PENENTUAN FAKTOR EMISI DEBU JATUH DAN

advertisement
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015
ISBN : 978-602-8853-27-9
Vol. I : 181–191
PENENTUAN FAKTOR EMISI DEBU JATUH DAN PARTIKEL
TERSUSPENSI DALAM UDARA AMBIEN DI PULAU JAWA
(Determination of Emission Factor for Dustfall and Suspended Particulate in
Ambient Air of Java Island)
1)
Arief Sabdo Yuwono1), Budi Mulyanto2), Allen Kurniawan1)
Dep. Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
2)
Dep. Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB
ABSTRAK
Sesuai Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara,
debu jatuh (dustfall) dan partikel tersuspensi (total suspended particulate) merupakan
parameter penting kualitas udara ambien. Faktor emisi (emission factor) kedua parameter
strategis tersebut saat ini belum tersedia di Indonesia. Tujuan penelitian adalah
menentukan faktor emisi debu jatuh dan partikel tersuspensi dari berbagai jenis tanah di
Pulau Jawa yang langsung bisa diimplementasikan secara sederhana dan praktis. Tahapan
penelitiannya adalah penelitian awal, kompilasi data dokumen publik, pengukuran
bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi dari model lahan terbuka skala laboratorium,
pengukuran konsentrasi debu jatuh dan partikel tersuspensi di lahan terbuka, serta
penyusunan faktor emisi. Sampel berasal dari Bogor, Yogyakarta, Kuningan, Madiun,
Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, dan Sumedang. Peralatan yang dipakai adalah
terowongan (tunnel), dustfall canister [AS-2011-1], oven, timbangan analitik [OHAUS],
termometer, kertas saring 20µ dan 10µ [Whatmann], spreadsheet debu jatuh, High
Volumetric Air Sampler (HVAS) [Staplex TFIA-2], dan pencatat waktu. Penelitian telah
menghasilkan faktor emisi bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi yang berbentuk
persamaan matematika sederhana dari berbagai jenis tanah di Pulau Jawa yang mencakup
faktor kecepatan angin, kadar air tanah, dan tutupan lahan. Faktor emisi tersebut siap
untuk diimplementasikan di Pulau Jawa dengan hanya memasukkan nilai dari ketiga
faktor yang memengaruhinya.
Kata kunci: debu jatuh, faktor emisi, partikel tersuspensi, tanah, udara ambien.
ABSTRACT
According to Governmental Regulation No. 41/1999 pertaining on Air Pollution Control,
dustfall and suspended particulate are important ambient air quality parameters. Emission
factor for these parameters is not available in Indonesia yet. The objectives of the
research were to determine emission factors for those parameters generated from various
soil types in Java Island, Indonesia, that can be implemented simply in the field directly.
The research steps were preliminary research, a compilation of data from the public document, measurement of dustfall and suspended particulate generation from a land model in
laboratory scale, measurement of dustfall and suspended particulate generation in the
field and finally, determination of emission factor for both parameters. Samples were
originated from Bogor, Yogyakarta, Kuningan, Madiun, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, and Sumedang Municipalities. Instruments used were tunnel, dustfall canister [AS2011-1], oven, analytical balance [OHAUS], thermometer, filter paper 20µ and 10µ
[Whatmann], dustfall spreadsheet, High Volumetric Air Sampler (HVAS) [Staplex TFIA2], and timer. Research series has resulted in emission factors expressed in simple mathematical equations that contain influencing factors such as wind speed, soil moisture content, and vegetation cover. The emission factors are now ready to implement in the field.
Keywords: ambient air, dustfall, emission factor, soil, suspended particulate.
