pengembangan kemajuan bangsa melalui - E

advertisement
PENGEMBANGAN KEMAJUAN BANGSA MELALUI PENDIDIKAN ANAK USIA
DINI UNTUK MENCIPTAKAN GENERASI YANG BERKUALITAS
Akmaludin
Bina Sarana Informatika
Jl. Salemba Tengah No. 45 Jakarta
[email protected]
Abstract
Education is one of the milestones that must get the government's main concern in creating the role of nation's
progress, because with education development mindset to be developed, so the civilization level of nations
indirectly will be increased with the view that more progress especially in terms of knowledge, particularly in the
field of education.
Preparations to be made is how the good cooperation of the role of good government, community, and other social
institutions in building the future of education, as this is a shared responsibility that is not only borne by government
alone. Therefore of course there are steps that must be taken to the maturation and development of knowledge in
education.
Early childhood education is one of the most important instrument in preparing generations of nation, therefore,
increase the child's education should be a staple in the process of improving the nation's civilization. This can be
preceded by prepare the nutritional who needs of children from the womb until the child's maturation process. One
generation will be lost if there is failure to prepare its young generation, the government therefore has issue laws
governing education, even within the law also mentions about early childhood education. This means that education
has an important role in building this nation, especially early childhood education has become a concern in the
world. The role of educators in this achievement is needed especially the teachers are professionals who will be able
to take towards better teaching and quality to be well received by students.
Keywords: Education, Early Childhood Education, Role of Government, Knowledge, Teachers
I. PENDAHULUAN
Setiap insan manusia yang hidup di muka
bumi ini wajib dalam menuntut ilmu baik dalam
bentuk pendidikan nonformal maupun pendidikan
formal, bahkan menurut syariah hingga akhir
hayatnya. Penciptaan pendidikan yang menghasilkan
output yang baik harus dilakukan dengan
mempersiapkan pendidikan sejak dini dari setiap
individunya. Hal ini harus diawali dengan
memperhatikan pertumbuhan anak sejak masa dalam
kandungan terhadap peran asupan nutrisi, masa
kanak-kanak terhadap peran pendidikan pra sekolah,
sekolah, hingga sampai pendidikan pendewasaannya
yang dapat berguna dalam membangun bangsanya
untuk menghasilkan manusia yang mampu bersaing
dan memiliki budi perkerti serta moral yang baik.
Untuk pencapaian generasi bangsa seperti
yang diharapkan, tentunya harus dipersiapkan sejak
dini pendidikannya dan yang perlu diperhatikan
adalah tahapan proses
penyerapan pendidikan terhadap anak tersebut.
Langkah terpenting yang perlu dilakukan adalah
bagaimana proses pendidikan pada anak dalam
menciptakan generasi yang diharapkan baik dalam
skala kecil dilingkungan keluarga ataupun dalam
sekala besar yang berguna bagi lingkungan, bangsa,
dan negara sebagai tempat kelahirannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Badan pendidikan dunia UNESCO dalam
laporannya melalui Commission on Education for the
Twenty-first
Century
membicarakan
tentang
pentingnya pendidikan dengan konsepnya “the four
pillars education. Hal ini terlihat bahwa dengan
seriusnya badan dunia tersebut menilai arti
pentingnya pendidikan untuk seluruh manusia yang
hidup di bumi ini. Menurut Naisbitt (1995:32) ada
sepuluh kecenderungan besar yang akan terjadi pada
pendidikan di abad 21 yaitu; (1) dari masyarakat
industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi
yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari
ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari
perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka
panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6)
dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari
demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris,
(8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari
utara ke selatan, dan (10) dari atau ke pilihan
majemuk.
Menurut Surya (1998:15) mengungkapkan
bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21
mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1)
Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar
yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b)
untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli
yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c)
membina dan mengembangkan penguasaan berbagai
cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2)
Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku,
agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai
proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi
mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa
dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3)
Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan,
mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak
pendidikan nasional; (4) Perubahan karakteristik
keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak
menuntut terhadap pentingnya kerja sama berbagai
lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai
intinya.
Undang-undang Nomor 20 Negara Republik
Indonesia juga mengatur tentang sistem pendidikan
nasional dan didalamnya juga mengatur tentang
pendidikan anak usia dini yang tertera dalam
Undang-undang sistem pendidikan pasal 28 yang
terdiri dari 6 ayat. Ini juga merupakan bukti bahwa
negara Republik Indonesia juga terlihat memilki
keseriusan dalam membangun bangsa khususnya
dalam bidang pendidikan.
Pendidikan yang diperhatikan tidak hanya
pendidikan tinggi saja bahkan dimulai sejak usia dini.
Persiapan untuk memperoleh tingkat kecerdasan anak
sebaiknya diperhatikan penyertaan gizi untuk
pertumbuhan otak bayi pada masa dalam kandungan
atau janin. Menurut Dobbing dan Sands (Musbikin,
2005:99) yang dikutip dalam Journal Early Human
Development Vol. 5 tahun 1978 bahwa pada akhir
trisemester kehamilan ini sudah terjadi puncak
pertumbuhan otak, yakni diminggu ke-15 sampai ke20, laju pertumbuhan otak janin ini akan kembali
terjadi pada kehamilan minggu ke-30 sampai bayi
berusian 18 bulan. seubungan dengah perkembangan
janin, dokter menganjurkan agar calon ibu
meningkatkan asupan asam folat sejak tiga bulan
sebelum pembuahan dan dua bulan pertama setelah
kehamilan, konsumsi asam folat terutama selama dua
belas minggu pertama sejumlah 300 mcg berdasarkan
angka kecukupan
2005:101).
gizi
Indonesia
(Musbakin,
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah
dengan melakukan pengamatan langsung dan
melakukan
wawancara
ke
tempat-tempat
penyelenggara pendidikan anak usia dini, dilain sisi
metode penelitian yang digunakan yaitu mencari
literatur atau sumber referensi pendukung untuk
menambahkan wahana dan kandungan isi dari tulisan
yang sesuai dengan topik yang
dibahas yang
bersumber dari buku, peraturan perundang-undangan,
simposium, forum, konvensi, dan jurnal.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini akan diuraikan
secara sistematis tentang pentingnya pendidikan
khususnya pendidikan anak usia dini dan segala halhal yang dapat menunjang pendidikan seperti halnya
nutrisi anak, pendidikan anak, maupun penyiapan
tenaga didik yang professional untuk pengembangan
bangsa melalui pendidikan anak usia dini.
