71 ABSTRAK KOMPOSISI DAN STRUKTUR

advertisement
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
ABSTRAK
KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI POHON DI KAWASAN
PULAU TELO KECAMATAN SELAT KABUPATEN KAPUAS
Oleh: Nurul Ira Daty, Hardiansyah, Sri Amintarti
Pohon merupakan masyarakat tumbuhan berkayu dengan batang tunggal
dan umumnya lebih dari 8 meter. Hasil survei lapangan menunjukkan
bahwa sebagian jenis pohon di kawasan Pulau Telo muncul di atas
genangan air. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi
dan struktur vegetasi pohon yang terdapat di kawasan Pulau Telo
Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan data secara
observasi menggunakan sampel kuadran ukuran 10 x 10 m dengan jarak
40 m antar titik, pengambilan sampel dilakukan pada 3 zona yaitu zona
tepi, zona tengah dan zona dalam, total titik sebanyak 30 titik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa komposisi vegetasi pohon di kawasan
Pulau Telo terdiri atas 18 suku dengan 25 jenis pohon yaitu Gluta
renghas, Alseodhapne, Sonneratia caseolaris, Ficus benjamina, Carbera
maghas, Garcinia rostrata, Eugenia cumini, Erythrina variegata, Ficus
sundaica Blume, Ficus sp., Sindora sp., Sandoricum sp., Pimeleodendron
sp., Metroxylon sagu, Sterculia sp., Ficus microcarpa, Hydnocarpus sp.,
Alstonia sp., Macarranga pruinosa, Fagraea crenulata, Aglaia sp.,
Cryptocarya sp., Baringtonia asiatica, Acronychia sp., dan Hibiscus
tiliaceus. NP yang tertinggi pada zona tepi dan tengah dimiliki oleh jenis
Gluta renghas sebesar 125,33% untuk zona tepi dan zona tengah dengan
NP sebesar 91,65% dan jumlah NP tertinggi pada zona dalam yaitu
Eugenia cumini L sebesar 55,09%. Sedangkan untuk NP terendah pada
zona tepi dimiliki oleh jenis Carbera manghas sebesar 13,25%, untuk
zona tengah dimiliki oleh Sterculia sp. sebesar 2,45% dan pada zona
dalam dimiliki oleh Aglaia sp. sebesar 3,69%. NP tertinggi untuk
keseluruhan di kawasan Pulau Telo dimiliki oleh Gluta renghas sebesar
125,33% dan NP terendah dimiliki oleh Sterculia sp. sebesar 2,45%.
Kata kunci :
Komposisi, struktur, pohon, Pulau Telo
71
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
PENDAHULUAN
Pulau Telo terbagi atas tiga pulau yang saling berdampingan, pulau
tersebut dibedakan berdasarkan besarnya. Pulau Telo besar memiliki
panjang sekitar 1613,74 m dan lebar sekitar 596,42 m, pulau sedang
memiliki panjang sekitar 291,24 m dan lebar sekitar 290,59 m dan pulau
yang terkecil memiliki panjang sekitar 230,76 m dan lebar sekitar 231,80
m. Pulau Telo terletak di Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas Provinsi
Kalimantan Tengah (Pemda Kab. Kapuas, 2013).
Pulau Telo merupakan lahan basah yang terdapat di tengah aliran
Sungai Kapuas Murung. Adapun lahan basah di Indonesia memiliki
klasifikasi menurut Nirarita dkk. (1996) kawasan laut, kawasan muara,
kawasan rawa (palustrin) meliputi tempat-tempat yang bersifat ‘merawa’
(berair tergenang atau lembab), misalnya hutan rawa air tawar, hutan
rawa gambut, dan rawa rumput.
Ekosistem rawa air tawar ditumbuhi oleh beragam jenis vegetasi,
seperti rumput, pandan atau palem yang menonjol. Adapula yang
menyerupai hutan-hutan daratan rendah, dengan akar tunjang atau akar
nafas maupun penupang pohon (Irwan, 2010). Berdasarkan klasifikasi
Pulau Telo merupakan lahan basah yang termasuk kedalam golongan
hutan rawa atau hutan rawa air tawar. Hal ini didasarkan dengan adanya
tumbuhan yang kadang-kadang tumbuh diatas genangan air. Selain itu
ada yang memiliki sifat akar nafas. Menurut Nirarita dkk. (1996) rawa
merupakan istilah yaitu sebutan untuk semua daerah yang tergenang air
baik secara musiman atau permanen dan ditumbuhi vegetasi. Air yang
menggenangi daerah rawa dapat bersifat asin, payau atau tawar. Gerakan
air biasanya terbatas dan bersifat musiman.
Beberapa tumbuhan mempunyai penyebaran yang luas. Oleh karena
itu, setiap tumbuhan dikatakan mempunyai suatu kisaran toleransi tertentu
terhadap kondisi luar. Sebagian tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam
kondisi lingkungan yang beraneka ragam, dan karenanya cenderung
72
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
tersebar luas. Tumbuhan lainnya yang mempunyai kisaran toleransi yang
lebih sempit hanya terdapat pada tempat-tempat yang dapat menyediakan
keperluan-keperluan khusus (Loveless, 1989)
Menurut Polunin (1994) bahwa jenis-jenis tumbuhan dipengaruhi
oleh
faktor
lingkungan
yang
mempengaruhi
kehadiran
atau
ketidakhadiran, kesuburan atau ketidaksuburan, dan keberhasilan atau
kegagalan relatif berbagai komunitas tumbuhan melalui takson-takson
penyusunnya. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor iklim seperti :
suhu, kelembaban dan angin.