181
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015
PENDAHULUAN
Debu jatuh (dustfall) dan total partikel tersuspensi (total suspended
particulate, TSP) merupakan dua komponen sangat penting dari parameter
kualitas udara ambien (udara luar ruang/outdoor). Keduanya merupakan
parameter yang wajib diukur sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Dalam jumlah tertentu yang relatif
rendah, keduanya tidak menimbulkan efek negatif. Namun demikian, bila
keberadaannya dalam udara ambien melebihi baku mutu akan menimbulkan efek
negatif yang serius, beragam dan merugikan, baik dari segi ekonomi maupun dari
aspek lingkungan. Contoh penyakit yang timbul karenanya antara lain adalah
asma (Zhou 2010) sedangkan jenis kerugian yang terbukti timbul adalah
penurunan jarak pandang (Zhou 2010) dan gangguan ekosistem (McTainsh &
Strong 2007).
Permasalahan yang dihadapi oleh para pemangku kepentingan pengelolaan
kualitas udara di Indonesia dewasa ini adalah dalam hal menentukan konsentrasi
debu jatuh dan partikel tersuspensi (TSP) dalam udara ambien di suatu lokasi
sebagai akibat adanya berbagai macam kegiatan manusia, seperti pertambangan,
transportasi, pembukaan lahan, pembangunan kawasan perumahan, konversi lahan,
pengolahan tanah, penggundulan hutan, dan lain sebagainya. Permasalahan ini
timbul karena ketiadaan data mengenai besarnya bangkitan (generation) debu dan
TSP yang berasal dari permukaan lahan yang ada di Indonesia serta sebagai akibat
dari bermacam-macam kegiatan manusia. Sementara waktu ini, taksiran bangkitan
debu jatuh dan TSP di Indonesia menggunakan persamaan empiris dari Niemeier
et al. (2000) yang berasal dari California (USA) yang tidak sesuai dengan kondisi
di Indonesia.
Berdasarkan uraian singkat diatas, maka penelitian yang ditujukan untuk
memperoleh faktor emisi debu jatuh dan partikel tersuspensi menjadi sangat
penting peranannya, mengingat hasil yang diperoleh bisa dijadikan sebagai acuan
nasional oleh berbagai pihak dalam mengambil kebijakan pengendalian kualitas
lingkungan. Berbagai pihak yang berkepentingan dalam hal ini antara lain adalah
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) termasuk Badan Lingkungan
182
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015
Hidup (BLH), dan Badan Pengendalian Lingkugan Hidup Daerah (BPLHD)
sebagai pihak pemegang otoritas pengelolaan lingkungan hidup, pemrakarsa
kegiatan pertambangan, pekerjaan umum serta instansi yang wajib menyajikan
informasi perkiraan dampak yang timbul dari kegiatan pembangunan serta
akademisi dan konsultan lingkungan yang melaksanakan kajian ilmiah perubahan
kualitas lingkungan yang akan terjadi karena kegiatan pembangunan.
Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1) Mengukur konsentrasi
debu jatuh (dustfall) dan partikel tersuspensi (TSP) dalam udara ambien pada
model lahan terbuka dengan sepuluh jenis tanah dari berbagai lokasi yang berbeda
pada berbagai tingkat kadar air dan kecepatan angin dalam skala laboratorium; 2)
Mengukur konsentrasi debu jatuh (dustfall) dan partikel tersuspensi (TSP) dalam
udara ambien diatas lahan dengan jenis tanah berbeda di Pulau Jawa; dan 3) Menyusun faktor emisi bangkitan debu jatuh (dustfall) dan partikel tersuspensi (TSP)
dalam udara ambien untuk jenis-jenis tanah tersebut di Pulau Jawa.
