piagam dunia tentang hak atas kota

advertisement
PIAGAM DUNIA
TENTANG HAK
ATAS KOTA
vi
Dokumen Referensi
Pendahuluan
Milenium baru disertai dengan kenyataan bahwa setengah dari populasi dunia
tinggal di wilayah perkotaan, dan para ahli memperkirakan bahwa pada tahun
2050 tingkat urbanisasi di dunia akan mencapai 65%. Perkotaan merupakan
wilayah yang memiliki potensi kekayaan dan keberagaman ekonomi, lingkungan,
politik dan budaya yang luas. Cara hidup masyarakat perkotaan mempengaruhi
cara kita berhubungan dengan sesama manusia dan wilayah sekitar.
Namun, bertentangan dengan keberadaan potensi ini, model pembangunan
yang diterapkan di sebagian besar negara-negara miskin ditandai dengan
kecenderungan untuk melakukan konsentrasi pada pendapatan dan kekuasaan
sehingga mengakibatkan terjadinya kemiskinan dan pengucilan, yang
berkontribusi terhadap degradasi lingkungan, mempercepat proses migrasi
dan urbanisasi, segregasi sosial dan spasial, serta privatisasi kesejahteraan
umum maupun ruang publik. Proses ini mendukung meluasnya proliferasi
daerah perkotaan yang ditandai dengan kemiskinan, kondisi yang genting, dan
kerentanan terhadap bencana alam.
Saat ini, kota menawarkan kondisi dan kesempatan yang masih jauh dari adil
bagi penduduknya. Mayoritas penduduk perkotaan terampas atau terbatas –
dalam memperoleh manfaat dari karakteristik ekonomi, sosial, budaya, etnis,
jenis kelamin atau usia mereka – untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak yang
paling mendasar mereka. Kebijakan publik yang berkontribusi terhadap kondisi
ini dengan mengabaikan peran penduduk dalam proses pembangunan kota
dan kewarganegaraan, hanya merugikan kehidupan perkotaan. Konsekuensi
serius yang harus dihadapi dari situasi ini mencakup pengusiran besar-besaran,
segregasi, dan kerusakan yang disebabkan oleh koeksistensi sosial.
Konteks ini mengakibatkan timbulnya kesulitan yang dihadapi perkotaan yang
masih tetap terfragmentasi dan belum mampu menghasilkan perubahan yang
transendental dalam model pembangunan saat ini, meskipun betapa pentingnya
hal tersebut secara sosial dan politik.
Piagam Dunia tentang Hak atas Kota
1
Untuk menghadapi kenyataan ini, dan perlunya membalikkan tren yang ada,
organisasi dan gerakan perkotaan saling bekerjasama sejak Forum Sosial Dunia
Pertama (2001) yang membahas dan menghadapi tantangan untuk membangun
sebuah model masyarakat dan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan,
berdasarkan prinsip-prinsip solidaritas, kebebasan, keadilan, martabat, dan
keadilan sosial, serta didirikan dengan menghormati budaya perkotaan yang
berbeda dan keseimbangan antara perkotaan dan pedesaan. Sejak saat itu,
kelompok terpadu dari gerakan rakyat, lembaga swadaya masyarakat, asosiasi
profesional, forum, serta jaringan masyarakat sipil nasional dan internasional,
yang berkomitmen untuk melakukan perjuangan sosial bagi terciptanya kota yang
adil, demokratis, manusiawi dan berkelanjutan, telah bekerja untuk membangun
Piagam Dunia tentang Hak atas Kota. Piagam ini bertujuan untuk menggalang
komitmen dan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh masyarakat sipil,
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, anggota parlemen, serta organisasiorganisasi internasional, sehingga semua orang dapat hidup bermartabat di kota.
Hak atas Kota akan memperluas fokus tradisional tentang peningkatan kualitas
hidup masyarakat berdasarkan perumahan dan lingkungan yang ada selama
ini, untuk mencakup kualitas hidup pada skala kota dan pedesaan di sekitarnya,
sebagai mekanisme perlindungan penduduk yang hidup di wilayah perkotaan atau
wilayah-wilayah dengan proses urbanisasi yang cepat. Hal ini mengindikasikan
agar memulai cara baru untuk memajukan, menghargai, membela dan memenuhi
hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan yang dijamin dalam
instrumen HAM regional dan internasional.
Di kota dan pedesaan di sekitarnya, korelasi antara hak-hak dan tugas yang
diperlukan dapat dituntut sesuai dengan tanggung jawab dan kondisi sosial ekonomi
penduduknya yang berbeda, sebagai bentuk promosi: distribusi yang merata atas
manfaat dan tanggung jawab yang dihasilkan dari proses urbanisasi; pemenuhan
fungsi sosial kota dan properti; distribusi pendapatan perkotaan; serta demokratisasi
akses terhadap lahan tanah dan layanan publik bagi semua warga negara, terutama
mereka yang kurang memiliki sumberdaya ekonomi dan berada dalam situasi yang
rentan.
Sebagai asal-usul dan arti sosial, Piagam Dunia tentang Hak atas Kota sebenarnya
merupakan instrumen yang berorientasi untuk memperkuat proses perkotaan,
pembenaran, dan perjuangan. Kami menyebut Piagam yang disusun tersebut
sebagai platform yang mampu menghubungkan upaya dari pihak semua aktor yang
terkait – publik, sosial dan pribadi – yang tergerak untuk mengalokasikan validitas
dan efektivitas secara penuh terhadap hak asasi manusia yang baru ini melalui upaya
pemajuan, pengakuan hukum, implementasi, regulasi, dan penempatan yang tepat.
