sebagainya, akan
mencerabut generasi muda dari autentisitas budayanya. Hal yang membedakan antara
pemikiran Pemerintah Demokrasi Terpimpin dengan teori budaya populer ialah,
tindakan represif yang dimiliki oleh pemerintah. Sementara, teori budaya populer
hanya berusaha menjelaskan budaya populer tersebut.
Pada dasarnya, antara teori dan praktik tersebut dapat dikatakan relevan. Ada
tiga hal yang menjadikannya relevan. Pertama, baik teori budaya populer ataupun
Pemerintah Demokrasi Terpimpin, keduanya sama-sama menolak budaya populer
yang berasal dari Amerika Serikat dan Inggris. Kedua, keduanya sama-sama
menganggap budaya populer sebagai sesuatu yang mencerabut generasi muda dari
akar budayanya. Ketiga, budaya populer mengancam kebudayaan nasional, yang
sedang diusung sebagai tema Revolusi oleh Pemerintah Demokrasi Terpimpin.
Koes Bersaudara adalah objek yang tepat dalam penulisan skripsi ini. Ada
empat alasan terkait dengan hal ini. Pertama, Koes Bersaudara adalah grup musik
yang dilarang pada masa Pemerintah Demokrasi Terpimpin. Kedua, Koes Bersaudara
dianggap sebagai sekumpulan anak muda yang tercerabut dari akar budayanya.
Ketiga, Koes Bersaudara dianggap mengancam kebudayaan nasional, sehingga
pemerintah memenjarakan anggota grup musik ini agar tidak melanjutkan kegiatan
bermusik mereka. Keempat, pemerintah memiliki kepentingan politik tersendiri
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dibalik pelarangan terhadap Koes Bersaudara. Dengan demikian, teori budaya
populer dapat menghubungkan antara kekuasaan dan budaya populer, serta
menjelaskan hubungan tersebut dalam konteks sejarah.
Beberapa konsep dari hegemoni Gramsci20 juga dipakai dalam skripsi ini.
Khususnya dalam melihat permasalahan dalam konteks Perang Dingin. Aparaturaparatur negara yang terbagi-bagi dan melakukan tugasnya sebagai alat represi negara
sesuai dengan kenyataan yang terjadi selama periode Demokrasi Terpimpin. Sebagai
contoh, untuk menghapus pengaruh Koes Bersaudara, negara bersama-sama dengan
kaum intelektual yang tergabung ke dalam Lekra, untuk melakukan tindakan represif.
Represi tersebut sangat jelas, kebijakan-kebijakan dan bahkan pemenjaraan dilakukan
oleh negara sebagai upaya merebut hegemoni kekuasaan.
Dampak dari represi negara terhadap Koes Bersaudara juga dianalisa dari
kacamata hegemoni Gramsci untuk menjelaskan kecenderungan politiknya.
Kecenderungan politik tersebut akan tampak pada karya-karya Koes Bersaudara
setelah dibebaskan dari penjara. Hegemoni Gramsci akan menunjukkan keterkaitan
antara represi negara, sikap apolitis Koes Bersaudara, dan perubahan Koes
Bersaudara dari apolitis menjadi politis setelah kekuasaan yang merepresi mereka
tumbang.
20
Nezar Patria dan Andi Arief, 2009, Antonio Gramsci: Negara Dan Hegemoni,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H. Metode Penelitian
Pada dasarnya, penelitian ini menggunakan empat tahap dalam metode
sejarah, yakni, heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Penelitian ini
menggunakan sumber-sumber pustaka. Data yang dikumpulkan terdiri dari sumber
peristiwa dan sumber teroretis. Buku Wage War Against Beatles Music dan Lekra
Tidak Membakar Buku merupakan sumber utama dalam studi ini. Kesulitan utama
dalam pengumpulan sumber ialah menemukan sumber-sumber tentang Koes
Bersaudara. Grup musik ini, meskipun terkenal, tidak tercatat dengan baik dalam
sejarah Indonesia.
Kesulitan tersebut berakhir ketika Steven Farram, penulis Wage War Against
Beatles Music, merespon pesan elektronik penulis dan mau untuk berdiskusi via
email sekaligus mengirimkan bukunya dalam bentuk soft copy. Kontak melalui email
tersebut berjalan kurang lebih selama 4-5 bulan dan memberikan bantuan yang sangat
besar.
Proses pengumpulan sumber tidak selalu berjalan dengan lancar. Selain
menghubungi Steven Farram, juga dihubungi Felix Dass, seorang pengamat seni.
Pencarian Felix Dass cukup sulit, setelah berhasil dihubungi ternyata Felix Dass tidak
paham tentang Koes Plus. Felix Dass dihubungi lewat berbagai macam media sosial.
Setelah melewati proses mengumpulkan sumber, langkah selanjutnya ialah
melakukan kritik terhadap sumber. Penelitian ini telah menyisihkan banyak data
mengenai periode Demokrasi Terpimpin dan ditinggalkan dalam buku catatan serta
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
draft. Terutama data yang berasal dari buku Lekra Tidak Membakar Buku. Pada
awalnya, data yang tidak dipakai tersebut membantu dalam memahami situasi dunia
politik dalam kaitannya dengan seni pada masa Demokrasi Terpimpin, tetapi, ketika
penelitian sudah mulai mengerucut, data-data tersebut akhirnya harus dibuang karena
tidak memiliki keterkaitan dengan Koes Bersaudara.
Tahap berikutnya adalah interpretasi. Pada tahap ini teori mulai digunakan
untuk menganalisa data yang sudah melalui proses kritik sumber. Interpretasi adalah
proses yang paling menyenangkan dalam penelitian ini, meskipun tidak
menghilangkan kesulitan-kesulitan. Salah satu cara yang paling ampuh dalam
melakukan interpretasi ialah dengan meyakinkan diri atas pemahaman yang didapat
setelah menganalisa data menggunakan teori. Secara umum, interpretasi berjalan
dengan lancar. Setelah melewati proses pengumpulan sumber, kritik sumber, dan
interpretasi di atas, penelitian ini sampai pada historiografi, yakni hasil akhir yang
menjadi pokok bahasan studi ini.
I. Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi ke dalam lima Bab,
BAB I, berisi pendahuluan yang membahas latar belakang, tujuan dan
manfaat penulisan, tinjauan pustaka, kerangka berpikir, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dalam BAB II, dijelaskan kondisi politik dan budaya tahun 1960-1965.
Dalam Bab II juga dijelaskan mengenai Perang melawan imperialisme Barat, dan
Target Lekra, tentang keterlibatan Lekra dalam memberantas budaya Barat.
BAB III menjelaskan upaya pemerintah untuk memutus gelombang budaya
pop Barat terkait Koes Bersaudara. Dalam Bab III dibahas mengenai Kebijakan dan
Pernyataan pemerintah, Represi Pemerintah, dan Hegemoni Amerika Serikat terkait
dengan budaya populer.
Dalam BAB IV dibahas dampak ketegangan bagi Koes Bersaudara. Bab IV,
juga berisi tentang Larangan Terhadap Koes Bersaudara, Lagu-Lagu Setelah
Demokrasi Terpimpin: Kritik Terhadap Soekarno, yang mencakup persoalan kritik di
dalam lirik, juga mengenai hegemoni dan represi.
BAB V merupakan kesimpulan atas keseluruhan pembahasan penelitian ini.
Kesimpulan akan menjawab secara singkat jawaban-jawaban dari rumusan masalah.
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
SITUASI POLITIK-BUDAYA DI INDONESIA 1960-1965:
PERANG MELAWAN IMPERIALISME BARAT
Bab ini menjelaskan peristiwa politik di Indonesia pada masa Demokrasi
Terpimpin, yang melatarbelakangi ketegangan antara Koes Bersaudara dan
pemerintah. Seperti yang telah diketahui, bahwa masa Demokrasi Terpimpin, akibat
dorongan politik, semangat bermusik di Indonesia dipenuhi oleh upaya pencarian
identitas budaya nasional. Realitas ini kemudian bersinggungan langsung dengan
peristiwa interaksi budaya serta ketegangan yang menyertainya; antara budaya
populer, pemerintahan Soekarno, dengan grup musik Koes Bersaudara.
Masa Demokrasi Terpimpin merupakan periode di mana musik begitu
berdekatan dengan politik. Pemerintah menjaga wilayah kebudayaan dengan prinsipprinsipnya untuk mengukuhkan wujud asli budaya nasional. Sikap tersebut
mengarahkan budaya agar berkesesuaian dengan arah politik Demokrasi Terpimpin.
Politisasi musik dilakukan dengan keseriusan yang melembaga; pada tanggal 17
Agustus 1950 berdiri sebuah lembaga yang menyandang tugas menemukan identitas
budaya nasional, yang dikenal sebagai Lembaga Kebudajaan Rakjat (LEKRA).
Lekra sangat mempengaruhi situasi politik-budaya di Indonesia pada tahun
1960-1965. Kekuatan lembaga tersebut sangat besar, terutama bagi seniman-seniman
yang mereka anggap sebagai kontra revolusi. Lekra adalah lembaga berhaluan kiri.
Tokoh intelektual yang berpengaruh di lembaga ini merupakan bagian dari PKI,
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seperti Pramudya Ananta Tour yang merupakan pengagum negara-negara sosialis.
Dipengaruhi oleh Perang Dingin, lembaga ini memihak kepada Uni Soviet dan
menganggap Barat sebagai musuh.
Dengan demikian, Koes Bersaudara menjadi musuh bagi Lekra. Hal itu
disebabkan oleh; pertama, grup musik Koes Bersaudara telah dikenal di Malaysia dan
Singapura. Kedua, Koes Bersaudara tidak mengikuti haluan negara dalam berkarya,
alih-alih menciptakan lagu-lagu yang identik dengan Barat. Ketiga, grup musik ini
berpotensi sebagai agen tidak langsung pihak Barat dalam menyebarkan budaya
populer yang dianggap anti-revolusi oleh pemerintah pada masa Demokrasi
Terpimpin. Ketiga alasan tersebut sudah sangat cukup bagi Lekra untuk
mengkategorikan Koes Bersaudara sebagai musuh mereka. Ditambah lagi dengan
kepastian bahwa Soekarno memberikan dukungan.
A. Situasi Politik dan Budaya
“....dalam hal apapun dan kapan sadjapun, politik harus menuntun segala kegiatan kita:
Politik adalah panglima!”21
Jargon tersebut diungkapkan oleh Njoto pada Kongres Nasional Lekra I
yang diselenggarakan di Solo pada tanggal 24-27 Januari 1959, kira-kira setahun
sebelum berdirinya Koes Bersaudara, yakni tahun 1960. Pada periode tersebut, haluan
politik Soekarno mulai membelok perlahan ke kiri, yakni dari liberal ke sosialis.22
21
Roma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, 2008, op.cit., hlm. 25.
ibid., hlm. 16.
22
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perubahan haluan politik Soekarno tersebut juga disertai dengan bangkitnya PKI
sepanjang 1954-1955 yang berakhir dengan kembalinya PKI dalam poros utama
politik Indonesia dan menjadi empat besar pada Pemilu 1955.23
Pada masa Demokrasi Terpimpin, demokrasi hanya simbol yang diletakkan
pada slogan. Prinsip dari demokrasi ialah kedaulatan berasal dari rakyat, oleh rakyat,
untuk rakyat. Sikap anti terhadap budaya populer Amerika Serikat oleh Soekarno
tidak bisa dikatakan berasal dari rakyat, oleh rakyat, maupun untuk rakyat. Sebab,
secara politik, Soekarno bersitegang dengan Amerika Serikat setelah dukungan
bantuan negara adidaya tersebut kepada PRRI. Jadi, sikap anti terhadap budaya
populer yang dilakukan Soekarno adalah suatu kepentingan politik yang dilakukan
untuk negara tanpa ada persetujuan dari rakyat.
Pemerintahan Demokrasi Terpimpin dijalankan bersamaan dengan semakin
meluasnya pengaruh budaya populer Amerika di seluruh dunia. Di tengah-tengah
Perang Dingin, budaya populer adalah senjata Amerika Serikat dalam merebut
hegemoni dunia. Namun, pihak komunis yakni PKI dan kemudian Lekra lebih
mempengaruhi Soekarno daripada Amerika Serikat. Ditambah dengan hubungan
buruk Soekarno-Amerika Serikat yang memanas sejak PRRI, maka semakin jelas,
tidak ada kompromi bagi siapapun yang membawa pengaruh Amerika Serikat ke
Indonesia, termasuk Koes Bersaudara.
Keamanan nasional terancam di tahun pertama berdirinya Pemerintahan
Demokrasi Terpimpin. Beberapa tokoh melakukan pertemuan rahasia di daerah
23
ibid., hlm. 1.
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sumatra, yang hendak mengancam stabilitas nasional dengan mengganti struktur
pemerintahan, mulai dari presiden, militer, dan pelarangan partai politik.24 Di tahun
yang sama, terjadi satu percobaan pembunuhan terhadap Soekarno.25 Ancamanancaman terus berlanjut melalui gelombang radikal hingga tahun 1958. Salah satu
gelombang radikal terbesar adalah diumumkannya pemerintahan PRRI di Bukittinggi
pada tanggal 15 Februari 1958. Upaya pemberontakan ini mendapat dukungan dari
Amerika Serikat yang waspada terhadap Soekarno dan PKI. Dukungan Amerika
Serikat terhadap PRRI merusak hubungan luar negeri Indonesia-Amerika Serikat.26
Hubungan yang rusak tersebut berlarut-larut selama era Demokrasi Terpimpin dan
meluas hingga ke ranah budaya.
Kerusakan tersebut menjadi penentu bagi sikap politik Pemerintah
Demokrasi Terpimpin yang kemudian menjadi pro kiri. Pemerintah menganggap halhal yang berbau Amerika Serikat sebagai hal yang tidak sesuai dengan semangat
revolusi dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Situasi tersebut
menguntungkan bagi PKI. Tentu saja, perasaan anti-Amerika Serikat Soekarno, selain
muncul karena rasa curiganya terhadap negara tersebut yang mendukung PRRI, juga
Ricklefs menuliskan bahwa “Pada bulan September dan Oktober 1957, Kolonel
Simbolon dan para pembangkang militer lainnya di Sumatera, Kolonel Sumual dari gerakan
Permesta, dan Kolonel Lubis mengadakan beberapa pertemuan di Sumatera guna
mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka. Mereka meringkas tujuan mereka menjadi tiga
sasaran: diselenggarakannya pemilihan umum untuk memilih seorang presiden baru guna
mengakhiri kegiatan-kegiatan pro-PKI Sukarno, digantinya Nasution dan stafnya di pusat,
dan dilarangnya PKI.” M.C. Ricklefs, 2005, Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004, Jakarta:
hlm. 515.
