1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,
merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka
memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para
pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan
maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan
meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap
pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam.
Selama ini, kegiatan pinjam meminjam dengan menggunakan hak
tanggungan atau hak jaminan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal
51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah dan
credietverband.
Hak jaminan lainnya yang banyak digunakan dewasa ini adalah Gadai,
Hipotek selain tanah, dan Jaminan Fidusia. Undang-Undang yang berkaitan
dengan Jaminan Fidusia adalah Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992
tentang Perumahan dan Pemukiman, yang menentukan bahwa rumah-rumah yang
dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan
Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai
atas tanah negara.
Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan
Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk
jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena
1
2
proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat, tetapi tidak
menjamin adanya kepastian hukum.
Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia
untuk menguasai Benda yang dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang
dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan Fidusia. Pada awalnya,
Benda yang menjadi objek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang
berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya,
benda yang menjadi objek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang
tak berwujud, maupun benda tak bergerak. (Penjelasan Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).
Dahulu eksistensi fidusia didasarkan kepada yurisprudensi. Sekarang
jaminan fidusia sudah diatur dalam Undang-Undang tersendiri. Dalam
perjalanannya sebagai lembaga jaminan yang dibutuhkan oleh masyarakat, fidusia
dapat menimbulkan persoalan hukum. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut
mengenai lembaga jaminan fidusia menjadi semakin penting. Setidak-tidaknya
karena beberapa hal, antara lain ketidakjelasan konsep mengenai objek fidusia,
masih kaburnya karakter fidusia, belum sinkronnya prinsip-prinsip perUndangUndangan yang mengatur lembaga jaminan, kesimpangsiuran hak kreditor
manakala nasabah debitor wanprestasi, kewenangan pemberi fidusia dan
perlindungan hukum bagi pihak ketiga, dan jika terjadi likuidasi bank atau
kepailitan nasabah debitor. (H. Tan Kamelo, 2004:2-3)
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan
budaya yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku
bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang
perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber
dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh Undang-Undang.
Kekayaan itu tidak semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan
industri yang melibatkan para Penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni
dan budaya yang dilindungi itu dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya
bagi para Penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara. Hal itu disadari
3
karena kekayaan seni dan budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual
masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar
terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam
melaksanakan pembangunan nasional.
Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang
memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena mencakup ilmu
pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula
program komputer. Perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi salah satu
andalan Indonesia dan berbagai negara dan berkembang pesatnya teknologi
informasi dan komunikasi mengharuskan adanya pembaruan Undang-Undang
Hak Cipta, mengingat Hak Cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif
nasional. Dengan Undang-Undang Hak Cipta yang memenuhi unsur
pelindungan dan pengembangan ekonomi kreatif ini maka diharapkan kontribusi
sektor Hak Cipta dan Hak Terkait bagi perekonomian negara dapat lebih
optimal.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi salah
satu variabel dalam Undang-Undang tentang Hak Cipta ini, mengingat teknologi
informasi dan komunikasi di satu sisi memiliki peran strategis dalam
pengembangan Hak Cipta, tetapi di sisi lain juga menjadi alat untuk pelanggaran
hukum di bidang ini. Pengaturan yang proporsional sangat diperlukan, agar
fungsi positif dapat dioptimalkan dan dampak negatifnya dapat diminimalkan.
Langkah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah
mengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 ini adalah upaya sungguh-sungguh dari
negara untuk melindungi hak ekonomi dan hak moral Pencipta dan pemilik Hak
Terkait sebagai unsur penting dalam pembangunan kreativitas nasional.
Teringkarinya hak ekonomi dan hak moral dapat mengikis motivasi para
Pencipta dan pemilik Hak Terkait untuk berkreasi. Hilangnya motivasi seperti
ini akan berdampak luas pada runtuhnya kreativitas makro bangsa Indonesia.