Struktur vegetasi dengan komposisinya akan berbeda-beda sesuai
dengan kondisi lingkungan habitatnya. Dalam kajian vegetasi keragaman
jenis atau komposisi strukturnya dapat digunakan untuk menandai jumlah
jenis dan perubahannya dari waktu ke waktu dalam suatu daerah tertentu.
Selain itu analisis vegetasi dengan mengukur komposisi dan struktur
penyusun
vegetasi
dapat
digunakan
untuk
mengetahui
dampak
lingkungan terhadap berbagai aspek vegetasi yang dilakukan secara
mendetail
dan
digunakan
sebagai
upaya
untuk
perbaikan
atau
pelestariannya (Fachrul, 2012).
Berdasarkan hasil observasi pendahuluan Pulau Telo ditemukan
berbagai jenis pohon yang hidup di kawasan kadang-kadang tergenang
air. Pohon dikawasan ini memiliki peran untuk mempertahankan
keberadaan pulau tersebut. Penelitian kajian tentang komposisi dan
struktur vegetasi pohon di Pulau Telo belum pernah dilakukan. Untuk
wilayah Kalimantan Selatan penelitian mengenai komposisi dan struktur
tegakan pernah dilakukan oleh Musaidah (2012) tentang Komposisi dan
Struktur Tegakan di Pesisir Pantai Takisung Kecamatan Takisung
Kabupaten Tanah Laut menemukan 2 class, 12 ordo, 17 famili, 20 genus,
dan 21 jenis, yaitu Bruguiera gymnorrhiza, Excoecaria agallocha L.,
Cerbera manghas L., Hibiscus tiliaceus L, Sonneratia ovata, Melalauca
cajuputi, Lagerstroemia speciosa Pers, Nauclea subdita, Terminalia
catappa L, Anacardium ocidentale L, Mangifera indica L,
73
Xylocarpus
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
moluccensis, Tamarindus indica L, Acacia auriculiformis, Acacia mangium
Wild, Annona muricata, Artocarpus heterophylla Lamk, Ficus benjamina,
Garcinia mangostana, Cocos nucifera L.
Hasil penelitian Sari (2012) menunjukkan komposisi tegakan yang
terdapat di Sepanjang Bantaran Estuaria Takisung terdiri atas 13 jenis
yaitu Bruguiera sexangula (Lour) Poir., Avicennia marina (Forsk.) Vierh,
Avicennia alba Bl., Excoecaria agallocha L, Sonneratia alba J.E. Smith,
Heritiera littoralis W.Ait., Rhizophora apiculata Bl, Hibiscus tiliaceus L,
Avicennia alba Bl., Rhizophora stylosa Griff, Calophyllum inophyllum
L.Sonneratia ovata Back, Cerbera manghas L., Morinda citrifolia L.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas penulis ingin melakukan
penelitian mengenai Vegetasi Pohon di Kawasan Pulau Telo Kecamatan
Selat Kabupaten Kapuas untuk memperoleh informasi mengenai jenisjenis pohon beserta strukturnya yang dapat hidup di Kawasan Pulau Telo,
maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Komposisi dan Struktur
Vegetasi Pohon Di Kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten
Kapuas”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif.
Teknik pengambilan data secara observasi yang dilakukan dengan
sistematis.
Menurut
Indriyanto
(2008) teknik
pengambilan
secara
sistematis dilakukan dengan penempatan desain petak-petak contoh
(kuadran atau titik) di lapangan secara non acak. Selain itu menurut
Fachrul (2012) dalam pelaksanaan penelitian atau pemantauan vegetasi
terestrial yang umum digunakan adalah metode kuadran, dengan ukuran
yang bervariasi dari 10 m2 sampai 100 m2.
74
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten
Kapuas. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan yakni Februari-Juli 2013,
kegiatan tersebut meliputi masa persiapan seperti survey lapangan,
praproposal, pelaksanaan penelitian, pengumplan data, analisis data
sampai penyusunan skripsi. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 2831 Maret 2013.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini semua jenis pohon yang ditemukan di Pulau
Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas. Sampel penelitian adalah
semua jenis pohon yang termasuk kedalam kuadran berukuran 10 x10 m
dengan jarak 40 m antar titik dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.
Pengambilan sampel dilakukan pada 3 zona yaitu zona tepi, zona tengah
dan zona dalam Pulau Telo. Total titik sebanyak 30 titik.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dalam penelitian ini adalah semua jenis pohon yang termasuk
kedalam plot. Dalam pembuatan herbarium digunakan Alkohol 70%.
Pembuatan herbarium tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam
identifikasi jenis tumbuhan dengan cara melakukan pengawetan sampel.
Sedangkan alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Tabel kerja, alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
2. Kertas milimeter blok, digunakan sebagai alas untuk meletakkan
sampel yang ditemukan adar mudah didokumentasikan.
3. Buku gambar yang digunakan untuk meletakkan sampel herbarium.
4. Kertas koran untuk mengeringkan sampel.
5. Kertas label untuk memberikan label pada sampel hasil penelitian yang
didapatkan.
6. Tali rafia digunakan untuk membuat plot.
75
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
7. Rol meter digunakan untuk mengukur jarak antar plot atau mengukur
luas
area penelitian (m).
8. Kantong plastik, digunakan untuk menyimpan sampel tumbuhan yang
ditemukan.
9. Termometer batang, digunakan untuk mengukur suhu udara di
lingkungan kawasan penelitian (0C).
10. Higrometer, digunakan untuk mengukur kelembaban udara (%).
11. Soil tester, digunakan untuk mengukur kelembaban tanah (%) dan pH
tanah.
