PENGEMBANGAN KEMAJUAN BANGSA MELALUI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI UNTUK MENCIPTAKAN GENERASI YANG BERKUALITAS Akmaludin Bina Sarana Informatika Jl. Salemba Tengah No. 45 Jakarta [email protected] Abstract Education is one of the milestones that must get the government's main concern in creating the role of nation's progress, because with education development mindset to be developed, so the civilization level of nations indirectly will be increased with the view that more progress especially in terms of knowledge, particularly in the field of education. Preparations to be made is how the good cooperation of the role of good government, community, and other social institutions in building the future of education, as this is a shared responsibility that is not only borne by government alone. Therefore of course there are steps that must be taken to the maturation and development of knowledge in education. Early childhood education is one of the most important instrument in preparing generations of nation, therefore, increase the child's education should be a staple in the process of improving the nation's civilization. This can be preceded by prepare the nutritional who needs of children from the womb until the child's maturation process. One generation will be lost if there is failure to prepare its young generation, the government therefore has issue laws governing education, even within the law also mentions about early childhood education. This means that education has an important role in building this nation, especially early childhood education has become a concern in the world. The role of educators in this achievement is needed especially the teachers are professionals who will be able to take towards better teaching and quality to be well received by students. Keywords: Education, Early Childhood Education, Role of Government, Knowledge, Teachers I. PENDAHULUAN Setiap insan manusia yang hidup di muka bumi ini wajib dalam menuntut ilmu baik dalam bentuk pendidikan nonformal maupun pendidikan formal, bahkan menurut syariah hingga akhir hayatnya. Penciptaan pendidikan yang menghasilkan output yang baik harus dilakukan dengan mempersiapkan pendidikan sejak dini dari setiap individunya. Hal ini harus diawali dengan memperhatikan pertumbuhan anak sejak masa dalam kandungan terhadap peran asupan nutrisi, masa kanak-kanak terhadap peran pendidikan pra sekolah, sekolah, hingga sampai pendidikan pendewasaannya yang dapat berguna dalam membangun bangsanya untuk menghasilkan manusia yang mampu bersaing dan memiliki budi perkerti serta moral yang baik. Untuk pencapaian generasi bangsa seperti yang diharapkan, tentunya harus dipersiapkan sejak dini pendidikannya dan yang perlu diperhatikan adalah tahapan proses penyerapan pendidikan terhadap anak tersebut. Langkah terpenting yang perlu dilakukan adalah bagaimana proses pendidikan pada anak dalam menciptakan generasi yang diharapkan baik dalam skala kecil dilingkungan keluarga ataupun dalam sekala besar yang berguna bagi lingkungan, bangsa, dan negara sebagai tempat kelahirannya. II. TINJAUAN PUSTAKA Badan pendidikan dunia UNESCO dalam laporannya melalui Commission on Education for the Twenty-first Century membicarakan tentang pentingnya pendidikan dengan konsepnya “the four pillars education. Hal ini terlihat bahwa dengan seriusnya badan dunia tersebut menilai arti pentingnya pendidikan untuk seluruh manusia yang hidup di bumi ini. Menurut Naisbitt (1995:32) ada sepuluh kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu; (1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, dan (10) dari atau ke pilihan majemuk. Menurut Surya (1998:15) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional; (4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut terhadap pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya. Undang-undang Nomor 20 Negara Republik Indonesia juga mengatur tentang sistem pendidikan nasional dan didalamnya juga mengatur tentang pendidikan anak usia dini yang tertera dalam Undang-undang sistem pendidikan pasal 28 yang terdiri dari 6 ayat. Ini juga merupakan bukti bahwa negara Republik Indonesia juga terlihat memilki keseriusan dalam membangun bangsa khususnya dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang diperhatikan tidak hanya pendidikan tinggi saja bahkan dimulai sejak usia dini. Persiapan untuk memperoleh tingkat kecerdasan anak sebaiknya diperhatikan penyertaan gizi untuk pertumbuhan otak bayi pada masa dalam kandungan atau janin. Menurut Dobbing dan Sands (Musbikin, 2005:99) yang dikutip dalam Journal Early Human Development Vol. 5 tahun 1978 bahwa pada akhir trisemester kehamilan ini sudah terjadi puncak pertumbuhan otak, yakni diminggu ke-15 sampai ke20, laju pertumbuhan otak janin ini akan kembali terjadi pada kehamilan minggu ke-30 sampai bayi berusian 18 bulan. seubungan dengah perkembangan janin, dokter menganjurkan agar calon ibu meningkatkan asupan asam folat sejak tiga bulan sebelum pembuahan dan dua bulan pertama setelah kehamilan, konsumsi asam folat terutama selama dua belas minggu pertama sejumlah 300 mcg berdasarkan angka kecukupan 2005:101). gizi Indonesia (Musbakin, III. