HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn Terlarut Logam Pb Terlarut Timbal (Pb) adalah salah satu jenis logam berat yang mempunyai penyebaran yang cukup luas terutama akibat aktivitas manusia sehingga logam ini merupakan salah satu logam berat yang banyak mencemari air laut. Kandungan -3 Terlarut (10 ppm) Konsentrasi Logam Pb logam Pb terlarut selama penelitian disajikan pada Gambar 10. 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 10 Konsentrasi logam Pb terlarut pada pengambilan I dan II Gambar 10 menunjukkan nilai konsentrasi logam Pb terlarut yang terukur di lokasi penelitian berkisar antara 1.10-3 – 4.10 -3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 4, 5, 6, dan 7 (4.10-3 ppm ) dan terendah di stasiun 1 dan 2 (1. 10 -3 ppm). Untuk pengambilan II, nilai konsentrasi logam Pb terlarut yang terukur berkisar antara 1.10-3 – 2.10-3 ppm, dengan nilai tertinggi di stasiun 5, 6, dan 7 (2.10-3 ppm). Pada pengambilan I dan II, konsentrasi Pb di stasiun dekat laut (stasiun 4 sampai 7) mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber dari logam Pb di lokasi penelitian berasal dari laut. Pada pengambilan I, konsentrasi Pb lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini disebabkan pada pengambilan I, kondisi perairan dalam keadaan pasang, sehingga 30 logam Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pada pengambilan II. Pada pengambilan II, perairan dalam kondisi surut. Secara umum kandungan logam berat Pb terlarut di lokasi penelitian telah melampui kisaran alami, yaitu 0,01 - 0,035 ppb (Laws 1993), tetapi mas ih di bawah kisaran maksimum (0,05 ppm) yang dikeluarkan oleh EPA (1976). Logam Cd Terlarut Konsentrasi logam Cd terlarut selama penelitian tidak dapat terdeteksi (konsentrasinya <1 ppb). Hal ini berkaitan dengan sumber Cd di lokasi penelitian yang sangat kecil sehingga konsentrasinya tidak dapat terdeteksi. Menurut Miettinen (1977), diacu dalam Sanusi (1983) pada umumnya perairan mengandung kadar Cd lebih kurang 1 ppb. Logam Cu Terlarut Menurut Bryan (1976) Cu yang terdapat dalam perairan berasal dari buangan limbah (dumping), sungai, dan jaringan pipa serta polusi udara. Kandungan logam Cu terlarut di lokasi pengambilan sampel disajikan pada -3 Terlarut (10 ppm ) Konsentrasi Logam Cu Gambar 11. 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 11 Konsentrasi logam Cu terlarut pada pengambilan I dan II Gambar 11 menunjukkan konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur di lokasi pengambilan sampel berkisar antara 1.10 -3 – 2.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (2.10 -3 ppm), kemudian mengalami penurunan dengan nilai yang sama di semua stasiun. Pada pengambilan II, 31 konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur berkisar antara 2.10-3 – 4.10 -3 ppm, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (4.10 -3 ppm) dan menjadi menurun di semua stasiun (2.10 -3 ppm), kecuali stasiun 5 (3.10-3 ppm) yang mengalami penambahan. Tingginya nila i konsentrasi Cu di stasiun 1 ini berkaitan dengan sumbernya yang berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di daerah estuari. Clark (1986) menyatakan bahwa sumber alami utama Cu berasal dari erosi berbagai batuan mineral yang umumnya terjadi di sungai, kemudian karena adanya faktor pengenceran oleh air laut, nilai ini menurun. Sedangkan tingginya konsentrasi Cu terlarut di stasiun 5 pada pengambilan II, disebabkan adanya pengadukan dasar akibat arus yang cukup tinggi, yang men imbulkan gesekan dengan dasar perairan. Kedalaman perairan di stasiun ini, yang relatif cukup dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29) sangat menunjang proses gesekan dasar tersebut. Kemudian adanya proses desorpsi oleh partikel menambah konsentrasi terlarut Cu di stasiun tersebut. Secara keseluruan nilai konsentrasi Cu terlarut pada pengambilan II, lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal ini disebabkan kondisi pengambilan sampel air yang berbeda kondisinya. Pada pengambilan II, kondisi perairan dalam keadaan surut (Gambar 24), sehingga massa air sungai yang mengalir ke estuari lebih dominan dan logam Cu yang terukur sedikit lebih tinggi. Sedangkan pada pengambilan I, dimana perairan dalam kondisi pasang (meskipun pasang kecil), menyebabkan pengenceran massa air di estuari oleh air laut, sehingga logam Cu yang terukur sedikit lebih rendah. Selain faktor pasang dan surut, adanya hujan lebat di lokasi penelitian, pada pengambilan II, menyebabkan air sungai sebagai sumber dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam Cu terlarut dari daerah daratan dan logam Cu terlarut yang terukur pada pengambilan II sedikit lebih tinggi. Curah hujan ini menyebabkan debit air sungai sedikit mengalami kenaikan (lihat Lampiran 3 dan Cuaca Bulan September 2005). Konsentrasi Cu dalam perairan yang terukur selama penelitian di Sungai Banjir Kanal Barat masih berada dalam kisaran maksimum dari konsentrasi yang ditentukan oleh EPA (1976) yaitu sebesar 23 ppb atau 23.10 -3 ppm. 32 Logam Zn Terlarut Seng paling melimpah di alam sebagai batuan sulfida Sphalerite, ZnS. Sumber utama Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi udara yang mengandung Zn, sedangkan sumber alami Zn adalah erosi batuan yang mengandung Zn di sungai (Bryan 1976). Kandungan logam Zn terlarut selama penelitian disajikan pada Gambar 12. ppm) -3 Terlarut (10 Konsentrasi Logam Zn 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 12 Konsentrasi logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II Gambar 12 menunjukkan nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang terukur di lokasi penelitian berkisar antara 2.10 -3 –10.10-3 ppm pada pengambilan I, dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (10.10-3 ppm) dan terendah di stasiun 7 (2.10 -3 ppm). Dari stasiun 1 sampai 7, penurunan konsentrasinya secara perlahan -lahan. Sedangkan pada pengambilan II, nilai konsentrasi logam Zn terlarut yang terukur berkisar antara 3.10-3 – 9.10 -3 ppm dengan nilai tertinggi di stasiun 1 (9. 10 -3 ppm) dan terendah di stasiun 5 dan 7 (3. 