12. Lux meter digunakan untuk mengukur intensitas cahaya (Lux).
13. Anemometer digunakan untuk mengukr kecepatan angin (m/s).
14. Kamera digital, digunakan untuk membuat dokumentasi penelitian.
15. Kuadran 10 x 10 m (berdasarkan metode kuadran).
Analisis Data
Data penelitian yang diperoleh dianalisis secara eksploratif dengan
urutan sebagai berikut :
1) Komposisi jenis dilakukan identifikasi jenis pohon mengacu pada
pustaka yaitu Steenis (2006), Dasuki (1994), Noor dkk. (1999) dan
Tjitrosoepomo (2007)
2) Struktur pohon dianalisis dengan menggunakan rumus-rumus dari
Michael (1995) sebagai berikut :
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan (K)
=
Luas area
Kerapatan suatu jenis
Kerapatan Relatif (KR) =
x 100%
Kerapatan seluruh jenis
Jumlah plot suatu jenis terdapat
Frekuensi (F)
=
Jumlah seluruh plot
76
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Frekuensi suatu jenis
Frekuensi Relatif (FR) =
x 100%
Frekuensi seluruh jenis
Jumlah penutupan suatu jenis
Dominansi (D)
=
Luas area
Dominansi suatu jenis
Dominansi Relatif (DR) =
x 100%
Total dominansi seluruh jenis
Nilai Penting (NP) = KR + FR + DR
3) Indeks Diversitas menurut rumus Shannon (H1) (Odum, 1996) Indeks
Diversitas (ID), yaitu:
H’ = - ∑ Pi Ln Pi
Keterangan : Pi = n / N
n = jumlah individu suatu jenis
N = jumlah total individu semua jenis
H’ = Nilai indeks keanekaragaman
Menurut Fachrul (2012) besarnya indeks keanekaragaman jenis
didefinisikan sebagai berikut:
a) Nilai H’  3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu
transek adalah tinggi.
b) Nilai H’ 1 ≤ H1 ≤ 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada
suatu transek adalah sedang.
c) Nilai H’  1 menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis pada suatu
transek adalah rendah.
77
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Tabel 1. Komposisi vegetasi pohon di kawasan Pulau Telo Kecamatan
Selat Kabupaten Kapuas.
Kawasan Penelitian
No.
Nama Latin
Nama
Indonesia/daerah
Zona
Tepi
Zona
Tengah
Zona
Dalam
1
2
3
4
5
6
Acronychia sp.
Aglaia sp.
Alseodaphne
Alstonia sp.
Baringtonia asiatica
Carbera manghas L
Pauh
Parak tulang
Gemor
Pulai putih
Putat
Bintaro
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
7
8
Cryptocarya sp.
Erythrina variegata
Medang sanggih
Dadap
-
√
√
√
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Eugenia cumini
Fagraea crenulata
Ficus benjamina
Ficus microcarpa
Ficus sp
Ficus sundaica Blume
Garcinia rostrata
Gluta renghas
Hibiscus tiliaceus
Hydnocarpus sp.
Macaranga pruinosa
Metroxylon sagu
Pimeleodendron sp.
Sandoricum sp.
Sindora sp.
Sonneratia caseolaris
Jambu klampok
Kayu bulan
Beringin
Ara/panggang
Ara akar
Ara
Asam kandis
Renghas/jingah
Waru
Mahang
Sagu rawa/rumbia
Mundar
Kecapi/apoh
Sindur
Rambai
padi/rambai
Bakurung
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
-
√
-
25
Sterculia sp.
Berdasarkan Tabel 1. terlihat pada zona tepi ditemukan 6 bangsa
dengan 10 jenis pohon, pada zona tengh ditemukan 12 bangsa dengan 23
jenis, sedangkan pada zona dalam ditemukan 10 bangsa dengan 14 jenis.
78
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Tabel 2.
Struktur vegetasi pohon di kawasan Pulau Telo Kecamatan
Selat Kabupaten Kapuas
Nilai Penting
No.
Nama Latin
Nama
Indonesia/daerah
Zona
Tepi
Zona
Tengah
Zona
Dalam
Pauh
Parak tulang
Gemor
Pulai putih
Putat
Bintaro
19,54
20,94
13,25**
2,52
4,96
5,32
16,71
22,10
3,75
3,69**
19,37
1
2
3
4
5
6
Acronychia sp.
Aglaia sp.
Alseodaphne
Alstonia sp.
Baringtonia asiatica
Carbera manghas L
7
Cryptocarya sp.
Medang sanggih
-
5,18
-
8
9
Erythrina variegata
Eugenia cumini
Dadap
Jambu klampok
-
10,17
2,87
15,93
55,09*
10
11
Fagraea crenulata
Ficus benjamina
Kayu bulan
Beringin
16,44
17,99
10,69
21,32
9,01
49,37
12
Ficus microcarpa
Ara/panggang
16,63
14,85
-
13
14
Ficus sp
Ficus sundaica Blume
Ara akar
Ara
-
15,87
9,07
26,17
17,06
15
16
Garcinia rostrata
Gluta renghas
Asam kandis
Renghas/jingah
125,33*
91,65*
14,03
-
17
18
Hibiscus tiliaceus
Hydnocarpus sp.
Waru
-
16,72
-
14,39
2,49
45,36
-
19
Macaranga pruinosa
Mahang
-
11,14
23,07
20
21
Metroxylon sagu
Pimeleodendron sp.
Sagu rawa/rumbia
Mundar
22,27
-
10,79
2,50
-
22
23
Sandoricum sp.
Sindora sp.
Kecapi/apoh
Sindur
-
5,95
4,85
10,36
7,38
24
Sonneratia caseolaris
30,90
12,15
-
25
Sterculia sp.
