1019-1029_setijaningsih-ikan ni - Agency for Marine and Fisheries

advertisement
1019
Keanekaragaman plankton pada budidaya ikan ... (Lies Setijaningsih)
KEANEKARAGAMAN PL ANKTON PADA BUDIDAYA IKAN NIL A BEST
(Oreochromis niloticus) DENGAN PENAMBAHAN C- ORGANIK
Lies Setijaningsih
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar
Jl. Sempur No. 1, Bogor 16154
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Plankton merupakan mikroorganisme yang keberadaannya sangat penting dalam ekosistem perairan karena
berfungsi sebagai pakan alami bagi ikan. Melimpahnya plankton di perairan diharapkan dapat meningkatkan
produksi ikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dinamika komunitas plankton dalam kolam
pemeliharaan ikan nila BEST dengan frekuensi pemberian suplemen molase yang berbeda. Penelitian
dilaksanakan di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor tahun 2010. Ikan nila dengan bobot awal
11,0-12,5 g ditebar dalam 12 unit bak tembok ukuran 1,0 m x 1,0 m x 0,75 m yang dilengkapi aerasi dengan
padat tebar 50 ekor/bak. Perlakuan frekuensi pemberian molase adalah sebagai berikut: a) setiap hari, b)
dua hari, c) enam hari, dan d) kontrol, dengan parameter yang diamati: identifikasi jenis plankton dan
analisis kuantitatif indeks biologi meliputi perhitungan keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi.
Rancangan penelitian digunakan ANOVA dengan tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan kelompok
fitoplankton yang dijumpai pada semua perlakuan masing-masing: Bacillariophyceae (5, 4, 3, dan 2 kelas),
Chlorophyceae (10, 12, 10, dan 9 kelas) dan Cyanophyceae (3, 2, 2, dan 0 kelas). Sedangkan zooplankton
yang dijumpai pada semua perlakuan adalah Rotifera dan Protozoa dengan rata-rata hanya 1 kelas. Nilai
keanekaragaman menunjukkan bahwa keberadaan fitoplankton pada media air kolam pemeliharaan benih
ikan nila pada perlakuan A dan B memiliki kestabilan yang baik untuk kegiatan budidaya (H > 0,5). Sedangkan
nilai keseragaman fitoplankton pada semua perlakuan berkisar antara 0,1394-0,2797 (E < 0,75), di mana
hal ini menunjukkan nilai keseragaman yang rendah dan kepadatan genus tidak merata. Dan nilai dominansi
berada pada kisaran yang mendukung usaha budidaya yang produktif.
KATA KUNCI: komunitas plankton, indeks biologi, kolam ikan nila
PENDAHULUAN
Ekosistem kolam yang berukuran relatif kecil, dangkal, dan mudah dikelola memiliki sifat fisika
dan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, kesehatan, maupun
reproduksi suatu organisme (McComas, 2003). Pada budidaya ikan dengan sistem air yang tergenang,
peningkatan kepadatan ikan dan pakan tambahan merupakan masalah yang membatasi produksi
budidaya. Karena hal ini akan meningkatkan hasil buangan metabolisme ikan, yang pada akhirnya
dapat meningkatkan amoniak dalam air. Amoniak merupakan salah satu bentuk N-anorganik yang
berbahaya bagi ikan dan dapat menyebabkan menurunya pertumbuhan ikan. Oleh sebab itu, pada
budidaya yang tidak dilakukan pergantian air, perlu dilakukan upaya untuk menangani limbah nitrogen.
Penurunan kadar amonia dalam sistem budidaya ikan dapat terjadi melalui tiga proses yaitu 1)
proses fotoautotrofik biosintesis alga yang menghasilkan biomassa alga, 2) proses bakterial autotrofik
yang mengubah amonia menjadi nitrat, dan 3) proses baterial heterotrofik yang mengubah amonia
langsung menjadi biomassa mikroba (Ebeling et al., 2006). Pada dasarnya ketiga proses tersebut
memanfaatkan N-anorganik yang toksik menjadi N-anorganik untuk proses fotosintesis plankton
dan alga. Selain itu, unsur N juga dimanfaatkan sebagai sumber energi pada proses biosintesis bakteri
heterotrof menjadi protein. Unsur N (nitrat) sangat penting dalam pertumbuhan fitoplankton sebagai
sumber nutrien. Nitrat merupakan hasil dari proses nitrifikasi amonia oleh bakteri autotrof (Nitrobacter
dan Nitrosomonas). Penambahan molase (C organik) pada budidaya ikan nila dimaksudkan untuk
meningkatkan C/N ratio dalam perairan sehingga sesuai dengan kebutuhan bakteri heterotrof untuk
melakukan proses biosintesis. Penelitian Gunadi & Hafsaridewi (2008) menunjukkan bahwa proses
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1020
biosintesis alga dan nitrifikasi berlangsung lebih baik dibandingkan dengan proses biosintesis bakteri
heterotrof pada perlakuan penambahan C organik. Di sini berarti pertumbuhan fitoplankton dan
alga berlangsung baik.