2
Dokumen Referensi
Bagian I – Ketentuan Umum
PASAL I. HAK ATAS KOTA
• Semua orang memiliki Hak atas Kota yang bebas dari diskriminasi berdasarkan
jenis kelamin, usia, status kesehatan, pendapatan, kebangsaan, etnis, kondisi
migrasi, orientasi politik, agama atau seksual, dan untuk melestarikan nilai
budaya dan identitas sesuai dengan prinsip-prinsip dan norma-norma yang
ditetapkan dalam Piagam ini.
•
Hak atas Kota didefinisikan sebagai hak pakai hasil kota yang setara dalam
prinsip-prinsip keberlanjutan, demokrasi, kesetaraan, dan keadilan sosial.
Hak ini merupakan hak kolektif dari penduduk kota, khususnya kelompokkelompok yang rentan dan terpinggirkan, yang menganugerahkan kepada
mereka legitimasi tindakan dan organisasi, berdasarkan kegunaan dan
adat istiadat mereka, dengan tujuan mencapai hak secara penuh dalam
memperoleh kebebasan atas kemauan sendiri dan standar hidup yang layak.
Hak atas Kota adalah saling bergantungnya semua hak asasi manusia yang
diakui secara internasional dan dipahami secara integral, dan oleh karena itu
mencakup semua hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan
yang sudah diatur dalam perjanjian internasional tentang hak asasi manusia.
•
Hal ini mengasumsikan tercakupnya hak untuk bekerja dalam kondisi yang
adil dan memuaskan; hak untuk mendirikan dan berafiliasi dengan serikat
kerja; jaminan sosial, kesehatan masyarakat, air minum yang bersih, energi,
transportasi umum, dan layanan sosial lainnya; hak atas makanan, pakaian,
dan tempat tinggal yang layak; hak atas pendidikan publik yang berkualitas
dan budaya; hak atas informasi, partisipasi politik, hidup berdampingan
secara damai, dan akses terhadap keadilan; serta hak untuk berorganisasi,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Hak tersebut juga mencakup
penghormatan terhadap kaum minoritas; pluralitas etnis, ras, seksual dan
budaya; serta menghargai para migran.
•
Wilayah perkotaan dan lingkungan pedesaan di sekitar mereka juga
merupakan ruang dan lokasi bagi pelaksanaan dan pemenuhan hak-hak
kolektif sebagai cara untuk menjamin adanya distribusi dan penggunaan
yang setara, universal, adil, demokratis, dan berkelanjutan atas sumberdaya,
kekayaan, jasa, barang, dan peluang yang dimiliki kota. Oleh karena itu
Hak atas Kota juga meliputi hak terhadap pembangunan, lingkungan yang
sehat, penggunaan dan pelestarian sumberdaya alam, partisipasi dalam
perencanaan dan manajemen perkotaan, serta warisan sejarah dan budaya.
Piagam Dunia tentang Hak atas Kota
3
•
Kota ini adalah ruang kolektif budaya yang kaya dan beragam yang berkaitan
dengan semua penghuninya.
•
Sebagai akibat dari keberadaan Piagam ini, arti dari konsep kota menjadi
berlipat ganda. Sebagai karakter fisik, kota adalah setiap metropolis,
desa, atau kota kecil yang secara kelembagaan diselenggarakan sebagai
satu unit pemerintah lokal dengan karakter kota atau metropolitan. Hal ini
mencakup ruang kota serta lingkungan pedesaan atau semi-pedesaan di
sekitarnya yang merupakan bagian dari wilayahnya. Sebagai ruang publik,
kota adalah keseluruhan lembaga dan aktor yang ikut ambil bagian dalam
pengelolaannya, seperti otoritas pemerintah, lembaga legislatif dan yudikatif,
entitas partisipasi sosial yang dilembagakan, gerakan dan organisasi sosial,
serta masyarakat pada umumnya.
•
Sebagai akibat dari keberadaan Piagam ini, semua individu yang menghuni
kota, baik secara permanen atau sementara, dianggap sebagai warganya.
•
Kota, yang bertanggung jawab secara bersama dengan otoritas nasional,
harus mengadopsi semua langkah yang diperlukan – hingga pada tingkat
maksimum yang memungkinkan berdasarkan sumberdaya yang tersedia
bagi mereka – agar berupaya secara bertahap untuk mencapai, dengan
segala cara yang tepat dan dengan mengadopsi langkah-langkah legislatif
dan peraturan, serta secara penuh merealisasikan hak-hak ekonomi, sosial,
budaya, dan lingkungan. Selanjutnya, kota sesuai dengan kerangka hukum
dan perjanjian internasional, harus menegakkan ketentuan legislatif atau
ketentuan yang tepat lainnya sehingga secara penuh merefleksikan hak-hak
sipil dan politik yang terkumpul dalam Piagam ini.
PASAL II. PRINSIP DAN LANDASAN STRATEGIS DARI HAK ATAS KOTA
1. PENERAPAN PENUH KEWARGANEGARAAN DAN PENGELOLAAN KOTA
YANG DEMOKRATIS:
1.1. Kota seharusnya merupakan lingkungan yang berperan sebagai
realisasi penuh atas hak asasi manusia dan kebebasan fundamental,
yang menjamin martabat dan kesejahteraan kolektif dari semua orang,
dalam kondisi yang setara, merata, dan berkeadilan. Semua orang
memiliki hak untuk mendapati kota dalam kondisi yang sesuai dengan
keperluan realisasi politik, ekonomi, budaya, sosial, dan ekologi mereka,
asalkan menjaga solidaritas.
