8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Kartu Bergambar Belajar tidak

advertisement
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Media Kartu Bergambar
Belajar tidak selamanya hanya bersentuhan dengan hal-hal yang konkrit, baik
dalam konsep maupun faktanya. Bahkan dalam realitasnya belajar seringkali
bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada di balik
realitas. Karena itu, media memiliki andil untuk menjelaskan hal-hal yang
abstrak dan menunjukkan hal-hal yang tersembunyi. Ketidakjelasan atau
kerumitan bahan ajar dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai
perantara. Bahkan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakili kekurangan
guru dalam mengkomunikasikan materi pelajaran (Fathurrohman dan Sobry,
2009:65).
Media berdasarkan pendapat Sadiman (2008:6) berasal dari bahasa Latin dan
merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti
perantara atau pengantar. Gearlach dan Ely (1971, dalam Fathurrohman dan
Sobry, 2009:65) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun suatu kondisi
yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau
sikap. Dalam aktivitas pembelajaran, media dapat didefinisikan sebagai
9
sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi
yang berlangsung antara pendidik dengan peserta didik.
Menurut Hamalik (1986, dalam Arsyad, 2005:15) bahwa pemakaian media
pengajaran dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar,
dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Hal ini
juga diperkuat oleh pernyataan Susilana dan Riyana (2008, dalam Yani,
2011:19) yang mengemukakan bahwa media merupakan sarana yang dapat
memberikan pengalaman visual kepada siswa, antara lain untuk mendorong
motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak, serta
mempertinggi daya serap atau retensi belajar.
Terdapat beberapa manfaat lain dari penggunaan media pembelajaran dalam
proses belajar siswa seperti yang diungkapkan Sudjana dan Rivai (1992,
dalam Arsyad, 2005:24) yaitu:
1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar;
2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai
tujuan pengajaran;
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak bosan
dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap
jam pelajaran;
10
4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
Media gambar merupakan bagian dari media grafis yang merupakan salah
satu media komunikasi yang sangat penting digunakan dalam usaha
memperjelas pengertian kepada anak didik. Media kartu bergambar
merupakan modifikasi dari media gambar. Media kartu atau flash card
diperkenalkan oleh Glenn Doman, seorang dokter ahli bedah otak dari
Philadelpia, Pennsylvania. Flash card adalah kartu-kartu bergambar yang
dilengkapi oleh kata-kata (Herlina, 2011:8). Sedangkan Prapita (2009:4)
menyatakan bahwa media kartu bergambar adalah sebuah alat atau media
belajar yang dirancang untuk membantu mempermudah dalam belajar.
Media bergambar ini terbuat dari kertas tebal atau karton berukuran 17×22
cm yang tengahnya terdapat gambar materi yang sesuai dengan pokok
bahasan.
Kartu bergambar merupakan salah satu implementasi dari media berbasis
visual yakni pesan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan gambar yang
disajikan dalam ukuran seperti kartu dalam upaya untuk memfasilitasi siswa
dalam belajar. Media berbasis visual (gambar atau perumpamaan) memang
sangat penting peranannya dalam proses belajar (Yani, 2011:42). Hal ini
sesuai dengan pendapat Arsyad (2005:91) yang mengatakan bahwa media
visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Media
11
visual dapat menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan
antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.
Kartu bergambar merupakan media grafis jenis gambar. Media grafis atau
visual jenis gambar mempunyai beberapa kelebihan sebagaimana yang
diungkapkan oleh Sadiman (2008:29) yaitu:
1. Sifatnya konkrit; lebih realistis menunjukkan pokok masalah
dibandingkan dengan media verbal semata.
2. Gambar mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek
atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu dapat siswa dibawa
ke objek atau peristiwa tersebut.
3. Dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
4. Dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja dan untuk
tingkat usia berapa saja sehingga dapat mencegah kesalahpahaman.
5. Harganya murah, mudah diperoleh dan digunakan tanpa memerlukan
peralatan khusus.
