STUDI RETROSPEKTIF PADA PASIEN POSITIF MALARIA DENGAN PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK SEDIAAN DARAH TEBAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA JANUARI-DESEMBER 2013 Made Indah Pradnya Paramita1, I Made Sudarmaja2, I Kadek Swastika2 1 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 Bagian Ilmu Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Bali, Indonesia ABSTRAK Malaria merupakan penyakit parasitik yang masih menjadi permasalahan serius di seluruh belahan dunia terutama di negara beriklim tropis. Di Indonesia, khususnya provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan wilayah stratifikasi malaria tinggi dengan nilai Annual Parasite Insidence (API) tertinggi kedua setelah Papua Barat. Sumba Timur merupakan salah satu daerah endemis malaria di NTT yang ditandai dengan Annual Malaria Incidence (AMI) 411 per 1000 penduduk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan kecenderungan karakteristik pasien malaria dengan pemeriksaan mikroskopis sediaan darah tebal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Umbu Rara Meha, Waingapu, Kabupaten Sumba Timur-NTT pada Januari-Desember 2013. Penelitian ini menggunakan desain studi retrospektif dengan pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Dari 683 data yang diperoleh, 616 pasien (90.2%) menunjukkan hasil tetes tebal positif dan 67 pasien (9.8%) dengan hasil negatif. Berdasarkan pemeriksaan tetes tebal, didapatkan frekuensi jenis, kepadatan dan stadium plasmodium terbanyak adalah Plasmodium falcifarum sebanyak 607 pasien (98.5%), kepadatan plasmodium +1 sebanyak 200 pasien (29.3%) dan stadium tropozoit sebanyak 539 pasien (87.5%). Kecenderungan karakteristik pasien meliputi usia 12-25 tahun sebanyak 230 pasien (33.7%), berjenis kelamin lakilaki sebanyak 380 pasien (55.6%) dan berasal dari Kecamatan Kota Waingapu sebanyak 379 pasien (55.5%). Kasus malaria di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur-NTT masih tergolong tinggi dan terjadi hampir setiap bulan, untuk itu upaya pencegahan dan edukasi kepada masyarakat masih sangat diperlukan. Kata Kunci: malaria, tetes tebal, karakteristik pasien, RSUD Umbu Rara Meha RETROSPECTIVE STUDY ON PATIENTS WHO POSITIVE MALARIA WITH THICK BLOOD SMEAR MICROSCOPIC EXAMINATION IN UMBU RARA MEHA GENERAL HOSPITAL FROM JANUARY TO DECEMBER 2013 ABSTRACT Malaria was a parasitic disease which remains a serious problem in all parts of the world, especially in tropical country. In Indonesia, especially in the province of East Nusa Tenggara (NTT) is a region of high malaria stratification with the value of the Annual Parasite Insidence (API) is the second highest after West Papua. East Sumba was one of malaria endemic areas in NTT was marked with Annual Malaria Incidence (AMI) 411 per 1000 population. The purpose of this study was to determine the prevalence and trends of malaria patient characteristics by microscopic examination for malaria thick blood smear in the General Hospital Umbu Rara Meha, Waingapu, Sumba Timur Regency-NTT in January-December 2013. The design of this study was retrospective study with consecutive sampling. From the 683 data obtained, 616 patients (90.2 %) showed positive results and 67 patients (9.8 %) were negative. Based on the microscopic examination of thick blood smear, the highest frequency was 607 patients (98.5 %) for Plasmodium falcifarum, 200 patients (29.3 %) for +1 plasmodium density and 539 patients (87.5 %) for tropozoit staging. The tendency of the patient’s characteristics included 230 patients (33.7 %) was 12-25 years old, 380 patients (55.6 %) were male and 379 patients (55.5 %) came from the Kota Waingapu district. Malaria cases in Waingapu, Sumba Timur Regency-NTT still relatively high and occurs every month, so that prevention and education for the community is still needed. Keywords: malaria, thick blood smear, patient characteristics, general hospital Umbu Rara Meha PENDAHULUAN Malaria merupakan penyakit 2008 di 14 provinsi di Indonesia infeksi parasit yang disebabkan oleh menunjukkan bahwa provinsi dengan