BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pestisida nabati

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang
berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji, batang) berfungsi sebagai
penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk
lainnya, dapat untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam
sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia
dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.
Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida nabati sangat tergantung
dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang
sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek
yang berbeda pula, ini dikarenakan sifat bioaktif atau sifat racunnya
tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tumbuhan
tersebut.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah pendekatan ekologi
yang bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan
memanfaatkan beraneka ragam taktik pengendalian secara kompatibel
dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan (Smith, 1978). Salah satu
tujuan praktis sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) tersebut adalah
mengurangi
penggunaan
pestisida
1
sintetik,
antara
lain
dengan
mengintroduksi pestisida nabati yang mampu menandingi keampuhan
pestisida sintetik tersebut (Suryaningsih, 2004).
Penggunaan pestisida sintetik yang tidak bijaksana dapat merusak
lingkungan dan kesehatan manusia. Hal ini terjadi karena tidak semua
pestisida
yang
digunakan
mampu
mengendalikan
Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) sasaran. Para ahli menjelaskan penggunaan
pestisida kurang efektif karena dari pemakaian pestisida tersebut
sebanyak 30% pestisida terbuang ke tanah pada musim kemarau dan hal
itu meningkat hingga 80% pada musim hujan. Kemudian pestisida ini
akan terbuang juga ke dalam perairan. Penggunaan bahan beracun ini
tidak hanya berpengaruh terhadap pengendalian hama tetapi juga
mempengaruhi biota, baik yang ada di dalam tanah, air maupun bagian
permukaan atas tanaman termasuk mikroba epifit yang terdapat pada
permukaan tanaman (Suryaningsih, 2004).
Sampai saat ini upaya pengendalian hama secara konvensional
sudah dilakukan oleh kebanyakan petani Indonesia, tetapi lebih
menekankan
penggunaan
pestisida
sintetis
dengan
frekuensi
penyemprotan yang tinggi (Setiawati, 1996). Penggunaan pestisida
sintetis jika tidak bijaksana akan menimbulkan dampak negatif baik
secara ekonomi, kesehatan maupun ekologi. Selain mempunyai spektrum
luas yang tidak hanya membunuh hama sasaran, pestisida sintetis juga
dapat membunuh parasitoid, predator dan hama bukan sasaran yang
berarti mengganggu keseimbangan alami serta dapat menyebabkan
2
timbulnya strain-strain Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang
tahan (Untung, 2000). Makhluk lain yang bukan sasaran juga ikut
terbunuh oleh pestisida sintetis, seperti serangga penyerbuk, burung,
katak, belut dan lain-lainnya (Sudarmo, 1990).
Penggunaan pestisida sintetis yang tidak rasional menimbulkan
dampak buruk bagi lingkungan. Misalnya hama Helicoverpa armigera,
Spodoptera litura, dan Myzus persicae telah kebal terhadap piretroid
sintetis (Hadiyani dan Subiyakto, 1996). Kondisi yang demikian
mendorong petani untuk menggunakan dosis pestisida sintetis yang lebih
tinggi dan berulang-ulang. Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian
hama menjadi lebih besar. Dampak negatif penggunaan pestisida sintetis
yang demikian telah mengakibatkan pencemaran lingkungan dan
pemborosan.
Tanaman cabai merah merupakan salah satu tanaman hortikultura
yang cukup penting, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun sebagai
komoditi ekspor. Kebutuhan konsumsi cabai merah setiap tahun
meningkat dan sampai sekarang tanaman cabai merah termasuk salah
satu tanaman yang dianggap potensial untuk dikembangkan. Tanaman
cabai merah dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai
dataran tinggi, baik pada lahan sawah maupun tegalan, di dataran rendah
sampai dataran tinggi.
Hasil cabai merah rata-rata di Jawa Barat mencapai 12,55 ton ha-1
(Badan Pusat Statistik 2013), sementara potensi hasil tanaman cabai
3
merah dapat mencapai 20 ton ha-1, sehingga masih terdapat kesenjangan
antara produktivitas riil di tingkat petani dengan potensi yang dapat
dicapai. Hal ini menunjukkan besarnya peluang bagi peningkatan
produktivitas melalui pemanfaatan teknologi spesifik lokasi. Di sisi lain,
bertanam cabai merah sering dihadapkan pada berbagai masalah atau
resiko, diantaranya adalah teknik budidaya, kekahatan unsur hara dalam
tanah, serangan hama dan penyakit tanaman. Salah satu yang menjadi
kendala utama dalam sistem produksi cabai merah adalah adanya
serangan hama.
