Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Preeklampsia

advertisement
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(3); Sept 2013
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Preeklampsia pada Ibu Hamil
Trimester III di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur
Tahun 2013
Mardiani Novita Rahayuti1, Neli Husniawati1
1
Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Kesehatan, Universitas MH. Thamrin
Alamat korespondensi:
Prodi S1 Keperawatan, F.Kes UMHT, Jln. Raya Pondok Gede No. 23-25 Kramat Jati Jakarta Timur 13550
Telp: 021 80855119 ext 104.
ABSTRAK
Preeklampsia masih merupakan penyebab utama tingginya angka kematian ibu dan penyebab kematian perinatal di
dunia. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
preeklampsia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. Metode penelitian ini adalah cross
sectional dengan consecutive sampling dan jumlah sampel sebanyak 106 responden. Kuesioner disebarkan pada
seluruh ibu hamil trimester III yang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Kecamatan Pasa Rebo. Hasil dari uji
Chi-square didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur (p=0,000, OR=25,675 95%CI:7,00194,160), paritas (p=0,009, OR=4,476 95%CI:1,518-13,196), pekerjaan (p=0,000, OR=62,125 95%CI:12,872299,849), pendidikan (p=0,000, OR=24,267 CI:7,076-83,220), pengetahuan dengan terjadinya preeklampsia (p=0,013,
OR 3,683 CI:1,394-9,728), dan riwayat penyakit ibu (p=0,004, OR=4,568 CI:1,709-12,211) dengan terjadinya
preeklampsia. Tenaga kesehatan dapat lebih meningkatkan lagi upaya pencegahan preeklampsia sehingga angka
kematian ibu yang disebabkan karena preeklampsia dapat berkurang.
Kata Kunci : Preeklampsia, Ibu Hamil Trimester III.
Pendahuluan
Indikator derajat kesehatan masyarakat salah satunya
ditandai dengan besarnya jumlah kematian ibu, jumlah
kematian bayi, dan usia harapan hidup (Depkes, 2001).
Salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan
janin adalah preeklampsia yang menurut WHO angka
kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4% (WHO, 2003).
Data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) menyebutkan bahwa angka kematian ibu dalam
kehamilan dan persalinan diseluruh Indonesia mencapai
515 ribu jiwa per tahun, dan ini berarti seorang ibu
meninggal hampir setiap menitnya (Depkes, 2008). Dari
jumlah kematian ibu, prevalensi paling besar adalah
preeklampsia dan eklampsia yaitu sebesar 12,9% dari
seluruh kematian ibu (Yulianti, 2006).
Preeklampsia dan gangguan hipertensi lainnya selama
kehamilan menyebabkan 76.000 kematian ibu dan bayi
500.000 setiap tahun. Kondisi ini memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap morbiditas neonatal dan
penyebab kedua kematian ibu (Norwitz, 2008). Jadi,
dapat dikatakan preeklampsia dan eklampsia merupakan
penyebab utama kedua kematian ibu yang sampai saat ini
belum diketahui secara pasti etiologinya (Depkes, 2001).
Banyaknya kasus preeklampsi di Indonesia menurut data
Survei Kesehatan Rumah Tangga (2005) adalah 24% dan
kematian karena preeklampsia di DKI pada tahun 2007
adalah sebanyak 262 orang (Saefudin, 2006).
Preeklampsi dan eklampsi merupakan kesatuan
penyakit yang disebabkan oleh kehamilan. Meskipun
belum jelas bagaimana penyakit ini terjadi, tetapi kedua
peristiwa dasarnya sama bahwa eklampsi merupakan
peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari
preeklampsi dengan tambahan gejala tertentu yaitu
terjadi kejang (Trijatmo, 2007).
Salah satu upaya untuk menurunkan Angka Kematian
Perinatal (AKP) akibat preeklampsia adalah dengan
menurunkan angka kejadian preeklampsia. Angka
kejadian dapat diturunkan melalui upaya pencegahan,
pengamatan dini, dan terapi (Wiknojosastro, 2008).
Upaya pencegahan kematian perinatal dapat diturunkan
bila dapat diidentifikasi faktor-faktor yang mempunyai
nilai prediksi. Saat ini beberapa faktor resiko telah
berhasil diidentifikasi, sehingga diharapkan dapat
mencegah timbulnya preeklampsia (Manuaba, 2008).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa
saja yang faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya preeklampsia pada ibu hamil trimester III.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non
eksperimen dengan metode penelitian yang digunakan
yaitu metode cross sectional. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan tekhnik
connsecutive sampling dan penelitian ini dimulai dengan
menjelaskan tujuan dari penelitian ini kepada pihak
puskesmas maupun kepada responden.
