Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 ABSTRAK KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI POHON DI KAWASAN PULAU TELO KECAMATAN SELAT KABUPATEN KAPUAS Oleh: Nurul Ira Daty, Hardiansyah, Sri Amintarti Pohon merupakan masyarakat tumbuhan berkayu dengan batang tunggal dan umumnya lebih dari 8 meter. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa sebagian jenis pohon di kawasan Pulau Telo muncul di atas genangan air. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi pohon yang terdapat di kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan data secara observasi menggunakan sampel kuadran ukuran 10 x 10 m dengan jarak 40 m antar titik, pengambilan sampel dilakukan pada 3 zona yaitu zona tepi, zona tengah dan zona dalam, total titik sebanyak 30 titik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi vegetasi pohon di kawasan Pulau Telo terdiri atas 18 suku dengan 25 jenis pohon yaitu Gluta renghas, Alseodhapne, Sonneratia caseolaris, Ficus benjamina, Carbera maghas, Garcinia rostrata, Eugenia cumini, Erythrina variegata, Ficus sundaica Blume, Ficus sp., Sindora sp., Sandoricum sp., Pimeleodendron sp., Metroxylon sagu, Sterculia sp., Ficus microcarpa, Hydnocarpus sp., Alstonia sp., Macarranga pruinosa, Fagraea crenulata, Aglaia sp., Cryptocarya sp., Baringtonia asiatica, Acronychia sp., dan Hibiscus tiliaceus. NP yang tertinggi pada zona tepi dan tengah dimiliki oleh jenis Gluta renghas sebesar 125,33% untuk zona tepi dan zona tengah dengan NP sebesar 91,65% dan jumlah NP tertinggi pada zona dalam yaitu Eugenia cumini L sebesar 55,09%. Sedangkan untuk NP terendah pada zona tepi dimiliki oleh jenis Carbera manghas sebesar 13,25%, untuk zona tengah dimiliki oleh Sterculia sp. sebesar 2,45% dan pada zona dalam dimiliki oleh Aglaia sp. sebesar 3,69%. NP tertinggi untuk keseluruhan di kawasan Pulau Telo dimiliki oleh Gluta renghas sebesar 125,33% dan NP terendah dimiliki oleh Sterculia sp. sebesar 2,45%. Kata kunci : Komposisi, struktur, pohon, Pulau Telo 71 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 PENDAHULUAN Pulau Telo terbagi atas tiga pulau yang saling berdampingan, pulau tersebut dibedakan berdasarkan besarnya. Pulau Telo besar memiliki panjang sekitar 1613,74 m dan lebar sekitar 596,42 m, pulau sedang memiliki panjang sekitar 291,24 m dan lebar sekitar 290,59 m dan pulau yang terkecil memiliki panjang sekitar 230,76 m dan lebar sekitar 231,80 m. Pulau Telo terletak di Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah (Pemda Kab. Kapuas, 2013). Pulau Telo merupakan lahan basah yang terdapat di tengah aliran Sungai Kapuas Murung. Adapun lahan basah di Indonesia memiliki klasifikasi menurut Nirarita dkk. (1996) kawasan laut, kawasan muara, kawasan rawa (palustrin) meliputi tempat-tempat yang bersifat ‘merawa’ (berair tergenang atau lembab), misalnya hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, dan rawa rumput. Ekosistem rawa air tawar ditumbuhi oleh beragam jenis vegetasi, seperti rumput, pandan atau palem yang menonjol. Adapula yang menyerupai hutan-hutan daratan rendah, dengan akar tunjang atau akar nafas maupun penupang pohon (Irwan, 2010). Berdasarkan klasifikasi Pulau Telo merupakan lahan basah yang termasuk kedalam golongan hutan rawa atau hutan rawa air tawar. Hal ini didasarkan dengan adanya tumbuhan yang kadang-kadang tumbuh diatas genangan air. Selain itu ada yang memiliki sifat akar nafas. Menurut Nirarita dkk. (1996) rawa merupakan istilah yaitu sebutan untuk semua daerah yang tergenang air baik secara musiman atau permanen dan ditumbuhi vegetasi. Air yang menggenangi daerah rawa dapat bersifat asin, payau atau tawar. Gerakan air biasanya terbatas dan bersifat musiman. Beberapa tumbuhan mempunyai penyebaran yang luas. Oleh karena itu, setiap tumbuhan dikatakan mempunyai suatu kisaran toleransi tertentu terhadap kondisi luar. Sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam, dan karenanya cenderung 72 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 tersebar luas. Tumbuhan lainnya yang mempunyai kisaran toleransi yang lebih sempit hanya terdapat pada tempat-tempat yang dapat menyediakan keperluan-keperluan khusus (Loveless, 1989) Menurut Polunin (1994) bahwa jenis-jenis tumbuhan dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang mempengaruhi kehadiran atau ketidakhadiran, kesuburan atau ketidaksuburan, dan keberhasilan atau kegagalan relatif berbagai komunitas tumbuhan melalui takson-takson penyusunnya. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor iklim seperti : suhu, kelembaban dan angin. Struktur vegetasi dengan komposisinya akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi lingkungan habitatnya. Dalam kajian vegetasi keragaman jenis atau komposisi strukturnya dapat digunakan untuk menandai jumlah jenis dan perubahannya dari waktu ke waktu dalam suatu daerah tertentu. Selain itu analisis vegetasi dengan mengukur komposisi dan struktur penyusun vegetasi dapat digunakan untuk mengetahui dampak lingkungan terhadap berbagai aspek vegetasi yang dilakukan secara mendetail dan digunakan sebagai upaya untuk perbaikan atau pelestariannya (Fachrul, 2012). Berdasarkan hasil observasi pendahuluan Pulau Telo ditemukan berbagai jenis pohon yang hidup di kawasan kadang-kadang tergenang air. Pohon dikawasan ini memiliki peran untuk mempertahankan keberadaan pulau tersebut. Penelitian kajian tentang komposisi dan struktur vegetasi pohon di Pulau Telo belum pernah dilakukan. Untuk wilayah Kalimantan Selatan penelitian mengenai komposisi dan struktur tegakan pernah dilakukan oleh Musaidah (2012) tentang Komposisi dan Struktur Tegakan di Pesisir Pantai Takisung Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut menemukan 2 class, 12 ordo, 17 famili, 20 genus, dan 21 jenis, yaitu Bruguiera gymnorrhiza, Excoecaria agallocha L., Cerbera manghas L., Hibiscus tiliaceus L, Sonneratia ovata, Melalauca cajuputi, Lagerstroemia speciosa Pers, Nauclea subdita, Terminalia catappa L, Anacardium ocidentale L, Mangifera indica L, 73 Xylocarpus Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 moluccensis, Tamarindus indica L, Acacia auriculiformis, Acacia mangium Wild, Annona muricata, Artocarpus heterophylla Lamk, Ficus benjamina, Garcinia mangostana, Cocos nucifera L. Hasil penelitian Sari (2012) menunjukkan komposisi tegakan yang terdapat di Sepanjang Bantaran Estuaria Takisung terdiri atas 13 jenis yaitu Bruguiera sexangula (Lour) Poir., Avicennia marina (Forsk.) Vierh, Avicennia alba Bl., Excoecaria agallocha L, Sonneratia alba J.E. Smith, Heritiera littoralis W.Ait., Rhizophora apiculata Bl, Hibiscus tiliaceus L, Avicennia alba Bl., Rhizophora stylosa Griff, Calophyllum inophyllum L.Sonneratia ovata Back, Cerbera manghas L., Morinda citrifolia L. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas penulis ingin melakukan penelitian mengenai Vegetasi Pohon di Kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas untuk memperoleh informasi mengenai jenisjenis pohon beserta strukturnya yang dapat hidup di Kawasan Pulau Telo, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Komposisi dan Struktur Vegetasi Pohon Di Kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas”. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif. Teknik pengambilan data secara observasi yang dilakukan dengan sistematis. Menurut Indriyanto (2008) teknik pengambilan secara sistematis dilakukan dengan penempatan desain petak-petak contoh (kuadran atau titik) di lapangan secara non acak. Selain itu menurut Fachrul (2012) dalam pelaksanaan penelitian atau pemantauan vegetasi terestrial yang umum digunakan adalah metode kuadran, dengan ukuran yang bervariasi dari 10 m2 sampai 100 m2. 74 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan yakni Februari-Juli 2013, kegiatan tersebut meliputi masa persiapan seperti survey lapangan, praproposal, pelaksanaan penelitian, pengumplan data, analisis data sampai penyusunan skripsi. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 2831 Maret 2013. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini semua jenis pohon yang ditemukan di Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Sampel penelitian adalah semua jenis pohon yang termasuk kedalam kuadran berukuran 10 x10 m dengan jarak 40 m antar titik dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 zona yaitu zona tepi, zona tengah dan zona dalam Pulau Telo. Total titik sebanyak 30 titik. Bahan dan Alat Penelitian Bahan dalam penelitian ini adalah semua jenis pohon yang termasuk kedalam plot. Dalam pembuatan herbarium digunakan Alkohol 70%. Pembuatan herbarium tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam identifikasi jenis tumbuhan dengan cara melakukan pengawetan sampel. Sedangkan alat yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Tabel kerja, alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan. 2. Kertas milimeter blok, digunakan sebagai alas untuk meletakkan sampel yang ditemukan adar mudah didokumentasikan. 3. Buku gambar yang digunakan untuk meletakkan sampel herbarium. 4. Kertas koran untuk mengeringkan sampel. 5. Kertas label untuk memberikan label pada sampel hasil penelitian yang didapatkan. 6. Tali rafia digunakan untuk membuat plot. 75 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 7. Rol meter digunakan untuk mengukur jarak antar plot atau mengukur luas area penelitian (m). 