Bercermin kepada negara-negara maju tampak bahwa pelindungan yang
memadai terhadap Hak Cipta telah berhasil membawa pertumbuhan ekonomi
4
kreatif secara signifikan dan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian
dan kesejahteraan rakyat. (Penjelasan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta)
Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral
(moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada
diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan
apapun, walaupun Hak Cipta atau hak terkait telah dialihkan. Berkaitan dengan
hak ekonomi yang memberikan keuntungan secara finansial, maka diasumsikan
bahwa Hak Cipta dapat saja menjadi objek jaminan.
Karakteristik suatu benda yang digunakan sebagai objek jaminan utang
adalah benda yang mempunyai nilai ekonomis dalam artian suatu saat apabila
debitor tidak dapat melunasi utangnya benda tersebut dapat menutup utang
tersebut, dalam kaitannya dengan Hak Cipta sebagai objek jaminan suatu Hak
Cipta yang dapat digunakan sebagai Hak Cipta tentunya yang mempunyai nilai
ekonomis, telah didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
dan masih dalam masa perlindungan karena berkaitan dengan nilai
keekonomian Hak Cipta tersebut. Lembaga jaminan yang paling memungkinkan
dibebankan pada Hak Cipta sebagai objek jaminan utang adalah lembaga
jaminan fidusia mengingat pada jenis objek jaminan yang berupa benda
bergerak dan mengenai penyerahan benda jaminan. Namun di lain pihak, objek
fidusia adalah benda bergerak berwujud, sedangkan Hak Cipta adalah benda
bergerak tidak berwujud.
Salah satu hal baru yang menarik dari Undang-Undang Hak Cipta Tahun
2014 ini adalah pada Pasal 16 ayat (3) Paragraf 3 mengenai Pengalihan Hak
Ekonomi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yaitu adanya pengaturan
mengenai peralihan Hak Cipta yang dapat dijadikan objek jaminan fidusia.
Ketentuan ini menjadi landasan motivasi bagi para pencipta untuk lebih produktif
dalam menciptakan karya-karya baru. Hal ini yang menjadi dasar bahwa Negara
menghargai para pencipta atas hasil ciptaannya.
5
Aturan baru tersebut menjadi kajian penting di bidang perekonomian
Indonesia terutama perbankan. Aturan tersebut menjadi polemik yang sulit untuk
di aplikasikan karena mengingat jaminan fidusia masih menggunakan dasar
hukum yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. Di dalamnya pun masih banyak problematika yang muncul, sedangkan
pengaturan mengenai Hak Cipta terus berkembang. Pengaturan mengenai Hak
Cipta yang dapat dijaminkan sebagai jaminan fidusia juga hanya sebatas
pemberitahuan. Aturan teknis tentang tata cara pelakasanaannya belum diatur oleh
Undang-Undang. Sehingga perlu adanya peraturan baru yang mengatur teknis
pelakasanaannya.
Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, Hak Cipta tidak diatur secara
tegas sebagai objek jaminan fidusia. Hal ini dapat dilihat pada pengertian
jaminan fidusia pada Pasal 1 angka 2 yang menyebutkan:
“Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang
tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima
Fidusia terhadap kreditor lainnya.”
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa objek jaminan
fidusia meliputi benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan
benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan. Sedangkan pengertian benda menurut Undang-Undang Jaminan
Fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak
terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani
hak tanggungan atau hipotek.
Undang-Undang Jaminan Fidusia hanya mengatur luang lingkupnya
secara umum. Persoalan ketidakjelasan objek fidusia terlihat dari segi sistem,
disebabkan oleh belum terbentuknya sistem hukum benda nasional sebagai
induk dari hukum jaminan. Akibatnya, tidak terdapat kesinkronan asas hukum
6
yang mengatur jaminan fidusia. Permasalahannya, kepada sistem hukum benda
yang mana jaminan fidusia harus tunduk, apakah kepada sistem hukum benda
menurut KUH Perdata, hukum adat, ataukah kepada campuran keduanya? Asas
hukum dalam jaminan fidusia harus berjalan secara harmonis dengan asas
hukum di bidang hukum jaminan kebendaan lainnya. Ketidaksinkronan
pengaturan asas hukum dalam jaminan fidusia dengan jaminan kebendaan
lainnya akan menyulitkan penegakan hukum jaminan fidusia tersebut terutama
dalam menentukan Hak Cipta sebagai objek jaminannya. Berdasarkan apa yang
diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengaturan Hak Cipta sebagai
jaminan fidusia merupakan isu yang menarik dan aktual untuk dibahas.
