Kurniawan, SH., M.Hum

advertisement
go8
LAPORAN PENELITIAN
DOSENMUDA
lmp!ementasi Trade Related Aspect of Intellectual
Property Rights.(TRIPs) Dalam Penegakan Hukurn
Hak Kekayaan lntelektual (HKI) Di Indonesia
Oleh:
Kurniawan, SH.,M.Hum
Dibiayai oleb Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemcn Pendidikan Nasional
Sesuai deogan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibab Penelitian
No. : 010/SP2H/PP/DP2M/IIl/2007 tanggal 29 Maret 2007
I . ) ".l.9
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
NOVEMBER 2007
!
l:J..9/
130
.;2-0o~
LAPORAN PENELITIAN
DOSENMUDA
lmplementasi Trade Related Aspect of Intellectual
Property Rights (TRIPs) Dalam Penegakan Hukum
Hak Kekayaan lntelektual (HKI) Di Indonesia
Oleh:
Kurniawan, SH.,M.Hum
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional
Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian
No.: 010/SP2H/PP/DP2MIIIl/2007tanggal 29 Maret 2007
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
NOVEMBER 2007
DOKUME-.
BAJ
T 31 & ARSIP
•?:.
AS
I.. ~;!.<J/···· .. ·····~::.:..
Acc. No. :
Class
: ········-· ...•..... ..!.:?..~
Checked : ····-·················-··-·····-···
.
JLU,AMAN PENGESAHAN LAPORAN HASIL
PENELITIAN DOSEN MUDA
1. Judul Penelitian
: lmplementasi Trade Related Aspect of Intellectual
Property Rights (TRIPs) Dalam Penegakan Hokum
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di Indonesia
2. Bidang Ilmu Penelitian : Ilmu Hokum
3. Ketua Peneliti
: Kurniawan, SH.,M.Hum
a. Nama Lengkap
: Laki-laki
b. Jenis Kelamin
: 132304417
c. Nip
: Penata /III c
d. Pangkat/Golongan
: Lektor
e. Jabatan
: Hokum I Hokum Bisnis
f. Fakultas/Jurusan
4. Jumlah Tim Peneliti
5. Lokasi Penelitian
: Mataram
6. Bila Penelitian ini merupakan kerjasama kelembagaan
a. Nama instansi
b. Alamat
: 8 (delapan) bulan
7. Waktu Penelitian
: Rp. 10.000.000,8. Biaya
Mataram, November 2007
Ketua Peneliti,
Kurniawan S . M.Hum
NIP. 132 30 4417
P.hD
11
Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs)
Dalam Penegakan Hukum Bak Kekayaan Intelektual (HKI)
Di Indonesia
Implementasi
Oleh : Kumiawan, SH.,M.Hum
RINGKASAN
Dengan dibentuknya organisasi perdagangan dunia, Word Trade Organization
(WTO), meminbulkan isu masalah Hak Atas Kekayaan Intelektual semakin muncul
kepermukaan. Hal ini disebabkan karena masalah perdagangan yang dewasa ini
semakin mengglobal seakan tanpa batas antara negera yang satu dengan negera yang
lain.
Masalah HaKI mempunyai hubungan yang erat dengan dunia bisnis, sehingga
tidak heran apabila para pelaku bisnis mengeluarkan cukup banyak dana untuk
melakukan penelitian dan pengembangan dari basil yang sudah ada, Adapun maksud
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang sedang dibutuhkan oleh
masyarakat, ataupun melakukan suatu penelitian dalam bidang teknologi, yang
hasilnya kelak dapat dijual ke masyarakat.
Namun persoalan yang muncul kemudian adalah setciah para peneiiti, para
pencipta menghasilkan sesuatu yang dilakukan dengan biaya besar justru
dimasyarakat terjadi pembajakan, atau pemalsuan terhadap HaKI. Akibatnya bukan
saja menimbulkan kerugian bagi para pemilik dan pemegang HaKI baik itu cipta,
merek, paten maupun bidang HaKI lainnya, akan tetapi juga menimbulkan kerugian
yang sangat besar terhadap negera.
.
.
Berangkat dari persoalan ini, pennasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian
ini adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pelanggaran hukum
dalam bidang Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia dan bagimanakah
Implementasi TRIPs dalam.penegakan hukum di bidang Hak atas Kekayaan Intektual
(HaKI) di Indonesia.
Penelitian inr merupakan penelitian hukum, dalam hal ini peneliti ingin
mengetahui dan mendapatkan data mengenai Pelanggaran Hak ats Kekayaan
Inteelektual di Indonesia pada umumnya dan NTB pada khususnya. Untuk itu peneliti
selain menelaah mengenai norma-norma yang terkandung dalam. Undang-undang Hak
atas Kekayaan Intelektual, juga akan mengkaji tentang Faktor-faktor apa saja yang
m
menyebabkan tingginya pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektuan di Indonesia.
Oleh karena itu penelitian ini merupakan penelitian normatif.
Penegakan hukum dalam bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual berkaitan
dengan beberapa faktor, antara lain: konsepsi HaKI clan persepsi terhadap Hak Atas
Kekayaan
pengaturan,
Intelektual,
"dilema
kemauan
pasar",
politik
paras
transparansi proses pengadilan,
(political will) pemerintah,
penegakan
hukum
instansi penegak
makro,
kualitas
motif ekonomi,
hukum, dan HaKI yang terus
berkembang.
Perjanjian
TRIPs
mengharuskan
persetujuan WTO untuk mengadakan
anggota-anggota
penyesuaian
penandatanganan
hukum (Law Reforms) HK.I
nasional termasuk sistim penegakan hukum HKI dari masing-masing Negara anggota
yang sejalan dengan ketentuan-ketentuan
TRIPs.
Mengingat Indonesia sudah meratifikasi, baik persetujuan pembentukan WTO
beserta seluruh Iampirannya (termasuk Persetujuan TRIPs) melalui Undang-undang
No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade
Organization. (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Indonesia
telah meratifikasi hasi1-hasi1 dari Putaran Uruguay, maupun konvensi-konvensi
intemasional
di bidang HaKI, maka konsekuensinya
Indonesia hams melakukan
penyesuaian (harmonisasi) peraturan perundang-undangan
Persetujuan TRIPs maupun konvensi intemasional tersebut.
..
IV
di bidang HaKI dengan
The Implementation of Trade Releted of Intellectual Property Rights (TRIPs)
in Law Enforcement on Intellectual Property Rights in Indoneisa ·
By : Kurniawan, SH,M.Hum
SUMMARY
The establisment of World Trade Organization (WTO) creates broaden
problems on Intellectual Property Rights. This is due to the outreach of trading is
getting larger crossing one country to another.
The Intellectual Property Rights has close relationship to business field.
Therefore, no wonder for businessmen spending a lot of money to hold researches and
developments based on the current results. The purpose of this research is to now
what is being needed by the community, or implementing a research in technology
and the result can be sold to the community in the future.
The problems appear after the researchers, creators, create something by
spending a lot of money, piracy and falsification happened. This is harmful not only
the creators the owner of The Intellectual Property Rights such as creations, brands,
patens or others but also to the country.
Based on the stipulation above, the problem that is going to be investigated in
this research is the factors which create law break-out on the Intellectual Property
Rights ini Indonesia and how is the implementation of TRIPs Law Enforcement on
Intellectual Property Rights in Indonesia
This law research. The researcher wants to know and obtains data about law
break-out on Intellectual Property Rights in Indonesia in general. The researcher is not
examine the norms in the regulations of Itellectual Property Rights but also learn the
factors on Law break-out on Intellectual Property Rights in Indonesia. This research
in normative.
The law enforcement on Intellectual Property Rights dealing with some factors
such as, the concept of Intellectual Property Rights and the perception of Intellectual
Property Rights, the political will of the government, the quality management of
: marketing dilemma. The presence of marco law enforcement, economical motive, the
transparency of court process, the institution of law enforcement and the development
of Intellectual Property Rights.
v
The agreements of TRIPs obligate the members of WTO signers to do law
•
'lteforms on National Intellectual Property Rights including the system of law
'
.
enforcement on Intellectual Property Rights from each member of the country in
~rdance with TRlPs Appointments.
Regarding Lhat Indonesia has done the ratification of the establishment of
WTO and all it's enclosure (including TRIPs agreements) through the regulation
number 7 year 1994 about the approval of agreement Establishing the World Trade
Organization. Indonesia has done ratification from Uruguay Round and the
International Conferences on Intellectual Property Rights. So, Indonesia must adapt
the regulations on Intellectual Property Rights by the Agreement of such TRIPs or
International Conferences.
VI
PRAKATA
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuban Yang Maha Kuasa, karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian dosen
muda dengan judul : Implementasi Trade Related Aspect of Intellectual Property
Rights (TRIPs) Dalam Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKl)Di
Indonesia
Dalam penelitian ini penulis dmendapat bantuan moril maupun sprituil dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini ijinkan penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
I. Bapak, Ir. Yusuf Akhyar Sutaryono, P.hD Ketua Lembaga Penelitian
Universitas Mataram.
2. Bapak Dr. Galang Asmara, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Mataram;
3. Ketua dan Sekretaris BPPF Fakultas Hukum Universitas Mataram yang telah
mengurus keperluan seminar hasil penelitian ini;
4. Rekan-rekan Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram yang telah hadir
dalam seminar hasil penelitian.
5. Bapak/ibu Civitas Akademika Fakultas Hukum yang telah membantu
kelancaran seminar hasil penelitian ini.
Penulis sadar dalam laporan basil penelitian ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis harapkan saran demi penyempurnaan hasil penelitian ini.
Terima kasih.
Mataram, November 2007
Penulis,
vii
DAFTARISI
HALAMAN PENGESAHAN
11
RINGKASAN DAN SUMMARY
111
PRAKATA
vii
DAFTARISI
viii
DAFTAR TABEL
lX
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
6
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
34
BAB IV METODE PENELITIAN
35
BAB V l{ASIL DAN PEMBAHASAN
A. Fak.tor-Fak.torYang Mempengaruhi Penegakan HKI Di Indonesia
36
B. Implementasi TRIPs Dalam Upaya Penegakan Hukum HKI
di Indonesia.
46
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
49
B. Saran
50
DAFTAR PUSTAKA
LAMP IRAN
Vlll
1
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua negara-negara industri
maju khususnya Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa menginginkan
adanya suatu otoritas intemasional yang bertugas mengatur lalu lintas
hubungan ekonomi internasional. Keinginan tersebut dilatarbelakangi
antara lain oleh fakta bahwa salah satu pendorong pecahnya perang Dunia
Kedua adalah faktor ekonomi, utamanya hubungan perdagangan antar
bangsa waktu itu yang diwarnai dengan kebijakan proteksionisme
berlebihan dari tiap negara yang terkait.
Sebagai upaya untuk mewujudkan keinginan ini, maka Amerika
Serikat memplopori diselenggarakan konferensi intemasional multilateral
yang diadakan di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat.
Konferensi ini berlangsung cukup lama dan berakhir di tahun 1947 dengan
menghasilkan
perjanjian-perjanjian
intemasional
pembentukan
International Monetary Fund, International Bank for the Reconstruction
and Development, International Labour Organization, dan General
Agreement on Tariff and Trade (GATI)2•
Sebenarnya negara-negara peserta konferensi Bretton Woods
merencanakan pembentukan International Trade Organization (ITO) yang
akan bertugas mengatur lalu lintas perdagangan internasional. Bersamaan
dengan rencana itu, akan disepakati pula persetujuan intemasional tentang
negosiasi tarif impor serta larangan penggunaan hambatan perdagangan
non-tarifyang akan dinamai GAIT.
Namun sayangnya rencana pembentukan ITO gagal meskipun
negara-negara peserta perundingan Bretton
2
Woods telah berhasil
Elly Erawaty, Pelatibao Hokum Teotaog Aspek-Aspek Hokum Perdagaogail
Internasional, Bandung, PT. Bio Farma, 1999, hal. 10
2
merumuskan naskah piagam pembentukan ITO. Naskah pembentukan ini
dikenal dengan nama Havana Charter.3
Gagalanya pembentukan ITO disebabkan sikap kongres AS yang
menolak mengesahkan piagam itu, padahal kekuatan ekonomi politik
terbesar waktu itu ada pada negara AS.