Menurut Sadiman (2008:31) kelemahan dari media bergambar yaitu:
1. Hanya menekankan persepsi indera mata.
2. Benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran.
3. Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
B. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
12
pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan
pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends, 1997 dalam Trianto, 2007:1).
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita
gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam
kelas atau mengatur tutorial, dan untuk menentukan material/perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, tipe-tipe, programprogram media komputer, dan kurikulum (sebagai kursus untuk belajar).
Setiap model mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang dapat
membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuan (Trianto, 2007:2).
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah model pembelajaran yang
melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama (Eggen dan Kauchak, 1996 dalam Trianto, 2011:58). Pembelajaran
kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat
keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama yang berbeda latar belakangnya.
Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama, maka
siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama
manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah
(Trianto, 2011:58).
13
Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri yang membedakannya
dengan model pembelajaran lainnya. Menurut Arends (1997 dalam Trianto,
2007:65) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran
kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajar;
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,
sedang dan rendah;
3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
jenis kelamin yang beragam; dan
4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan model pembelajaran lainnya. Menurut Sanjaya (2006:247)
keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu model pembelajaran
diantaranya:
a. Dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain.
b. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide dengan katakata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d. Membantu siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e. Dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial.
14
f. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahamannya sendiri.
g. Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan
kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
h. Dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk
berpikir.
Menurut Trianto (2011:66) terdapat enam langkah utama atau tahapan di
dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkahlangkah ini tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Fase-2
Menyajikan informasi
Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok kooperatif
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan
belajar
Fase-5
Evaluasi
Fase-6
Memberikan Penghargaan
Tingkah Laku Guru
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
tansisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok
C. Model Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI)
Pembelajaran TAI adalah salah satu jenis teknik pembelajaran kooperatif
yang dikembangkan di Johns Hopkins University oleh tim yang diketuai Bob
Slavin dan Nancy Madden. Pembelajaran TAI diprakarsai sebagai usaha
15
merancang bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalahmasalah yang membuat metode pengajaran individual menjadi tidak efektif.
Selain itu pembelajaran TAI dirancang untuk memperoleh manfaat dari
potensi sosialisasi yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif. Slavin
mengemukakan bahwa ada tiga hal yang melandasi model pembelajaran ini,
yaitu:
1. Teknik ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program
pengajaran individual.
2. Teknik ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif.
3. TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran,
misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual (Slavin,
2009 dalam Hadiati, 2010:13).
Pada teknik pembelajaran kooperatif TAI siswa dibagi dalam kelompokkelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima orang dengan
kemampuan heterogen. Dalam pelaksanaannya TAI berbeda dengan STAD
dengan TGT. Model pembelajaran TAI merupakan pembelajaran yang
menggabungkan belajar kelompok dengan pembelajaran individu. Dalam
menyelesaikan tugas kelompok, masing-masing anggota kelompok
bertanggungjawab terhadap keberhasilan kelompoknya. Dalam hal ini setiap
kelompok harus bekerjasama dan saling membantu dapat dilanjutkan jika
salah satu anggota kelompok belum menguasai materi pelajaran yaitu
dijadikan dalam kelompok homogen. TAI dirancang untuk memperoleh
manfaat yang sangat besar dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam
pembelajaran kooperatif (Slavin, 2010:195).
16
Model pembelajaran TAI memiliki delapan komponen dalam pelaksanaannya
(Slavin, 2010:195) yaitu:
1. Teams; dimana siswa dikelompokkan ke dalam tim yang beranggotakan
empat sampai lima orang dengan kemampuan akademis yang beragam,
dimana siswa dengan kemampuan akademis yang tinggi ditunjuk sebagai
asisten dalam kelompoknya.
2. Placement Test atau Tes Penempatan; tes ini diberikan pada siswa pada
permulaan pelaksanaan pembelajaran kooperatif TAI. Para siswa
ditempatkan ke dalam kelompok/tim pada tingkat yang sesuai dalam
program individual berdasarkan kinerja mereka dalam tes ini.