A. Persiapan Pendidikan Anak
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap insan
manusia bahkan wajib untuk didapat dan dipelajari
hingga hayat masih dikandung badan. Setiap manusia
mutlak membutuhkan nilai-nilai yang baik dalam
proses pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia
berada. Pendidikan sangat penting sekali dalam setiap
aspek kehidupan artinya, tanpa pendidikan manusia
akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang.
Dengan demikian pendidikan harus betul-betul
diarahkan untuk menghasilkan manusia yang
berkualitas dan mampu bersaing, di samping
memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang
baik. Tujuan pendidikan yang kita harapkan adalah
mencerdaskan
kehidupan
bangsa
dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri serta
rasa
tanggung jawab
kemasyarakatan dan
berkebangsaan.
Pendidikan
harus
mampu
mempersiapkan warga negara agar dapat berperan
aktif dalam seluruh lapangan kehidupan, cerdas,
aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral
tinggi,
demokratis,
dan
toleran
dengan
mengutamakan persatuan bangsa dan bukannya
perpecahan.
Mempertimbangkan pendidikan anak-anak sama
dengan mempersiapkan generasi yang akan datang.
Hati seorang anak bagaikan pembentukan sebuah
platform yang belum terbentuk dan belum berisi apaapa, siap merefleksikan semua yang ditampakkan
padanya.
Menghadapi kesiapan di abad dua puluh satu,
UNESCO melalui The International Commission on
Education for the Twenty first Century yang dipimpin
oleh Jacques Delors merekomendasikan pendidikan
yang berkelanjutan atau seumur hidup yang
dilaksanakan berdasarkan empat pilar konsep sangat
sederhana terhadap proses pembelajaran, diantaranya:
a. Learning to know (Belajar untuk menguasai
pengetahuan).
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk
mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan
dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk
mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak
sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga
sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi
kehidupan. Sehingga dengan mengetahui tersebut
merupakan improvisasi terhadap pengetahuan, maka
dengan demikian dapat menilai segala sesuatu yang
baik atau bernilai tambah dan sesuatu yang buruk
yang harus ditinggalkan.
Guna merealisir learning to know, pendidik
selayaknya tidak hanya berfungsi sebagai sumber
informasi melainkan juga fasilitator. Di samping itu
pendidik dituntut dapat berperan sebagai teman
sejawat dalam berdialog dengan peserta didik dalam
mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun
ilmu tertentu. Disinilah wadah atau tempat yang
sangat tepat dalam melakukan proses brainstorming
untuk dapat saling bertukar pikiran dalam
memperoleh tambahan pengetahuan.
b. Learning to do (Belajar untuk menguasai
keterampilan).
Pendidikan merupakan proses belajar untuk
melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar
menghasilkan perubahan dalam pembentukan pola
pikir atau kognitif, peningkatan kompetensi, serta
pemilihan dan penerimaan nilai. Pendidikan
membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui,
tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau
mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu
yang bermakna bagi kehidupan. Untuk melakukan
sesuatu tentunya perlu disediakan fasilitias yang
memadai dalam mengimplementasikan perolehan
pengetahuan yang telah didapat melalui learning to
know. Learning to do bisa berjalan jika lembaga
pendidikan memfasilitasi peserta didik untuk
mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya,
serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat
anak banyak dipengaruhi unsur keturunan, namun
tumbuh
berkembangnya
tergantung
pada
lingkungannya. Dewasa ini keterampilan bisa
digunakan menopang kehidupan seseorang, bahkan
keterampilan lebih dominan daripada penguasaan
pengetahuan dalam mendukung keberhasilan
kehidupan seseorang.
c. Learning to live together (Belajar untuk hidup
bermasyarakat).
Wujud dari keberhasilan adalah penguasaan terhadap
apa yang telah diperoleh dari proses implementasi
berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dalam
pencapaian tujuan yang diharapkan, penguasaan
terhadap sesuatu merupakan skill yang dimiliki oleh
individu atau lebih dikenal dengan kemampuan.
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari
proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal
untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana
individu tersebut berada, sekaligus mampu
menempatkan diri sesuai dengan perannya.
Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam
kelompok belajar merupakan bekal dalam
bersosialisasi di masyarakat (learning to live
together).
Salah satu fungsi sekolah adalah tempat
bersosialisasi, artinya mempersiapkan siswa untuk
dapat hidup bermasyarakat. Situasi bermasyarakat
hendaknya dikondisikan di lingkungan sekolah.
Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai,
terbuka,
memberi
dan
menerima,
perlu
ditumbuhkembangkan.
Kondisi
seperti
ini
memungkinkan terjadinya "learning to live together".
Bahkan banyak dunia pendidikan yang memberikan
dan menerapkannya kepada masyarakat sebagai
bentuk pengabdian kepada masyarakat agar mengenal
dan mengetahui manfaat dari pengetahuan yang
selama ini diperoleh dalam dunia pendidikan.
d. Learning to be (Belajar untuk mengembangkan
diri dan menjadi diri sendiri).
Rasa ingin tahu terhadap sesuatu dapat dimiliki oleh
setiap manusia, hal ini menggambarkan bahwa
manusia yang ingin mendalami sesuatu untuk
dikuasai dengan kesempurnaan pengetahuan yang
diperlolehnya.