Berlakukan GA IT secara hukum didasarkan pada apa yang disebut
"Protocol of Provisional Application" atau PPA yang ditandatangani akhir
1946 oleh 22 negara peserta pertama GAIT. PPA ini terpaksa dibuat
mengingat bahwa tanpa prosedur tersebut GATI tak ak:an mungkin
diberlakukan karena piagam ITO yang tadinya dimaksudkan sebagai
perjanjian pokoknya gagal diratifikasi AS.4
Dalam perjalan waktu, ketentuan-ketentuan hukum. yang terdapat
dalam naskah GATI tahun 1947 tersebut mengalami beberapa kali
penambahan dan perluasan materi. Hal ini dilakukan melalui serangkaian
perundingan da~ang multilateral atau Multilateral Trade Negotiation
(MlN). Rangkaian M1Ns yang berjumlah 8 putaran tersebut adalah :
1. Geneva, Switzerland, 1947
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Annecy,France,1948
Torquay, England, 1950
Geneva, Switzerland, 1956
Dillon Round, Geneva, 1960-1961
Kennedy Round, Geneva, 1964-1967
Tokyo Round, Geneva, 1973-1979
Uruguay Round, Marrakesh, 1986-1994.
Putaran Uruguay yang nyaris berak:hir dengan kegagalan, temyata
berhasil menyelesaikan perundingan seluruh agendanya dan ditutup di
lbukota Maroko, Marrakesh pada tanggal
15 April
1994. Hasil
perundingan tersebut terdiri dari banyak persetujuan (Agreement)
kemudian dinamakan Final Act 1994 atau Marrakesh Agreement. Oleh
3
Ibid
4Ibid,
ha! 11
3
karena itu salah satu hasil perundingan
itu adalah terbentuknya
World
Trade Organization, maka keseluruhan dokumen itu dinamakan juga
sebagai WTO Agreements. 5
WTO dibentuk tidak lain sebagai upaya untuk merealisir ide di
tahun 1947 yang gagal diwujudkan yaitu pembentukan ITO. Dengan
terbentuknya WTO ini maka GATI menjadi tidak ada lagi, tetapi inipun
tidak berarti se01:ua kesepakatan atau persetujuan-persetujuan yang pernah
dibuat dalam rangka GATI dahulu lantas tidak berlaku lagi. yang terjadi
kini adalah pengintegrasian naskah GATI berikut hasil-hasil putaran
dagang sebelumnya ke dalam kewenangan organisasi WTO
Tujuan dari pembentukan WTO adalah untuk mewujudkan sistem
perdagangan antar negara yang bebas, atau setidaknya untuk mengurangi
berbagai hambatan perdagangan intemasional yang diterapkan oleh
berbagai negara di dunia melalui perundingan intemasional multilateral.
Hak Atas Kekayaan Intelektual atau Intellectual Property Rights
(IPR) muncul akibat dari pembentukan organisasi perdagangan dunia
(WTO). Dimana USA sebagai salah satu pelopor WTO, mengaitkan
perdagangan dunia ini dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Adapun organisasi yang menangani masalah HAKI adalah World
..
Intellectual Property (WIPO).
Dengan dibentuknya organisasi perdagangan dunia, Word Trade
Organization (WTO), meminbulkan isu masalah Hak Atas 'Kekayaan
Intelektual semakin muncul kepermukaan. Hal ini disebabkan karena
masalah perdagangan yang dewasa ini semakin mengglobal seakan tanpa
batas antara negera yang satu dengan negera yang lain.
Masalah HaKI mempunyai hubungan yang erat dengan dunia
bisnis, sehingga tidak heran apabila para pelaku bisnis mengeluarkan
cukup banyak dana untuk melakukan penelitian dan pengembangan dari
hasil yang sudah ada. Adapun maksud dari- penelitian ini adalah untuk
mengetahui apa yang sedang dibutuhk:an oleh masyarakat, ataupun
5
Ibid, hat 12
4
melakukan suatu penelitian dalam bidang teknologi, yang hasilnya kelak
dapat dijual ke masyarakat.4
Namun persoalan yang muncul kemudian adalah setelah para
peneliti, para pencipta menghasilkan sesuatu yang dilakukan dengan biaya
besar justru dimasyarakat terjadi pembajakan, atau pemalsuan terhadap
HaKI. Akibatnya bukan saja menimbulkan kerugian bagi para pemilik dan
pemegang HaKI baik itu cipta, merek, paten maupun bidang HaKI lainnya,
akan tetapi juga menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap negera.
Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada
akhirnya juga menimbulkan untuk melindun~ atau mempertahankan
kekayaan tersebut. Pada gilirannya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi
perlindungan hukum atas kekayaan tadi, termasuk pengakuan hak
terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, HKI dikelompokan sebagai
hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (Intangible).
Undang-undang mengenai HK.I pertama kali ada di Venice, Italia
yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo, dan
Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun
waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.
Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan
Inggris
di
jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum
mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623).
Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791.
Upaya harmonisasi dalam bidang HK.I pertama kali terjadi tahun 1883
dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan
desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah Hak Cipta
(Copyright).
4
Sentosa Sembiring, Diktat Kuliah Hak Kekayaan Intelektual
Hukum UNPAR, Bandung, 2001.
(HKI),, Magister
5
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang dik:emukakan di atas, permasalahan yang
ingin diteliti dalam penelitian ini adalah :
I. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pelanggaran
hukum dalam bidang Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di
Indonesia?
2. Bagimanakah Implementasi TRIPs dalam penegakan hukum di bidang
Hak atas Kekayaan Intektual (HaKI) di Indonesia?
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PengertianHKI
Hak Kekayaan Intelektual (HK.I) merupakan terjemahan atas
istilah "Intellectual Property Right" (IPR). Istilah tersebut terdiri dari
tiga kata kunci yaitu: "Hak", "Kekayaan" dan "Intelektual". Kekayaan
merupakan abstraksi yang dapat: dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun
dijual. Sedangkan "Kekayaan Intelektual" merupakan kekayaan atas
segala basil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi,
pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan
seterusnya. Terakhir, "Hak Kekayaan Intelektual" (HKI) merupakan
hak-hak (wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas Kekayaan
Intelektual tersebut, yang diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum
yang berlaku.
"Hak" itu sendiri dapat dibagi menjadi dua. Pertama, "Hak
Dasar (Azasi)", yang merupakan hak mutlak yang tidak dapat
diganggu-gugat. Seperti, hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan
keadilan, dan sebagainya. Kedua, "Hak Amanat Aturan/Perundangan"
yaitu
hak
karena
dibarikan/diatur
oleh
masyarakat
melalui
peraturan/perundangan. Di berbagai negara, termasuk Amrerika dan
Indonesia,
HK.I
merupakan
"Hak Amanat
Aturan",
sehingga
masyarakatlah yang menentukan, seberapa besar HKI yang diberikan
kepada individu dan kelompok.
Terlihat bahwa HKI merupakan Hak Pemberian dari Umum
(Publik) yang dijamin oleh Undang-undang. HKI bukan merupakan
Hak Azazi, sehingga kriteria pemberian HKI merupakan hal yang
.
dapat diperdebatkan oleh publik. Apa kriteria untuk memberikan HK.I?
Berapa lama pemegang HKI memperoleh hak ekslusif? Apakah HKI
dapat dicabut demi kepentingan umum (contoh Obat untuk para
penderita HIVIAIDs )?
7
Secara substantif pengertian HAKI dapat dideskripsikan
sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan
intelektual manusia, Karya-karya intelektual tersebut dibidang ilmu
pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan
pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya. Adanya pengorbanan
tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai.
Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati,
maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan
(Property) terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karyakarya itu dikatakan sebagai assets perusahaan.
Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual
pada
akhimya
juga
menimbulkan
untuk
melindungi
atau
mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya, kebutuhan ini
melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi, termasuk
pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, HKI
dikelompokan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak
berwujud (Intangible). Pengenalan HK.I sebagai hak milik perorangan
yang tidak berwujud dan penjabarannya secara lugas dalam tatanan
hukum positif terutama dalam kehidupan ekonomi merupakan hal baru
di fudonesia. Dari sudut pandang HK.I, aturan tersebut diperlukan
karena adanya sikap penghargaan, pen~ormatan dan perlindungan
tidak saja akan memberikan rasa aman, tetapi juga mewujudkan iklim
yang kondusif bagi peningkatan semangat atau gairah untuk
menghasilkan karya-karya inovatif, inventif dan produktif.
HK.I adalah Hak Kekayaan Intelektual hak yang berkenaan
dengan kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia,
Kemampuan tersebut dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu
pengetahuan, seni dan sastra.
HK.I terdiri dari 3 hurup, dimana masing-masing hurup
mengandung arti sebagai berikut :
H : artinya Hak, Hukum, Registrasi
8
K : artinya Kekayaan atau Aset
I : artinya Intelektual atau Pemikiran Manusia
Adapun ruang lingkup HK.I adalah sebagai berikut :
1. Bak Cipta (Copyright)
Konsep hak cipta di Indonesia, merupakan terjemahan dari
konsep copyright dalam bahasa Inggris. Awalnya, copyright ini
diciptakan sejalan dengan penemuan mesin percetakan. Sebelum
penemuan mesin ini o1eh Gutenberg, proses untuk membuat kopi
dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang
hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga,
tampaknya para penerbit lah, bukan para pengarang, yang pertama
kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat
dikopi.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada
penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum
tentang copyright mulai diunclangkan pada tahun 1710 dengan
Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang,
bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan
kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat
mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual
beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa
berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28
tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik
umum.
Konvensi Berne pada tahun 1886 adalah yang pertama kali
mengatur masalah copyright antar negara yang berdaulat. Dalam
konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya
kreatif, clan pengarang tidak hams mendaftarkan karyanya untuk
mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau
disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan
hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut, clan juga terhadap
9
karya derivatif hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan
sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
Pada Tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan
Indonesia keluar dari Konvensi Berne agar agar para intelektual
Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta dan karsa bangsa
asing, tanpa harus membayar royalti.
Pada Tahun 1994, Pemerintah Indonesia meratifikasi
pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization - WTO), yang disertai dengan Perjanjian Trade
Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs (Aspekaspek yang terkait dengan perdagangan HK.I). Hal ini dilakukan
karena Hak kekayaan intelektual telah dijadikan alat persaingan
perdagangan,
dimana
negara-negara
maju
memaksakan
penerapannya kepada negara-negara lain yang ingin bergabung
dengan WTO. Di Indonesia, peraturan mengenai hak kekayaan
intelektual ini diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1994.
Hak Cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima
hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran,
penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan
menggunakan alat
apapun, termasuk
media
internet,
atau
melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat
dibaca,didengar atau dilihat orang lain.
Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan,
baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial
dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama,
termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
Ruang Lingkup Perlindungan Hak Cipta
10
Karya-karya kreatif pencipta berupa :
I) Karya-karya sastra
2) Karya-karya seni
3) llmu pengetahuan
Karya-karya hak terkait berupa :
1) Pertunjukan
2) Rekaman suara
3) Penyiaran
Pendaftaran Hak Cipta
1) Hak cipta tidak harus di daftarkan, karena perlindungan bersifat
otomatis saat ekspresi nyata terwujud (Deklaratif)
2) Pendaftaran dalam daftar umum penciptaan tidak mengandung
arti sebagai pengesahan terhadap isi, arti dan maksud atau
bentuk dari ciptaan yang terdaftar (Pasal 36 UU No. 19 tahun
2002).
3) Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan
dicatat dalam daftar umum ciptaan
4) Daftar umum ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang
tanpa dikenai biaya.
5) Setiap orang dapat memperoleh .petikan dari daftar umum
ciptaan dikenai biaya. (Pasal 35 UU No. 19 tahun 2002).
Lingkup dan masa berlaku hak cipta :
1) Selama 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia
a) buku, pamplet, dan karya tulis lainnya.
b) Drama atau drama musical lainnya.
c) Seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat dan seni patung.
d) Seni batik
e) Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
f) Arsitektur
11
g) Ceramah kuliah, pidato clan ciptaan sejenis lainnya
h) Alat peraga
i) Peta, clan
j)
Terjemahan, tafsir, saduran dan bunga rampai.
2) Selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan
a) Program komputer
b) Sinematografi,
fotografi,
database,
clan
karya
basil
pengalihwujudan, hak cipta atas ciptaan yang dipegang oleh
baclan hukum.
3) Setelah 50 tahun setelah diterbitkan
Perwajahan karya tulis
4) Selama 50 tahun sejak ciptaan diketahui umum
Hak cipta yang dipegang dan dilaksanakan Negara yaitu
ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dan belum terbit.
5) Tanpa batas waktu yaitu folklor yang hak ciptanya dipegang
dan dilaksanakan oleh Negara.
2. Paten dan Paten Sederhana
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang
awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk
pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent,
yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan
hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari
definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor
untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan
sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode
tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang
harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak
dianggap sebagai hak monopoli.
12
Berikut ini pengertian paten dan hal-hal yang berkaitan
dengan paten menurut Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang
Paten.
1) Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
inventor atas basil invensinya di bidang teknologi, yang untuk
selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri Invensinya
tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakannya.
2) lnvensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu
kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi,
dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses.
3) Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa
orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan lnvensi.
4) Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik paten atau
pihak yang menerima hak tersebut dari pemeilik paten atau
pihak lain yang menerima lebih lanjut hale tersebut, yang
terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
5) Hak
Prioritas adalah hak
pemohon untuk mengajukan
permohonan yang berasal dari Negara yang tergabung dalam
Paris Convention for protection -of Industrial Property atau
Agreement Establishing the world Trade Organization untuk
memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara
asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga
anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan
tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan
berdasarkan Paris Convention tersebut.
13
Subjek yang dapat dipatenkan
Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek
yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang diproduksi
dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis,
sebagian besar software, teknik medis, teknik olahraga dan
semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus. Barang yang
diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan
komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA dan
sebagainya.
Kebenaran
matematika,
termasuk
yang
tidak
dapat
dipatenkan. Software yang menerapkan algoritma juga tidak dapat
dipatenkan kecuali terdapat aplikasi praktis (di Amerika Serikat)
atau efekteknikalnya (di Eropa).
Saat ini, masalah paten perangkat lunak (dan juga metode
bisnis) masih merupakan subjek yang sangat kontroversial.
Amerika serikat dalam beberapa kasus hukum di sana, mengijinkan
paten untuk software dan metode bisnis, sementara di Eropa,
software dianggap tidak bisa dipatenkan, meski beberapa invensi
yang menggunakan software masih tetap dapat dipatenkan.
Paten yang berhubungan dengan zat alamiah (misalnya zat
yang ditemukan di hutan rimba) dan juga obat-obatan, teknik
penanganan medis clan juga sekuens genetik, termasuk juga subjek
yang kontroversial. Di berbagai negara, terdapat perbedaan dalam
menangani subjek yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, di
Amerika Serikat, metode bedah dapat dipatenkan, namun hak paten
ini tidak dapat dipraktekkan.
Syarat-syarat pemberian hak paten
Setiap penemuan tidak secara serta merta mendapatkan hak
paten. Suatu penemuan untuk mendapatkan paten maka harus
14
memiliki syarat-syarat tertentu yaitu syarat subtantif dan syarat
formal.
1) Syarat Subtantif
Syarat
subtantif
adalah
kebaruan
(novelty)
bisa
dipraktekan dalam perindustrian (industrial applicability),
mempunyai nilai langkah inventif (inventive step).
2) Syarat Formal
Syarat formal adalah syarat bersifat administrative
meliputi dokumen pennintaan paten. Persyarataaan telah
terpenuhi apabila surat aplikasi telah lengkap disertai lampiran
prihal penjelasan teknis, gambar teknis daripenemuan yang
dimintklan patenya.
Sistem Pemberian Paten
Pemberian paten mengunakan sistemfirst-to-file yaitu suatu
sistem pemberian paten yang menganut mekanisme bahwa
seseorang yang pertama kali mengajukan permohonan dianggap
sebagai pemegang paten, bila semua persyaratan dipenuhi.
Ketentuan mengenai system first-to-file ini terdapat dalam
Pasal 34 UU Paten, disebutkan : "apabila untuk suatu invensi yang
sama temyata diajukan lebih dari sa~ pemohon paten pemohon
yang berbeda, hanya pemohon yang diajukan pertama atau terlebih
dahulu yang dapat diterima".
Jangka waktu perlindungan paten
1) paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 tahun terhitung
sejak tanggal penerimaan dan tidak dapat diperpanjang.
2) tanggal mulai dan berakhimya jangka waktu paten dicatat dan
diumumkan.
15
3. Merek, lndikasi Geografls dan lndikasi Asal
1) Merek adalah Tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
susunan wama atau kombinasi dan unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdaganan barang dan jasa.
2) Hak Atas Merek adalah Hak eksklusif yang diberikan negara
kepada pemilik merek yang terda:ftar dalam Da:ftar Umum
Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri
merek tersebut atau memberi ijin kepada seseorang atau
beberapa orang secara secara bersama-sama atau badan hukum
untuk menggunakannya.
3) Yang dimaksud dengan merek gambar dapat berupa: gambar,
lukisan, foto, logo atau symbol. seperti : logo simbol Toyota,
Foto pribadi, lukisan pemandangan, dll.
4) Merek nama dapat berupa : nama orang, nama badan usaha,
nama kota-tempat, nama benda budaya, nama benda makluk
hidup dan benda mati. contoh : Uddin, Batavia, Hitachi, dll.
5) Merek kata dapat berupa : kata benda, kata sifat, kata bilangan,
kata majemuk, susunan kata, kata ciptaan. contoh : Kereta Api,
Bukan Basa Basi, Lippo, dll.
6) Merek yang berupa huruf-huruf adalah merek yang terdiri lebih
dari satu hurup. contoh : ABC, GS, AAA, dll.
7) Merek yang berupa angka-angka adalah merek yang terdiri dari
lebih satu angka. contoh: 555, 4848, dll.
8) Merek yang berupa susunan wama adalah merek yg terdiri
lebih dari satu unsur warna. contoh : wama kipas, dll.
9) Merek
kombinasi
adalah
merek
yang
terdiri
dari
gaoungan/kombinasi unsur-unsur yang tersebut di atas. contoh :
Gambar dan tulisan OREO, Sprite, dll.
Jenis-jenis merek
16
1) Merek dagang
Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untukm.embedakan dengan
barang-barang sejenis lainnya
Contoh : TORA BIKA (kopi). MENTOS (permen),dll
2) Merekjasa
Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
jasa-jasa sejenis lainnya.
Contoh : M (Mc Donald) - untuk jasa dibidang restoran siap
saji, Mataram Mal (untukjasa bidang perdagangan)
3) Merek kolektif
Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau
jasa dengan karakteristik yang sama dan diperdagangkan oleh
beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya,
Contoh : Mc Donald -- Soto Tuak Udin
Lipton tea ---- Sosro
Cherokee ---- Kijang, dan I~ sebainya.
PersyaratanMerek
Ketentuan Undang-undang Merek mengatur apa saja yang
tidak dapat dijadikan suatu merek. Menurut pasal 5 merek tidak
dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur :
1) Bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum
2) Tidak memiliki daya pembeda
3) Telah menjadi milik umum, atau
4) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa
yang dimintakan pendaftaran
17
Pendaftaran Merek
Pendaftaran merek adalah untuk memberikan status bahwa
pendaftar dianggap sebagai pemakai pertama sampai ada orang lain
yang membuktikan sebalilmya.
Ada dua sistem yang dianut dalam pendaftaran merek
1) Sistem Deklaratif : titik berat pada siapa pemakai pertama,
Siapa yang memakai merek pertama kali dialah yang dianggap
berhak menurut hukum atas merek yang bersangkutan. (UU
No. 211961).
2) Sistem Konstitutif : Hak atas merek tercipta atau diperoleh
karena pendaftan. Jadi barn akan menimbulkan hak apabila
telah didaftarkan oleh sipemegang merek. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pendaftaran merupakan keharusan. (pasal 3
uu 15/2001).
Jangka Waktu Perlindungan
Dalam Pasal 28 UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek,
dijelaskan bahwa Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum
untuk jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka
waktu perlindungan dapat diperpanjang. Merek terdaftar setiap kali
dapat di ajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu
yang sama.
Pengertian Indikasi Geografis
Indikasi Geografis adalah Tanda atau ekspresi yang
menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor
lingkungan
geografis termasuk alam, faktor manusia, atau
kombinasi dari kedua faktortersebut,memberikan ciri dan kualitas
tertentu pada barang yang dihasilkan.
Contoh :· Beras Cianjur, Kopi Gayo Aceh, Salak Bali/Pondoh,
Mangga Indramayu, Jeruk Pontianak, dan lain sebaginya.
18
Indikasi geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar
atas permohonan :
a) Lembaga
yang
mewakili
masyarakat
di
daerah
yang
memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri atas:
1.
Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil
alam atau kekayaan alam
11.
produsen barang basil pertanian
iii. pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri.
iv. Pedagang yang menjual barang tersebut
b) Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu.
c) Kelompok konsumen barang tersebut.
Yang dimaksud dengan lembaga yang mewakili masyarakat
di daerah yang memproduksi barang adalah lembaga lembaga yang
diberi kewenangan untuk mendaftarkan indikasi-geografis dan
lembaga itu merupakan lembaga Pemerintah atau lembaga resmi
lainnya seperti koperasi, asosiasi, dll.
Indikasi geografis mendapat perlindungan hukum selama
ciri/atau
kualitas
yang
menjadi
dasar
bagi
diberikannya
perlindungan atas indikasi geogra:fismasih ada.
Apabila ada yang memakai Indikasi geografis dengan itikad
baik sebelum didaftarkan, maka pihak yang beritikad baik tersebut
dapat menggunakan selama 2 (dua) tahun sejak di daftarkan.
lndikasi asal
Indikasi asal dilindungi sebagai suatu tanda yang :
1) Memenuhi ketentuan Indikasi Gegra:fis (Pasal 56 (1)), tetapi
tidak didaftarkan
2) semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa.
Dimana ketentuan ini berlaku secara mutatis mutandis
terhadap pemegang hak atas indikasi asal.
19
4. Desain lndustri
a. Desain lndustri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi
atau komposisi garis atau warn.a, atau garis dan warna, atau
gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua
dimennsi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan
dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai
untuk menghasilkan suatu produk barang, komuditas industri
atau kerajinan tangan.
b. Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara kepada pendesaian atas basil kreasinya untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan
persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan hak
tersebut.
c. Pendesain adalah seseorang atau beberapa orang yang
menghasilk:andesain industri.
Jangka waktu Perlindungan
Perlindungan terhadap Desain lndustri diberikan untuk
jangka waktu
10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan
permohonan.
Tanggal
mulai
berlakunya
jangka
waktu
perlindungan Desain Industri dicatat dalam Daftar Umum Desain
Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.
5. Tata Letak Sirkuit Terpadu
a. Pendesain
adalah
seorang
atau
beberapa
orang
yang
menghasilkan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
b. Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi yang
didalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya
satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagaian
atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu
di dalam sebuah bahan semikonduktor untuk menghasilkan
fungsi elektronik.
20
c. Desaian Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah kreasi berupa
rancanganpeletakan tiga
dimensi dari
berbagai
elemen,
sekurang-kurangnya satu dari elemen tersbut aktif serta
sebagaian atau semua interkoneksi dalam suatu sistem sirkuit
terpadu.
d. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak eksklusif
yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada
Pendesain atas hasil kreasinya, untuk. selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada
pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Jangka Waktu Perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu
Perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan
selama 10 (sepuluh) tahun. Perlindungan ini dicatat dalam Daftar
Umum Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan diumumkan dalam
Berita Resmi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
6. Rahasia Dagang
a. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh
umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai
ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
b. Hak Rahasia dagang adalah hak atas Rahasia Dagang yang
timbul berdasarkan Undang-undang Rahasia Dagang.
c. Lingkup Perlindungan Rahasia Dagang me1iputi metode,
produksi, metode pengolahan, metode penjualan atau informasi
lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai
ekonomis dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
d. Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila informasi itu:
(a)
Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu bukan
secara umum oleh masyarakat,
21
Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk
menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau
dapat meningkatkan keuntungan ekonomi,
(c) Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang
menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak
dan patut.
(b)
Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi
pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang
diberikan
kepada
pihak
lain
melalui
suatu
perjanjian
berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk
menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang
diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat
tertentu.
7. Varietas Tanaman
Varietas Tanaman diatur dalam Undang-undang No.29
Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman. Undang-undang Varietas
Tanaman diundangkan pada tanggal 20 Desember 2000. Adapun
alasan diundangkannya Undang-undang Varietas Tanaman ini
adalah untuk mendorong para peneliti dibidang pemuliaan tanaman
meningkatkan hasil penelitiannya sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan sector pertanian Indonesia yang memiliki daya saing
tinggi di pasar global.
Varietas Tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu
jenis atau spesies yang ditandai dengan bentuk tanaman,
pertumbuhan tanaman, bunga, buah, biji, dan ekspresi karekteristik
genetipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari
jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat
yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami
perubahan.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
varietas tanaman yang dihasilkan harus berbeda dengan varietas
.
22
tanaman yang lain yang ditandai dengan perbedaan fisik sampai
dengan perbedaan karekteristik tanaman,
Contoh. Semangka tanpa biji, tomat ukuran kecil, dll.