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan pengamatan langsung dan melakukan wawancara ke tempat-tempat penyelenggara pendidikan anak usia dini, dilain sisi metode penelitian yang digunakan yaitu mencari literatur atau sumber referensi pendukung untuk menambahkan wahana dan kandungan isi dari tulisan yang sesuai dengan topik yang dibahas yang bersumber dari buku, peraturan perundang-undangan, simposium, forum, konvensi, dan jurnal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan diuraikan secara sistematis tentang pentingnya pendidikan khususnya pendidikan anak usia dini dan segala halhal yang dapat menunjang pendidikan seperti halnya nutrisi anak, pendidikan anak, maupun penyiapan tenaga didik yang professional untuk pengembangan bangsa melalui pendidikan anak usia dini. A. Persiapan Pendidikan Anak Pendidikan merupakan kebutuhan setiap insan manusia bahkan wajib untuk didapat dan dipelajari hingga hayat masih dikandung badan. Setiap manusia mutlak membutuhkan nilai-nilai yang baik dalam proses pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting sekali dalam setiap aspek kehidupan artinya, tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik. Tujuan pendidikan yang kita harapkan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan berkebangsaan. Pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar dapat berperan aktif dalam seluruh lapangan kehidupan, cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral tinggi, demokratis, dan toleran dengan mengutamakan persatuan bangsa dan bukannya perpecahan. Mempertimbangkan pendidikan anak-anak sama dengan mempersiapkan generasi yang akan datang. Hati seorang anak bagaikan pembentukan sebuah platform yang belum terbentuk dan belum berisi apaapa, siap merefleksikan semua yang ditampakkan padanya. Menghadapi kesiapan di abad dua puluh satu, UNESCO melalui The International Commission on Education for the Twenty first Century yang dipimpin oleh Jacques Delors merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan atau seumur hidup yang dilaksanakan berdasarkan empat pilar konsep sangat sederhana terhadap proses pembelajaran, diantaranya: a. Learning to know (Belajar untuk menguasai pengetahuan). Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan. Sehingga dengan mengetahui tersebut merupakan improvisasi terhadap pengetahuan, maka dengan demikian dapat menilai segala sesuatu yang baik atau bernilai tambah dan sesuatu yang buruk yang harus ditinggalkan. Guna merealisir learning to know, pendidik selayaknya tidak hanya berfungsi sebagai sumber informasi melainkan juga fasilitator. Di samping itu pendidik dituntut dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan peserta didik dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu. Disinilah wadah atau tempat yang sangat tepat dalam melakukan proses brainstorming untuk dapat saling bertukar pikiran dalam memperoleh tambahan pengetahuan. b. Learning to do (Belajar untuk menguasai keterampilan). Pendidikan merupakan proses belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam pembentukan pola pikir atau kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan nilai. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Untuk melakukan sesuatu tentunya perlu disediakan fasilitias yang memadai dalam mengimplementasikan perolehan pengetahuan yang telah didapat melalui learning to know. Learning to do bisa berjalan jika lembaga pendidikan memfasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan, namun tumbuh berkembangnya tergantung pada lingkungannya. Dewasa ini keterampilan bisa digunakan menopang kehidupan seseorang, bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang. c. Learning to live together (Belajar untuk hidup bermasyarakat). Wujud dari keberhasilan adalah penguasaan terhadap apa yang telah diperoleh dari proses implementasi berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dalam pencapaian tujuan yang diharapkan, penguasaan terhadap sesuatu merupakan skill yang dimiliki oleh individu atau lebih dikenal dengan kemampuan. Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together). Salah satu fungsi sekolah adalah tempat bersosialisasi, artinya mempersiapkan siswa untuk dapat hidup bermasyarakat. Situasi bermasyarakat hendaknya dikondisikan di lingkungan sekolah. Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima, perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya "learning to live together". Bahkan banyak dunia pendidikan yang memberikan dan menerapkannya kepada masyarakat sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat agar mengenal dan mengetahui manfaat dari pengetahuan yang selama ini diperoleh dalam dunia pendidikan. d. Learning to be (Belajar untuk mengembangkan diri dan menjadi diri sendiri). Rasa ingin tahu terhadap sesuatu dapat dimiliki oleh setiap manusia, hal ini menggambarkan bahwa manusia yang ingin mendalami sesuatu untuk dikuasai dengan kesempurnaan pengetahuan yang diperlolehnya. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, serta belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya adalah proses pencapaian aktualisasi diri berupa pengakuan dari lingkungannya terhadap dirinya sendiri untuk dikenal oleh orang banyak. Pengembangan diri secara maksimal (learning to be) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tutur kata, bentuk kepribadian anak, serta kondisi lingkungannya. Kemampuan diri yang terbentuk di sekolah secara maksimal memungkinkan anak untuk mengembangkan diri pada tingkat yang lebih tinggi. B. Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan anak usia dini (PAUD) yang baik dan tepat dibutuhkan anak untuk menghadapi masa depan, PAUD akan memberikan persiapan anak menghadapi masa-masa ke depannya, yang paling dekat adalah menghadapi masa sekolah. Saat ini beberapa taman kanak-kanak sudah meminta anak murid yang mau mendaftar di sana sudah bisa membaca dan berhitung. Di masa taman kanak-kanak pun sudah mulai diajarkan kemampuan bersosialisasi dan problem solving. Karena kemampuankemampuan itu sudah bisa dibentuk sejak usia dini. Di lembaga pendidikan anak usia dini, anak-anak sudah diajarkan dasar-dasar cara belajar. Tentunya di usia dini mereka akan belajar pondasi-pondasinya. Mereka diajarkan dengan cara yang mereka ketahui, yakni lewat bermain. Tetapi bukan sekadar bermain, tetapi bermain yang diarahkan. Lewat bermain yang diarahkan mereka bisa belajar banyak; cara bersosialisasi, problem solving, negosiasi, manajemen waktu, resolusi konflik, berada dalam grup besar atau kecil, kewajiban sosial, serta beberapa bahasa. Dengan pendekatan bermain, anak tidak merasa dipaksa untuk belajar dan saat bermain otak anak berada dalam keadaan yang tenang. disaat tenang itulah pendidikan pun bisa masuk dan tertanam di benak pikiran mereka. Tentunya cara bermain pun tidak bisa dilepas begitu saja melainkan harus diarahkan dan ini butuh tenaga yang memiliki kemampuan dan cara mengajarkan yang tepat. Kelas harusnya berisi kesenangan, antusiasme, dan rasa penasaran. Sehingga dapat terbangun sikap anak yang semangatnya hanya untuk belajar dalam dunianya sendiri. Sebagai contoh anak dilibatkan dalam bermain menjadi peran, bermain peran sebagai pemadam kebakaran, anak tidak akan mendapat apa-apa jika ia hanya disuruh mengenakan busana dan berlarian membawa selang. Tetapi, guru yang mengerti harus bisa mengajak anak menggunakan otaknya saat si anak berperan sebagai pemadam kebakaran. Untuk dapat mengerti pemahaman anak tersebut, maka mereka diarahkan kepada hal-hal yang mampu menjawab pertanyaan seperti berikut. Apa yang digunakan oleh pemadam kebakaran?, bagaimana suara truk pemadam kebakaran yang benar? Apa yang dilakukan pemadam kebakaran? Pertanyaanpertanyaan semacam itu akan ditanyakan untuk memancing daya pikir si anak. Sehingga dengan memberikan pendidikan dengan cara bermain ini, didalam pikiran mereka terdapat pendidikan yang tertanam dalam diri anak tersebut. Sebagian orangtua memiliki konsep bahwa anak-anak di usia dini sudah bisa berpikir. Anak-anak usia dini belum bisa berpikir dengan sempurna seperti orang dewasa. Anak-anak usia tersebut harus dipandu cara berpikir secara besar, cara mencerna, dan berdaya nalar. Sehingga diharapkan beberapa lembaga pendidikan anak usia dini belum mengajarkan mengenai multiple intelligences. Ini kembali ke kepada perkembangan latar belakang ahli didiknya. Apa perbedaan anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan usia dini berkualitas dengan anak-anak yang tidak belajar. Di lembaga pendidikan anak usia dini yang bagus, anak-anak akan belajar menjadi pribadi yang mandiri, kuat bersosialisasi, percaya diri, punya rasa ingin tahu yang besar, bisa mengambil ide, mengembangkan ide, pergi ke sekolah lain dan siap belajar, cepat beradaptasi, dan semangat untuk belajar. Sementara, anak yang tidak mendapat pendidikan cukup di usia dini, akan lamban menerima sesuatu. Anak yang tidak mendapat pendidikan usia dini yang tepat, akan seperti mobil yang bensinnya tiris. Anak-anak yang