8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Kartu Bergambar Belajar tidak selamanya hanya bersentuhan dengan hal-hal yang konkrit, baik dalam konsep maupun faktanya. Bahkan dalam realitasnya belajar seringkali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada di balik realitas. Karena itu, media memiliki andil untuk menjelaskan hal-hal yang abstrak dan menunjukkan hal-hal yang tersembunyi. Ketidakjelasan atau kerumitan bahan ajar dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Bahkan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakili kekurangan guru dalam mengkomunikasikan materi pelajaran (Fathurrohman dan Sobry, 2009:65). Media berdasarkan pendapat Sadiman (2008:6) berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Gearlach dan Ely (1971, dalam Fathurrohman dan Sobry, 2009:65) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun suatu kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Dalam aktivitas pembelajaran, media dapat didefinisikan sebagai 9 sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan peserta didik. Menurut Hamalik (1986, dalam Arsyad, 2005:15) bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Susilana dan Riyana (2008, dalam Yani, 2011:19) yang mengemukakan bahwa media merupakan sarana yang dapat memberikan pengalaman visual kepada siswa, antara lain untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak, serta mempertinggi daya serap atau retensi belajar. Terdapat beberapa manfaat lain dari penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar siswa seperti yang diungkapkan Sudjana dan Rivai (1992, dalam Arsyad, 2005:24) yaitu: 1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; 2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran; 3. Metode mengajar akan lebih bervariasi tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran; 10 4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain. Media gambar merupakan bagian dari media grafis yang merupakan salah satu media komunikasi yang sangat penting digunakan dalam usaha memperjelas pengertian kepada anak didik. Media kartu bergambar merupakan modifikasi dari media gambar. Media kartu atau flash card diperkenalkan oleh Glenn Doman, seorang dokter ahli bedah otak dari Philadelpia, Pennsylvania. Flash card adalah kartu-kartu bergambar yang dilengkapi oleh kata-kata (Herlina, 2011:8). Sedangkan Prapita (2009:4) menyatakan bahwa media kartu bergambar adalah sebuah alat atau media belajar yang dirancang untuk membantu mempermudah dalam belajar. Media bergambar ini terbuat dari kertas tebal atau karton berukuran 17×22 cm yang tengahnya terdapat gambar materi yang sesuai dengan pokok bahasan. Kartu bergambar merupakan salah satu implementasi dari media berbasis visual yakni pesan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan gambar yang disajikan dalam ukuran seperti kartu dalam upaya untuk memfasilitasi siswa dalam belajar. Media berbasis visual (gambar atau perumpamaan) memang sangat penting peranannya dalam proses belajar (Yani, 2011:42). Hal ini sesuai dengan pendapat Arsyad (2005:91) yang mengatakan bahwa media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Media 11 visual dapat menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Kartu bergambar merupakan media grafis jenis gambar. Media grafis atau visual jenis gambar mempunyai beberapa kelebihan sebagaimana yang diungkapkan oleh Sadiman (2008:29) yaitu: 1. Sifatnya konkrit; lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata. 2. Gambar mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu dapat siswa dibawa ke objek atau peristiwa tersebut. 3. Dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. 4. Dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja sehingga dapat mencegah kesalahpahaman. 5. Harganya murah, mudah diperoleh dan digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus. Menurut Sadiman (2008:31) kelemahan dari media bergambar yaitu: 1. Hanya menekankan persepsi indera mata. 2. Benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran. 3. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. B. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau 12 pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends, 1997 dalam Trianto, 2007:1). Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan material/perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, tipe-tipe, programprogram media komputer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar). Setiap model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan (Trianto, 2007:2). Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah model pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen dan Kauchak, 1996 dalam Trianto, 2011:58). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama yang berbeda latar belakangnya. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah (Trianto, 2011:58). 13 Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan model pembelajaran lainnya. Menurut Arends (1997 dalam Trianto, 2007:65) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar; 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang dan rendah; 3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan 4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu. Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya. Menurut Sanjaya (2006:247) keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu model pembelajaran diantaranya: a. Dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain. b. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide dengan katakata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. c. Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. d. Membantu siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. e. Dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial. 14 f. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri. g. Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata. h. Dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Menurut Trianto (2011:66) terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkahlangkah ini tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Fase Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase-2 Menyajikan informasi Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase-5 Evaluasi Fase-6 Memberikan Penghargaan Tingkah Laku Guru Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan tansisi secara efisien. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok C. Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) Pembelajaran TAI adalah salah satu jenis teknik pembelajaran kooperatif yang dikembangkan di Johns Hopkins University oleh tim yang diketuai Bob Slavin dan Nancy Madden. Pembelajaran TAI diprakarsai sebagai usaha 15 merancang bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalahmasalah yang membuat metode pengajaran individual menjadi tidak efektif. Selain itu pembelajaran TAI dirancang untuk memperoleh manfaat dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif. Slavin mengemukakan bahwa ada tiga hal yang melandasi model pembelajaran ini, yaitu: 1. Teknik ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual. 2. Teknik ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif. 3. TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual (Slavin, 2009 dalam Hadiati, 2010:13). Pada teknik pembelajaran kooperatif TAI siswa dibagi dalam kelompokkelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima orang dengan kemampuan heterogen. Dalam pelaksanaannya TAI berbeda dengan STAD dengan TGT. Model pembelajaran TAI merupakan pembelajaran yang menggabungkan belajar kelompok dengan pembelajaran individu. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab terhadap keberhasilan kelompoknya. Dalam hal ini setiap kelompok harus bekerjasama dan saling membantu dapat dilanjutkan jika salah satu anggota kelompok belum menguasai materi pelajaran yaitu dijadikan dalam kelompok homogen. TAI dirancang untuk memperoleh manfaat yang sangat besar dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif (Slavin, 2010:195). 16 Model pembelajaran TAI memiliki delapan komponen dalam pelaksanaannya (Slavin, 2010:195) yaitu: 1. Teams; dimana siswa dikelompokkan ke dalam tim yang beranggotakan empat sampai lima orang dengan kemampuan akademis yang beragam, dimana siswa dengan kemampuan akademis yang tinggi ditunjuk sebagai asisten dalam kelompoknya. 2. Placement Test atau Tes Penempatan; tes ini diberikan pada siswa pada permulaan pelaksanaan pembelajaran kooperatif TAI. Para siswa ditempatkan ke dalam kelompok/tim pada tingkat yang sesuai dalam program individual berdasarkan kinerja mereka dalam tes ini. 3. Student Creative; yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya. 4. Team Study atau Belajar Kelompok; berdasarkan tes pengelompokkan maka dibentuk kelompok belajar. Siswa dalam kelompoknya mendengarkan penjelasan dari guru dan mengerjakan lembar kerja. Jika ada siswa yang belum paham tentang materi dapat bertanya pada anggota lainnya atau asisten yang telah ditunjuk, apabila masih belum paham baru meminta penjelasan dari guru. 5. Team Score and Team Recognition; yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok. 6. Teaching Group atau Kelompok Pengajaran; yaitu pemberian materi secara singkat dari guru kepada dua atau tiga kelompok kecil siswa yang 17 terdiri dari tim yang berbeda dengan pencapaian kurikulum yang sama. Pengajaran langsung untuk mengajari kelompok ini merupakan modifikasi dari program individual. 7. Fact Test atau Tes Fakta; yaitu pelaksanaan tes berdasarkan fakta yang diperoleh siswa. 8. Whole Class Units; yaitu pengulangan pemberian materi/pendalaman soal oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah. Model Pembelajaran TAI Tes Penempatan Pembentukan kelompok heterogen Pembelajaran kelompok heterogen (mengerjakan LKS) Memahami materi Belum memahami materi Melanjutkan materi/Pemantapan materi Pembelajaran kelompok homogen Memahami materi Memahami materi Tes formatif Gambar 1. Skema Model Pembelajaran TAI (modifikasi dari Magdalena, 2008:9) 18 D. Kemampuan Berpikir Kreatif Belajar tentu melibatkan proses berpikir. Berpikir menurut de Bono (2007, dalam Kusumadyani, 2010:17) adalah keterampilan mental yang memadukan kecerdasan dengan pengalaman. Kecerdasan sendiri meliputi kreativitas dan kemampuan memecahkan permasalahan. Presseisen menyebutkan bahwa berpikir secara umum diasumsikan sebagai proses kognitif, yaitu suatu tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan (Costa, 1985 dalam Kusumadyani, 2010:17). Pengetahuan yang kita miliki dapat diterapkan dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul. Diperlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi, yang meliputi keterampilan berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), keterampilan memecahkan masalah (problem solving), dan mengambil keputusan (decision making) (Zuchdi, 2008:128). Berpikir merupakan suatu kemampuan