ilmu kesehatan mata

advertisement
Presentasi Kasus
ILMU KESEHATAN MATA
KATARAK HIPERMATUR
Oleh :
Oleh:
Novita Dwi Cahyanti
G. 99121033
Rosa Kristiansen
G. 99121042
Kisenda Bagus Widodi
G. 99121022
PEMBIMBING :
Rita Hendrawati, dr., Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
0
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
: Ny. P
Umur
: 66 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jetis, Boyolali
Tanggal pemeriksaan
: 6 November 2013
NO. RM
: 01 22 20 65
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
:
Pandangan mata kanan tidak bisa melihat.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Dr. Moewardi dengan keluhan mata kanan
tidak bisa melihat. Keluhan ini dirasakan sejak 4 bulan yang lalu. Awalnya, sejak 2
tahun lalu pasien mengeluhkan pandangan mata kanan kabur seperti tertutup kabut
yang semakin lama semakin memberat, hingga saat ini mata kanan tidak bisa untuk
melihat. Pasien merasa mata kanan tidak dapat melihat pada jarak dekat maupun jauh,
sehingga untuk beraktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, pasien berjalan
dituntun. Pasien mengeluhkan mata kanan terasa cekot-cekot, dan setiap kali kambuh
pasien juga mual dan muntah. Mata kanan nrocos (+), silau (+), terasa mengganjal (+).
Pasien mengatakan bahwa mata kiri masih dapat melihat namun kabur dan berkabut.
Pasien tidak mengeluhkan pusing, blobokan, dan gatal. Karena keluhan tersebut pasien
datang ke RS Dr. Moewardi.
1
D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat darah tinggi
: disangkal

Riwayat kencing manis
: disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

Riwayat pakai kacamata
: disangkal

Riwayat trauma mata
: disangkal

Riwayat konsumsi obat-obat mata: (+) berobat poli mata namun beberapa bulan
terakhir berhenti berobat
E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat darah tinggi
: disangkal