8. Kantong plastik, digunakan untuk menyimpan sampel tumbuhan yang ditemukan. 9. Termometer batang, digunakan untuk mengukur suhu udara di lingkungan kawasan penelitian (0C). 10. Higrometer, digunakan untuk mengukur kelembaban udara (%). 11. Soil tester, digunakan untuk mengukur kelembaban tanah (%) dan pH tanah. 12. Lux meter digunakan untuk mengukur intensitas cahaya (Lux). 13. Anemometer digunakan untuk mengukr kecepatan angin (m/s). 14. Kamera digital, digunakan untuk membuat dokumentasi penelitian. 15. Kuadran 10 x 10 m (berdasarkan metode kuadran). Analisis Data Data penelitian yang diperoleh dianalisis secara eksploratif dengan urutan sebagai berikut : 1) Komposisi jenis dilakukan identifikasi jenis pohon mengacu pada pustaka yaitu Steenis (2006), Dasuki (1994), Noor dkk. (1999) dan Tjitrosoepomo (2007) 2) Struktur pohon dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus dari Michael (1995) sebagai berikut : Jumlah individu suatu jenis Kerapatan (K) = Luas area Kerapatan suatu jenis Kerapatan Relatif (KR) = x 100% Kerapatan seluruh jenis Jumlah plot suatu jenis terdapat Frekuensi (F) = Jumlah seluruh plot 76 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Frekuensi suatu jenis Frekuensi Relatif (FR) = x 100% Frekuensi seluruh jenis Jumlah penutupan suatu jenis Dominansi (D) = Luas area Dominansi suatu jenis Dominansi Relatif (DR) = x 100% Total dominansi seluruh jenis Nilai Penting (NP) = KR + FR + DR 3) Indeks Diversitas menurut rumus Shannon (H1) (Odum, 1996) Indeks Diversitas (ID), yaitu: H’ = - ∑ Pi Ln Pi Keterangan : Pi = n / N n = jumlah individu suatu jenis N = jumlah total individu semua jenis H’ = Nilai indeks keanekaragaman Menurut Fachrul (2012) besarnya indeks keanekaragaman jenis didefinisikan sebagai berikut: a) Nilai H’ 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu transek adalah tinggi. b) Nilai H’ 1 ≤ H1 ≤ 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu transek adalah sedang. c) Nilai H’ 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu transek adalah rendah. 77 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tabel 1. Komposisi vegetasi pohon di kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Kawasan Penelitian No. Nama Latin Nama Indonesia/daerah Zona Tepi Zona Tengah Zona Dalam 1 2 3 4 5 6 Acronychia sp. Aglaia sp. Alseodaphne Alstonia sp. Baringtonia asiatica Carbera manghas L Pauh Parak tulang Gemor Pulai putih Putat Bintaro √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 7 8 Cryptocarya sp. Erythrina variegata Medang sanggih Dadap - √ √ √ 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Eugenia cumini Fagraea crenulata Ficus benjamina Ficus microcarpa Ficus sp Ficus sundaica Blume Garcinia rostrata Gluta renghas Hibiscus tiliaceus Hydnocarpus sp. Macaranga pruinosa Metroxylon sagu Pimeleodendron sp. Sandoricum sp. Sindora sp. Sonneratia caseolaris Jambu klampok Kayu bulan Beringin Ara/panggang Ara akar Ara Asam kandis Renghas/jingah Waru Mahang Sagu rawa/rumbia Mundar Kecapi/apoh Sindur Rambai padi/rambai Bakurung √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - √ - 25 Sterculia sp. Berdasarkan Tabel 1. terlihat pada zona tepi ditemukan 6 bangsa dengan 10 jenis pohon, pada zona tengh ditemukan 12 bangsa dengan 23 jenis, sedangkan pada zona dalam ditemukan 10 bangsa dengan 14 jenis. 78 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Tabel 2. Struktur vegetasi pohon di kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas Nilai Penting No. Nama Latin Nama Indonesia/daerah Zona Tepi Zona Tengah Zona Dalam Pauh Parak tulang Gemor Pulai putih Putat Bintaro 19,54 20,94 13,25** 2,52 4,96 5,32 16,71 22,10 3,75 3,69** 19,37 1 2 3 4 5 6 Acronychia sp. Aglaia sp. Alseodaphne Alstonia sp. Baringtonia asiatica Carbera manghas L 7 Cryptocarya sp. Medang sanggih - 5,18 - 8 9 Erythrina variegata Eugenia cumini Dadap Jambu klampok - 10,17 2,87 15,93 55,09* 10 11 Fagraea crenulata Ficus benjamina Kayu bulan Beringin 16,44 17,99 10,69 21,32 9,01 49,37 12 Ficus microcarpa Ara/panggang 16,63 14,85 - 13 14 Ficus sp Ficus sundaica Blume Ara akar Ara - 15,87 9,07 26,17 17,06 15 16 Garcinia rostrata Gluta renghas Asam kandis Renghas/jingah 125,33* 91,65* 14,03 - 17 18 Hibiscus tiliaceus Hydnocarpus sp. Waru - 16,72 - 14,39 2,49 45,36 - 19 Macaranga pruinosa Mahang - 11,14 23,07 20 21 Metroxylon sagu Pimeleodendron sp. Sagu rawa/rumbia Mundar 22,27 - 10,79 2,50 - 22 23 Sandoricum sp. Sindora sp. Kecapi/apoh Sindur - 5,95 4,85 10,36 7,38 24 Sonneratia caseolaris 30,90 12,15 - 25 Sterculia sp. Rambai padi/rambai