Syarat-syarat Perlindungan
Varietas Tanaman
adalah
pertama, Baru yaitu V arietas tanaman dianggap baru apabila pada
saat pennohonan diajukan, belum diperdagangkan atau jika sudah
diperdagangkan dengan ketentuan : di Indonesia selama satu tahun
dan di luar negeri selama 4 tahun (tanaman musiman) dan 6 tahun
(tanaman tahunan) kedua, Unik yaitu Varietas akan dianggap unik
apabila berbeda dengan yang sudah ada, Ketiga, Seragam yaitu
syarat keseragaman dimana unsure-unsur pembeda dari dari
varietas tanaman harus ditemukan dalam semua (kebanyakan)
pohon yang dihasilkan dari varietas bani. Keempat, Stabil yaitu
Varietas dianggap stabail apabila ciri-ciri tetap ada setelah ditanam
berualang kali, yaitu apabila unsure-unsur pembeda ini diturunkan
kepada generasi tanaman berikutnya. Kelima, diberi nama yaitu
pemberian nama dilakukan berddasarkan aturan yang berlaku
dalam ilmu biologi, pertanian dan kehutanan.
Jangka waktu perlindungan varietas tanaman di Indonesia
dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Jangka waktu 20 tahun untuk tanaman semusim
2) Jangka waktu 25 tahun untuk tanaman tahunan
Jangka waktu perlindungan ini diberikan terhitung sejak
tanggal pemberian hak varietas tanaman.
B. Regulasi Di Bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual Menurut
TRIPs.
Penegakan hukum di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual
(HaKI) pada dasarnya merupakan kepanjangan tangan dari misi
Direktorat Jenderal HaKI, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Ditjen HaKI) yaitu memberikan perlindungan hukum bagi karya-karya
23
clan menggalakkan
intelektual
menyelenggarakan
peningkatan
karya
kreatif dengan
sistem HaKI di Indonesia.
Penegakan
hukum adalah kunci untuk kesuksesan
misi un.
"Ignorance of the law is no excuse in any country, ''kata Thomas
"If it were, the laws would lose their effect, because it
Jefferson. Sebab,
can always be prenteded"(Letter to Andre Limozin, 22 Dec 1787).
Tanpa penegakan
berantakan;
pekerjaan
hukum
yang efektif,
administrator
sistem
HaKI
5
akan
HaKI yang atas nama negara
memberikan hak kepada pemohon Ha.Kl akan pupus begitu saja. Jadi
hukum harus ditegakkan.
Pada
tanggal
15 April
1994 di Marrakesh
Maroko
telah
World Trade Organization (WTO). Salah satu
disepakati pembentukan
lampiran dari persetujuan pembentukan WTO tersebut, yakni lampiran
1 C, adalah Persetujuan mengenai Aspek-Aspek Dagang yang Terkait
dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual termasuk Perdagangan Barang
Palsu (Understanding on Trade Related Aspect of Intellectual Property
Rights, Including in Counterfeit Goods), atau yang biasa disebut dengan
TRIPs.
Dimasukkannya
materi tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual
dalam kerangka pembentukan WTO ini cukup menarik untuk dicermati.
Sebab, materi tersebut sebenarnya sudah banyak diatur dalam berbagai
clan bahkan telah ada satu organisasi yang
konvensi intemasional,
berkaitan
dengan
hal tersebut,
Organization
(WIPO).
dimasukkannya
materi
yakni
World Intellectual Property
Kartadjoemena
berpendapat
Ha.Kl dalam perundingan
Putaran
bahwa
Uruguay
adalah atas desakan negara-negara maju6.
5
A Zein Umar Purba, Penegakan Hukum di bidang HaKI, Kompas 22 Mei 2000
Kartadjoemena, H.S., GA TT, WTO dan Hasil Uruguay Round, VI Press, Jakarta,
1997, hal. 252
6
24
Sementara itu, menurut Bambang Kesowo 7, ada beberapa alasan
dimasukkannya HaKI dalam Perundingan Putaran Uruguay, yaitu
antara lain : Pertama, akibat dari meredanya perang dingin adalah
terjadinya penurunan
peran industri militer dan beralih pada
peningkatan industri sipil disertai dengan transformasi modal dan
teknologinya yang sangat rawan terhadap persaingan. Keadaan ini
memerlukan sarana yang mampu melindungi secara efektif teknologi
yang digunakan dalam pembuatan produk industri yang bersangkutan.
Kedua, HaKI pada dasamya menunjukkan keterlibatannya sejak awal
produksi hingga saat pemasarannya yang meliputi antara lain mulai
dari
Paten,
Rahasia Dagang sampai pada Merek Dagang untuk
keperluan pemasaran suatu produk. Ketiga, negara-negara maju
berpendapat bahwa penegakan perjanjian dalam konvensi-konvensi
internasional di bidang HaKI dianggap kurang efektif karena belum
adanya mekanisme pencegahan dan penyelesaian sengketa. Keempat,
negara-negara maju merasa kurang nyaman dengan WIPO karena
mekanisme pengambilan keputusannya menggunakan sistem PBB (UN
System) yang menggunakan pemungutan suara, sedangkan dalam forum
GATI negara-negara anggota dapat saling memberi dan meminta akses
.
'
atau kemudahan dagang agar dapat masuk ke pasar negara lainnya.
Dari beberapa alasan tersebut jelas bahwa peran negara-negara
maju memang sangat dominan dalam upaya memasukkan materi
di
bidang HaKI dalam salah satu materi pembentukan WTO. Namun perlu
juga diperhatikan bahwa TRIPs tidak berarti lepas sama sekali dengan
7Bambang
Kesowo, Persiapan Indonesia Di Bidang HaKI Dalam Menyongsong
Diberlakukannya Persetujuan TRIPslWTO, Makalah Lok.akarya Pelaksanaan, Perlindungan
dan Penegakan Hukum Paten di Indonesia, Jakarta, 1996
25
konvensi-konvensi intemasional dalam bidang Ha.Kl. Jadi TRIPs pada
dasarnya tetap memperhatikan clan menggunakan beberapa konvensi
yang pokok, seperti Konvensi Paris, Konvensi Berne, dan Traktat
Washington sebagai dasar minimal. Dalam hal ini TRIPs menganut asas
full compliance (kesesuaian penuh) bagi negara peserta, yakni negaranegara peserta persetujuan TRIPs wajib menyesuaikan peraturan
perundang-undangan nasional mengenai Ha.Kl mereka secara penuh
terhadap konvensi-konvensi intemasional tersebut.
Standar mengenai sejauh mana perlindungan harus diterapkan
sebenarnya telah banyak ditemukan dalam perjanjian-perjanjian yang
disetujui sebagai bagian dari kegiatan WIPO. Jadi standar tersebut tetap
dijadikan titik referensi bagi perjanjian Uruguay Round, tetapi dalam
perjanjian tersebut telah dilengkapi juga dengan cara-cara untuk
melakukan enforcement apabila terjadi kerugian melalui kegiatan
perdagangan yang timbul akibat adanya pelanggaran atas HaKI.
Uruguay Round telah menghasilkan perjanjian di bidang perlindungan
intellectual property yang sifatnya sangat luas, yang mengombinasikan
antara aturan yang berkaitan dengan standar dan norma perlindungan
dengan aturan mengenai counterfeit goods, sehingga merupakan
..
integrasi secara menyeluruh dan tunggal dibawah struktur kelembagaan
tunggal.'
Dengan dem.ikian, persetujuan mengenai Ha.Kl yang dimuat
dalam TRIPs pada dasamya memuat materi yang bersifat sangat teknis
dan mengandung banyak aspek yuridis serta meml'akan persetujuan
yang kompleks, komprehensif, dan ekstensif Lampiran 1 C Persetujuan
pembentukan WTO tentang TRIPs ini tersusun dalam Tujuh Bab dan
dijabarkan dalam 73 Pasal.9
Bab I General Provisions And Basic Principles, pada pokoknya
berisi hal-hal sebagai berikut :
8
Kartadjoemena, H.S., Op. Cit 6, hal. 267
26
1. Persetujuan TRIPs merupakan ketentuan minimal yang hams
dilaksanakan oleh para negara anggota (Pasal I);
2. Para negara anggota hams menerapkan perlakuan yang ditetapkan
dalam Persetujuan TRIPs terhadap semua warga negara anggota
lainnya, serta memberikan perlakuan yang sama, baik bagi warga
negaranya sendiri maupun warga negara anggota yang lain terhadap
isi persetujuan dengan beberapa pengecualian (Pasal 1 ayat 3 dan
Pasal 3). Jadi ini merupakan pencerminan dari prinsip Most
Favoured Nation dan Natioanl Treatment yang dianut dalam
GAIT.
3. Persetujuan TRIPs masih mengakui keberadaan Konvensi Paris,
Konvensi Berne, Konvensi Roma, dan Traktat Kekayaan Intelektual
sehubungan dengan Integrated Circuit (Pasal 2);
4. Persetujuan TRIPs bertujuan untuk promosi inovasi teknologi
beserta penyebarannya demi keuntungan bersama dengan
mendahulukan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban (Pasal 7).
Bab II tentang Standards Concerning The Availability, Scope
And Use of Intellectual Property Rights (Standar Mengenai Pemberian,
Ruang Lingkup dan Penggunaan HaKI), pada pokoknya berisi jenis dan
ruang lingkup perlindungan terhadap HaKI, yaitu :
1. Copyright And Related Rights (Hak Cipta dan Hak-Hak Terkait),
meliputi hak-hak yang dilindungi menurut Konvensi Berne serta
ditambah . adanya ketentuan mengenai Hak Penyewaan, serta
Perlindungan terhadap Penampil, Produser Rekaman Suara dan
·Siaran (Pasal 9, 10, 11, dan 14). Pasal 9 Ayat (2) juga secara tegas
menentukan bahwa perlindungan terhadap Hak Cipta meliputi
expressions, dan tidak meliputi ide, prosedur, metode kerja atau
konsep matematis
sejenisnya
Kemudian
berkenaan
dengan
program komputer, Persetujuan TRIPs memberikan perlindungan
sebagai hasil karya tulis (literary works) berdasarkan Konvensi
Berne 1971. Sedangkan mengenai jangka waktu perlindungan
ditetapkan minimal 50 tahun (Pasal 12). Pengecualian terhadap
ketentuan-ketentuan tersebut dapat dilakukan oleh negara anggota
sepanjang tidak bertentangan dengan eksploitasi yang wajar
9
Ibid. hal 253
27
terhadap karya yang clilindungi serta tidak merugikan kepentingan
hukum dari pemegang hak (Pasal 13).
2. Trademarks (Merek Dagang), berisi ketentuan tentang batasan
(pengertian) merek dagang atau jasa yang juga tetap hams
memperhatikan Konvensi Paris, serta ketentuan yang berkaitan
dengan permohonan pendaftaran dan pengumuman merek dagang
baik sebelum maupun sesudah terdaftar (Pasal 15). Kemudian juga
ditentukan mengenai hak eksklusif yang cliperoleh oleh pemilik
merek terdaftar terhadap pihak ketiga yang tidak memperoleh izin
dari pemilik merek (Pasal 16 ayat 1 ). Sedangkan mengenai merek
terkenal
para
negara
anggota
hams
mempertimbangkan
pengetahuan tentang merek dagang di bidang masyarakat yang
relevan, serta pengetahuan yang cliperoleh dari hasil promosi atas
suatu merek dagang (Pasal 16 ayat 2). Para negara anggota
diperkenankan untuk membuat pengecualian atas hak-hak yang
diberikan
kepada
pemilik
merek terdaftar
sepanjang
tetap
memperhitungkan kepentingan hukum pemilik merek dan pihak ke
tiga (Pasal 17). Mengenai jangka waktu perlindungan clitetapkan
minimal 7 (tujuh) tahun dan dapat diperpanjang tanpa batas (Pasal
.
18). Merek terdaftar dapat clibatalkan apabila dalam jangka waktu 3
(tiga) tahun secara terns menerus tidak digunakan oleh pemiliknya,
kecuali · adanya alasan yang dapat diterima berdasarkan halangan
untuk menggunakan merek tersebut (Pasal 19 ayat 1 ). Dalam hal
pemberian lisensi, maka negara anggota berhak untuk menentukan
persyaratannya dengan catatan tidak dibolehkan adanya ketentuan
tentang lisensi wajib (Pasal 21 ).
3. Geographical Indications (Indikasi Geografis), yakni merupakan
indikasi yang mengidenti.fikasikan suatu barang berasal da.i daerah
negara anggota, atau lokasi dari wilayah tersebut dimana kualitas,
reputasi dan sifat dasar dari barang tersebut adalah esensial yang
merupakan sifat dari geografis asalnya (Pasal 22). Para negara
28
anggota harus menyediakan perangkat aturan yang memberikan
perlindungan terhadap hal tersebut untuk menghindari adanya
penyesatan pada masyarakat serta menghindari adanya persaingan
curang (Pasal 22 ayat 2, 3, 4). Pasal 23 berisi tentang perlindungan
tambahan untuk indikasi geografis bagi produk anggur dan
minuman keras (wines and spirits), sedangkan Pasal 24 berisi
ketentuan bahwa para negara anggota dapat melakukan negosiasi
untuk menambah perlindungan indikasi geografis individual seperti
yang diatur dalam Pasal 23 tersebut. Dengan demikian Dewan
TRIPs akan terus menerus meninjau ulang ketentuan bah ini (Pasal
24 ayat2).