4
Dokumen Referensi
1.2. Semua orang mempunyai hak untuk berpartisipasi secara langsung
maupun dalam bentuk perwakilan dalam melakukan elaborasi, definisi,
implementasi, dan distribusi fiskal serta manajemen kebijakan publik
dan anggaran kota, dalam rangka memperkuat transparansi, efektivitas,
dan otonomi pemerintah daerah dan organisasi masyarakat.
2. FUNGSI SOSIAL KOTA DAN PROPERTI PERKOTAAN:
2.1. Sebagaimana tujuan utamanya, kota harus melaksanakan fungsi
sosial, yang menjamin semua penghuninya atas hak penuh untuk
memanfaatkan sumberdaya yang ditawarkan oleh kota. Dengan kata
lain, kota harus mulai melakukan realisasi proyek dan investasi untuk
kepentingan masyarakat perkotaan secara keseluruhan, dalam kriteria
yang secara distributif merata, komplementaritas ekonomi, menghargai
budaya, dan keberlanjutan ekologi, untuk menjamin kesejahteraan
semua penduduknya, yang selaras dengan alam, bagi generasi
sekarang dan generasi mendatang.
2.2. Ruang-ruang publik dan swasta serta barang-barang dari kota
dan warganya harus digunakan dengan dengan memprioritaskan
kepentingan sosial, budaya, dan lingkungan. Semua warga negara
memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kepemilikan wilayah perkotaan
dalam parameter demokrasi, yang berkeadilan sosial dan dalam kondisi
lingkungan yang berkelanjutan. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik harus mendorong penggunaan ruang dan lahan perkotaan yang
berkeadilan sosial dan seimbang secara lingkungan, dalam kondisi
keamanan dan kesetaraan gender.
2.3. Kota harus menyebarluaskan perundangan yang memadai serta
menetapkan mekanisme dan sanksi yang dirancang untuk menjamin
keuntungan penuh dari lahan perkotaan dan properti publik dan swasta
yang kosong, tidak terpakai, kurang dimanfaatkan, atau tidak dihuni,
bagi pemenuhan fungsi sosial properti.
2.4. Dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan perkotaan, kepentingan
sosial dan budaya kolektif harus diutamakan di atas hak kepemilikan
individu dan kepentingan spekulatif.
2.5. Kota harus menghambat spekulan real estate melalui pengadopsian
norma-norma perkotaan bagi distribusi beban dan manfaat yang
adil yang ditimbulkan oleh proses urbanisasi, dan adaptasi ekonomi,
Piagam Dunia tentang Hak atas Kota
5
penghargaan, keuangan, serta instrumen kebijakan belanja publik
dengan tujuan pembangunan perkotaan yang adil dan berkelanjutan.
Pendapatan luar biasa (apresiasi) yang dihasilkan oleh investasi publik
– yang saat ini digunakan oleh bisnis real estate dan sektor swasta
- harus diarahkan dalam mendukung program-program sosial yang
menjamin hak atas perumahan dan kehidupan yang bermartabat bagi
sektor-sektor yang hidup dalam kondisi kesulitan dan situasi berisiko.
3. KESETARAAN, TANPA ADA DISKRIMINASI:
3.1. Hak yang disebutkan dalam Piagam ini harus dijamin untuk semua
orang yang menghuni kota, baik secara permanen maupun sementara,
tanpa ada diskriminasi dalam bentuk apapun.
3.2. Kota harus mempunyai komitmen dalam hal pelaksanaan kebijakan
publik yang menjamin kesempatan yang setara bagi perempuan di kota,
yang dinyatakan diantaranya dalam Konvensi tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan
Konferensi Lingkungan (Rio de Janeiro 1992), Konferensi Perempuan
(Beijing 1995), serta Konferensi Habitat II (Istanbul 1996). Sumberdaya
yang diperlukan harus dialokasikan dari anggaran pemerintah untuk
menjamin efektivitas kebijakan yang dilakukan, dan mekanisme yang
diperlukan serta indikator kuantitatif dan kualitatif harus dibentuk untuk
memantau pemenuhannya dari waktu ke waktu.
4. PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP KELOMPOK DAN INDIVIDU YANG
BERADA DALAM SITUASI YANG RENTAN
4.1. Kelompok dan individu yang berada dalam situasi yang rentan
memiliki hak atas langkah-langkah khusus untuk perlindungan dan
integrasi, distribusi sumberdaya, akses terhadap layanan penting, serta
perlindungan dari diskriminasi. Sebagai akibat dari keberadaan Piagam
ini, kelompok berikut ini dianggap sebagai rentan: orang atau kelompok
yang hidup dalam kemiskinan atau dalam situasi lingkungan yang
berisiko (terancam oleh bencana alam), korban kekerasan, penyandang
cacat, migran paksa (pengungsi internal), pengungsi lintas batas, dan
semua kelompok yang tinggal dalam situasi yang kurang menguntungkan
dibandingkan dengan penduduk lainnya, sesuai dengan realitas masingmasing kota. Pada gilirannya, prioritas perhatian dalam kelompokkelompok ini harus ditujukan untuk orang tua, perempuan (khususnya
perempuan kepala rumah tangga), dan anak-anak.