Penerapan sistem ini dilakukan dengan memelihara ikan nila yang diyakini termasuk organisme
pemakan plankton yang berasal dari limbah budidaya. Sumber nutrien utama bagi ikan bertropik
level rendah dalam sistem ini salah satunya adalah green algae dan bakteri. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk mendukung keberadaan bakteri sebagai nutrien alternatif dalam sistem ini
yaitu penambahan karbon dalam media budidaya.
Molase adalah salah satu sumber karbon yang dapat digunakan untuk mempercepat penurunan
konsentarasi N-anorganik di dalam air. Molase mengandung senyawa nitrogen, trace element, dan
kandungan gula yang cukup tinggi terutama sukrosa sekitar 34% dan kandungan total karbon sekitar
37%.
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas andalan sektor perikanan di
Indonesia karena mudah berkembang biak, pertumbuhannya cepat, ukuran badan relatif besar, tahan
terhadap penyakit, mudah beradaptasi dengan lingkungan, harganya relatif murah dan mempunyai
nilai gizi yang cukup tinggi sebagai sumber protein hewani. Padat tebar dalam budidaya ikan nila
secara intensif pada kolam biasa umumnya berkisar antara 50-100 ekor/m 3 (Carman & Sucipto, 2009).
Keunggulan ikan ini semakin nyata dengan ditemukannya strain baru lewat serangkaian penelitian
pemuliaan dari BRPBAT, yaitu nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia). Hasil seleksi menunjukkan
peningkatan bobot badan sebesar 10,62% dibanding generasi tetua, peningkatan panjang sebesar
2,7%, respons seleksi berdasarkan perbedaan rataan antara populasi seleksi dan populasi sebelumnya
adalah 11,5 g untuk bobot dan 4,1 mm untuk panjang (Gustiano et al., 2007). Adapun tujuan penelitian
ini untuk mempelajari dinamika komunitas plankton dalam kolam pemeliharaan ikan nila BEST dengan
frekuensi pemberian suplemen molase yang berbeda.
BAHAN DAN METODE
Ikan uji adalah benih ikan nila BEST dengan ukuran awal ikan nila berkisar 11,0-12,5 g ditebar
dalam 12 unit bak tembok ukuran 1,0 m x 1,0 m x 0,75 m yang dilengkapi aerasi dengan padat tebar
50 ekor/bak. Perlakuan frekuensi pemberian molase adalah a) setiap hari, b) dua hari, c) enam hari,
dan d) kontrol. Pemberian molase diberikan dengan cara disebar secara merata pada media
pemeliharaan ikan nila, sebesar 0,38 g dari jumlah pakan harian berdasarkan perhitungan C/N ratio.
Pemberian pakan pada awal penelitian sebesar 4% dari jumlah biomassa ikan dan selanjutnya
diturunkan menjadi 2% pada hari kesepuluh sampai akhir penelitian. Tidak ada pergantian air selama
penelitian, kecuali volume air berkurang akibat evaporasi. Pengukuran pertumbuhan ikan dan analisis
kualitas air dilakukan tiap 10 hari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Analisis statistik dengan oneway ANOVA dan pengujian
dengan LSD menggunakan program statistic MiniTAB. Penelitian dilakukan selama 40 hari di Balai
Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor tahun 2010.
Contoh air untuk pengamatan plankton dilakukan dengan mengambil 5 L air yang disaring dengan
menggunakan plankton net hingga menjadi 5 mL, kemudian diawetkan dengan larutan lugol 1%
(APHA, 2005). Identifikasi jenis plankton dilakukan di laboratorium menggunakan mikroskop yang
berpedoman pada Newel & Newel (1977), metode kelimpahan berdasarkan Sedwick Rafter Counting
Cell (APHA, 2005). Sedangkan untuk mengetahui kekayaan dan kestabilan plankton dilakukan analisis
kuantitatif indeks biologi plankton meliputi perhitungan keragaman, keseragaman, dan dominansi
dari Basmi (2005). Berikut perhitungan yang digunakan:
Indeks Dominansi
D   (pi)2
D
pi
=indeks dominansi
=kelimpahan relatif
1021
Keanekaragaman plankton pada budidaya ikan ... (Lies Setijaningsih)
Kelimpahan Relatif
pi  (ni/N)
pi
ni
N
=kelimpahan relatif
=nilai kepentingan dari individu ke -i
=total nilai kepentingan
Keanekaragaman
H'   (pi logpi)
H’
=keanekaragaman
pi
=kelimpahan relatif
log pi =logaritma kelimpahan relatif
Keseragaman
E  H' /LN n
E
H’
N
=keseragaman
=keanekaragaman
=banyaknya jenis
Kelimpahan Fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton dalam media air pemeliharaan dihitung jumlah individu fitoplankton
dengan menggunakan haemocytometer dan diamati di bawah mikroskop binokuler dengan
pembesaran 10 x 40.