Riwayat kencing manis
: disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

Riwayat pakai kacamata
: disangkal
F. Kesimpulan Anamnesis
OD
OS
Proses
Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan
Lokalisasi
Suspek media refrakta
Suspek media refrakta
Sebab
Degeneratif
Degeneratif
Perjalanan
Kronis progresif
Kronis progresif
Komplikasi
Glaukoma sekunder
Belum ditemukan
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Nadi : 72 x/menit
RR
: 16 x/menit
Suhu afebril
B. Pemeriksaan subyektif
OD
Visus Sentralis Jauh
OS
1/~
6/60
Pinhole
tidak membaik
tidak membaik
Koreksi
non koreksi
non koreksi
Refraksi
-
-
Visus Perifer
Konfrontasi test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Proyeksi sinar
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Merah
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Hijau
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Persepsi warna
C. Pemeriksaan Obyektif
1.
Sekitar mata
Tanda radang
2.
`
tidak ada
tidak ada
Luka
tidak ada
tidak ada
Parut
tidak ada
tidak ada
Kelainan warna
tidak ada
tidak ada
Kelainan bentuk
tidak ada
tidak ada
Warna
hitam
hitam
Tumbuhnya
normal
normal
Kulit
sawo matang
sawo matang
Pasangannya
dalam batas normal
dalam batas normal
Geraknya
dalam batas normal
dalam batas normal
Supercilium
3
3.
4.
5.
6.
Pasangan Bola Mata dalam Orbita
Heteroforia
tidak ada
tidak ada
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Pseudostrabismus
tidak ada
tidak ada
Exophthalmus
tidak ada
tidak ada
Enophthalmus
tidak ada
tidak ada
Anophthalmus
tidak ada
tidak ada
Mikrophthalmus
tidak ada
tidak ada
Makrophthalmus
tidak ada
tidak ada
Ptosis bulbi
tidak ada
tidak ada
Atrofi bulbi
tidak ada
tidak ada
Bufthalmus
tidak ada
tidak ada
Megalokornea
tidak ada
tidak ada
Mikrokornea
tidak ada
tidak ada
Temporal Superior
dalam batas normal
dalam batas normal
Temporal Inferior
dalam batas normal
dalam batas normal
Temporal
dalam batas normal
dalam batas normal
Nasal Superior
dalam batas normal
dalam batas normal
Nasal Inferior
dalam batas normal
dalam batas normal
Ukuran bola mata
Gerakan Bola Mata
Kelopak Mata
Gerakan
:
dalam batas normal
dalam batas normal
Oedem
:
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
:
tidak ada
tidak ada
Oedem
:
tidak ada
tidak ada
Hiperemi
:
tidak ada
tidak ada
Entropion
:
tidak ada
tidak ada
Ekstropion
:
tidak ada
tidak ada
Tepi Kelopak Mata
7.
Sekitar saccus lakrimalis
Oedem
:
tidak ada
tidak ada
Hiperemi
:
tidak ada
tidak ada
4
8.
9.
Sekitar Glandula lakrimalis
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
kesan meningkat
kesan normal
Tekanan Intra Okuler
Palpasi
10.
Konjungtiva
Konjungtiva palpebra superior
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sekret
tidak ada
tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sekret
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sekret
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sekret
tidak ada
tidak ada
Injeksi Konjungtiva
tidak ada
tidak ada
Injeksi Siliar
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Warna
kemerahan
putih
Penonjolan
tidak ada
tidak ada
Ukuran
12 mm
12 mm
Limbus
hiperemi
dalam batas normal
Permukaan
rata
rata
Sensibilitas
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Konjungtiva Fornix
Konjungtiva Bulbi
Subkonjungtiva
Hematom
11.
12.
Sklera
Kornea
5
13.
14.
15.
Keratoskop
tidak dilakukan
tidak dlakukan
Flourescin Test
tidak dilakukan
tidak dlakukan
Arcus Zenilis
ada
ada
Kamera Okuli Anterior
Isi
:
jernih
jernih
Kedalaman
:
dalam
dalam
Warna
:
hitam keabu-abuan
hitam keabu-abuan
Bentuk
:
bulat
bulat
Sinekia anterior
:
tidak ada
tidak ada
Sinekia posterior
:
tidak ada
tidak ada
Ukuran
:
3 mm
3 mm
Letak
:
sentral
sentral
Bentuk
:
bulat
bulat
:
(+)
(+)
Cahaya tak langsung :
(+)
(+)
Konvergensi
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Ada/tidak
:
ada
ada
Kejernihan
:
keruh menyeluruh
keruh menyeluruh
Letak
:
sentral
sentral
Shadow test
:
(-)
(-)
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Iris
Pupil
Reaksi terhadap
Cahaya Langsung
16.
17.
Lensa
Corpus vitreum
Kejernihan
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD
OS
Visus sentralis jauh
1/~
6/60
Pinhole
tidak membaik
tidak membaik
Koreksi
-
-
Sekitar mata
dalam batas normal
dalam batas normal
Supercilium
dalam batas normal
dalam batas normal
6
Pasangan bola mata
dalam batas normal
dalam batas normal
Ukuran bola mata
dalam batas normal
dalam batas normal
Gerakan bola mata
dalam batas normal
dalam batas normal
Kelopak mata
dalam batas normal
dalam batas normal
Sekitar saccus lakrimalis
dalam batas normal
dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis
dalam batas normal
dalam batas normal
Tekanan intraokuler
kesan meningkat
normal
Konjungtiva bulbi
dalam batas normal
dalam batas normal
Konjungtiva palpebra
dalam batas normal
dalam batas normal
Konjungtiva forniks
dalam batas normal
dalam batas normal
Sub konjungtiva
dalam batas normal
dalam batas normal
Sklera
merah
kuning keruh
Kornea
arcus zenilis (+)
arcus zenilis (+)
Camera oculi anterior
dalam
dalam
Iris
hitam keabu-abuan
hitam keabu-abuan
Pupil
dalam batas normal
dalam batas normal
Lensa
keruh menyeluruh
keruh menyeluruh
Corpus vitreum
tidak dilakukan
tidak dilakukan
dalam orbita
V. GAMBAR
VI. Diagnosis Banding
1. Katarak senilis matur
2. Katarak senlis imatur
3. Glaukoma
7
VII.DIAGNOSIS
OD Katarak senilis hipermatur dengan glaukoma sekunder
OS Katarak matur
VIII. TERAPI
Timolol 0,5% ED 2x1 tetes OD
Glaukon tab 3x1
Metilprednisolon tab 16 mg 3x1
EKIK OD
IX. PLANNING