METODE PENELITIAN
Bahan yang diperlukan dalam tahap awal penelitian adalah contoh udara
ambien yang berlokasi di tempat terbuka dengan derajat bukaan obstacles sebesar
minimum 120°. Lokasi penelitian awal adalah tempat-tempat (lahan) terbuka yang
hampir tidak mempunyai tutupan vegetasi (maksimum tutupan 5%) atau tanpa
vegetasi sama sekali. Peralatan yang dipakai adalah Dustfall canister [Model AS2011-1], oven atau stabilization chamber [Model ASS-01-2011], pencatat waktu,
timbangan analitik [OHAUS; Adventurer Pro], termometer [Normal temperature;
0100 °C], kertas saring 20µ, dan program perhitungan (spreadsheet) debu jatuh
[© Arief Sabdo Yuwono, 2012]. Peralatan yang diperlu-kan adalah Hi-Volumetric
Air Sampler (HVAS) [Staplex-USA TFIA-2], oven atau stabilization chamber
[Model ASS-01-2011], pencatat waktu, timbangan analitik [OHAUS; Adventurer
Pro], termometer [Normal temperature; 0  100 °C], dan kertas saring 10µ
[Whatmann #41].
Sampel yang berasal dari lapangan dibawa ke laboratorium dan diatur
penempatannya dalam sebuah naungan buatan berupa terowongan atau tunnel.
183
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015
Peralatan utama yang dipasang pada tunnel tersebut mencakup blower dan air
velocity meter, termometer, dan pengukur kadar air tanah. Bahan dan peralatan
yang dipergunakan adalah sebidang tanah dalam tunnel seluas 5,8 m2; tebal 3 cm.
Sampel tanah berasal dari lapangan. Sampel mencakup jenis tanah berbeda yang
berasal dari Pulau Jawa. Peralatan yang dipakai adalah Wind velocity
mete/Anemometer [Lutron AM-4201]; Termometer [Normal temperature; 0 
100 °C]; Pengukur kadar air tanah (Soil moisture tester) [OGA Model TA-5];
Blower dengan pengaturan flowrate [Maspion JT-2101-T]; Generator listrik (genset) [Fuji 220V; 10A;2200 W]; Dustfall canister [Model AS-2011-1]; Hi-Vol Air
Sampler (HVAS) [Staplex-USA TFIA-2]; Tangki air [Penguin 600 l], selang air
[Ø ⅜”] dan sprinkler.
Kecepatan angin dalam tunnel diatur sehingga berada dalam selang yang
sesuai dengan kecepatan angin udara ambien yang terjadi di Indonesia. Tata letak
sampel di dalam tunnel beserta peralatan pengkondisinya dan peralatan pengukur
debu jatuh dan TSP disajikan dalam Gambar 1. Bagan alir percobaan disajikan
dalam Gambar 2.
Layout
Wind
directi
on
Side view
Blowe
r
Front
view
Gambar 1 Percobaan pengukuran debu jatuh dan TSP dalam tunnel.
Tempat penelitian adalah lokasi terpilih yang spesifik sesuai dengan asal
tanah di Pulau Jawa, yaitu Kab. Bogor (Inceptisol dan Ultisol), Kab. Kuningan
(Andisol), Kab. Karawang (Entisol), Kab. Ngawi (Vertisol), Kab. Gunung Kidul
dan Kab. Sukabumi (Regosol). Metode penelitian yang ditempuh disajikan pada
Gambar 3 di mana didalamnya tercantum survei pemilihan lokasi dan penyiapan
tapak penelitian, instalasi (pemasangan) peralatan, percobaan pengukuran bang-
184
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015
kitan debu jatuh dan TSP. Faktor emisi yang disusun dari semua rangkaian
penelitian tersebut merupakan indikator capaian akhir dari keseluruhan penelitian
ini.
Gambar 2 Bagan alir pengukuran konsentrasi debu jatuh dan TSP dalam tunnel.
Gambar 3 Tahap penelitian pengukuran debu jatuh dan TSP di lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil terpenting dari pengukuran di lapangan dan percobaan dalam tunnel
adalah bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi dalam udara ambien dari
berbagai jenis tanah di Pulau Jawa. Hasil ini kemudian diolah menjadi bentuk
umum berupa model matematika sederhana yang didalamnya tercakup faktor-
185
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015
faktor terpenting yang memengaruhi kuantitas bangkitan debu jatuh dan partikel
tersuspensi, yaitu jenis tanah, kecepatan angin, kadar air tanah, dan tutupan lahan.