Kelimpahan fitoplankton dalam saluran pencernaan dihitung dengan rumus: menurut Sukimin et
al. (2005).
N  Vb/Vi x n
N
N
Vb
Vi
=jumlah total dugaan individu jenis ke-i
=jumlah individu jenis ke-i yang ditemukan
=volume pengenceran
=volume tetes yang diamati
Pengukuran pertumbuhan dilakukan setiap sepuluh hari sekali. Contoh kualitas air yang diamati
meliputi, suhu, DO, pH, amonia (NH3). Analisis statistik menggunakan rancangan acak lengkap, masingmasing dengan 3 ulangan dan uji lanjut digunakan uji Tukey’s. Data analisis air di analisis secara
deskriptif. Perhitungan parameter uji adalah: pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik, dan
sintasan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
Pertumbuhan Bobot Mutlak
W  Wt - Wo
ÄW
Wt
Wo
=pertumbuhan bobot mutlak
=bobot ikan pada hari ke-40
=bobot ikan pada awal penelitian
Laju Pertumbuhan Spesifik (Effendi, 2004)
SGR  (LN Wt - In Wo)/t x 100%
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
SGR
Wt
Wo
t
1022
=laju pertumbuhan spesifik (% bobot badan/hari)
=bobot ikan pada akhir penelitian (g)
=bobot ikan pada awal penelitian (g)
=waktu penelitian (hari)
Sintasan
SR  Nt/Nox100%
SR
Nt
No
=sintasan (%)
=jumlah populasi pada akhir penelitian (ekor)
=jumlah populasi pada awal penelitian (ekor)
Perhitungan C/N ratio:
M  Pt x B x Np x C/N bakteri x 1/dc x 1/% C mollase
M
Pt
B
Np
Dc
=jumlah mollase yang dibutuhkan (g)
=protein pakan pellet yang terbuang (%)
=jumlah pakan harian (g)
=nitrogen dalam pelet (%)
=daya konversi karbon oleh bakteri (%)
HASIL DAN BAHASAN
Praktisi budidaya sering dihadapkan pada masalah penggunaan pakan dalam pemeliharaan intensif.
Di sisi lain telah diketahui bahwa pemeliharaaan ikan secara intensif berakibat terakumulasinya sisa
pakan, feses, dan urine, sehingga perairan kaya dengan bahan organik. Jika mengingat dalam peneltian
ini tidak dilakukan pergantian air dan hanya mengharapkan optimalisasi kerja dari bakteri heterotof,
ternyata hasil yang diharapkan baik jenis dan kelimpahan yang ditemukan cukup banyak terutama
dari kelas Chlorophyceae. Hasil pengamatan jenis plankton (fitoplankton dan zooplankton) selama
pemeliharaan ikan nila BEST diperoleh 3 kelas fitoplankton yaitu Bacillariophyceae Chlorophyceae
dan Cyanophyceae (Tabel 1). Untuk zooplankton terdapat dua kelas, yaitu protozoa dan rotifera.
Tumbuhnya beberapa jenis fitoplankton yang mendominasi dalam perairan tersebut disebabkan
karena rasio N/P yang berbeda-beda sebagai akibat tidak langsung dari penambahan C organik
(molase). Menurut penelitian Haarcorryati (2008), tinggi atau rendahnya nilai N/P mengakibatkan
pertumbuhan komunitas atau dominansi jenis fitoplankton tertentu. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
fitoplankton dari jenis Cyanophyceae dan Bacillariophyciae dapat tumbuh bagus pada N/P rasio yang
rendah, sedangkan jenis Chlorophyceae pada N/P rasio sedikit lebih tinggi.