10 -3 ppm). Penurunan nilai konsentrasi ini disebabkan adanya faktor pengenceran dari air laut. Tingginya konsentrasi Zn di stasiun 1 berkaitan dengan sumbernya yang berasal dari sungai, sebelum mereka mengalami pengenceran lebih lanjut di daerah estuari. Pada pengambilan II terjadi penambahan konsentrasi di stasiun 5. Adanya penambahan nilai ini berhubungan dengan adanya pengadukan sedimen yang disebabkan adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan, dimana 33 pada pengambilan II, di stasiun ini kedalamannya relatif lebih dangkal yaitu 0,65 m (Gambar 29). Secara umum konsentrasi Zn yang terukur selama penelitian di Sungai Banjir Kanal Barat, masih di bawah kriteria kualitas air yang keluarkan oleh EPA (1976) yaitu sebesar 170 ppb atau 170.10 -3 ppm. Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam Sedimen Kandungan logam Pb, Cd, Cu, dan Zn dalam sedimen disajikan pada Gambar 13. Gambar 13 menunjukkan bahwa konsentrasi logam dalam sedimen berkisar antara 0,006 – 183,39 ppm. Untuk logam Pb berkisar antara 4,14 – 13,93 ppm, logam Cd berkisar 0,006 – 0,117 ppm, logam Cu berkisar antara 30,54 – Konsentrasi Logam dalam Sedimen (ppm) 55,09 ppm dan logam Zn berkisar antara 94,11 – 183,39 ppm. 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Pb Cu Zn 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Konsentrasi Logam Cd dalam Sedimen (ppm) (a) 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun (b) Gambar 13 Konsentrasi logam dalam sedimen (a) Pb, Cu dan Zn (b) Cd 34 Logam Zn mempunyai konsentrasi paling tinggi diantara lainnya. Kemudian secara berurutan diikuti logam Cu, Pb dan Cd. Distribusi logam Zn secara umum menurun dengan bertambahnya stasiun. Sedangkan Pb dan Cu distribusinya berubah naik turun. Secara umum adanya perbedaan konsentrasi antar stasiun ini disebabkan oleh berbagai proses baik fisika, biologi maupun kimia. Akan tetapi mungkin yang sangat berpengaruh adalah proses fisika baik adanya proses pengadukan maupun pengendapan, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti arus. Arus ini akan mempengaruhi proses laju pengendapan atau sedimentasi dan mempengaruhi ukuran butir sedimen yang terendapkan. Pada stasiun 4, semua logam konsentrasinya lebih kecil dibandingkan pada stasiun lainnya. Hal ini berkaitan dengan kandungan bahan organik total dalam sedimen, dimana pada stasiun ini juga memiliki konsentrasi rendah (Gambar 36). Rendahnya kandungan bahan organik total ini juga berhubungan dengan tekstur sedimen yang di dominasi oleh fraksi pasir (Gambar 35). Hubungan antara bahan organik total dalam sedimen dengan logam berat dapat dilihat pada Lampiran 6. Logam Pb, Cd dan Cu mempunyai korelasi positif dengan TOM, sedangkan Zn berkorelasi negatif. Hal ini berarti bahwa logam Pb, Cd dan Cu keberadaanya di sedimen sangat dipengaruhi oleh bahan organik, sedangkan Zn, hanya sebagian kecil saja bahan organik mempengaruhi keberadaannya. Pengamatan kandungan logam berat dalam sedimen juga pernah dilakukan oleh Sunoko dkk. (1993) di Perairan Banjir Kanal Timur, Semarang bulan Agustus 1993 dimana diperoleh rata-rata kandungan Pb berkisar antara 1,019 ± 0,137 ppm, logam Cd antara 1,212 ± 0,154 ppm, logam Cu antara 66,093 ± 8,652 ppm dan logam Zn antara 75,662 ± 9,652 ppm. Dibandingkan dengan penelitian tesebut, ternyata Pb dan Zn yang terukur di daerah penelitian lebih tinggi sedangkan logam Cd dan Cu lebih rendah konsentrasinya. Hal ini di sebabkan karena di sekitar sungai Banjir Kanal Timur lebih banyak terdapat berbagai industri, antara lain industri kimia, farmasi, tekstil dan plastik ( BAPPEDA Jawa Tengah 1987, diacu dalam Sunoko dkk. 1993). 35 Konsentrasi Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston Logam Pb dalam Seston Konsentrasi logam Pb dalam seston disajikan pada Gambar 14. Pada pengambilan I, konsentrasi logam Pb berkisar antara 13,587 – 30,556 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 10,556 – 20, 879 ppm. Konsentrasi Logam Pb dalam Seston (ppm) 35 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 14 Konsentrasi logam Pb dalam seston pada pengambilan I dan II Gambar 14 menunjukkan bahwa pada pengambilan I, konsentrasi logam Pb dalam seston lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini disebabkan oleh adanya kondisi pengambilan sampel yang berbeda. Pada pengambilan I, perairan dalam kondisi pasang (Gambar 23) dan sumber Pb dilokasi penelitian berasal dari laut, sehingga pada pengambilan I, Pb yang terukur sedikit lebih tinggi daripada pengambilan II. Logam Cd dalam Seston Konsentrasi logam Cd selama penelitian disajikan pada Gambar 15. Pada pengambilan I konsentrasinya berkisar antara 4,21 – 9,615 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 12,541 – 20,617 ppm. Konsentrasi Cd dalam seston sangat kecil dibanding dengan logam yang lainnya. Hal ini dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa sumber Cd di lokasi penelitian memang sangat kecil, sehingga kandungan dalam air juga kecil <1 ppb. Begitu juga kandungan logam Cd dalam sedimen yang cukup kecil (Gambar 13 b). 36 Konsentrasi Logam Cd dalam Seston (ppm) 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 15 Konsentrasi logam Cd dalam seston pada pengambilan I dan II Secara umum konsentrasi logam Cd dalam seston saat pengambilan II lebih tinggi dibandingkan pada pengambilan I. Pada saat pengambilan II di lokasi penelitian telah turun hujan lebat, yang menyebabkan air sungai sebagai sumber dari elemen kimia ini lebih banyak membawa material, termasuk logam Cd dalam seston dari daerah daratan. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang masuk ke Muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan yang kemudian dibawa oleh air sungai. Keadaan ini dapat dilihat dengan meningkatnya debit sungai (Lampiran III), Cuaca Bulan September dan meningkatnya material tersuspensi (Gambar 31). Kondisi pasang dan surut juga mempengaruhi besar kecilnya konsentrasi Cd yang terukur dilokasi penelitian. Pada pengambilan I, perairan dalam kondisi pasang (Gambar 23), menyebabkan massa air sungai yang masuk ke estuari lebih sedikit dan terencerkan oleh air laut, sehingga Cd dalam seston yang terukur pada pengambilan I sedikit lebih kecil. Sebaliknya pada pengambilan II, kondisi perairan surut, massa air lebih sungai lebih banyak masuk ke estuari sehingga Cd yang terukur sedikit lebih tinggi. Logam Cu dalam Seston Konsentrasi logam Cu dalam seston disajikan pada Gambar 16. Pada pengambilan I konsentrasi berkisar antara 13,33 – 44,258 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara 37,14 – 97,826 ppm Konsentras Logam Cu dalam Seston (ppm) 37 120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 16 Konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan I dan II Pada pengambilan II konsentrasi logam Cu dalam seston jauh lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Cu yang masuk ke muara Sungai Banjir Kanal Barat sebagian besar berasal dari daratan yang kemudian dibawa oleh air sungai. Logam Zn dalam Seston Konsentrasi logam Zn dalam seston di lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 17. Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I berkisar antara 48,33 – 193,28 ppm dan pada pengambilan II berkisar antara Konsentrasi Logam Zn dalam Seston (ppm) 81,43 – 226,27 ppm. 250 200 150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 17 Konsentrasi logam Zn dalam seston pada pengambilan I dan II 38 Pola Sebaran Logam Pb, Cd, Cu dan Zn dalam Seston dan Sedimen. Pola Sebaran Logam Pb dalam Seston dan S edimen Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 18. Konsentrasi Logam Pb (ppm) Seston dan Sedimen 35 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Seston I Sedimen Seston II Gambar 18 Pola sebaran logam Pb dalam seston dan sedimen Gambar 18 menunjukkan bahwa baik pada pengambilan I maupun II konsentrasi logam Pb dalam seston lebih tinggi daripada dalam sedimen. Pada stasiun yang sering mengalami pergolakan akibat tingginya arus, seperti stasiun 4 dan 5, mempunyai konsentrasi logam dalam seston yang lebih tinggi. Selain itu ukuran sedimen yang terendapkan juga berukuran lebih besar (Gambar 35). Di daerah -daerah yang sering bergolak, sedimen tersuspensi yang berukuran lebih kecil tidak sempat mengendap sehingga logam yang terendapkan di stasiun ini juga cukup rendah. Sedimen yang lebih kecil leb ih banyak mengadsorpsi logam berat (Supriharyono, 2000) Pola sebaran Logam Cd dalam seston dan sedimen Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 19. Gambar 19 menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cd dalam seston lebih tinggi daripada dalam sedimen. Karena konsentrasinya yang selalu lebih besar dalam kolom air mengakibatkan logam Cd yang terendapkan dalam sedimen sangat kecil (<1 ppm). 39 Konsentrasi Logam Cd (ppm) Seston dan Sedimen 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Seston I Seston II Sedimen Gambar 19 Pola sebaran logam Cd dalam seston dan sedimen Pola Sebaran Logam Cu dalam Seston dan Sedimen Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 20. Gambar 20 menunjukkan bahwa konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan II jauh lebih tinggi daripada dalam sedimen. Pada pengambilan II, di stasiun 2, 3 dan 7 konsentrasi logam Cu dalam seston lebih rendah daripada dalam sedimen dan stasiun 4, 5 dan 6 mempunyai konsentrasi yang hampir sama. Di stasiun 2 dan 3, penurunan konsentrasi ini mengindikasikan bahwa daerah ini merupakan daerah dimana sering terjadi flokulasi sedimen dan apabila proses ini berlanjut (gaya tarik lebih besar) floc yang terbentuk akan semakin besar dan pada saat arus tenang terjadi pengendapan. Proses ini sangat berhubungan dengan bahan organik. Laju pengendapan atau sedimentasi stasiun 2 dan 3 dapat dilihat pada Tabel 8. Adanya pengendapan di stasiun ini menyebabkan logam yang terukur dalam sedimen juga tinggi, dimana kehadirannya erat hubungannya dengan kehadiran bahan organik dalam sedimen(Gambar 36). 40 Konsentrasi Logam Cu (ppm) Seston dan Sedimen 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Seston I Seston II Sedimen Gambar 20 Pola sebaran logam Cu dalam seston dan sedimen Tingginya konsentrasi logam Cu dalam seston pada pengambilan II lebih banyak berkaitan dengan adanya masukan dari sungai yang lebih tinggi akibat adanya hujan yang turun pada malam harinya (Cuaca Bulan September dan lampiran 3). Air sungai lebih banyak membawa material tersuspensi yang dalam hal ini mengandung logam Cu. Fohl, et al (1998) menyatakan bahwa konsentrasi logam Cd, Cu, dan Zn di material tersuspensi lebih tinggi atau lebih rendah daripada di sedimen disebabkan karena peranannya dalam siklus biologi, proses adsorpsi, pelarutan kembali selama pengendapan dan adanya perubahan antara sedimen – air melalui proses difusi atau secara biologi. Pola sebaran Logam Zn dalam seston dan sedimen Pola sebaran Zn dalam seston dan sedimen disajikan pada Gambar 21 Konsentrasi Logam Zn (ppm) Seston dan Sedimen 250 200 150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Seston I Seston II Sedimen Gambar 21 Pola sebaran logam Zn dalam seston dan sedimen 41 Gambar 21 menunjukkan bahwa pada pengambilan II konsentrasi logam Zn sedikit lebih tinggi daripada dalam sedimen dan pada pengambilan I ada beberapa yang konsentrasinya lebih kecil daripada sedimen yaitu stasiun 1, 2, 3, 5 dan 7 dan ada yang lebih tinggi yaitu di stasiun 4 dan 5. Tingginya konsentrasi Zn dalam seston di stasiun 4 dan 6 ini berkaitan dengan pengadukan sedimen oleh adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan yang dalam hal ini lokasi tersebut juga mempunyai kedalaman yang relatif lebih dangkal. Adanya pengadukan dasar perairan mengakibatkan terlepasnya sedimen yang dalam hal ini mengandung logam Zn ke kolom perairan dan menambah konsentrasi logam Zn dalam seston. Kapasitas Adsorpsi Logam Pb, Cd, Cu, dan Zn Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai kapasitas adsorpsi logam Pb, Cd, Cu dan Zn Jenis logam Pb Cd Cu Nilai Kapasitas 99.71 99.66 99.90 Adsorpsi (%) Zn 99.91 Tabel 6 memperlihatkan bahwa logam Pb, Cd, Cu, dan Zn mempunyai kapasitas adsorpsi yang cukup tinggi (>90%). Namun demikian nilai diatas belum dapat menggambarkan nilai kapasitas adsorpsi yang sebenarnya, di wilayah estuari. Diduga logam yang ditemukan di estuari ini, memang keberadaannya lebih banyak dalam fase partikel, bukan karena adanya proses adsorpsi oleh partikel. Kondisi Pasang Surut Berdasarkan data Dinas Hidrooseanografi (DISHIDROS) menunjukkan bahwa tipe pasut Perairan Semarang didominasi oleh tipe semidiurnal, yaitu terdapat 2 periode pasang tinggi dan dua periode pasang rendah setiap hari (satu hari terjadi dua kali pasang dan 2 kali terjadi surut). Gambar 22 menyajikan kondisi pasang surut daerah penelitian (Bulan September 2005 ). Tinggi Muka Air (cm) 42 120 105 90 75 60 45 30 15 0 1 73 145 217 289 361 433 505 577 649 Jam Gambar 22 Kondisi pasang surut di Perairan Semarang Bulan September (DISHIDROS, 2005) Keterangan : : Kondisi pasut pada pengambilan 8 September 2005 : Kondisi pasut pada pengambilan 22 September 2005 Pengambilan sampel untuk parameter salinitas (tipe estuari) dilakukan pada saat pasang dan surut (Gambar 23). Kemudian untuk pengambilan parameter Tiggi Muka Air (cm) yang lain dilakukan pada saat surut (Gambar 24). 