protozoa genus kasus positif tertinggi adalah Nusa Plasmodium dan biasanya ditularkan Tenggara Timur (32.321 orang) serta melalui Anopheles Maluku (23.754 orang) dan kasus betina yang terinfeksi (mosquitos-borne malaria pada ibu hamil yang terbanyak disease). Penyakit ini dapat bersifat adalah Nusa Tenggara Timur (624 fatal jika tidak ditangani secara optimal orang), kemudian Maluku (455 orang).6 karena dapat menimbulkan komplikasi Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar sistemik yang berat hingga mengancam (Rikesdas) Provinsi NTT Tahun 2008, nyawa.1-3 Sumba Timur termasuk dalam empat obligat gigitan Menurut intrasel nyamuk data World Health kabupaten dengan prevalensi malaria Organization (WHO), estimasi insiden tinggi malaria di dunia pada tahun 2010 Kabupaten Sumba Barat, Lembata dan mencapai Manggarai 215 juta kasus dengan antara 19,0-45,1% Barat dan termasuk persentase estimasi kematian sebesar 655 ribu masyarakat yang minum obat sesuai jiwa.4,5 Angka kesakitan dan kematian program pengobatan malaria masih kasus malaria di dibawah 60%.7 Indonesia masih tergolong tinggi khususnya di Papua Pemeriksaan laboratorium malaria Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua. yang merupakan gold standard Hasil Mass Blood Survey (MBS) tahun pemeriksaan sesuai dengan kebijakan kementrian kesehatan adalah berupa NTT khususnya Kabupaten Sumba pemeriksaan sediaan Timur, penulis tertarik untuk meneliti darah, baik sediaan darah tebal maupun dan menelaah lebih lanjut mengenai tipis. Dengan pemeriksaan darah tebal prevalensi dan kecenderungan pasien jumlah darah yang diperiksa lebih suspect malaria yang meliputi usia, banyak, sehingga pada infeksi ringan jenis kelamin, tempat tinggal, kepadatan kemungkinan untuk menemukan parasit parasit, lebih dengan plasmodium, yang sudah dilakukan digunakan pemeriksan mikroskopik sediaan darah untuk menentukan jenis plasmodium tebal di Laboratorium RSUD Umbu dengan melihat morfologinya yang Rara Meha pada Januari-Desember khas. 2013. mikroskopik besar. pemeriksaan Sedangkan darah Selain tipis pemeriksaan dengan serta jenis dan stadium sediaan darah dapat pula dilakukan pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) dan tes serologi seperti Indirect Fluorescent Antibody Penelitian ini menggunakan desain (IFA), studi retrospektif untuk mengetahui Indirect Hemaglutination Test (IHA) prevalensi hasil positif dan negatif pada dan Enzyme Linked Immunosorbent pasien suspect malaria yang melakukan Assay biasanya pemeriksan mikroskopik sediaan darah digunakan pada kasus gawat darurat dan tebal di Laboratorium RSUD Umbu Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria di Rara Meha serta karakteristik pasien daerah terpencil yang tidak memiliki tersebut fasilitas laboratorium. Sedangkan tes kelamin dan alamat tempat tinggal. (ELISA). Test METODE RDT serologi tidak dapat digunakan pada yang meliputi Data yang usia, digunakan jenis dalam kasus infeksi malaria akut namun bagus penelitian ini berupa data sekunder hasil untuk studi epidemiologi. Kedua tes ini pemeriksaan mikroskopik sediaan darah cenderung menghabiskan biaya yang tebal pasien yang diperoleh dari bagian lebih mahal sehingga lebih jarang Rekam Medik RSUD Umbu Rara digunakan. 1,6,8 Meha. Berdasarkan permasalahan di latar atas belakang dan masih tingginya angka kejadian malaria di Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan teknik consecutive sampling. Peneliti mengambil seluruh pasien suspect pemeriksaan mikroskopik sediaan malaria yang melakukan pemeriksaan darah tebal di Laboratorium RSUD mikroskopis sediaan darah tebal di Umbu Rara Meha. Laboratorium RSUD Umbu Rara Meha 4. Tempat tinggal adalah alamat pasien pada Januari-Desember 2013. Untuk yang data pasien yang hilang atau tidak laboratorium lengkap akan dimasukkan ke dalam kecamatan kriteria eksklusi. menjadi Kec. Haharu, Kahaungu Variabel yang diamati terdiri dari status infeksi plasmodium dan Eti, tercantum dalam yang Lingu, jenis Lewa, Lewa plasmodium, dan jenis kepadatan plasmodium stadium Kota Waingapu, Tidahu, Mahu, Matawai