BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawatan Benda

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perawatan Benda Cagar Budaya Candi Borobudur
Menurut Pitts dan John (1984), pelapukan adalah proses perubahan batuan
yang terjadi di bawah pengaruh langsung hydrosphere dan atmosphere. Adapun
jenis pelapukan batu dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
a). Pelapukan Mekanis
Pelapukan mekanis terjadi apabila batuan berubah menjadi fragmen yang
lebih kecil tanpa terjadi perubahan kimiawi, sebagai contoh:
 Eksfoliasi
Eksfolisi adalah terkelupasnya bagian luar batuan yang tersingkap. Hal ini bisa
diakibatkan perbedaan tegangan pada mineral batuan. Penyebab lain adalah daya
angkat regional dan erosi akibat limpasan permukaan sehingga mengurangi
tegangan akibat beban diatasnya.
 Erosi (oleh angin atau air)
Proses ini juga sangat dipengaruhi oleh kondisi topogafi, landai dan curam.
 Abrasi
Abrasi adalah keausan yang disebabkan oleh 2 bahan yang keras yang mengalami
gerakan relatif ketika sedang bersentuhan.
 Kegiatan Organisme
Gaya pemecah yang digunakan akar tanaman dalam rongga batuan dapat
membuat fragmen-fragmen batuan terpisah.
i
b). Pelapukan Kimiawi
Pelapukan kimiawi terjadi apabila mineral batuan diubah menjadi mineralmineral baru melalui reaksi kimia. Proses penyebabnya antara lain yaitu:
 Oksidasi
Proses ini terlihat jelas bila batuan terkena air hujan. Oksidasi tampak pada noda
berwarna cokelat sampai merah khususnya pada batuan yang mengandung besi.
Reaksi kimia dapat menghasilkan hidrat oksida, besi, karbonat dan sulfat. Apabila
reaksi ini menghasilkan pertambahan volume maka akan terjadi pemisahan
batuan.
 Pelarutan (solution)
Contoh yang jelas adalah batu gamping, dalam periode waktu yang relatif singkat
(5-10 tahun) batu gamping mengalami pelapukan akibat terkena air hujan yang
mengandung karbondioksida (CO2) yang cukup banyak sehingga dapat
menghancurkan batuan.
 Hidrolisis ( pembentukan ion-ion H+)
Bahan pelapuk kimiawi dapat bekerja secara bersamaan. Sebagai contoh,
pembentukan lempung dari pelapukan suatu feldspar ortoklas (biasanya berwarna
merah jambu) dimana terdapat air biasa dan asam karbonat yang terbentuk oleh
air yang bercampur dengan karbondioksida.
Curah hujan juga berpengaruh terhadap kerusakan pada batuan. Curah
hujan yang tinggi pada musim hujan dapat mengikis permukaan batuan sedikit
demi sedikit. Kondisi batuan yang lembab karena terkena hujan juga dapat
memicu tumbuhnya lumut, ganggang serta lichenes. Lumut, ganggang dan
lichenes akan tumbuh di permukaan batuan yang lembab, sehingga dapat
ii
menimbulkan pelapukan pada batuan dan mengurangi kekuatan batuan itu. Ketiga
jenis tanaman ini biasanya hidup pada batuan yang tidak terkena sinar matahari
langsung atau pada batuan yang ada di dalam candi. Hal ini sangat
mengkhawatirkan bagi kelestarian candi Borobudur.
Gambar 1. Formula AC322 untuk bahan pembasmi lichenes
Untuk perawatan terhadap faktor lichenes atau Lichenes, pihak pengelola
telah mempunyai cara tersendiri untuk membasmi lumut, ganggang, dan lichenes
yang tumbuh pada batuan di Candi Borobudur. Selama ini metode pembersihan
lichenes yang dilakukan dalam pembersihan batu di Candi Borobudur adalah
pembersihan secara kimiawi dan mekanis. Metode kimiawi yang digunakan ini
adalah menggunakan formula AC322. Bahan kimia ini digosok pada setiap
permukaan batuan andesit yang ditumbuhi lichens dimana akan menghasilkan
perubahan warna menjadi kemerahan yang menjadi salah satu indikasi bahwa
AC322 tersebut efektif untuk menghilangkan lichenes dengan dioptimalkan
iii
melalui pembersihan secara mekanis yaitu disikat dan dicuci. Formula AC322
untuk bahan pembasmi lichenes ditunjukkan pada Gambar 1.