berpendidikan usia dini tepat memiliki bensin penuh, mesinnya akan langsung jalan begitu ia ada di tempat baru. Sementara anak yang tidak berpendidikan usia dini akan kesulitan memulai mesinnya, oleh karena itu pendidikan anak usia dini sangat memiliki peranan penting untuk menciptakan anak yang siap selalu menerima segala bentuk kondisi dan situasi baru dengan menanamkan pola pikir kepada anak diusia dini. C. Pendidikan Anak Bawaan Alamiah Ada beberapa hal yang tergolong sebagai bawaan alamiah yang ada dalam diri anak. Bawaan alamiah merupakan bekal sejak lahir yang dimiliki oleh tiap anak yang terdiri dari: a. Genetik, bahwa genetik (kromosom) yang diturunkan oleh orangtua kita mempengaruhi perilaku sosial yang kita tampilkan. Selama ini, kita mengenal bahwa kromosom menurunkan ciri-ciri fisik dari kedua orangtua kepada b. c. d. anaknya namun penelitian terbaru menemukan bahwa sifat-sifat, karakter dan kebiasaan ternyata juga diturunkan dari orangtua kepada anak mereka melalui gen. Anak kembar yang dipisahkan sejak lahir dan mendapatkan pengasuhan yang berbeda pun masih memiliki ciri perilaku yang sama. Penemuan penurunan sifat, karakter dan kebiasaan sosial ini terjadi disebabkan ilmuwan saat ini telah mampu memetakan gen dalam diri manusia dengan lebih detil lagi. Jenis kelamin dan hormon. Gender yang berbeda akan mempengaruhi hormon yang produktif di dalam tubuh. Hormon ini mempengaruhi perilaku yang ditampilkan oleh tiap gender. Ketidakseimbangan hormon dalam tubuh juga dapat mempengaruhi perilaku. Wanita lebih mudah terkena depresi karena ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Anak laki-laki dinilai lebih agresif disebabkan adanya hormon testoteron dalam dirinya. Itu sebabnya mengapa secara instingtif, banyak orangtua telah membedakan cara pengasuhan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Cara menjalin ikatan emosi dengan orang lain. Ada anak yang dapat dengan mudah bergaul dengan orang baru. Namun ada juga anak yang lebih sulit menerima keberadaan hal-hal baru dalam lingkungannya. Ini merupakan faktor bawaan yang telah ada sejak lahir. Tidak berarti anak yang introvert memiliki konsep diri yang rendah. Hanya saja energi yang mereka punyai lebih diarahkan ke dalam diri mereka sendiri daripada keluar diri mereka. Konsep diri rendah dan tidak percaya diri merupakan polusi yang didapat dari pola asuh yang terjadi di lingkungannya. Perkembangan otak. Otak manusia mengalami perkembangan yang bertahap. Selama berkembang, otak akan mempengaruhi perilaku yang ditampilkan oleh anak. Itulah sebabnya mengapa anak perempuan lebih cepat berbicara dibandingkan dengan anak laki-laki atau mengapa anak perempuan lebih menyukai permainan yang melibatkan perilaku sosial dibandingkan anak laki-laki yang lebih menyukai permainan yang melibatkan aktivitas motorik hardskill. Seringkali sebagai orangtua kurang memahami bawaan alamiah yang ada dalam diri anak, sehingga menjadi lebih sering menuntut anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginan orang tuanya atau tuntutan sosial/masyarakat. Dapat dideskripsikan bahwa ada seorang anak yang memang memiliki karakter untuk mengobservasi lingkungan sebelum ia terlibat didalamnya. Padahal orangtuanya lebih menyukai anak yang mampu langsung bergaul dengan orang lain, secara tidak diduga-duga orang orangtua tersebut langsung memborbardir anak dengan perkataan “sana main, tidak perlu malumalu”. Atau dengan perkataan lain yang terdengar oleh anak tersebut seperti “Anakku ini pemalu banget kalau ketemu orang. Padahal papa mamanya supel dan jika perkataan tersebut diucapkan di depan anak dan anak itu mendengarnya. Itulah asal mula lahirnya kepribadian seorang anak pemalu. Mengasuh sesuai dengan bawaan alamiah seorang anak tidak berarti kita serba membiarkan dan membolehkan atau menjadi orangtua permisif. Supaya tidak terjebak menjadi orangtua permisif, anda perlu mengenali bawaan alamiah anak anda dan nilai-nilai hidup apa yang hendak anda tanamkan dalam diri anak. Jika anak berperilaku menyimpang atau tidak sopan, anda tetap perlu mengarahkannya. Pengasuhan yang kita terapkan dengan mengikuti bawaan alamiah anak, akan membantu anak untuk lebih mengenal dirinya sendiri. Dengan demikian, kelak anak menjadi nyaman dengan dirinya sendiri dan nyaman pula memutuskan tujuan hidupnya. Pondasi terdasar kebahagiaan adalah bersahabat dan menerima diri sendiri sebagai apa adanya. D. Mewujudkan Pendidikan Anak Usia Dini Pada jaman globalisasi seperti sekarang ini, industrialisasi dan pesatnya informasi yang berkembang memegang peranan penting terhadap kualitas hidup seseorang. Belum lagi persaingan dan tekanan yang ditimbulkan serta ketidaksiapan menjalani hidup menjadi pergumulan yang tiada berujung. Tanpa diikuti dengan kematangan intelegensia, emosional, sosial, fisik, dan akhlak sebagai pedoman pribadi, segala informasi akan dengan mudah diterima anak-anak sebagai kebenaran yang hakiki. Tak dapat dipungkiri, segala kekerasan yang terlihat di layar televisi pun kini menjadi konsumsi dan kian dimanipulasi anak-anak itu sendiri. Apakah ini produk jaman yang dihasilkan. Penerus-penerus bangsa yang tidak siap menghadapi tantangan jaman. Semua ini sebenarnya dapat dihindari dengan mengoptimalkan potensi anak sejak dini. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sangat membantu dalam mendukung wajib belajar 9 tahun. Anak-anak pada usia 0-6 tahun perlu mendapat perhatian khusus, karena pada usia inilah kesiapan mental dan emosional anak mulai dibentuk. Penelitian terhadap PAUD menunjukkan bahwa mutu pendidikan dan keberhasilan akademis secara signifikan dipengaruhi oleh kualitas masukan pendidikan yaitu kesiapan mental dan emosional anak memasuki sekolah dasar. E. Perhatian Khusus Terhadap Anak Anak mulai belajar dan beradaptasi dengan lingkungannya sejak bayi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan otak bayi dibentuk pada usia 0-6 tahun. Oleh sebab itu asupan nutrisi yang cukup juga harus diperhatikan. Para ahli neurologi meyakini sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia terjadi pada usia 4 tahun, 80% terjadi ketika usia 8 tahun, dan 100% ketika anak mencapai usia 8-18 tahun. Dalam tahun-tahun pertama kehidupan, otak anak berkembang sangat pesat dan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan yang memuat berbagai kemampuan dan potensi. Nutrisi bagi perkembangan anak merupakan benang merah yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Setidaknya terdapat enam aspek yang harus diperhatikan terkait dengan perkembangan anak itu sendiri: 1. Perkembangan fisik: hal ini terkait dengan perkembangan motorik dan fisik anak seperti berjalan dan kemampuan mengontrol pergerakan tubuh. 2. Perkembangan sensorik: berkaitan dengan kemampuan anak menggunakan panca indra dalam mengumpulkan informasi. 3. Perkembangan komunikasi dan bahasa: terkait dengan kemampuan menangkap rangsangan visual dan suara serta meresponnya, terutama berhubungan dengan kemampuan berbahasa dan mengekspresikan pikiran dan perasaan. 4. Perkembangan Kognitif: berkaitan dengan bagaimana anak berpikir dan bertindak. 5. Perkembangan emosional: berkaitan dengan kemampuan mengontrol perasaan dalam situasi dan kondisi tertentu. 6. Perkembangan sosial: berkaitan dengan kemampuan memahami identitas pribadi, relasi dengan orang lain, dan status dalam lingkungan sosial. F. Fase Pertumbuhan Para orang tua juga dituntut untuk memahami fasefase pertumbuhan anak. Fase pertama mulai pada usia 0-1 tahun. Pada permulaan hidupnya, anak diusia ini merupakan suatu mahkluk yang tertutup dan egosentris. Ia mempunyai dunia sendiri yang berpusat pada dirinya sendiri. Dalam fase ini, anak mengalami pertumbuhan pada semua bagian tubuhnya. Ia mulai terlatih mengenal dunia sekitarnya dengan berbagai macam gerakan. Anak mulai dapat memegang dan menjangkau benda-benda disekitarnya. Ini berarti sudah mulai ada hubungan antara dirinya dan dunia luar yang terjadi pada pertengahan tahun pertama kurang lebih enam bulan pertama. Pada akhir fase ini terdapat dua hal yang penting yaitu anak belajar berjalan dan mulai belajar berbicara. Fase kedua terjadi pada usia 2-4 tahun. Anak semakin tertarik kepada dunia luar terutama sekali dengan berbagai macam permainan, dan bahasa. Dunia sekitarnya dipandang dan diberi corak menurut keadaan dan sifat-sifat dirinya. Disinilah mulai timbul kesadaran akan dirinya sendiri. Anak mulai mengalami peruberubahan terhadap pengendalian emosionalnya terciptalah keinginan agar orang lain harus mengikuti keinginannya. Fase ketiga terjadi pada usia 5-8 tahun. Pada fase pertama dan kedua, anak masih bersifat sangat subjektif namun pada fase ketiga ini anak mulai dapat melihat sekelilingnya dengan lebih objektif. Semangat bermain berkembang menjadi semangat bekerja. Timbul kesadaran kerja dan rasa tanggung jawab terhadap kewajibannya. Rasa sosial juga mulai tumbuh. Ini berarti dalam hubungan sosialnya anak sudah dapat tunduk pada ketentuan-ketentuan disekitarnya. Mereka menginkan ketentuan-ketentuan yang logis dan konkrit. Pandangan dan keinginan akan realitas mulai timbul. G. Kendala Pendidikan Anak Pendidikan dasar sembilan tahun haruslah didahului dengan PAUD. Pendidikan yang diberikan sebelum memasuki sekolah dasar merupakan salah satu alternatif yang harus dikembangkan dalam mempersiapkan anak menuju wajib belajar sembilan tahun. Pendidikan dan perhatian terhadap anak pada usia 0-6 tahun sangat membantu perkembangan sosial, emosi, fisik, dan kognitif