mental yang ada di dalam setiap individu. Supriadi (2001:7) menyebutkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan sebelumnya. Berpikir kreatif dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan membangun pengetahuan yang telah dimiliki, menanyakan suatu kekhawatiran terhadap suatu masalah yang mungkin diperlukan di masa depan, mempertinggi perhatian terhadap satu permasalahan, dan merancang hasrat serta rasa ingin tahu. Kreativitas menurut Torrance (1998, dalam Munandar, 2004:27) adalah proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang 19 kekurangan (masalah) ini, menilai, dan menguji dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasilhasilnya. Sedangkan menurut Guilford (1967, dalam Munandar, 2004:31) kreativitas atau berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah. Berpikir kreatif ini merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan. Di sekolah yang terutama dilatih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan, dan penalaran (berpikir logis). Munandar (1985:47) menyatakan bahwa “Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada.” Menurut Cropley (dalam Munandar 1985:9) “kecakapan berpikir kreatif adalah kecakapan menciptakan gagasan, mengenal kemungkinan alternatif, melihat kombinasi yang tidak diduga, dan memiliki keberanian untuk mencoba sesuatu yang tidak biasa. Dengan kata lain keterampilan berpikir kreatif adalah kecakapan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah. Menurut Munandar (1985:48), “berpikir kreatif adalah berpikir untuk menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah dengan penekanan pada ketepatgunaan dan keragaman jawaban”. Jadi secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memerinci) suatu gagasan, 20 seperti dijelaskan Munandar (1985:47), proses berpikir kreatif dapat dilihat melalui: 1. Kelancaran Kelancaran sebagai kemampuan untuk: (a) mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan, (b) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, dan (c) selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. 2. Keluwesan Keluwesan sebagai kemampuan untuk: (a) menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, (b) dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, (c) mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda, dan (d) mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. 3. Keaslian Keaslian sebagai kemampuan untuk: (a) melahirkan ungkapan yang baru dan unik, (b) memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, dan (c) mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. 4. Keterperincian Keterperincian sebagai kemampuan untuk mengembangkan suatu gagasan, mememerincinya sehingga menjadi lebih menarik. Munandar (1992, dalam Wulan, 2010:14) mengemukakan pula alasan mengapa kreativitas pada diri sendiri perlu dikembangkan: Pertama, dengan berkreasi maka orang dapat mewujudkan dirinya (self actualization), dan 21 merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mewujudkannya. Kedua, sekalipun setiap orang memandang bahwa kreativitas itu perlu dikembangkan, namun perhatian terhadap pengembangan kreativitas itu belum memadai khususnya dalam pendidikan formal. Ketiga, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tapi juga memberikan kepuasan tersendiri. Keempat, kreativitas yang memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk hal ini kita menyadari bagaimana para pendahulu kita yang kreatif telah banyak menolong manusia dalam memecahkan berbagai permasalahan yang menghimpit manusia. Untuk lebih mudah dalam melihat apakah seseorang itu kreatif atau tidak, bisa dilihat dari ciri kemampuan berpikir kreatif yang terbagi dalam berpikir kreatif yang ada kaitannya dengan unsur aptitude maupun ciri non aptitude (Munandar, 1992 dalam Wulan, 2010:14). Ciri-ciri aptitude yaitu ciri-ciri yang berhubungan dengan kognitif, dengan proses berpikir. Sedangkan ciriciri non aptitude yaitu yang berhubungan dengan sikap dan perasaan. Proses berpikir kreatif utamanya digunakan seseorang untuk memecahkan masalah. Wallas (Jamaris, 2006 dalam Sujiono dan Sujiono, 2010:86) menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah proses yang terjadi dalam empat fase, yaitu: (1) fase persiapan; berupa pengumpulan informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipecahkan; 22 (2) fase pematangan; informasi yang telah terkumpul berupa kegiatan yang berkaitan dengan usaha memahami keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya dalam rangka pemecahan masalah; (3) fase iluminasi; berupa penemuan cara-cara yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah; dan (4) fase verifikasi; berupa kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mengevaluasi apakah langkah-langkah yang akan digunakan dalam pemecahan masalah akan memberikan hasil yang sesuai. Kemampuan berpikir kreatif menurut Williams (1977, dalam Munandar, 1985:88) mencakup lima indikator, yaitu: berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility), berpikir orisinal (originality), kemampuan memerinci (elaboration), dan kemampuan menilai (evaluation). Adapun definisi dan perilaku siswa yang mencerminkan kelima indikator tersebut dipaparkan pada Tabel 2. berikut: Tabel 2. Indikator Berpikir Kreatif No. 1. Indikator Berpikir Kreatif Berpikir lancar (fluency) Definisi Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban Perilaku siswa 2. Berpikir luwes (flexibility) Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi Dapat melihat suatu masalah dari sudut Mengajukan banyak pertanyaan Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah Lancar mengungkapkan gagasangagasannya Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain Dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi Memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim tehadap suatu obyek Memberikan macam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap 23 pandang yang berbedabeda Mencari banyak alternatif atau arah yang berbedabeda Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran 3. Berpikir orisinal (originality) a. Mampu melahirkan ungkapan baru dan unik b. Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri c. Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsurunsur 4. Kemampuan memerinci (elaboration) a. Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk b. Menambah atau memerinci detail-detail dari suatu objek, gagasan, atau situasi menjadi lebih menarik suatu gambar, cerita atau masalah Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbedabeda Memberi pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain Dalam membahas atau mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda atau bertentangan dengan mayoritas kelompok Jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macammacam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya Menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda Mampu mengubah arah berpikir secara spontan Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal lain yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain Mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru Memilih asimetris dalam menggambar atau membuat desain Memiliki cara berpikir yang lain daripada yang lain Mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru Lebih senang menyintesis daripada menganalisa situasi Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain. Mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan ditempuh Mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana Menambahkan garis-garis, warnawarna dan detil-detil (bagianbagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain 24 5. Kemampuan menilai (evaluation) a. Menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana b. Mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka c. Tidak hanya mencetuskan gagasan, tetapi juga melaksanakannya Memberi pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri Menentukan pendapat sendiri mengenai suatu hal Menganalisis masalah atau penyelesaian secara kritis dengan selalu menanyakan “mengapa?” Mempunyai alasan (rasional) yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan Merancang suatu rencana kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus Pada waktu tertentu tidak menghasilkan gagasan-gagasan tetapi menjadi peneliti atau penilai yang kritis Menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya. E. Kerangka Pikir Kemampuan berpikir kreatif siswa di MA Nurul Ulum Kotagajah masih kurang dikembangkan guru. Pembelajaran masih didominasi oleh guru (teacher centered) sehingga diperlukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, salah satunya yaitu model pembelajaran TAI yang didukung dengan media kartu bergambar. Kartu bergambar merupakan salah satu implementasi dari media berbasis visual yakni pesan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan gambar yang disajikan dalam ukuran seperti kartu dalam upaya untuk memfasilitasi siswa dalam belajar sehingga siswa akan lebih mudah dalam memahami materi pelajaran. Model pembelajaran TAI yang menggunakan media kartu bergambar akan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Dalam model pembelajaran TAI pada tahap student creative dan team study siswa dapat 25 saling membantu dan bertukar pikiran dengan anggota kelompoknya sehingga kemampuan berpikir kreatif siswa dapat berkembang. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan dua kelas. Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk membandingkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui model pembelajaran TAI dengan menggunakan media kartu bergambar dan dengan menggunakan metode diskusi pada materi pokok Keanekaragaman Hayati. Hubungan antara variabel tersebut digambarkan dalam diagram berikut ini: X Y Keterangan: X = Media kartu bergambar dengan model pembelajaran TAI; Y= kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pokok Keanekaragaman Hayati. Gambar 2. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat F. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan media kartu bergambar melalui model pembelajaran TAI dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pokok Keanekaragaman Hayati. H1 = Ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan media kartu bergambar melalui model pembelajaran TAI dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pokok Keanekaragaman Hayati. 26 2. H0 = Kemampuan berpikir kreatif siswa pada penggunaan media kartu bergambar melalui model pembelajaran TAI sama dengan diskusi dan gambar. H1 = Kemampuan berpikir kreatif siswa pada penggunaan media kartu bergambar melalui model pembelajaran TAI lebih tinggi jika dibandingkan dengan diskusi dan gambar. 3. Penggunaan kartu bergambar melalui model pembelajaran TAI berpengaruh dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa. 4. Sebagian besar siswa memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan kartu bergambar melalui model pembelajaran TAI.