Formula AC322 antara lain mengandung amonium bikarbonat, arkopal,
sodium bikarbonat, aquamolin, air dan carboxymethyl celullose, AC322
mengandung bahan kimia arkopal yang disinyalir bersifat karsinogenik, meskipun
melekat kuat pada batu dan sulit dibersihkan dengan diolesi bahan kimia ini
jaringan lichenes
menjadi lunak dan mudah terkelupas, tetapi hal ini
menimbulkan bercak bekas pembersihan di batu candi yang mengotori warna
candi. Komservan dari bahan alam diharapkan bisa mengembalikan warna batu ke
warna aslinya.
Pembersihan secara mekanis berupa penggosokan dengan sikat baik secara
kering maupun basah. Penggosokan dengan sikat menyebabkan rontoknya lumut
yang tumbuh pada batuan. Tetapi kurang efektif untuk membami lichenes dan
pembersihan dengan cara ini dapat mengakibatkan kerontokan permukaan batuan.
Metode lain yang digunakan adalah pembersihan secara fisik menggunakan steam
cleaner. Dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan menerangkan bahwa
metode
pembersihan
yang
dipakai
mempunyai
kelemahan,
khususnya
pembersihan secara mekanis dan steam cleaner. Kelemahan tersebut di antaranya
adalah dapat menimbulkan efek kerontokan pada permukaan batuan.
2.2 Mikroba di Batuan Candi Borobudur
Salah satu sebab kerusakan benda cagar budaya adalah pelapukan organik.
Pelapukan organik yaitu proses penghancuran benda cagar budaya yang
diakibatkan oleh aktivitas makhuk hidup, baik hewan maupun tumbuhan.
iv
Beberapa organisme penyebab pelapukan yaitu bakteri dan jamur. Bakteri
merupakan salah satu jasad renik yang terbentuk seperti batang, peluru, sekrup.
Bakteri termasuk makhluk hidup yang kasat mata. Untuk dapat mengamati dan
mengenal bakteri secara seksama diperlukan mikroskop. Jamur dapat juga disebut
fungi atau jamur. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil
atau bersifat heterotrof. Untuk mempertahankan dirinya, jamur hidup sebagai
parasit dan saprofit. Jamur tidak mempunyai akar, batang dan daun, sehingga
disebut tumbuhan thalus. Jamur berkembang biak secara kawin dan tidak kawin.
Perkembangbiakan secara kawin dilakukan dengan cara konjugasi, askospora dan
basidiospora. Perkembangan dengan cara tidak kawin dilakukan dengan
membentuk spora, membelah diri, fragmentasi dan dengan konidium (Riyanto,
2014).
Candi borobudur tersusun atas batuan yang kaya akan mineral dimana
dijadikan tempat yang sesuai dengan pertumbuhan organisme saprofit seperti
bakteri, ganggang dan lichenes. Adapun organisme saprofit tersebut dapat
menyebabkan proses pelapukan jika bereaksi dengan bahan-bahan organik, selain
itu juga terdapat bakteri fotoautrotrof
seperti Aceutobacteur yang dapat
menghasilkan senyawa asam jika bereaksi dengan oksida batuan
Ganggang juga ditemukan di batuan candi borobudur. Ganggang yang
dapat hidup di Candi Borobudur atau batuan disebut Perifiton dari kelas
Cyanophyceae (ganggang biru) dan Chlorophyceae (ganggang hijau). Ganggang
biru merupakan vegetasi perintis, yaitu merupakan tumbuhan yang mampu
menghancurkan batuan sehingga dapat hidup di daerah tersebut. Ganggang dapat
berfotosintesis dan mampu hidup pada lingkungan dengan suhu 80 oC, sehingga
v
dapat bertahan lama pada batuan Candi Borobudur. Spesies ganggang yang
ditemukan di Candi Borobudur adalah Nostoceae, Gleocapsa dan Chlorophyceae
bersel satu.
Gambar 2. Batu yang ditumbuhi lichenes.
Fungi (jamur) berperan sebagai saprofit pada Candi Borobudur. Jamur
memperoleh makanan secara tidak langsung dari makhluk hidup. Celah-celah
Candi Borobudur yang lembab, kurang cahaya matahari dan banyak mengandung
zat-zat organik merupakan daerah yang paling tepat bagi pertumbuhan jamur.