4. Industrial Design (Desain Industri), dimana dalam Persetujuan
TRIPs tidak dimuat batasan (pengertian) yang jelas tentang desain
industri. Pasal 25 ayat 1 hanya menentukan bahwa negara anggota
harus mengatur tentang perlindungan atas desain industri yang
diciptakan secara independen dan orisinal. Pemilik desain industri
yang dilindungi mempunyai hak untuk mencegah pihak ke tiga
untuk membuat, menjual atau mengimpor barang yang mengandung
atau membentuk suatu desain sebagai hasil jiplakan untuk tujuan
..
komersial (Pasal 26 ayat 1). Tetapi negara anggota dapat
menentukan pengecualian terbatas atas perlindungan terhadap
desain industri tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan
eksploitasi yang wajar atas desain industri itu dan kepentingan
hukum dari pemilik desain industri yang dilindungi serta
mempertimbangkan kepentingan hukum pihak ke tiga (Pasal 26
ayat 2). Sedangkan jangka waktu perlindungannya ditetapkan
minimal 10 tahun (Pasal 26 ayat 3).
5. Patent (Paten), yakni dapat diberikan kepada penemuan apapun,
baik produk maupun proses, dalam bidang teknologi dengan
ketentuan bahwa penemuan tersebut mengandung suatu hal yang
baru, menyangkut suatu langkah inventif dan dapat diterapkan
29
dalam industri (Pasal 27 ayat
1 ). Negara
anggota dapat
mengecualikan pemberian paten tersebut dalam hal : untuk
melindungi kepentingan publik dan moralitas, kehidupan dan
kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan serta menghindari
kerusakan lingkungan (Pasal 27 ayat 2); . diagnosa, penyembuhan
dan metode pengoperasian untuk penanganan manusia atau hewan
(Pasal 27 ayat 3); tumbuhan atau hewan selain mikro organisme,
dan proses biologis yang penting untuk produksi tumbuhan atau
hewan selain daripada non biologis dan mikro biologis proses,
kecuali varietas tumbuhan (Pasal 27 ayat 3). Pemilik paten
mempunyai hak eksklusif untuk mencegah pihak ke tiga yang tanpa
izin untuk membuat, menggunakan, menawarkan, menjual atau
mengimpor produk-produk yang telah dipatenkan tersebut, dan
tentu saja berhak untuk mengalihkan paten tersebut kepada pihak
lain melalui kontrak lisensi (Pasal 28). Kemudian dalam Pasal 30
diatur tentang pengecualian terhadap hak yang diberikan kepada
pemilik paten, yang mensyaratkan bahwa pengecualian itu tidak
bertentangan dengan eksploitasi yang wajar atas paten itu dan
kepentingan hukum dari pemilik paten yang dilindungi serta
..
mempertimbangkan kepentingan hukum pihak ke tiga (Pasal 30).
Sedangkan Pasal 31 memuat syarat-syarat penggunaan Paten yang
dilindungi tanpa izin dari pemilik paten, yang dilakukan oleh
pemerintah atau oleh pihak ke tiga atas izin dari pemerintah. Jangka
waktu perlindungan terhadap paten diberikan minimal 20 tahun
(Pasal 33.). Kemudian dalam Pasal 34 diatur tentang beban
pembuktian yang harus dilakukan oleh "tertuduh" pelanggar paten
dalam hal paten proses.
6. Layout Designs (Topographies) of Integrated Circuits [Desain
Layout (Topografi) Rangkaian Elektronik Terpadu], yang meskipun
pada prinsipnya masih tetap mendasarkan diri pada Traktat tentang
Rangkaian Elektronik Terpadu (Traktat Washington 198~), tetapi
30
Persetuiuan TRIPs ini merupakan perluasan dari ketentuanketentuan yang diatur dalam traktat tersebut. Pasal 36 TRIPs
menentukan bahwa setiap negara anggota wajib. menetapkan
sebagai pelanggaran hukwn tindakan-tindakan tanpa izin dari
pemegang hak berupa : mengimpor, menjual, menclistribusikan
untuk tujuan komersial yang di dalamnya terdapat 'design layout'
yang dilindungi atau bahan yang terkandung di dalam integrated
circuit
tersebut,
hanya
apabila
tindakan-tindakan
tersebut
melibatkan perbanyakan dari design layout secara melawan hukwn.
Akan tetapi dalam Pasal 37 Ayat (1) ditentukan bahwa tindakan
tersebut tidak dapat clikategorikan pelanggaran hukum jika pihak
yang melakukan tindakan atau memerintahkan dilakukannya
tindakan tersebut tidak mengetahui atau tidak mempunyai dasar
yang wajar untuk mengetahui, pada saat memperoleh Rangkaian
Elektronik Terpadu atau bahan yang mengandung Rangkaian
Elektronik Terpadu tersebut merupakan tindakan memperbanyak
design layout secara melawan hukum. Sedangkan jangka waktu
perlindungan yang diberikan terhadap design layout ini adalah
pali_n~ kurang selama 10 tahun sejak tanggal pendaftaran atau sejak
eksploitasi secara komersial untuk pertama kalinya di manapun
berlangsung (Pasal 38).
7. Protection of Undisclosed Information (Perlindungari Terhadap
Informasi Yang Dirahasiakan), atau yang kemudian lazim disebut
sebagai trade secret (rahasia dagang). Perlindungan ini diberikan
dalam rangka menjamin perlindungan yang efektif untuk melawan
persaingan curang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Obis Konvensi
Paris 1967. Setiap negara anggota wajib menyediakan sarana yang
memungkinkan perorangan atau badan hukum untuk mencegah
diumumkannya, diberikannya kepada, atau clipergunakannya oleh
pihak lain secara melawan hukum informasi yang dikuasainya
secara sah tanpa izin dengan cara yang bertentangan dengan
31
praktek-praktek komersial yang JUJur sepanjang informasi yang
bersangkutan : (i) merupakan rahasia, baik yang mempunyai bentuk
tertentu atau dalam ujud konfigurasi dan gabungan komponenkomponennya, yang tidak diketahui secara umum atau tidak
memungkinkan
akses
berkepentingan
di
terhadapnya
dalam
oleh
lingkungan
pihak-pihak
yang
secara
yang
normal
berhadapan dengan informasi yang demikian; (ii) memiliki nilai
komersial karena kerahasiaannya; (iii) telah ditangani sedemikian
rupa oleh pihak yang secara sah menguasainya agar terjaga
kerahasiaannya;(Pasal 39 Ayat 2). Selain itu, negara anggota juga
wajib untuk memberikan perlindungan terhadap informasi yang
dirahasiakan terhadap data yang diserahkan kepada pemerintah atau
badan pemerintah (Pasal 39 Ayat 1).
C. TRIPs Sebagai Salah Satu Materi Persetujuan WTO.
Perjanjian mengenai Trade Related : Aspects of Intellectual
Property Rights (TRIPs) atau Aspek Perdagangan yang terkait dengan
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan salah satu perjanjian
utama yang dihasilkan oleh perundingan Uruguay Round yang telah
berjalan dari tahun 1986 sampai 1994.
Adapun tujuan dari Persetujuan TRIPs adalah
10:
a. Meningkatkan perlindungan terhadap HaKI dari produk yang
diperdagangkan;
b. Menjamin prosedur pelaksanaan HaKI yang tidak menghambat
perdagangan;
c. Merumuskan
aturan
serta
disiplin
mengenai
pelaksanaan
perlindungan terhadap HaKI; dan
10
Yayasan Klinik HaKI (IP CLINIC), Seri A Kompilast Undang-undang Hak Cipta,
Paten, Merek dan Terjemehan Konvensi-konvensi di Bidang Hak atas Kekayaan
Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1999, hat 12.
32
d. mengembangkan
pnnsip,
aturan
dan mekanisme
kerjasama
internasional untuk menangani perdagangan barang-barang basil
pemalsuan atau pembajakan HaKI.
D. Ruang Lingkup Persetujuan TRIPs.
Persetujuan TRIPs merupakan suatu bagian integral dari
perjanjian Putaran Uruguay. Persetujuan tersebut merupakan suatu yang
kompleks, komprehensip dan ekstensif. Dalam perjanjian mengenai
HaK.I tersebut terdapat hal-hal pokok yang menjadi cakupan perjanjian
tersebut yaitu :
a
Persetujuan yang mengatur norma dan standard perlindungan
HaKI.11;
b. Standar minimum dimana negara diperbolehkan memberikan
perlindungan yang lebih tinggi dari yang ada di TRIPs.
c. Mengatur mmekanisme penegakan hukum yang ketat dengan
penerapan sanksi retaliasi.
d. Negara
mempunyai
hak
untuk
membuat
suatu
ketentuan
pengecualian, demi melindungialasan kesehatan bangsa dan
kepentingan umum dan mencegah menyalahgunaan HaKI (untuk
obat-obatan),
e. Negara berkembang dapat mencantumkan kepentingan terhadap
penekanan transfer teknologi.
Secara keseluruhan perjaajian tersebut merupakan cakupan dan
batas-batas dari perjanjian HaKI yang cukup luas. Perjanjian putaran
Uruguay menentukan jenis-jenis hak atas kekayaan intelektual yang
termasuk di dalam perjanjian. Hak tersebut menyangkut : copyright
atau hak cipta dan hak-hak yang terkait; trademarks atau merek dagang;
geographical indication; industrial design; paten; topografi mengenai
integrated circuit; undisclosed information atau rahasia dagang.
11
Sudarmanto, Peogenalan HaKI Dalam Perdagangan tra Global dao
Implementasinya Bagi Indonesia, KJioik Konsultasi, Rak Kekayaan Iotelektual-IDKM,
Ditjen IDKM-Deperindag, 2004.
33
E. Konvensi-Konvensi lntemasional Yang Sudah Diratifikasi.
Indonesia telah
meratifikasi beberapa Konvensi-konvensi
Intemasional, yaitu : 12
a. Paris Convention for The Protection of Industrial Property and
Convention
Establishing
the
World
Intellectual
Property
Organization melalui Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1997;
b. Patent Cooperation Treaty melalui Keputusan Presiden
No. 5
Tahun 1997;
c. Trademaks Law Treaty melalui Keputusan Presiden No. 17 Tahun
1997;
d. Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works
melalui Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997; dan
e. World Intellectual Property Organization ( WIPO ), Copyright
Treaty melaui Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1997
12
Abdulkadir Muhammad, Hukum Ekonomi Hak atas Kekayaan Intelektual, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 7
34
BAB ID
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan besarnya
pelanggaran terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual di Indonesia.
2. Untuk mengetahui
Pemerintah
langkah-lagkah
Republik
Indonesia
apa saja yang dilakukan
dalam
menangani
oleh
masalah
pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual di Indonesia. Serta langkah
apa pula yang ditempuh oleh Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat
dalam menangani masalah pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual.
B. MANFAAT PENELITIAN
Berkaitan dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan
memberikan bermanfaat/konstribusi
1.
terhadap:
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis bagi
kalangan. perguruan Tinggi, khususnya Fakultas Hukum dalam ran.gka
melakukan penelitian hukum, penyuluhan hukum, pelayanan hukum
pada masyarakat,
menyangkut
terutama
yang berkaitan
dengan. hukum bisnis
Hak atas Kekayaan Intelektual.
2. Diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah
Daerah NTB, sebagai
bah.an masukan dalam pengambil langkah-lan.gkah un.tuk mengurangi
atau memberantas pelanggaran HaK.I di Nusa Tenggara Barat.
3. Diharapkan
pula agar hasil penelitian
ini dapat dijadikan
bahan
masukan bagi masyarakat khususnya para pelaku ekonomi dalam hal
ini produsen atau pelaku usaha yang selama ini melakukan
pelanggaran ffaKI.
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian hukum, dalam hal ini peneliti
ingin mengetahui dan mendapatkan data mengenai Pelanggaran Hak: ats
Kekayaan Inteelektual di Indonesia pada umumnya dan NIB pada
khususnya. Untuk itu peneliti selain menelaah mengenai norma-norma
yang terkandung dalam Undang-undang Hale atas Kekayaan Intelektual,
juga akan mengkaji tentang Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
tingginya pelanggaran Hale atas Kekayaan Intelektuan di Indonesia. Oleh
karena itu penelitian ini selain merupakan penelitian normatif juga
merupakan penelitian empiris atau sosiologis.
