1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kecukupan air dan homeostasis elektrolit dalam tubuh sangat penting untuk
kesehatan fungsi fisiologis. Hal ini juga tergantung dari keseimbangan air dan
elektrolit. Oleh karena itu suplai air ke dalam tubuh khususnya melalui air minum
sangat penting untuk kesehatan fungsi fisiologis. Kecukupan air dan mineral
(elektrolit) dalam tubuh harus selalu dijaga agar tetap seimbang untuk menjaga
tubuh agar berfungsi dengan baik.
Total air dalam tubuh secara normal akan terjaga relatif konstan (Sawka dan
Coyle, 1999), namun latihan dan aktivitas fisik dan paparan panas akan menambah
pergerakan aliran air dalam tubuh melalui darah dalam tubuh untuk mendukung
termoregulasi (Sawka et al., 1996). Semakin berat intensitas latihan yang dilakukan
dan semakin panas paparan iklim, semakin besar ketergantungan pada pendinginan
badan melalui evaporasi dan sejumlah air tubuh mungkin akan hilang melalui
keringat.
Untuk individu yang melakukan aktivitas ringan sampai sedang air hilang dari
tubuh melalui urin, feses, pernafasan dan evaporasi. Pada saat aktivitas fisik
bertambah, berkeringat berkontribusi terhadap hilangnya air dalam tubuh. Air
keluar melewati kulit dan mengalami evaporasi. Temperatur dan kelembaban,
ketinggian, tekanan udara, kecepatan angin, pakaian, sirkulasi darah dalam kulit,
dan jumlah air dalam tubuh semua dapat mempengaruhi hilangnya air dalam tubuh
tanpa disadari.
Keseimbangan cairan harus selalu dijaga dengan tetap mempertahankan jumlah
cairan yang masuk ke dalam tubuh sesuai dengan cairan yang keluar dari tubuh,
khususnya melalui keringat saat melakukan aktivitas. Apabila cairan yang keluar
ini tidak segera diganti maka seseorang akan mengalami dehidrasi. Dehidrasi saat
melakukan aktivitas dapat terjadi karena ketidaktersediaan cairan atau
1
2
ketidakcocokan antara rasa haus dan kebutuhan air tubuh. Ada beberapa
permasalahan karena tidak seimbangnya cairan dan elektrolit yang terdapat di
dalam tubuh yaitu dehidrasi isotonic, hypertonic, atau hypotonic yang dapat
menggangu sistem termoregulasi dalam tubuh.
Penelitian mengenai jumlah volume air minum yang sesuai untuk dikonsumsi
harian sudah banyak dilakukan. Standar rekomendasi terkait manajemen hidrasi
dan volume asupan air yang harus diberikan juga sudah banyak. Selain itu
penelitian mengenai pola pemberian air minum yang paling minum yang paling
optimal serta waktu pemberian yang direkomendasikan juga sudah banyak yang
dipublikasikan.
Ferguson et al. (2005) mengetahui bahwa terdapat pengaruh pola minum
terhadap termoregulasi individu pada saat melakukan aktivitas di lingkungan yang
panas. Penelitian ini menyarankan menggunakan single bolus sebagai pola minum
karena memberikan hasil yang lebih optimal pada termoregulasi dan penundaan
rasa haus daripada menggunakan pola minum secara intermiten.
Penelitian yang telah dilakukan ini juga menyangkut mengenai pengaruh
pemberian air minum terhadap respon sistem termoregulasi juga sudah banyak
dilakukan. Menurut Sawka et al. (1985) kekurangan cairan dalam tubuh akan
berakibat pada naiknya reaksi temperatur inti pada saat beraktivitas di daerah iklim
sedang dan panas yang memungkinkan terjadinya termoregulasi. Termoregulasi
adalah keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas tubuh, yang merupakan
aspek penting homeostasis untuk mempertahankan kondisi internal tubuh agar tetap
stabil bahkan saat kondisi luar ruangan sangat berbeda. Dalam mempertahankan
temperatur internal ini dibutuhkan air tubuh untuk mengatur penguapan dan
penyaluran panas tubuh ke lingkungan melalui keringat. Ketika air dalam tubuh
keluar melalui keringat dan berubah menjadi uap, air membawa panas tubuh
bersama dengan uap tersebut sehingga temperatur dalam tubuh tetap stabil.