Penguasaan
pengetahuan
dan
keterampilan merupakan bagian dari proses belajar
menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri
sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap
kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai
dengan norma dan kaidah yang berlaku di
masyarakat, serta belajar menjadi orang yang
berhasil, sesungguhnya adalah proses pencapaian
aktualisasi diri berupa pengakuan dari lingkungannya
terhadap dirinya sendiri untuk dikenal oleh orang
banyak.
Pengembangan diri secara maksimal (learning to be)
erat hubungannya dengan bakat dan minat,
perkembangan fisik dan kejiwaan, tutur kata, bentuk
kepribadian anak, serta kondisi lingkungannya.
Kemampuan diri yang terbentuk di sekolah secara
maksimal
memungkinkan
anak
untuk
mengembangkan diri pada tingkat yang lebih tinggi.
B. Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini (PAUD) yang baik dan
tepat dibutuhkan anak untuk menghadapi masa
depan, PAUD akan memberikan persiapan anak
menghadapi masa-masa ke depannya, yang paling
dekat adalah menghadapi masa sekolah. Saat ini
beberapa taman kanak-kanak sudah meminta anak
murid yang mau mendaftar di sana sudah bisa
membaca dan berhitung. Di masa taman kanak-kanak
pun sudah mulai diajarkan kemampuan bersosialisasi
dan problem solving. Karena kemampuankemampuan itu sudah bisa dibentuk sejak usia dini.
Di lembaga pendidikan anak usia dini, anak-anak
sudah diajarkan dasar-dasar cara belajar. Tentunya di
usia dini mereka akan belajar pondasi-pondasinya.
Mereka diajarkan dengan cara yang mereka ketahui,
yakni lewat bermain. Tetapi bukan sekadar bermain,
tetapi bermain yang diarahkan. Lewat bermain yang
diarahkan mereka bisa belajar banyak; cara
bersosialisasi,
problem
solving,
negosiasi,
manajemen waktu, resolusi konflik, berada dalam
grup besar atau kecil, kewajiban sosial, serta
beberapa bahasa.
Dengan pendekatan bermain, anak tidak merasa
dipaksa untuk belajar dan saat bermain otak anak
berada dalam keadaan yang tenang. disaat tenang
itulah pendidikan pun bisa masuk dan tertanam di
benak pikiran mereka. Tentunya cara bermain pun
tidak bisa dilepas begitu saja melainkan harus
diarahkan dan ini butuh tenaga yang memiliki
kemampuan dan cara mengajarkan yang tepat. Kelas
harusnya berisi kesenangan, antusiasme, dan rasa
penasaran. Sehingga dapat terbangun sikap anak yang
semangatnya hanya untuk belajar dalam dunianya
sendiri.
Sebagai contoh anak dilibatkan dalam bermain
menjadi peran, bermain peran sebagai pemadam
kebakaran, anak tidak akan mendapat apa-apa jika ia
hanya disuruh mengenakan busana dan berlarian
membawa selang. Tetapi, guru yang mengerti harus
bisa mengajak anak menggunakan otaknya saat si
anak berperan sebagai pemadam kebakaran. Untuk
dapat mengerti pemahaman anak tersebut, maka
mereka diarahkan kepada hal-hal yang mampu
menjawab pertanyaan seperti berikut. Apa yang
digunakan oleh pemadam kebakaran?, bagaimana
suara truk pemadam kebakaran yang benar? Apa
yang dilakukan pemadam kebakaran? Pertanyaanpertanyaan semacam itu akan ditanyakan untuk
memancing daya pikir si anak. Sehingga dengan
memberikan pendidikan dengan cara bermain ini,
didalam pikiran mereka terdapat pendidikan yang
tertanam dalam diri anak tersebut.
Sebagian orangtua memiliki konsep bahwa anak-anak
di usia dini sudah bisa berpikir. Anak-anak usia dini
belum bisa berpikir dengan sempurna seperti orang
dewasa. Anak-anak usia tersebut harus dipandu cara
berpikir secara besar, cara mencerna, dan berdaya
nalar. Sehingga diharapkan beberapa lembaga
pendidikan anak usia dini belum mengajarkan
mengenai multiple intelligences. Ini kembali ke
kepada perkembangan latar belakang ahli didiknya.
Apa perbedaan anak-anak yang belajar di lembaga
pendidikan usia dini berkualitas dengan anak-anak
yang tidak belajar. Di lembaga pendidikan anak usia
dini yang bagus, anak-anak akan belajar menjadi
pribadi yang mandiri, kuat bersosialisasi, percaya
diri, punya rasa ingin tahu yang besar, bisa
mengambil ide, mengembangkan ide, pergi ke
sekolah lain dan siap belajar, cepat beradaptasi, dan
semangat untuk belajar. Sementara, anak yang tidak
mendapat pendidikan cukup di usia dini, akan lamban
menerima sesuatu. Anak yang tidak mendapat
pendidikan usia dini yang tepat, akan seperti mobil
yang bensinnya tiris. Anak-anak yang berpendidikan
usia dini tepat memiliki bensin penuh, mesinnya akan
langsung jalan begitu ia ada di tempat baru.
Sementara anak yang tidak berpendidikan usia dini
akan kesulitan memulai mesinnya, oleh karena itu
pendidikan anak usia dini sangat memiliki peranan
penting untuk menciptakan anak yang siap selalu
menerima segala bentuk kondisi dan situasi baru
dengan menanamkan pola pikir kepada anak diusia
dini.
C. Pendidikan Anak Bawaan Alamiah
Ada beberapa hal yang tergolong sebagai bawaan
alamiah yang ada dalam diri anak. Bawaan alamiah
merupakan bekal sejak lahir yang dimiliki oleh tiap
anak yang terdiri dari:
a.