Kriteria inklusi dari penelitian ini yaitu ibu hamil
yang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas
Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur dengan usia
kehamilan >28 minggu, ibu hamil yang memiliki riwayat
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(3); Sept 2013
preeklampsia sebelum penelitian dilakukan, dan ibu
hamil dengan kehamilan normal. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner ini melakukan pengukuran secara terbuka
yaitu menanyakan kepada ibu mengenai umur ibu,
paritas, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan riwayat
penyakit ibu. Kuesioner ini dibagikan kepada seluruh ibu
hamil trimester III yang memeriksakan kehamilannya di
Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun
2013.
Hasil Penelitian
Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan
terjadinya preeklampsia, umur ibu, paritas, pekerjaan,
pendidikan, pengetahuan dan riwayat penyakit ibu di
Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur JuliAgustus 2013
No.
Variabel
F
Presentase
(%)
1.
Terjadinya
23
21,7
Preeklampsia
Ya
83
78,3
Tidak
2.
Umur Ibu
Berisiko (<20 th & > 35
17
16,0
th )
89
84,0
Tidak Berisiko (20-35
th)
3.
Paritas
Berisiko
55
51,9
Tidak Berisiko
51
48,1
4.
Pekerjaan
Bekerja
33
31,1
Tidak Bekerja
73
68,9
5.
Pendidikan
Pendidikan Rendah
19
17,9
Pendidikan Tinggi
87
82,1
6.
Pengetahuan
Kurang
43
40,6
Baik
63
59,4
7.
Riwayat Penyakit Ibu
Ya
28
26,4
Tidak
78
73,6
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa ibu yang
mengalami preeklampsia sebanyak 23 responden
(21,7%), ibu yang umur berisiko sebanyak 17 responden
(16,0%), ibu yang paritas berisiko sebanyak 55
responden (51,9%), ibu yang bekerja sebanyak 33
responden (31,1%), ibu yang pendidikan rendah
sebanyak 19 responden (17,9%), ibu yang pengetahuan
kurang sebanyak 43 responden (40,6%), dan ibu yang
mempunyai riwayat penyakit sebanyak 28 responden
(26,4%).
Tabel 2. Faktor yang berhubungan dengan terjadinya
preeklampsia pada ibu hamil trimester III di
Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur JuliAgustus 2013
Variabel
Umur Ibu
Berisiko
(<20th &
>35th)
Tidak
Berisiko
Paritas
Berisiko
Tidak
Berisiko
Pekerjaan
Bekerja
Tidak
Bekerja
Pendidikan
Rendah
Tinggi
Terjadinya
Preeklampsia
Ya
Tidak Total
n
n
n
(%)
(%)
(%)
13
(76,5)
4
(23,5)
17
(100)
10
(11,2)
79
(88,8)
89
(100)
18
(32,7)
5
(9,8)
37
(67,3)
46
(90,2)
55
(100)
51
(100)
21
(63,6)
2
(2,7)
12
(36,4)
71
(97,3)
33
(100)
73
(100)
14
(73,7)
9
(10,3)
5
(26,3)
78
(89,7)
19
(100)
87
(100)
15
(34,9)
8
(12,7)
28
(65,1)
55
(87,3)
43
(100)
63
(100)
12
(42,9
11
(14,1)
16
(57,1)
67
(85,9)
28
(100)
78
(100)
p-value
OR
95%CI
0,000*
25,675
7,00194,160
0,009*
4,476
1,51913,196
0,000*
62,125
12,872299,84
9
0,000*
24,267
7,07683,220
0,013*
3,683
1,3949,728
0,004*
4,568
1,70912,211
Pengetahuan
Kurang
Baik
Riwayat
Penyakit Ibu
Ya
Tidak
*Bermakna pada α < 0,05
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat
hubungan yang bermakna pada variabel umur ibu,
paritas, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan riwayat
penyakit ibu terhadap terjadinya preeklampsia pada ibu
hamil trimester III karena nilai p value pada keenam
variabel tersebut < 0,05.
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara umur ibu, paritas,
pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan riwayat
penyakit ibu dengan terjadinya preeklampsia pada ibu
hamil trimester III, dengan demikian dapat dikatakan
bahwa hipotesa pada penelitian ini diterima. Pada
variabel umur hasil yang didapatkan ternyata sejalan
dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Herlina
(2009), dimana dalam penelitian yang dilakukannya
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(3); Sept 2013
terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan
terjadinya preeklampsia (p=0,002, OR=2,634, CI:1,3785,033). Hal ini dapat ditegaskan berdasarkan teori
menurut Sudhaberata (2006) yang menyatakan bahwa
umur berisiko (< 20 th & > 35 th) lebih besar mengalami
preeklampsia dikarenakan pada ibu hamil yang berumur
< 20 tahun yaitu disebabkan karena belum matangnya
alat resporoduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan
kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan
janin. Sedangkan pada ibu amil yang berumur > 35 tahun
disebabkan karena menurunnya fungsi organ tubuh, slaah
satunya ginjal yaitu terjadinya filtrasi glomerulus
berkurang 30% sehingga menyebabkan protein dalam
urine. Namun ternyata hal ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sari (2009) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara umur dengan terjadinya preeklampsia (p=0,063,
OR=1,683, CI:1,375-5,244).