anak. Studi memperlihatkan bahwa anak-anak yang mendapatkan perhatian khusus lebih awal menunjukan pencapaian akademis yang lebih baik pada saat mengenyam pendidikan formal disekolah begitu juga dalam memahami pribadinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Sebelum memasuki pendidikan formal di bangku sekolah dasar, anak-anak perlu disosialisasikan di bangku prasekolah. Persiapan ini bisa merupakan pendidikan formal seperti Taman Kanak-kanak (TK), nonformal seperti Taman Penitipan Anak dan Kelompok Bermain (TPA & KB), maupun pendidikan informal dilingkungan keluarga. Ini sangat diperlukan untuk mengoptimalkan potensi anak pada tingkat pendidikan selanjutnya dan dalam hidup bermasyarakat. Namun sampai saat ini akses anak usia dini terhadap layanan pendidikan dan perawatan melalui PAUD masih sangat terbatas dan tidak merata. Kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia yang masih jauh dibawah standar kehidupan layak merupakan kendala lain dalam meningkatkan akses PAUD. Untuk mendapatkan pelayanan ini masyarakat harus mengalokasikan sejumlah dana yang mungkin tidak sedikit. Selain itu kendala berikutnya adalah kurangnya pengetahuan orang tua. Sebagian besar orang tua tidak memahami akan potensi luar biasa yang dimiliki anak-anak pada usia 0-6 tahun. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang dimiliki orang tua menyebabkan potensi yang dimiliki anak tidak berkembang. Pemerintah memang sejak awal melindungi hak anak mendapatkan layanan pendidikan. Ini terbukti pada pasal 28 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur PAUD, namun implementasinya dilapangan masih jauh dari apa yang diharapkan, contohnya: tidak meratanya jumlah lembaga pendidikan atau program layanan pendidikan anak usia dini, fasilitas yang minim, lemahnya mutu pendidikan, dan minimnya guru PAUD yang berkualitas. Lembaga yang sudah ada pun hanya berstatus lembaga swasta dengan biaya yang relatif mahal dan didominasi oleh kota-kota besar saja, sehingga tidak semua lapisan masyarakat dapat menikmati layanan ini. Selain itu, lembaga pendidikan tersebut tidak memiliki program yang terstruktur, dalam arti tidak adanya keterpaduan antara mutu pendidikan yang berkualitas dengan guru yang terlatih, layanan gizi, perawatan dan pengasuhan kesehatan yang minim. Tak heran jika tingkat pengembangan sumber daya manusia belum mencapai harapan. Oleh karena itu lembaga pendidikan usia dini harus segera mendapat prioritas dari pemerintah, tidak hanya dari pengadaan sarana, tapi juga kurikulum, kualitas pengajaran, sosialisasi yang optimal, fasilitas dan lingkungan belajar yang baik serta program yang terstruktur. H. Taman Bermain Penitipan Anak dan KB maupun TPA dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan potensi anak sejak dini. KB dapat diikuti anak usia dua tahun keatas, sedangkan TPA dan Satuan PAUD Sejenis dapat diikuti anak sejak lahir maupun usia tiga bulan. TPA dan KB itu sendiri sendiri harus di bawah pengawasan Pemerintah Propinsi. Tentu saja pemerintah propinsi akan berkordinasi kepada Pusat PAUD Nasional dalam rangka mengoptimalkan kualitas pengajaran, lingkungan belajar, tenaga pendidik, kurikulum dan pembelajaran yang berkualitas. Pemerintah pusat dapat membuat kebijakan satu atap, misalnya: kurikulum Pendidikan Bermain yang menggunakan pendekatan simulasi dan pendekatan holistik terhadap perkembangan fisik, intelegensia/kognitif, emosional dan pendidikan sosial. Kebijakan ini juga harus mengatur proses pembelajaran yang berkualitas yang didasarkan pada kesatuan konsep bahwa anak-anak mulai belajar sejak usia 0+ tahun, interaksi bersahabat yang berpusat pada anak itu sendiri, fokus terhadap optimalisasi dan pengembangan potensi anak dengan cara bermain dengan obyek-obyek kongkrit, permainan manipulasi dan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. I. Kurikulum Pendidikan Anak Nonformal Belajar adalah proses panjang yang dimulai sejak kelahiran sampai kematian. Selama masa hidupnya seseorang terus mencari dan mengumpulkan segala pengetahuan, kecakapan hidup, sikap, dan masukanmasukan dari pengalaman sehari-hari dan lingkungan sekitar. Pada saat bekerja, di rumah dan bermain manusia sebenarnya masih berada dalam tahap pembelajaran begitu juga dengan anak-anak. Kelompok Desentralisasi pendidikan mutlak diperlukan sehingga dapat diakses seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik kaum marginal sekalipun. Mengingat akses PAUD Formal yang terbatas dan tidak merata, pemerintah harus lebih menitikberatkan peningkatan mutu layanan PAUD Nonformal baik ditingkat propinsi, kota, kabupaten, kecamatan maupun kelurahan. Diharapkan setiap kota dan kabupaten memiliki Taman Penitipan Anak (TPA) dan Kelompok Bermain (KB) sendiri sebagai