Bakurung 300 2,11 2,45** 300 2,78 300 2,45 Jumlah H' Keterangan : * = Kemelimpahan tertinggi * * = Kemelimpahan terendah 79 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Berdasarkan Tabel 2. NP tertinggi yang ditemukan pada zona tepi sebesar 125,33% dan zona tengah sebesar 91,65% dimiliki oleh Gluta renghas, untuk zona dalam NP tertinggi dimiliki oleh Eugenia cumini sebesar 55,09%. Sedangkan NP terendah untuk zona tepi dimiliki oleh Carbera manghas L. sebesar 13,25%. Zona tengah dimiliki oleh Sterculia sp. sebesar 2,45% dan untuk zona dalam NP terendah dimiliki oleh Aglaia sp. sebesar 3,69%. Berdasarkan hasil perhitungan H’ di setiap zona didapatkan nilai sebesar 2,11 kawasan zona tepi, 2,78 kawasan zona tengah dan 2,45 kawasan zona dalam. Dilihat dari niai tersebut zona tengah menunjukkan indeks keanekaragaman yang lebih tinggi (H’= 2,78) sedangkan untuk indeks keanekaragaman rendah berada di kawasan zona tepi (H’= 2,11). Indeks keanekaragaman pada setiap zona di kawasan Pulau Telo Berkisar antara 2,11 – 2,78 (H’ = <3) yang menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis di ketiga zona tersebut adalah sedang. Tabel 3. Parameter lingkungan dan unsur hara tanah di kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas Kisaran No Parameter & Satuannya o Zona Tepi Zona Tengah Zona Dalam 1 Suhu udara ( C) 28-31 30-32 30-33 2 Kelembaban udara (%) 74-84 72-76 65-76 3 Kelembaban tanah (%) 100 100 100 4 pH tanah 5.6-6.0 6.2-64 6.2-6.5 5 Intensitas cahaya (K.Lux) 2.21-6.13 3.31-7.07 4.34-7.26 6 Kecepatan angin 0-0.83 0-1.02 0-1.37 7 Unsur Hara Tanah a. N (%) b. P (mg/100g) c. K (mg/100) 0,40 25,55 18,26 0,40 28,09 13,43 0,42 22,94 20,48 Tekstur tanah Pasir (%) Debu (%) Liat (%) 0,32 40,78 58,89 0,25 39,73 60,03 0,68 41,78 57,54 8 80 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Berdasarkan (Tabel 3.) hasil pengukuran terhadap beberapa parameter lingkungan di kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas menunjukkan pada zona tepi suhu udara berkisar antara 28-310C, kelembaban udara berkisar 74-84%, kelembaban tanah 100%, pH tanah berkisar 5,6-6,0, intensitas cahaya 2,21-6,13 K.Lux, dan kecepatan angin berkisar 0-0,83 m/s sedangkan pengukuran unsur hara tanah N sebesar 0,40%, P sebesar 25,55%, K sebesar 18,26% dan tekstur tanah yang terdiri dari pasir 0,32%, debu 40,78%, liat 58,89%. Untuk zona tengah suhu udara berkisar antara 30-320C, kelembaban udara berkisar 72-76%, kelembaban tanah 100%, pH tanah berkisar 6,2-6,4, intensitas cahaya 3,31-7,07 K.Lux, dan kecepatan angin berkisar 0-1,02 m/s sedangkan pengukuran unsur hara N sebesar 0,40%, P sebesar 28,09%, K sebesar 13,43% dan tekstur tanah yang terdiri dari pasir 0,25%, debu 39,73% dan liat 60,03%. Untuk zona dalam suhu udara berkisar antara 30-330C, kelembaban udara berkisar 65-76%, kelembaban tanah 100%, pH tanah berkisar 6,2-6,5, intensitas cahaya 4,34-7,26 K.Lux, dan kecepatan angin berkisar 0-1,37 m/s sedangkan pengukuran unsur hara N sebesar 0,42%, P sebesar 22,94%, K sebesar 20,48% dan tekstur tanah terdiri dari pasir 0,68%, debu 41,78% dan 57,54%. Pembahasan Komposisi vegetasi pohon yang ditemukan di Kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas keseluruhan terdiri atas 2 kelas, 13 bangsa, 18 suku dan 25 jenis. Komposisi vegetasi pohon yang terdapat di zona tepi terdiri atas 10 jenis yaitu Gluta renghas, Sonneratia caseolaris, Carbera manghas L., Ficus benjamina, Metroxylon sagu, Ficus microcarpa, Fagraea crenulata, Alstonia sp., Barringtonia asiatica dan Hibiscus tiliaceus. Pada zona tengah terdiri atas 23 jenis yaitu Gluta renghas, Alseodhapne sp., Sonneratia caseolaris, Ficus benjamina, Carbera maghas L., Eugenia cumini, Erythrina variegata, Ficus sundaica, Ficus sp., Sindora sp., 81 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Sandoricum sp., Pimeleodendron sp., Metroxylon sagu, Sterculia sp., Ficus microcarpa, Hydnocarpus sp., Alstonia sp., Macarranga pruinosa, Fagraea crenulata, Cryptocarya sp., Baringtonia asiatica, Acronychia sp., dan Hibiscus tiliaceus. Sedangkan untuk zona dalam terdiri atas 14 jenis yaitu Ficus benjamina, Carbera maghas L., Garcinia rostrata, Eugenia cumini, Erythrina variegata, Ficus sundaica, Ficus sp., Sindora sp., Sandoricum borneensis, Macarranga pruinosa, Fagraea crenulata, Aglaia sp., Acronychia sp. dan Hibiscus tiliaceus. Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan jenis pohon pada zona tepi memiliki formasi vegetasi pohon yang memiliki sifat akar nafas. Menurut Nirarita dkk. (1996) hutan rawa air tawar ditemukannya jenis pohon yang dominan dan terdapat suku Pandanaceae. Pada zona tengah memiliki keanekaragaman jenis pohon yang lebih banyak di bandingkan dengan zona lain, hal ini diduga lingkungan pada zona tengah kurangnya intensitas genanagan air. Sedangkan zona dalam lingkungan sekitar lebih dominan semak dan herba. Sebagian jenis yang ditemukan di kawasan Pulau Telo merupakan jenis tumbuhan yang mampu hidup di atas genangan air, perbedaan jenis setiap zona kemungkinan dikarenakan kemampuan jenis pohon dalam menyesuaikan diri diatas genangan air. Ada beberapa vegetasi pohon dalam kawasan penelitian yang memiliki alat tambahan yaitu berupa akar napas, untuk membantu proses respirasi. Menurut Mackinnon (2000) pohon-pohon terpenting dalam hutan rawa air tawar ialah Alstonia, Eugenia, Canarium, Renghas, dan Metroxylon sagu. Jenis pohon yang selalu ditemukan pada setiap zona adalah Ficus benjamina, Carbera manghas L, Fagraea crenulata dan Hibiscus tiliaceus. Ficus benjamina merupakan anggota dari ordo Urticales. Menurut Elevitch, dkk (2006), suhu udara ordo ini berkisar antara 24-280C dan suhu maksimumnya berkisar antara 32-350C. Sedangkan pH tanah berkisar antara 5,07-7,5. Pada hasil pengukuran parameter terhadap suhu udara pada zona tepi yaitu 28-310C, 30-320C untuk zona tengah, dan 30- 82 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 330C untuk zona dalam sedangkan pH tanah berkisar antara 5,6-60 untuk zona tepi, 6,2-6,4 untuk zona tengah dan 6,2-6,5 untuk zona dalam. Jika membandingkan dengan pustaka yang ada maka suhu dan pH tanah di kawasan penelitian sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan untuk Ficus benjamina, hal ini ditunjukkan dengan kemunculannya pada setiap zona. Menurut Dasuki (1994) ordo Urticales habitatnya tersebar didaerah tropis dan subtropis. Noor dkk. (1999), menyatakan bahwa Cerbera manghas L. tumbuh di hutan rawa pesisir atau di pantai hingga jauh ke darat (400 mdpl), menyukai tempat yang tidak teratur tergenang oleh pasang surut. Biasanya tumbuh di bagian tepi daratan. Tumbuhan yang mampu bertahan hidup terhadap faktor lingkungan dan bersaing terhadap sesamanya akan tetap berkembang dan jenis yang tidak mampu akan punah. Ini membuktikan suatu organisme tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan (Michael, 1995). Hibiscus tiliaceus termasuk ke dalam Famili Malvaceae, suku ini hidup di daerah tropika sampai iklim sedang (Tjitrosopoemo, 2007). Merupakan tumbuhan khas di sepanjang pantai tropis. Juga disepanjang pinggiran sungai di kawasan dataran rendah (Noor dkk., 1999). Data dari hasil pengukuran parameter lingkungan pada kawasan penelitian, suhu udara pada zona tepi berkisar 28-310C, kawasan zona tepi berbatasan langsung dengan air. Data zona tengah menunjukkan suhu udara berkisar 30-320C kawasan ini menjauhi air dan zona dalam yaitu menuju ketengah-tengah pulau, suhu pada zona tengah berkisar antara 30-330C. Kartasapoetra (2005) menyatakan bahwa pengaruh suhu terhadap tanaman sangat besar, terutama terhadap pertumbuhan tanaman sehingga ada tanaman yang hidup pada suhu tertentu. Tumbuhtumbuhan yang langsung terkena sinar matahari mempunyai batas toleransi dengan suhu optimal 20-370C (Odum, 1996). 83 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Kelembaban udara pada zona tepi berkisar 74-84 %, zona tengah 72-76 %, dan 65-76 % zona dalam. Menurut Polunin (1994) kelembaban ideal bagi tumbuhan yaitu 80%. Zona tepi memiliki kelembaban yang lebih besar dibandingkan dengan zona tengah ataupun zona dalam. Hal ini kemungkinan dikarenakan lokasi zona tepi yang berbatasan dengan air. Kawasan penelitian memiliki kelembaban tanah pada zona tepi, tengah dan dalam adalah 100%. Menurut Michael (1995) Batas-batas terhadap kandungan uap air merupakan salah satu faktor penentu utama dalam penyebaran jenis, dimana normalnya berkisar antara 80%-100%. pH tanah zona tepi berkisar antara 5,6-6,0, zona tengah 6,2-6,4 sedangkan zona dalam berkisar antara 6,2-6,5. Data tersebut menunjukkan semakin menuju kedalam pulau tingkat keasaman tanah semakin rendah. Menurut Hardjowigeno (2003) di Indonesia umumnya tanahnya bereaksi masam dengan pH 4,0-5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0-6,5 sering dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam. Pengukuran intensitas cahaya untuk zona tepi berkisar 2,21-6,18, zona tengah 3,31-7,07 K.Lux dan zona dalam 4,34-7,26 K.Lux. Dari hasil tersebut terlihat bahwa zona dalam intensitas cahaya matahari terasa cukup tinggi dan terik. Menurut Polunin (1994), pengaruh cahaya terhadap fotosintesis sebagian besar bergantung pada intensitas yang juga mempengaruhi pertumbuhan. Hal ini dapat disimpulkan zona dalam memiliki jumlah keseluruahn jenis yang lebih sedikit dibandingkan