6
Dokumen Referensi
4.2. Kota, melalui kebijakan aksi afirmatif yang mendukung kelompok
rentan, harus menekan hambatan politik, ekonomi, sosial, dan budaya
yang membatasi kebebasan, keadilan, dan kesetaraan warga negara
dan menghambat perkembangan penuh seseorang dan partisipasi
efektif seseorang dalam bidang politik , ekonomi, sosial, dan budaya di
kota.
5. KOMITMEN SOSIAL DARI SEKTOR SWASTA:
Kota harus meningkatkan partisipasi pihak swasta dalam program-program
sosial dan upaya ekonomi yang bertujuan untuk mengembangkan solidaritas
dan kesetaraan sepenuhnya di kalangan penduduk, sesuai dengan prinsipprinsip yang ditetapkan dalam Piagam ini.
6. MEMAJUKAN
PROGRESIF:
SOLIDARITAS
EKONOMI
DAN
KEBIJAKAN
PAJAK
Kota harus mempromosikan dan menghargai kondisi politik dan ekonomi yang
diperlukan untuk menjamin program-program ekonomi solidaritas sosial dan
sistem pajak progresif yang menjamin distribusi yang adil dari sumberdaya
dan dana yang diperlukan bagi pelaksanaan kebijakan sosial.
Bagian II. Hak-hak yang terkait dengan Pelaksanaan
Kewarganegaraan dan Partisipasi dalam Perencanaan,
Produksi dan Manajemen Kota
PASAL III. PERENCANAAN DAN MANAJEMEN KOTA
1. Kota harus membuka bentuk dan ruang yang dilembagakan bagi partisipasi
warga negara laki-laki dan perempuan yang luas, langsung, adil dan demokratis
dalam proses perencanaan, elaborasi, persetujuan, manajemen serta evaluasi
kebijakan dan anggaran publik. Jaminan harus diberikan untuk bagi operasional
perguruan tinggi, dengar pendapat, konferensi, konsultasi dan debat publik,
serta untuk memungkinkan dan mengenali proses inisiatif masyarakat dalam
proposal legislatif dan perencanaan pembangunan perkotaan.
2. Sesuai dengan prinsip-prinsip dasar organisasi hukum mereka, kota harus
merumuskan dan menerapkan kebijakan yang terkoordinasi dan efektif
terhadap korupsi; dalam mendorong partisipasi masyarakat; dan dalam
mencerminkan prinsip-prinsip penegakan hukum, manajemen permasalahan
Piagam Dunia tentang Hak atas Kota
7
dan properti publik, integritas, transparansi, dan akuntabilitas.
3. Untuk menjaga prinsip transparansi, kota harus mengatur struktur administrasi
mereka dengan cara sedemikian rupa yang menjamin tanggung jawab efektif
fungsionaris mereka terhadap warga negara mereka, serta tanggung jawab
pemerintah kota yang terkait dengan pemerintah di tingkat lainnya serta
badan dan lembaga hak asasi manusia regional maupun internasional.
PASAL IV. PRODUK SOSIAL DARI HABITAT
Kota harus membentuk mekanisme kelembagaan dan mengembangkan
instrumen hukum, keuangan, administrasi, programatik, keuangan, teknologi,
dan pelatihan yang diperlukan untuk mendukung beragam modalitas dari produk
sosial habitat dan perumahan, dengan memberikan penekanan khusus pada
proses swakelola, baik individu , keluarga, atau upaya kolektif yang terorganisir.
PASAL V. PEMBANGUNAN PERKOTAAN YANG SETARA DAN
BERKELANJUTAN
1. Kota harus mengembangkan perencanaan, regulasi, dan manajemen
lingkungan perkotaan yang menjamin keseimbangan antara pembangunan
perkotaan dan perlindungan alam, sejarah, arsitektur, warisan seni
dan budaya; yang menghambat segregasi dan eksklusi teritorial; yang
mengutamakan produk sosial habitat, dan yang menjamin fungsi sosial
kota dan properti. Untuk mencapai hal itu, kota harus mengadopsi langkahlangkah yang menumbuhkan kota terpadu dan merata.
2. Perencanaan kota serta program dan proyek sektoral harus mengintegrasikan
tema keamanan perkotaan sebagai atribut dari ruang publik.
PASAL VI. HAK TERHADAP INFORMASI PUBLIK
1. Semua orang berhak untuk meminta dan menerima informasi yang lengkap,
handal, memadai dan tepat waktu sehubungan dengan kegiatan administrasi
dan keuangan dari setiap entitas yang terkait dengan administrasi kota,
cabang-cabang legislatif dan yudikatif, serta kalangan bisnis dan swasta
atau campuran masyarakat yang memberikan layanan publik.
2. Para fungsionaris dari sektor pemerintah atau swasta masing-masing harus
menghasilkan informasi yang diperlukan sesuai dengan kompetensi mereka
dalam jangka waktu yang paling singkat jika mereka tidak memiliki informasi
8
Dokumen Referensi
tersebut pada saat ada permintaan. Satu-satunya batasan akses terhadap
informasi publik adalah penghormatan terhadap hak individu atas privasi
mereka.
3. Kota harus menjamin mekanisme sehingga semua orang memiliki akses
terhadap informasi publik yang efektif dan transparan. Untuk itu, tindakan
harus dikembangkan untuk mendorong akses bagi semua sektor penduduk
terhadap teknologi informasi baru, penggunaan, dan periode pemutakhiran
data mereka.
4. Semua orang atau kelompok yang terorganisasi, dan terutama mereka yang
membangun perumahan mereka sendiri dan komponen habitat lainnya,
memiliki hak untuk memperoleh informasi tentang ketersediaan dan lokasi
lahan yang memadai, program perumahan yang dikembangkan di kota, dan
instrumen pendukung yang tersedia.