Rambai
padi/rambai
Bakurung
300
2,11
2,45**
300
2,78
300
2,45
Jumlah
H'
Keterangan :
* = Kemelimpahan tertinggi
* * = Kemelimpahan terendah
79
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Berdasarkan Tabel 2. NP tertinggi yang ditemukan pada zona tepi
sebesar 125,33% dan zona tengah sebesar 91,65% dimiliki oleh Gluta
renghas, untuk zona dalam NP tertinggi dimiliki oleh Eugenia cumini
sebesar 55,09%. Sedangkan NP terendah untuk zona tepi dimiliki oleh
Carbera manghas L. sebesar 13,25%. Zona tengah dimiliki oleh Sterculia
sp. sebesar 2,45% dan untuk zona dalam NP terendah dimiliki oleh Aglaia
sp. sebesar 3,69%.
Berdasarkan hasil perhitungan H’ di setiap zona didapatkan nilai
sebesar 2,11 kawasan zona tepi, 2,78 kawasan zona tengah dan 2,45
kawasan zona dalam. Dilihat dari niai tersebut zona tengah menunjukkan
indeks keanekaragaman yang lebih tinggi (H’= 2,78) sedangkan untuk
indeks keanekaragaman rendah berada di kawasan zona tepi (H’= 2,11).
Indeks keanekaragaman pada setiap zona di kawasan Pulau Telo
Berkisar antara 2,11 – 2,78 (H’ = <3) yang menunjukkan bahwa
keanekaragaman jenis di ketiga zona tersebut adalah sedang.
Tabel 3. Parameter lingkungan dan unsur hara tanah di kawasan Pulau
Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas
Kisaran
No
Parameter & Satuannya
o
Zona Tepi
Zona Tengah
Zona Dalam
1
Suhu udara ( C)
28-31
30-32
30-33
2
Kelembaban udara (%)
74-84
72-76
65-76
3
Kelembaban tanah (%)
100
100
100
4
pH tanah
5.6-6.0
6.2-64
6.2-6.5
5
Intensitas cahaya (K.Lux)
2.21-6.13
3.31-7.07
4.34-7.26
6
Kecepatan angin
0-0.83
0-1.02
0-1.37
7
Unsur Hara Tanah
a. N (%)
b. P (mg/100g)
c. K (mg/100)
0,40
25,55
18,26
0,40
28,09
13,43
0,42
22,94
20,48
Tekstur tanah
Pasir (%)
Debu (%)
Liat (%)
0,32
40,78
58,89
0,25
39,73
60,03
0,68
41,78
57,54
8
80
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Berdasarkan (Tabel 3.) hasil pengukuran terhadap beberapa
parameter lingkungan di kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten
Kapuas menunjukkan pada zona tepi suhu udara berkisar antara 28-310C,
kelembaban udara berkisar 74-84%, kelembaban tanah 100%, pH tanah
berkisar 5,6-6,0, intensitas cahaya 2,21-6,13 K.Lux, dan kecepatan angin
berkisar 0-0,83 m/s sedangkan pengukuran unsur hara tanah N sebesar
0,40%, P sebesar 25,55%, K sebesar 18,26% dan tekstur tanah yang
terdiri dari pasir 0,32%, debu 40,78%, liat 58,89%. Untuk zona tengah
suhu udara berkisar antara 30-320C, kelembaban udara berkisar 72-76%,
kelembaban tanah 100%, pH tanah berkisar 6,2-6,4, intensitas cahaya
3,31-7,07 K.Lux, dan kecepatan angin berkisar 0-1,02 m/s sedangkan
pengukuran unsur hara N sebesar 0,40%, P sebesar 28,09%, K sebesar
13,43% dan tekstur tanah yang terdiri dari pasir 0,25%, debu 39,73% dan
liat 60,03%. Untuk zona dalam suhu udara berkisar antara 30-330C,
kelembaban udara berkisar 65-76%, kelembaban tanah 100%, pH tanah
berkisar 6,2-6,5, intensitas cahaya 4,34-7,26 K.Lux, dan kecepatan angin
berkisar 0-1,37 m/s sedangkan pengukuran unsur hara N sebesar 0,42%,
P sebesar 22,94%, K sebesar 20,48% dan tekstur tanah terdiri dari pasir
0,68%, debu 41,78% dan 57,54%.
Pembahasan
Komposisi vegetasi pohon yang ditemukan di Kawasan Pulau Telo
Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas keseluruhan terdiri atas 2 kelas, 13
bangsa, 18 suku dan 25 jenis.
Komposisi vegetasi pohon yang terdapat di zona tepi terdiri atas 10
jenis yaitu Gluta renghas, Sonneratia caseolaris, Carbera manghas L.,
Ficus benjamina, Metroxylon sagu, Ficus microcarpa, Fagraea crenulata,
Alstonia sp., Barringtonia asiatica dan Hibiscus tiliaceus. Pada zona
tengah terdiri atas 23 jenis yaitu Gluta renghas, Alseodhapne sp.,
Sonneratia caseolaris, Ficus benjamina, Carbera maghas L., Eugenia
cumini, Erythrina variegata, Ficus sundaica, Ficus sp., Sindora sp.,
81
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Sandoricum sp., Pimeleodendron sp., Metroxylon sagu, Sterculia sp.,
Ficus microcarpa, Hydnocarpus sp., Alstonia sp., Macarranga pruinosa,
Fagraea crenulata, Cryptocarya sp., Baringtonia asiatica, Acronychia sp.,
dan Hibiscus tiliaceus. Sedangkan untuk zona dalam terdiri atas 14 jenis
yaitu Ficus benjamina, Carbera maghas L., Garcinia rostrata, Eugenia
cumini, Erythrina variegata, Ficus sundaica, Ficus sp., Sindora sp.,
Sandoricum borneensis, Macarranga pruinosa, Fagraea crenulata, Aglaia
sp., Acronychia sp. dan Hibiscus tiliaceus.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan jenis pohon pada zona
tepi memiliki formasi vegetasi pohon yang memiliki sifat akar nafas.