Pada variabel paritas hasil yang didapatkan ternyata
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani
(2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara paritas dengan terjadinya preeklampsia
(p=0,015, OR=1,951, CI:1,142-3,333). Hal ini dapat
ditegaskan melalui teori yang dikemukakan oleh
Prawirohardjo (2002) yang menyatakan bahwa paritas
merupakan salah satu penyebab paling banyak ibu hamil
mengalami preeklampsia. Semakin muda kehamilan
seseorang (primigravida) atau semakin banyak seseorang
melahirkan (grandemulti) akan semakin besar peluang
ibu hamil tersebut mengalami preeklampsia. Hal ini
diakibatkan oleh karena wanita hamil pertama dan dalam
keadaan hamil dan berusi muda lebih cenderung rentan
terhadap timbulnya preeklampsia yang diakibatkan oleh
belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sedangkan
pada wanita yang telah berulang kali mengalami
persalinan lebih diakibatkan karena kondisi tubuh dan
kesehatannya
yang
menjadi
lemah
sehingga
kemungkinan untuk terkena preeklamspia lebih besar.
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan
terjadinya preeklamssia. Hal ini ternyata sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2009) dengan
menunjukkan (p=0,002, OR=5,391, CI:1,137-25-549).
Teori yang menegaskan bahwa pekerjaan mempengaruhi
terjadinya preeklampsia dikemukakan oleh Fortuna
(2006) bahwa sewajarnya wanita hamil perlu istirahat
yang cukup terutama saat umur kehamilan trimester III,
sedangkan pada wanita hamil dengan bekerja tidak dapat
istirahat karena dituntut oleh pekerjaannya. Dan keadaan
ini dapat memicu stress pada ibu hamil yang bisa
menyebabkan meningkatnya tensi darah ibu hamil
tersebut, dan keadaan ini pun bisa berlanjut menjadi
preeklampsia. Namun ternyata menurut Sari (2009) yang
menyatakan bahwa pekerjaan tidak menyebabkan
preeklampsia pada ibu hamil dengan menunjukkan
(p=0,586, OR=4,722, CI:2,958-10,662).
Pada variabel pendidikan didapatkan hasil bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan
terjadinya preeklampsia. Hal ini ternyata sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Wati (2009) dengan
menunjukkan (p=0,001, OR=3,436, CI:1,898-6,892).
Teori
yang
menegaskan
bahwa
pendidikan
mempengaruhi
terjadinya
preeklampsia
yaitu
dikemukakan oleh Notoatmodjo (2005) bahwa rendah
atau tingginya pendidikan seseorang mempengaruhi
individu tersebut dalam mengambil atau membuat
kebijaksanaan pada dirinya dalam menggunakan
pelayanan kesehatan. Namun hal ini ternyata tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari
(2009) yang mana dalam penelitiannya pendidikan tidak
mempengaruhi
terjadinya
preeklampsia
dengan
menunjukkan (p=0,674, OR=3,262, CI:1,667-7,463).
Hasil penelitian selanjutnya didapatkan hasil bahwa
ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
terjadinya preeklampsia. Hal ini ternyata sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Khastuti (2009) yang
didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan terjadinya
preeklampsia. Notoatmodjo (2007) dalam teorinya
mendukung
bahwa
terdapat
hubungan
antara
pengetahuan dengan terjadinya preeklampsia, karena
pengetahuan kurang atau baik akan sangat berpengaruh
pada kesadaran ibu hamil mengetahui gejala-gejala
penyakit yang timbul pada masa kehamilannya. Berbeda
dengan Herlina (2009) yang mana hasil penelitiannya
didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan terjadinya
preeklampsia (p=0,620, OR=5,862, CI:2,690-10,767).
Hasil terkahir dalam penelitian ini didapatkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit ibu
dengan terjadinya preeklampsia. Hasil ini ternyata sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Herlina (2009)
yang menunjukkan (p=0,001, OR=2,635, CI:1,2584,820). Hal ini dapat didukung oleh teori Varney (2002)
yang menyatakan bahwa seorang wanita
yang
mempunyai riwayat penyakit yang parah akan lebih
membahayakan kondisi dirinya sendiri pada saat hamil.
Maka dari itu ibu hamil yang mempunyai riwayat
penyakit pada saat hamil mempunyai peluang resiko
lebih besar mengalami preeklampsia dibandingkan
dengan ibu yang tidak mempunyai riwayat penyakit.