3. Student Creative; yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok
dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan oleh
keberhasilan kelompoknya.
4. Team Study atau Belajar Kelompok; berdasarkan tes pengelompokkan
maka dibentuk kelompok belajar. Siswa dalam kelompoknya
mendengarkan penjelasan dari guru dan mengerjakan lembar kerja. Jika
ada siswa yang belum paham tentang materi dapat bertanya pada anggota
lainnya atau asisten yang telah ditunjuk, apabila masih belum paham baru
meminta penjelasan dari guru.
5. Team Score and Team Recognition; yaitu pemberian skor terhadap hasil
kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap
kelompok.
6. Teaching Group atau Kelompok Pengajaran; yaitu pemberian materi
secara singkat dari guru kepada dua atau tiga kelompok kecil siswa yang
17
terdiri dari tim yang berbeda dengan pencapaian kurikulum yang sama.
Pengajaran langsung untuk mengajari kelompok ini merupakan
modifikasi dari program individual.
7. Fact Test atau Tes Fakta; yaitu pelaksanaan tes berdasarkan fakta yang
diperoleh siswa.
8. Whole Class Units; yaitu pengulangan pemberian materi/pendalaman soal
oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan
masalah.
Model Pembelajaran TAI
Tes Penempatan
Pembentukan kelompok heterogen
Pembelajaran kelompok heterogen
(mengerjakan LKS)
Memahami materi
Belum memahami materi
Melanjutkan materi/Pemantapan materi
Pembelajaran kelompok homogen
Memahami materi
Memahami materi
Tes formatif
Gambar 1. Skema Model Pembelajaran TAI (modifikasi dari Magdalena,
2008:9)
18
D. Kemampuan Berpikir Kreatif
Belajar tentu melibatkan proses berpikir. Berpikir menurut de Bono (2007,
dalam Kusumadyani, 2010:17) adalah keterampilan mental yang memadukan
kecerdasan dengan pengalaman. Kecerdasan sendiri meliputi kreativitas dan
kemampuan memecahkan permasalahan. Presseisen menyebutkan bahwa
berpikir secara umum diasumsikan sebagai proses kognitif, yaitu suatu
tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan (Costa, 1985 dalam
Kusumadyani, 2010:17). Pengetahuan yang kita miliki dapat diterapkan
dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul. Diperlukan keterampilan
berpikir tingkat tinggi, yang meliputi keterampilan berpikir kritis dan kreatif
(critical and creative thinking), keterampilan memecahkan masalah (problem
solving), dan mengambil keputusan (decision making) (Zuchdi, 2008:128).
Berpikir merupakan suatu kemampuan mental yang ada di dalam setiap
individu. Supriadi (2001:7) menyebutkan bahwa kreativitas merupakan
kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa
gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan sebelumnya.
Berpikir kreatif dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan membangun
pengetahuan yang telah dimiliki, menanyakan suatu kekhawatiran terhadap
suatu masalah yang mungkin diperlukan di masa depan, mempertinggi
perhatian terhadap satu permasalahan, dan merancang hasrat serta rasa ingin
tahu.
Kreativitas menurut Torrance (1998, dalam Munandar, 2004:27) adalah
proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang
19
kekurangan (masalah) ini, menilai, dan menguji dugaan atau hipotesis,
kemudian mengubah dan mengujinya lagi, dan akhirnya menyampaikan hasilhasilnya. Sedangkan menurut Guilford (1967, dalam Munandar, 2004:31)
kreativitas atau berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk melihat
bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah.
Berpikir kreatif ini merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih
kurang mendapat perhatian dalam pendidikan. Di sekolah yang terutama
dilatih adalah penerimaan pengetahuan, ingatan, dan penalaran (berpikir
logis). Munandar (1985:47) menyatakan bahwa “Kreativitas adalah
kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi
atau unsur-unsur yang ada.”