105 90 75 60 45 30 15 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 0 21 22 23 24 Jam Gambar 23 Kondisi pasang surut saat pengukuran salinitas dan pengambilan sampel I (8 September 2005) Keterangan : : Pengukuran salinitas pada saat Pasang : Pengukuran salinitas pada saat Surut : Pengambilan sampel I Tiggi Muka Air (cm) 43 120 105 90 75 60 45 30 15 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Jam Gambar 24 Kondisi pasang surut p engambilan II (22 September 2005) Keterangan : : Pengambilan sampel II Tipe Estuaria Perairan estuari pada umumnya dipengaruhi oleh pasang surut, dimana pengaruh pasang akan meningkatkan salinitas akibat masuknya air laut ke dalam estuari tersebut. Pada saat surut salinitas akan menjadi rendah karena pengaruh air tawar akan lebih dominan. Untuk mengetahui tipe estuari ini dapat dilakukan dengan melihat sebaran salinitas di estuari tersebut. Hasil pengukuran sebaran salinitas pada empat lapisan kedalaman di setiap stasiun pada saat pasang dan pada saat surut disajikan pada Gambar 25 dan 26. Salinitas (0/00) 0 10 20 30 40 Kedalaman (cm) 0 St.1 St.2 20 St.3 40 St.4 St.5 60 St.6 St.7 80 100 Gambar 25 Sebaran salinitas menegak saat pasang 44 Surut Salinitas (ppt) Kedalaman (cm) 0 10 20 30 40 0 St.1 20 St.2 St.3 40 St.4 60 St.5 80 St.6 100 St.7 Gambar 26 Sebaran salinitas menegak saat surut Berdasarkan pendekatan nilai salinit as pada saat pasang dan surut, maka daerah penelitian dapat kelompokan menjadi 3 wilayah. Wilayah pertama adalah wilayah, baik dalam kondisi pasang maupun surut, lapisan permukaan tidak dipengaruhi oleh masukan air laut sehingga nilai salinitas mendekati 0 0 /00 yaitu pada stasiun 1, wilayah kedua adalah wilayah yang dipengaruhi oleh air sungai maupun air laut, sehingga salinitas di daerah ini berfluktuasi, yaitu pada stasiun 2,3,4,5, dan 6. Untuk wilayah tiga terdapat pada stasiun 7, dimana pada wilayah ini tidak dipengaruhi oleh air sungai. Adanya pengaruh aliran air tawar dari sungai dan air laut di sepanjang badan sungai menyebabkan adanya stratifikasi salinitas di berbagai kedalaman baik pada waktu pasang maupun surut. Lapisan permukaan cenderung memiliki salinitas lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tengah, dan lapisan tengah ini juga lebih rendah dengan salinitas dasar perairan. Stratifikasi salinitas ini juga terjadi secara horizontal dimana stasiun yang berada jauh dari muara mempunyai salinitas lebih tinggi daripada stasiun yang berada di muara (Gambar 27). 45 (a) (b) Gambar 27 Sebaran menegak salinitas (a) pasang dan (b) surut Pola penyebaran salinitas seperti ini menunjukkan bahwa muara Banjir Kanal Barat tergolong pada estuari tercampur sebagian (Partially Mixed Estuary). Duxbury and Duxbury (1993) mengemukakan bahwa karakteristik estuari tercampur sebagian adalah adanya variasi salinitas secara vertikal dan horizontal, stratifikasi densitas sedang, air laut digerakkan menuju sungai dengan arus dari laut yang cukup kuat pada kedalaman percampuran horizontal, terdapat stratifikasi densitas yang kuat dekat permukaan ketika air tawar masuk dalam jumlah banyak serta terjadi pertukaran yang baik antara air tawar dan air laut (Gambar 28). 46 Gambar 28 Estuari tercampur sebagian (Pinet 2000) Kedalaman Hasil pengukuran kedalaman di lokasi penelitian hampir tidak menunjukkan adanya perbedaan dengan nilai kisaran antara 0,65 – 3 m. Hal ini disebabkan ketinggian muka laut yang hampir sama saat pengambilan sampel. Adanya sedikit perbedaan pada stasiun 1 disebabkan karena adanya debit air yang sedikit lebih tinggi pada pengambilan II, dimana lokasi penelitian telah turun hujan yang cukup lebat. Perbedaan nilai kedalaman antar stasiun disebabkan karena adanya proses sedimentasi di beberapa stasiun. Di stasiun 4, laju sedimentasi cukup tinggi, sehingga kedalamannya relatif cukup dangkal.. Untuk selengkapnya nilai kedalaman dari semua stasiun dapat dilihat pada Gambar 29. 3.5 Kedalaman (m) 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 29 Hasil pengukuran kedalaman di lokasi pengambilan sampel 47 Kecepatan dan Arah Arus Dari hasil penelitian didapatkan nilai rerata kecepatan arus antara 0,058 – 0,150 m/det dengan arah yang bervariasi. Nilai kecepatan dan arah arus pada setiap stasiun selama penelitian disajikan pada Gambar 30. Gambar 30 Kecepatan dan arah arus pada pengambilan I dan II Keterangan : : Pengambilan saat pasang : Pengambilan saat surut : Nilai kecepatan arus berkisar antara 0,05 m/det 48 Nilai kecepatan arus di daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh debit air dan keadaan pasang surut. Pada pengambilan II, di stasiun 1, 2 dan 3 mempunyai kecepatan arus yang sedikit lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena debit air pada pengambilan sampel II ni i sedikit lebih tinggi akibat adanya hujan yang turun pada malam harinya (Lampiran 3). Kualitas Air Total Padatan Tersuspensi (TSS) Padatan tersuspensi adalah partikel-partikel yang melayang di dalam air yang terdiri dari komponen hidup (phytoplankton, jamur, bakteri) dan komponen mati (detritus, partikel-partikel baik organik maupun organik). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TSS berkisar antara 19,7 – 79 mg/l pada pengambilan I dan 38,9 – 95,8 mg/l pada pengambilan II. Pada pengambilan I, nilai terendah terdapat pada stasiun 1 (19,7 mg/l) dan tertinggi pada stasiun 6 (79 mg/l). Selanjutnya pada pengambilan II, nilai terendah terdapat pada stasiun 7 (38,9 mg/l) dan tertinggi di stasiun 6 (95,8 mg/l). Data selengkapnya tersaji pada Gambar 31. 