dengan zona tepi dan zona tengah. Kecepatan angin pada zona tepi berkisar antara 0-0,83 m/s, zona tengah 0-1,02 m/s dan zona dalam 0-1,37 m/s. Polunin (1994) menjelaskan angin berpengaruh langsung terhadap vegetasi, terutama menumbangkan pohon-pohon atau mematahkan dahan-dahan. Vegetasi pohon dalam perkembangannya memerlukan unsur hara yang cukup dan sesuai untuk kelangsungan pertumbuhannya. Adapaun unsur-unsur yang perlukan tumbuhan tersebut diantaranya yaitu Nitrogen 84 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Pada zona tepi, kandungan N yang diperoleh sebesar 0,40%, zona tengah 0,40% dan zona dalam sebesar 0,42%. Menurut Hardjowigeno (2003), unsur N berfungsi memperbaiki pertumbuhan vegetatif tumbuhan dan untuk membentuk protein sedangkan jika kekurangan unsur N maka tumbuhan tersebut akan kerdil. Menurut Lakitan (1993), unsur N merupakan unsur penyusun protein dan enzim. Standar kecukupan untuk N yaitu sebesar 1,5 %. Pada hasil pengukuran uji tanah unsur N lebih kecil dari standar kecukupan. Pada zona tepi hasil pengukuran kandungan Fosfor (P) yang diperoleh sebesar 25,55 %, zona tengah 28,09% dan zona dalam 22,94%. Menurut Hardjowigeno (2003), unsur P berperan sebagai pembelahan sel, mempercepat pematangan, memperkuat batang, dan pertumbuhan bunga, buah, serta biji. Jika kekurangan unsur P maka pertumbuhan akan terhambat. Menurut Lakitan (1993) standar kecukupan untuk P yaitu sebesar 0,2 %. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap P maka kawasan penelitian sudah dapat dikatakan memenuhi standar kecukupan tumbuh. Pada zona tepi hasil pengukuran Kalium (K) yang diperoleh sebesar 18,26 %, zona tengah 13,43 % dan zona dalam 20,48 %. Menurut Hardjowigeno (2003) unsur K berperan untuk mengatur pernafasan dan penguapan (pembukaan stomata), mempengaruhi penyerapan unsurunsur lain, mempengaruhi perkembangan akar. Jika tumbuhan kekurangan unsur K maka pinggir-pinggir daun berwarna coklat. Menurut Lakitan (1993) standar kecukupan K yaitu sebesar 1,0 %. Berdasarkan hasil pengukuran kawasan penelitian diperoleh hasil yang lebih tinggi dari standar kecukupan. Hasil pengukuran sampel tekstur tanah pada zona tepi terdiri dari pasir 0,32%, debu 40,78% dan liat 58,89%. Menurut Hardjowigeno (2003) berdasarkan diagram segitiga tekstur tanah zona tepi ini adalah liat berdebu. Tekstur tanah pada zona tengah terdiri dari pasir 0,25%, 39,73% dan liat 60,03%. Menurut Hardjowigeno (2003) berdasarkan diagram segitiga tekstur tanah zona tengah adalah berdebu. Sedangkan zona 85 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 dalam terdiri dari pasir 0,68%, debu 41,78% dan liat 57,54%. Menurut Hardjowigeno (2003) berdasarkan diagram segitiga tekstur tanah zona dalam adalah liat berdebu. Dari uraian diatas mengenai faktor lingkungan dan unsur hara tanah dapat disimpulkan bahwa suhu udara, kelembaban udara, kelembaban tanah, pH tanah, intensitas cahaya dan kecepatan angin secara umum mendukung pertumbuhan vegetasi pohon di kawasan Pulau Telo. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai penting (Tabel. 2) di Kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas terlihat bahwa NP tertinggi yang ditemukan di zona tepi yaitu 125,33% dimiliki oleh Gluta renghas, zona tengah 91,65% dimiliki leh Gluta renghas, dan zona dalam sebesar 55,09% dimiliki oleh Eugenia cumini. NP tertinggi pada zona tepi dan zona tengah dimiliki oleh Gluta renghas. Hal ini diduga sifat dari pohon tersebut mampu hidup di kawasan lembab dan tergenang air dalam waktu yang tidak menentu. Dimana zona tepi berbatasan langsung dengan air. Menurut Hardjosuwarno (1990) jenis dominan dari suatu komunitas adalah jenis yang memberi cover atau penutupan paling banyak kepada komunitas, jika dibandingkan dengan komunitas lain. Menurut BPTH (2011) Gluta renghas dijumpai di daerah menggenang dan hidup berkelompok di tepi sungai. Heyne (1997) Gluta renghas terdapat dalam jumlah banyak disepanjang sungai dan anak sungai yang sering tergenangi air tepi-tepinya dalam waktu yang lama. Daerah terbaik bagi jenis ini yaitu tanah benam yang dangkal, dan pada tanah yang lembab. Pendapat tersebut dapat dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Gluta renghas melimpah pada zona tepi dan zona tengah, zona tepi berbatasan langsung dengan air sungai, begitu pula dengan zona tengah terdapat aliran air sungai yang memungkinkan Gluta renghas untuk hidup berkelompok. Serta kelembaban tanah yang mendukung untuk kehidupan dari jenis tersebut. 