Pemeriksaan dengan slitlamp

Pemeriksaan biometri

Pemeriksaan laboratorium darah

Konsul jantung
X. PROGNOSIS
OD
OS
Ad vitam
Bonam
Bonam
Ad sanam
Malam
Dubia ad bonam
Ad fungsionam
Malam
Dubia ad malam
Ad cosmeticum
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
8
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Lensa
Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus
cahaya. Lensa tidak memiliki pembuluh darah dan tidak memiliki pembuluh limfe. Lensa
berbentuk cakram bikonveks dan transparan, yang terletak di dalam bilik mata belakang.
Pada keadaan normal, cahaya atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata,
kemudian akan diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan cahaya atau gambar tadi
akan diubah menjadi sinyal / impuls yang akan diteruskan ke otak melalui saraf
penglihatan dan akhirnya akan diterjemahkan sehingga dapat dipahami.
Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di
dalam kapsul lensa. Epitel lensa membentuk serat lensa secara terus-menerus
sehingga mengakibatkan memadatnya serat di bagian sentral sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu
dibentuk atau serat lensa yang paling tua. Di bagian luar nukleus terdapat serat yang
lebih muda disebut korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus
disebut korteks anterior, sedangkan yang di belakang nukleus disebut korteks
posterior. Nukleus memiliki konsistensi yang lebih keras dibandingkan korteks. Di
bagian perifer kapsul lensa terdapat Zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh equatornya pada badan siliar. Serat zonula yang berasal dari lamina basal pars
plana dan pars plikata badan silier. Serat-serat zonula ini menyatu dengan lensa pada
bagian anterior dan posterior kapsul lensa.
Secara fisiologik, lensa memiliki sifat tertentu:
1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
3. Terletak di tempatnya
Keadaan patologik lensa dapat berupa:
1. Kekenyalan berkurang pada orang tua sehingga mengakibatkan presbiopi
2. Keruh atau disebut katarak
3. Tidak berada di tempatnya atau subluksasi atau luksasi
9
Gambar 1. Kedudukan Lensa di Bola Mata
Gambar 2. Anatomi dan Struktur Lensa Kristalin
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akanmenekan seratserat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat paling tua yang terbentuk
merupakan lensa fetus yang diproduksi pada fase embrionik dan masih menetap hingga
sekarang. Serat-serat yang baru akanmembentuk korteks dari lensa (AAO, 2011).
B. Fisiologi Lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk mempertahankan
kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humor sebagaipenyedia nutrisi dan sebagai
tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisianterior lensa saja yang terkena aqueous
humor. Oleh karena itu, sel-sel yang beradadi tengah lensa membangun jalur komunikasi
terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low-resistance gap junction antarsel.
10
Lensa normal mengandung 65% air, dan jumlah ini tidak banyak berubahseiring
bertambahnya usia. Sekitar 5% dari air di dalam lensa berada di ruangan ekstrasel.
Konsentrasi sodium di dalam lensa adalah sekitar 20µM dan potasiumsekitar 120µM.
Konsentrasi sodium di luar lensa lebih tinggi yaitu sekitar 150µM dan potasium sekitar 5µM.
Keseimbangan elektrolit antara lingkungan dalam dan luar lensa sangat tergantung
dari permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa sodium, Na+, K+-ATPase. Inhibisi
Na+, K+-ATPase dapat mengakibatkan hilangnya keseimbangan elektrolit dan meningkatnya
air
di
dalam
lensa.
Keseimbangan
kalsium
juga
sangant
penting
bagi
lensa.
Konsentrasikalsium di dalam sel yang normal adalah 30µM, sedangkan di luar lensa
adalahsekitar 2µM. Perbedaan konsentrasi kalsium ini diatur sepenuhnya oleh pompa kalsium