Menurut Cropley (dalam Munandar 1985:9) “kecakapan berpikir kreatif
adalah kecakapan menciptakan gagasan, mengenal kemungkinan alternatif,
melihat kombinasi yang tidak diduga, dan memiliki keberanian untuk
mencoba sesuatu yang tidak biasa. Dengan kata lain keterampilan berpikir
kreatif adalah kecakapan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang
dapat diterapkan dalam pemecahan masalah. Menurut Munandar (1985:48),
“berpikir kreatif adalah berpikir untuk menemukan banyak kemungkinan
jawaban terhadap suatu masalah dengan penekanan pada ketepatgunaan dan
keragaman jawaban”. Jadi secara operasional kreativitas dapat dirumuskan
sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan
(fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk
mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memerinci) suatu gagasan,
20
seperti dijelaskan Munandar (1985:47), proses berpikir kreatif dapat dilihat
melalui:
1. Kelancaran
Kelancaran sebagai kemampuan untuk: (a) mencetuskan banyak gagasan,
jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan, (b) memberikan banyak
cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, dan (c) selalu memikirkan
lebih dari satu jawaban.
2. Keluwesan
Keluwesan sebagai kemampuan untuk: (a) menghasilkan gagasan,
jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, (b) dapat melihat masalah dari
sudut pandang yang berbeda-beda, (c) mencari banyak alternatif atau arah
yang berbeda-beda, dan (d) mampu mengubah cara pendekatan atau cara
pemikiran.
3. Keaslian
Keaslian sebagai kemampuan untuk: (a) melahirkan ungkapan yang baru
dan unik, (b) memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan
diri, dan (c) mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari
bagian-bagian atau unsur-unsur.
4. Keterperincian
Keterperincian sebagai kemampuan untuk mengembangkan suatu gagasan,
mememerincinya sehingga menjadi lebih menarik.
Munandar (1992, dalam Wulan, 2010:14) mengemukakan pula alasan
mengapa kreativitas pada diri sendiri perlu dikembangkan: Pertama, dengan
berkreasi maka orang dapat mewujudkan dirinya (self actualization), dan
21
merupakan kebutuhan setiap manusia untuk mewujudkannya. Kedua,
sekalipun setiap orang memandang bahwa kreativitas itu perlu
dikembangkan, namun perhatian terhadap pengembangan kreativitas itu
belum memadai khususnya dalam pendidikan formal. Ketiga, bersibuk diri
secara kreatif tidak hanya bermanfaat tapi juga memberikan kepuasan
tersendiri. Keempat, kreativitas yang memungkinkan manusia untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk hal ini kita menyadari bagaimana
para pendahulu kita yang kreatif telah banyak menolong manusia dalam
memecahkan berbagai permasalahan yang menghimpit manusia.
Untuk lebih mudah dalam melihat apakah seseorang itu kreatif atau tidak,
bisa dilihat dari ciri kemampuan berpikir kreatif yang terbagi dalam berpikir
kreatif yang ada kaitannya dengan unsur aptitude maupun ciri non aptitude
(Munandar, 1992 dalam Wulan, 2010:14). Ciri-ciri aptitude yaitu ciri-ciri
yang berhubungan dengan kognitif, dengan proses berpikir. Sedangkan ciriciri non aptitude yaitu yang berhubungan dengan sikap dan perasaan.
Proses berpikir kreatif utamanya digunakan seseorang untuk memecahkan
masalah. Wallas (Jamaris, 2006 dalam Sujiono dan Sujiono, 2010:86)
menjelaskan bahwa pemecahan masalah adalah proses yang terjadi dalam
empat fase, yaitu:
(1) fase persiapan; berupa pengumpulan informasi yang berkaitan dengan
masalah yang sedang dipecahkan;
22
(2) fase pematangan; informasi yang telah terkumpul berupa kegiatan yang
berkaitan dengan usaha memahami keterkaitan satu informasi dengan
informasi lainnya dalam rangka pemecahan masalah;
(3) fase iluminasi; berupa penemuan cara-cara yang perlu dilakukan untuk
memecahkan masalah; dan
(4) fase verifikasi; berupa kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk
mengevaluasi apakah langkah-langkah yang akan digunakan dalam
pemecahan masalah akan memberikan hasil yang sesuai.