Adapun jenis zooplankton yang dijumpai pada semua perlakuan adalah rotifera dan protozoa,
rata-rata hanya 1 genus (Tabel 2). Menurut Avnimelech (2000), bahwa pada media air pemeliharaan
Tabel 1. Jumlah fitoplankton pada tiap perlakuan
Perlakuan
Kelas
Fitoplankton
Bacillariophyceae
Chlorophyceae
Cyanophyceae
Zooplankton
Protozoa
Rotifera
A
B
C
D
5
10
3
4
12
2
3
10
2
2
9
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1023
Keanekaragaman plankton pada budidaya ikan ... (Lies Setijaningsih)
Tabel 2. Kelas dan jenis plankton pada media air pemeliharaan ikan nila BEST
Kelas
J enis fitoplankton pada perlakuan
A
Bacillariophyceae Coscinidiscus sp.
Cyclotella sp.
Navicula sp.
Synedra sp.
Nitzschia sp.
Zooplankton
Protozoa
Rotifera
C
D
Coscinidiscus sp.
Cyclotella sp.
Navicula sp.
Nitzschia sp.
Coscinidiscus sp.
Cyclotella sp.
Navicula sp.
Synedra sp.
Actinastrum sp.
Ankistrodesmus sp.
Chlorella sp
Chrococcus sp.
Coelastrum
Crucigenia sp.
Dictyosphaerium sp.
Pandorina sp.
Pediastrum sp.
Scenedesmus sp.
Spyrogira sp.
Ulothrix sp.
Chlorella sp.
Chrococcus sp.
Coelastrum
Dictyosphaerium sp.
Pediastrum sp.
Scenedesmus sp.
Spyrogira sp.
Chlorella sp.
Coelastrum
Cosmarium sp.
Crucigenia sp.
Pediastrum sp.
Scenedesmus sp.
Ulothrix sp.
Aphanocapsa sp.
Merismopedia sp.
O scilatoria sp.
Aphanocapsa sp.
O scilatoria sp.
Aphanocapsa sp.
O scilatoria sp.
Actinoprys sp.
Tricocerca sp.
Actinoprys sp.
Tricocerca sp.
Actinoprys sp.
Tricocerca sp.
Chlorophyceae Ankistrodesmus sp.
Chlorella sp
Chrococcus sp.
Coelastrum
Cosmarium sp.
Crucigenia sp.
Dictyosphaerium sp.
Pediastrum sp.
Scenedesmus sp.
Spyrogira sp.
Cyanophyceae
B
Actinoprys sp.
Tricocerca sp.
ikan dengan pergantian air yang terbatas, maka media air tersebut akan kaya dengan bahan organik,
kondisi ini sangat optimal untuk pertumbuhan jasad renik, salah satunya adalah fitoplankton. Menurut
Wetzel (2001), di perairan tawar, fitoplankton yang umum dijumpai dalam jumlah melimpah adalah
dari kelas Chlorophyceae. Chlorophyceae selain sebagai kelas dengan jumlah genus yang terbanyak,
juga menunjukkan hasil yang melimpah di hampir semua perlakuan pada penelitian ini.
Pada semua perlakuan di awal pengamatan, kelimpahan Chlorophyceae tertinggi berasal dari
genus Coelastrum, yang kemudian diikuti oleh Scenedesmus dan Pediastrum. Namun pada akhir
pengamatan, kelimpahan tertinggi kembali dicapai oleh Coelastrum. Pada kelas Bacillariophyceae
dalam genus Synedra dan Coscinidiscu sering dijumpai kelimpahan yang tinggi. Kelimpahan
Chlorophyceae pada perlakuan B dan A pada akhir pengamatan ditemukan dalam jumlah yang kecil.
Indikasi ini menandakan pemanfataan plankton pada pemeliharaan ikan nila BEST dengan pemberian
molase setiap hari dan setiap dua hari lebih baik dibandingkan perlakuan C dan D. Efektivitas ini
menunjukkan korelasi positif dengan pertambahan bobot ikan.
Zooplankton merupakan jasad renik yang memiliki peranan besar di dalam rantai makanan.
Peranan zooplankton yaitu sebagai konsumen pertama yang memakan fitoplankton, selanjutnya
zooplankton ini dimakan oleh organisme lain yang lebih tinggi tingkatannya seperti ikan (Soedarsono
et al., 2002). Zooplankton yang memiliki kelimpahan relatif tinggi adalah Actinoprys dari kelas
protozoa (Tabel 2).
Pada semua perlakuan di awal pengamatan, kelimpahan Chlorophyceae tertinggi berasal dari
genus Coelastrum, yang kemudian diikuti oleh Scenedesmus dan Pediastrum. Namun, pada akhir
pengamatan, kelimpahan tertinggi kembali dicapai oleh Coelastrum. Pada kelas Bacillariophyceae
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1024
Tabel 3. Kelimpahan plankton
Kelimpahan Plankton pada Perlakuan
Kelas
Bac illariophyc eae
Coscinidiscus sp.