Namun penelitian ini hampir semua dilakukan di daerah dingin (subtropis,
sedang dan dingin). Menurut hasil penelitian Coyle dan Mountain (1993) kenaikan
temperatur inti karena kekurangan cairan tubuh mungkin saja berbeda saat
beraktivitas di lingkungan beriklim panas daripada daerah beriklim sedang.
3
Menurut mereka pola hidrasi individu berbeda tergantung kondisi iklim dimana
individu tersebut melakukan aktivitas.
Wakabayashi et al. (2014) juga menjelaskan dalam penelitiannya bahwa
terdapat perbedaan dalam efek hidrasi pada regulasi temperatur dan cairan tubuh
antara penduduk iklim tropis dan penduduk iklim sedang saat beraktivitas di
lingkungan panas. Dalam penelitian tersebut beliau juga memberikan kesimpulan
bahwa terdapat perbedaan dengan adanya keuntungan regulasi cairan tubuh pada
penduduk iklim tropis yang memungkinkan penduduk iklim tropis menggunakan
lebih banyak darah untuk sirkulasi dan disipasi panas dan oleh karena itu dapat
menjaga temperatur rektal agar lebih rendah dalam kondisi terhidrasi.
Oleh karena latar belakang tersebut, peneliti merasa perlu untuk mengetahui
pengaruh pemberian air minum terhadap respon termoregulasi pada aktivitas fisik
individu yang berada di iklim tropis Indonesia di sekitar garis khatulistiwa yaitu
antara 23,5°LU-23,5°LS untuk menganalisis perbedaan termoregulasi berdasarkan
pola pemberian air minum di Indonesia yang relatif panas dibandingkan dengan
iklim subtropis atau sedang.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah
pada penelitian ini yaitu:
“Menganalisis pengaruh pemberian air minum terhadap respon termoregulasi
pada aktivitas fisik manusia”.
1.3. Batasan Masalah
Agar permasalahan yang dikaji yang dalam penelitian ini tidak terlalu luas dan
bias, maka batasan masalah yang penulis berikan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
4
1. Ruang lingkup dari masalah ini adalah tentang pengaruh pola minum
terhadap sistem pengatur temperatur tubuh manusia pada saat melakukan
aktivitas fisik.
2. Responden penelitian ini adalah mahasiswa yang tinggal di iklim tropis
Indonesia.
3. Aktivitas fisik dilakukan dengan berlari pada treadmill.
4. Variabel fisiologis yang diukur dari objek penelitian adalah denyut jantung,
temperatur kulit, temperatur membran timpani, berkurangnya berat badan,
dan variabel subjektif.
5. Kondisi lingkungan tempat penelitian mempunyai temperatur 28°C,
kelembaban 50% dan temperatur air minum 20-25°C
Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Subjek penelitian diukur dalam keadaan fit sehingga tidak terdapat
gangguan internal dalam tubuh subjek saat penelitian berlangsung.
2. Ruang laboratorium dianggap ruang steril dan tidak terdapat gangguan
lingkungan yang akan mempengaruhi data hasil penelitian yang dilakukan.
3. Tidak terdapat pengaruh aklimatisasi pada responden.
4. Beban fisik yang dilakukan setiap subjek sama saat melakukan aktivitas
treadmill.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan oleh Peneliti adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh asupan air minum terhadap thermoregulatory
responses pada aktivitas fisik.
2. Untuk menganalisis pola minum dan volume air minum yang sesuai
terhadap keseimbangan panas tubuh individu.
5
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
sebagai berikut:
1. Dapat
mengetahui
pengaruh
pemberian
air
minum
terhadap
thermoregulatory responses pada saat aktivitas fisik.
2. Dapat menjadi pedoman untuk rekomendasi volume dan pola pemberian air
minum yang sesuai bagi pekerja dengan aktivitas fisik yang dilakukan.
Download