120 TSS (mg/l) 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 31 Nilai TSS di lapisan permukaan pada pengambilan I dan II Gambar 31 memperlihatkan bahwa nilai TSS bervariasi dari hilir menuju muara. Nilai TSS pada pengambilan II, lebih tinggi daripada pengambilan I. Hal ini disebabkan pada pengambilan II, dilokasi penelitian telah turun hujan lebat 49 pada malam harinya, sehingga air sungai lebih banyak membawa material tersuspensi (lihat cuaca Bulan September 2005, Lampiran 3 tentang debit air sungai). Kondisi pasang dan surut ikut menentukan nilai TSS. Pada pengambilan I, kondisi perairan dalam keadaan pasang (Gambar 23) dan menyebabkan massa air sungai yang masuk ke estuari diencerkan oleh air laut, sehingga konsentrasi TSS yang terukur lebih kecil. Sedangkan pada saat surut, massa air sungai lebih dominan dan menyebabkan nilai TSS lebih tnggi. Penambahan nilai TSS di stasiun 5 disebabkan adanya pelepasan sedimen di dasar, oleh adanya arus yang bergesekan dengan dasar perairan. Faktor kedalaman ikut mempengaruhi proses resuspensi. Di stasiun 5 kedalamannya relatif lebih dangkal (Gambar 29) Oksigen Terlarut Nilai konsentrasi oksigen terlarut (DO) disajikan pada Gambar 32. Oksigen Terlarut (mg/l) 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 32 Nilai konsentrasi oksigen terlarut pada pengambilan I dan II Gambar 32 menunjukkan bahwa kisaran nilai konsentrasi oksig en sedikit berfluktuasi dengan kisaran nilai antara 5,14 – 5,57 mg/l pada pengambilan I dan pengambilan II berkisar antara 4,22 – 4,42 mg/l. Nilai oksigen terlarut pada pengambilan I, lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini menggambarkan bahwa daerah penelitian, kandungan oksigennya berfluktuasi oleh adanya perubahan waktu. 50 Bahan Organik Total (TOM) Bahan organik total menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi, dan koloid (Goldman dan Horne 1983). Kandungan bahan organik dalam air dapat disamakan dengan berbagai parameter diantaranya adalah BOD5 (Biochemical Oxygen Demand ), COD (Chemical Oxygen Demand ) maupun TOM (Total Organik Matter). TOM dan COD diukur dengan oksidator kimia KMNO4 dan K2Cr2O7 , dimana dengan parameter ini lebih menggambarkan kandungan sesungguhnya, tetapi tidak menunjukkan dinamika ekosistem perairan. Sebaran nilai TOM selama penelitian Bahan Organik Total (mg/l) disajikan pada Gambar 33. 40 35 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 33 Sebaran nilai bahan organik total (T OM) pada pengambilan I dan II Gambar 33 menunjukkan sebaran nilai TOM pada pengambilan I berkisar antara 10,54 – 35,41 mg/l, dengan nilai tertinggi di stasiun 6 dan terendah di stasiun 7. Pada pengambilan II, berkisar antara 15,14 – 50,61 mg/l dengan nilai tertinggi terdapat di stasiun 4 dan terendah di stasiun 7. Tingginya nilai TOM di stasiun 2, 3, 4, 5 dan 6 berkaitan dengan nilai TSS yang cukup tinggi pula di stasiun tersebut (Gambar 31). Derajat Keasaman atau pH Derajat keasaman atau pH adalah nilai yang menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air yang di gunakan untuk mengukur apakah suatu larutan bersifat asam dan basa. Nilai pH berkisar antara 1 – 14 dimana nilai pH 7 adalah netral 51 yang merupakan batas tengah antara asam dan basa makin tinggi pH suatu larutan makin besar sifat basanya dan sebaliknya semakin kecil pH semakin kuat asam pH suatu larutan. Nilai pengukuran pH selama penelitian di sajikan pada Gambar 34. 8.2 8 7.8 7.6 7.4 7.2 7 6.8 6.6 6.4 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun I II Gambar 34 Nilai pH di setiap stasiun pada pengambilan I dan II Nilai pH semakin meningkat dengan bertambahnya stasiun dengan kisaran nilai antara 7,01 – 7,94 dengan nilai tertinggi di stasiun 7 dan terendah di stasiun 1. Hal ini di sebabkan karena posisi stasiun 7 yang berada di laut (cukup jauh dari muara) dan stasiun 1 yang berada di sungai sehingga pH cenderung netral atau sedikit asam. Secara alami pH untuk air laut berkisar antara 7,5 – 8. Selain itu tampak bahwa nilai pada pengambilan I cenderung lebih tinggi daripada pengambilan II. Hal ini di sebabkan kondisi perairan pada pengambilan I dalam keadaan pasang, meskipun pasang kecil dan pada pengambilan II, kondisi perairan dalam keadaan surut, sehingga tidak ada faktor pengenceran air laut dan menyebabkan pH sedikit lebih rendah. Kualitas Sedimen Fraksi Sedimen Tekstur substrat terdiri atas campuran pasir, lumpur dan liat. Tidak ada substrat yang terdiri atas satu fraksi saja, sehingga semua tipe substrat terdiri atas ketiga fraksi tersebut. Tekstur atau tipe sedimen dapat ditentukan dengan mengukur komposisi dari fraksi-fraksi pembentuknya, yaitu kandungan lumpur 52 (debu), pasir dan liat. Sebaran nilai fraksi sedimen pada setiap stasiun penelitian disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 35. Tabel 7 Nilai persentase tekstur sedimen dan jenis sedimen Stasiun Jenis Sedimen Fraksi Sedimen Sand 83.04 1.04 0.92 76.88 65.32 10.84 6.24 1 2 3 4 5 6 7 Silt 16 98 98 22 34 88 88 Clay 0.96 0.96 1.08 1.12 0.68 1.16 5.76 Loamy sand Silt Silt Loamy sand Sandy loam Silt Silt Tabel 7 menunjukkan jenis sedimen di Perairan Banjir Kanal Barat adalah sand (pasir), silt (lumpur), loamy sand (pasir berlempung) dan sandy loam (lempung berpasir). Stasiun 1 di dominasi fraksi pasir (83,04 %). Sedangkan stasiun 2 dan 3, fraksi silt yang mendominasi. Kondisi seperti ini di sebabkan karena letak posisi stasiun 1 yang jauh di hulu sungai dan material yang cukup besar terendapkan di stasiun ini. Partikel yang berukuran lebih besar akan lebih cepat mengendap di dasar perairan sedangkan partikel yang lebih kecil akan terbawa jauh ke arah lautan sebelum akhirnya mengendap (Triadmodjo 1999) Fraksi Sedimen (%) 120 100 80 Pasir 60 Silt Clay 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Gambar 35 Sebaran rata-rata fraksi sedimen Untuk stasiun 2 dan 3, posisinya agak terlindung dari pergerakan gelombang dan ombak dan merupakan daerah pertemuan antara air tawar dan air 53 laut yang dapat menyebabkan kondisi arus lemah. Adanya arus yang lemah ini memberi kesempatan partikel-partikel yang lebih halus mengendap. Untuk stasiun 4 dan 5, fraksi pasir cukup mendominasi. Hal ini disebabkan pada stasiun ini ada pengaruh gelombang yang tentunya daerah ini mempunyai arus yang cukup besar. Daerah yang mempunyai arus besar, maka material yang berukuran yang lebih besar (pasir) yang dapat mengendap di daerah ini. Bahan Organik Sedimen Kandungan bahan organik erat kaitannya dengan jenis sedimen. Jenis sedimen perairan yang berbeda akan mempunyai kandungan bahan organik yang berbeda pula. Semakin halus sedimen, kemampuan dalam mengakumulasi bahan organik semakin besar. Kandungan bahan organik pada umumnya akan tinggi pada sedimen Lumpur. Bahan organik ini berkaitan erat dengan unsur hara. Bahan organik tinggi, berarti unsur hara tinggi juga. Wood (1987) mengatakan bahwa sedimen berpasir umumnya miskin zat hara dan begitu sebaliknya substrat yang lebih halus kaya akan unsur hara. Bahan organik yang terukur saat penelitian Bahan Organik dalam Sedimen (%) disajikan pada Gambar 36. 