25
ibid.
26
ibid., 518-520.
24
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dipengaruhi oleh PKI. Akibatnya, pada tahun 1960, PKI sudah memiliki wakilnya di
setiap lembaga pemerintahan.
Jika melihat gambaran besar politik Soekarno yang juga merupakan politik
negara pada waktu itu, disertai dengan kuatnya pengaruh PKI, jelas bahwa ideologi
yang dijunjung oleh pemerintah Demokrasi Terpimpin adalah ideologi komunis.
Meskipun Soekarno menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara Non-Blok,
namun konsep Nasionalis-Agama-Komunis (NASAKOM) merupakan bentuk
keberpihakan Indonesia pada Uni Soviet.
Pemikiran Soekarno tidak dapat dilepaskan dari pemikiran Marx dalam
melihat perkembangan budaya kapitalisme. Seperti yang pernah dikatakan Marx
mengenai gagasan penguasa dominan di dalam masyarakat bersama-sama dengan
kekuatan intelektual, terwujud di Indonesia pada masa Pemerintah Demokrasi
Terpimpin yakni penguasa bersama-sama dengan para intelektual yang tergabung ke
dalam Lekra mendominasi negara.27
Posisi Soekarno pada waktu itu adalah melawan negara imperialis yang juga
merupakan negara kapitalis. Jika dilihat dari perspektif Marx, maka dapat dikatakan
27
Dominic Strinati mengutip Marx dari German Ideology dalam kaitannya dengan
budaya populer, “Gagasan-gagasan kelas penguasa, di segala zaman, merupakan gagasangagasan yang berkuasa: misalnya kelas, yang merupakan kekuatan material yang dominan di
dalam masyarakat, pada saat yang sama sekaligus kekuatan intelektualnya. Kelas yang
memiliki sarana-sarana produksi material yang tersedia baginya, pada saat yang sama
mengendalikan berbagai sarana produksi mental, sehingga gagasan-gagasan mereka yang
tidak memiliki sarana-sarana produksi mental, pada umumnya, tunduk padanya ...individuindividu yang mengisi kelas penguasa ... kekuasaan sekaligus sebagai para pemikir, sebagai
penghasil gagasan, serta mengatur produksi maupun penyebaran gagasan pada zamannya.
Sebagai akibatnya, gagasan-gagasan mereka adalah gagasan yang berkuasa pada zamannya.”
Dominic Strinati, 2010, op.cit., hlm. 207.
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahwa Koes Bersaudara adalah manifestasi dari gagasan-gagasan dominan yang
lazim dalam masyarakat kapitalis. Soekarno menolak untuk tunduk dan dikendalikan
oleh gagasan-gagasan kapitalis, maka sebagai Presiden Demokrasi Terpimpin,
Soekarno harus menghentikan Koes Bersaudara. Kecurigaan yang muncul pada saat
itu mengenai Koes Bersaudara ialah adanya keterlibatan Amerika Serikat sebagai
negara kapitalis di belakang grup musik tersebut.28 Hal yang sama juga tercatat di
dalam biografi Yon Koeswoyo. Selama beberapa hari Yon Koeswoyo diinterogasi
terkait aktivitas bermusik mereka, petugas interogasi berulang-ulang kali bertanya
kepada Yon, tentang “Siapa di belakang anda?”.29
Sebagai negara anti-kapitalis dan kuatnya pengaruh komunis dalam dunia
politik Indonesia, sangat logis jika interogasi tersebut secara tidak langsung
merupakan salah satu bentuk perlawanan terhadap Amerika Serikat sebagai negara
kapitalis yang memproduksi dan menyebarkan budaya populer di Indonesia.
Ketakutan Soekarno ialah mendominasinya gagasan-gagasan kapitalis di kalangan
anak muda Indonesia yang dapat membunuh eksistensi budaya lokal, dan budaya
nasional. Namun, pada tahun 1965, Koes Bersaudara telah menjadi grup musik yang
sangat fenomenal di Indonesia. Bahkan, rekaman mereka juga dirilis di Malaysia dan
Singapura.30
28
Pada edisi 30 Juni 1965, Kompas memberitakan penahanan Koes Bersaudara dan
mencatat bahwa selama menjalani hukuman akan dilakukan penyelidikan apakah grup musik
tersebut memiliki ‘elemen subversif’ di belakang aksinya. Kompas 30 Juni 1965 dalam
Steven Farram, 2007, op.cit., hlm. 262.
29
ibid.
30
ibid., hlm. 260.
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengaruh PKI yang semakin kuat, membuat hubungan antara Indonesia
dengan Barat semakin memburuk. Ketika Indonesia memutuskan hubungan
diplomatik dengan Belanda pada bulan Agustus 1960 terkait dengan masalah
pembebasan Irian Barat, Aidit dan Njoto menjadi anggota dari Front Nasional yang di
bentuk oleh Soekarno untuk membebaskan Irian Barat.
Dalam konteks Perang Dingin, Indonesia dan Uni Soviet dapat dikatakan
sebagai dua negara yang serasi, karena memiliki persamaan-persamaan. Gramsci
mengatakan bahwa di Uni Soviet negara adalah segalanya di mana masyarakat
sipilnya primordial dan cair.31 Negara adalah segalanya menemukan bentuknya di
Indonesia dalam slogan politik adalah panglima, ungkapan dari Njoto. Masyarakat
sipil yang primordial dalam konteks Indonesia terwujud dalam upaya pemerintahan
Demokrasi Terpimpin yang menjunjung tinggi kebudayaan rakyat.
Dengan demikian, larangan terhadap Koes Bersaudara oleh Pemerintah
Demokrasi Terpimpin saling berkaitan dengan politik internasional di mana Perang
Dingin sedang terjadi dan dua kekuatan besar dunia sedang berlomba-lomba menjadi
penguasa.
Hubungan antara Indonesia dan Uni Soviet semakin kuat. Hubungan tersebut
tidak dapat dilepaskan dari upaya Uni Soviet untuk meningkatkan pengaruhnya di
Indonesia dalam hubungannya dengan Perang Dingin.32 Hasilnya, pada awal dekade
31
Nezar Patria dan Andi Arief, 2009, op.cit., hlm. 141.
Pada kunjungannya ke Jakarta tahun 1960, Khrushchev menyumbangkan 250 juta
dolar AS. Setahun kemudian, Nasution berkunjung ke Moskow dan memperoleh pinjaman
32
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1960-an perlawanan dari PRRI menemui ajalnya. PKI menemukan momentumnya
dalam keadaan yang cenderung lebih stabil dengan bersekutu dengan Soekarno.
Baru setelah tahun 1963, di mana anggota front intelektual PKI, yang juga
tergabung di dalam Lekra mencapai 100.000 orang, serangan-serangan terhadap
budaya imperialis dan kesadaran kekuasaan akan bahaya budaya Amerika Serikat
bagi bangsa Indonesia menguat. Kesadaran intelektual tersebut senada dengan
pemikiran Hoggart, yang mengatakan bahwa budaya Amerika Serikat menjauhkan
anak-anak muda dari akar budayanya.33 Di Indonesia, Lekra berada di garis depan
dalam menjaga kebudayaan rakyat.34 Lembaga tersebut bersama-sama dengan
pemerintah melawan budaya imperialisme.
Presiden Soekarno memberikan dukungan terhadap Lekra. Bahkan,
Soekarno begitu akrab dengan para anggota Lekra, hal ini nampak pada acara Pekan
Kebudayaan Lekra pada tanggal 23 Januari 1959 di Solo Presiden Soekarno menari
dengan anggota Lekra.35 Dukungan massa juga sangat besar terhadap Lekra, yang
dapat dilihat dari jumlah massa yang datang ke Solo untuk menghadiri acara
sebesar 450 juta dolar AS untuk membeli persenjataan dari Uni Soviet. M.C. Ricklefs, 2005,
op.cit., hlm. 531.
33
Berikut ungkapan Hoggart yang dikutip Dominic Strinati dalam bukunya, Popular
Culture, “Impor budaya massa Amerika menjauhkan “anak-anak...” dari autentisitas latar
belakang dan ke dalam suatu dunia fantasi kosong kesenangan-kesenangan yang diAmerikanisasi.” Dominic Srinati, 2010, op.cit., hlm. 62.
34
Pernah disinggung oleh Lekra dalam Konferensi Nasional I di Bali pada 25-27
Februari 1962, “Menurut Lekra, sesudah larangan Manipol terhadap musik-musikan dan
dansa-dansian jahat, timbul band-band yang nama dan kulit pemainnya saja buatan Indonesia,
sedang isi, bentuk, dan gaya musik-musiknya dan dansa-dansian yang mereka sajikan justru
menurut Manipol ilegal.” Roma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, 2008, op.cit.,
hlm. 45.
35
ibid., hlm. 18.
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut.36Antusiasme masyarakat yang disertai dengan dukungan nyata dari Presiden
Soekarno pada acara Pekan Kebudayaan dan Kongres Nasional tersebut,
menunjukkan pengaruh Lekra yang besar baik terhadap penguasa maupun terhadap
rakyat.
Hubungan antara kebudayaan rakyat dan politik pada periode 1960-1965
dekat dan serasi37. Kebudayaan rakyat yang diusung oleh Lekra sesuai dengan
kehadiran politik (kekuasaan) di dalam ideologinya. Hubungan tersebut menyamakan
wajah lembaga kebudayaan tersebut menjadi serupa dengan wajah kekuasaan. Lekra
kemudian menjadi bagian dari kekuasaan Demokrasi Terpimpin dan bersama-sama
menjadi anti-imperialisme, khususnya dalam bidang kebudayaan dan seni.
Kembali ke tahun 1960, yakni setahun setelah Konferensi Nasional Lekra
1959, Koes Bersaudara muncul dengan isi dan bentuknya yang dipengaruhi oleh
musisi-musisi Barat seperti Everly Brothers, Kallin Twin, dan Beatles. Menurut
Steven Farram, pengaruh Barat gaya bermusik Koes Bersaudara, menyebabkan grup
musik tersebut berada dalam sebuah posisi yang berbahaya38 karena pemerintah telah
melarang musik-musik populer dari Amerika Serikat dan Inggris di Indonesia.
Selama pelaksanaan rangkaian acara Lekra pada 23-27 Januari di Solo, tercatat,“
Ada sekira 11 ribu pengunjung hadir di malam pembukaan dan di malam kedua lebih
semarak lagi, yakni 17.400 pengunjung. Rata-rata pengunjung yang hadir berkisar antara 9
ribu sampai 15 ribu setiap malamnya.” ibid., hlm. 19.
37
Keserasian di dalam kerangka pemikiran Foucault mengacu pada sesuatu yang
saling berdekatan. Kedekatan tersebut bersifat saling mempengaruhi satu sama lain. Foucault
menggunakan hubungan yang saling mempengaruhi antara materi dan jiwa pada tubuh
manusia. Dalam skripsi ini, keserasian mengacu pada kedetakan antara Lekra dan Pemerintah
Demokrasi-Terpimpin, di mana keduanya saling mempengaruhi satu sama lain.Michel
Foucault, 2007, Order of Thing: Arkeologi Ilmu-ilmu Kemanusiaan (terjemahan),
Yogyakarta: hlm. 21.
38
Steven Farram, 2007, op.cit., hlm. 259.
36
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ketegangan di antara kedua pihak, yakni Koes Bersaudara dan Pemerintah
Demokrasi Terpimpin, kemudian tidak dapat dihindarkan, bahkan diisi dengan
kecaman-kecaman keras.39
Gambar1 Karikatur Koes Bersaudara di Harian Rakjat 14 Maret 1965.
Sumber: Steven Farram, 2007, Wage War Againts Beatles, Sidney.
Ketegangan juga dipicu oleh media massa yang menjadi corong bagi Lekra
dan dekat dengan pemerintah saat itu, Harian Rakjat. Pada terbitan 14 Maret 1965,
beberapa komentar negatif muncul di rubrik Harian Rakjat terkait dengan
39
Di dalam Lekra Tidak Membakar Buku, Roma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin
M. Dahlan menunjukkan kecaman terhadap Koes Bersaudara yang menandai ketegangannya
dengan pemerintah,“Mau tahu jenis musik yang harus dienyahkan itu? Ya, seperti The
Beatles itu....musik The Beatles digolongkan musik yang memiliki ekses yang tidak baik bagi
revolusi kebangsaan. Itulah musababnya kenapa The Beatles ala Indonesia seperti grup Koes
Bersaudara pun harus dihantam.” Roma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, 2008,
op.cit., hlm. 417.
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penampilan Koes Bersaudara di daerah Kemayoran.40 Harian Rakjat juga membuat
karikatur Koes Bersaudara ketika grup musik tersebut tampil di Bandara Halim
Perdana Kusuma, penampilan yang banyak mengundang kecaman dari kalangan kiri.
Dengan demikian, Koes Bersaudara berurusan dengan salah satu partai paling dekat
dengan Soekarno, PKI, yang berarti grup musik tersebut sudah terseret ke dalam arus
politik di Indonesia.
B. Perang Melawan Imperialisme Barat
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pada masa Demokrasi Terpimpin, musik
Barat menjadi fenomena di Indonesia. Lagu-lagu rock’n’roll
masuk dan
mempengaruhi generasi muda. Musik-musik tersebut dikenal melalui media yang
pada saat itu menjadi pintu masuk bagi budaya Barat. Soekarno, menganggap musik
Barat adalah lambang dari kerusakan moral dan dapat merusak semangat kerakyatan
bangsa Indonesia. Pemerintah memiliki pandangan bahwa musik Barat dapat
menimbulkan kebiasaan buruk bagi generasi muda Indonesia. Tidak hanya
40
Berikut isi beberapa komentar dalam surat pembaca tersebut,
1. “...dengan pukulan drum jang berdentam-dentam dan teriakan histeris jang
mengejutkan. Bukan drum band sembarang drum, bukan teriakan sembarang teriakan. Tapi
drum band dari ,,Koes Bersaudara’’ dan teriakan histeris dari putera-putera Indonesia
jangtelah meninggalkan kepribadiannja, lalu bertelandjang bulat memamerkan kebandelan
dan ketidakatjuhan terhadap tanah air dengan Revolusi dan kepribadiannja jang tinggi.”