PASAL VII. KEBEBASAN DAN INTEGRITAS
Semua orang memiliki hak atas kebebasan dan integritas, baik fisik maupun
spiritual. Kota harus berkomitmen untuk membangun jaminan perlindungan yang
memastikan bahwa hak-hak tersebut tidak dilanggar oleh individu atau lembaga
dalam bentuk apapun.
PASAL VIII. PARTISIPASI POLITIK
1. Semua warga negara memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
politik lokal melalui pemilihan umum yang bebas dan demokratis terhadap
dewan perwakilan lokal mereka, serta dalam semua keputusan yang
mempengaruhi kebijakan lokal dari perencanaan, produksi, renovasi,
perbaikan, dan manajemen kota.
2. Kota harus menjamin hak atas pemilu yang bebas dan demokratis untuk
memilih perwakilan lokal, realisasi plebisit/referendum dan inisiatif legislatif
masyarakat, serta akses yang setara terhadap debat publik dan dengar
pendapat tentang isu-isu yang terkait dengan kota.
3. Kota harus menerapkan kebijakan aksi yang afirmatif bagi perwakilan dan
partisipasi politik perempuan dan kaum minoritas di semua pos dan posisi
elektif lokal yang bertanggung jawab atas kebijakan publik, penganggaran,
dan pendefinisian program kota.
Piagam Dunia tentang Hak atas Kota
9
PASAL IX. HAK UNTUK BERSERIKAT, BERKUMPUL, MENUNJUKKAN
JATI DIRI, DAN PENGGUNAAN YANG DEMOKRATIS DARI RUANG PUBLIK
PERKOTAAN
Semua orang memiliki hak untuk berserikat, berkumpul, dan menunjukkan jati
diri. Kota harus menyediakan dan menjamin ruang publik untuk memenuhi hal ini.
PASAL X. HAK ATAS KEADILAN
1. Kota harus mengadopsi langkah-langkah yang dirancang untuk meningkatkan
akses setiap orang terhadap hukum dan keadilan.
2. Kota harus menggerakkan penyelesaian konflik sipil, pidana, administrasi,
dan tenaga kerja melalui pelaksanaan mekanisme publik yang berupa
rekonsiliasi, transaksi, mediasi, dan arbitrase.
3. Kota harus menjamin akses terhadap layanan peradilan, menetapkan
kebijakan khusus yang mendukung kelompok penduduk yang rentan, dan
memperkuat sistem pertahanan publik secara cuma-cuma.
PASAL XI. HAK ATAS KEAMANAN DAN KETENANGAN PUBLIK,
SOLIDARITAS DAN HIDUP BERDAMPINGAN DALAM BERAGAM BUDAYA
1. Kota harus menciptakan kondisi untuk keamanan publik, hidup berdampingan
secara damai, pengembangan kolektif, dan penerapan solidaritas. Untuk
itu mereka harus menjamin hak untuk memanfaatkan kota secara penuh,
menghormati keberagaman dan melestarikan warisan budaya dan identitas
semua warga negara tanpa ada diskriminasi dalam bentuk apapun.
2. Misi utama dari pasukan keamanan mencakup penghargaan dan perlindungan
terhadap hak-hak warga negara. Kota harus memastikan bahwa aparat
keamanan yang berada di bawah yurisdiksi mereka menerapkan penggunaan
kekuatan secara ketat sesuai dengan ketentuan hukum dan dengan kontrol
yang demokratis.
3. Kota harus menjamin partisipasi seluruh warga kota mereka berada dalam
kendali dan evaluasi aparat keamanan.
10
Dokumen Referensi
Bagian III. Hak atas Pembangunan Ekonomi, Sosial,
Budaya, dan Lingkungan terhadap Kota
PASAL XII. HAK ATAS AIR SERTA HAK ATAS AKSES DAN PENYEDIAAN
LAYANAN PUBLIK DOMESTIK DAN PERKOTAAN
1. Kota harus menjamin bagi semua warga mereka akses yang permanen
terhadap layanan publik seperti layanan air minum, sanitasi, pembuangan
sampah, energi dan telekomunikasi, serta fasilitas untuk perawatan kesehatan,
pendidikan, pasokan kebutuhan pokok, dan rekreasi, yang tanggung
jawabnya dipikul bersama dengan badan-badan publik atau badan-badan
swasta lainnya, sesuai dengan kerangka hukum yang ditetapkan dalam hakhak internasional oleh masing-masing negara.
2. Dalam hal layanan publik, kota harus menjamin biaya sosial yang dapat
diakses dan layanan yang memadai bagi semua orang termasuk orang
atau kelompok yang rentan dan para pengangguran – bahkan dalam kasus
privatisasi layanan publik yang mendahului adopsi Piagam ini.
3. Kota harus berkomitmen untuk menjamin bahwa layanan publik disandarkan
pada pengelolaan di tingkat administratif yang paling dekat dengan
masyarakat, dengan partisipasi warga dalam pengelolaan dan pengawasan
keuangannya. Layanan ini harus tetap di bawah koridor hukum sebagai
kebutuhan publik, yang menghalangi upaya privatisasi terhadap layanan
tersebut.
4. Kota harus membangun sistem kontrol sosial atas kualitas layanan yang
diberikan oleh badan publik atau swasta, khususnya relatif terhadap kontrol
kualitas, penentuan biaya, dan perhatian terhadap masyarakat.