Kemampuan berpikir kreatif menurut Williams (1977, dalam Munandar,
1985:88) mencakup lima indikator, yaitu: berpikir lancar (fluency), berpikir
luwes (flexibility), berpikir orisinal (originality), kemampuan memerinci
(elaboration), dan kemampuan menilai (evaluation). Adapun definisi dan
perilaku siswa yang mencerminkan kelima indikator tersebut dipaparkan pada
Tabel 2. berikut:
Tabel 2. Indikator Berpikir Kreatif
No.
1.
Indikator
Berpikir Kreatif
Berpikir lancar
(fluency)
Definisi
Mencetuskan banyak
gagasan, jawaban,
penyelesaian masalah,
atau pertanyaan
 Memberikan banyak cara
atau saran untuk
melakukan berbagai hal
 Selalu memikirkan lebih
dari satu jawaban

Perilaku siswa






2.
Berpikir luwes
(flexibility)
Menghasilkan gagasan,
jawaban, atau pertanyaan
yang bervariasi
 Dapat melihat suatu
masalah dari sudut



Mengajukan banyak pertanyaan
Menjawab dengan sejumlah
jawaban jika ada pertanyaan
Mempunyai banyak gagasan
mengenai suatu masalah
Lancar mengungkapkan gagasangagasannya
Bekerja lebih cepat dan
melakukan lebih banyak daripada
anak-anak lain
Dapat dengan cepat melihat
kesalahan atau kekurangan pada
suatu objek atau situasi
Memberikan aneka ragam
penggunaan yang tidak lazim
tehadap suatu obyek
Memberikan macam-macam
penafsiran (interpretasi) terhadap
23
pandang yang berbedabeda
 Mencari banyak alternatif
atau arah yang berbedabeda
 Mampu mengubah cara
pendekatan atau cara
pemikiran






3.
Berpikir orisinal
(originality)
a. Mampu melahirkan
ungkapan baru dan unik
b. Memikirkan cara yang
tidak lazim untuk
mengungkapkan diri
c. Mampu membuat
kombinasi-kombinasi
yang tidak lazim dari
bagian-bagian atau unsurunsur







4.
Kemampuan
memerinci
(elaboration)
a. Mampu memperkaya dan
mengembangkan suatu
gagasan atau produk
b. Menambah atau
memerinci detail-detail
dari suatu objek, gagasan,
atau situasi menjadi lebih
menarik





suatu gambar, cerita atau masalah
Menerapkan suatu konsep atau
asas dengan cara yang berbedabeda
Memberi pertimbangan terhadap
situasi yang berbeda dari yang
diberikan orang lain
Dalam membahas atau
mendiskusikan suatu situasi
selalu mempunyai posisi yang
berbeda atau bertentangan dengan
mayoritas kelompok
Jika diberikan suatu masalah
biasanya memikirkan macammacam cara yang berbeda-beda
untuk menyelesaikannya
Menggolongkan hal-hal menurut
pembagian (kategori) yang
berbeda-beda
Mampu mengubah arah berpikir
secara spontan
Memikirkan masalah-masalah
atau hal-hal lain yang tidak
pernah terpikirkan oleh orang lain
Mempertanyakan cara-cara yang
lama dan berusaha memikirkan
cara-cara yang baru
Memilih asimetris dalam
menggambar atau membuat
desain
Memiliki cara berpikir yang lain
daripada yang lain
Mencari pendekatan yang baru
dari yang stereotip
Setelah membaca atau mendengar
gagasan-gagasan, bekerja untuk
menemukan penyelesaian yang
baru
Lebih senang menyintesis
daripada menganalisa situasi
Mencari arti yang lebih
mendalam terhadap jawaban atau
pemecahan masalah dengan
melakukan langkah-langkah yang
terperinci
Mengembangkan atau
memperkaya gagasan orang lain.