2. “Sungguh mati saja kaget musik Beatles bersaudara, “musik” lutut jang
djahanam itu, kok muntjul dipintu gerbang Indonesia. Apakah kiranja kutukan dan
kemarahan Bung Karno terhadap “musik” brengsek ini tidak berlaku untuk teritorial
international airport.”
3. “Tentang ,,Koes Bersaudara’’ rupanja saudara ini tak kapok-kapok. Dilarang
RRI, dilarang di Gelora Bung Karno, lha tau-tau muncul di Kemajoran.”ibid.
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pemerintah, bahkan Pramudya Ananta Toer, sastrawan Lekra yang paling
berpengaruh, terang-terangan mengatakan bahwa musik Barat hanya bercerita tentang
seks.41
Pendapat Pramudya tersebut menunjukkan kekhawatiran akan potensi musik
Barat yang dapat merusak moral generasi muda Indonesia. Bukan hanya Pramudya,
kerusakan moral juga menjadi kekhawatiran bagi pemerintah. Anggapan yang
muncul pada saat itu adalah, budaya populer yang berasal dari Barat akan mencerabut
anak-anak bangsa dari budaya asli mereka. Kemudian pemerintah melarang dan
membatasi distribusi produk-produk budaya Barat ke Indonesia. Larangan tersebut
merupakan upaya melindungi budaya rakyat dari pengaruh budaya populer Barat
yang dianggap bersifat permukaan, sentimental, sesaat, menyesatkan, mengorbankan
nilai-nilai keseriusan, intelektualitas, penghargaan atas waktu dan autentisitas.42
Penguasa Indonesia pada tahun 1960-1965 mendukung teori budaya massa
yang mengkritisi tampilan budaya populer. Namun, ironis ketika radio milik
Angkatan Udara justru menjadi media yang identik dengan lagu-lagu Amerika
Serikat dan RRI, radio milik pemerintah, justru merilis album pertama Koes
41
Steven Farram menuliskan dalam bukunya Wage War Againts Beatles
Music, bahwa Pramudya menilai musik-musik Barat sebagai, “. . .were all about sex
and suggested that as long as the male and female subjects of the songs kissed each other, or
even better climbed into bed, all their problems would be solved.” Steven Farram, 2007,
op.cit., hlm. 253.
42
Dominic Strinati, 2010, op.cit., hlm. 41.
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Bersaudara. Inilah yang dikatakan oleh Dominic Strinati sebagai kegagalan teori
budaya massa dalam menjelaskan budaya massa43.
Kegagalan tesebut dapat dilihat pada pribadi Soekarno yang sangat keras
terhadap budaya populer namun tidak menyadari bahwa di dalam lenso, tarian khas
Indonesia Timur yang sangat digemarinya, memiliki ritme yang sama dengan tarian
yang dilarangnya, Cha Cha!44. Ketika Soekarno tidak menyadari bahwa apa yang
dilakukannya dengan lenso hanyalah mengganti istilah dari cha-cha, tarian yang
dilarangnya, tidak satupun dari pemerintah yang mengkritisi. Padahal, jelas sekali
bahwa permainan musik dengan irama yang sama selama berjam-jam juga
merupakan inti dari tarian cha-cha. Maka dari itu, tidak menutup kemungkinan
bahwa Soekarno juga tidak menyadari bahwa sebenarnya musik rock’n’roll berasal
dari musik blues yang merupakan musik perjuangan budak-budak Afrika di Amerika.
Sejarah mencatat, bahwa, pada Konferensi Asia-Afrika di Bandung Soekarno
memiliki perhatian yang besar terhadap negara-negara di Afrika.
Dominic Strinati menyatakan bahwa, “Teori budaya massa menunjukkan dan
mengkritisi tampilan budaya massa tapi gagal menjelaskannya. Dalam pengertian ini, teori
budaya massa membatasi diri untuk tidak sepenuhnya memahami sesuatu yang
diserangnya....teori tersebut agaknya mengimplikasikan suatu kemarahan pada pihak
kelompok-kelompok tertentu terhadap berbagai macam ancaman yang ditimbulkan oleh
budaya massa dan demokrasi massa – budaya populer, pendidikan, kemahirwacaan, dan
sebagainya – terhadap peran mereka sebagai pendidik budaya dan penilai selera.” ibid., hlm.
84.
44
Sesuai dengan yang ditulis oleh Steven Farram, “Another anomaly was that
Soekarno criticised Indonesians who enjoyed foreign dance music, such as the cha-cha, and
recommended instead that they listen to Indonesian dance music, such as his beloved lenso,
but Soekarno’s long-term adjutant, who was often called on to lead his ad hoc dance bands,
complained that Soekarno’s obsession with the lenso meant that the band had to perform for
two or three hours with the same rhythm: cha-cha!. . Soekarno seems to have been unaware
that the music for lenso dancing could be considered similar to that of cha-cha, which he had
so often condemned..”Steven Farram, 2007, op.cit., hlm. 250.
43
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Secara teoritis, budaya populer tidak dapat dipisahkan dari budaya massa.
Keduanya saling berhubungan melalui kesamaan pada kecenderungannya,45 dan,
budaya populer dilahirkan oleh budaya massa.46 Budaya massa inilah yang bersamasama dengan budaya populer mengancam eksistensi budaya rakyat. Ancaman
tersebut datang dari sebuah kekuatan revolusioner dinamis47.
Pada era pemerintah tengah bersitegang dengan Barat, Koes Bersaudara
terang-terangan mengadopsi musik Barat ke dalam gaya bermusik mereka. Tidak
perlu dipertimbangkan lagi, bahwa Koes Bersaudara dianggap sebagai wakil dari
budaya imperialis Barat karena dapat merusak, menjerumuskan, dan merusak moral
bangsa Indonesia.
Disadari atau tidak oleh Koes Bersaudara, pengaruh Barat dalam lagu-lagu
mereka telah dianggap mengancam perjuangan pemerintah dalam membentuk suatu
kebudayaan nasional. Pemerintah bereaksi terhadap ancaman yang muncul dari Koes
Bersaudara dan budaya populer pada umumnya. Reaksi keras dari pemerintah cukup
McDonald mengatakan bahwa budaya massa adalah “kebudayaan yang kurang
memiliki tantangan dan rangsangan intelektual, lebih censerung pada pengembaraan fantasi
tanpa beban dan pelarian” McDonald dalam Dominic Strinati, 2010, op.cit., hlm. 41.
46
Graeme Burton mengatakan bahwa produksi massa telah menghasilkan budaya
massa yang kemudian menjadi budaya populer. Graeme Burton, 2008, Media dan Budaya
Populer, Yogyakarta.
45
47
Berikut adalah penjelasan Mc Donald tentang budaya massa sebagai
kekuatan revolusioner dinamis yang dikutip oleh Dominic Strinati, “sebuah kekuatan
revolusioner dinamis, yang menghancurkan batasan kuno kelas, tradisi selera, dan
mengaburkan segala macam perbedaan. Budaya massa mencampuradukkan segala sesuatu,
menghasilkan apa yang disebut sebagai budaya homogen.... Dengan demikian, budaya massa
menghancurkan
segala
nilai,
karena
penilaian
mengimplikasikan
adanya
diskriminasi/pembedaan. Budaya massa teramat sangat demokratis: ia secara mutlak menolak
untuk mendiskriminasikan atas, ataupun antara, apapun maupun siapapun.” Dominic Strinati,
2010, op.cit., hlm. 44.
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
beralasan karena, memang, budaya populer yang kemudian menjadi budaya massa,
merupakan suatu produksi massal komoditas kultural. Sementara itu, pemerintah
mengetahui bahwa Amerika Serikat merupakan negara yang diidentifikasikan sebagai
pusat dari budaya massa. Selain mengancam kebudayaan nasional, budaya populer
juga mengancam eksistensi kebudayaan rakyat.48
Soekarno, memiliki pemikiran yang sama dengan, Hoggart, yang
menganggap bahwa budaya populer sebagai bahaya yang mengancam generasi
muda.49 Perbedaannya, menurut Soekarno budaya populer adalah budaya yang
berpotensi melemahkan revolusi, sedangkan menurut Hoggart budaya populer ialah
proses Amerikanisasi yang dapat mencerabut kelas pekerja Inggris dari identitas asli
mereka. Selain itu, tidak jelas juga, apakah Soekarno benar-benar ingin menciptakan
suatu budaya nasional dengan menggiring masuk budaya rakyat ke dalam politik.
Jika Hoggart melawan budaya populer Amerika untuk melindungi kaum
kelas pekerja secara khusus, sementara Soekarno melawan untuk melindungi
kebudayaan rakyat secara menyeluruh. Namun, baik Soekarno ataupun para pemikir
Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Strinati,“. . .budaya massa dianggap muncul
dari produksi massal dan konsumsi komoditas kultural, maka relatif mudah untuk
mengidentifikasi Amerika sebagai pusat budaya massa karena masyarakat kapitalis yang
sangat erat kaitannya dengan proses-proses tersebut. . .hal ini menggambarkan ancaman
bukan hanya terhadap standar-standar estetis dan nilai-nilai kultural, melainkan juga terhadap
budaya nasional itu sendiri.” Dominic Strinati, 2010, op.cit., hlm. 51-52.
49
Pemikiran Soekarno mengenai budaya populer Amerika lebih serupa dengan
Hoggart, yang menganggap bahwa, “ “seni-seni massa baru” seperti “novel-novel seks dan
kekerasan”, “majalah ‘cabul’”, “lagu-lagu pop komersial” dan “gramofon”, yang membuat
kaum kelas pekerja kehilangan dirinya dan budaya mereka dalam dunia “candy-floss” yang
tanpa berpikir dan remeh, “kegemilangan” “barbarisme yang cemerlang”, sebuah dunia yang
dibawa ke hadapan mereka dari seberang Samudera Atlantik.” ibid., hlm. 61.
48
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
anti-Amerika Serikat lainnya, menurut Hebdige, sedang mengalami sebuah ketakutan
atas Amerikanisasi pasca perang Dunia II.50
Potongan rambut a la Beatles dan lagu rock’n’roll yang merupakan ciri khas
dari Koes Bersaudara merupakan contoh dari Amerikanisasi. Di Inggris, salah satu
ketakutan akan berkembangnya budaya populer ialah keseragaman dan homogenitas
akan menggantikan budaya nasional yang dinilai sangat kaya. Untuk permasalahan
yang terjadi di Indonesia, memang keseragaman dan homogenitas tidak mendapatkan
perhatian yang besar seperti halnya di Inggris. Namun, ketakutan akan tergantikannya
budaya rakyat dengan budaya populer Amerika Serikat juga terjadi seperti halnya di
Inggris.
Ketakutan akan hilangnya eksistensi kebudayaan rakyat yang beragam oleh
budaya populer, memberikan kesan budaya populer adalah budaya yang seragam dan
homogen. Kesan tersebut belum tentu benar karena beberapa pandangan menolak
homogenitas yang disematkan kepada budaya populer.51
Berikut pendapat Hebdige tentang ketakutan terhadap Amerikanisasi, “. .
.ketakutan atas terjadinya Amerikanisasi pada masca pasca perang ada kaitannya dengan rasa
takut terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh para elite intelektual beserta penilaian mereka
mengenai selera melalui “proses penurunan”. Gagasan-gagasan tentang Amerika yang
semakin populis dan demokratis . . .mengancam penilaian intelektual atas selera dan
konsumsi kelas menengah sebagai bentuk-bentuk kekuatan simbolis dan posisional.” ibid.,
hlm. 68.
51
Hebdige menolak homogenitas budaya populer, ia mengatakan bahwa, “Budaya
populer Amerika – film-film Hollywood, citra iklan, pengemasan, pakaian, dan musik –
menawarkan suatu ikonografi yang kaya, sekumpulan simbol, objek, dan artefak-artefak yang
dapat disusun dan disusun ulang oleh kelompok-kelompok yang berbeda dalam jumlah
kombinasi yang tak terbatas banyaknya. Dan makna setiap pilihan ditransformasikan menjadi
objek-objek tersendiri – celana jins, lagu rock, potongan rambut gaya Tony Curtis, kaus kaki
pendek, dan sebagainya – tercerabut dari konteks historis maupun kultural lainnya dan
disejajarkan dengan tanda-tanda dari sumber-sumber lain. . .Dalam pengertian ini, tak jadi
50
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Di Inggris, para pemuda perkotaan kelas pekerja memanfaatkan budaya
populer Amerika Serikat dengan cara-cara yang khas dan positif sebagai wujud
perlawanan radikal terhadap budaya kelas menengah dan kelas atas. 52 Di Indonesia
budaya populer yang berasal dari Amerika Serikat berpotensi mengancam kekuasaan.
Soekarno yang menyadari hal ini dan mulai membuat batasan dalam sistem
demokrasi di Indonesia, yaitu suatu sistem demokrasi yang tunduk di bawah
kekuasaan Soekarno.
C. Target Lekra
Pemerintah berusaha menghentikan pengaruh budaya populer yang datang
dari Koes Bersaudara. Pemerintah menyadari hal tersebut dan menjadikan Lekra
sebagai benteng untuk melindungi kebudayaan rakyat serta melarang keras segala
bentuk kebudayaan yang mewakili imperialisme, termasuk musik. Keterlibatan
Lekra, yang memiliki peran sebagai intelektual, telah melebihi batas, karena
intelektual tidak berfungsi sebagai hakim ataupun berhak untuk menghakimi.53
Berdasarkan sentimen-sentimen dan kepentingan-kepentingan politik di atas,
pemerintah memberikan reaksi negatif terhadap budaya populer. Upaya Pemerintah
melalui Lekra, berakibat fatal bagi musisi-musisi pop karena pemerintah
menggunakan hukum dan pernyataan-pernyataan resminya untuk membangun
soal apakah Amerika mereka bersifat khayal karena memang itulah intinya – memiliki “daya
sihir” karena “sifat khayalnya”.”ibid.,hlm 69.
52
ibid.
53
Menurut David Swartz, hak dari kaum intelektual adalah untuk menganalisa,
bukan menghakimi. David Swartz, 1997, Culture & Power, Amerika Serikat: hlm. 221.