Genetik, bahwa genetik (kromosom) yang
diturunkan oleh orangtua kita mempengaruhi
perilaku sosial yang kita tampilkan. Selama ini,
kita mengenal bahwa kromosom menurunkan
ciri-ciri fisik dari kedua orangtua kepada
b.
c.
d.
anaknya namun penelitian terbaru menemukan
bahwa sifat-sifat, karakter dan kebiasaan ternyata
juga diturunkan dari orangtua kepada anak
mereka melalui gen. Anak kembar yang
dipisahkan sejak lahir dan mendapatkan
pengasuhan yang berbeda pun masih memiliki
ciri perilaku yang sama. Penemuan penurunan
sifat, karakter dan kebiasaan sosial ini terjadi
disebabkan ilmuwan saat ini telah mampu
memetakan gen dalam diri manusia dengan lebih
detil lagi.
Jenis kelamin dan hormon. Gender yang berbeda
akan mempengaruhi hormon yang produktif di
dalam tubuh. Hormon ini mempengaruhi
perilaku yang ditampilkan oleh tiap gender.
Ketidakseimbangan hormon dalam tubuh juga
dapat mempengaruhi perilaku. Wanita lebih
mudah
terkena
depresi
karena
ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan
progesteron. Anak laki-laki dinilai lebih agresif
disebabkan adanya hormon testoteron dalam
dirinya. Itu sebabnya mengapa secara instingtif,
banyak orangtua telah membedakan cara
pengasuhan terhadap anak laki-laki dan anak
perempuan.
Cara menjalin ikatan emosi dengan orang lain.
Ada anak yang dapat dengan mudah bergaul
dengan orang baru. Namun ada juga anak yang
lebih sulit menerima keberadaan hal-hal baru
dalam lingkungannya. Ini merupakan faktor
bawaan yang telah ada sejak lahir. Tidak berarti
anak yang introvert memiliki konsep diri yang
rendah. Hanya saja energi yang mereka punyai
lebih diarahkan ke dalam diri mereka sendiri
daripada keluar diri mereka. Konsep diri rendah
dan tidak percaya diri merupakan polusi yang
didapat dari pola asuh yang terjadi di
lingkungannya.
Perkembangan otak. Otak manusia mengalami
perkembangan
yang
bertahap.
Selama
berkembang, otak akan mempengaruhi perilaku
yang ditampilkan oleh anak. Itulah sebabnya
mengapa anak perempuan lebih cepat berbicara
dibandingkan dengan anak laki-laki atau
mengapa anak perempuan lebih menyukai
permainan yang melibatkan perilaku sosial
dibandingkan anak laki-laki yang lebih menyukai
permainan yang melibatkan aktivitas motorik
hardskill.
Seringkali sebagai orangtua kurang memahami
bawaan alamiah yang ada dalam diri anak, sehingga
menjadi lebih sering menuntut anak untuk
berperilaku sesuai dengan keinginan orang tuanya
atau tuntutan sosial/masyarakat. Dapat dideskripsikan
bahwa ada seorang anak yang memang memiliki
karakter untuk mengobservasi lingkungan sebelum ia
terlibat didalamnya. Padahal orangtuanya lebih
menyukai anak yang mampu langsung bergaul
dengan orang lain, secara tidak diduga-duga orang
orangtua tersebut langsung memborbardir anak
dengan perkataan “sana main, tidak perlu malumalu”. Atau dengan perkataan lain yang terdengar
oleh anak tersebut seperti “Anakku ini pemalu
banget kalau ketemu orang. Padahal papa mamanya
supel dan jika perkataan tersebut diucapkan di depan
anak dan anak itu mendengarnya. Itulah asal mula
lahirnya kepribadian seorang anak pemalu.
Mengasuh sesuai dengan bawaan alamiah seorang
anak tidak berarti kita serba membiarkan dan
membolehkan atau menjadi orangtua permisif.
Supaya tidak terjebak menjadi orangtua permisif,
anda perlu mengenali bawaan alamiah anak anda dan
nilai-nilai hidup apa yang hendak anda tanamkan
dalam diri anak. Jika anak berperilaku menyimpang
atau tidak sopan, anda tetap perlu mengarahkannya.
Pengasuhan yang kita terapkan dengan mengikuti
bawaan alamiah anak, akan membantu anak untuk
lebih mengenal dirinya sendiri. Dengan demikian,
kelak anak menjadi nyaman dengan dirinya sendiri
dan nyaman pula memutuskan tujuan hidupnya.
Pondasi terdasar kebahagiaan adalah bersahabat dan
menerima diri sendiri sebagai apa adanya.
D. Mewujudkan Pendidikan Anak Usia Dini
Pada jaman globalisasi seperti sekarang ini,
industrialisasi dan pesatnya informasi yang
berkembang memegang peranan penting terhadap
kualitas hidup seseorang. Belum lagi persaingan dan
tekanan yang ditimbulkan serta ketidaksiapan
menjalani hidup menjadi pergumulan yang tiada
berujung. Tanpa diikuti dengan kematangan
intelegensia, emosional, sosial, fisik, dan akhlak
sebagai pedoman pribadi, segala informasi akan
dengan mudah diterima anak-anak sebagai kebenaran
yang hakiki. Tak dapat dipungkiri, segala kekerasan
yang terlihat di layar televisi pun kini menjadi
konsumsi dan kian dimanipulasi anak-anak itu
sendiri. Apakah ini produk jaman yang dihasilkan.
Penerus-penerus bangsa yang tidak siap menghadapi
tantangan jaman.
Semua ini sebenarnya dapat dihindari dengan
mengoptimalkan potensi anak sejak dini. Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) sangat membantu dalam
mendukung wajib belajar 9 tahun. Anak-anak pada
usia 0-6 tahun perlu mendapat perhatian khusus,
karena pada usia inilah kesiapan mental dan
emosional anak mulai dibentuk. Penelitian terhadap
PAUD menunjukkan bahwa mutu pendidikan dan
keberhasilan akademis secara signifikan dipengaruhi
oleh kualitas masukan pendidikan yaitu kesiapan
mental dan emosional anak memasuki sekolah dasar.