upaya peningkatan PAUD Nonformal yang pengelolaannya dapat diserahkan kepada pemerintah setempat, lembaga keagamaan, komunitas masyarakat lokal, maupun organisasi swasta dan publik non-profit. Fun education harus menjadi patokan segala proses pembelajaran anak. Anak dibangkitkan minatnya melalui hal-hal yang menyenangkan. Dengan bermain anak-anak dapat memiliki kesempatan mengeksplorasi, memanipulasi dan berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Bermain dapat menumbuhkan minat anak-anak dalam menghasilkan, menemukan, dan menyelidiki segala hal yang belum mereka ketahui yang pada akhirnya memberikan kesempatan kepada anak untuk memahaminya sesuai dengan kapasitas masing-masing. Aktifitas ini pada akhirnya menantang anak mengetahui hal-hal baru dan memahami kejadian-kejadian, orang lain, dan lingkungan sekitar dengan cara berinteraksi dengan obyek-obyek yang konkrit. Bermain merupakan bagian yang penting dan khusus pada masa kanak-kanak. Aktifitas tersebut dapat membimbing anak bereksperimen dengan dunia sekitar dan berhubungan dengan emosi yang ada dalam dirinya. Bagi kebanyakan orang tua, aktifitas ini sepintas terlihat sebagai satu permainan anak saja, namun banyak manfaat yang tersirat dibalik itu semua seperti kemampuan mengembangkan pemahamannya, menyelesaikan masalah dan mengatasi tantangan fisik serta mental dan lain sebagainya. Bermain dengan obyek-obyek buatan di TPA dan KB dapat membantu anak membangun kepercayaan diri, menumbuhkan pembelajaran mandiri, dan memantapkan konsep pribadi. Hal tersebut sangat penting bagi perkembangan motorik, mata dan tangan anak-anak karena mereka dapat bermain dengan benda-benda alami disekitarnya. Pasir, lumpur, maupun tanah liat dan air memiliki peran penting disini. Memberikan waktu bagi anak-anak bermain sendiri membuatnya semakin percaya diri. Sebagai orang dewasa, kita dapat memasuki kehidupan imaginasi dan fantasinya dan membiarkan mereka sebagai pusat yang mengontrol segalanya. Hal tersebut dapat menumbuhkan kepercayaan diri, kenyamanan, dan perasaaan aman ketika berada didekat kita. Biasanya orang tua cenderung menaruh perhatian terhadap moral dan pencapaian pribadi ketika bersama mereka. Ketika anak menyadari bahwa kita juga tertarik menghargai caranya bermain dan bersenang-senang, anakpun akan semakin lebih percaya diri. Ini akan menumbuhkan kesadaran untuk menyelidiki arti persahabatan dengan orang lain. Menaruh perhatian khusus terhadap anak sejak usia dini dapat membantu mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan berbahasa, serta kemampuan awal membaca dan menulis dengan cara bermain dan bersenang-senang. Anak juga mulai dapat mengembangkan kemampuan dasar berhitung, halhal konseptual dan kognitif serta konsep-konsep dasar ilmu alam dan pengetahuan teknis lainnya. Beberapa hal penting dapat mereka peroleh pada saat bermain seperti kemampuan memahami budaya dan seni, kemampuan memahami mahkluk hidup dan lingkungan sekitar, bangkitnya kesadaran terhadap kesehatan lingkungan, olahraga dan rekreasi. J. Perluasan Fasilitas PAUD Nonformal Sarana penunjang yang tak langsung ikut berpengaruh terhadap pendidikan usia dini juga agar menjadi perhatian, misalnya: posyandu karena anakanak diusia dini harus diperhatikan cakupan gizinya yang berfungsi sebagai nutrisi pertumbuhan. Sarana kesehatan seperti posyandu sangat berpengaruh terhadap peningkatan gizi anak karena gizi mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Jika anak mendapatkan gizi yang buruk maka berisiko kehilangan intelegensinya. Pemerintah daerah harus memperluas berbagai fasilitas yang mendukung lingkungan pembelajaran berkualitas bagi anak usia dini sehingga dapat dinikmati setiap masyarakat di wilayahnya masingmasing. Pendidikan anak usia dini dapat berjalan baik jika semua pihak dapat saling bekerja sama. Sebab, pendidikan usia dini adalah modal dasar membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas yang diharapkan mampu bersaing dengan bangsa lain. K. Partisipasi Kelembagaan dan Sosial 1. Partisipasi Lembaga Keagamaan Pendekatan terhadap lembaga keagamaan juga perlu dilakukan. Pemerintah daerah dapat memberi perhatian khusus terhadap Taman Pendidikan Alquran, agar dapat turut serta mengembangkan program pendidikan bagi anak-anak yang dikelolanya. Diharapkan TPA dan KB dapat dibentuk dan dikelola lembaga keagamaan itu sendiri sebagai perwujudan sosial bagi umatnya. 