Faktor emisi bangkitan debu jatuh dan TSP yang dipengaruhi oleh kecepatan
angin dan kadar air tanah pada tanah Inceptisol dapat dilihat pada persamaan (1)
dan (2) sebagai berikut (Amaliah et al. 2013):
einc.DF = 0,54 (23,7 – 47,6V + 30,71V2) + 0,45 (50,81 – 2,79M + 0,04 M2)
(1)
einc.SP = 0,51 (30,75 + 90,49V) + 0,49 (731,8 – 19,78M)
(2)
Keterangan:
einc.DF = faktor emisi debu jatuh dari tanah Inceptisol (ton/km2.bulan)
einc.SP = faktor emisi TSP dari tanah Inceptisol (µg/Nm3)
V
= kecepatan angin (m/dt)
M
= kadar air tanah (%).
Faktor emisi bangkitan debu jatuh dan TSP pada tanah Ultisol dapat dilihat pada
persamaan (3) dan (4) sebagai berikut:
eult.DF = 0,51 (95,10 – 213,4V + 125,8 V2) + 0,49 (66,09 – 2,291M)
(3)
eult.SP = 0,57 (95,10 – 213,4V + 125,8 V2) + 0,43 (66,09 – 2,291M)
(4)
Keterangan:
eult.DF = faktor emisi debu jatuh dari tanah Inceptisol (ton/km2.bulan)
eult.SP = faktor emisi TSP dari tanah Ultisol (µg/Nm3).
Faktor emisi bangkitan debu jatuh dan TSP pada tanah Andisol dapat dilihat pada
Persamaan (5) dan (6) sebagai berikut:
eand.DF = 0,59 (152,6 – 333,3V + 184,9V2) + 0,41 (827,4 – 62,21M + 1,174M2) (5)
eand.SP = 0,39 (-1617 + 1970V) + 0,61 (4497 – 128,1M)
(6)
Keterangan:
eand.DF = faktor emisi debu jatuh dari tanah Andisol (ton/km2.bulan)
eand.SP = faktor emisi TSP dari tanah Andisol (µg/Nm3).
Faktor emisi bangkitan debu jatuh dan TSP pada tanah Entisol disajikan pada
persamaan (7) dan (8) sebagai berikut:
eent.DF = 0,60 (120,5 – 258,5V + 146,9 V2) + 0,40 (110,6 – 3,751M)
(7)
eent.SP = 0,51 (74,85 + 104,3V) + 0,49 (765,4 – 18,64M)
(8)
Keterangan:
eent.DF = faktor emisi debu jatuh dari tanah Entisol (ton/km2.bulan)
186
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015
eent.SP = faktor emisi TSP dari tanah Entisol (µg/Nm3).
Faktor emisi bangkitan debu jatuh dan TSP yang dipengaruhi oleh kecepatan
angin dan kadar air tanah pada tanah Vertisol dapat dilihat pada persamaan (9)
dan (10) sebagai berikut:
ever.DF = 0,58 (14,88 + 18,72V + 13,04V2) + 0,42 (154,9 – 7,92M + 0,106M2)
ever.SP = 0,45 (-62,84 + 129,8V) + 0,55 (667,0 – 16,57M).
(9)
(10)
Keterangan:
ever.DF = faktor emisi debu jatuh dari tanah Vertisol (ton/km2.bulan)
ever.SP = faktor emisi TSP dari tanah Vertisol (µg/Nm3).