86 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Gluta renghas merupakan jenis pohon yang daerah penyebarannya paling luas di kawasan penelitian. Hal ini diduga sifat karakteristik yang dimilikinya, seperti batang pohonnya yang besar dan perakaran yang kuat, sehingga jenis ini memiliki luas penutupan yang besar karena mampu beradaptasi pada lingkungan tersebut. Lovelees (1989) sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam dan karenanya cenderung tersebar luas. Nilai penting paling kecil pada zona tepi adalah Carbera manghas L. yaitu 13,25%. Jenis ini memang ditemukan pada setiap zona namun pada zona tepi memiliki nilai penting paling kecil. Menurut Noor dkk. (1999) jenis ini akan hidup lebih baik pada tanah pasir yang memiliki sistem pengeringan yang baik. Hal ini ditunjukan bahwa jenis ini memiliki jumlah yang paling sedikit pada zona tepi dibandingkan dengan zona lainnya dimana zona tengah dan dalam tidak berbatasan langsung dengan air sungai. Nilai penting paling kecil pada zona tengah adalah Sterculia sp. yaitu 2,45 %. Jenis ini termasuk kedalam suku Sterculiaceae bangsa Malvales, menurut LIPI (1998) tumbuh berkelompok pada hutan rawa atau rawa gambut. Diduga jenis ini memiliki NP paling kecil karena tidak bisa berasosiasi dengan baik. Pada zona dalam yang menempati NP tertinggi yaitu Eugenia cumini sebesar 55,09%. Meurut Elevitch dkk. (2006) genus ini mampu hidup pada tanah pasir hingga tanah liat. Nilai penting paling kecil pada zona dalam adalah Aglaia sp. yaitu 3,69%. Jenis ini termasuk kedalam suku Meliaceae. Menurut Mahyar (1995) jenis dari genus Aglaia ini tumbuh pada daerah bertanah liat atau lempung. Umumnya berasosiai dengan Shorea, Lithocarpus dan Knema. Berdasarkan hasil perhitungan H’di setiap zona didapatkan nilai sebesar 2,11 kawasan zona tepi, 2,78 kawasan zona tengah dan 2,45 kawasan zona dalam. Dilihat dari niai tersebut zona tengah menunjukkan indeks keanekaragaman yang tertinggi (H’= 2,78) sedangkan untuk indeks 87 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 keanekaragaman terendah berada di kawasan zona tepi (H’= 2,11). Indeks keanekaragaman pada setiap zona di kawasan Pulau Telo Berkisar antara 2,11 – 2,78 (H’ = <3) yang menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis di ketiga zona tersebut adalah sedang. Fachrul (2007) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman jenis dengan nilai H’ 1-3 adalah sedang. PENUTUP Kesimpulan 1. Komposisi vegetasi pohon yang ditemukan di kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas keseluruhan terdiri atas 2 kelas 13 bangsa 18 suku dan 25 jenis, yaitu Gluta renghas, Sonneratia caseolaris, Carbera manghas L., Ficus benjamina, Metroxylon sagu, Ficus microcarpa, Fagraea crenulata, Alstonia sp., Hibiscus tiliaceus, Alseodhapne sp., Eugenia cumini, Erythrina variegata, Ficus sundaica Blume., Ficus sp., Sindora sp., Sandoricum sp., Pimeleodendron sp., Sterculia sp., Hydnocarpus sp., Macarranga pruinosa, Cryptocarya sp., Baringtonia asiatica, Acronychia sp., Garcinia rostrata, Aglaia sp., 2. Struktur vegetasi pohon, dengan NP yang tertinggi pada zona tepi dan tengah dimiliki oleh jenis Gluta renghas sebesar 125,33% untuk zona tepi dan zona tengah dengan NP sebesar 91,65% dan jumlah NP tertinggi pada zona dalam yaitu Eugenia cumini sebesar 55,09%. Sedangkan untuk NP terendah pada zona tepi dimiliki oleh jenis Carbera manghas L. sebesar 13,25%, untuk zona tengah dimiliki oleh Sterculia sp. sebesar 2,45% dan pada zona dalam dimiliki oleh Aglaia sp. sebesar 3,69%. 88 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Saran Saran dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk kemudahan dalam melakukan penelitian di lapangan, selama pengambilan data hendaknya disertai oleh narasumber yang mengenal nama-nama jenis tumbuhan yang ada di daerah tersebut. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai jenis pohon yang bermanfaat bagi masyarakat sebagai bahan makanan dan obatobatan khususnya bagi kehidupan masyarakat suku Dayak. DAFTAR PUSTAKA Ardhana, I Putu Gede. 2012. Ekologi Tumbuhan. Udayana University Press. Denpasar. Argent, G., Saridan, E.J.F. Campbell and P. Wilkie. 1995. Manual Of The Larger and More Important Non Dipterocarp Trees Of Central Kalimantan Indonesia. Volume 2. Forest Research Institute. Samarinda. Indonesia Dasuki, U. A. 1994. Sistematik Tumbuhan Tinggi. Jurusan Biologi ITB.Bandung. Dharmono & Hardiansyah. 2012. Penuntun Tumbuhan. FKIP Unlam, Banjarmasin. Praktikum Ekologi Dharmono, 2008. Modul Ekologi Lahan Basah. Jurusan PMIPA FKIP Unlam Banjarmasin. Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Terjemahan oleh Usman Tanuwidjaja dari buku Elements of Tropical Ecology. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung. Fachrul, Melati Ferianita. 2012. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta. Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodelogi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi. Rineka Cipta. Jakarta. 89 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Hardiansyah, 2010. Pengantar Ekologi Tumbuhan. FKIP PMIPA Biologi Unlam. Banjarmasin. Hardjosuwarno, Sunarto. 1990. Dasar-Dasar Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta. Ekologi Tumbuhan. Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. MSP. Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara.Jakarta. Irwan, Zoer’aini Djamal. 2010. Prinsip-prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya. PT Bumi Angkasa. Jakarta Jumin, Hasan Basri.1989. Ekologi Tanaman. Radjawali. Jakarta. Kamaliah, Ismie. 2007. Keanekaragaman Pohon Di Sepanjang Tepi Sungai Tabanio Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut. Skripsi S-1. UNLAM. Banjarmasin. Tidak dipublikasikan. Kartasapoetra, A.G, dan Mul Mulyani Sutedjo. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT Rineka Cipta. Jakarta. Lakitan, Benyamin. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. LIPI. 1989. Jenis-jenis Pohon di Hutan Rawa Gambut. Lipi dan Dinas Kehutanan. Balai Pustaka. Jakarta. Loveless, A.G. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik Jilid II. Terjemahan. PT. Gramedia. Jakarta. MacKinnon, Kathy. 2000. Ekologi Kalimantan. Prenhallindo. Jakarta. Mahyar, 1995. Plant Of Indonesia. Herbarium Bogoriense. Bogor. Marsono. 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Jakarta. Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. University Indonesia Press. Jakarta. 90 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Musaidah, Hasnah. 2012. Komposisi dan Struktur Tegakan Di Pesisir Pantai Takisung Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut. Skripsi S-1. UNLAM. Banjarmasin. Tidak dipublikasikan. Nirarita, N.C.H., Prianto Wibowo, Shanti S., Djupri Padmawinata, M. Syarif, Yeni H., Kusniangsih, dan Lidiya Gr. Sinulingga. 1996. Ekologi Lahan Basah. Buku Panduan untuk Guru dan Praktisi Pendidikan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian. Bogor. Noor, Yus Rusila, M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove Indonesia. Wetlands Interntional Indonesia Programme. Bogor. Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahyono Samingan. UGM Press, Yogyakarta. Pemda Kabupaten Kapuas. 2013. Geografi Kabupaten Kapuas. Diakses melalui http://www.kabupatenkapuas.go.id. Pada tanggal 30 Januari 2013. Polunin, N. 1994. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Terjemahan oleh Gembong Tjitrosoepomo dari buku Introduction to Plant Geography and Some Related Sciences. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Resosoedarmo, dkk. 1992. Pengantar Ekologi. Edisi Kedelapan. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Rosyadi, Fahmi. 1998. Struktur Tegakan Vegetasi Pohon Di Hutan Gunung Buluh Layu Desa Sungai Harang Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Skripsi S-1. UNLAM. Banjarmasin. Tidak dipublikasikan. Salmitha, Lely. 2011. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Yang Dimakan Bekantan Pada Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Bakut. Skripsi S-1. UNLAM. Banjarmasin. Tidak dipublikasikan. Sari, Mella Mutika. 2012. Struktur dan Komposisi Tegakan Yang Terdapat Di Sepanjang Bantaran Estuaria Takisung Desa Takisung Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut. Skripsi S-1. UNLAM. Banjarmasin. Tidak dipublikasikan. 91 Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015 Soerianegara, I., R.H.M.J. Lemmens & W.C. Wong. 1995. Plnt Resources Of South East Asia 5 (2) Timber Trees. Minor Commercial Timbers. Yayasan PROSEA. Pusat Diklat Pegawai dan SDM Kehutanan. Bogor. Stennis, Van. C.G.J. 2006. Flora. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Sumiarta, Nyoman. 2008. Komposisi dan Struktur Pohon Bantaran Sungai Martapura Di Desa Keliling Benteng Ilir Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar. Skripsi S-1. UNLAM. Banjarmasin. Tidak dipublikasikan. Syafei, Eden Surasana. 1994. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. ITB. Bandung. Tjitrosoepomo, Gembong. 2007. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Tjitrosopoemo, Gembong. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Whistler, W. Arthur & Craig R. Elevitch. 2006. Fagraea Spesies Profiles for Pasific Island Agroforestry (www.traditionaltree.org). USA. Whistler, W. Arthur & Craig R. Elevitch. 2006. Hibiscus tiliaceus (www.traditionaltree.org). USA. Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. Universitas Indonesia. Jakarta. 92