Menurut Nirarita dkk. (1996) hutan rawa air tawar ditemukannya jenis
pohon yang dominan dan terdapat suku Pandanaceae. Pada zona tengah
memiliki keanekaragaman jenis pohon yang lebih banyak di bandingkan
dengan zona lain, hal ini diduga lingkungan pada zona tengah kurangnya
intensitas genanagan air. Sedangkan zona dalam lingkungan sekitar lebih
dominan semak dan herba.
Sebagian jenis yang ditemukan di kawasan Pulau Telo merupakan
jenis tumbuhan yang mampu hidup di atas genangan air, perbedaan jenis
setiap zona kemungkinan dikarenakan kemampuan jenis pohon dalam
menyesuaikan diri diatas genangan air. Ada beberapa vegetasi pohon
dalam kawasan penelitian yang memiliki alat tambahan yaitu berupa akar
napas, untuk membantu proses respirasi. Menurut Mackinnon (2000)
pohon-pohon terpenting dalam hutan rawa air tawar ialah Alstonia,
Eugenia, Canarium, Renghas, dan Metroxylon sagu.
Jenis pohon yang selalu ditemukan pada setiap zona adalah Ficus
benjamina, Carbera manghas L, Fagraea crenulata dan Hibiscus tiliaceus.
Ficus benjamina merupakan anggota dari ordo Urticales. Menurut
Elevitch, dkk (2006), suhu udara ordo ini berkisar antara 24-280C dan
suhu maksimumnya berkisar antara 32-350C. Sedangkan pH tanah
berkisar antara 5,07-7,5. Pada hasil pengukuran parameter terhadap suhu
udara pada zona tepi yaitu 28-310C, 30-320C untuk zona tengah, dan 30-
82
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
330C untuk zona dalam sedangkan pH tanah berkisar antara 5,6-60 untuk
zona tepi, 6,2-6,4 untuk zona tengah dan 6,2-6,5 untuk zona dalam. Jika
membandingkan dengan pustaka yang ada maka suhu dan pH tanah di
kawasan penelitian sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan
untuk Ficus benjamina, hal ini ditunjukkan dengan kemunculannya pada
setiap zona. Menurut Dasuki (1994) ordo Urticales habitatnya tersebar
didaerah tropis dan subtropis.
Noor dkk. (1999), menyatakan bahwa Cerbera manghas L. tumbuh
di hutan rawa pesisir atau di pantai hingga jauh ke darat (400 mdpl),
menyukai tempat yang tidak teratur
tergenang oleh pasang surut.
Biasanya tumbuh di bagian tepi daratan. Tumbuhan yang mampu
bertahan hidup terhadap faktor lingkungan dan bersaing terhadap
sesamanya akan tetap berkembang dan jenis yang tidak mampu akan
punah. Ini membuktikan suatu organisme tidak bisa lepas dari pengaruh
lingkungan (Michael, 1995).
Hibiscus tiliaceus termasuk ke dalam Famili Malvaceae, suku ini
hidup di daerah tropika sampai iklim sedang (Tjitrosopoemo, 2007).
Merupakan tumbuhan khas di sepanjang pantai tropis. Juga disepanjang
pinggiran sungai di kawasan dataran rendah (Noor dkk., 1999).
Data dari hasil pengukuran parameter lingkungan pada kawasan
penelitian, suhu udara pada zona tepi berkisar 28-310C, kawasan zona
tepi berbatasan langsung dengan air. Data zona tengah menunjukkan
suhu udara berkisar 30-320C kawasan ini menjauhi air dan zona dalam
yaitu menuju ketengah-tengah pulau, suhu pada zona tengah berkisar
antara 30-330C. Kartasapoetra (2005) menyatakan bahwa pengaruh suhu
terhadap tanaman sangat besar, terutama terhadap pertumbuhan
tanaman sehingga ada tanaman yang hidup pada suhu tertentu. Tumbuhtumbuhan yang langsung terkena sinar matahari mempunyai batas
toleransi dengan suhu optimal 20-370C (Odum, 1996).
83
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Kelembaban udara pada zona tepi berkisar 74-84 %, zona tengah
72-76 %, dan 65-76 % zona dalam. Menurut Polunin (1994) kelembaban
ideal bagi tumbuhan yaitu 80%. Zona tepi memiliki kelembaban yang lebih
besar dibandingkan dengan zona tengah ataupun zona dalam. Hal ini
kemungkinan dikarenakan lokasi zona tepi yang berbatasan dengan air.
Kawasan penelitian memiliki kelembaban tanah pada zona tepi,
tengah dan dalam adalah 100%. Menurut Michael (1995) Batas-batas
terhadap kandungan uap air merupakan salah satu faktor penentu utama
dalam penyebaran jenis, dimana normalnya berkisar antara 80%-100%.
pH tanah zona tepi berkisar antara 5,6-6,0, zona tengah 6,2-6,4
sedangkan
zona
dalam
berkisar
antara
6,2-6,5.
Data
tersebut
menunjukkan semakin menuju kedalam pulau tingkat keasaman tanah
semakin rendah. Menurut Hardjowigeno (2003) di Indonesia umumnya
tanahnya bereaksi masam dengan pH 4,0-5,5 sehingga tanah dengan pH
6,0-6,5 sering dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak
masam.