Hampir 80% petani sayuran di Indonesia dalam upaya
mengendalikan
organisme
pengganggu
tanaman,
yaitu
dengan
menggunakan pestisida sintetik (Adiyoga dan Soetarso, 1999) karena
dianggap praktis, mudah diperoleh, dan menunjukkan efek yang cepat.
Padahal penggunaan pestisida sintetis tersebut jika dilakukan secara
terus-menerus tanpa memperhatikan kepadatan populasi hama dan dosis
terlalu tinggi dapat menimbulkan dampak negatif, seperti meninggalkan
residu yang berbahaya (Soeriaatmaja dkk., 1993) apalagi buah cabai
biasa dikonsumsi dalam keadaan segar, timbulnya strain hama baru yang
resisten terhadap insektisida (Sastrosiswojo dkk., 1989).
Dilema pestisida sintetik perlu segera diatasi, dengan mencari cara
pengendalian lain, yang minimum dampak negatifnya. Pestisida nabati
memiliki cara kerja (mode of action) sebagai biotoksin (beracun),
pencegah makan (antifeedant, feeding deterrent), penolak (repellent)
4
atau pengganggu alami, baik yang diperoleh dari tumbuhan maupun
jasad renik. Molekul biotoksin yang aktif berperan sebagai pestisida
nabati dapat digolongkan dalam golongan alkaloid (nikotin, nornikotin,
anabasin, solanin, antropin) dan golongan metabolit sekunder (pyrethrum
kompleks, pirethroid sintetik, rotenone dan rotenoid, quassin, ryanin,
azadirachtin) (Suryaningsih, 2004).
Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan bahan nabati
yang memiliki kemampuan insektisidal, sehingga dapat digunakan
sebagai pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada
budidaya pertanian. Mimba dapat tumbuh baik di daerah panas dengan
ketinggian 1-700 m dpl dan tahan cekaman air (Kardinan 2002). Menurut
Debashri dan Tamal (2012), semua bagian dari pohon mimba memiliki
aktivitas pestisida nabati. Biji, batang dan daun mimba mengandung
senyawa kimia alami yang aktif sebagai pestisida nabati, yaitu
azadirachtin, salanin, dan meliantriol.
Senyawa azadirachtin dapat menghambat pertumbuhan serangga
hama, mengurangi nafsu makan, mengurangi produksi dan penetasan
telur, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas dan menolak
hama di sekitar pohon mimba (Rukmana & Oesman 2002). Ekstrak
mimba yang terbuat dari daun, bunga, batang dan biji mimba dapat
digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama, misalnya
Helopelthis sp., ulat jengkal, Aphis sp., Nilarvata sp., dan Sitophilus sp.
5
Bahan aktif ini terdapat disemua bagian tanaman, tetapi yang paling
tinggi terdapat pada biji dan batang (Kardinan 2002).
Batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) mengandung
beberapa komponen aktif pestisida antara lain azadirakhtin, salanin,
azadiradion, salannol, salanolacetat, 3-deasetil salanin, 14-epoksiazadiradion, gedunin, nimbin, dan deasetil nimbin. Dari beberapa
komponen tersebut ada tiga senyawa yang diketahui sebagai pestisida
nabati, yaitu azadirakhtin, salanin, dan meliantriol (Horbone, 1982; Jones
et.al Schmutterer, 1990; Saxena et al., 1993). Azadirakhtin tidak
langsung mematikan serangga, tetapi melalui mekanisme menolak
makan, mengganggu pertumbuhan dan reproduksi. Salanin bekerja
sebagai penghambat makan serangga, sedangkan meliantriol sebagai
penolak serangga.
Ulat grayak (Spodoptera litura) termasuk hama yang merugikan
tanaman karena memakan daun dari daun muda dan daun tua hingga
daun berlubang-lubang kemudian robek-robek atau terpotong-potong
(Cahyono, 2006). Ulat grayak (Spodoptera litura) termasuk dalam ordo
lepidoptera, merupakan hama yang menyebabkan kerusakan yang serius
pada tanaman budidaya di daerah tropis dan subtropis. (Haryanti dkk.,
2006). Spodoptera litura (Lepidoptera, Noctuidae) merupakan hama
yang penting dan kosmopolitan dan hampir menyerang semua tanaman
berdaun (herbaceous plants) (Herbison-Evans dan Crossley, 2009) dan
juga merupakan hama penting pada tanaman padi, kedelai, tanaman
6
cabai, kol, kubis, sawi, bawang merah dan sebagainya (Kalshoven,
1981). Spodoptera litura aktif makan pada sore menjelang malam hari.
Tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh hama Spodoptera litura ini
sangat merugikan, karena dapat menurunkan kualitas dan jumlah
produksi panen.
Berdasarkan dari latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti
tertarik untuk dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Pemberian
Ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss) sebagai Pestisida
Nabati Hama Spodoptera litura pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum
annuum (L.)).