B. Perumusan Masalah
Dalam penulisan hukum ini pertanyaan yang ingin penulis cari jawabannya
adalah:
1. Apakah Hak Cipta memungkinkan dijadikan sebagai objek jaminan
utang di Indonesia?
2. Mengapa Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014
hanya menyebutkan lembaga jaminan fidusia sebagai satu-satunya
lembaga penjamin utang yang objek jaminannya berupa Hak Cipta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui apakah Hak Cipta memungkinkan dijadikan
sebagai objek jaminan utang di Indonesia.
b. Untuk mengetahui alasan mengapa Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang
Hak Cipta Tahun 2014 hanya menyebutkan lembaga jaminan fidusia
sebagai satu-satunya lembaga yang dapat dibebani utang dengan Hak
Cipta sebagai objek jaminannya.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperdalam pengetahuan penulis mengenai hukum Perdata,
terkhusus Hukum Hak Kekayaan Intelektual dan Hukum Jaminan.
7
b. Memenuhi persyaratan Akademis guna memperoleh gelar S1 dalam
bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan
bermanfaat bagi penulis maupun orang lain. Adapun manfaaat yang dapat
diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum
pada umumnya, serta terkhusus dalam hukum Perdata dalam kaitannya
dengan Hak Cipta sebagai Jaminan Fidusia.
2. Manfaat Praktis
a. Guna mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis,
sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan
ilmu yang diperoleh.
b. Memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti.
c. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberi
masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait
dengan masalah yang diteliti, dan berguna bagi para pihak yang
berminat pada masalah yang sama.
F. Metode Penelitian
Penelitian ialah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada suatu metode,
sistematika serta pemikiran tertentu, dengan bertujuan untuk dapat mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan cara menganalisanya. Kecuali,
jika diadakannya pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut yang
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas suatu permasalahan yang timbul
di dalam gejala yang bersangkutan. Sedangkan penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu
yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu
dengan jalan menganalisanya (Soerjono Soekanto, 1986: 43). Metode penelitian
8
adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data penelitiannya.
(Arikunto, 2002:136) Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa
metode penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data yang
di perlukan dalam penelitian.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal. Metode
penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah
metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. (Soerjono Soekanto, 2009:13-14)
Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan
untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan
penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif
adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan
kewajiban). (Hardijan Rusli, 2006:50)
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejalagejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti, pendekatan
yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian
yang menghasilkan data deskriptif. (Soerjono Soekanto, 1986:32)
Hal tersebut sesuai dengan isu hukum yang ingin dijawab oleh penulis, yaitu
mengenai pengaturan Hak Cipta sebagai jaminan fidusia ditinjau dari UndangUndang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menunjukan sifat eksplanatoris dari
penelitian ini.
3. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan
tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu
yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Macam-macam pendekatanpendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah:
a. Pendekatan undang-undang (statute approach)
b. Pendekatan kasus (case approach)
9
c. Pendekatan historis (historical approach)
d. Pendekatan komparatif (comparative approach)
e. Pendekatan konseptual (conceptual approach)
Adapun dalam penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan beberapa
pendekatan yang relevan dengan permasalahan penelitian yang dihadapi,
diantaranya adalah pendekatan per-Undang-Undangan, pendekatan historis dan
pendekatan konseptual. Digunakannya pendekatan perUndang-Undangan oleh
penulis dengan dasar bahwa isu hukum, muncul dari disahkannya UndangUndang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, adanya aturan baru mengenai
Hak Cipta sebagai jaminan fidusia, dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia sebagai dasar hukum dalam jaminan fidusia, sehingga
membutuhkan pengkajian akan sinkronisasi peraturan dari kedua Undang-Undang
tersebut.