Pengukuran intensitas cahaya untuk zona tepi berkisar 2,21-6,18,
zona tengah 3,31-7,07 K.Lux dan zona dalam 4,34-7,26 K.Lux. Dari hasil
tersebut terlihat bahwa zona dalam intensitas cahaya matahari terasa
cukup tinggi dan terik. Menurut Polunin (1994), pengaruh cahaya terhadap
fotosintesis sebagian besar bergantung pada intensitas yang juga
mempengaruhi pertumbuhan. Hal ini dapat disimpulkan zona dalam
memiliki jumlah keseluruahn jenis yang lebih sedikit dibandingkan dengan
zona tepi dan zona tengah.
Kecepatan angin pada zona tepi berkisar antara 0-0,83 m/s, zona
tengah 0-1,02 m/s dan zona dalam 0-1,37 m/s. Polunin (1994)
menjelaskan angin berpengaruh langsung terhadap vegetasi, terutama
menumbangkan pohon-pohon atau mematahkan dahan-dahan.
Vegetasi pohon dalam perkembangannya memerlukan unsur hara
yang cukup dan sesuai untuk kelangsungan pertumbuhannya. Adapaun
unsur-unsur yang perlukan tumbuhan tersebut diantaranya yaitu Nitrogen
84
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
(N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Pada zona tepi, kandungan N yang
diperoleh sebesar 0,40%, zona tengah 0,40% dan zona dalam sebesar
0,42%. Menurut Hardjowigeno (2003), unsur N berfungsi memperbaiki
pertumbuhan
vegetatif
tumbuhan
dan
untuk
membentuk
protein
sedangkan jika kekurangan unsur N maka tumbuhan tersebut akan kerdil.
Menurut Lakitan (1993), unsur N merupakan unsur penyusun protein dan
enzim. Standar kecukupan untuk N yaitu sebesar 1,5 %. Pada hasil
pengukuran uji tanah unsur N lebih kecil dari standar kecukupan.
Pada zona tepi hasil pengukuran kandungan Fosfor (P) yang
diperoleh sebesar 25,55 %, zona tengah 28,09% dan zona dalam 22,94%.
Menurut Hardjowigeno (2003), unsur P berperan sebagai pembelahan sel,
mempercepat pematangan, memperkuat batang, dan pertumbuhan
bunga, buah, serta biji. Jika kekurangan unsur P maka pertumbuhan akan
terhambat. Menurut Lakitan (1993) standar kecukupan untuk P yaitu
sebesar 0,2 %. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap P maka kawasan
penelitian sudah dapat dikatakan memenuhi standar kecukupan tumbuh.
Pada zona tepi hasil pengukuran Kalium (K) yang diperoleh sebesar
18,26 %, zona tengah 13,43 % dan zona dalam 20,48 %. Menurut
Hardjowigeno (2003) unsur K berperan untuk mengatur pernafasan dan
penguapan (pembukaan stomata), mempengaruhi penyerapan unsurunsur
lain,
mempengaruhi
perkembangan
akar.
Jika
tumbuhan
kekurangan unsur K maka pinggir-pinggir daun berwarna coklat. Menurut
Lakitan (1993) standar kecukupan K yaitu sebesar 1,0 %. Berdasarkan
hasil pengukuran kawasan penelitian diperoleh hasil yang lebih tinggi dari
standar kecukupan.
Hasil pengukuran sampel tekstur tanah pada zona tepi terdiri dari
pasir 0,32%, debu 40,78% dan liat 58,89%. Menurut Hardjowigeno (2003)
berdasarkan diagram segitiga tekstur tanah zona tepi ini adalah liat
berdebu. Tekstur tanah pada zona tengah terdiri dari pasir 0,25%, 39,73%
dan liat 60,03%. Menurut Hardjowigeno (2003) berdasarkan diagram
segitiga tekstur tanah
zona tengah adalah berdebu. Sedangkan zona
85
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
dalam terdiri dari pasir 0,68%, debu 41,78% dan liat 57,54%. Menurut
Hardjowigeno (2003) berdasarkan diagram segitiga tekstur tanah zona
dalam adalah liat berdebu.
Dari uraian diatas mengenai faktor lingkungan dan unsur hara tanah
dapat disimpulkan bahwa suhu udara, kelembaban udara, kelembaban
tanah, pH tanah, intensitas cahaya dan kecepatan angin secara umum
mendukung pertumbuhan vegetasi pohon di kawasan Pulau Telo.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai penting (Tabel. 2) di
Kawasan Pulau Telo Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas terlihat bahwa
NP tertinggi yang ditemukan di zona tepi yaitu 125,33% dimiliki oleh Gluta
renghas, zona tengah 91,65% dimiliki leh Gluta renghas, dan zona dalam
sebesar 55,09% dimiliki oleh Eugenia cumini. NP tertinggi pada zona tepi
dan zona tengah dimiliki oleh Gluta renghas. Hal ini diduga sifat dari
pohon tersebut mampu hidup di kawasan lembab dan tergenang air dalam
waktu yang tidak menentu. Dimana zona tepi berbatasan langsung
dengan air. Menurut Hardjosuwarno (1990) jenis dominan dari suatu
komunitas adalah jenis yang memberi cover atau penutupan paling
banyak kepada komunitas, jika dibandingkan dengan komunitas lain.
Menurut
BPTH
(2011)
Gluta
renghas
dijumpai
di
daerah
menggenang dan hidup berkelompok di tepi sungai. Heyne (1997) Gluta
renghas terdapat dalam jumlah banyak disepanjang sungai dan anak
sungai yang sering tergenangi air tepi-tepinya dalam waktu yang lama.