Cyclotella sp.
Navicula sp.
Synedra sp.
Nitzschia sp.
A
B
Zooplankton
Protozoa
Actinoprys sp.
Rotifer a
Tricocerca sp.
Branchionus sp.
D
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir
56350
8050
24150
161050
8050
8050
6741
1247
58363
4825
100625
12075
28175
16874
4025
8176
0
7645
2050
849
18112
4025
4025
0
1982
1225
4025
8050
12075
4025
2439150
768775
24150
80500
98613
36225
213325
8050
4025
87
16
0
0
27487
4025
12075
8050
12075
327
1104
312
14
28175
20125
48300
38238
20125
11
4025
144
197225
14895
20125
2050
Chlorophyc eae
Actinastrum sp.
16100
3025
Ankistrodesmus sp.
16100
8050
Chlorella sp.
16100
4025
Chrococcus sp.
1074675 177301
Coelastrum
Cosmarium sp.
8050
4025
Crucigenia sp.
5430
Dictyosphaerium sp. 28175
sp.
92575
30188
Pediastrum
Pandorina sp.
523250 275713
Scenedesmus sp.
511175 1306
Spyrogira sp.
Ulothrix sp.
Cyanophyc eae
Aphanocapsa sp.
Merismopedia sp.
O scilatoria sp.
C
24150
8050
4025
12075
5675
76
181125
1850
84525
3405
8050
167
309925 96600
4025
44275 24150
8050
4025
1054550 79938
78487
52325
4025
18112
217350 181125
26150
4025
Awal
Akhir
40205
30188
36225
8050
1682450 244900
8050
4025
24150
4025
40250
34212
466900 273700
20125
221375 165025
51
dalam genus Synedra dan Coscinidiscu sering dijumpai dalam kelimpahan yang tinggi. Kelimpahan
Chlorophyceae pada perlakuan B dan A pada akhir pengamatan ditemukan dalam jumlah yang kecil.
Indikasi ini menandakan pemanfataan plankton pada pemeliharaan ikan nila BEST dengan pemberian
molase setiap hari dan setiap dua hari lebih baik dibandingkan perlakuan C dan D. Efektivitas ini
menunjukkan korelasi positif dengan pertambahan bobot ikan (Gambar 4).
Zooplankton merupakan jasad renik atau organisme air yang memiliki peranan yang besar di
dalam rantai makanan. Dalam rantai makanan zooplankton berperan sebagai konsumer pertama
yang memakan fitoplankton, selanjutnya zooplankton ini dimakan oleh organisme lain yang lebih
tinggi tingkatannya seperti ikan (Soedarsono et al., 2002). Zooplankton yang memiliki kelimpahan
relatif tinggi adalah Actinoprys dari kelas protozoa. Nilai kelimpahan fitoplankton dalam media
pemeliharaan ikan nila BEST yang merupakan sumber makanan utama disajikan pada Tabel 3.
1025
Keanekaragaman plankton pada budidaya ikan ... (Lies Setijaningsih)
Tabel 4. Kelimpahan rata-rata fitoplankton dalam saluran
pencernaan ikan
Per lakuan
Har i ke0
10
20
30
40
A
B
C
D
32,80±15,07
64,40±7,32
131,20±7,16
190,40±36,33
194,40±25,88
39,60±18,41
74,00±6,85
134,40±7,33
193,60±23,87
196,80±33,58
32,00±14,94
45,60±13,52
61,20±6,50
69,20±6,50
61,20±6,50
28,00±12,86
39,60±11,43
53,20±5,02
57,20±7,56
53,20±5,03
Kelimpahan fitoplankton dalam saluran pencernaan dilakukan untuk mengetahui dinamika jumlah
fitoplankton yang dikonsumsi oleh ikan nila selama penelitian berlangsung (Tabel 4). Hasil pengamatan
menunjukkan adanya peningkatan jumlah fitoplankton yang dimakan oleh ikan nila setiap harinya.
Hal ini dapat diartikan bahwa pemanfaatan molase sebagai sumber karbon dengan frekuensi setiap
hari atau dua hari dengan volume air 0,75 m3 proses biosistesis bakteri autotrofik berjalan dengan
baik. Hasil penelitian Mujiono, 2008 pada perbedaan padat tebar perlakuan kolam lele 100 ekor/m 2
yang dihubungkan ke kolam ikan nila dengan padat tebar 75 ekor/m 2, prosentase Chlorella
mendominasi isi usus ikan nila 42,04% dan padat tebar ikan lele 100 ekor/m 2 yang dihubungkan ke
kolam ikan nila dengan padat penebaran 125 ekor/m2, kelimpahan Chlorella 40,08%.