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
anggapan publik. Bahkan, untuk Koes Bersaudara, pemerintah menggunakan penjara
sebagai reaksi mereka atas ketenaran grup musik tersebut. Koes Bersaudara dipenjara
tanpa melalui proses hukum.54 Hal ini cukup untuk membuktikan bahwa Soekarno
adalah seorang presiden yang memimpin pemerintahan secara diktator.
Lekra sebagai suatu organisasi seni non-pemerintah yang mendukung
Soekarno, melalui Lembaga Musik Indonesia (LMI), salah satu anak lembaga Lekra,
mengambil sikap tegas terhadap musik yang dianggap ilegal oleh Manipol karena
dianggap mewakili semangat imperialis. Menurut LMI55, Koes Bersaudara adalah
salah satu yang harus dilarang.56 Lekra kemudian menjadi sebuah lembaga
intelektual, yang di dalam beberapa kesempatan mengecam Koes Bersaudara.
54
Steven Farram, 2007, op.cit., hlm. 262.
LMI adalah salah satu dari enam lembaga di dalam Lekra. Lembaga ini dibentuk
kemudian setelah Lembaga Seni Rupa (Lesrupa), Lembaga Sastra (Lestra), Lembaga Film
Indonesia (LFI), dan Senidrama. Selengkapnya lihat, Roma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin
M. Dahlan, 2008, op.cit., hlm. 38.
56
Lebih spesifik lagi, yaitu pernyataan Sudharnoto, salah seorang petinggi
Lembaga Musik Indonesia (LMI), pada Konferensi LMI tahun 1964 yang menganggap music
populer Amerika sebagai ‘musuh’, “We must be more vigilant, more tenacious, and more
persevering in opposing imperialist culture, especially US imperialist culture, which in
reality continues to threaten us in every shape and way. Crazy songs and whiny songs have
appeared these days as a result of the vicious attacks of American imperialist culture in the
form of reproducing the ‘dive-rhythm-music’ ala Elvys Presley and ‘sex dream’ songs ala
Tommy Sands. They spread this decadent musical bait in step with their attacks on our
People in politics, the economy, and in step as well with their press that immorally desires to
tarnish the good name/character of our Great Leader of the Revolution, Bung Karno […]”
(Kita harus lebih waspada, lebih ngotot, dan lebih tekun dalam melawan budaya imperialis,
khususnya budaya imperialis Amerika Serikat, di mana dalam kenyataannya terus-menerus
mengancam kita dalam segala bentuk dan cara. Lagu gila-gilaan dan lagu-lagu cengeng sudah
muncul saat ini sebagai hasil dari serangan jahat dari budaya imperialis Amerika Serikat
dalam bentuk reproduksi kembali musik Elvis dan musik yang mengimpikan seks a la
Tommy Sands. Mereka menyebarkan musik dekadensi sebagai langkah serangan mereka
terhadap rakyat kita secara politikekonomi, and sebagai langkah yang dilakukan oleh media
mereka yang secara tidak bermoral menodai nama baik dari Pemimpin Besar Revolusi, Bung
Karno) Jennifer Lindsay, dkk., 2012, op.cit., hlm. 439.
55
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lekra mengambil tindakan dengan menolak musik ngak-ngik-ngok melalui
kampanye yang di dalamnya Koes Bersaudara masuk daftar pengganyangan.
Kampanye tersebut dimuat dalam Harian Rakjat 11 Juli 1965, dengan judul ‘Ambil
tindakan hukum terhadap penjebar musik kontra-revolusioner’.57
Di dalam Harian Rakjat edisi hari itu, Pimpinan Pusat Lekra menyerukan
langkah kulturil, politik, adminstratif untuk mencegah berkembangnya musik ngakngik-ngok dan rock’n’roll. Langkah-langkah tersebut pertama; Menjetop pemasukan
piringan hitam, pita rekaman serta alat-alat penjebaran musik ngak-ngik-ngok,
rokenrol, twist, beatles, dan sebangsanja, produk kebudajaan imperialis AS. Kedua;
Melarang memperdjualbelikan, memperbanyak rekaman-rekaman musik-musik
dekaden tersebut; Dan mengandjurkan toko-toko pendjual piringan dan pita rekaman
untuk sukarela dan secara sadar membantu menjetop bojongan musik-musik dekaden
tersebut. Ketiga; Kepada pemimpin-pemimpin dan pemain band-band jang biasanja
Jennifer Lindsay dkk., mengungkapkannya sebagai berikut, “In reaction to what
it saw as the increasing dissemination of imperialist songs, the Central Secretariat (Pimpinan
Pusat) of LEKRA joined the call for cultural, political, and administrative steps to prevent
the spread of ‘ngak-ngik-ngok’ music, rock ‘n’ roll (including Indonesian rock ‘n’ roll like
the group Koes Plus), the twist and the Beatles, along with Indian songs regarded as whiny
romanticism. LEKRA’s central leadership joined in the campaign against the sale,
reproduction of recordings, as well as the imitation of types of music considered decadent.”
(Dalam reaksi terhadap apa yang dilihat sebagai meningkatnya penyebaran lagu-lagu
imperialis, Pimpinan Pusat Lekra ikut mengambi langkah kultural, politik, dan administratif,
untuk mencegah menyebarnya musik ngak-ngik ngok, rock’n’roll (termasuk grup musik
rock’n’roll Indonesia, Koes Plus), musik twist dan Beatles, bersama dengan lagu-lagu India
ditolak karena dianggap sebagai lagu romantis cengeng. Pimpinan Pusat Lekra mendukung
kampanye yang melarang penjualan, reproduksi rekaman, dan hal-hal yang meniru musik
dekaden.)Perlu ditambahkan bahwa, semasa Lekra, Koes Plus masih bernama Koes
Bersaudara. Nama Koes Plus baru digunakan setelah dirilisnya album To The So Called The
Guilties pada tahun 1967. Kemudian benar-benar familiar setelah memasuki tahun 1970-an.
ibid., hlm. 431.
57
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memainkan musik sebangsa ngak-ngik-ngok, beatles, dan twist, selekasnja
meninggalkan musik-musik demikian dan merobah orientasinja kepada musik jang
bersifat nasional dan kerakjatan. Keempat; tinggalkan sikap dan cara-cara menjiplak
dari musik-musik imperialis jang dekaden, termasuk menjiplak musik dan lagu-lagu
India jang defaitis dan romantisme cengeng.”58
Kedekatan antara Lekra dengan Pemerintah menjauhkan lembaga tersebut
dari kenyataan yang terjadi di masyarakat umum. Ketika kedua pihak tersebut sibuk
dengan rencana besar mereka di dunia politik, budaya populer menyebar di
masyarakat melalui media massa yang tidak pernah menutup pintunya bagi Amerika
Serikat dan Inggris. Inilah yang menjadi titik lemah pemerintah sehingga mereka
tidak pernah berhasil membendung arus budaya populer.
58
Harian Rakjat 11 Juli 1965 dalam Roma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M.
Dahlan, 2008, op. cit., hlm. 421.
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
UPAYA PEMERINTAH UNTUK MEMUTUS GELOMBANG
BUDAYA POP BARAT
A. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah
“In 1959, Soekarno called on all artists to stand in the ranks of the
anti-colonial and anti-imperialist front. In the field of cul-ture, Soekarno
campaigned to develop a culture with a national character that rejected
imperialist culture. As LEKRA’s creative institute in the field of music,
LMI followed the Soekarno govern-ment’s position. At that time, both the
government and LEKRA (including LMI within LEKRA) regarded pop
culture, especially American pop culture, as imperialist and ‘decadent’
culture.”59
(Pada tahun 1965, Soekarno menghimbau seluruh seniman untuk
berada di barisan yang anti terhadap kolonial dan imperialis. Dalam
bidang kebudayaan, Soekarno mengkampanyekan agar apara seniman
mengembangkan sebuah kebudayaan yang memiliki karakter nasional
dan menolak budaya imperialis. LMI, sebagai institut kreatif dalam
bidang musik di bawah payung Lekra, berada di posisi yang sama dengan
Soekarno. Pada waktu itu, baik pemerintah atau pun Lekra (termasuk
LMI) meolak budaya pop, khususnya budaya pop yang berasal dari
Amerika Serikat, karena dianggap sebagai budaya imperialis dan budaya
'dekaden'.)
Berdasarkan situasi politik saat itu, sistem demokrasi pada masa Demokrasi
Terpimpin lebih tepat jika diartikan sebagai sebuah slogan daripada suatu sistem.
Bahkan, lebih tepat jika sistem politik di era Demokrasi Terpimpin dikatakan
menyerupai sistem politik di Uni Soviet. Slogan politik adalah panglima lebih cocok
59
Jennifer Lindsay, dkk., 2012, op.cit., hlm. 429-430.
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan slogan negara adalah segalanya Lenin. Sistem politik yang dibentuk pada
masa Demokrasi Terpimpin, justru menjauhkan Indonesia dari demokrasi itu sendiri.
Sesuai dengan kenyataannya, pada saat itu Indonesia bersitegang dengan Barat,
terutama Amerika Serikat. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan dan pernyataanpernyataan politik pada masa itu akan dipakai untuk melawan Amerika Serikat dan
imperialisme Barat. Termasuk kebijakan-kebijakan dan pernyataan-pernyataan yang
berkaitan dengan budaya.
Kebijakan-kebijakan dan pernyataan-pernyataan politik dalam hubungannya
dengan kebudayaan pada masa Demokrasi Terpimpin, terfokus pada dua hal, yakni
kepada musik rakyat, dan musik populer Amerika Serikat. Di satu sisi, pemerintahan
Soekarno, melalui Lekra dan LMI, berusaha mengukuhkan sikapnya atas identitas
budaya nasional yang berlandaskan budaya rakyat. Di sisi lain, pemerintah berupaya
menghapus pengaruh budaya imperialis demi kebudayaan nasional.
Kebijakan pemerintah merupakan suatu langkah politik yang dikeluarkan
untuk menanggapi situasi dan kondisi tertentu atas hal yang mempengaruhi negara.
Demikian juga dengan pernyataan-pernyataan pemerintah. Dengan kebijakan dan
pernyataan politis yang dikeluarkan oleh pemerintah, masyarakat mengetahui hal
yang dilarang dan hal yang tidak dilarang. Di dalam sebuah negara demokratis,
kebijakan dan pernyataan politik, seharusnya, dikeluarkan dengan pertimbangan yang
didasarkan pada kepentingan rakyat. Namun, tidak jika sistem demokrasi dipimpin
oleh seorang diktator.
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin, demokrasi hanya simbol yang
diletakkan pada slogan. Seperti yang telah diketahui, prinsip dari demokrasi ialah
kedaulatan berasal dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Sikap anti terhadap budaya
populer Amerika Serikat oleh Soekarno tidak bisa dikatakan berasal dari rakyat, oleh
rakyat, maupun untuk rakyat. Sebab, secara politik, Soekarno bersitegang dengan
Amerika Serikat setelah dukungan bantuan negara adidaya tersebut kepada PRRI.
Jadi, sikap anti terhadap budaya populer yang dilakukan Soekarno adalah suatu
kepentingan politik yang dilakukan untuk negara tanpa ada persetujuan dari rakyat.
Pada tahun 1965, Koes Bersaudara adalah grup musik yang paling terkenal
di Indonesia. Popularitas inilah yang membuat pemerintah berpikir bahwa grup musik
ini mengancam kekuasaan. Untuk melindungi kekuasaannya, pemerintah membuat
kebijakan-kebijakan. Namun, kebijakan-kebijakan tersebut tidak merubah persepsi
masyarakat dan menggantikannya dengan kesadaran kerakyatan, melainkan
memberikan ketakutan pada masyarakat. Turun tangannya aparat dalam upaya
pelarangan Koes Bersaudara dan budaya populer secara menyeluruh seperti yang
terjadi di Makassar60 dan Bandung61, menjadi penyebab dari timbulnya ketakutan
masyarakat terutama generasi muda. Tindakan represif tersebut menyebarkan
ketakutan bagi generasi muda yang pada umumnya merupakan konsumen budaya
60
Berdasarkan laporan Harian Rakjat 22 Juni 1965, diberitakan bahwa aparat di
Makassar mengeluarkan peraturan yang melarang anak-anak muda untuk meniru segala hal
yang berasal dari Beatles. ibid., hlm. 255-256.
61
Kompas edisi 14 Agustus 1965 memberitakan bahwa di Bandung polisi merazia
sepatu bergaya Beatles dari empat belas pemuda dan juga menargetkan gadis-gadis dengan
busana “terlarang”. ibid.
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
populer dengan praktik dari penilaian62 yang dilakukan oleh kekuasaan terhadap Koes
Bersaudara dan pelaku budaya populer pada umumnya.
Negara membuat ketentuan bagi para musisi, agar tidak menciptakan musik
bertentangan dengan kepribadian bangsa. Ketentuan tersebut antara lain:
1. Musik dengan hentakan atau pembawaan yang memberikan kesan akan
gila-gilaan, di mana hal tersebut tidak sesuai dengan identitas nasional.
2. Musik dengan karakter dan ekspresi yang memancing hasrat seksual dan
tidak senonoh.
3. Musik dengan lirik yang tidak senonoh dan tidak sehat, atau berisi
ekspresi percintaan yang berlebih-lebihan.
4. Musik dengan teriakan yang gila-gilaan.
5. Musik dengan penampilan, peralatan atau perangkat lainnya yang
mengikuti gaya Barat, yang tidak sesuai dengan selera rakyat Indonesia.
6. Musik Indonesia dengan komposisi dan penampilan berdasarkan jazz
atau ketukan yang diaransemen secara menyimpang dari yang asli.63
Aturan di atas dikeluarkan atas kesepakatan antara kepolisian Jakarta,
Kepala Kejaksaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang berasosiasi dengan
Dominic Strinati pernah mengomentari masalah penilaian tersebut, “Penilaian,
bahkan andaikata itu hanya merupakan sebuah fenomena sekunder, mencakup para
intelektual, atau mereka yang menghasilkan berbagai macam gagasan atau ideologi, dengan
kekuatan sebagai usaha untuk membuat pedoman diskriminasi kultural, dan posisi yang dari
sana ada usaha untuk memutuskan apa yang sebaiknya disukai atau tidak disukai orangorang.” Dominic Strinati, op.cit., hlm. 80.