Pendekatan sejarah digunakan untuk mencari sejarah perkembangan
jaminan fidusia dan Hak Cipta di Indonesia, hal tersebut juga merujuk kepada
berbagai usaha mendekati masalah dengan mengkaji peraturan perUndangUndangan dan teori hukum yang terkait dengan jaminan fidusia dan Hak Cipta.
Pendekatan komparatif digunakan untuk membandingkan lembaga jaminan
fidusia dengan lembaga jaminan lainnya, sehingga dapat menjawab permasalahan
mengenai lembaga jaminan fidusia yang menjadi satu-satunya lembaga penjamin
utang yang ditunjuk oleh Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2014 sebagai
lembaga penjamin yang objeknya Hak Cipta. Sedangkan dengan pendekatan
konseptual, penulis akan mampu menguraikan permasalahan mengenai Hak Cipta
sebagai jaminan fidusia ditinjau dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin
hukum terkait.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
instansi yang terkait dengan obyek penelitian yakni Direktoral Jendral
Administrasi Hukum Umum, dan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual
Divisi Hak Cipta.
10
5. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Di dalam penelitian hukum normatif ini, terdapat 3 macam bahan pustaka
yang dipergunakan yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau
yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang–
undangan, dan putusan hakim. Bahan hukum primer yang penulis
gunakan di dalam penulisan ini yakni: Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5599), Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3632) dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889).
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang
tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang
merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang
mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan
petunjuk ke mana peneliti akan mengarah.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan
pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum
yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia
dan Kamus Hukum.
6. Teknik Pengumpulan Data
11
Teknik pengumpulan data yang dikenal adalah studi kepustakaan;
pengamatan
(observasi),
wawancara
(interview),
dan
daftar
pertanyaan
(kuesioner) (Ronny Hanitijo Soemitro, 1994:12) Dalam penelitian hukum ini
penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan studi dokumen atau bahan
pustaka baik dari media cetak maupun elektonik (internet). Terhadap data
sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu dengan
mencari dan mengumpulkan data serta mengkaji peraturan per-Undang-Undangan
yang terkait, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan makalah seminar
yang berhubungan dengan Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia.
7. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari penelitian
lapangan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif
yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang
diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian
dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang
diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan
yang dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan
Guna mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai bahasan dalam
penulisan hukum ini, penulis dapat menguraikan sistematika penulisan hukum ini
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
dan metode penelitian yang digunakan dalm penyusunan penulisan hukum ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori-teori yang menjadi
landasan dalam penulisan hukum ini. Adapun mengenai teori-teori tersebut antara
lain mengenai tinjauan terhadap Jaminan Fidusia yang meliputi pengertian
12
jaminan fidusia, asas-asas jaminan fidusia, sifat-sifat sekaligus sebagai ciri-ciri
dari jaminan fidusia, serta sejarah perkembangan jaminan fidusia di Indonesia.
Tinjauan terhadap Hak Cipta, mencakup pengertian Hak Cipta, sifat dan fungsi
Hak Cipta, hak moral dan hak ekonomi, serta sejarah perkembangan Hak Cipta di
Indonesia.
Selain itu, guna memberikan gambaran terkait logika berfikir penulis dalam
memecahkan problematika isu hukum yang diangkat dalam penelitian ini, maka
dalam bab ini juga disertakan kerangka pemikiran.
BAB III : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang
diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti,
terdapat satu pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini yaitu sinkronisasi
pengaturan Hak Cipta sebagai jaminan dalam bentuk fidusia ditinjau dari UndangUndang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat
diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saransaran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan
bahasan penulisan hukum ini.
Download