Daerah terbaik bagi jenis ini yaitu tanah benam yang dangkal, dan pada
tanah yang lembab. Pendapat tersebut dapat dibuktikan dengan hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa Gluta renghas melimpah pada zona
tepi dan zona tengah, zona tepi berbatasan langsung dengan air sungai,
begitu pula dengan zona tengah terdapat aliran air sungai yang
memungkinkan
Gluta
renghas
untuk
hidup
berkelompok.
Serta
kelembaban tanah yang mendukung untuk kehidupan dari jenis tersebut.
86
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Gluta renghas merupakan jenis pohon yang daerah penyebarannya
paling luas di kawasan penelitian. Hal ini diduga sifat karakteristik yang
dimilikinya, seperti batang pohonnya yang besar dan perakaran yang kuat,
sehingga jenis ini memiliki luas penutupan yang besar karena mampu
beradaptasi pada lingkungan tersebut. Lovelees (1989) sebagian
tumbuhan dapat berhasil tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka
ragam dan karenanya cenderung tersebar luas.
Nilai penting paling kecil pada zona tepi adalah Carbera manghas L.
yaitu 13,25%. Jenis ini memang ditemukan pada setiap zona namun pada
zona tepi memiliki nilai penting paling kecil. Menurut Noor dkk. (1999)
jenis ini akan hidup lebih baik pada tanah pasir yang memiliki sistem
pengeringan yang baik. Hal ini ditunjukan bahwa jenis ini memiliki jumlah
yang paling sedikit pada zona tepi dibandingkan dengan zona lainnya
dimana zona tengah dan dalam tidak berbatasan langsung dengan air
sungai.
Nilai penting paling kecil pada zona tengah adalah Sterculia sp. yaitu
2,45 %. Jenis ini termasuk kedalam suku Sterculiaceae bangsa Malvales,
menurut LIPI (1998) tumbuh berkelompok pada hutan rawa atau rawa
gambut. Diduga jenis ini memiliki NP paling kecil karena tidak bisa
berasosiasi dengan baik.
Pada zona dalam yang menempati NP tertinggi yaitu Eugenia cumini
sebesar 55,09%. Meurut Elevitch dkk. (2006) genus ini mampu hidup
pada tanah pasir hingga tanah liat.
Nilai penting paling kecil pada zona dalam adalah Aglaia sp. yaitu
3,69%. Jenis ini termasuk kedalam suku Meliaceae. Menurut Mahyar
(1995) jenis dari genus Aglaia ini tumbuh pada daerah bertanah liat atau
lempung. Umumnya berasosiai dengan Shorea, Lithocarpus dan Knema.
Berdasarkan hasil perhitungan H’di setiap zona didapatkan nilai
sebesar 2,11 kawasan zona tepi, 2,78 kawasan zona tengah dan 2,45
kawasan zona dalam. Dilihat dari niai tersebut zona tengah menunjukkan
indeks keanekaragaman yang tertinggi (H’= 2,78) sedangkan untuk indeks
87
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
keanekaragaman terendah berada di kawasan zona tepi
(H’= 2,11).
Indeks keanekaragaman pada setiap zona di kawasan Pulau Telo
Berkisar antara 2,11 – 2,78 (H’ = <3) yang menunjukkan bahwa
keanekaragaman jenis di ketiga zona tersebut adalah sedang. Fachrul
(2007) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman jenis dengan nilai H’
1-3 adalah sedang.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Komposisi vegetasi pohon yang ditemukan di kawasan Pulau Telo
Kecamatan Selat Kabupaten Kapuas keseluruhan terdiri atas 2 kelas
13 bangsa 18 suku
dan 25 jenis, yaitu Gluta renghas, Sonneratia
caseolaris, Carbera manghas L., Ficus benjamina, Metroxylon sagu,
Ficus microcarpa, Fagraea crenulata, Alstonia sp., Hibiscus tiliaceus,
Alseodhapne sp., Eugenia cumini, Erythrina variegata, Ficus sundaica
Blume., Ficus sp., Sindora sp., Sandoricum sp., Pimeleodendron sp.,
Sterculia sp., Hydnocarpus sp., Macarranga pruinosa, Cryptocarya sp.,
Baringtonia asiatica, Acronychia sp., Garcinia rostrata, Aglaia sp.,
2. Struktur vegetasi pohon, dengan NP yang tertinggi pada zona tepi dan
tengah dimiliki oleh jenis Gluta renghas sebesar 125,33% untuk zona
tepi dan zona tengah dengan NP sebesar 91,65% dan jumlah NP
tertinggi pada zona dalam yaitu Eugenia cumini sebesar 55,09%.
Sedangkan untuk NP terendah pada zona tepi dimiliki oleh jenis
Carbera manghas L. sebesar 13,25%, untuk zona tengah dimiliki oleh
Sterculia sp. sebesar 2,45% dan pada zona dalam dimiliki oleh Aglaia
sp. sebesar 3,69%.
88
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Saran
Saran dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk kemudahan dalam melakukan penelitian di lapangan, selama
pengambilan data hendaknya disertai oleh narasumber yang
mengenal nama-nama jenis tumbuhan yang ada di daerah
tersebut.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai jenis pohon yang
bermanfaat bagi masyarakat sebagai bahan makanan dan obatobatan khususnya bagi kehidupan masyarakat suku Dayak.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, I Putu Gede. 2012. Ekologi Tumbuhan. Udayana University
Press. Denpasar.
Argent, G., Saridan, E.J.F. Campbell and P. Wilkie. 1995. Manual Of The
Larger and More Important Non Dipterocarp Trees Of Central
Kalimantan Indonesia. Volume 2. Forest Research Institute.
Samarinda. Indonesia
Dasuki, U. A. 1994. Sistematik Tumbuhan Tinggi. Jurusan Biologi
ITB.Bandung.