63
Kompas tanggal 18 Agustus 1965 dalam Steven Farram, 2007, op.cit., hlm. 258.
62
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
industri musik tanah air. Aturan-aturan di atas dibuat dengan alasan tidak
adanya definisi yang jelas mengenai musik yang dianggap terlarang.
Satu hal yang pasti, aturan-aturan di atas dibuat untuk membangun
kebudayaan nasional yang telah lama dirancang oleh Lekra dan Soekarno.
Kebudayaan nasional telah menjadi candu bagi para politisi yang memiliki ideologi
kiri. Candu tersebut disertai dengan harapan akan terwujudnya sebuah negara yang
berhaluan kiri.
Mendapatkan tekanan dari pemerintah dan budayawan yang juga merupakan
kaum intelektual, Koes Bersaudara menemukan jalan terjal. 20 Oktober 1961,
larangan resmi terkait Koes Bersaudara dan grup-grup musik serupa muncul di
Pontianak.64 Pada hari yang sama, pemerintah memberlakukan Panpres Nomor 11
Tahun 1965 yang melarang musik ngak- ngik-ngok yang berasal dari Inggris dan
Amerika Serikat.
Berikut bunyi larangan tersebut, “... untuk melarang dan mentjegah orang
menjanjikan, mendengar, memainkan dan pemutaran piringan hitam lagu-lagu Barat jang
berirama liar (rock and roll dsb) ditempat-tempat umum, digedung-gedung bioskop,
dipertemuan-pertemuan dan dipesta-pesta jang memungkinkan memberikan akibat buruk
kepada djiwa pemuda-pemudi....Dalam pelaksanaan pelanggaran tersebut, terhadap mereka
jang melanggar supaja diambil tindakan-tindakan seperlunja dengan bekerjasama dengan
instansi-instansi jang berunsur pendidikan/pengajaran, ketertiban umum dan
keamanan....Instruksi ditetapkan di Pontianak pada tanggal 20 Oktober 1961 dan
ditandatangani oleh Panglima Komandan Daerah Militer XII Tanjungpura selaku Penguasa
Darurat Militer Daerah Kol. Sudharmo.”Instruksi ini juga dimuat dalam Harian Rakjat 18
September 1961. Roma Dwi Arianti dan Muhidin M, Dahlan, 2008, op.cit., hlm. 420.
64
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Pernyataan-Pernyataan Pemerintah
Sulit untuk menebak arah Indonesia sebagai negara pada masa Demokrasi
Terpimpin. Pertama, karena sistem demokrasi berasal dari Barat, dan, Amerika
Serikat merupakan negara demokrasi terbesar di dunia. Kedua, pemerintah
menyatakan anti terhadap budaya Barat. Ketiga, penerapan demokrasi tidak berjalan
dengan semestinya, karena rakyat tidak bergerak bersama-sama dengan pemerintah
dalam menentukan arah negara. Terakhir, pandangan politik yang dipakai ialah
pandangan yang mirip dengan yang ada di Uni Soviet, namun, istilah demokrasi
tetap digunakan.
Musisi-musisi pop beraliran Barat lebih tepat dikatakan terombang-ambing
akibat ketidakjelasan arah politik di era Demokrasi Terpimpin. Berbeda dengan para
musisi yang berada di bawah naungan Lekra, di mana gaya bermusik mereka telah
diarahkan sesuai dengan kehendak negara, musisi-musisi pop yang bermusik tanpa
ada embel-embel politik mendapat tekanan yang lebih besar. Mereka dipaksa untuk
mencampurkan politik ke dalam musik mereka, karena politik adalah panglima.
Sekali lagi sistem Demokrasi Terpimpin harus dipertanyakan. Salah satu
anggota Koes Bersaudara, Yok Koeswoyo, tidak pernah mengatakan bahwa lagu-lagu
mereka adalah bentuk perlawanan terhadap pemerintah atau pun sikap pro terhadap
Barat.65 Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa mereka masih
memainkan musik dengan lagu-lagu yang dilarang oleh negara? Apa yang membuat
65
Steven Farram, 2007, op.cit., 269.
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mereka berani? Hal ini karena Pemerintah terlalu sibuk mengurusi kepentingan
negara namun tidak melibatkan rakyat. Koes Bersaudara tidak memahami arti sikap
pemerintah yang anti Barat. Tidak dilibatkannya rakyat dalam kebijakan-kebijakan
negara bukan ciri khas dari demokrasi.
Soekarno, yang tidak mengetahui bahwa lenso adalah tarian yang serupa
dengan cha-cha, memberikan tekanan kepada musisi-musisi pop. Bahkan, sebagai
seorang presiden, ia secara langsung menegur Lilis Suryani karena lagu-lagunya
yang dianggap kebarat-baratan, yang kemudian dilanjutkan dengan permintaan maaf
dan janji dari Lilis Suryani untuk tidak menyanyikan lagu-lagu yang dilarang
pemerintah.66
Pada bulan Agustus 1960, diadakan
Musyawarah Besar Tentang
Kepribadian Nasional di Salatiga yang bertujuan untuk membuat pedoman praktis
dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan budaya dalam rangka Manifesto Politik.67
Adalah Achdiat Karta Mihardja, satu di antara tiga pembicara dalam musyawarah
tersebut yang menghembuskan rasa anti terhadap kesenian yang berasal dari Barat
“Singers Ernie Djohan and Lilis Suryani were warned to change their stage
presentation and style of clothing and made to promise they would not sing in the style of the
Beatles...Lilis Suryani declared in a newspaper report that she had previously performed
cengeng songs and had sung in the style of the Beatles, but she had only been following
trends. She onlybecame aware of the error of her ways after reading about efforts to ‘stamp
out’ ‘Beatles-like’ songs, and she would not repeat her mistake.” (Penyanyi Ernies Djohan
dan Lilis Suryani diperingatkan agar mereka mengganti gaya mereka di atas panggung dan
agar mereka berjanji tidak lagi bernyanyi dengan gaya Beatles. Lilis Suryani mengatakan
kepada media bahwa dia sebelumnya menyanyikan lagu-lagu cengeng dan bergaya a la The
Beatles hanya karena mengikuti trend. Dia menjadi sadar atas kesalahannya setelah membaca
pengumuman pelarangan lagu-lagu Beatles, dan berjanji tidak akan mengulangi
perbuatannya.) Steven Farram, 2007, op.cit., hlm.257.
67
Todd Jones, 2015, Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia: Kebijakan Budaya
Selama Abad ke-20 Hingga Reformasi, Jakarta: hlm. 115.
66
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melalui dua saran pentingnya.68 Saran-saran tersebut sangat berpengaruh pada sikap
pemerintah terkait dengan masalah budaya, karena Prijono, yang menjabat sebagai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 1957, merupakan salah satu
pelaksana musyawarah tersebut.
Setahun sebelum musyawarah besar berlangsung, tepatnya pada tanggal 30
Oktober 1959, perwakilan Departemen Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan
mengeluarkan pernyataan yang menegaskan bahwa tarian Barat yang gila, rock’n
roll, cha-cha, samba, dan sejenisnya, tidak dapat diterima oleh Departemen
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, baik jika dilakukan di rumah maupun di
tempat umum.69 Pada tahun 1960, Prijono mengeluarkan pernyataan terkait dengan
persoalan seni yang diterima dan seni yang harus ditolak.70
Pada 14 Desember 1963, Presiden Soekarno di kediamannya di Istana Bogor
mengeluarkan pernyataan yang dimuat dalam Harian Rakjat pada 15 November
196471 terkait dengan musik a la imperialis yang merusak moral.72 Tahun berikutnya,
68
Tod Jones mencatat dua saran yang disampaikan oleh Achdiat Karta Mihardja
dalam musyawarah tersebut, “Saran pertama adalah meningkatkan perlawanan, termasuk
perlawanan negara, terhadap hiburan “murah dan sensasional” yang mengandung “akibat
yang merusak”. Saran kedua Mihardja adalah mendidik orang tentang bagaimana menghargai
seni yang baik sebagai cara untuk memerangi bentuk-bentuk seni yang komersial.” ibid., 117.
69
ibid., hlm. 119.
70
Pernyataan tersebut berbunyi, “[Izinkan] hal-hal yang sesuai dengan semua
karakteristik dari Revolusi kita dan terutama yang sesuai dengan sosialisme Indonesia, dan
menolak segala sesuatu yang menentang atau bertentangan dengan ciri tersebut”. ibid., 121.
71
Jennifer Lindsay, dkk., op.cit., hlm 431.
72
Berikut isi pernyataan Soekarno dalam Harian Rakjat dalam terjemahan bahasa
Inggris, “On 14 December 1963 at the Presidential Palace in Bogor, President Soekarno
called on artists to present songs in harmony with the ‘national character’ and suggested
that they no longer sing songs that weakened the revolution: ‘so that the romanticand
dynamic of our Revolution truly resound, and don’t sing those ngak ngik ngok(rock ‘n’ roll)
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tepatnya pada penyelenggaraan Konferensi LMI di markas Ganefo 31 Oktober 1964,
Sudharnoto selaku Ketua LMI, menyampaikan pernyataan yang menunjukkan
kewaspadaan terhadap kebudayaan populer Amerika Serikat. 73 LMI muncul sebagai
lembaga yang berfungsi untuk kepentingan politik dan propaganda untuk menghapus
pengaruh musik Amerika Serikat di Indonesia yang dinilai bertentangan dengan
pandangan Indonesia sebagai Negara anti-imperialisme Barat.74
songs any more, or Manikebu songs, or sappy songs.” (Pada tanggal 14 Desember 1963 di
Istana Kepresidenan, Bogor, Presiden menghimbau para seniman agar mempersembahkan
lagu-lagu dengan harmonisasi yang berkarakter budaya nasional dan meminta agar mereka
tidak lagi menyanyikan lagu-lagu yang melemahkan jalannya revolusi: Jadi, keromantisan
dan kedinamisan dari Revolusi kita akan benar-benar dibangun kembali, dan jangan
nyanyikan lagu-lagu ngak-ngik-ngok (rock’n roll), lagu-lagu Manikebu, dan lagu-lagu
cengeng’" ibid., hlm. 430-431.
73
Berikut bunyi pernyataan Sudharnoto, “Kita harus lebih waspada, lebih ulet, dan
lebih gigih melawan kebudajaan imperialis, terutama imperialis AS, jang dalam kenjataan
masih terus-menerus mengantjam kita, dengan segala bentuk dan tjaranja. Timbulah lagu2
jang kegila-gilaan dan lagu2 tjengeng dewasa ini adalah akibat serangan djahat kebudajaan
imperialis AS dalam bentuk mendjalankan lagu2 ‘dive-rythm-music’ ala Elvys Presley dan
lagu2, ‘sex dream’ ala Tommy Sands. Umpanan2 musik dekaden mereka sebarkan sedjalan
dengan serangan2 terhadap Rakjat kita di bidang politik, ekonomi, sedjadjar djuga dengan
pers mereka setjara imoral hendak mendjatuhkan nama/baik pribadi Pimpinan Besar Revolusi
kita Bung Karno [...]. ‘Ganjang kebudajaan imperialis AS & Manikebu; Bina musik jang
berkepribadian nasional.” ibid.
74
Berdasarkan laporan Sudharnoto dalam esay Roma Dwi Arianti, sebagai Ketua
Lembaga Musik Indonesia (LMI), pada Kongres 1964, dituliskan bahwa, “with the rhythm of
Djarek [Djalannja Revolusi Kita or The Path of Our Revolution], Resopim [Revolusi,
Sosialisme, dan Pimpinan or Revolution, Socialism, and Leadership], with the Takem [Tahun
Kemenangan or Year of Victory] and Gesuri [Genta Suara Revolusi Indonesia or The
Pealing Bell of the Indonesian Revolution] melody, with the harmony of Manipol [Manifesto
Politik] strengthened by the glorious arrangement of Tavip, progressive music artists will
smash American imperialist culture, smash Manikebu [Manifes Kebudayaan or Cultural
Manifesto] and cultivate a music with national identity.” ([d]engan irama Djarek, Resopim,
dengan melodi Takem dan Gesuri, dengan harmoni Manipol yang diperkuat gubahan megah
Tavip, seniman musik progresif mengganjang kebudajaan imperialisme Amerika Serikat,
mengganjang Manikebu, dan membina musik jang berkepribadian nasional.) Harian Rakjat,
2 November 1964 dalam Roma Dwi Arianti dan Muhidin M. Dahlan, 2008, loc.cit.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pernyataan-pernyataan di atas, adalah langkah penting yang dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka menolak budaya Barat dan membangun kebudayaan
nasional. Ironisnya, setelah pernyataan tersebut dikeluarkan, budaya populer justru
semakin kuat di Indonesia. Salah satu grup musik yang dipengaruhi oleh band-band
Inggris dan Amerika Serikat dan sangat berpengaruh di Indonesia adalah Koes
Bersaudara yang berdiri pada tahun 1960 di Jakarta.
Kebijakan-kebijakan dan pernyataan-pernyataan yang dibuat pemerintah
terkait dengan pelarangan musik populer memang memberikan kesan kepada
masyarakat bahwa pemerintah anti terhadap musisi-musisi yang terpengaruh musik
Barat. Namun, apa yang diterima oleh masyarakat melalui media belum tentu sama
dengan apa yang sebenarnya menjadi maksud dari pemerintah. Kesaksian Yok
Koeswoyo pada tahun 2004 cukup untuk menerangkan perbedaan tersebut. Lebih
tegas lagi, Yok Koeswoyo mengatakan kepada CNN Indonesia bahwa hukuman yang
diterima Koes Bersaudara hanyalah propaganda.75
Apa yang terjadi dengan Koes Bersaudara pada tahun 1960-an
membuktikan ungkapan Njoto bahwa politik adalah panglima. Koes Bersaudara,
sebagai seniman, tidak dapat melepaskan kegiatan seni mereka dari politik. Hal itu
disebabkan oleh represi pemerintah yang tegas terhadap grup musik ini. Seperti yang
pernah diungkapkan oleh Amir Pasaribu, 1001 kali seniman tidak berpolitik, maka
75
CNN Indonesia, 3 November 2016, Koes Bersaudara Rela Masuk Bui Demi
Indonesia.