A. Metode Pendekatan.
Dalam melaksanakan penelitian ini ada dua pendekatan yang
digunakan yaitu pendekatan yuridis normative dan atau doktrinal dan
pendekatan empiris.
1. Pendekatan yuridis normative (doktrinal), merupakan pendekatan
yang memandang hukum sebagai doktrin· atau seperangkat aturan
yang bersifat normatif (law in book). Pendekatan ini dilakukan
melalui upaya pengkajian atau penelitian hukum kepustakaan yakni
menganalisis asas-asas hukum atau nornia-norma hukum baik yang
bersifat nasional maupun intemasional dalam berbagai buku
referensi yang berkenaan dengan Hak: atas kekayaan Intelektual
(HaKI).
2. Pendekatan empiris - sosiologis (law in action), adalah pendekatan
yang memandang hukum selain sebagai seperangkat kaidah atau
doktrin dari peraturan perundang-undangan, melainkan juga
melihat hukum sebagai aturan yang dapat berinteraksi di dalam
masyarakat. Dengan demikian pendekatan ini dilakukan untuk
mengetahui Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
36
pelanggaran HaKI di Indonesia pada umumnya dan khususnya di
NTB.
C. Dahan Hukum
1) Bahan hukum pnmer yaitu buku-buku, Undang-undang dan
Peraturan Pemerintahan lainnya yang mengatur tentang Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI).
2) Bahan hukum skunder yaitu bahan hukum yang berupa sumbersumber kepustakaan, majalah, koran, bahan seminar yang memuat
pemikiran atau pendapat para ahli yang ada kaitannya dengan
objek yang diteliti.
3) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum penunjang yang
memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan skunder, seperti kamus hukum, kamus ekonomi, kamus
bahasa inggris, kamus bahasa Indonesia dan ensiklopedia lainnya.
D. Tehnikdan Alat PengumpulDahanHukum.
Pengumpulan
menggunakan studi
bahan
hukum
dilakukan
dengan
cara
dokumen yaitu mencari dan mengumpulkan
bahan-bahan k~pustakaan baik berupa peraturan yang bersifat nasional
maupun internasional, hasil-hasil penelitian hukum, makalah-makalah,
majalah/jurnal-jurnal hukum maupun pendapat para sarjana mengenai
Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dari berbagai buku referensi.
Kemudian bahan-bahan tersebut dianalisis atau ditelaah untuk
menemukan asas-asas hukum atau norma-norma hukum, serta kajiankajian yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.
F. Analisis DahanHukum
Analisis terhadap bahan hukum yang diperoleh dari studi
kepustakaan dalam penelitian ini lebih terfokus pada penelitian hukum
normatif. Pengelolaan data pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan
guna mengadakan sistematisasi terhadap bahan hukum tertulis untuk
37
memudahkan analisis dan konstruksi. Untuk bahan hukum yang berupa
peraturan perundang-undangan, beberapa hal yang perlu dilak.ukan
antara lain, pertama menentukan Pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah
hukum yang mendukung atau berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti, kemudian membuat sistematika dari Pasal-pasal tersebut,
sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu.
Selanjutnya bahan hukum tersebut kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode deduktif, yaitu menelaah berbagai referensi
secara umum guna memperoleh kesimpulan dan dikaitkan dengan
kenyataan empiris di lapangan. Selanjutnya ditelaah secara spesifik dan
mendalam agar mendapatkan suatu gambaran atau deskripsi tentang
permasalahan yang diteliti, yaitu mengenai Faktor-faktor apa yang
menyebabkan terjadinya pelanggaran HaKI di Indonesia.
G.JadwalPenelinan
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 8 bulan dengan
kegiatan sebagai berikut :
No
1
2
3
m
Kegiatan
I
n
IV v VI
Tahap Persiapan
a. Pengurusan ijin penelitian
xxxx
b. Pembuatan quiationer
xx
Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Observasi lapangan
xx
b. Pengumpulan data
xxxx xxxx
c, Aaalisis data
xxx
Tahap Akhir
xxxx
a.penyusunanlaporiln
b. Seminar Hasil Penelitian
c. Penyempumaan laporan
d. Penggandaan dan pengiriman
Laporan
VII vm
xx
xx
x
xxx
38
BABV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan HKI Di Indonesia
Penegakan hukum dalam bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual
berkaitan dengan beberapa faktor, antara lain: konsepsi HaKI dan persepsi
terhadapnya,
kemauan
politik
(political
will)
pemerintah,
k:ualitas
pengaturan, "dilema pasar", paras penegakan hukum makro, motif ekonomi,
transparansi proses pengadilan, instansi penegak hukum, dan HaKI yang
terns berkembang.
Pada mulanya masalah HaKI tidak dapat dilepaskan dari adanya
hubungan antara negara industri/maju dan negara berkembang, khususnya
karena adanya unintended transfer of wealth dari negara industri ke negara
berkembang.
Persoalan yang timbul adalah karena sifat HaKI sebagai intangible
assets yang memudahkan unintended transfer ersebut-berbeda dari aset-aset
yang kasat mata seperti rumah, tanah, mobil dan lain-lain (Anthony
D'Amato & Doris Estelle Long, International Intellectual Property Law,
1997, p.11 ). Oleh karena itu, perlindungan terhadap HaKI juga mempunyai
karakter sendiri. Keprihatinan masyarakat dalam kaitan dengan pembajakan
adalah karena korban bukan hanyapihak asing, tetapi tak k:urangdari bangsa
sendiri.
1. Konsepsi dan Persepsi Terhadap HAKI
Sebagian masyarakat Indonesia masih banyak yang salah paham
tentang pengertian Hak atas Kekayaan Inteletual (HAKI), suatu contoh
dalam bidang paten, sehingga menimbulkan semacam sinisme terhadap
penemuan atau penelti asing yang mematenkan hasil pengembangan dari
karya intelektual tradisional indonesia. Misalnya pematenan tempe.
Menurut Yusril lhza Mahendra (Mantan Menteri Kehakiman dan
HAM), selama ini masyarakat salah dalam memahami hal ini. Sebenamya
39
tehnik mengolah kedelai menjadi tempe digunakan secara turun-temurun
oleh masyarakat Jawa dan telah menjadi milik umum. Cara yang digunakan
tetap statis. Namun, dari apa apa yang digunakan secara turun-temurun itu
bila kemudia dikembangkan teknik dan menghasilkan produk yang lebih
baik, hal itu dapat dipatenkan.3
Dari setrika ke teko
Sampai titik ini persoalannya adalah bahwa HaKI bersifat privat,
personal. Namun ada ciri khas HaKI, yakni hak eksklusif tersebut diberikan
negara kepada individu (penemu, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada
e
lain dimaksudkan agar orang terangsang berkarya intelektual, karena ia
misalnya bisa mendapat royalti. Eksklusivisme adalah salah satu mekanisme
pemberian perangsang.
Secara konseptual status "perangsang" ini disempurnakan dan
disahkan sehingga hak-hak eksklusif tersebut dikonversi menjadi konsepsi
aset dan menjadi komersial. Selanjutnya sangat perlu disadari bahwa sifat
HaKI yang dimulai dari personal rights ini pada gilirannya berkait erat
dengan
aspek makro
atau
publik.
Dengan
HaKI
seperti
paten,
periset/penemu akan terangsang untuk:terus berkarya.
Sadarkah kita bahwa berkat sistem HaKI (paten), maka kita sekarang
ini bisa menulis dengan pena, tidak dengan bulu ayam? Sistem HaKI (paten
sederhana) memungkinkan kita memiliki pena dengan tinta yang melekat
pada batang pulpen. Berkat sistem HaKI (desain), kita memiliki pulpen yang
berdesain manis dan bisa ditaruh di kantung. Juga bisa dilukis (hak cipta).
Dengan adanya sistem HaKI (merek), kita. tahu pulpen mana yang
berkualitas. HaKI ada pada barang-barang keseharian yang lain. Setrika,
mesin jahit, teko, kulkas, kipas angin, dan lain-lain. Bayangkan kenikmatan
yang hilang dari para konsumen kalau tidak ada sistem HaKI.
3
Liat Kompas 1 April 2000.
40
Secara makro, mata rantai HaKI seperti ini menggerakkan
perekonomian: pabrik, buruh, pajak, devisa, dan kegiatan ekonomi sekitar.
Penegakan hukum HaKI jelas akan berakibat pada aspek perekonomian
tersebut.
Inti konsepsi HaKI seperti terurai di atas adalah menghargai karya
intelektual pihak lain. Dari sudut historis, Indonesia sebetulnya sudah lama
mengenal "peradaban" HaKI sebab misalnya Indonesia sudah sejak lama
menjadi anggota "Berne Convention", dan kemudian ke luar tahun 1958.
Kemudian Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Merck Perusahaan
Tahun 1961, yang kemudian dicabut dan disempumakan sampai keadaannya
seperti sekarang ini.
Secara khusus saya ingin memberikan catatan tentang "Berne
Convention". Indonesia keluar dari konvensi itu dengan alasan yang
strategis, yaitu agar kita dapat melak:ukan berbagai kegiatan memindahkan
ilmu pengetahuan dari luar negeri masuk ke dalam negeri dengan misalnya
menerjemahkan, meniru, menyalin ciptaan-ciptaan para pencipta luar negeri.
Kasamya membajaklah.
Sebagai negara yang baru merdeka, waktu itu kita perlu memperkuat
diri dengan ilmu dari luar negeri tanpa harus mengeluarkan biaya. Akan
tetapi, ternyata maksud ini tidak pernah terealisasi, Praktis hasilnya nol
besar. Kenapa? Apakah karena budaya HaKI kita telah kuat? Pada saat itu atau karena kita lalai, atau memang tidak mampu atau tidak sadar atau lainlain.
2. Keamananpolitik dan kualitaspengaturanHAKI
Sejarah terns berjalan dan kemauan politik pemerintah sekitar
HaKI sudah cukup jelas. Saat ini kita sudah menyatakan ikut dalam
Convention Establishing the World Trade Organization (Konvensi WTO)/
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Pr.operty Rights
41
(Persetujuan TRIPs). Karena itu kita pun tunduk pada prinsip-prinsip
globalisasi sebagaimana diatur dalam kesepakatan dunia itu.
Konsekuensi dari keikutsertaan pada konvensi ini menyebabkan
Indonesia memperluas lingkup sistem HaKI dari hanya Hak Cipta, Paten
dan Merek menjadi ditambah dengan Indikasi Geografis, Desain lndustri,
Desain Tata Letak Sirkit Terpadu dan Rahasia Dagang, serta Varietas
Tanaman. Hal ini tercermin dari diajukannya tiga Undang-Undang (UU)
baru yakni: UU Desain Industri, UU Desain Tata Letak Sirkit Terpadu,
dan UU Rahasia Dagang. Sedangkan Varietas Tanaman terdapat dalam
RUU yang diajukan oleh Departemen Pertanian, dan lndikasi Geografis
sudah termasuk dalam revisi UU Merek.
'Indonesia meratifikasi konvensi-konvensi yang berkaitan dengan
Persetujuan TRIPs yaitu: Paris Convention for the Protection of Industrial
Property and Convention Establishing the World Intellectual Property
Organization (Keppres Nomor 15/1997), Patent Cooperation Treaty and
Regulations Under the PCT (Keppres Nomor 16/ 1997), Trademark Law
Treaty (Keppres Nomor 17/1997), WIPO Copyright Treaty (Keppres
Nomor 19/1997) termasuk Berne Convention for the Protection of Literary
and Artistic Works (Keppres Nomor 18/1997) yang telah kita bahas di
atas.
Administrasi pengelolaan sistem HaKI dikembangkan dengan
memindahkan tugas-tugas bidang HaKI, yang selama ini ditangani Tim
Keppres 34, ke · Ditjen HaKI Departemen Kehakiman (Keppres Nomor
189/ 1998) dan meluaskan lingkup tugasnya sehingga mencakup ke tujuh
bidang tersebut di atas. Program ''jemput bola" dengan melibatkan kantorkantor wilayah Departemen Hukum dan Perundang-undangan menerima
proses permohonan pendaftaran HaKI adalah bagian dari political will
pemerintah.
J adi kalau dilihat dari segi perangkat hukum, seperti undang-
undang dan aparat penegak hukum, Indonesia sudah cukup memadai.
42
Namun, dalam implementasin:yapenegakan hukum di bidang perlindungan
HK.I masih lemah.