PASAL XIII. HAK ATAS TRANSPORTASI PUBLIK DAN MOBILITAS
PERKOTAAN
1. Kota harus memberikan jaminan bagi semua orang, hak atas mobilitas dan
sirkulasi di kota, sesuai dengan rencana sirkulasi perkotaan dan antarkota
serta melalui sistem transportasi publik yang dapat diakses, yang tersedia
dengan biaya yang wajar dan memadai bagi kebutuhan lingkungan dan
sosial yang berbeda (jenis kelamin, usia, kapasitas, dll).
2. Kota harus merangsang penggunaan kendaraan non-polusi dan menetapkan
area yang disediakan bagi lalu-lintas pejalan kaki, secara permanen atau
selama waktu-waktu tertentu dalam sehari.
Piagam Dunia tentang Hak atas Kota
11
3. Kota harus mendorong penghapusan hambatan arsitektur, instalasi fasilitas
yang diperlukan dalam sistem mobilitas dan sirkulasi, dan adaptasi dari
semua bangunan publik atau bangunan yang digunakan publik serta fasilitas
kerja dan liburan untuk memastikan akses bagi para penyandang cacat.
PASAL XIV. HAK ATAS PERUMAHAN
1. Kota, dalam kerangka kompetensi masing-masing, harus mengambil langkahlangkah untuk menjamin semua warga negara bahwa biaya perumahan
dapat dijangkau sesuai dengan pendapatan, sehingga memenuhi kondisi
hidup yang memadai, sehingga secara memadai terletak, dan bahwa hal itu
beradaptasi dengan karakteristik budaya dan etnis semua penghuninya.
2. Kota harus memfasilitasi pasokan perumahan dan fasilitas perkotaan
yang layak bagi semua warga kota dan menetapkan program subsidi dan
keuangan bagi pembebasan lahan dan perumahan, kepemilikan regularisasi,
serta peningkatan kondisi lingkungan yang genting dan pemukiman informal.
3. Kota harus menjamin adanya prioritas bagi kelompok rentan dalam undangundang, kebijakan, dan program perumahan, serta menjamin keuangan dan
layanan yang khusus ditujukan untuk kalangan anak-anak dan orang tua.
4. Kota harus menyertakan perempuan dalam dokumen kepemilikan yang
dikeluarkan dan tercatat, tanpa memandang status sipil mereka, dalam
semua kebijakan publik yang dikembangkan terkait dengan tanah dan
distribusi perumahan dan peruntukannya.
5. Kota harus mendorong pembangunan tempat penampungan dan perumahan
sewa sosial bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah
tangga.
6. Semua warga tunawisma, baik secara individu, sebagai pasangan, atau
sebagai kelompok keluarga, memiliki hak untuk menuntut otoritas atas
pelaksanaan yang efektif dari hak mereka atas perumahan yang layak
secara progresif dan melalui aplikasi dari seluruh sumberdaya yang tersedia.
Fasilitas tempat penampungan dan bed and breakfast (kamar dan sarapan
pagi) dapat diadopsi sebagai langkah darurat sementara, tanpa mengurangi
kewajiban untuk memberikan solusi perumahan yang definitif.
7. Semua orang memiliki hak atas keamanan kepemilikan perumahan melalui
instrumen hukum yang memberikan jaminan akan hal itu, dan berhak atas
12
Dokumen Referensi
perlindungan dari penggusuran, pengambilalihan, atau pemindahan paksa
atau sewenang-wenang. Kota harus melindungi penyewa dari pencatutan dan
penggusuran sewenang-wenang, melakukan pengaturan sewa perumahan
sesuai dengan Komentar Umum No. 7 dari Komite PBB tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya.
8. Kota harus berperan sebagai perwakilan langsung dari organisasi dan
gerakan sosial yang membela dan bekerja untuk memenuhi hak-hak yang
terkait dengan hak atas perumahan yang terkandung dalam Piagam ini.
Perhatian, dorongan dan dukungan yang sangat khusus harus diarahkan ke
organisasi kaum rentan dan terkucilkan, yang menjamin dalam semua kasus
atas terjaganya otonomi mereka.
9. Pasal ini berlaku untuk semua orang, termasuk keluarga, kelompok,
penghuni liar, tunawisma, dan orang-orang atau kelompok-kelompok yang
kondisi perumahan mereka bervariasi, terutama termasuk kaum nomaden,
pelancong, dan kaum gipsi.
PASAL XV. HAK ATAS PEKERJAAN
1. Kota, dalam tanggung jawab bersama dengan otoritas nasional, harus
memberikan kontribusi, dengan tingkat yang paling memungkinkan, untuk
mempekerjakan secara penuh di kota. Kota juga harus mendorong pendidikan
lanjutan dan pelatihan ulang bagi pekerja, baik yang masih aktif bekerja atau
yang menganggur, melalui program pembentukan formasi yang permanen.
2. Kota harus mendorong terciptanya kondisi yang sedemikian rupa agar dapat
mencegah pekerja anak sehingga anak laki-laki dan perempuan dapat
menikmati masa kecil mereka dan memperoleh pendidikan.
3. Kota, yang bekerja sama dengan sektor administrasi publik dan sektor swasta
lainnya, harus mengembangkan mekanisme untuk menjamin kesetaraan bagi
semua orang dalam masalah ketenagakerjaan dan menghambat terjadinya
diskriminasi.