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1001 kali pula politik akan mencampuri urusan seniman.76 Tidak dapat
dilepaskannya seniman dari politik juga dapat dimengerti sebagai upaya pemerintah
untuk menarik seniman ke dalam arus yang mereka ciptakan. Tonny Koeswoyo
mengklaim bahwa salah satu anggota Lekra pernah mengajak Koes Bersaudara,
untuk bergabung bersama Lekra, ajakan yang kemudian ditolak oleh Tonny.77
C. Represi Pemerintah dan Hegemoni Amerika Serikat
Koes Bersaudara menjadi korban dari politik pada era Demokrasi
Terpimpin. Grup musik ini tidak memiliki motif politik apapun terkait dengan
anggapan yang muncul dari penguasa terhadap mereka. Pada tahun 1965, Tonny
Koeswoyo pernah mengatakan bahwa, Koes Bersaudara adalah seniman dan tidak
memiliki ketertarikan dengan politik maupun keinginan untuk terlibat ke dalam
dunia politik. Namun, bagi Soekarno dan semua pihak yang satu jalan dengannya,
setiap seniman harus terlibat dalam politik, jika tidak, mereka akan dianggap
bersikap kontra-revolusi.78
Ada anggapan bahwa Koes Bersaudara akan dijadikan alat untuk melakukan
counter-kultur di Malaysia. Hal ini pernah diungkapkan oleh Yon Koeswoyo. Ia
mengatakan bahwa ketika dipenjara, pemerintah sebenarnya berencana mengirim
76
Roma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, 2008, op.cit., hlm. 26.
Steven Farram, 2007, op. cit., hlm. 260.
78
ibid.
77
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mereka ke Malaysia sebagai agen rahasia.79 Hal ini terkait dengan konfrontasi antara
Indonesia dengan Malaysia pada tahun 1960-an. Seorang pengamat musik Indonesia,
Bens Leo, mengatakan bahwa pemenjaraan Koes Bersaudara tidak terlepas dari
tendensi politik.80
Dengan demikian, tanpa mereka ketahui, Koes Bersaudara menjadi bagian
dari misi pemerintah. Penahanan mereka hanya bagian dari rencana yang jauh lebih
besar, yaitu menjadi inteligen negara untuk Malaysia. Kebijakan-kebijakan dan
pernyataan-pernyataan pemerintah yang melarang Koes Bersaudara membawakan
musik dan lagu-lagu ngak ngik ngok dan penahanan mereka hanya sebuah kamuflase
bahwa pemerintah tidak menyukai mereka. Dengan kamuflase tersebut, publik tidak
akan menduga bahwa Koes Bersaudara sebenarnya sedang berada dalam misi yang
justru membuat mereka menjadi bekerja sama dengan pemerintah.
Satu hari sebelum dipanggil ke kantor polisi, Koes Bersaudara diundang
untuk tampil di sebuah acara di rumah seorang Kolonel Angkatan Laut, Kolonel
Koesno,81 seseorang yang dikatakan oleh Yok Koeswoyo merekrut mereka sebagai
“In an interview in May 2004, Yok was more forthcoming, saying that the band
had been recruited by Colonel Koesno, a senior officer inIndonesia’s Supreme Operational
Command. The plan was for the band to be arrested in order to give the impression that the
government did not like them. Later, they would travel secretly toMalaysia and operate as
counter-intelligence agents.” (Dalam sebuah wawancara pada tahun 2004, Yok menjadi lebih
terbuka, ia mengatakan bahwa Koes Bersaudara terlah direkrut oleh Kolonel Koesno, anggota
senior dalam Komando Operasi Tinggi Indonesia. Rencananya adalah mereka akan ditahan
hanya untuk memberi kesan bahwa pemerintah tidak menyukai mereka. Kemudian, meeka
akan pergi ke Malaysia sebagai agen rahasia.) ibid., hlm. 269.
80
CNN Indonesia, 3 November 2016, Koes Bersaudara Rela Masuk Bui Demi
Indonesia.
81
“On 28 June 1965, Koes Bersaudara and the bands Dara Puspita and Quarta
Nada performed at a party in the house of a Navy officer, Colonel Koesno. The party was
79
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
agen rahasia. Acara tersebut juga dihadiri oleh staf dari Kedutaan Besar Amerika
Serikat.82 Pada tahun 1965, publik telah mengetahui bahwa terjadi ketegangan antara
Koes Bersaudara dengan pemerintah. Namun, pada malam 28 Juni 1965 tersebut,
Kolonel Koesno, selaku tuan rumah, justru meminta Koes Bersaudara menyanyikan
lagu-lagu The Beatles, yang kemudian disusul dengan lemparan baru dan teriakanteriakan anti-Barat oleh sekelompok massa yang tergabung sebagai Pemuda Rakyat.
Rentang waktu antara Koes Bersaudara mulai menyanyikan lagu pertama
mereka, I Saw Her Standing There, dengan datangnya massa yang mengamuk sangat
singkat. Steven Farram menuliskan bahwa ketika Koes Bersaudara baru
menyanyikan beberapa bait dari lagu tersebut, datang sekelompok massa yang
mengamuk di sekitar rumah Kolonel Koesno. Kedatangan massa yang begitu cepat
memunculkan dugaan bahwa sudah ada konsentrasi massa di sekitar rumah Kolonel
Koesno sebelum Koes Bersaudara naik ke atas panggung. Situasi tersebut diciptakan
attended by other Navy and Army personnel as well as a number of foreign diplomats and a
US military attache. The host encouraged the bands to play Western popular music,
including Beatles songs. After Tonny had sung only a few verses of I Saw Her Standing
There, rocks were heard landing on the roof, accompanied by screams of ‘Ganyang Nekolim!
Ganyang Manikebu! Ganyang Ngak Ngik Ngok!’ (‘Crush Neo-Colonialism! Crush
Manikebu! Crush Ngak Ngik Ngok!’).” (Pada tanggal 28 Juni 1965, Koes Bersaudara dan
grup musik Dara Puspita dan Quarta Nada tampil pada sebuah pesta di rumah petinggi
Angkatan Laut, Kolonel Koesno. Pesta tersebut dihadiri oleh anggota Angkatan Laut,
Angkatan Darat, dan para diplomat asing beserta tentara Amerika Serikat. Tuan rumah
meminta agar Koes Bersaudara menyanyikan lagu-lagu Barat, termasuk lagu-lagu The
Beatles. Setelah Tony menyanyikan beberapa bait dari lagu I saw Her Standing There, batubatu mendarat di atas genteng, bersamaan dengan teriakan Ganyang Nekolim! Ganyang
Manikebu! Ganyang ngak ngik ngok!) Steven Farram, 2007, op.cit., hlm. 261.
82
"Titiek Puspa Jadi Penyanyi Istana, Koes Bersaudara Dipenjara" dalam
DetikNews, 17 Juni 2013.
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
agar pemerintah punya alasan untuk melakukan penahanan terhadap Koes
Bersaudara.
Sebagai suatu hegemoni, represi negara terhadap Koes Bersaudara
memberikan pengaruh politik pada grup musik tersebut. Pengaruh tersebut niscaya,
karena tekanan yang datang dari represi negara, tidak dapat dikalahkan oleh pihak
yang didominasi, dan, reaksi yang diberikan sebagai tanggapan atas tekanan tersebut,
adalah reaksi politik.
Ada dua macam cara yang dipakai dalam pertarungan merebut hegemoni di
Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin. Pertama, cara yang dipakai oleh negara,
yakni represi dengan menggunakan aparatur-aparatur untuk menjaga dan memperkuat
kekuasaan. Kedua, popularitas, yang cenderung lebih terbuka, seperti halnya budaya
populer.
Keduanya terlibat dalam pertarungan hegemonik. Pemerintah Demokrasi
Terpimpin ditantang oleh perkembangan pesat budaya populer Barat, khususnya
musik, dan menanggapinya dengan cara yang represif. Kenyataan tersebut
memposisikan budaya populer sebagai oposisi dan didominasi oleh negara yang pada
saat itu berhaluan kiri.
Sama halnya dengan pengaruh politik yang lahir dari pertarungan hegemonik,
kemenangan pihak Barat adalah keniscayaan. Hal ini dibuktikan dalam kasus Koes
Bersaudara sebagai grup musik yang terombang-ambing di dalam intrik politik
kekuasaan Soekarno. Grup musik tersebut ditekan oleh publik, dijadikan alat negara,
dan bahkan dipenjara. Namun, kemenangan Amerika Serikat dalam perebutan
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hegemoni dunia selama Perang Dingin berangsur-angsur membawa Koes Bersaudara
keluar dari tekanan, meskipun hal tersebut merubah mereka. Kebebasan Koes
Bersaudara pada tanggal 29 September 1965 adalah simbol dari berakhirnya sebuah
babak dalam pertarungan merebut hegemoni Dunia.
Upaya
pemerintah
membangun
kebudayaan
nasional
mendapatkan
tantangan serius dengan perkembangan pesat musik populer Amerika Serikat dan
Inggris di Indonesia. Dibandingkan dengan musisi-musisi kiri yang sangat formatif
dan kaku83, musisi-musisi pop lebih dikenal dan digemari oleh rakyat.
Dalam Laporan Pleno tahun 1962, Ajoeb Jabaar menuliskan bahwa
meskipun Lekra melakukan upaya dua kali lipat lebih besar dengan menciptakan
musik beridentitas nasional, selain pelarangan-pelarangan, pengaruh musik populer
justru semakin besar. Dalam laporannya, bukan hanya musik populer yang berasal
dari Barat yang semakin berkembang, tetapi jumlah grup musik yang identik dengan
Barat juga semakin bertambah.84 Perkembangan pesat pengaruh musik populer
merupakan bagian dari perebutan hegemoni kekuasaan antara Amerika Serikat dan
Uni Soviet. Pihak yang bertentangan dengan jelas mengisyaratkan pertentangan
tersebut.
Disadari atau tidak, Koes Bersaudara berada di pihak Amerika Serikat. Jika
dilihat dari perspektif politik, tidak ada yang dapat membantah hal tersebut.
83
Lekra mengembangkan musik yang dimainkan secara kaku seperti paduan suara.
Salah satu grup musik paduan suara yang didukung oleh Lekra adalah Gembira. Jennifer
Lindsay, dkk., 2012, op.cit., hlm. 205.
84
Steven Farram, 2007, op.cit., hlm. 253.
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sementara itu, Indonesia selama Soekarno berkuasa adalah negara yang memandang
semua hal dari sudut pandang politik.
Koes Bersaudara menjadi terkenal bersama dengan arus tersebut. Meskipun
grup musik tersebut tidak terhindar dari tidakan represif negara, pada kenyataannya,
mereka tetap memenangkan kompetisi meraih popularitas. Bahkan, ketika Lekra
hancur dengan berdirinya Orde Baru, Koes Bersaudara masih tetap dengan
popularitasnya sebagai satu grup musik dan diberi label legenda.
Dalam konteks Perang Dingin, keberhasilan Koes Bersaudara menegaskan
hegemoni Amerika Serikat dan membuktikan berkurangnya pengaruh Uni Soviet di
Indonesia. Kebijakan yang diciptakan oleh pemerintah Demokrasi Terpimpin tidak
dapat terlepas dari politik internasional. Soekarno menyadari hal tersebut, namun
kekuasaan yang dibangunnya dianggap represif bagi masyarakat yang sedang
keranjingan budaya populer.
Koes Bersaudara praktis tidak melakukan perlawanan apa-apa atas tindakan
represif pemerintah. Sementara itu, Lekra sebagai pejuang kebudayaan nasional,
mendapatkan dukungan sepenuhnya dari pemerintah. Namun, Koes Bersaudara
hanya riak kecil di dalam arus besar politik pada periode tersebut.85
Kebijakan politik, budaya nasional, dan musik populer, saling berhubungan.
Hubungan tersebut didasarkan pada Perang Dingin yang menjadi isu politik paling
penting. Pemerintah Demokrasi Terpimpin dan kaum intelektual bersatu dalam
85
Steven Farram dalam dialog melalui email dengan penulis.
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
membangun kebudayaan nasional. Koes Bersaudara dengan musik populernya
berada di posisi yang berseberangan dengan pemerintah.
Represi yang dilakukan negara terhadap Koes Bersaudara didasari oleh
kesadaran akan Amerikanisasi86 yang dianggap berbahaya oleh Soekarno. Dengan
kehadiran media massa, Soekarno harus membendung perkembangan budaya
populer di Indonesia dengan cara tersebut berdasarkan pemikiran bahwa budaya
populer identik dengan Amerika Serikat. Dengan kata lain, ancaman yang datang
dari budaya populer mengancam kebudayaan nasional dan kedudukan politik negara,
sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan politik sebagai pendukung dari bangkitnya
kebudayaan nasional.
86
Dominic Strinati, 2010, op.cit., hlm. 68.
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
DAMPAK KEKUASAAN DEMOKRASI TERPIMPIN TERHADAP
KOES BERSAUDARA
Bab ini akan membahas pengaruh kekuasaan terhadap Koes Bersaudara
selama periode waktu 1960-1967, Tahun-tahun tersebut merupakan tujuh tahun
pertama mereka dengan banyaknya intervensi politik yang dilakukan pemerintah
terhadap grup musik ini. Satu hipotesis yang dibangun terkait dengan bab ini ialah,
perubahan musikal pada Koes Bersaudara, yang kemudian berganti nama menjadi
Koes Plus setelah 1967, terjadi akibat intervensi politik yang menimpa mereka
selama lima tahun terakhir Demokrasi-Terpimpin.
Lagu-lagu mereka di album pertama seperti Dara Manisku dan Bis Sekolah,
identik dengan irama rock’n’roll. Di album terakhir mereka masih menggunakan
nama Koes Bersaudara, yang dirilis pada tahun 1967, gaya bermusik mereka
mengalami perubahan. Grup musik ini mulai memasukkan unsur dangdut dan
kroncong ke dalam lagu-lagu mereka.
Pada salah satu lagunya yang dirilis setelah 1965, Mari-Mari, ada sedikit
unsur musik kroncong. Dalam liriknya, Koes Bersaudara mengekspresikan suatu
perasaan yang bingung dan tidak mengerti akan situasi. Pada bagian reffren, lagu ini
mengajak pendengar untuk berbuat jujur dan mengatakan apa yang sebenarnya
sebagai refleksik atas tekanan yang mereka terima selama periode 1960-1965.