Lemahnya penegakan hukum qi bidang perlindungan HK.I,
ditandai dengan maraknya praktik pelanggaran HKI , apakah itu hak cipta,
merek, ataupun paten, yang setiap harinya rata-rata mencapai satu hingga
dua juta keping. Itu baru untuk wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan
Bekasi (Jabotabek). Kalau <lulu orang masih sembunyi-sembunyi, tetapi
sekarang baik produsen maupun konsumen melakukan pelanggaran secara
terang-terangan, karena lemahnya penegakan hukum.
Kondisi semacam ini menimbulkan kerugian cukup besar bagi
pemerintah, untuk hak cipta dalam hal ini industri rekaman di Tanah Air
mencapai sekitar seribu kali dari omzet resmi yang didapat. Padahal,
kompensasi yang didapat bisa digunakan untuk menumbuhkembangkan
industri musik di Indonesia yang cenderung mengalami perkembangan
cukup pesat.
Upaya yang dilakukan, hendaknya pemerintah dalam hal ini aparat
penegak hukum haruslah bertindak tegas dalam menangani segala bentuk
pelanggaran HKI yang terjadi, baik di tingkat produsen maupun
konsumen.
Sikap tegas tersebut harus dilakukan secara intensif, hingga
masyarakat jera melak:ukan pelanggaran. Dengan begitu, segala bentuk
pelanggaran HK.I akan betul-betul dapat dihilangkan.
Berdasar data Reserse Polri, selama periode tahun 1996 hingga
1999 terdapat 1.249 kasus pelanggaran HaKI, baik hak cipta, merek,
maupun paten. Dari jumlah pelanggaran yang dilaporkan tersebut, baru
861 kasus yang dapat diselesaikan.
Selama jangka waktu empat tahun tersebut, tercatat 388 kasus
pelanggaran hak cipta, sedangkan yang dapat diselesaikan baru sekitar 284
43
kasus. Sementara dari 858 kasus pelanggaran merek, baru 572 kasus yang
dapat diselesaikan.4
3. Dilema pasar
Masalah yang talc kalah penting adalah adanya alasan "dilema
pasar" yang dikemukakan oleh berbagai kalangan dalam menyikapi
masalah pembajakan HaKI. Disebutkan, secara ekonomis konsumen akan
selalu mencari barang yang murah-dikaitkan pula dengan
skala
kepentingan yang bersangkutan. Harga murah, biar kualitas jelek sedikit
dikatakan sesuai dengan kebutuhan konswnen.
International
Intellectual
Property
Alliance
(IIPA)
telah
mengajukan rekomendasi ke United States Trade Representative (USTR)
berdasarkan laporan yang dibuat oleh organisasi itu tentang kerugian yang
ditimbulkan oleh pembajakan HaKI, khususnya karya cipta di berbagai
negara dan merugikan para investor/pengusaha. Jumlah kerugian tersebut
meliputi
unsur-unsur:
motion
pictures,rekaman
musik,
business
applications. piranti lunak hiburan, dan buku.
Untuk Indonesia, gambaran kerugian selama 1998-1999 menurut
IIPA ada_l~ sebagai berikut :
~ktor
I
Tahun
11999
jMotionpictures
~ekaman musik
~usiness applications
riranti lunak hiburan
~ulru
(Dalam jutaan dollar AS)
4
I jt998
r:o-ps,o
p.o-p.o
Fr1,3
Kompas Cyber, Rabu, 26 Juli 2000
~rl,7
Fro,o
44
Dari data tersebut tampak bidang apa yang paling diminati,
tennasuk tentu saja karena alasan "dilema pasar" tersebut.
Alasan ini pada hemat saya sangat dicari-cari dan saatnya sekarang
untuk mengkampanyekan perlawanan terhadap alasan itu. Pertama, alur
pemikiran tersebut terbalik. Sebab, adanya tawaran "barang murah" tidak
lain adalah "akibat" bukan "sebab"-karena pembajakan tidak ditindak. Ini
kan mirip dengan pembenaran penggunaan barang selundupan: karena
lolos di pasar lalu harganya murah. Kalau mau ekstrem: apakah kejahatan
akan dibiarkan, karena kejahatan menawarkan barang murah?
Kedua, pemerintah seyogianya menggalakkan berkembangnya
investasi untuk jenis produ.k tertentu sehingga menumbuhkan persaingan
(sehat) antara sesama produsen barang-barang tersebut. Sesuai dengan UU
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan tidak Sehat (UU Nmor
5 Tahun 1999), situasi begini akan sangat membantu konsumen terutama
yang berada dalam "dilema pasar" di atas.
4. MotifEkonomi ·
Pelanggaran hak atas kekayaan intelektual (HaKI) melalui
pembajakan, peniruan hak cipta tanpa izin, pemalsuan merek, semakin
marak di Indonesia, Yang memprihatinkan, · motif utama pelanggaran
HaKI akhir-akhir ini justru karena masalah ekonomi.
Hal ini disampaikan (Staf Ahli Sekretariat Negara) dan Arisakti
Prihatwono (Staf Pusat Pemberdayaan Masyarakat dan Pengkajian
Strategis/PPMPS), di sela-sela Seminar "HaKI di Indonesia Mewujudkan
Masyarakat Etik dan Profesional Memasuki Per-dagangan Bebas" di
Semarang, Sabtu (3/6). Kegiatan ini diselenggarakan PPMPS Jateng.
bekerja sama dengan Indonesia Intellectual Property Society (IIPS). 5
5
Kompas Cyeb, Minggu, 4 Juni 2000
45
5. Transparansi proses perkara
Penegakan hukum oleh pihak polisi hanyalah satu langkah
permulaan.
Sudah masanya diperkenalkan segi transparansi proses
penyelesaian perkara. Misalnya kita ingin tahu bagaimana nasib
penggerebekan terhadap perusahaan penggandaan piringan cakram video
(video compact discNCD) ilegal di Tangerang tahun lalu (Kompas,9
Agustus 1999); juga yang di Batam awal tahun ini (Suara Pembaruan, 21
Januari 2000). Jadi persoalan penegakan hukum HaKI harus dipandang
secara holistik, sebab ia bukan urusan polisi semata-mata tetapi juga
urusan para penegak hukum lain yakni penuntut umum, hakim, juga
advokat.
Hal
yang
sering
dikeluhkan
orang
termasuk
masyarakat
intemasional, yang menggunakan faktor kelemahan penegakan hukum
sebagai sarana untuk memojokkan pelaksanaan sistem HaKI secara
keseluruhan. Lalu pada gilirannya mengancam untuk mempergunakan
peluru "Special 301 US Trade Act" sehingga akan berdampak luas tidak
hanya terhadap masalah HaKI, tetapi juga terhadap perekonomian
nasional.
Dengan berat hati memang kita harus mengakui bahwa penegakan
hukum pada umumnya di Indonesia masih lemah (dengarr tidak
mengurangi hormat saya pada aparat penegak hukum yang telah bekerja
l~~.::.:s). Jadi kalau pcnegakan hukum HaKI lemah, itu adalah bagian atau
cermin dari lemahnya penegakan hukum secara keseluruhan. Untunglah
sckarang ancaman "Special 301" itu sudah tidak ada Iagi, karena sejak 1
Mei 2000 ini Indonesia sudah masuk watch list, bukan lagi priority watch
list.
6. PPNS
Berdasarkan UU Hak Cipta, UU Paten dan UU Merek (masingmasing UU No 6/1982, UU No 6/1989, UU No 19/1992, sebagaimana
46
yang telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2002, UU No. 14 Tahun 2001
dan UU No. 15 Tahun 2001, penegakan hukum di bidang HaKI dibantu
oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen HaKI. Sejauh ini,
Ditjen HaKl telah melaksanakan ketentuan undang-undang ini semaksimal
mungkin dengan pemahaman bahwa fungsi PPNS hanya sebagai alat
bantu polisi.
PPNS adalah pegawai biasa yang memegang berbagai jabatan, baik
struktural maupun nonstruktural, tidak ada bagian k:husus PPNS pada
Ditjen HaKI. Akibatnya, pelaksanaan pekerjaan_PPNS dilakukan dengan
menyambidan berdasarkan adanya laporan/keluhan dari pihak yang
dirugikan.
Pelanggaran HaKI, k:hususnya dalam hal ini karya cipta, adalah
kejahatan biasa, bukan delik aduan. Sejak tahun 1998 hingga Maret 2000
tercatat 23 pelanggaran pidana yang ditangani melalui PPNS, terdiri dari
hak cipta 10, paten tiga, dan merek 10. Berdasarkan undang-undang juga
jelas, PPNS harus melaporkan semua hasil pemeriksaan pada polisi. Lebih
dari itu, pada umumnya ketertiban PPNS dilakukan bersama-sama dengan
pihak polisi.
Bentuk lain partisipasi Ditjen HaKI dalam kaitan dengan
penegakan hukum adalah dalam pemberian kesaksian ahli. Dalam kurun
waktu yang sama, Ditjen HaKI telah memberikan kesaksian ahli untuk 25
kasus pelanggaran hak cipta, tujuh kasus paten, dan 78 kasus pelanggaran
merek
B. lmplementasi TRIPs Dalam Upaya Penegakan Hokum HKI di
Indonesia.
Perjanjian TRIPs mengharuskan anggota-anggota penandatanganan
persetujuan WTO untuk mengadakan penyesuaian hukum (Law Reforms)
47
HK.I nasional termasuk sistim penegakan hukum HKI dari masing-masing
Negara anggota yang sejalan dengan ketentuan-ketentuan 1RIPs.
Persetujuan
TRIPs
memuat
berbagai
norma
dan
standar
perlindungan bagi karya-karya intelektual. Di samping itu TRIPs juga
mengandung pelaksanaan penegakan hukum di bidang hak kekayaan
intelektual.
Untuk lebih menyesuaikan ketentuan dalam TRIPs khususnya yang
berhubungan dengan hak cipta, maka Indonesia telah menerbitkan Undangundang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-undang ini
diterbitkan untuk mengganti Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang
dianggap belum terlalu memenuhi norma atau standar TRIPs.
Tujuan utama persetujuan 1RIPs adalah untuk meningkatkan
perlindungan yang efektif dan memadai terhadap KHI dan untuk menjamin
bahwa prosedur serta langkah-langkah penegakan hukum HKI itu sendiri
tidak menjadi hambatan bagi perdagangan.
Mengapa HK.I perlu dilindungi?. Stainforth Ricketson berpendapat
bahwa:
"... it has been popular to arque, particularly in continental
jurisdiction, that a person has a natural property right in the
creation of his mind. Thus, it said, a person has a natural right to
the product of his labour and this should be regognised as his
property, whether tangible or intangible. With respect to copyright,
it has been said that this theory sees the foundation of right of an
author in the very nature of things"
Teori di atas memberikan pengaruh terhadap Negara-negara Eropa
Kontinental atau yang menganut system hokum sipil (civil law system).
Thomas Aquinas sebagai salah satu pelopor hnkum alam dari negeranegara yang menganut sistem civil law menjelaskan bahwa hukum alam
merupakan akal budi, oleh karena itu hanya diperuntukkan bagi mahluk
yang rasional. Hukum alam lebih merupakan hukum yang rasional. Ini
berarti hukum alam adalah partisipasi mahluk rasional itu sendiri dalam
48
hukum yang kekal. Sebagai mahluk yang rasional, manusia bagian dari
hukum yang kekal tersebut. 6
Mengingat
Indonesia
sudah
meratifikasi,
baik
persetujuan
pembentukan WTO beserta seluruh lampirannya (termasuk Persetujuan
TRIPs) melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organization. (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Indonesia telah meratifikasi
basil-basil dari Putaran Uruguay, maupun konvensi-konvensi intemasional
di bidang HaKI, maka konsekuensinya Indonesia harus melakukan
penyesuaian (harmonisasi) peraturan perundang-undangan di bidang HaKI
dengan Persetujuan TRIPs maupun konvensi intemasional tersebut.
Adapun
masa
peralihan
bagi
Negara-negara
yang
telah
menandatangani persetujuan TRIPs adalah sebagai berikut:
-
Negara Maju
: 1 tahun sejak I Januari 1994
-
Negara Berkembang
: 5 tahun sejak 1Januari1994
-
Negara Terbelakang
:IO tahun sejak 1Januari1994
Sedangkan Implementasi TRIPs bagi Negara Indonesia adalah
dengan memperbaharui Peraturan Perundang-undangan di bidang HK.I
antara lain sebagai berikut :
-
Meratifikasi perjanjian pembentukan WTO melalui UU No. 7
Tahun 1994
-
Mengundangkan tentang Kepabeanan
-
Presiden bersama DPR mengadakan perubahan atas UU Hak Cipta,
Paten, serta merek dengan mengesahkan UU No. 19 Tahun 2002,
No.14 dan 15 Tahun 2001
-
Dan UU HaKI No. 30, 31, 32 Tahun 2001 tentang Rahasia
Dagang, Desain Industri, dan Tata Letak S.irkuitTerpadu.