2. Partisipasi Organisasi Dengan pendekatan partnership/rekanan, peran organisasi publik dan swasta non-profit yang terkait dan berperan dalam pemberdayaan masyarakat seperti organisasi pemberdayaan perempuan, keluarga atau anak dapat diberdayakan sebagai tempat memberikan pendidikan, sosialisasi dan informasi tentang pentingnya PAUD kepada komponen-komponen yang paling berpengaruh seperti para orang tua dan masyarakat karena keluarga dan masyarakat sangat berperan penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Keluarga dan masyarakat harus dapat memberikan contoh yang baik karena pada dasarnya seorang anak akan senantiasa mengikuti dan mencontoh orangorang di sekitarnya. Orang tua pun harus mengembangkan potensi diri dengan cara memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi melalui media masa ataupun media elektronik terutama informasi dan ilmu pengetahuan terkini, sehingga orang tua bisa menjadi tempat bertanya yang baik bagi anak mereka. Pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan organisasi-organisasi tersebut dalam menghasilkan guru-guru PAUD Nonformal yang berkualitas. Guruguru ini pada akhirnya harus diarahkan untuk terjun langsung mengawasi dan memberi pengarahan terhadap pendidik dan administrasi pendidikan TPA dan KB yang dikelola mandiri oleh lembaga keagamaan maupun komunitas masyarakat. Tentu saja, untuk meraih ini semua organisasi rekanan harus menekankan kapasitas pendidik dan pengelola pendidikan untuk memfasilitasi dan mempromosikan pengembangan PAUD Nonformal pada tingkat lokal. L. Pengembangan Guru Profesional Di era abad ke-21 saat ini merupakan abad pengetahuan, maka di era abad inilah pengetahuan sangat berperan sebagai landasan utama dari segala aspek kehidupan, bahkan para futurist mengatakan abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang, suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan (Trilling dan Hood, 1999: 5). Perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peranperan utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan (Trilling dan Hood, 1999). Sehingga yang menjadi peran penting di abad pengetahuan ini adalah guru yang profesional yang mampu memberikan perubahan yang besar terutama pada anak didiknya. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru (Sumargi, 1996:9). Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai skills yang mantap. Untuk itu, lembaga penidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya. Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif. Guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan (Arifin, 2000). Faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan pendapatannya. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. V. KESIMPULAN Kecerdasan adversity yang tinggi sangat tergantung pada kualitas otak anak, dan kualitas otak ini sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tepat bagi anak. Asupan nutrisi ini tidak hanya ketika anak telah dilahirkan, tetapi juga ketika masih berada dalam kandungan. Asupan karbohidrat, protein, lemak dan mineral yang cukup dari ibu akan mempengaruhi kualitas perkembangan otak janin. Komposisi yang tepat harus benar-benar diperhatikan oleh ibu ketika sedang hamil, bahkan ketika dia mempersiapkan diri untuk hamil. Dengan nutrisi yang tepat, ibu juga akan memiliki kesehatan yang baik, sehingga tidak mudah terserang penyakit. Pendidikan anak usia dini (PAUD) yang baik dan tepat dibutuhkan anak untuk menghadapi masa depan. PAUD akan memberikan persiapan anak menghadapi masa-masa ke depannya, yang paling dekat adalah menghadapi masa sekolah, Di lembaga pendidikan anak usia dini, anak-anak sudah diajarkan dasar-dasar cara belajar. "Tentunya di usia dini, mereka akan belajar pondasi-pondasinya. Mereka diajarkan dengan cara yang mereka ketahui, yakni lewat bermain. Tetapi bukan sekadar bermain, tetapi bermain yang diarahkan. Lewat bermain yang diarahkan, mereka bisa belajar banyak; cara bersosialisasi, problem solving, negosiasi, manajemen waktu, resolusi konflik, berada dalam grup besar/kecil, kewajiban sosial, serta dalam berbahasa." Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, Depdiknas, Yayasan, PGRI dan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang, 25-26 Juli 2001. http://www.unesco.org/delors. Journal PAT. 2001. Teacher in England and Wales. Professionalisme in Practice: the PAT Journal. April/Me 2001. p. 52 (Online) (http://members. aol.com/PTRFWEB/journal1040.html. Musbikin, Imam. 2005. Panduan bagi ibu hamil dan melahirkan. Yogyakarta. Mitra Pustaka. Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore. Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramedia. Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996. Hlm.p.9-11. Surya, H.M. 1998. Peningkatan Profesionalisme Guru Menghadapi Pendidikan o. 7/1998. Hlm. 15-17. Trilling, B. dan Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in the Knowledge Age or "We're Wired, Webbed, and Windowed, Now What"? Educational Technology may-June 1999. p. 5-18. Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.