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Larangan Bagi Koes Bersaudara
Pada awal tahun 1965, Koes Bersaudara kesulitan menemukan panggung
dan lagu-lagu mereka dilarang di RRI. Lekra, dikatakan berada di balik larangan
tersebut, bersama-sama dengan kelompok sayap-kiri lainnya.87 Dari sekian banyak
grup musik pop yang dilarang oleh pemerintah, Koes Bersaudara adalah satu-satunya
yang dipenjarakan karena aktivitas bermusik. Salah satu indikatornya adalah
popularitas mereka yang melebihi grup musik lain pada waktu itu.88
Setelah dikeluarkan dari penjara pada tanggal 29 September 1965, Koes
Bersaudara memasuki sebuah era berbeda. Satu hari setelah mereka bebas, terjadi
kekacauan di Jakarta, di mana enam orang Jenderal Angkatan Darat dan seorang
tentara lainnya diculik dan dibunuh. Kekacauan tersebut dikatakan sebagai upaya
kudeta yang dilakukan oleh PKI untuk menguasai Indonesia. Meskipun gagal,
peristiwa tersebut menyebabkan berkurangnya pengaruh Soekarno sebagai presiden
secara drastis. Soekarno tinggal presiden tanpa kuasa, karena Jenderal Soeharto
mengambil peran Soekarno.
Koes Bersaudara masih kesulitan menemukan panggung untuk bermusik,
padahal musik Barat tidak lagi dilarang. Sementara itu, pada bulan Januari 1966,
Kostrad mengundang salah satu grup musik rock’n’roll asal Belanda untuk tampil di
87
Steven Farram, 2007, op.cit., hlm. 260.
Dalam bukunya, Steven Farram mengatakan bahwa Koes Bersaudara merupakan
artis paling populer di Indonesia pada tahun 1965. ibid.
88
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Indonesia.89 Konser grup yang diadakan di Stadium Senayan tersebut dihadiri oleh
23.000 penonton.
Sebelum Orde Baru, Koes Bersaudara merupakan salah satu grup musik
yang paling sering tampil dibandingkan dengan musisi pop lain. Grup musik ini
tampil di acara pesta dan pernikahan, di Megaria Sinema, dan di Bandara Halim
Perdana Kusuma secara rutin setiap minggunya. Pada tahun 1966, Koes Bersaudara
mengadakan tour ke Bali dan Koes Bersaudara mendapatkan panggung secara rutin.
Pada awal Orde Baru Koes Bersaudara memperoleh sedikit kesempatan untuk tampil
di berbagai acara.
89
Steven Farram, 2007, op.cit., hlm. 265.
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G
ambar2 Pamflet konser yang diadakan oleh Kostrad pada tahun 1966.
Sumber: Steven Farram, 2007, Wage War Againts Beatles, Sidney.
Seorang pengamat sejarah Indonesia, William H. Frederick, mengatakan
bahwa perbedaan antara Era Soekarno dan Orde Baru ialah pada era Soekarno
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Indonesia menutup diri terhadap masuknya musik dan lagu dari Barat, sedangkan
pada Orde Baru, Indonesia membuka diri terhadap musik populer Amerika Serikat
dan Inggris. Pelarangan terhadap musik Barat telah ditinggalkan dan lagu-lagu yang
pada masa Soekarno dilarang lebih mudah ditemukan pada masa Orde Baru.90
Koes Bersaudara mengalami nasib yang tidak jauh berbeda meskipun
pemerintah telah membuka diri terhadap Barat. Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya, grup musik tersebut memiliki kedekatan dengan seorang kolonel
Angkatan Laut, Kolonel Koesno, yang dekat dengan Soekarno.91 Kedekatan
Soekarno dengan Kolonel Koesno, dan, tentu saja dengan PKI, menyebabkan
timbulnya jarak antara penguasa Orde Baru dengan segala sesuatu yang dekat dengan
pemerintah sebelumnya. termasuk Koes Bersaudara.
Kesadaran akan hubungan antara Koes Bersaudara dengan Pemerintah
Demokrasi Terpimpin seperti yang diungkapkan Yok Koeswoyo pada tahun 2004,
menimbulkan kecurigaan bahwa grup musik tersebut adalah alat negara. Penjara
Peristiwa pada malam 30 September 1965 adalah momen di mana pemerintah
berencana mengirim Koes Bersaudara sebagai agen rahasia ke Malaysia. Pembebasan
grup musik tersebut pada tanggal 29 September 1965 merupakan salah satu langkah
untuk menggagalkan misi Soekarno. Itulan alasan mengapa Koes Bersaudara
dilepaskan dari penjara.
90
ibid.
Pada masa Demokrasi-Terpimpin, Soekarno memiliki kedekatan dengan
Angkatan Laut dibandingkan dengan Angkatan Darat. M.C. Ricklefs, 2005, loc.cit.
91
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Steven Farram beberapa kali mengatakan dalam tulisannya, bahwa dalam
wawancara dengan anggota Koes Bersaudara, tidak mudah untuk mendapatkan
jawaban dari pertanyaan yang berhubungan dengan penahanan mereka. Hal ini dapat
diasumsikan bahwa Koes Bersaudara mengetahui sesuatu. Misi pemerintah untuk
menjadikan Koes Bersaudara sebagai inteligen berkaitan dengan konfrontasi antara
Indonesia dengan Malaysia yang kian memanas pada periode 1963-1965. Popularitas
Koes Bersaudara meningkat di Malaysia pada tahun 1965, sehingga masuk akal jika
grup musik ini dikirim ke negara tersebut. Koes Bersaudara memiliki massa di
Malaysia yang tergolong sebagai penggemar. Pemanfaatan tokoh atau publik figur
sebagai agen rahasia bukanlah kasus baru pada masa Perang Dingin. Di Amerika
Serikat, seorang agen rahasia asal Uni Soviet yang juga seorang bintang film terkenal,
menyusup ke Hollywood dan mendirikan komunitas komunis92.
Strategi tersebut digunakan oleh Soekarno dalam konfrontasi dengan
Malaysia. Strategi tersebut memiliki pola yang sama dengan Uni Soviet yang
memanfaatkan peran aktor untuk memata-matai Amerika Serikat. Pertama, Soekarno
menggunakan Koes Bersaudara sebagai publik figur yang juga dikenal di Malaysia
92
Di film Hail, Caesar!, dijelaskan bahwa pada tahun 1950-an terdapat ketakutan
terhadap komunis bagi masyarakat Amerika Serikat. Film ini menunjukkan bagaimana Uni
Soviet menyusupkan agennya, seorang Aktor bernama Burt Gurney, ke Amerika Serikat
sebagai aktor Hollywood. Di dalam film tersebut juga diceritakan bahwa Burt Gurney
memfasilitasi sebuah grup komunis untuk melakukan pertemuan di rumahnya. Dalam sebuah
misi rahasia, publik tidak memiliki akses untuk mengetahui rencana negara ataupun motif
dari sebuah rencana. Di Amerika Serikat pada tahun 1950-an, Burt Gurney dan grup
komunisnya dikenal sebagai orang-orang yang bekerja untuk kaum kapitalis. Cara ini sangat
mungkin ditiru oleh Soekarno karena ia adalah Presiden yang anti-Amerika Serikat dan pro
dengan komunisme. Pengakuan Yon Koeswoyo dalam sebuah wawancara di acara Kick Andy
pada tahun 2006 semakin menguatkan dugaan tersebut. Kick Andy, Metro TV, 2006. Lihat
juga; Film Hail, Caesar!, 2016. Direktur film ini adalah Joel dan Ethan Coen.
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karena Malaysia adalah negara yang pro-Barat. Kedua, ada kemungkinan bahwa
Koes Bersaudara akan ditugaskan oleh negara untuk menyebarkan pengaruh komunis
di Malaysia.
Keterlibatan Koes Bersaudara tersebut, meskipun tidak berlangsung lama
dan gagal, tetap saja menimbulkan kecurigaan pemerintah Orde Baru terhadap
keberpihakan ideologis Koes Bersaudara. Sebagai grup musik yang paling terkenal di
Indonesia, cukup aneh ketika Kostrad mengadakan konser musik berskala
Internasional namun tidak mencantumkan nama Koes Bersaudara sebagai salah satu
pengisi acara.
Koes Bersaudara, meskipun grup musik ini tidak mengerti semua intrik
politik yang melibatkan mereka, tetap tidak dapat menghindar dari dampak buruk.
Keterlibatan Koes Bersaudara dalam dunia politik pada masa Demokrasi Terpimpin
berdampak buruk pada karir grup musik tersebut di awal-awal Orde Baru. Tercatat
pada tahun 1966, menurut penuturan Yok Koeswoyo, Koes Bersaudara hanya dua
kali melakukan tur, yakni ke Bali dan Jawa pada bulan Agustus, dan di Jakarta pada
tanggal 11 dan 30 November.93 Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibanding dengan
tahun 1965, di mana Koes Bersaudara dapat tampil rutin94 di beberapa lokasi di
Jakarta sepanjang tahun itu.
93
Steven Farram, 2007, op.cit., hlm: 268.
Pada tahun 1965, Koes Bersaudara masih dapat bermusik di beberapa tempat
seperti Bandara Halim Perdana Kusuma meskipun dikecam pemerintah. Lagu-lagu dari grup
musik tersebut dilarang di RRI, namun tidak untuk pertunjukan langsung. ibid.
94
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berkurangnya sensor terhadap musik Barat pada masa Orde Baru, tidak
serta-merta melepaskan musisi dari politik sepenuhnya. Represi pemerintah terhadap
Koes Bersaudara pada masa Demokrasi Terpimpin tetap berdampak setelah Orde
Baru berkuasa. Dengan kata lain, di akhir dekade 1960-an, musik dan politik tidak
berhenti saling berhubungan. Penguasa tidak pernah benar-benar berhenti
mencampuri urusan seniman.
B. Lagu-Lagu Setelah Demokrasi-Terpimpin: Kritik Terhadap Soekarno
Pada tahun 1967, Koes Bersaudara merilis dua album barunya, To The So
Called The Guilties dan Jadikan Aku Dombamu sebagai yang pertama sejak
pembebasan di tahun 1965. Dua album tersebut, merupakan album terakhir grup
musik ini menggunakan nama Koes Bersaudara. Pada tahun 1969, grup musik ini
berganti nama menjadi Koes Plus setelah Nomo bergabung. Album To The So Called
The Guilties95 dan Jadikan Aku Dombamu masih kuat dengan pengaruh musik Barat.
Namun, situasi sudah berubah, di mana pelarangan terhadap musik Barat tidak terjadi
lagi seperti di masa Demokrasi Terpimpin.
Pada album-albumnya di era Soekarno, lagu-lagu Koes Bersaudara bercerita
tentang kisah cinta. Dengan pengaruh yang sama, yakni musik Barat, isi dari dua
album di tahun 1967 mengalami perubahan. Album-album tersebut merupakan kritik
terhadap Soekarno yang diilhami oleh pengalaman mereka pada masa Demokrasi
95
To The So called The Guilties diproduksi dalam bentuk piringan hitam melalui
kerja sama dengan Dimita Moulding Company dengan label Mesra. "Titiek Puspa Jadi
Penyanyi Istana, Koes Bersaudara Dipenjara" dalam DetikNews, 17 Juni 2013.
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Terpimpin. Salah satu lagu yang mengkritik Soekarno atas represi yang dilakukannya
terhadap Koes Bersaudara berjudul Hidup Dalam Bui. Lagu ini bercerita tentang
pengalaman mereka di penjara yang akan dibahas selanjutnya pada sub bab ini
dengan unsur politik di dalam dalam lirik-lirik lagu Koes Bersaudara.
Gambar3 Cover album To The So Called The Guilties.
Sumber: Steven Farram, 2007, Wage War Againts Beatles, Sidney.
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Kritik Dalam Lirik
Gambar 4 Kumpulan lirik lagu dalam album To The So Called The Guilties.
Sumber: Steven Farram, Wage War Againts Beatles.
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengalaman dipenjara pada masa Demokrasi Terpimpin mengilhami grup
musik Koes Bersaudara untuk menciptakan karya yang kritis. Koes Bersaudara
menyampaikan refleksi atas kehidupan sementara mereka di dalam penjara lewat
sebuah lagu berjudul Hidup Dalam Bui dari album To The So Called The Guilties
yang dirilis pada tahun 1967. Memang, tidak ada kritik terhadap kekuasaan dalam
lirik di lagu tersebut, tetapi penerimaan grup musik tersebut atas represi yang mereka
terima membuktikan bahwa mereka konsisten. Koes Bersaudara tetap berdiri di posisi
yang sama dengan ketika Soekarno masih menjadi Presiden, namun, dengan
pandangan hidup yang sudah berubah. Akibat dari pemenjaraan yang mereka alami
pada tahun 1965.
Koes Bersaudara mulai kritis, namun bukan sebagai sebuah grup musik yang
membela kepentingan negara. Voorman (Orang yang malang), adalah lagu yang
bersifat kritik, karena lirik dalam lagu ini diarahkan kepada Soekarno. Istilah
Voorman diasosiasikan pada pengalaman Koes Bersaudara di tahun 1965. Berikut
adalah lirik dari lagu yang berjudul Voorman,
Voorman
jangan dulu kau kunci kamarku
tunggu sebentar permintaanku
kan kupetik bunga biru
yea
Voorman
ku tahu kamu baik hati
kau boleh mengurung ku disini
setelah aku kembali
ah Voorman
kamu sombong dan keji
jangan kamu menakuti
tak kan aku lari nanti
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Voorman
kuberjanji lekas kembali
dengan bunga yang kuingini
melepas sedih dihati96
Lagu lain yang kerap diperbincangkan adalah Poor Clown yang dirilis pada
tahun 196797. Baik lirik maupun ekpresi Koes Bersaudara dalam lagu ini sarat dengan
emosi dan kemarahan. Lagu ini ditutup dengan teriakan liar. Berikut lirik dari lagu
yang berjudul Poor Clown:
Poor clown poor clown
You are too shamed to show your face
*You may not ————
*With all your knowledge then you die
Oh my, oh my
Before your mind has glued you down
For she shall take and move your hand
To hide your word word word word
Until your kingdom comes to end
Oh my poor clown
Why don't you know your money's gone
Given the time, you've gotta go
It's night for you, so do sit down
*Look down sometimes we're to rest
Yeah my poor clown
Go clown go clown
The sun has dropped down from the west
I'll tell you what you should delight
We're free. Horizons are so bright98
Lagu ini diarahkan langsung kepada Soekarno,99 sebagai sindiran keras atas
represi yang dilakukannya terhadap Koes Bersaudara. Sebelum Pemerintah
96
http://www.wowkeren.com/lirik/lagu/koes_plus/voorman.html, diakses tanggal 14
Desember 2016.