Indeks Biologi Plankton
Indeks biologi yang digunakan untuk mengetahui kestabilan komunitas suatu perairan adalah
indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi. Berdasarkan Gambar 1 tampak bahwa nilai
indeks keanekaragaman baik fitoplankton maupun zooplankton tergolong relatif rendah pada perlakuan
C dan D. Faktor ketersediaan nutrien di perairan menyebabkan hanya kelas-kelas tertentu saja yang
mampu beradaptasi pada kondisi tersebut, sehingga nilai keanekaragaman rendah. Paterson (2007)
menyatakan bahwa komunitas zooplankton di dalam perairan sangat sensitif terhadap perubahan
lingkungan. Perubahan pada struktur ekologi.(keragaman, kelimpahan, dominansi, dan keseragaman)
mengindikasikan bahwa perairan tersebut telah mendapat gangguan atau terjadi perubahanperubahan.
0.8
0.669720328
Indeks keragaman (H)
0.7
0.6
0.567580759
0.5
0.4
0.386523913
0.381815831
C
D
0.3
0.2
0.1
0
A
B
Gambar 1. Indeks keanekaragaman fitoplankton
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
Indeks keseragaman (E)
0.3
1026
0.27929507
0.25
0.20795755
0.2
0.139409033
0.15
0.15363994
0.1
0.05
0
A
B
C
D
Gambar 2. Indeks keseragaman fitoplankton
Nilai keanekaragaman terendah terdapat pada perlakuan D (3 genus) dan C (1 genus) sedangkan
tertinggi ditemukan pada perlakuan B dalam kelas Chlorophyceae yaitu ada (12 genus) diikuti kelas
Bacillariophyceae dengan jumlah keanekaragaman (5 genus). Secara keseluruhan fitoplankton kelas
Chlorophyceae lebih dominan karena hampir selalu ada di setiap pengambilan contoh air. Nilai
keanekaragaman yang tersaji pada Gambar 2, menunjukkan bahwa keberadaan fitoplankton pada
media air kolam pemeliharaan benih ikan nila pada perlakuan A dan B memiliki kestabilan yang baik
untuk kegiatan budidaya (H > 0,5).
Nilai keseragaman fitoplankton pada semua perlakuan berkisar antara 0,1394-0,2797 (Gambar
2), yang berarti nilai keseragamannya rendah. Menurut Ali (1994), jika E < 0,75; menunjukkan
kepadatan genus tidak merata. Nilai keseragaman rendah berarti jumlah atau kepadatan plankton
yang ada sangat kecil, sehingga berakibat pada pertumbuhan ikan karena ikan nila termasuk jenis
plankton feeder. Perlakuan C dan D pada kelas Bacillariophyceae nilai keseragamannya sangat kecil,
yaitu terdapat pada genus Merismopedia pada perlakuan C dan genus Aphanocapsa dan Oscilatori
pada perlakuan D. Sedangkan keseragaman fitoplankton pada genus Coscinidiscus, Synedra, dan
Nitzschia; pada kelas Cyanophyceae juga sangat rendah. Walaupun kelas Chlorophyceae terdapat di
tiap pengambilan contoh air, namun nilai keseragaman yang diperoleh juga rendah.
0.7
0.628237467
Indeks dominansi (C)
0.6
0.5
0.515334302
0.47124074
0.449971989
0.4
0.3
0.2
0.1
0
A
B
C
Gambar 3. Indeks dominansi fitoplankton
D
1027
Keanekaragaman plankton pada budidaya ikan ... (Lies Setijaningsih)
Gambar 4. Grafik pertambahan bobot ikan nila BEST
Hasil perhitungan analisis kuantitatif indeks biologi pada nilai dominansi tersaji pada Gambar 3.
Nilai dominansi pada perlakuan B menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan
lainnya, yaitu dari genus Coelastrum, Scenedesmus sp., Chlorella sp., dan Pediastrum sp. Hasil
pengamatan Mujiono (2008) terhadap dominansi fitoplankton pada pemeliharaan ikan nila ditemukan
dominansi pada kelas Chlorophyceae genus Chlorella sp., Scenedesmus sp., dan Penium sp. Menurut
Sutanti (2005), ditemukan jenis fitoplankton yang dominan dari kelas Chlorophyceae dalam sampel
usus ikan nila, hal ini dapat diartikan bahwa ikan nila memakan fitoplankton sesuai dengan jumlah
jenis yang terdapat dalam media air pemeliharaan walaupun dalam jumlah yang berbeda. Fluktuasi
nilai dominansi disebabkan oleh ketersediaan fitoplankton, siklus hidup zooplankton yang cepat,
dan pemangsaan oleh ikan (Wetzel, 2001). Menurut Kumar et al. (2004), berdasarkan kebiasaan
makan, pemilihan jenis makanan bukan merupakan hal yang baku karena terdapat jenis-jenis ikan
yang mengubah pemilihan makanannya sesuai dengan yang tersedia atau melimpah di kolam. Namun
demikian rata-rata nilai dominansi berada dalam kisaran yang mendukung usaha budidaya yang
produktif.