E. Perhatian Khusus Terhadap Anak
Anak mulai belajar dan beradaptasi dengan
lingkungannya sejak bayi. Hal ini dikarenakan
pertumbuhan otak bayi dibentuk pada usia 0-6 tahun.
Oleh sebab itu asupan nutrisi yang cukup juga harus
diperhatikan. Para ahli neurologi meyakini sekitar
50% kapasitas kecerdasan manusia terjadi pada usia 4
tahun, 80% terjadi ketika usia 8 tahun, dan 100%
ketika anak mencapai usia 8-18 tahun.
Dalam tahun-tahun pertama kehidupan, otak anak
berkembang sangat pesat dan menghasilkan
bertrilyun-trilyun sambungan yang memuat berbagai
kemampuan dan potensi. Nutrisi bagi perkembangan
anak merupakan benang merah yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Setidaknya
terdapat enam aspek yang harus diperhatikan terkait
dengan perkembangan anak itu sendiri:
1. Perkembangan fisik: hal ini terkait dengan
perkembangan motorik dan fisik anak seperti
berjalan dan kemampuan mengontrol pergerakan
tubuh.
2. Perkembangan sensorik: berkaitan dengan
kemampuan anak menggunakan panca indra
dalam mengumpulkan informasi.
3. Perkembangan komunikasi dan bahasa: terkait
dengan kemampuan menangkap rangsangan
visual dan suara serta meresponnya, terutama
berhubungan dengan kemampuan berbahasa dan
mengekspresikan pikiran dan perasaan.
4. Perkembangan Kognitif: berkaitan dengan
bagaimana anak berpikir dan bertindak.
5. Perkembangan emosional: berkaitan dengan
kemampuan mengontrol perasaan dalam situasi
dan kondisi tertentu.
6. Perkembangan
sosial:
berkaitan
dengan
kemampuan memahami identitas pribadi, relasi
dengan orang lain, dan status dalam lingkungan
sosial.
F. Fase Pertumbuhan
Para orang tua juga dituntut untuk memahami fasefase pertumbuhan anak. Fase pertama mulai pada
usia 0-1 tahun. Pada permulaan hidupnya, anak diusia
ini merupakan suatu mahkluk yang tertutup dan
egosentris. Ia mempunyai dunia sendiri yang berpusat
pada dirinya sendiri. Dalam fase ini, anak mengalami
pertumbuhan pada semua bagian tubuhnya. Ia mulai
terlatih mengenal dunia sekitarnya dengan berbagai
macam gerakan. Anak mulai dapat memegang dan
menjangkau benda-benda disekitarnya. Ini berarti
sudah mulai ada hubungan antara dirinya dan dunia
luar yang terjadi pada pertengahan tahun pertama
kurang lebih enam bulan pertama. Pada akhir fase ini
terdapat dua hal yang penting yaitu anak belajar
berjalan dan mulai belajar berbicara.
Fase kedua terjadi pada usia 2-4 tahun. Anak semakin
tertarik kepada dunia luar terutama sekali dengan
berbagai macam permainan, dan bahasa. Dunia
sekitarnya dipandang dan diberi corak menurut
keadaan dan sifat-sifat dirinya. Disinilah mulai
timbul kesadaran akan dirinya sendiri. Anak mulai
mengalami peruberubahan terhadap pengendalian
emosionalnya terciptalah keinginan agar orang lain
harus mengikuti keinginannya.
Fase ketiga terjadi pada usia 5-8 tahun. Pada fase
pertama dan kedua, anak masih bersifat sangat
subjektif namun pada fase ketiga ini anak mulai dapat
melihat sekelilingnya dengan lebih objektif.
Semangat bermain berkembang menjadi semangat
bekerja. Timbul kesadaran kerja dan rasa tanggung
jawab terhadap kewajibannya. Rasa sosial juga mulai
tumbuh. Ini berarti dalam hubungan sosialnya anak
sudah dapat tunduk pada ketentuan-ketentuan
disekitarnya. Mereka menginkan ketentuan-ketentuan
yang logis dan konkrit. Pandangan dan keinginan
akan realitas mulai timbul.
G. Kendala Pendidikan Anak
Pendidikan dasar sembilan tahun haruslah didahului
dengan PAUD. Pendidikan yang diberikan sebelum
memasuki sekolah dasar merupakan salah satu
alternatif yang harus dikembangkan dalam
mempersiapkan anak menuju wajib belajar sembilan
tahun. Pendidikan dan perhatian terhadap anak pada
usia 0-6 tahun sangat membantu perkembangan
sosial, emosi, fisik, dan kognitif anak. Studi
memperlihatkan bahwa anak-anak yang mendapatkan
perhatian khusus lebih awal menunjukan pencapaian
akademis yang lebih baik pada saat mengenyam
pendidikan formal disekolah begitu juga dalam
memahami pribadinya sendiri dan lingkungan
sekitarnya.
Sebelum memasuki pendidikan formal di bangku
sekolah dasar, anak-anak perlu disosialisasikan di
bangku prasekolah. Persiapan ini bisa merupakan
pendidikan formal seperti Taman Kanak-kanak (TK),
nonformal seperti Taman Penitipan Anak dan
Kelompok Bermain (TPA & KB), maupun
pendidikan informal dilingkungan keluarga. Ini
sangat diperlukan untuk mengoptimalkan potensi
anak pada tingkat pendidikan selanjutnya dan dalam
hidup bermasyarakat. Namun sampai saat ini akses
anak usia dini terhadap layanan pendidikan dan
perawatan melalui PAUD masih sangat terbatas dan
tidak
merata.
Kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia yang
masih jauh dibawah standar kehidupan layak
merupakan kendala lain dalam meningkatkan akses
PAUD. Untuk mendapatkan pelayanan ini
masyarakat harus mengalokasikan sejumlah dana
yang mungkin tidak sedikit. Selain itu kendala
berikutnya adalah kurangnya pengetahuan orang tua.
Sebagian besar orang tua tidak memahami akan
potensi luar biasa yang dimiliki anak-anak pada usia
0-6 tahun. Keterbatasan pengetahuan dan informasi
yang dimiliki orang tua menyebabkan potensi yang
dimiliki anak tidak berkembang.
Pemerintah memang sejak awal melindungi hak anak
mendapatkan layanan pendidikan. Ini terbukti pada
pasal 28 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur
PAUD, namun implementasinya dilapangan masih
jauh dari apa yang diharapkan, contohnya: tidak
meratanya jumlah lembaga pendidikan atau program
layanan pendidikan anak usia dini, fasilitas yang
minim, lemahnya mutu pendidikan, dan minimnya
guru PAUD yang berkualitas.
Lembaga yang sudah ada pun hanya berstatus
lembaga swasta dengan biaya yang relatif mahal dan
didominasi oleh kota-kota besar saja, sehingga tidak
semua lapisan masyarakat dapat menikmati layanan
ini. Selain itu, lembaga pendidikan tersebut tidak
memiliki program yang terstruktur, dalam arti tidak
adanya keterpaduan antara mutu pendidikan yang
berkualitas dengan guru yang terlatih, layanan gizi,
perawatan dan pengasuhan kesehatan yang minim.
Tak heran jika tingkat pengembangan sumber daya
manusia belum mencapai harapan. Oleh karena itu
lembaga pendidikan usia dini harus segera mendapat
prioritas dari pemerintah, tidak hanya dari pengadaan
sarana, tapi juga kurikulum, kualitas pengajaran,
sosialisasi yang optimal, fasilitas dan lingkungan
belajar yang baik serta program yang terstruktur.
H. Taman
Bermain
Penitipan
Anak dan
KB
maupun
TPA
dapat
mengoptimalkan
pertumbuhan dan potensi anak sejak dini. KB dapat
diikuti anak usia dua tahun keatas, sedangkan TPA
dan Satuan PAUD Sejenis dapat diikuti anak sejak
lahir maupun usia tiga bulan. TPA dan KB itu sendiri
sendiri harus di bawah pengawasan Pemerintah
Propinsi. Tentu saja pemerintah propinsi akan
berkordinasi kepada Pusat PAUD Nasional dalam
rangka mengoptimalkan kualitas pengajaran,
lingkungan belajar, tenaga pendidik, kurikulum dan
pembelajaran yang berkualitas. Pemerintah pusat
dapat membuat kebijakan satu atap, misalnya:
kurikulum Pendidikan Bermain yang menggunakan
pendekatan simulasi dan pendekatan holistik terhadap
perkembangan fisik, intelegensia/kognitif, emosional
dan pendidikan sosial.
Kebijakan ini juga harus mengatur proses
pembelajaran yang berkualitas yang didasarkan pada
kesatuan konsep bahwa anak-anak mulai belajar
sejak usia 0+ tahun, interaksi bersahabat yang
berpusat pada anak itu sendiri, fokus terhadap
optimalisasi dan pengembangan potensi anak dengan
cara bermain dengan obyek-obyek kongkrit,
permainan manipulasi dan interaksi dengan
lingkungan
sekitarnya.
I. Kurikulum Pendidikan Anak Nonformal
Belajar adalah proses panjang yang dimulai sejak
kelahiran sampai kematian. Selama masa hidupnya
seseorang terus mencari dan mengumpulkan segala
pengetahuan, kecakapan hidup, sikap, dan masukanmasukan dari pengalaman sehari-hari dan lingkungan
sekitar. Pada saat bekerja, di rumah dan bermain
manusia sebenarnya masih berada dalam tahap
pembelajaran begitu juga dengan anak-anak.
Kelompok
Desentralisasi
pendidikan
mutlak diperlukan
sehingga dapat diakses seluruh lapisan masyarakat
Indonesia, baik kaum marginal sekalipun. Mengingat
akses PAUD Formal yang terbatas dan tidak merata,
pemerintah harus lebih menitikberatkan peningkatan
mutu layanan PAUD Nonformal baik ditingkat
propinsi, kota, kabupaten, kecamatan maupun
kelurahan. Diharapkan setiap kota dan kabupaten
memiliki Taman Penitipan Anak (TPA) dan
Kelompok Bermain (KB) sendiri sebagai upaya
peningkatan PAUD Nonformal yang pengelolaannya
dapat diserahkan kepada pemerintah setempat,
lembaga keagamaan, komunitas masyarakat lokal,
maupun organisasi swasta dan publik non-profit.
Fun education harus menjadi patokan segala proses
pembelajaran anak. Anak dibangkitkan minatnya
melalui hal-hal yang menyenangkan. Dengan
bermain anak-anak dapat memiliki kesempatan
mengeksplorasi, memanipulasi dan berhubungan
dengan lingkungan sekitarnya. Bermain dapat
menumbuhkan minat anak-anak dalam menghasilkan,
menemukan, dan menyelidiki segala hal yang belum
mereka ketahui yang pada akhirnya memberikan
kesempatan kepada anak untuk memahaminya sesuai
dengan kapasitas masing-masing. Aktifitas ini pada
akhirnya menantang anak mengetahui hal-hal baru
dan memahami kejadian-kejadian, orang lain, dan
lingkungan sekitar dengan cara berinteraksi dengan
obyek-obyek yang konkrit.