Secara umum terlihat bahwa semakin tinggi kecepatan angin, bangkitan
debu jatuh dan TSP yang terbentuk semakin tinggi pula. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Fecan et al. (1999) bahwa peningkatan kadar
air tanah meningkatkan kekuatan kohesif antara partikel tanah, sehingga
diperlukan kecepatan angin yang lebih tinggi untuk mengangkat fraksi-fraksi
halus dari permukaan tanah dalam kondisi basah tersebut. Selain itu, menyangkut
aspek vegetasi, daerah dengan curah hujan dan cakupan vegetasi rendah
menghasilkan debu jatuh tinggi (Shang et al. 2012).
Adanya korelasi negatif antara bangkitan debu jatuh dan persentase tutupan
lahan sesuai dengan penelitian Yan et al. (2011) bahwa tutupan vegetasi dapat
meningkatkan ambang batas kecepatan angin dalam menghasilkan bangkitan debu
jatuh dari permukaan tanah sehingga semakin tinggi persentase tutupan lahan
akan semakin rendah bangkitan debu jatuh yang terbentuk. Selain itu, berdasarkan
penelitian Smith dan Lee (2003), dampak erosi angin terhadap produksi debu
jatuh dari permukaan tanah meningkat dengan menurunnya tutupan vegetasi dan
meningkatnya kekeringan tanah.
Khusus untuk tanah jenis Regosol, hubungan yang diperoleh antara debu
jatuh hasil pengukuran dan debu jatuh hasil perhitungan dengan menggunakan
model disajikan dalam Gambar 4 (Azmi et al. 2015).
187
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015
Gambar 4 Hubungan antara konsentrasi debu jatuh dari tanah Regosol hasil pengukuran
dan perhitungan dengan model persamaan polinomial untuk Kec. Gunung
Sindur (a); Pantai Pelabuhan Ratu (b); Gumuk Pasir Parangkusumo (c).
188
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015
Dalam atmosfer yang tenang partikulat berukuran kecil (PM10 dan PM2.5)
membutuhkan waktu harian sampai dengan tahunan untuk mengendap dan dapat
menempuh jarak lebih dari 1.000 km, tetapi dapat dicuci oleh hujan dengan sangat
cepat (Kruell et al. 2013). Distribusi ukuran, komposisi, dan bentuk partikulat di
udara akan memengaruhi dampak partikulat tersebut terhadap lingkungannya
(Formenti et al. 2011). Ukuran partikel debu jatuh yang tidak lebih kecil dari 2,5
µm dan 10 µm pada jenis tanah regosol dari Gumuk Pasir Parangkusumo
memungkinkan tidak terikatnya racun pada bangkitan debu jatuh. Cazier et al.
(2011) menyebutkan bahwa PM2,5 memiliki luas permukaan yang besar, sehingga
racun, termasuk hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH) dan logam berat dapat
diserap ke permukaannya. Organ seperti paru-paru, jantung, sel-sel, dan DNA
dapat rusak oleh racun ini. Masih et al. (2010) menyatakan bahwa, total PAH
menempel pada partikulat yang berukuran kurang dari 10 µm.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa ditarik dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1)
Kecepatan angin berkorelasi positif dengan bangkitan debu jatuh, sedangkan
kadar air tanah dan tutupan lahan berkorelasi negatif dengan bangkitan debu jatuh,
dan 2) Faktor emisi debu jatuh dan partikel tersuspensi telah selesai disusun dan
hasilnya siap diimplementasikan di lapangan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB dan Kemendikbud
atas dukungan finansial untuk penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para alumni S2 Dept. SIL IPB yang telah berpartisipasi dalam
penelitian ini, yaitu Lia Amaliah ST MSi, Nur Riana Rochimawati STP MSi,
Asiyah Azmi ST MSi, dan Rady Purbakawaca SSi MSi, serta mahasiswa S1, yaitu
Febri Mulyani ST, Claudia Risnayanti Munthe ST, Mega Puspita ST, Aulia
189
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015
Rahma ST, dan M. Hafiz Adilla ST. Selain itu, terima kasih disampaikan juga
kepada Ibu Ukom Komariah, Wilda, Tuti Alawiyah, Ibu Ety Herwati, Dipl. Kim
dan asisten di lapangan (Bpk Handi).