Lappau, Ngadu ngala, Oriangu, Paberiwai, definisi operasional dari masing-masing Pahunga Lodu, Pandawai, variabel adalah: Pinupahar, Rindi, Tabundung, 1. Status infeksi plasmodium adalah Umalulu, positif Adapun Mapambuhang, Nggaha hasil plasmodium. satuan Kambera, Kanatang, Karera, Katala Hamu alamat, hasil dikatagorikan Kambata karakteristik pasien yang meliputi usia, kelamin, pada atau negatif pemeriksaan mikroskopis sediaan Wulla 5. Kepadatan parasit adalah berapa banyak malaria.8 ditemukan adalah usia pasien yang dan kecamatan di luar Sumba Timur.7 darah tebal pada pasien suspect 2. Usia Waijelu jumlah pandang parasit dalam yang satu yang lapang diinterpretasikan tercantum dalam hasil laboratorium menjadi +1 (1-10 parasit dalam 100 dalam satuan tahun. Data usia LPB); +2 (11-100 parasit dalam 100 dikatagorikan menjadi 5 yaitu balita LPB); +3 (1-10 parasit dalam 1 (0-5 tahun), kanak-kanak (5-11 LPB); dan +4 (11-100 parasit dalam tahun), 1 LPB).10,11 remaja (12-25 tahun), dewasa (26-45 tahun) dan lansia (≥46 tahun).9 6. Jenis plasmodium adalah spesies plasmodium yang ditemukan pada 3. Jenis kelamin adalah pasien suspect pemeriksaan mikroskopis sediaan malaria baik perempuan atau laki- darah tebal yang dapat berupa laki infeksi yang sudah dilakukan satu jenis plasmodium seperti Plasmodium falcifarum, Rekam Medik RSUD Umbu Rara Plasmodium Meha, diperoleh data pasien malaria malariae, Plasmodium ovale, atau yang melakukan pemeriksaan tetes tebal terinfeksi lebih dari satu jenis sebagai penunjang diagnosis sebanyak plasmodium (Plasmodium mix).4 683 pasien. Setelah dilakukan analisis 7. Stadium plasmodium adalah fase data, diperoleh prevalensi hasil tetes Plasmodium vivak, plasmodium dalam siklus hidupnya tebal yang disajikan pada Tabel 1. yang ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis sediaan darah tebal yang dapat dikatagorikan menjadi tropozoit, skizon atau gametosit.4,8 Data-data yang diperoleh dianalisis Tabel 1. Prevalensi Hasil Tetes Tebal Hasil Tetes Tebal Positif Negatif Jumlah Frekuensi (%) 616 67 683 90.2 9.8 100 secara deskriptif dengan menggunakan software program statistik SPSS 17 for Windows sehingga diperoleh prevalensi dan kecenderungan pasien suspect malaria yang melakukan pemeriksaan mikroskopik tetes tebal. Analisis yang dilakukan berupa analisis univariat untuk mendapatkan distribusi frekuensi dan persentase dari masing-masing variabel. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Dari tabel di atas, sejumlah 616 sampel (90.2%) menunjukkan hasil tetes tebal positif dan didiagnosis sebagai malaria falcifarum, malaria vivak dan malaria mix, sedangkan 67 sampel (9.8%) menunjukkan hasil tetes tebal negatif. Hal ini dapat dipengaruhi oleh teknik persiapan preparat, keadaan mikroskop Penelitian ini menunjukkan prevalensi dan karakteristik pasien malaria yang melakukan pemeriksaan mikroskopik sediaan darah tebal di RSUD Umbu Rara Meha Waingapu-Sumba Timur pada bulan Januari-Desember 2013. Dari hasil studi retrospektif di bagian keahlian dari pemeriksa sehingga dapat timbul hasil false HASIL DAN PEMBAHASAN ataupun parasit, negative. Penurunan minimnya densitas pengalaman pemeriksa, dan waktu pemeriksaan yang terbatas dapat meningkatkan kesalahan interpretasi. Disamping itu manifestasi klinis malaria yang cukup bervariasi dan tumpang tindih dengan penykait tropis lainnya seperti demam tifoid dan demam dengue dapat menjadi penyebab kerancuan diagnosis malaria sebelum dilakukan pemeriksaan mikroskopik.10,12 Jumlah tertinggi adalah pasien dengan kepadatan parasit +1 sebanyak Pemeriksaan parasit secara 200 pasien (29.3%), sedangkan mikroskopis telah digunakan lebih dari kepadatan parasit +2 sebanyak 197 100 tahun dan telah menjadi gold pasien (28.8%), +3 sebanyak 138 pasien standard untuk mendiagnosis kasus (20.2%) dan +4 sebanyak 81 pasien malaria. (11.9%). Meskipun pemeriksaan Hal ini sesuai dengan penunjang untuk malaria telah banyak penelitian Dwithania, dkk di Puskesmas berkembang maupun Durian dan Puskesmas Talawi Kota Polymerase Chain Reaction (PCR), Sawahlunto, dimana dari hasil hitung