Bermain merupakan bagian yang penting dan khusus
pada masa kanak-kanak. Aktifitas tersebut dapat
membimbing anak bereksperimen dengan dunia
sekitar dan berhubungan dengan emosi yang ada
dalam dirinya. Bagi kebanyakan orang tua, aktifitas
ini sepintas terlihat sebagai satu permainan anak saja,
namun banyak manfaat yang tersirat dibalik itu
semua
seperti
kemampuan
mengembangkan
pemahamannya, menyelesaikan masalah dan
mengatasi tantangan fisik serta mental dan lain
sebagainya.
Bermain dengan obyek-obyek buatan di TPA dan KB
dapat membantu anak membangun kepercayaan diri,
menumbuhkan
pembelajaran
mandiri,
dan
memantapkan konsep pribadi. Hal tersebut sangat
penting bagi perkembangan motorik, mata dan tangan
anak-anak karena mereka dapat bermain dengan
benda-benda alami disekitarnya. Pasir, lumpur,
maupun tanah liat dan air memiliki peran penting
disini. Memberikan waktu bagi anak-anak bermain
sendiri membuatnya semakin percaya diri.
Sebagai orang dewasa, kita dapat memasuki
kehidupan imaginasi dan fantasinya dan membiarkan
mereka sebagai pusat yang mengontrol segalanya.
Hal tersebut dapat menumbuhkan kepercayaan diri,
kenyamanan, dan perasaaan aman ketika berada
didekat kita. Biasanya orang tua cenderung menaruh
perhatian terhadap moral dan pencapaian pribadi
ketika bersama mereka. Ketika anak menyadari
bahwa kita juga tertarik menghargai caranya bermain
dan bersenang-senang, anakpun akan semakin lebih
percaya diri. Ini akan menumbuhkan kesadaran untuk
menyelidiki arti persahabatan dengan orang lain.
Menaruh perhatian khusus terhadap anak sejak usia
dini dapat membantu mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dan berbahasa, serta kemampuan awal
membaca dan menulis dengan cara bermain dan
bersenang-senang. Anak juga mulai dapat
mengembangkan kemampuan dasar berhitung, halhal konseptual dan kognitif serta konsep-konsep
dasar ilmu alam dan pengetahuan teknis lainnya.
Beberapa hal penting dapat mereka peroleh pada saat
bermain seperti kemampuan memahami budaya dan
seni, kemampuan memahami mahkluk hidup dan
lingkungan sekitar, bangkitnya kesadaran terhadap
kesehatan lingkungan, olahraga dan rekreasi.
J. Perluasan Fasilitas PAUD Nonformal
Sarana penunjang yang tak langsung ikut
berpengaruh terhadap pendidikan usia dini juga agar
menjadi perhatian, misalnya: posyandu karena anakanak diusia dini harus diperhatikan cakupan gizinya
yang berfungsi sebagai nutrisi pertumbuhan. Sarana
kesehatan seperti posyandu sangat berpengaruh
terhadap peningkatan gizi anak karena gizi
mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Jika anak
mendapatkan gizi yang buruk maka berisiko
kehilangan intelegensinya.
Pemerintah daerah harus memperluas berbagai
fasilitas yang mendukung lingkungan pembelajaran
berkualitas bagi anak usia dini sehingga dapat
dinikmati setiap masyarakat di wilayahnya masingmasing. Pendidikan anak usia dini dapat berjalan baik
jika semua pihak dapat saling bekerja sama. Sebab,
pendidikan usia dini adalah modal dasar membentuk
generasi penerus bangsa yang berkualitas yang
diharapkan mampu bersaing dengan bangsa lain.
K. Partisipasi Kelembagaan dan Sosial
1. Partisipasi Lembaga Keagamaan
Pendekatan terhadap lembaga keagamaan juga perlu
dilakukan. Pemerintah daerah dapat memberi
perhatian khusus terhadap Taman Pendidikan Alquran, agar dapat turut serta mengembangkan
program pendidikan bagi
anak-anak
yang
dikelolanya. Diharapkan TPA dan KB dapat dibentuk
dan dikelola lembaga keagamaan itu sendiri sebagai
perwujudan sosial bagi umatnya.
2. Partisipasi Organisasi
Dengan pendekatan partnership/rekanan, peran
organisasi publik dan swasta non-profit yang terkait
dan berperan dalam pemberdayaan masyarakat
seperti organisasi pemberdayaan perempuan,
keluarga atau anak dapat diberdayakan sebagai
tempat memberikan pendidikan, sosialisasi dan
informasi tentang pentingnya PAUD kepada
komponen-komponen yang paling berpengaruh
seperti para orang tua dan masyarakat karena
keluarga dan masyarakat sangat berperan penting
dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak.
Keluarga dan masyarakat harus dapat memberikan
contoh yang baik karena pada dasarnya seorang anak
akan senantiasa mengikuti dan mencontoh orangorang di sekitarnya. Orang tua pun harus
mengembangkan potensi
diri dengan cara
memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi melalui
media masa ataupun media elektronik terutama
informasi dan ilmu pengetahuan terkini, sehingga
orang tua bisa menjadi tempat bertanya yang baik
bagi anak mereka.
Pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan
organisasi-organisasi tersebut dalam menghasilkan
guru-guru PAUD Nonformal yang berkualitas. Guruguru ini pada akhirnya harus diarahkan untuk terjun
langsung mengawasi dan memberi pengarahan
terhadap pendidik dan administrasi pendidikan TPA
dan KB yang dikelola mandiri oleh lembaga
keagamaan maupun komunitas masyarakat. Tentu
saja, untuk meraih ini semua organisasi rekanan
harus menekankan kapasitas pendidik dan pengelola
pendidikan untuk memfasilitasi dan mempromosikan
pengembangan PAUD Nonformal pada tingkat lokal.