DAFTAR PUSTAKA
Amaliah L, Yuwono AS, Mulyanto B. 2014. Prediction of Dustfall Generation
over an Andisol and Entisol Soil and Negative Impact To Human Health.
Scholars Journal of Engineering and Technology (SJET). 2(3B): 426431.
Azmi A, Yuwono AS, Erizal, Kurniawan A, Mulyanto B. 2015. Analysis of
Dustfall Generation from Regosol Soil in Java Island, Indonesia. ARPN
Journal of Engineering and Applied Sciences. 10(18): 81848191.
Cazier F, Dewaele D, Delbende A, Nouali H, Garcon G, Verdin A, Courcot D,
Bouhsina S, Shirali P. 2011. Sampling analysis and characterization of
particle in the atmosphere of rural, urban, and industrial areas. J
Environmental Science. 4: 218227.
Fecan F, Marticorena B, Bergametti G. 1999. Parametrization of the increase of
the aeolian erosion threshold wind friction velocity due to soil moisture for
arid and semi-arid areas. Annales Geophysicae. 17(1): 149157.
Formenti P, Schutz L, Balkanski Y, Desboeufs K, Ebert M, Kandler K, Petzold A,
Scheuvens D, Weinbruch S, Zhang D. 2011. Recent progress in
understanding physical and chemical properties of african and asian mineral
dust. Journal of Atmosphere Chemical Physics. 11: 8231  8256.
doi:10.5194/acp- 11-8231-2011.
Kruell W, Schultze T, Tobea R, Willms I. 2013. Analysis of dust properties to
solve the complex problem of non-fire sensitivity testing of optical smoke
detectors. J Engineering. 62: 859867.
Mahowald N, Albani S, Kok JF, Engelstaeder S, Scanza R, Ward DS, Flanner
MG. 2014. The size distribution of desert dust aerosols and its impact on
earth system. Journal of Aeolian Research. 15: 5371.
Masih A, Saini R, Singhvi R, Taneja A. 2010. Concentration, source, and
exposure profiles of polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs) in particulate
matter (PM10) in the north central part of India. J Environ Monit Assess.
163(14): 421431. doi:10.1007/s10661-009-0846-4.
McTainsh G, Strong C. 2007. The Role of Aeolian Dust in Ecosystems.
Geomorphology. 89(12): 3954.
190
Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015
Niemeier D, Spuckler D, Eisingwer D. 2000. Technical memorandum California
road dust scoping report. The California Department of Transportation.
Sacramento, CA.
Rochimawati NR, Yuwono AS, Saptomo SK. 2014. Prediction and modelling of
total suspended particulate generation on ultisol and andisol soil. Journal of
Science and Technology. (4): 329333.
Shang Z, Cheng L, Yu Q, He L, Lu Z. 2012. Changing Characteristics on Dust
Strom in Jiangsu. Open Journal of Air Pollution. 1(3): 6773.
Sinha P. 2013. Multivariate polynomial regression in data mining: methodology,
problems and solutions. International Journal of Scientific & Engineering
Research. 4(12): 962965.
Smith JL, Lee K. 2003. Soil as a source of dust and implications for human health.
Advances in Agronomy. 80: 132.
Yang J, McBride J, Zhou J, Sun Z. 2005. The urban forest in Beijing and its role
in air pollution reduction. Urban Forestry & Urban Greening. 3(2): 6578.
Yuwono AS, Amaliah L, Rochimawati NR, Kurniawan A, Mulyanto B. 2014.
Determination of emission factors for soil borne dustfall and suspended
particulate in ambient air. ARPN Journal of Engineering and Applied
Sciences. 9(9): 14171422.
Zhou XL. 2010. Discussion on Some Terms Used for Sand Dust Weather in the
National Standard. Scientia Meteorologica Sinica. 30(2): 234238.
191
Download