6
Afrillyanna Purba, Gaz.alba Saleh, Andriana krisnawati, TRIPs-WTO dan Hukum HKI
Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal. 3
49
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari uraian yang disampaikan dalam bah pembahasan, maka dapat
ditarik bebrapa simpulan sebagai berikut :
1. Penegakan hukum dalam bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual
berkaitan dengan beberapa faktor, antara lain: konsepsi HaKI dan
persepsi terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual, kemauan politik
(political will) pemerintah, kualitas pengaturan, "dilema pasar", paras
penegakan hukum makro, motif ekonomi, transparansi proses
pengadilan,
instansi
penegak hukum, . dan
HaKI
yang terns
berkembang.
2. Indonesia telah meratifikasi Putaran Uruguay sehingga berakibat
Indonesia hams menyesuaikan peraturan-peraturan yang sudah ada
dan yang akan dibuat dengan ketentuan Persetujuan Uruguy.
B. Saran
1. Pemerintah Indonesia hendaknya serius dalam penegakan hukum Hak
Kekayaan Intelektual karena apabila penegakan hukum HKI tidak
berjalan dengan baik, maka kerugian yang besar akan dialami oleh
negara di samping para pemilik Hale Kekayaan Intelektual
2. Hendaknya pemerintah Indonesia menjalankan aturan-aturan hukum di
bidang HKI sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan negaranegara yang tergabung dalam WTO sehingga Indonesia tidak
mendapat sanksi dari negara-negara tersebut.
50
DAFI'AR PUSTAKA
Buku-buku
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Afrillah Purba, Gazalba Saleh, Andriana krisnawati, TRIPs WTO dan Hukum
HKI (Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia),
Rineka Cipta, Jakarta, 2005.
Asian Law Group, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT Alumni,
Bandung 2002
Elly
Erawati, Hukum Ekonomi Internasional di Bidang Perdagangan
Internasional, Pelatihan Hukum Tentang Aspek-Aspek Hukum
Perdagangan Inteinasional, PT. Bio Farma, Bandung, 1999.
H.S. Kartadjoemena, GAIT WTO dan Hasil Uruguy Round, UI-Press, 1997.
Insan Budi Maulana, Kompilasi Undang-Undang Hak Cipta, Paten. Merek dan
Terjemahan Konvensi-Konvensi di Bidang Hak Atas Kekakayaan
Intelektual, PT. Citra Aditya Baldi, Bandung 1999.
Kompilasi Undang-undang Republik Indonesia di bidang Hak Kekayaan
Intelektual, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen
Huk:umdan HAM Republik Indonesia, 2005.
Sentosa Sembiring, Bahan kuliab Hak Atas Kekayaan Intelektual, Magister Ilmu
Hukum Unpar, 2001
Internet
Kompas Cyber, Kompas 1 April 2000
Kompas Cyber, Kompas, 22 Mei 2000
Kompas Cyber, Harian Kompas, 4 Juni 2000
Kompas Cyber, Harian Kompas, 26 Juli 2000
Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Indonesia, Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
Indonesia, Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
51
Indonesia, Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
Indonesia, Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain lndustri
Indonesia, Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu.
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS MATARAM
LEMBAGA PENELITIAN
JI. Pendidikan No.37 Mataram NTB,Tlp.(0370) 641552, 638265
Fax.(0370) 638265, e-mail: [email protected]
S~RAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITrAN DOSEN MUDA
TAHUN ANGGARAN 2007
Nomor: 200b/H1H.12.2/PU2007
Pada hari ini Senin tanggal dua bulan April tahun dua ribu tujuh, kami yang bertanda tangan
di bawah ini:
1.
Ir. H. Yusuf Akhyar Sutaryono, Ph.D.
Dalam hal ini bertindak selaku Ketua
Lembaga Penelitian Universitas Mataram
selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA
2.
Kurniawan, ~H •• ~.Hurn
Dalam hat ini bertindak selakl.t Ketua
Pelaksana Penelitian, selanjutnya disebut
PIHAK KEDUA.
Kedua belah pihak bersama-sama telah sepakat mengadakan perjanjian pelaksanaan Penelitian
Dosen Muda, dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:
Pasal1
(1) PIHAK PERTAMA memberi tugas kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA menerima
tugas tersebut untuk melaksanakan dan sebagai penanggung jawab pelaksanaan penelitian
yang berjudul : "lmplementasl Trade Related Aspect Of Intellectual Property Rights
(TRIPs) Dalam Penegakan Hukum Hak Atas Kekayaan lntelektual (HaKI) di Indonesia".
(2) Pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengacu pada Proposal
Penelitian yang telah disetujui oleh Dikti-Depdiknas sebagaimana tercantum dalam lampiran
dan rnerupakan baqian yang tidak terpisahkan dari surat perjanjian ini.
Pasal2
PIHAK PERTAMA menghibahkan dana untuk k~giatan sebaqaimana dimaksud pada pasal
1 sebesar Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah) yang dibebankan kepada .DIPA Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional No. 0145.0/023-04.0/-/2007
tanggal 31 Des_e~ber 2006.
J .
•
.....
. .' ...
· ·. · · ..... Pasal 3
Pembayaran dana penelitian sebagaimana dimaksud pada pasal 2 oleh PIHAK PERTAMA
kepada PIHAK KEDUA dilakukan secara bertahap sebagai berikut :
a. Tahap pertama 70% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 7.000.000,- setelah Surat Perjanjian ini
ditanda tangani oleh kedua belah pihak.;
b. Tahap kedua 30% x Rp. 10.000.000,
= Rp. 3.000.000,- Setelah PIHAK KEDUA
menyerahkan laporan hasil penelitian kepada PIHAK PERTAMA;
Pasal4
Segala sesuatu yang berkaitan dengan Pajak berupa PPn dan/atau
PPh menjadi
tanggungjawab PIHAK KEDUA dan harus disertorkan ke kas Negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
a.
b.
c.
d.
e.
Bersama-sama dengan PIHAK PERT AMA, PIHAK KEDUA berkewajiban mengupayakan
dan/atau menindak lanjuti penelitian seperti termasuk dalam pasal 1 untuk memperoleh
paten dan/atau publikasi ilmiah dalam jurnal Nasional/internasional dan/atau teknologi tepat
guna atau rekayasa sosial dan atau buku ajar.
PIHAK KEDUA berkewajiban membuat laporan akhir penelitian untuk disampaikan kepada
Lembaga Penelitian Universitas Mataram.
PIHAK KEDUA menyampaikan databese penelitian kepada pihak pertama sesuai format
buku panduan yang disediakan PIHAK PERTAMA.
PIHAK KEDUA
harus/memastikan dapat mempresentasikan
hasil penelitiannya pada
seminar yang akan dilaksanakan oleh PIHAK PERT AMA dan/atau Direktorat Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasion~I.
PIHAK. J(EDUA wajib memberikan data, informasi, dan keterangan secara benar dan jujur
kepada Tim Monitoring dan Evaluasi (monev) yang berasal dari Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Depdiknas dan/atau Tim.Monev yang dibentuk oleh Lembaga Penelitian
Universitas Mataram.
Pasal6
1 ). Apabila PIHAK KEDUA, karena satu dan lain hal bermaksud merubah pelaksanaan, judul,
2).
jangka waktu, lokasi penelitian, dan/atau Ketua Peneliti dari pelaksana penelitian yrng telah
disepakati dalam Surat Perjanjian ini, PIHAK KEDUA harus mengajukan permohonan
perubahan tersebut kepada PIHAK PERT AMA.
Perubahan Pelaksanaan Penelitian tersebut pada ayat 1 Pasal 6 dalam Surat Perjanjian ini
dapat dibenarkan bila telah mendapat persetujuan lebih dahulu dari PIHAK PERT AMA.
Pasal7
1. PIHAK KEDCJA harus menyelesaikan penelitian yang dimaksud dalam pasal 1 selambatlambatnya, tanggal 1 Desember 2007;
2. PIHAK KEDUA harus menyerahkan Laporan akhir Hasil Pelaksanaan Penelitian kepada
. -,
PIHAK PERTAMA dalam bentuk hard copy sebanyak 8 (delapan) eksemplar dan dalam
bentuk soft copy (CD dalam format MS Word) sebanyak 2 (dua) copy CD disertai dengan
Ringkasan/Summary (abstrak) dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa lnggeris sebanyak
2-3 halaman dan artikel ilmi~h yang, terpisah dari laporan sebanyak 4 (empat) eksemplar ..
· .. ··. ... .
l
.
. . ·, ~
.. ·. .
.
'
.
..
.
.
.
·Pasal 8
(1) PIHAK KEDUA wajib membuat loog book kegiatan penelitian dan log book penggunaan
dana penelitian
(2) Loog book sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diserahkan kepada PIHAK
PERT AMA bersama-sama dengan laporan akhir penelitian dan dokumen-dokumen lain
sebagaimana disebutkan pada pasal 7 ayat (2)
(3) Penyerahan loog book penggunaan dana penelitian oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK
PERTAMA disertai dengan tanda bukti/kwitansi penggunaan dana penelitian dan pajakpajak yang harus dibayarkan kepada kas Negara.
(4) Apabila PIHAK KEDUA tidak melakukan sebagaimana disebutkan pada ayat (3), maka
PIHAK PERTAMA berhak mengambil 15% dari total dana penelitian PIHAK PERTAMA
untuk pembayaran pajak yang akan disetorkan ke kas Negara.
Pasal9
Laporan hasil penelitian dalam bentuk "hard copy" tersebut pada pasal 7 di atas harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Bentuk/ukuran kertas kuarto;
b. Wama cover (disesuaikan dengan ketentuan yang ditetapkan);
c. Dibagian bawah kulit ditulis :
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional,
sesuai
dengan
Surat
Perjanjian
Pelaksanaan
Hibah
Penelitian
Nomor:
010/SP2H/PP/DP2M/lll/2007 tanggal 29 Maret 2007.
Pasal 10
1. Dalam hal Ketua Pelaksana Penelitian yang tersebut dalam pasal 1 tidak dapat
menyelesaikan pelaksanaan penelitian ini sepenuhnya, maka PIHAK KEDUA harus
menunjuk penggantinya yang berasal dari anggota Tim peneliti atau yang berkompoten
dalam bidang ilmu tersebut atas persetujuan PIHAK PERTAMA.
? Apabila batas waktu habisnya masa Penelitian ini PIHAK KEDUA belum juga menyerahkan
hasil pekerjaan seluruhnya kepada PIHAK PERTAMA, maka PIHAK KEDUA dikenakan
denda sebesar 1/1000 (satu perh1il) setiap hari keterlambatan terhitung dari tanggal jatuh
tempo yang telah ditetapkan sampai setinggi-tingginya 5% (lima persen) dari nilai surat
perjanjian pelaksanaan penelitian;
3. Dalam hal PIHAK K.~DUA tidak dapat memenuhi Perjanjian Pelaksanaan Penelitian ini
hingga tanggal 15 Desember 2007, maka PIHAK KEDUA wajib mengembar.kan dana
penelitian yang telah diterimanya kepada PIHAK PERTAMA untuk selanjutnya disetorkan
kembali ke Kas Negara
4. Apabila waktu penelitian seperti tersebut pada pasat 7 (1) tidak dapat dipenuhi, maka untuk
selanjutnya PIHAK PERTAMA akan . mer:npertimbangkan usul-usul penelitian berikutnya
ya.ng berasal dari peneliti yang bersangkutan.
5. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa jµdul-judul penelitian sebagaimana tersebut pada
pasal 1 terdapat duplikasi, maka penelitian tersebut dinyatakan batal dan PIHAK KEDUA
wajib mengembalikan dana penelitian yang telah diterimanya kepada PIHAK PERTAMA
untuk selanjl.Jtnyadisetor kembali ke Kas Negara.
Pasal11
Hak Kekayaan lntelektual yang dihasllkan dari pelaksanaan penelitian tersebut diatur dan
dikelola sesuai dengan peraturan dan per undang-undangan yang berlaku .
.) .
'
.
' · ·Pasal
12
Hasil penelitian berupa peralatan dan/atau alat yang dibeli dari kegiatan penelitian ini adalah
milik Negara yang dapat dihibahkan kepada Perguruan Tinggi pihak kedua atau Lembaga
Pemerintah lain melalui Surat Keterangan Hibah.
Pasal 13
Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian dibuat rangkap 3 (tiga), 1 (satu) rangkap dibubuhi
meterai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) yang biaya meterainya dibebankan kepada PIHAK
KE DUA.
Pasal 14
Hal yang belum diatur dalam perjanjian ini, akan ditentukan kemudian oleh kedua belah pihak
secara musyawarah.
'
PIHAK KEDUA
Ketua Pelaksana Penelitian,
Download