4. Kota harus mendorong akses yang setara bagi kaum perempuan terhadap
pekerjaan melalui pendirian pusat-pusat penitipan anak dan langkah-langkah
lainnya, dan bagi para penyandang cacat melalui implementasi fasilitas yang
tepat. Untuk memperbaiki kondisi kerja, kota harus menetapkan program
untuk meningkatkan perumahan perkotaan yang digunakan oleh kepala
rumah tangga perempuan dan kelompok rentan sebagai ruang kerja.
Piagam Dunia tentang Hak atas Kota
13
5. Kota harus meningkatkan integrasi perdagangan informal secara progresif
yang dilakukan oleh kalangan berpenghasilan rendah dan pengangguran,
menghindarkan mereka dari tindak eliminasi dan represi terhadap pedagang
informal. Ruang yang diadaptasi sedemikian rupa bagi perdagangan informal
harus disediakan dan kebijakan yang memadai harus dikembangkan untuk
menyertakan mereka dalam perekonomian perkotaan.
PASAL XVI. HAK ATAS LINGKUNGAN YANG SEHAT DAN
BERKESINAMBUNGAN
1. Kota harus mengadopsi langkah-langkah pencegahan terhadap polusi,
pekerjaan yang tidak tertata dalam suatu wilayah, dan pendudukan wilayah
lingkungan yang dilindungi, serta langkah-langkah yang mendukung
konservasi energi, pengelolaan limbah dan pemakaian kembali, daur ulang,
pemulihan lereng, serta perluasan dan perlindungan daerah hijau.
2. Kota harus menghargai warisan alam, sejarah, arsitektur, budaya, dan
seni, serta mendorong pemulihan maupun rehabilitasi daerah dan fasilitas
perkotaan yang mengalami kerusakan.
Bagian IV. Ketentuan Akhir
PASAL XVII. KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM
MEMAJUKAN, MELINDUNGI, DAN MELAKSANAKAN HAK ATAS KOTA
1. Badan internasional dan pemerintah di tingkat nasional, provinsi, regional,
metropolitan, kota dan lokal bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan
pembelaan yang efektif atas hak yang tercantum dalam Piagam ini, serta
semua hak-hak asasi sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan
dari semua warga negara, berdasarkan sistem hak asasi manusia internasional
dan sistem kompetensi yang berlaku di negara masing-masing.
2. Tidak diterapkannya hak-hak yang terkandung dalam Piagam ini oleh
pemerintah yang bertanggung jawab, atau penerapannya yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip dan arahan atau dengan norma-norma hak asasi
manusia internasional dan nasional yang berlaku di negara, merupakan
pelanggaran terhadap Hak atas Kota, yang hanya dapat diperbaiki melalui
pelaksanaan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan perbaikan/
membalikkan tindakan atau kelalaian yang menjadi asal-muasal pelanggaran.
Langkah-langkah perbaikan tersebut harus memastikan bahwa dampak
14
Dokumen Referensi
negatif atau kerusakan yang berasal dari pelanggaran dapat diperbaiki/
dikembalikan sedemikian rupa untuk menjamin semua warga tentang
dorongan, penghargaan, perlindungan, dan pemenuhan yang efektif atas
hak asasi manusia yang terkandung dalam Piagam ini.
PASAL XVIII. LANGKAH-LANGKAH BAGI PELAKSANAAN DAN
PEMANTAUAN HAK ATAS KOTA
1. Kota harus mengadopsi semua langkah-langkah pengaturan yang diperlukan,
dengan cara yang tepat dan cepat, untuk menjamin Hak atas Kota bagi
semua orang, sesuai dengan Piagam ini. Kota harus menjamin partisipasi
warga dan organisasi masyarakat sipil dalam proses peninjauan peraturan.
Kota diwajibkan untuk mendayagunakan sumberdaya yang tersedia hingga
semaksimal mungkin untuk memenuhi kewajiban hukum yang ditetapkan
dalam Piagam ini.
2. Kota harus memberikan pelatihan dan penyuluhan pendidikan tentang HAM
bagi semua kalangan publik yang terkait dengan pelaksanaan Hak atas
Kota dan kewajiban yang mengikatnya, khususnya bagi para fungsionaris
yang dipekerjakan oleh badan-badan publik yang pengaruh kebijakannya
sedemikian rupa sehingga merupakan realisasi penuh dari Hak atas Kota.
3. Kota harus mendorong pengajaran dan sosialisasi Hak atas Kota di seluruh
pusat pendidikan, perguruan tinggi, dan melalui media komunikasi.
4. Kota harus menetapkan, bersama-sama dengan warga penduduk, mekanisme
evaluasi dan pemantauan melalui sistem yang efektif dari indikator-indikator
hak atas kota, dengan diferensiasi gender, untuk menjamin Hak atas Kota
berdasarkan prinsip-prinsip dan norma-norma dari Piagam ini.
5. Kota harus secara reguler dan terus-menerus memantau tingkat penghargaan
yang ditegakkan atas kewajiban dan hak yang tercantum dalam Piagam ini.
PASAL XIX. PELANGGARAN TERHADAP HAK ATAS KOTA
1. Pelanggaran terhadap Hak atas Kota yang disebabkan oleh tindakan dan
kelalaian, langkah-langkah legislatif, administratif dan hukum, serta praktek
sosial yang mengakibatkan adanya hambatan, penolakan, kesulitan, atau
ketidakmungkinan dalam:
1.1. pelaksanaan hak-hak yang ditetapkan dalam Piagam ini;
Piagam Dunia tentang Hak atas Kota
15
1.2. partisipasi politik kolektif dari semua penduduk, yang mencakup
khususnya kalangan perempuan dan kelompok-kelompok sosial,
dalam pengelolaan kota;
1.3. pemenuhan keputusan dan prioritas yang ditetapkan dalam proses
partisipatif yang membentuk bagian dari manajemen kota;
1.4. Konservasi identitas budaya, bentuk hidup berdampingan secara
damai, produksi sosial habitat, dan bentuk-bentuk manifestasi dan
tindakan dari kelompok sosial dan warga, terutama kalangan yang
rentan dan kurang beruntung, berdasarkan kegunaan dan adat istiadat
mereka.