Ca2+-ATPase. Hilangnya keseimbangan kalsium ini dapat menyebabkan depresi metabolisme
glukosa, pembentukan protein high-molecular-weight dan aktivasi protease destruktif.
Transpor membran dan permeabilitas sangat penting untuk kebutuhan nutrisi lensa. Asam
amino aktif masuk ke dalam lensa melalui pompa sodium yangberada di sel epitel. Glukosa
memasuki lensa secara difusi terfasilitasi, tidak langsung seperti sistem transport aktif (AAO,
2011).
Lensa memiliki kemampuan untuk mencembung dan menambah kekuatan
refraksinya, yang disebut dengan daya akomodasi lensa. Mekanisme yang dilakukan mata
untuk merubah fokus dari benda jauh ke benda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi
akibat perubahan lensa oleh aksi badan silier terhadap serat serat zonula. Setelah umur 30
tahun, kekakuanyang terjadi di nukleus lensa secara klinis mengurangi daya akomodasi.Saat
otot silier berkontraksi, serat zonular relaksasi mengakibatkan lensa menjadi lebih cembung.
Ketika otot silier berkontraksi, ketebalan axial lensa meningkat, kekuatan dioptri meningkat,
dan terjadi akomodasi. Saat otot silier relaksasi, serat zonular menegang, lensa lebih pipih dan
kekuatan dioptri menurun.
Terjadinya
akomodasi dipersarafi
oleh
saraf
simpatik cabang nervus
III
(okulomotorius). Obat-obat parasimpatomimetik (pilokarpin) memicu akomodasi,sedangkan
obat-obat parasimpatolitik (atropine) memblok akomodasi. Obat-obatan yang menyebabkan
relaksasi otot silier disebut cycloplegik.
C. Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Terdapat beberapa teori konsep penuaan menurut Ilyas (2006) sebagai berikut:
-
Teori putaran biologik (“A biologic clock”)
-
Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali → mati
-
Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang
mengakibatkan kerusakan sel.
11
-
Teori mutasi spontan
Teori ”A free radical” : free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate
reaktif kuat, free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi, dan free
radicaldapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitamin E
-
Teori“A Cross-link” : Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang
asam nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi.
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus.
Opasitas pada kapsul poterior
merupakan bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju (Ilyas, 2006).
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak (AAO, 2011).
Katarak bisa terjadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis
(diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang
paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan,
alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang
lama.
Perubahan kondisi lensa pada orang tua :
-
Kapsul : menebal dan kurang elastis (seperempat kali dibanding anak), mulai
presbiopia, bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur, terlihat bahan granular.
-
Epitel : semakin tipis, sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan
berat, bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.
-
Serat lensa : lebih ireguler, pada korteks jelas terdapat kerusakan antarsel, Brown
sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus
(histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna coklet
protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal.
12
-
Korteks lensa : tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi fotooksidasi, sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
-
Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya mulai
terjadi pada usia lbih dari 60 tahun
Secara umum ada dua proses patogenesis katarak, yaitu :

Hidrasi
Terjadi penimbunan komposisi ionik pada korteks lensa dan penimbunan cairan
di antara celah-celah serabut lensa