Hasil pengukuran dan uji statistik terhadap pertumbuhan ikan nila BEST menunjukkan bahwa
perlakuan A dan B berbeda nyata dengan perlakuan C dan D (Gambar 4). Sejalan dengan penambahan
bobot maka laju pertumbuhan spesifik terbaik terdapat pada perlakuan pemberian molase setiap
Tabel 5. Bobot (g) awal dan akhir percobaan, laju tumbuh spesifik harian (%)
pada masing-masing perlakuan
Perlakuan (% Molase)
Parameter
A
Bobot awal (g)
11,747 ± 0,012
Bobot akhir (g)
34,591±2,023
Pertambahan bobot mutlak (g) 22,844±2,023
SGR (%bt/hr)
2,697±0,1460
Keterangan:
A
=pemberian
B
=pemberian
C
=pemberian
D
=pemberian
molase setiap hari,
molase setiap dua hari,
molase setiap 6 hari dan
pakan komersial.
B
C
D
11,677±0,024
35,604±2,170
23,927±2,191
2,783±0,159
11,780±0,034
29,542±0,290
17,762±0,283
2,292±0,029
11,793±0,036
22,516±1,063
10,722±1,027
1,615±0,1101
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1028
Gambar 5. Konsentrasi TAN pada media air pemeliharaan
hari dan setiap dua hari (Tabel 4). Hal ini disebabkan karena karakter dari molase yang berkontribusi
terhadap banyaknya pakan alami sehingga ikan selain memperoleh makanan dari pakan artifisial
juga mendapat banyak ketersediaan pakan alami. Hal ini diduga adanya peranan tambahan dari
mikroba yang tumbuh akibat penambahan molase ke dalam media pemeliharaan seperti yang
dinyatakan oleh Avnimelech (1994), bahwa bakteri dan mikroorganisme lainnya memanfaatkan
karbohidrat sebagai pakan untuk menghasilkan energi dan sumber karbon dan bersama dengan N di
air memproduksi protein sel baru. Sehingga adanya penambahan molase ke dalam media pemeliharaan
menyebabkan tumbuhnya pakan alami bagi ikan nila.
Hal ini terkait dengan seberapa banyak unsur hara yang dapat dimanfaatkan fitoplankton sebagai
energi untuk tumbuh dan reproduksi. Unsur hara utama adalah nitrogen baik dalam wujud N yang
terionisasi (NH4+) maupun N yang tidak terionisasi (NH3) bagi ikan atau gabungan keduanya yang
disebut dengan total amonia nitrogen (TAN).
Nilai TAN merupakan gabungan dari N yang terionisasi (NH 4) maupun N yang tidak terionisasi
(NH3). Menurut Brune et al. (2003), potensi pasokan amonia ke dalam media air budidayaikan sebesar
75% dari kadar nitrogen dalam pakan. Pada awal penelitian nilai TAN di semua perlakuan terdapat
dalam jumlah yang banyak, tetapi mulai hari ke sepuluh mulai menurun drastic (Gambar 5). Hal ini
terjadi karena TAN pada media air pemeliharaan ikan yang makin bertambah diuraikan menjadi nitrit
dan nitrat melalui proses nitrifikasi, dan menjadi N 2 bebas melalui proses denitrifikasi (Boyd, 1988).
Proses denitrifikasi oleh bakteri anaerob membutuhkan sumber energi dari bahan organik (Boyd,
1988). Penambahan molase dalam media air pemeliharaan ikan nila diharapkan dapat mempercepat
proses penguraian amonia melalui proses denitrifikasi oleh bakteri anaerob. Penggunaan molase
mampu mengurangi nilai total amonia nitrogen (TAN) dari kolam budidaya (Chamberlin et al., 2001;
Erler et al., 2005; Samocha et al., 2006).