97
Poor Clown merupakan salah satu lagu dalam albumTo The So-Called The
Guilties, diakses tanggal 14 Desember 2016.
98
http://genius.com/Koes-bersaudara-poor-clown-lyrics, diakses tanggal 14
Desember 2016.
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Demokrasi Terpimpin digantikan oleh Orde Baru, Koes Bersaudara tidak pernah
menciptakan lagu dengan lirik-lirik satir dan berhubungan dengan politik, maka,
perubahan tersebut merupakan dampak politis terhadap Koes Bersaudara.
Ranah kebudayaan adalah hal yang sangat menentukan dalam Perang Dingin
dengan kaum intelektual terlibat sebagai alat negara. Gramsci berpandangan bahwa
kaum intelektual adalah bagian dari negara.100 Di negara sosialis, kaum intelektual
memiliki peran sosial-politis, seperti halnya Indonesia pada masa Demokrasi
Terpimpin.
Peran inilah yang diadopsi oleh Lekra sebagai golongan intelektual.
Lembaga ini merambah ke ranah seni, sehingga memaksa para seniman agar
memiliki peran sosial-politik. Kaum intelektual ini didukung oleh aparat negara yang
koersif, seperti aparat kepolisian dan tentara dan perangkat hukum. Politik adalah
panglima merupakan manifestasi dari hegemoni negara berhaluan kiri.
Sementara itu, Koes Bersaudara adalah seniman yang menganggap aktivitas
seni mereka tidak politis. Meskipun, pada kenyataannya, grup musik tersebut tidak
dapat terlepas dari politik. Tindakan represif negara dipantulkan kembali melalui
lagu-lagu yang diciptakan setelah pengalaman represif tersebut berakhir. Hadirnya
unsur politik dalam lirik-lirik lagu Koes Bersaudara pasca penahanan di tahun 1965
adalah pantulan dari tindakan represif Pemerintah Demokrasi Terpimpin.
99
http://www.garagehangover.com/koesbersaudara/, diakses tanggal 14 Desember
2016.
100
Gramsci memandang negara sebagai kesatuan nyata dari superstruktur, yaitu
perangkat politis, dan basis struktur, yaitu masyarakat sipil, dalam Nezar Patria dan Andi
Arief, 2009, op.cit., hlm. 155.
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Melalui represi kekuasaan mampu masuk ke dalam kesadaran pihak yang
direpresi. Perubahan signifikan yang dialami Koes Bersaudara dapat dilihat dari
karya-karyanya setelah 1965, yakni album To The So Called The Guilties dan
Jadikan Aku Dombamu yang kritis. To The So Called The Guilties adalah lagu
berikutnya yang akan dianalisa untuk melihat dampak represi Pemerintah Demokrasi
Terpimpin terhadap Koes Bersaudara.
When your heart is down
And you sit in front of the court
The lawyers do something for you
They judge the right against the wrong
While you don’t know what happened behind
To the so-called the guilties (chorus)
They try to differ
From good to bad
The court may sentence you
Prison or even death
Then beat afast
That you feel what’s in your heart
If you forget the Lord
Yes … the Lord above101
Lagu ini merupakan gambaran dari situasi politik dan hukum di Indonesia
dari kacamata Koes Bersaudara sebagai korban. Koes Bersaudara memindahkan
represi yang dilakukan terhadap mereka negara ke dalam lagu. Dengan kata lain, dari
ketiga lirik di atas, jelas terlihat represi yang dilakukan Pemerintah Demokrasi
Terpimpin terhadap grup musik tersebut berdampak politis.
101
To
The
So-Called
The
Guilties,
diakses
http://www.garagehangover.com/koesbersaudara/, pada tanggal 13 Desember 2016.
68
dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Hegemoni, Represi, dan Koes Bersaudara
Pengalaman politik, pengalaman hidup, pengalaman seni, pengalaman
budaya, semuanya bercampur-aduk bagi Koes Bersaudara pada masa Demokrasi
Terpimpin. Bagi Koes Bersaudara, tumpukan pengalaman tersebut adalah hal penting
yang membawa perubahan. Perubahan yang paling mencolok disebabkan oleh
masuknya politik ke dalam lagu-lagu grup musik tersebut setelah dibebaskan dari
penjara pada tanggal 29 September 1965.
Kekuatan besar yang melatarbelakangi perubahan tersebut datang dari basis
supremasi kelas. Pertarungan kekuatan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet adalah
sebuah perjuangan supremasi kelas. Hanya ada dua cara untuk mewujudkan
supremasi tersebut, dengan dominasi dan dengan kepemimpinan intelektual dan
moral.102
Supremasi kelas yang mewujudkan diri melalui dominasi dan kepemimpinan
intelektual memiliki ciri-ciri dari suatu kekuasaan absolut. Sepertihalnya Gramsci,
yang menganggap bahwa jika suatu kelompok sosial telah memegang kekuasaan
102
Gramsci mengatakan bahwa "supremasi sebuah kelompok mewujudkan diri
dalam dua cara, sebagai "dominasi" dan sebagai 'kepemimpinan intelektual dan moral'. Dan
di satu pihak, sebuah kelompok sosial mendominasi kelompok-kelompok oposisi untuk
"menghancurkan" atau menundukkan mereka, bahkan mungkin dengan menggunakan
kekuatan bersenjata; di lain pihak, kelompok sosial memimpin kelompok-kelompok kerabat
dan sekutu mereka. Sebuah kelompok sosial dapat dan bahkan harus sudah menerapkan
"kepemimpinan" sebelum memenangkan kekuasaan pemerintahan (kepemimpinan tersebut
merupakan salah satu dari syarat utama untuk memenangkan kekuasaan semacam itu).
Kelompok sosial tersebut kemudian menjadi dominan ketika dia mempraktekkan kekuasaan,
tapi bahkan bila dia telah memegang kekuasaan penuh di tangannya, dia masih harus
memimpin juga." Nezar Patria dan Andi Arief, 2009, op.cit., hlm. 117-118.
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penuh, kelompok sosial tersebut harus terus memimpin.103 Konsep supremasi kelas
ini sesuai dengan situasi politik pada masa Demokrasi Terpimpin.
Pemerintah dan Lekra yang tergabung sebagai superstruktur dan mencekal
Koes Bersaudara adalah bagian dari budaya pop Barat. Pertarungan tersebut adalah
bagian kecil dari pertarungan hegemoni Perang Dingin. Melihat peta politik pada
masa Demokrasi Terpimpin, Indonesia berada di pihak Uni Soviet. Hal tersebut dapat
dilihat dari kenyataan mendominasinya kekuasaan berhaluan kiri secara absolut dan
budaya populer berdiri di posisi yang berlawanan.
Pada prinsipnya, hegemoni adalah upaya merubah pihak yang didominasi
dari dalam. Untuk kasus Koes Bersaudara, dominasi Pemerintah Demokrasi
Terpimpin mampu merubah grup musik tersebut dari apolitis menjadi politis.
Perubahan yang dialami Koes Bersaudara tersebut membuktikan bahwa hegemoni
dapat bekerja dan membuat perubahan, sekalipun pada kenyataannya pihak yang
pernah mendominasi telah kehilangan kuasanya.
Satu hal yang pasti, setelah Pemerintah Demokrasi Terpimpin jatuh pada
tahun 1965, Koes Bersaudara menjadi hadiah bagi Pemerintah Orde Baru,
pemerintahan yang menjadi bukti dari kemenangan Amerika Serikat di Indonesia.
Koes Bersaudara menjadi grup musik yang politis dan mendukung Barat lewat
musiknya karena pengalaman yang didapat Koes Bersaudara dari Pemerintah
Demokrasi Terpimpin.
103
ibid.
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Perubahan yang dialami Koes Bersaudara dengan menjadi politis merupakan
sintesis dari pertarungan ideologis antara kekuatan Barat dan Timur. Pertarungan dua
ideologi besar tersebut merupakan pada akhirnya akan dimengerti sebagai dialektika
dalam dialektika. Dengan kata lain, permasalahan antara negara dan budaya populer
di Indonesia adalah sebuah proxy dari peperangan besar di ranah ideologi, di mana
Amerika Serikat merebut hegemoni kekuasaannya di Indonesia.
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN
Ketegangan yang terjadi antara Koes bersaudara dengan pemerintah
disebabkan oleh situasi politik pada masa Demokrasi Terpimpin. Pada masa itu,
politik adalah panglima, pemerintah sedang melawan pengaruh imperialisme Barat,
dan memiliki Lekra sebagai lembaga yang menargetkan grup musik dengan pengaruh
Barat seperti Koes Bersaudara untuk dicekal.
Selain situasi politik-budaya yang menolak musik Koes Bersaudara karena
dianggap kebarat-baratan, ketegangan juga terjadi karena Koes Bersaudara menolak
untuk bergabung bersama Lekra dengan alasan grup musik tersebut tidak tertarik
dengan politik. Dengan demikian, pemerintah yang mengharapkan pengaruh
ketenaran Koes Bersaudara untuk menjadi agen budaya, mencekal grup musik
tersebut.
Pemerintah melalui kebijakan, pernyataan, serta represinya berupaya untuk
memutus gelombang budaya pop Barat. Koes Bersaudara sebagai grup musik yang
paling terkenal pada tahun 1960-1965 di Indonesia, menjadi target utama pemerintah,
karena dianggap merusak moral dan melemahkan jalannya Revolusi. Upaya
pemerintah dapat dikatakan gagal karena Koes Bersaudara tidak berhenti bermain
musik setelah upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencekal grup musik tersebut.
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dampak dari represi yang dilakukan pemerintah terhadap Koes Bersaudara
dapat dilihat dari sisi musikalitas. Musikalitas Koes Bersaudara berubah dari musik
yang apolitis, menjadi kritis terhadap politik, namun tetap mempertahankan pengaruh
Barat dalam musiknya. Perubahan tersebut menjadi simbol dari berakhirnya
perebutan kekuasaan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet di Indonesia. Amerika
Serikat berhasil menyingkirkan pengaruh Uni Soviet di Indonesia dan menjadikan
Indonesia sebagai negara yang tunduk terhadap kepentingan Amerika Serikat.
Dengan demikian, mampu bertahan melewati tekanan yang datang dari
pemerintah Demokrasi Terpimpin. Kebudayaan rakyat dan konsep politik sebgai
panglima terkubur bersamaan dengan runtuhnya Demokrasi Terpimpin. Bagi Koes
Bersaudara, pergulatan tersebut membawa dampak yang mempengaruhi musikalisasi
grup musik itu di masa mendatang.
Dalam studi ini, ditemukan fakta bahwa pasca pemenjaraan yang dialami
Koes Bersaudara, musikalitas mereka menjadi politis. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya konten yang bersifat kritik dalam album To The So-Called The
Guilties yang dirilis pada tahun 1967. Tidak seperti lirik-lirik mereka sebelumnya,
yang notabene hanya berisikan kehidupan percintaan, pada album tersebut, Koes
Bersaudara mulai melancarkan kritik terhadap pemerintahan Soekarno yang telah
digantikan oleh Soeharto akibat kudeta 30 September 1965. Secara musikalitas,
ketegangan antara Koes Bersaudara dengan pemerintah membawa perubahan bahwa
musik populer tidak merusak moral rakyat Indonesia dan tidak menghalangi
perkembangan kebudayaan lokal.
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adams, Cindy, 1965, Sukarno: An Autobiography: Gunung Agung.
Burton, Graeme, 2008, Pengantar Untuk Memahami Media dan Budaya Populer,
Yogyakarta: Jalasutra.
Dillistone, F. W., 2002, The Power Of Symbols (terjemahan), Yogyakarta: Kanisius.
Farram, Steven, 2007, Wage War Against Beatle Music, Sydney.
Foucault, Michel, 2007, Order of Thing: Arkeologi Ilmu-ilmu Kemanusiaan
(terjemahan), Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gramsci, Antonio, 2000, Sejarah Dan Budaya (terjemahan), Surabaya: Pustaka
Promethea.
Habermas, Jurgen, 2010, Ruang Publik: Sebuah Kajian Tentang Kategori
Masyarakat, Bantul: Kreasi Wacana.
Jones, Todd, 2015, Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia: Kebijakan Budaya
Selama Abad ke-20 Hingga Reformasi, Jakarta:Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Kuntowijoyo, 2013, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Lindsay, Jennifer, dkk., Heirs The World Culture, 1950-1965, 2012, Leiden: Brill.
Mc Robbie, Angela, Postmodernisme Dan Budaya Pop, 2014, Bantul: Kreasi
Wacana.
Nezar Patria dan Andi Arief, 2009, Antonio Gramsci: Negara & Hegemoni,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Ricklefs, M.C., 2005, Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004, Jakarta: Serambi.
Roma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, 2008, Lekra Tidak Membakar
Buku, Jogjakarta: Merakesumba.
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Srinati, Dominic, 2010, Popular Culture: Pengantar Menuju Budaya Populer,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Swartz, David, 1997, David Swartz, Culture & Power, Amerika Serikat: The
University of Chicago.
Yampolsky, Philip, 2013, Three Genres Of Indonesian Popular Music, Amerika
Serikat: University Of Texas Press.
INTERNET
http://www.wowkeren.com/lirik/lagu/koes_plus/voorman.html (Diakses tanggal 14
Desember 2016, 15.03)
http://genius.com/Koes-bersaudara-poor-clown-lyrics (Diakses tanggal 14 Desember
2016, 15.14)
http://www.garagehangover.com/koesbersaudara/ (Diakses tanggal 14 Desember
2016, 15.18)
http://news.detik.com/berita/d-2275415/titiek-jadi-penyanyi-istana-koes-bersaudaradipenjara (Diakses tanggal 14 Desember 2016)
http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20160310080131-227-116442/koesbersaudara-rela-masuk-bui-demi-indonesia/ (Diakses pada tanggal 14 Desember
2016)
Wikipedia, 2016, “Yon Koeswoyo”, Wikipedia. (Diakses pada tanggal 10 Desember
2016)
75
Download