Sklerosis
Serabut-serabut lensa yang terbentuk lebih dahulu akan terdorong kearah tengah
sehingga bagian tengah menjadi lebih padat (yang disebut nucleus), mengalami
dehidrasi serta penimbunan kalsium dan pigmen
D. Pemeriksaan lensa dilakukan dengan menentukan visus, pemeriksaan dengan lampu
biasa, penyinaran fokal, slitlamp, oftalmoskop pada pupil yang dilebarkan dahulu.
E. Katarak
Katarak adalah kelainan pada lensa berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Kata katarak berasal dari
Yunani “katarraktes”, atau dalam bahasa Inggris (Cataract) dan Latin (Cataracta)
yang berarti air terjun,karena pada awalnya katarak dipikirkan sebagai cairan yang
mengalir dari otak ke depan lensa.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan (opasitas) pada lensa yang tidak
dapat menggambarkan obyek dengan jelas di retina, yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau kedua-duanya.
13
Gambar 3. Perbandingan lensa normal
dengan lensa yang terkena katarak
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa
mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak adalah setiap keadaan
kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi lensa, denaturasi protein lensa,
atau kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu yang lama.
Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,yaitu
usia diatas 50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan utama yang dapat diobati
di dunia pada saat ini. Sejumlah kecil berhubungan dengan penyakit mata (glaukoma,
ablasi, retinitis pigmentosa, trauma, uveitis, miopia tinggi, pengobatan tetes mata
steroid, tumor intraokular) atau penyakit sistemik spesifik (diabetes, galaktosemia,
hipokalsemia, steroid atau klorpromazin sistemik, rubela kongenital, distrofi
miotonik, dermatitis atopik, sindrom Down, katarak turunan, radiasi sinar X)
(Perdami, 2011).
Katarak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti:
1.
Fisik
2.
Kimia
3.
Penyakit predisposisi
4.
Genetik dan gangguan perkembangan
5.
Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
6.
Usia
Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan
menurun secara progresif. Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan,
sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Pada mata akan tampak kekeruhan
lensa dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat. Kekeruhan juga dapat ditemukan
pada berbagai lokalisasi di lens seperti korteks dan nukleus.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan slit lamp,
funduskopi pada kedua mata bila mungkin. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam
penglihatan sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding
dengan turunnya tajam penglihatan. Pada katarak nuklear tipis dengan miopia tinggi
akan terlihat tajam penglihatan yang tidak sesuai, sehingga mungkin penglihatan yang
14
turun akibat kelainan pada retina dan bila dilakukan pembedahan akan memberikan
hasil tajam penglihatan pasca bedah yang tidak memuaskan. Sebaliknya pada katarak
kortikal posterior yang kecil, akan mengaibatkan penurunan tajam penglihatan yang
sabgat berat pada penerangan yang sedang ataupun keras akan tetapi bila pasien berada
di tempat gelap maka tajam penglihatan akan memperlihatkan banyak kemajuan.
F. Epidemiologi
Insiden tertinggi pada katarak terjadi pada populasi yang lebih tua. Diketahui
kebutaan di Indonesia berkisar 1,5 % dari jumlah penduduk Indonesia. Dari angka
tersebut didapat presentasi angka penyebab kebutaan yang utama ialah :