KESIMPUL AN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian molase dua hari sekali memberikan pertambahan
bobot sebesar 23,927 g dengan laju pertumbuhan spesifik sebesar 2,783%/bobot/hari. Keberadaan
pakan alami pada akhir penelitian sangat tinggi dengan nilai dominansi (D) dan nilai keanekaragaman
(H) pada tiap periode pengamatan yang juga tinggi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, disimpulkan
bahwa pemberian molase pada media air pemeliharaan ikan nila dapat meningkatkan pertumbuhan
ikan dengan memanfaatkan fitoplankton yang tumbuh.
DAFTAR ACUAN
Ali, I.M. 1994. Struktur komunitas ikan dan aspek biologi ikan-ikan dominan di Danau Sindereng,
Sulawesi Selatan. Tesis. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, 130 hlm.
Avnimelech, Y., Kochva, M., & Shaker. 2000. Development of Controlled Intensif Aquaculture Systems
with A Limited Water Exchange and Adjusted Carbon to Nitrogen Ratio. Bamidgeh, 46(3): 99-131.
1029
Keanekaragaman plankton pada budidaya ikan ... (Lies Setijaningsih)
APHA (American Public Health Association). 2005 Standart Methods for Examination of Water and
Wastewater. 21st edition, Centennial edition. APHA-AWWA-WEF, Washington D.C., 1,288 pp.
Basmi, H.J. 2000. Planktonologi: Plankton sebagai indicator kualitas perairan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, 60 hlm.
Boyd, C.E. 1988. Water quality in warmwater fish ponds. Auburn University. Agricultural Experiment
Station. Alabama, 319 pp.
Brune, D.E., Schawartz, G., Eversole, A.G., Coiler, J.A., & Schwedler, T.E. 2003. Intensification of pond
aquaculture and high rate photosynthetic system. Aquacultural Engineering, 28: 65-86.
Carman, O. & Sucipto, A. 2009. Panen nila 2,5 bulan. Penebar Swadaya. 84 hlm.
Chamberlain, G., Avnimelech, Y., Mc Intosh, R.P., & Velasco, M. 2001. Advantages of aerated microbial
reuse systems with balanced C/N : Nutrient transformation and water quality benefits. Global
Aquaculture Alliance : April 2001
Erler, D., Songsangijinda, P., Keawtawee, T., & Chaiyakum, K. 2005. Preliminary investigation into the
effect of carbon addition on growth, water quality and nutrient dynamics in zero exchange shrimp
(Penaeus monodon) culture system. Asian Fisheries Science, 18: 195-204.
Gustiano, R., Arifin, O.Z., Subagja, J., & Asih, S. 2007. Peningkatan keragaan pertumbuhan ikan nila
dengan seleksi famili. Laporan hasil riset BRPBAT. Bogor, hlm. 72-75.
Gunadi, B. & Hafsaridewi, R. 2008. Pengendalian limbah amonia budidaya ikan lele dengan sistem
heterotrofik menuju sistem akuakultur nir-limbah. J. Ris. Akuakultur, 3(3): 437-448.
Haarcorryati, A. 2008. Hubungan Rasio N/P dengan kecenderungan Dominasi Komunitas Mikroalga
pada Waduk-waduk di di DPS Citarum. Buletin Keairan, Vol. 1, April.
Kumar, M.S., Binh, T.T., Luu, L.T., & Clarke, S.M. 2005. Evaluation of Fish Production Using Organic
and Inorganic Fertilizer: Application to Grass Carp Polyculture. J. of Applied Aquaculture, 17(1):
19-34.
Mc Comas, S. 2003. Lake and pond management guidebook. Lewis Publishers. New York.xvii, 286 pp.
Mujiono, A. 2008. Pemenfaatan limbah budidaya ikan lele (Clarias sp.) oleh ikan nila (Oreochromis
niloticus) melalui pengembangan fitoplankton.
Newel, G.E. & Newel, R.C. 1977. Marine Plankton. Hutchinstson, London, 244 pp.
Reynolds, C.S. 1990. The ecology of freshwater fitoplankton. Cambridge University Press. London,
384 pp.
Samocha, M.T., Susmita, P., Mike, S., Abdul-Mehdi, A., Josh, M.B., Rodrigo, V.A., Zarrein A., Margasanto,
H,. & Ami, H., & David, L.B. 2007. Use of molasses as carbon source in limited discharge nursery
and grow-out system for Litopenaeus vannamei. Aquaculture Engineering, 36: 184-191.
Sukimin, S., Zairion, Ernawati, Y., & Andi, I.S.B. 2005. Panduan praktikum biologi perikanan. FPIK.
IPB. Bogor.
Wetzel, R.G. 2001. Limnology : Lake and river ecosystems. Third Edition. Academic Press. San Diego,
USA, xvi, 1,006 pp.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
1030
Download