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Gambar 36 Nilai bahan organik sedimen Kisaran nilai bahan organik yang terukur selama penelitian antara 29,01 72,56 % dengan nilai terendah di stasiun 1 dan tertinggi di stasiun 2. Nilai ini sangat berkaitan dengan jenis sedimen. Sedimen yang berjenis lumpur (atau yang 54 berukuran lebih halus) mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi pula. Hal ini dapat dilihat pada stasiun 2 dan 3. Laju Sedimentasi Pengukuran laju sedimentasi di Muara Banjir Kanal Barat dalam penelitian hanya dilakukan di tiga stasiun yaitu stasiun 2 dan 3 dan 4. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai yang bervariasi. Laju sedimentasi tertinggi terdapat di stasiun 4 dengan rerata 75,258 kg/m 2/minggu dan terendah di stasiun 2 dengan nilai rerata 2,164 kg/m 2/minggu. Data selengkapnya disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Laju sedimentasi Muara Banjir Kanal Barat Stasiun 2 3 4 Laju Sedimentasi (kg/m 2/minggu) Minggu I II 2.179 2.149 54.279 60.218 75.258 79.569 Rerata 2.16 57.25 77.57 Dari ketiga stasiun tersebut memperlihatkan bahwa laju sedimentasi stasiun dekat laut (stasiun 4) lebih tinggi daripada stasiun yang lain. Padahal bila dilihat kecepatan arusnya (Lampiran 1), memiliki kecepatan arus yang cukup tinggi. Pada daerah yang mempunyai kecepatan arus tinggi, maka sedimen yang terendapkan di daerah tersebut memiliki fraksi sedimen yang cukup kasar. Fenomena ini terjadi di stasiun 4, yang mempunyai fraksi sedimen cukup kasar (loamy sand/pasir berlempung). Pada stasiun 4, selain dipengaruhi oleh adanya sedimen dari sungai, juga dipengaruhi oleh adanya sedimen dari laut. Hal ini dapat dilihat dari fraksi sedimen, dimana di stasiun 4 ini, fraksi pasir cukup mendominasi (Gambar 35). Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh siwi (2002) mengenai perimbangan antara debit sedimen total dengan laju sedimentasi, bahwa Sedimen yang mengendap di Muara Sungai Banjir Kanal Barat sangat dipengaruhi oleh transpor sedimen sepanjang pantai dan pasokan sedimen Sungai Banjir Kanal Barat. 55 Debit Sungai Dari hasil perhitungan debit sungai yang dilakukan pada tanggal 6 dan 19 September 2005, didapat rerata debit sungai Banjir Kanal Barat, sebesar 13,62 m3/det. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Pada Tabel 9 disajikan debit Sungai Banjir Kanal Barat (th 1997 – 2001) hasil perhitungan Dinas Pengairan PU Jawa Tengah. Tabel 9 Nilai debit sungai Banjir Kanal Barat tahun 1997 – 2001 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Debit (m3/det) 1997 1998 1999 2000 Januari 16.87 5.89 6.91 9.73 Febuari 10.07 8.83 13.22 14.67 Maret 11.39 12.69 10.67 17.38 April 17.20 7.53 10.28 12.50 Mei 12.79 5.94 4.73 13.02 Juni 6.34 7.53 19.24 10.19 Juli 6.65 10.24 5.49 Agustus 7.75 3.53 3.55 September 15.51 12.44 3.11 Oktober 1.95 8.05 8.65 4.06 November 31.23 3.99 6.45 12.10 Desember 16.95 4.41 14.26 6.19 Rerata 10.40 8.06 10.05 7.30 Sumber : Dinas Pengairan PU Jawa Tengah Bulan 2001 8.94 12.03 8.98 17.36 17.43 16.20 4.20 2.93 16.76 9.65 8.50 5.70 10.67 Keadaan Cuaca Bulan September Berdasarkan pantauan data cuaca yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang pada Bulan September 2005, umumnya cerah hingga berawan dengan jumlah hari hujan sebanyak 8 hari, dimana hujan ini turun pada malam hari. Jumlah curah hujan terbesar selama 24 jam, sebesar 20,9 mm, hasil pengukuran tanggal 22 September 2005. Arah angin bertiup dari arah timur, dengan kecepatan antara 3 – 10 knots. Tinggi gelombang laut antara 0,3 – 0,8 m. Suhu permukaan laut rata-rata 30,40C (BMG 2005). Konsentrasi Logam berat yang masuk ke Muara Bulan September 2005 Besarnya logam berat yang masuk ke muara dihitung berdasarkan debit sungai dan konsentrasi rata-rata logam berat yang didapatkan didalam sungai pada 2 kali pengambilan. 56 Dari hasil perhitungan didapat nilai konsentrasi logam berat yang masuk ke muara untuk logam Pb sebesar 0,021 gr/det, logam Cd sebesar 0,012 gr/det, logam Cu sebesar 0,096 gr/det dan logam Zn sebesar 0,268 gr/det. Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Pembahasan Estuari merupakan tempat bertemunya air tawar dari sungai dan air asin yang berasal dari laut. Air tawar yang berasal dari sungai mempunyai densitas lebih kecil daripada air laut, sehingga air tawar akan mengambang diatas air laut. Karakter atau sifat dari estuari tidak bersifat uniform, dimana perbedaan ini terutama disebabkan oleh adanya variasi pasut dan masukan air sungai, yang kemudian mempengaruhi proses percampuran. Pada estuari tercampur sebagian, adanya arus pasang surut menyebabkan gesekan dan menimbulkan pergolakan, kemudian menyebabkan percampuran yang lebih efektif dalam kolom air. Air laut akan tercampur keatas dan air tawar akan tercampur ke bawah. Proses percampuran massa air sungai dan massa air laut di estuari secara umum akan memberikan pengaruh terhadap perubahan konsentrasi logam berat terlarut. Hal ini disebabkan adanya proses pengenceran, flokulasi yang disertai adanya proses adsorpsi dan desorpsi. Adanya proses pengenceran menyebabkan konsentrasi logam berat berubah jadi naik atau menurun di sepanjang daerah estuari, tergantung dari sumber utama logam yang bersangkutan. Apabila sumber utama berasal dari sungai, adanya proses pengenceran oleh air laut menyebabkan konsentrasi logam akan menurun sepanjang perubahan nilai salinitas dan sebaliknya apabila sumber utama berasal dari laut, konsentrasi logam berat menjadi naik dengan bertambahnya nilai salinitas (Chester 1990). Menurunya konsentrasi logam berat terlarut di estuari juga disebabkan karena adanya proses adsorpsi logam berat yang diikuti oleh adanya proses flokulasi. Proses adsorpsi adalah proses dimana atom, partikel atau molekul suatu zat terikat pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik menarik dari atom atau molekul pada lapisan bagian luar atau permukaan zat padat (Tan, 1982). Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel. Flokulasi terjadi akibat adanya gaya tarik 57 menarik antara elemen -elemen yang berasal dari sungai dan laut yang berbeda muatannya (Chester 1990). Butir lanau, lempung dan kolloid asam humus yang tersuspensi dan terangkut memasuki wilayah estuari melalui aliran sungai mempunyai kecenderungan bermuatan listrik negatif. Dengan peningkatan salinitas, kekuatan tarik menarik antar partikel menjadi lebih kuat, sehingga saat partikel bertabrakan akan membentuk gumpalan (floc). Terbentuknya gumpalan ini memungkinkan terjadinya pengendapan di dasar perairan estuari. Logam yang terdapat dalam kolom air lebih cepat diendapkan pada kondisi salinitas antara 0 – 18 0/ 00 (Chester 1990). Penurunan konsentrasi logam berat di estuari sebelum logam tersebut dibawa ke laut, menjadikan estuari berperan sebagai filter bahan-bahan kimia yang bawa oleh air sungai. Filter ini bekerja terutama melalui perubahan dari fase terlarut menjadi fase partikel. Sistim filter estuari bekerja secara selektif terhadap masing-masing individu. Apabila keberadaan elemen (logam) selama di estuari hanya dipengaruhi oleh proses fisik atau proses percampuran, elemen ini akan mengalami pengenceran, sehingga di perairan lo gam ini bersifat konservatif. Sedangkan adanya reaksi kimia seperti adanya perubahan dari fase terlarut menjadi partikel atau sebaliknya mengakibatkan penambahan atau pengurangan konsentrasi logam berat sehingga di perairan logam tersebut bersifat non konservatif. Untuk melihat proses ini dapat dilakukan dengan pendekatan “mixing graph” dimana konsentrasi logam terlarut diplotkan dengan nilai yang sifatnya conservatif, yang dalam hal ini adalah salinitas (Chester 1990). Pembahasan ini menekankan kepada pola kecenderungan logam berat terlarut terkait dengan perubahan salinitas dan TSS sebagai indikator adanya perubahan komposisi ion dan materi di perairan. Selain itu juga dimaksudkan untuk menunjukkan apakah terdapat kemiripan pola sebaran logam berat terlarut Pb, Cu dan Zn terlarut di estuari Banjir Kanal Barat dengan pola sebaran logam Pb, Cu dan Zn terlarut pada wilayah lainnya. Pola Sebaran Logam Pb Terlarut terhadap Salinitas dan TSS Pola kecenderungan sebaran Pb terlarut menurut salinitas di Sungai Banjir Kanal Barat disajikan pada Gambar 37. Gambar 37 menunjukkan bahwa 58 pengambilan I dan II, logam Pb terlarut mempunyai pola yang hampir sama yaitu konsentrasinya lebih tinggi di air laut daripada air tawar (Gambar 3). Hal ini mengindikasikan bahwa sumber Pb terlarut di lokasi penelitian berasal dari laut. Pola logam Pb terlarut ini sama dengan pola dari parameter pH, dimana untuk air -3 Terlarut (10 ppm) Konsentrasi Logam Pb laut nilai pH > air tawar. Begitu juga untuk oksigen terlarut (DO). 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 5 10 15 20 25 30 35 0 Salinitas ( / 00) Terlarut (10 ppm) 2.5 -3 Konsentrasi Logam Pb (a) 2 1.5 1 0.5 0 0 5 10 15 20 25 30 35 0 Salinitas ( /00) (b) Gambar 37 Pola Hubungan antara Pb terlaru t dengan salinitas pada pengambilan I (a) dan II (b) Gambar 37 memperlihatkan bahwa logam Pb terlarut mengalami removal pada pada salinitas ± 5 - 15 0/00 dan pada salinitas > 20 0/00 mengalami addition. Boyle et al. (1982), diacu dalam Chester (1990) di Sungai Amazon, menemukan bahwa elemen mengalami penurunan secara tajam pada daerah awal terjadinya mixing (salinitas sampai mencapai 15 0 /00). Tingginya alkalinitas menyebabkan proses flocculation atau adsorpsi elemen dari fase terlarut.Hal ini berarti bahwa 59 logam Pb di lokasi penelitian bersifat non konservatif. Chester (1990) menyatakan bahwa logam seperti Pb, Zn, Cu, Cd dan Ni, umumnya memiliki sifat non konservatif selama berada di estuari. Hasil penelitian Danielsson et al. (1983), diacu dalam Chester (1990), bahwa logam Pb di estuari Gota (Sweden), dengan tipe estuari baji garam (salt wedge), tidak menunjukkan adanya proses removal. Adanya proses removal maupun addition ini berkaitan dengan proses adsorpsi dan desorpsi. Adanya proses adsorpsi, yang kemudian diikuti proses flokulasi dan pengendapan menyebabkan adanya penambahan konsentrasi dalam sedimen. Tingginya konsentrasi sedimen ini dapat dilihat pada stasiun 2 dan 3 (Gambar 13), dimana stasiun ini memang memiliki salinitas yang selalu rendah baik saat pasang maupun surut (Gambar 25 dan 26). Sedangkan adanya proses desorpsi, umumnya terjadi karena adanya resuspensi yang kemudian diikuti proses desorpsi dari partikel dan menambah konsentrasi logam dalam fase terlarut. Pola hubungan antara Pb terlarut dengan TSS dapat dilihat melalui pola hubungan antara TSS dengan rasio konsentrasi logam terlarut terhadap Rasio Pb Terlarut terhadap Pb dalam seston konsentrasi logam dalam seston (Gambar 38). 0.35 0.3 0.25 0.2 R2 = 0.0334 0.15 0.1 0.05 0 - R2 = 0.1818 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 TSS (mg/l) Pengambilan I Pengambilan II Gambar 38 Pola hubungan antara logam Pb dengan TSS Gambar 38 memperlihatkan bahwa kenaikan nilai TSS menyebabkan turunnya nilai konsentrasi logam Pb terlarut, meskipun pengaruh TSS ini sangat kecil. Konsentrasi Pb terlarut mengalami proses adsorpsi o leh TSS. Adanya proses desorpsi pada salinitas > 20 0 /00 disebabkan karena kandungan Pb dalam 60 seston, yang ditemukan di stasiun 4 – 6 cukup tinggi (Gambar 18), dan diasumsikan partikel ini mengalami proses desorpsi, dan menambah logam Pb dalam fase terlarut. Dilihat dari pola hubungan antara logam terlarut dengan salinitas (Gambar 37), ada suatu proses yang lebih menarik untuk logam Pb terlarut. Pada range salinitas ± 15 – 25 0/00, logam Pb terlarut cenderung memperlihatkan adanya perubahan yang cukup tajam dan pada range salinitas tertentu memperlihatkan nilai yang konstan. Perubahan konsentrasi yang tajam ini diduga berhubungan dengan perubahan spesiasi logam Pb. Turner et al (1980) menyatakan bahwa pada perairan tawar, spesiasi logam Pb yang paling dominan adalah dalam bentuk kation bebas (Pb2+) atau berpasangan dengan ion karbonat (CO3) dan pada air laut, lebih dominan dalam bentuk berpasangan dengan ion klorida (Cl-). Spesiasi logam ikut berperan dalam menentukan proses kimiawi yang terjadi di estuari, seperti proses flokulasi dan adsorpsi ke dalam partikel dan pengendapan. Chester (1990) menyatakan bahwa tingkah laku elemen -elemen di estuari dapat juga tergantung dari spesiasi logam yang bersangkutan. Pola Sebaran Cu Terlarut terhadap Salinitas dan TSS Pola sebaran Cu terlarut dengan salinitas disajikan pada Gambar 39. Gambar 39 menunjukkan bahwa pola hubungan antara Cu terlarut dan salinitas pada pengambilan I dan II mempunyai pola yang sama, melimpah relatif lebih banyak di air tawar (Gambar 3), sehingga konsentrasinya semakin menurun ke arah laut. Hal ini mengindikasikan bahwa logam Cu bersumber dari sungai kemudian selama di estuari terencerkan oleh adanya air laut. Selain itu juga ada proses adsorpsi yang diikuti dengan proses flokulasi dan desorpsi. 