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas,
maka
dapat
dijabarkan
permasalahan-permasalahan
yang
dapat
diidentifikasi antara lain:
1. Cara pengendalian hama Spodoptera litura yang ramah lingkungan.
2. Jenis tanaman yang mengandung bahan aktif sebagai bioinsektisida.
3. Dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss) yang
paling berpengaruh terhadap mortalitas larva Spodoptera litura.
4. Efektivitas dosis ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss)
dalam mengendalikan hama Spodoptera litura.
5. Pengaruh yang ditimbulkan akibat paparan ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap hama Spodoptera litura.
7
6. Pengaruh ekstrak Batang Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman cabai merah
(Capsicum annuum (L.)).
7. Pengaruh ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss)
terhadap berat basah tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
C.
Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dalam
penelitian ini akan dibatasi pada pengamatan mortalitas hama
Spodoptera litura, pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi
pupa, serta pengaruh pemberian ekstrak batang mimba (Azadirachta
indica A.Juss) terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman cabai
merah (Capsicum annuum (L.)) dan berat basah tanaman cabai merah
(Capsicum annuum (L.)) dengan membandingkan antara masing-masing
dosis perlakuan.
D.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
pengaruh
pemberian
ekstrak
batang
mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap pemendekan fase larva
Spodoptera litura menjadi pupa?
2. Apakah ekstrak batang mimba (Azadirachta indica A. Juss)
memberikan pengaruh terhadap morfologi dan tingkat kerusakan
tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.))?
8
3. Bagaimanakah
pengaruh
pemberian
ekstrak
batang
mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap berat basah tanaman cabai
merah (Capsicum annuum (L.))?
4. Berapakah dosis optimal ekstrak batang mimba (Azadirachta indica
A. Juss) yang berpengaruh terhadap mortalitas larva, pemendekan fase
larva Spodoptera litura menjadi pupa, morfologi dan tingkat
kerusakan tanaman cabai merah serta berat basah tanaman cabai
merah?
5. Berapakah mortalitas hama Spodoptera litura setelah pemberian
ekstrak batang mimba (Azadiracta indica A. Juss)?
E.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap pemendekan fase larva
Spodoptera litura menjadi pupa.
2. Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap morfologi dan tingkat
kerusakan tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
3. Untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap berat basah tanaman cabai
merah (Capsicum annuum (L.)).
4. Untuk mengetahui dosis optimal ekstrak batang mimba (Azadirachta
indica A. Juss) yang berpengaruh terhadap mortalitas larva,
pemendekan fase larva Spodoptera litura menjadi pupa, morfologi
9
dan tingkat kerusakan tanaman cabai merah, serta berat basah tanaman
cabai merah.
5. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak batang mimba
(Azadirachta indica A. Juss) terhadap mortalitas hama Spodoptera
litura.
F.
Manfaat
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian
mengenai manfaat pemberian ekstrak batang mimba (Azadirachta
indica A. Juss) sebagai pestisida nabati hama Spodoptera litura pada
tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)).
2. Bagi Masyarakat
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi
masyarakat
mengenai
manfaat
dari
ekstrak
batang
mimba
(Azadirachta indica A. Juss) sebagai pestisida nabati hama
Spodoptera litura.
b. Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi dampak dari pencemaran
lingkungan dengan mengganti pemakaian pestisida sintetis menjadi
pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan.
G.
Batasan Operasional
1. Benih tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) yang digunakan
adalah benih tanaman cabai yang telah lulus uji yaitu varietas kastilo
F1.
10
2. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum (L.)) yang diinfeksikan
hama Spodoptera litura adalah tanaman cabai merah yang telah
berumur 35 hari setelah tanam (HST).
3. Hama yang digunakan adalah larva instar III Spodoptera litura dan
berwarna hijau tua.
4. Larva instar III Spodoptera litura memiliki panjang tubuh 8,0-15,0
mm dengan lebar kepala 0,5-0,6 mm.
5. Pestisida nabati yang digunakan yaitu ekstrak Batang Mimba
(Azadirachta indica A. Juss), batang mimba segar ditimbang sebanyak
100 gram kemudian dihaluskan dengan ditumbuk dan diblender, lalu
ditambahkan dengan 200 ml air dan alkohol 90% sebanyak 1 ml lalu
di peras, disaring dan disimpan selama 24 jam. Ekstrak batang mimba
yang sudah jadi kita gunakan sebagai starter.
6. Pestisida nabati yang digunakan yaitu batang mimba (Azadirachta
indica A. Juss) yang mempunyai senyawa azadirachtin, salanin, dan
meliantriol.
11
Download