Katarak
0,78 %

Kelainan kornea
0,13 %

Penyakit glaukoma
0,20 %

Kelainan refraksi
0,14 %

Kelainan retina
0,03 %

Kelainan nutrisi
0,02 %
G. Klasifikasi katarak
Katarak dapat diklasifikasikan menurut beberapa aspek, yaitu :
a. Berdasarkan usia :
1) Katarak kongenital ( terlihat pada usia dibawah 1 tahun )
2) Katarak juvenil ( terlihat sesudah usia 1 tahun )
3) Katarak senile ( setelah usia 50 tahun )
b. Menurut lokasi kekeruhan lensa :
1) Nuklear
2) Kortikal
3) Subkapsular (posterior/anterior)  jarang
c. Menurut derajat kekeruhan lensa :
1) Insipien
2) Imatur
3) Matur
4) Hipermatur
d. Menurut kecepatan perkembangannya :
15
1) Stationary
2) Progressive
e. Menurut penampakan biomikroskopis :
1) Lamellar
2) Coralliform
3) Pungtata
f. Menurut etiologi :
1) Katarak primer
2) Katarak sekunder
g. Menurut konsistensinya :
1) Katarak lunak
2) Katarak keras
H. Klasifikasi Katarak Senilis
-
Stadium Insipien
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari tepi ekuator menuju
korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat didalam korteks. Pada
katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringandegeneratif (benda Morgagni) pada
katarak isnipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
lama.
-
Stadium Intumesen dan Imatur
Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat
lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa
menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi kortek sehingga lensa
akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi.Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa
mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehinggaterjadi glaukoma sekunder.
-
Stadium Matur
16
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau
intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,sehingga lensa kembali pada
ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris
negatif.
Gambar 3. Keadaan Anatomi Lensa pada Katarak Matur
-
Stadium Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras
atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi kelur dari kapsul lensa sehingga
lensa mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan
lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan
zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang
tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di
dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.
Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
ke Normal
Normal
depan
COA
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
17
Sudut bilik
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
(-)
(+)
(-)
(-)
Penyulit
Tidak ada
Glaukoma
Tidak ada
Glaukoma
mata
fakotopik
/
fakomorfik
fakolitik,
uveitis
fakotoksik
I.
Manifestasi Klinis
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya klien melaporkan
penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu
yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pendangan menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abuabu atau putih (Perdami, 2011).
Gambar 4. Temuan Klinis Katarak Berupa Leukokoria
Gejala katarak senilis biasanya berupa keluhan penurunan tajam penglihatan secara
progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan seakan-akan melihat
asap/kabut dan pupil mata tampak berwarna keputihan. Apabila katarak telah mencapai
18
stadium matur lensa akan keruh secara menyeluruh sehingga pupil akan benar-benar tampak
putih. Gejala umum gangguan katarak meliputi (AAO, 2011) :
-
Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
-
Peka terhadap sinar atau cahaya
-
Dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata
-
Memerlukan pencahayaan yang baik untuk dapat membaca
-
Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
Gambar 5. Penglihatan Pasien Katarak Matur atau Hipermatur Seperti Tertutup
Kabut
J. Penegakan Diagnosis
Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit
yang menyertai (contoh: diabetes melitus, hipertensi,cardiacanomalies). Penyakit seperti
diabetes mellitus dapat menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara
dini sehingga bisa dikontrol sebelum operasi.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan
palpebra, konjungtiva,dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat
normal. Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan
shadow test untuk menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaanpemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination, pemeriksaan
lapang pandang dan pengukuran TIO.
19
K. Penatalaksanaan, Prognosis, Komplikasi, dan Pencegahan
Terapi
definitif
untuk
katarak
senilis
adalah
ekstraksi
lensa.
Bedah
lensa
adalah intracapsular catarak extraction (ICCE), extracapsular cataract extraction ( ECCE), dan
fakofragmentasi serta fakoemulsifikasi. ICCE jarang dilakukan sekarang.
1. Ekstraksi katarak intrakapsular