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Suryani (2009) yang menyatakan bahwa riwayat penyakit
ibu tidak mempengaruhi preeklampsia dengan
menunjukkan (p=1,000, OR=4,263, CI:2,333-7,496).
Implikasi Keperawatan
Kemampuan ibu dalam mengetahui lebih dini gejala awal
preeklampsia diharapkan dapat mencegah untuk terkena
preeklampsia pada kehamilannya. Hal ini juga menjadi
acuan bagi perawat maternitas yang ada di masyarakat
dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan maternitas
dengan pencegahan preeklampsia, terutama dalam hal
meningkatkan pengetahuan ibu melalui pemberian
penyuluhan atau pendidikan kesehatan secara teratur
terkait bahaya preeklampsia.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(3); Sept 2013
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa
ibu yang mengalami preeklampsia lebih sedikit
dibandingkan dengan ibu yang tidak preeklampsia. Umur
ibu yang berisiko lebih sedikit dibandingkan dengan
umur ibu yang tidak berisiko, paritas berisiko lebih
banyak dibandingkan dengan paritas tidak berisiko, ibu
bekerja lebih sedikit dibandingkan dengan ibu yang tidak
bekerja, ibu yang berpendidikan rendah lebih sedikit
dibandingkan dnegan ibu yang berpendidikan tinggi, ibu
yang pengetahuannya kurang lebih sedikit dibandingkan
dengan ibu yang pengetahuannya tinggi, dan ibu yang
mempunyai riwayat penyakit lebih sedikit dibandingkan
dengan ibu yang tidak mempunyai riwayat penyakit.
Dari 6 variabel yang diteliti didapatkan bahwa semua
variabel tersebut yaitu umur ibu, paritas, pekerjaan,
pendidikan, pengetahuan, dan riwayat penyakit ibu
memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya
preeklampsia pada ibu hamil trimester III.
Berdasarkan hasil temuan dari penelitian ini peneliti
menyarankan agar tenaga kesehatan hendaknya dapat
meningkatkan upaya promosi kesehatan dengan cara
penyuluhan dan terus memotivasi ibu hamil yang
berkunjung untuk rutin memeriksakan kehamilannya
disertai dnegan pemberian brosur, leaflet dan sebagainya
supaya ibu mempelajari dan memahami lebih jauh
tentang bahaya preeklampsia pada kehamilannya.
Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan metode
kualitatif, atau meneliti variabel lainnya yang belum
diteliti oleh peneliti seperti umur kehamilan, riwayat
preeklampsia, dan kenaikan berat badan. Selain itu
peneliti selanjutnya juga dapat memberikan penuluhan
terlebih dahulu sebelum menyebarkan kuesioner,
sehingga responden lebih mengerti maksud dan tujuan
peneliti nantinya.
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan RI. (2001). Buku Pedoman
Pengenalan Tanda Bahaya Pada Kehamilan, Persalinan
Dan Nifas. DKI Jakarta. PUKM.
Departemen Kesehatan RI. (2008). Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta: Depkes RI.
Herlina, Lilis. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian preeklampsia berat pada ibu hamil di
RSU Proklamasi Tahun 2008. Karawang. Prodi
Kebidanan Poltekes Depkes Bandung
Khastuti, Yanah. (2009). Faktor faktor yang
berhubungan dengan kejadian preeklampsia pada ibu
hamil trimester III di Poned Puskesmas Pedes Kabupaten
Karawang Tahun 2008. Karawang. Prodi Kebidanan
Poltekes Depkes Bandung.
Kountur, Ronny. (2007). Metode Penelitian Untuk
Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit PPM.
Manuaba, I. (2008). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: EGC.
Norwitz, Errol dan John O Schorge. (2008). At A Glance
Obstetri & Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis,
Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Saefudin AB. (2006). Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sari, Kartika S. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian preeklampsia pada ibu bersalin di RSU
Proklamasi Rengasdengklok Karawang Tahun 2009.
Karawang. Prodi Kebidanan Poltekes Depkes Bandung.
Suryani, A Irma. (2009). Faktor Determinan Terjadinya
Preeklampsi Berat Di Rsud Ciamis Tahun 2009.
Tasikmalaya. Prodi Keperawatan STIKES Respati
Tasikmalaya.
Trijatmo, R. (2007). Preeklampsia dan Eklampsi.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wati, Meliza. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian preeklampsia di RS Sukmul Jakarta
Utara Tahun 2009. Karawang: Prodi Kebidanan
Poltekes Depkes Bandung.
WHO. (2003). Managing Complications in Pregnancy
and Childbirth. Geneva: WHO.
Wiknojosastro, Hanifa. (2008). Ilmu Kebidanan.Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Yulianti, Dewi SKP. (2006). Buku Saku Manajemen
Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: EGC.
Download