L. Pengembangan Guru Profesional
Di era abad ke-21 saat ini merupakan abad
pengetahuan, maka di era abad inilah pengetahuan
sangat berperan sebagai landasan utama dari segala
aspek kehidupan, bahkan para futurist mengatakan
abad pengetahuan merupakan suatu era dengan
tuntutan yang lebih rumit dan menantang, suatu era
dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar
pengaruhnya terhadap dunia pendidikan, juga
diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa
dalam ilmu pengetahuan (Trilling dan Hood, 1999:
5).
Perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk
mempersiapkan
hidup
dan
kerja
bagi
masyarakat.Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah
pandangan dengan sudut yang luas mengenai peranperan utama yang akan semakin dimainkan oleh
pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang
berbasis pengetahuan (Trilling dan Hood, 1999).
Sehingga yang menjadi peran penting di abad
pengetahuan ini adalah guru yang profesional yang
mampu memberikan perubahan yang besar terutama
pada anak didiknya. Profesionalisme sebagai
penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan
tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar
yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat
dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan
lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai
latihan yang dilakukan guru (Sumargi, 1996:9).
Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya
manajemen pendidikan yang modern dan profesional
dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga
pendidikan
diharapkan
mampu
mewujudkan
peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam
kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar,
pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan,
iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan
keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah
pentingnya adalah sosok penampilan guru yang
ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan
jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan
iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme,
kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin,
wawasan masa depan, kepastian karir, dan
kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai
peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan
generasi muda yang memiliki keberdayaan dan
kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai
skills yang mantap. Untuk itu, lembaga penidikan
dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan
pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai
aspeknya.
Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21
pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan
paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1)
dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2)
dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke
belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid
yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan
kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan
pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan
keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari
kampanye melawan buta aksara ke kampanye
melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6)
dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan
dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada
kompetisi ke orientasi kerja sama. Dengan
memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa
pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas
dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan
yang bersifat kompetitif.
Guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan
mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai
pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan
masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2)
penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan
praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai
ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep
belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di
lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan
hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan
masyarakat
Indonesia;
(3)
pengembangan
kemampuan profesional berkesinambungan, profesi
guru merupakan profesi yang berkembang terus
menerus dan berkesinambungan (Arifin, 2000).
Faktor yang paling penting agar guru-guru dapat
meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan
menyetarakan banyaknya jam kerja dengan
pendapatannya. Program apapun yang akan
diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah,
jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru
akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi
kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara
maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional,
karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi.
Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di
Inggris
dan
Wales
untuk
meningkatkan
profesionalisme
guru
pemerintah
mulai
memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan
dengan beban kerjanya.
V. KESIMPULAN
Kecerdasan adversity yang tinggi sangat tergantung
pada kualitas otak anak, dan kualitas otak ini sangat
dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tepat bagi anak.
Asupan nutrisi ini tidak hanya ketika anak telah
dilahirkan, tetapi juga ketika masih berada dalam
kandungan. Asupan karbohidrat, protein, lemak dan
mineral yang cukup dari ibu akan mempengaruhi
kualitas perkembangan otak janin. Komposisi yang
tepat harus benar-benar diperhatikan oleh ibu ketika
sedang hamil, bahkan ketika dia mempersiapkan diri
untuk hamil. Dengan nutrisi yang tepat, ibu juga akan
memiliki kesehatan yang baik, sehingga tidak mudah
terserang penyakit.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) yang baik dan
tepat dibutuhkan anak untuk menghadapi masa
depan. PAUD akan memberikan persiapan anak
menghadapi masa-masa ke depannya, yang paling
dekat adalah menghadapi masa sekolah, Di lembaga
pendidikan anak usia dini, anak-anak sudah diajarkan
dasar-dasar cara belajar. "Tentunya di usia dini,
mereka akan belajar pondasi-pondasinya. Mereka
diajarkan dengan cara yang mereka ketahui, yakni
lewat bermain. Tetapi bukan sekadar bermain, tetapi
bermain yang diarahkan. Lewat bermain yang
diarahkan, mereka bisa belajar banyak; cara
bersosialisasi,
problem
solving,
negosiasi,
manajemen waktu, resolusi konflik, berada dalam
grup besar/kecil, kewajiban sosial, serta dalam
berbahasa."
Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai
salah satu faktor determinan bagi keberhasilan
pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan
profesi guru menjadi wacana yang sangat penting.
Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya
manajemen pendidikan modern dan profesional
dengan bernuansa pendidikan.
Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh
attitudenya yang berarti pada tataran kematangan
yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik
secara intelektual maupun pada kondisi yang prima.
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang
terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme
guru merupakan tanggung jawab bersama antara
LPTK sebagai pencetak guru, Depdiknas, Yayasan,
PGRI dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru:
Analisis
Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era
Globalisasi.
Simposium
Nasional
Pendidikan di Universitas Muhammadiyah
Malang, 25-26 Juli 2001.
http://www.unesco.org/delors.
Journal PAT. 2001. Teacher in England and
Wales. Professionalisme in Practice: the
PAT Journal. April/Me
2001. p.
52
(Online)
(http://members.
aol.com/PTRFWEB/journal1040.html.
Musbikin, Imam. 2005. Panduan bagi ibu hamil dan
melahirkan. Yogyakarta. Mitra Pustaka.
Makagiansar,
M. 1996. Shift in
Global
paradigma and The Teacher of Tomorrow,
17th. Convention of the Asean Council of
Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996,
Republic of Singapore.
Naisbitt, J. 1995. Megatrend
Asia:
Delapan
Megatrend Asia yang Mengubah Dunia,
(Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan
Wandi S. Brata): Jakarta: Gramedia.
Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan
Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996.
Hlm.p.9-11.
Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme
Guru
Menghadapi
Pendidikan
o.
7/1998. Hlm. 15-17.
Trilling, B.
dan
Hood, P. 1999. Learning,
Technology, and Education Reform in
the Knowledge Age or "We're Wired,
Webbed, and Windowed, Now What"?
Educational Technology may-June 1999. p.
5-18.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Download