Sebelum adanya instrumen bedah mikro yang lebih modern dan IOL yang baik, ICCE
merupakan metode yang lebih disukai untuk pengangkatan katarak. Teknik ini melibatkan
mengangkat seluruh lensa termasuk kapsula posterior. Dalam melakukan teknik ini tidak
perlu khawatir terhadap perkembangan selanjutnya dan penanganan dari opasitas kapsul.
Teknik ini dapat dilakukan dengan alat – alat yang sedikit canggih dan di daerah dimana tidak
terdapat mikroskop operasi dan sistem irigasi.
Bagaimanapun sejumlah kerugian dan komplikasi post operasi, insisi limbus yang lebar
sering 160o-180o dikaitkan dengan beberapa faktor risiko yang mengikutinya seperti
penyembuhan yang terlambat, keterlambatan perbaikan visus, timbulnya astigmatismat,
inkarserasi iris, luka operasi yang bocor, inkarserasi vitreus. Edem kornea merupakan suatu
keadaan yang umum terjadi saat operasi dan komplikasi post operasi. Meskipun banyak
komplikasi post operasi, namun ICCE masih dapat digunakan pada kasus-kasus dimana
zonular rusak berat, sehingga dapat dilakukan pengangkatan lensa dengan sukses.
ICCE merupakan kontraindikasi absolut pada anak-anak dan dewasa muda dengan
katarak dan kasus-kasus dengan trauma ruptur kapsular. Kontraindikasi relatif adalah miopia
tinggi, sindrom marfan, katarak morgagni, dan adanya vitreus di bilik mata depan.
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsular
Berbeda dengan ICCE, ECCE melibatkan pengangkatan nukleus lensa dengan
membuka kapsula anterior dan meninggalkan kapsula posterior. ECCE mempunyai sejumlah
keuntungan dibandingkan ICCE, yang berhubungan dengan intaknya kapsula posterior, yaitu :
a. Insisi yang kecil pada ECCE dan sedikit trauma dari endotel kornea
b. Komplikasi cepat dan lambat dari vitreus sampai kornea, iris dapat diminimalisasi
atau dieliminasi
c. Tempat anatomi yang baik terhadap IOL bila kapsula posterior masih intak
d. Sebaliknya, kapsula yang intak menyebabkan masuknya bakteri dan
mikroorganisme lain ke dalam kamera okuli anterior selama proses pembedahan,
yang bisa mencapai rongga vitreus posterior dan dapat menyebabkan endoptalmitis
20
3. Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi. Merupakan teknik ekstrakapsular yang
menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat lensa melalui irisan yang
kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca-operasi. Teknik ini
kurang efektif pada katarak yang padat.
Gambar 6. Fakoemulsifikasi Katarak
Komplikasi pembedahan katarak antara lain :
Berikut ini adalah komplikasi besar intraoperatif yang ditemukan selama operasi katarak, yaitu :
1. Kamera okuli anterior dangkal atau datar
2. Ruptur kapsul
3. Edem kornea
4. Perdarahan atau efusi suprakoroid
5. Perdarahan koroid yang ekspulsif
6. Tertahannya material lensa
7. Gangguan vitreous dan inkarserasi ke dalam luka
8. Iridodialisis
Berikut ini merupakan komplikasi besar post operatif yang ditemukan segera selama operasi
katarak, yang sering terlihat dalam beberapa hari atau minggu setelah operasi, yaitu :
1. Kamera okuli anterior datar atau dangkal karena luka robek
2. Terlepasnya koroid
3. Hambatan pupil
4. Hambatan korpus siliar
5. Perdarahan suprakoroid
21
6. Edem stroma dan epitel
7. Hipotoni
8. Sindrom Brown-Mc. Lean (edem kornea perifer dengan kornea sentral jernih sangat sering
terlihat mengikuti ICCE)
9. Perlekatan vitreokornea dan edem kornea yang persisten
10. Perdarahan koroid yang lambat
11. Hifema
12. Tekanan intraokuler yang meningkat (sering karena tertahannya viskoelastis)
13. Edem makular kistoid
14. Terlepasnya retina
15. Endoptalmitis akut
16. Sindrom uveitis-glaukoma-hifema (UGH)
Berikut ini adalah komplikasi besar post operatif yang lambat, terlihat dalam beberapa minggu
atau bulan setelah operasi katarak :
1. Jahitan yang menginduksi astigmatismus
2. Desentrasi dan dislokasi IOL
3. Edem kornea dan keratopati bullous pseudopakia
4. Uveitis kronis
5. Endoptalmitis kronis
6. Kesalahan penggunaan kekuatan IOL
Hilangnya vitreous. Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi
maka gel vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang merupakan resiko
terjadinya glaukoma atau traksi pada retin.
Prolaps iris. Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode
paskaoperasi dini. Pupil mengalami distorsi.
Endoftalmitis. Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun
jarangterjadi (<0,3%), pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri,
penurunantajam penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik mata depan
(hipopion).
Astigmatisma pascaoperasi. Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea
untuk mengurangi astigmatisma kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan
pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid
dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi pada garis jahitan bila
jahitan terlalu erat. Pengangkatan jahitan biasanya menyelesaikanmasalah ini dan bisa
22