Beberapa jamur yang tumbuh pada batuan Candi Borobudur seperti Aspergilus
nigeruan tioghom, Aspergilus tlavus link dan Rhyzopus orrhyzus ficher. Gambar
2 menunjukkan mikroba yang tumbuh di benda cagar budaya (Riyanto, 2014).
2.3 Minyak Atsiri Sereh
Minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud cairan
yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji, maupun
bunga dengan cara penyulingan dengan uap. Meskipun kenyataan untuk
vi
memperoleh minyak atsiri juga dapat diperoleh dengan cara lain seperti dengan
cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik maupun dengan cara dipres
atau dikempa dan secara enzimatis (Sastrohamidjojo, 2004).
Beberapa jenis minyak atsiri terbukti mempunyai aktivitas biologi
terhadap mikroba maupun serangga hama dan vektor patogen yang merugikan
manusia, hewan, dan tanaman. Minyak atsiri tersebut telah banyak dimanfaatkan
dan produknya telah banyak dikomersialkan terutama di bidang industri makanan,
misalnya sebagai bahan aditif dan pengawet makanan. Potensi minyak atsiri
sebagai pestisida nabati juga sangat besar ditinjau dari aktivitas biologi, efikasi,
kompatibilitas, organisme sasaran, serta keamanannya terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia.
Komponen kimia minyak atsiri daun sereh wangi adalah sitronela dan
geraniol. Kedua komponen tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai
harga minyak atsiri daun sereh wangi. Kadar komponen kimia penyusun utama
minyak atsiri daun sereh wangi tidak tetap, dan tergantung pada beberapa faktor.
Komposisi minyak atsiri daun sereh wangi ada yang terdiri dari beberapa
komponen, ada yang mempunyai 30-40 komponen, yang isinya antara lain
alkohol, hidrokarbon, ester, aladehid, keton, oxida, lactone, terpene dan
sebagainya.
Beberapa jenis minyak atsiri mengandung senyawa monoterpen yang
mempunyai sifat anti mikroba seperti cymene, sabinen, alpha pinen, betapinen,
sitroneloll, geraniol, carvacrol, thymol, farnesol dan caryophyllene. Beberapa
jenis pestisida berbasis minyak atsiri telah diproduksi dan sering digunakan untuk
mengendalikan patogen, serangga hama, dan vektor patogen di lingkungan rumah,
vii
rumah kaca, dan peternakan. Pestisida berbasis minyak atsiri juga mempunyai
nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dan LD (Lethal Dose) yang
rendah, kompatibel, dan menghasilkan produk pertanian yang bebas residu.
2.4 Aktivitas Minyak Atsiri sebagai Antibakteri dan Antijamur
Aktivitas biologi minyak atsiri terhadap mikroba telah banyak diteliti
terutama terhadap bakteri patogen pada manusia dan hewan (Supriadi et al.,
2008). Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa sejumlah minyak atsiri juga
mempunyai aktivitas terhadap jamur. Aktivitas antijamur yang dimiliki oleh
minyak atsiri juga berhubungan dengan senyawa n monoterpenik fenol khususnya
timol, karvakrol dan eugenol (Isman, 2000).
2.5 Minyak Atsiri Sereh Untuk Bahan Konservasi Benda Cagar Budaya
Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati tanaman penghasil minyak
atsiri seperti sereh dapur, minyat atsiri cengkeh (Eugenia aromatica), minyak
sereh wangi (Andropogon nardus) dan minyak kayu manis (Cinnamomum spp.),
yang mengandung senyawa pestisida berbasis minyak atsiri telah lolos registrasi
dari EPA (Environmental Protection Agency) dan dinyatakan aman dari GAS
(Generally Recognized as Safe) (Koul et al, 2008), sehingga ramah terhadap
manusia dan lingkungan. Penelitian penggunaan minyak atsiri untuk pestisida,
fungisida, dan insektisida telah banyak dilakukan umumnya untuk melindungi
tanaman karena mengandung benzene dan gugus OH, sehingga dapat berperan
sebagai pestisida nabati. Sereh dapur dan sereh wangi dapat digunakan sebagai
penolak serangga hama dan juga nyamuk (Zanellato et al, 2009).
viii
Download