2.5 Terlarut (10 -3ppm) Konsentrasi Logam Cu 61 2 1.5 1 0.5 0 0 5 10 15 20 25 30 35 Salinitas (0/00) Terlarut (10 ppm) -3 Konsentrasi Logam Cu (a) 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 5 10 15 20 25 30 35 Salinitas (0/ 00) (b) Gambar 39 Pola hubungan antara Cu terlarut dengan salinitas pada pengambilan (a) I dan (b) II Pada pengambilan I, logam Cu terlarut mengalami proses removal dan pada pengambilan II, selain proses removal, logam Cu terlarut mengalami addition pada nilai salinitas >20 0/ 00. Perubahan nilai konsentrasi di estuari ini berhubungan dengan proses adsorpsi oleh partikel, yang kemudian terjadi pengendapan materi serta adanya proses desorpsi oleh partikel. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Windom et al. (1983), diacu dalam Chester (1990) di Estuari Savannah dan Ogeeche (USA), dimana logam Cu bersifat non konservatif dengan adanya proses addition di salinitas > 20 0 /00 dan pada salinitas menengah (5 – 20 0/00) mengalami removal (Gambar 4). Dalam eksperimen selanjutnya disimpulkan bahwa adanya penambahan Cu pada salinitas > 20 0 /00 disebabkan adanya pelepasan dari material tersuspensi sebagai hasil resuspensi sedimen. 62 Adanya proses adsorpsi oleh partikel, yang kemudian terjadi pengendapan materi menyebabkan konsentrasi logam dalam sedimen tinggi, yang pada penelitian ini dapat dilihat pada stasiun 2 dan 3 (Gambar 13). Proses removal di perairan sangat dipengaruhi oleh nilai padatan tersuspensi, sehingga diasumsikan bahwa peningkatan TSS akan diikuti dengan penurunan konsentrasi Cu terlarut. Untuk melihat proses adsorpsi dapat dilihat melalui hubungan antara rasio konsentrasi Cu terlarut terhadap konsentrasi Cu dalam seston dengan nilai TSS (Gambar 41). Gambar 41 menunjukkan bahwa peningkatan nilai TSS menurunkan Rasio Cu Terlarut terhadap Cu dalam seston nilai konsentrasi logam Cu terlarut. 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 - 2 R = 0.327 20.00 40.00 2 R = 0.238 60.00 80.00 100.00 120.00 TSS (mg/l) Pengambilan I Pengambilan II Gambar 40 Pola hubungan antara logam Cu dengan TSS Adanya proses desorpsi pada pengambilan II disebabkan karena pada pengambilan II ini, logam dalam seston yang ditemukan pada stasiun 4 dan 5 yang mempunyai nilai salinitas ± 20 0 /00, konsentrasi Cu dalam seston cukup tinggi, sehingga diasumsikan partikel yang mengandung logam Cu ini mengalami desorpsi (Gambar 20). Gambar 39 juga memperlihatkan adanya perubahan secara tajam konsentrasi terlarut, yaitu pada range salinitas 0 – 5 0/ 00 dan kemudian nilai tersebut cenderung konstan. Perubahan ini berkaitan dengan perubahan spesiasi logam Cu. Pada salinitas 0 0/ 00, spesiasi logam Cu lebih dominan dalam bentuk pasangan dengan elemen humic dan pada salinitas >5 0/00, logam Cu lebih banyak berikatan dengan ion OH dalam bentuk (Cu(OH)2) (Chester 1990). Spesiasi logam ikut berperan dalam menentukan proses kimiawi yang terjadi di estuari, seperti proses flokulasi dan adsorpsi ke dalam partikel dan pengendapan. 63 Pola Sebaran Zn Terlarut terhadap Salinitas dan TSS Pola sebaran Zn dengan salinitas disajikan pada Gambar 41. Gambar 41 menunjukkan bahwa pola sebaran logam Zn terlarut pada pengambilan I dan II relatif melimpah di air tawar dan konsentrasinya menjadi menurun dengan bertambahnya nilai salinitas. Pola ini sama dengan yang dialami oleh logam Cu 12 -3 Terlarut (10 ppm) Konsentrasi Logam Zn terlarut. 10 8 6 4 2 0 0 5 10 15 20 25 30 35 0 Salinitas ( /00) 10.0 Terlarut (10 -3ppm) Konsentrasi Logam Zn (a) 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0 0 5 10 15 20 25 30 35 Salinitas (0 /00) (b) Gambar 41 Pola hubungan antara Zn terlarut dengan salinitas pada pengambilan I (a) dan II (b) Pada pengambilan I, logam Zn terlarut lebih mengalami proses addition. Pada pengambilan II, mengalami removal pada salinitas 5 – 15 0/ 00. dan addition pada salinitas > 20 0/ 00. Boyle et al. (1982), diacu dalam Chester (1990) di Sungai Amazon, menemukan bahwa elemen mengalami penurunan secara tajam pada daerah awal terjadinya mixing (salinitas sampai mencapai 15 0/ 00). Tingginya alkalinitas menyebabkan proses flocculation atau adsorpsi elemen dari fase terlarut. Adanya proses addition pada pengambilan I, terjadi pada salinitas >20 0/00 dan dari hasil analisa logam Zn dalam seston pada salinitas ini, yang pada 64 penelitian ini terdapat di stasiun 4, ternyata logam Zn dalam seston ditemukan sangat tinggi konsentrasinya dan diasumsikan dengan tingginya konsentrasi dalam seston, logam Zn tersebut mengalami proses desorpsi (Gambar 21). Pengaruh TSS terhadap logam Zn terlarut dapat dilihat melalui hubungan antara rasio logam Zn terlarut terhadap logam Zn dalam seston dengan TSS (Gambar 42). Gambar 42 menunjukkan bahwa peningkatan nilai TSS mengakibatkan penurunan rasio logam berat Zn terlarut terhadap logam dalam Rasio Zn Terlarut terhadap dalam seston seston. TSS mempengaruhi proses adsorpsi logam berat terlarut. 0.06 0.05 0.04 R2 = 0.1206 0.03 0.02 2 R = 0.5195 0.01 0 - 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 TSS (mg/l) Pengambilan I Pengambilan II Gambar 42 Pola hubungan antara Zn terlarut dan TSS Gambar 41 juga memperlihatkan adanya perubahan konsentrasi logam Zn terlarut yang cukup tajam, seperti pada logam Cu, yaitu pada range salinitas 0 – 10 0/ 00. Perubahan ini diduga berhubungan dengan perubahan spesiasi dari logam Zn. Turner et al. (1980) menyatakan bahwa logam Zn pada perairan tawar, spesiasi yang dominan adalah berikatan dengan OH dan pada air laut, lebih banyak dalam bentuk kation bebas.