Mencoba atau menguji detil-detil
untuk melihat arah yang akan
ditempuh
Mempunyai rasa keindahan yang
kuat sehingga tidak puas dengan
penampilan yang kosong atau
sederhana
Menambahkan garis-garis, warnawarna dan detil-detil (bagianbagian) terhadap gambarnya
sendiri atau gambar orang lain
24
5.
Kemampuan
menilai
(evaluation)
a. Menentukan patokan
penilaian sendiri dan
menentukan suatu
pertanyaan benar, suatu
rencana sehat, atau suatu
tindakan bijaksana
b. Mampu mengambil
keputusan terhadap situasi
yang terbuka
c. Tidak hanya mencetuskan
gagasan, tetapi juga
melaksanakannya







Memberi pertimbangan atas dasar
sudut pandangnya sendiri
Menentukan pendapat sendiri
mengenai suatu hal
Menganalisis masalah atau
penyelesaian secara kritis dengan
selalu menanyakan “mengapa?”
Mempunyai alasan (rasional)
yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk
mencapai suatu keputusan
Merancang suatu rencana kerja
dari gagasan-gagasan yang
tercetus
Pada waktu tertentu tidak
menghasilkan gagasan-gagasan
tetapi menjadi peneliti atau
penilai yang kritis
Menentukan pendapat dan
bertahan terhadapnya.
E. Kerangka Pikir
Kemampuan berpikir kreatif siswa di MA Nurul Ulum Kotagajah masih
kurang dikembangkan guru. Pembelajaran masih didominasi oleh guru
(teacher centered) sehingga diperlukan model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, salah satunya yaitu model
pembelajaran TAI yang didukung dengan media kartu bergambar. Kartu
bergambar merupakan salah satu implementasi dari media berbasis visual
yakni pesan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan gambar yang disajikan
dalam ukuran seperti kartu dalam upaya untuk memfasilitasi siswa dalam
belajar sehingga siswa akan lebih mudah dalam memahami materi pelajaran.
Model pembelajaran TAI yang menggunakan media kartu bergambar akan
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Dalam model
pembelajaran TAI pada tahap student creative dan team study siswa dapat
25
saling membantu dan bertukar pikiran dengan anggota kelompoknya sehingga
kemampuan berpikir kreatif siswa dapat berkembang.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan dua
kelas. Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk membandingkan
kemampuan berpikir kreatif siswa melalui model pembelajaran TAI dengan
menggunakan media kartu bergambar dan dengan menggunakan metode
diskusi pada materi pokok Keanekaragaman Hayati.
Hubungan antara variabel tersebut digambarkan dalam diagram berikut ini:
X
Y
Keterangan: X = Media kartu bergambar dengan model pembelajaran TAI;
Y= kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pokok
Keanekaragaman Hayati.
Gambar 2. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan media kartu
bergambar melalui model pembelajaran TAI dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pokok
Keanekaragaman Hayati.
H1 = Ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan media kartu
bergambar melalui model pembelajaran TAI dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi pokok
Keanekaragaman Hayati.
26
2. H0 = Kemampuan berpikir kreatif siswa pada penggunaan media kartu
bergambar melalui model pembelajaran TAI sama dengan diskusi
dan gambar.
H1 = Kemampuan berpikir kreatif siswa pada penggunaan media kartu
bergambar melalui model pembelajaran TAI lebih tinggi jika
dibandingkan dengan diskusi dan gambar.
3. Penggunaan kartu bergambar melalui model pembelajaran TAI
berpengaruh dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa.
4. Sebagian besar siswa memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan
kartu bergambar melalui model pembelajaran TAI.
Download