Dharmono
& Hardiansyah. 2012. Penuntun
Tumbuhan. FKIP Unlam, Banjarmasin.
Praktikum
Ekologi
Dharmono, 2008. Modul Ekologi Lahan Basah. Jurusan PMIPA FKIP
Unlam Banjarmasin.
Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Terjemahan oleh Usman
Tanuwidjaja dari buku Elements of Tropical Ecology. Penerbit
Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Fachrul, Melati Ferianita. 2012. Metode Sampling Bioekologi. Bumi
Aksara. Jakarta.
Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodelogi Penelitian & Teknik Penyusunan
Skripsi. Rineka Cipta. Jakarta.
89
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Hardiansyah, 2010. Pengantar Ekologi Tumbuhan. FKIP PMIPA Biologi
Unlam. Banjarmasin.
Hardjosuwarno, Sunarto. 1990. Dasar-Dasar
Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta.
Ekologi
Tumbuhan.
Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. MSP. Jakarta.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Jakarta.
Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara.Jakarta.
Irwan, Zoer’aini Djamal. 2010. Prinsip-prinsip Ekologi Ekosistem,
Lingkungan dan Pelestariannya. PT Bumi Angkasa. Jakarta
Jumin, Hasan Basri.1989. Ekologi Tanaman. Radjawali. Jakarta.
Kamaliah, Ismie. 2007. Keanekaragaman Pohon Di Sepanjang Tepi
Sungai Tabanio Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut.
Skripsi S-1. UNLAM. Banjarmasin. Tidak dipublikasikan.
Kartasapoetra, A.G, dan Mul Mulyani Sutedjo. 2005. Pengantar Ilmu
Tanah. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Lakitan, Benyamin. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
LIPI. 1989. Jenis-jenis Pohon di Hutan Rawa Gambut. Lipi dan Dinas
Kehutanan. Balai Pustaka. Jakarta.
Loveless, A.G. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah
Tropik Jilid II. Terjemahan. PT. Gramedia. Jakarta.
MacKinnon, Kathy. 2000. Ekologi Kalimantan. Prenhallindo. Jakarta.
Mahyar, 1995. Plant Of Indonesia. Herbarium Bogoriense. Bogor.
Marsono. 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press. Jakarta.
Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan
Laboratorium. University Indonesia Press. Jakarta.
90
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Musaidah, Hasnah. 2012. Komposisi dan Struktur Tegakan Di Pesisir
Pantai Takisung Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut.
Skripsi S-1. UNLAM. Banjarmasin. Tidak dipublikasikan.
Nirarita, N.C.H., Prianto Wibowo, Shanti S., Djupri Padmawinata, M.
Syarif, Yeni H., Kusniangsih, dan Lidiya Gr. Sinulingga. 1996.
Ekologi Lahan Basah. Buku Panduan untuk Guru dan Praktisi
Pendidikan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan
Pelestarian. Bogor.
Noor, Yus Rusila, M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan
Pengenalan Mangrove Indonesia. Wetlands Interntional
Indonesia Programme. Bogor.
Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan
Tjahyono
Samingan. UGM Press, Yogyakarta.
Pemda Kabupaten Kapuas. 2013. Geografi Kabupaten Kapuas. Diakses
melalui http://www.kabupatenkapuas.go.id. Pada tanggal 30
Januari 2013.
Polunin, N. 1994. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu
Serumpun. Terjemahan oleh Gembong Tjitrosoepomo dari
buku Introduction to Plant Geography and Some Related
Sciences. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Resosoedarmo, dkk. 1992. Pengantar Ekologi. Edisi Kedelapan. PT
Remaja Rosdakarya. Bandung.
Rosyadi, Fahmi. 1998. Struktur Tegakan Vegetasi Pohon Di Hutan
Gunung Buluh Layu Desa Sungai Harang Kabupaten Hulu
Sungai Tengah. Skripsi S-1. UNLAM. Banjarmasin. Tidak
dipublikasikan.
Salmitha, Lely. 2011. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Yang Dimakan
Bekantan Pada Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Bakut.
Skripsi S-1. UNLAM. Banjarmasin. Tidak dipublikasikan.
Sari, Mella Mutika. 2012. Struktur dan Komposisi Tegakan Yang Terdapat
Di Sepanjang Bantaran Estuaria Takisung Desa Takisung
Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut. Skripsi S-1.
UNLAM. Banjarmasin. Tidak dipublikasikan.
91
Jurnal Wahana-Bio Volume XIII Juni 2015
Soerianegara, I., R.H.M.J. Lemmens & W.C. Wong. 1995. Plnt Resources
Of South East Asia 5 (2) Timber Trees. Minor Commercial
Timbers. Yayasan PROSEA. Pusat Diklat Pegawai dan SDM
Kehutanan. Bogor.
Stennis, Van. C.G.J. 2006. Flora. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Sumiarta, Nyoman. 2008. Komposisi dan Struktur Pohon Bantaran Sungai
Martapura Di Desa Keliling Benteng Ilir Kecamatan Sungai
Tabuk Kabupaten Banjar. Skripsi S-1. UNLAM. Banjarmasin.
Tidak dipublikasikan.
Syafei, Eden Surasana. 1994. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. ITB. Bandung.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2007. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Tjitrosopoemo, Gembong. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta).
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Whistler, W. Arthur & Craig R. Elevitch. 2006. Fagraea Spesies Profiles for
Pasific Island Agroforestry (www.traditionaltree.org). USA.
Whistler, W. Arthur & Craig R. Elevitch. 2006. Hibiscus tiliaceus
(www.traditionaltree.org). USA.
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Bagi Populasi dan
Komunitas. Universitas Indonesia. Jakarta.
92
Download