dilakukan dengan mudah di klinik dengan anastesi lokal,dengan pasien duduk di
depan slit lamp. Jahitan yang longgar harus diangkat untuk mencegah infeksi namun
mungkin diperlukan jahitan kembali jika penyembuhan lokasi insisi tidak sempurna.
Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melaluiinsisi yang kecil menghindarkan komplikasi
ini. Selain itu, penempatan luka memungkinkan koreksi astigmatisma yang telah ada
sebelumnya.
Edema makular sistoid. Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama
biladisertai dengan
hilangnya
vitreous.
Dapat
sembuh
seiring
berjalannya
waktu,namun dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
Ablasio retina. Teknik-teknik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan
dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini bertambah bila
terdapat kehilangan vitreous.
Opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul
posterior berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu
bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin
didapatkan rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul dengan laser
(neodymium yttrum(ndYAG) laser) sebagai prosedur klinis rawat jalan. Terdapat
risiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya retina setelah kapsulotomi YAG.
Penelitian yang ditujukan pada pengurangan komplikasi ini menunjukkanbahwa
bahan yang digunakan untuk membuat lensa, bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih
lensa intraokular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalam
mencegah opasifikasi kapsul posterior.
Komplikasi yang terjadi apabila katarak dibiarkan saja maka akan
menimbulkan gangguan penglihatan dan komplikasi seperti glaukoma, uveitis dan
kerusakan retina.
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat
sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada
saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.
Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis
ialah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap halhalyang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan
langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan
sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara
teori bermanfaat (AAO, 2011).
23
Prognosis
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis.Adanya ambliopia dan kadangkadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan pada
kelompok pasien ini.Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi
paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital
bilateral inkomplit yang progresif lambat.
Sedangkan pada katarak senilis jika katarak dapat dengan cepat terdeteksi serta
mendapatkan pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat maka 95 % penderita
dapat melihat kembali dengan normal.
Pencegahan
Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang tidak
dapat dicegah.Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk mengetahui adanya
katarak.Bila telah berusia 60 tahun sebaiknya mata diperiksa setiap tahun. Pada saat ini
dapat dijaga kecepatan berkembangnya katarak dengan :
 Tidak merokok, karena merokok dapat meningkatkan radikal bebas dalam tubuh,
sehingga risiko katarak dapat bertambah.
 Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur.
 Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan katarak pada
mata.
 Menjaga kesehatan tubuh dari penyakit seperti kencing manis dan penyakit lainnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
AAO (American Academy of Ophthalmology). 2011. Cataract.
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/cataracts.cfm (diakses tanggal 22
November 2013)
Cataracts. Tersedia di http://www.nortwesteyeclinic.com.
Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. pp : 205-8.
Ilyas,Sidharta.Katarak Lensa Mata Keruh. Glosari Sinopsis.Cetakan Kedua. Balai
Penerbitan FKUI. Jakarta. 2007.
Ilyas, Sidharta; Mailangkay; Taim, Hilman; Saman,Raman; Simarmata,Monang;
Widodo,Purbo. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Edisi kedua. Sagung Seto. Jakarto. 2002.
Ilyas, Sidarta. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakulta Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, S., Mailangkay, HHB., Taim, H., Saman, R., Simarwata, M., Widodo, PS. (eds). 2010.
Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto.
Olver J, Cassidy L. Opthalmology at A Glance. Hongkong : SNP Best-set Typesetter
Limited. 2005. p36-9.
Razi. 2011. Katarak Senilis. http://razimaulana.wordpress.com/2011/03/24/katarak-senilis/
Vaughan, Daniel; Asbury, Taylor; Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi 17.
EGC. Jakarta. 2008.
Perdami (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia). 2011. Katarak.
http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=2 (diakses tanggal 22
November 2013)
Victor V. Cataract Senile. Tersedia di : http://www.emedicine.com.
25
Download