2. Tindakan dan kelalaian dapat terjadi di bidang administratif dalam perluasan
dan pelaksanaan proyek, program dan rencana; di bidang legislatif
melalui pemberlakuan hukum dan kontrol sumberdaya publik dan tindakan
pemerintah; dan di bidang hukum dalam pengujian dan keputusan tentang
konflik kolektif dan keputusan pengadilan yang terkait dengan isu-isu
kepentingan perkotaan.
PASAL XX. TUNTUTAN YANG DAPAT DILAKUKAN DARI HAK ATAS KOTA
Semua orang memiliki hak untuk mengakses dan memanfaatkan sumberdaya
administratif maupun hukum yang efektif dan lengkap yang terkait dengan hak
dan kewajiban yang tercantum dalam Piagam ini, termasuk tidak dimanfaatkannya
hak-hak tersebut.
PASAL XXI. KOMITMEN YANG TERKAIT DENGAN PIAGAM TENTANG HAK
ATAS KOTA
I. Jaringan dan organisasi sosial berkomitmen untuk:
16
a.
Menyebarkan Piagam ini secara luas dan mendorong artikulasi
internasional agar mendukung Hak atas Kota dalam konteks Forum
Sosial Dunia, serta dalam konferensi dan forum internasional lainnya,
yang bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam memajukan
perjuangan gerakan sosial dan jaringan non-pemerintah pada
pembangunan kehidupan yang bermartabat di kota;
b.
Membangun platform yang dapat digunakan untuk menuntut Hak atas
Kota, serta mendokumentasikan dan menyebarluaskan pengalaman di
Dokumen Referensi
tingkat nasional dan lokal yang berkontribusi terhadap penyusunan hak
ini;
c.
2.
Menyampaikan Piagam Dunia tentang Hak atas Kota ini ke badanbadan dan lembaga-lembaga Sistem PBB dan badan-badan regional
yang berbeda untuk memulai proses yang bertujuan untuk memperoleh
pengakuan tentang Hak atas Kota sebagai hak asasi manusia.
Pemerintah pusat dan daerah berkomitmen untuk:
a.
Menjabarkan dan mendorong kerangka kerja kelembagaan yang
menjunjung tinggi Hak atas Kota, dan segera merumuskan rencana
aksi untuk model pembangunan berkelanjutan yang diterapkan untuk
kota, sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Piagam ini;
b.
Membangun platform kemitraan, dengan partisipasi masyarakat sipil
yang luas, untuk mendorong pembangunan yang berkelanjutan di kota;
c.
Mendorong upaya untuk melakukan ratifikasi dan penerapan perjanjian
hak asasi manusia serta instrumen internasional dan regional lainnya
yang berkontribusi terhadap penyusunan Hak atas Kota.
3. Anggota parlemen berkomitmen untuk:
a.
Mendorong adanya konsultasi warga negara dan melakukan kegiatan
lobi yang bertujuan untuk memperkaya isi Hak atas Kota dan
mempercepat pengakuan dan penerapannya oleh badan-badan hak
asasi manusia internasional dan regional dan oleh pemerintah pusat
dan daerah.
b.
Menjabarkan dan menetapkan undang-undang yang mengakui dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia atas kota, sesuai dengan isi yang
tercantum dalam Piagam ini dan instrumen HAM internasional.
c.
Menyesuaikan kerangka hukum nasional dan lokal untuk menyertakan
kewajiban internasional yang dilakukan oleh negara dalam permasalahan
yang terkait dengan hak asasi manusia, dengan perhatian khusus pada
kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam Piagam ini.
Piagam Dunia tentang Hak atas Kota
17
4. Lembaga internasional berkomitmen untuk:
a.
Melakukan semua upaya yang memungkinkan untuk menyadarkan,
memancing, dan mendukung pemerintah dalam mempromosikan
kampanye, seminar dan konferensi, serta untuk memfasilitasi publikasi
teknis yang tepat yang mendukung kepatuhan pemerintah terhadap
komitmen yang terkandung dalam Piagam ini;
b.
Memantau dan mempromosikan penerapan perjanjian hak asasi
manusia serta instrumen internasional dan regional lainnya yang
berkontribusi terhadap penyusunan Hak atas Kota;
c.
Membuka ruang untuk berpartisipasi dalam badan konsultatif
dan pengambilan keputusan dari sistem PBB yang memfasilitasi
pembahasan inisiatif ini.
Semua orang, organisasi masyarakat sipil, pemerintah daerah, anggota parlemen,
dan organisasi internasional diundang untuk berpartisipasi secara aktif di tingkat
lokal, nasional, regional dan global dalam proses integrasi, adopsi, diseminasi
dan implementasi Piagam Dunia tentang Hak atas Kota sebagai salah satu
paradigma bagi dunia yang lebih baik dalam milenium ini.
Terjemahan: Jodi Grahl, Mei 2005
International Alliance of Inhabitants, 2005
http://creativecommons.org/licenses/by-nd/2.0/fr/deed.fr
18
Dokumen Referensi
Download