pemeriksaan masih parasit (parasite count) didapatkan digunakan sampai dengan saat ini semua insiden malaria tergolong derajat megingat waktu infeksi ringan (100%). Hasil penelitian pemeriksaan yang cepat dan sensitif ini menunjukkan bahwa masyarakat di dalam mendeteksi ada tidaknya parasit, daerah kepadatan parasit serta menentukan memperhatikan spesies plasmodium yang menginfeksi. segera berobat ke Puskesmas ataupun Kepadatan parasit pasien positif malaria ke Rumah Sakit terdekat pada gejala dengan pemeriksaan tetes tebal dapat awal penyakit sehingga kasus malaria diklasifikasikan menjadi +1, +2 (infeksi dapat terdeteksi sejak serangan awal. ringan), +3 (infeksi sedang) dan +4 Disamping itu pada serangan awal, (infeksi berat).13,14 Prevalensi kepadatan jumlah parasit yang berada di darah tepi plasmodium dapat dilihat pada Tabel 2. masih dengan RDT mikroskopis efektivitas biaya, Tabel 2. Prevalensi Kepadatan Plasmodium Kepadatan Plasmodium +1 +2 +3 +4 Jumlah (%) 67 200 197 138 81 683 9.8 29.3 28.8 20.2 11.9 100 sedikit sudah kesehatannya sehingga lebih dan kepadatan parasit masih rendah.15 Malaria disebabkan oleh beberapa jenis Frekuensi endemis plasmodium diantaranya Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivak, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi.4 Berdasarkan data hasil pemeriksaan mikroskopis yang disajikan pada Tabel 3, didapatkan plasmodium terbanyak yang menginfeksi penduduk Sumba (12.5%) di dapatkan sudah sampai pada Timur adalah Plasmodium falcifarum fase akhir siklus hidup plasmodium sebanyak 607 kasus (98.5%), sedangkan yaitu stadium gametosit (Tabel 4). hanya sebagian kecil pasien terinfeksi Tabel 4. Prevalensi Stadium oleh Plasmodium vivak yaitu sebanyak Plasmodium 4 kasus (0.7%) dan infeksi oleh Plasmodium mix sejumlah 5 kasus (0.8%). Tabel 3. Prevalensi Jenis Plasmodium Jenis Plasmodium P. falcifarum P. vivak P. mix Jumlah Frekuensi (%) 607 4 5 683 98.5 0.7 0.8 100 Stadium Plasmodium Tropozoit Gametosit Jumlah Frekuensi (%) 539 77 683 87.5 12.5 100 Hasil ini sesuai dengan teori bahwa Plasmodium ditemukan falcifarum dalam hanya bentuk cincin (tropozoit) dan gametosit di dalam darah tepi, kecuali pada infeksi berat. Fenomena ini sejalan dengan pola penyebaran plasmodium yang sesuai dengan geografi dan iklim dimana Plasmodium falcifarum banyak ditemukan di daerah tropis beriklim panas dan basah. Data Riskesdas 2010 menunjukkan persentase malaria di Indonesia yaitu Plasmodium falcifarum sebesar 86.4%, Plasmodium vivak sebanyak 6.9% dan infeksi campuran keduanya sebesar 6.7%. Stadium ditemukan dan terdapat di dalam darah tepi. Mengingat bahwa derajat infeksi ringan memiliki frekuensi terbanyak pada penelitian ini, juga berhubungan dengan stadium tropozoit yang lebih banyak ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis.4 Penelitian ini mengelompokkan usia menjadi lima tingkatan meliputi balita (0-5 tahun), kanak-kanak (5-10 yang pemeriksaan mikroskopis tetes tebal adalah pada fase tropozoit dalam dan hanya beberapa skizon yang 4 plasmodium melalui Skizogoni terjadi dalam kapiler alat-alat gametozit, dimana stadium plasmodium terbanyak adalah pada fase tropozoit dengan jumlah 539 sampel (87.5%) sedangkan 77 sampel tahun), remaja (11-25 tahun), dewasa (25-45 tahun) dan lansia (≥46 tahun).9 Sesuai dengan Tabel 5, usia remaja (1125 tahun) merupakan usia dengan angka kejadian malaria terbanyak di RSUD Umbu Rara Meha dengan jumlah kasus sebanyak 230 kasus (33.7%). Disamping itu usia dewasa juga pekerjaan sedangkan faktor ekstrinsik memiliki jumlah kasus yang cukup dapat tinggi sebanyak 151 kasus (22.1%). lingkungan perindukan nyamuk, serta Untuk usia balita dan kanak-kanak jarak sejumlah 112 kasus (16.4%) dan 117 perindukan nyamuk. kasus tersebut menyebabkan (17.1%) memiliki sedangkan lansia terendah yaitu jumlah sebanyak 73 kasus (10.7%). berupa rumah kondisi perumahan, dengan lingkungan Faktor resiko adanya perbedaan tingkat kekebalan karena variasi keterpaparan terhadap gigitan nyamuk.4,16,17 Tabel 5. Karakteristik Usia Pasien Usia Balita (0-5 tahun) Kanak-kanak(5-11 tahun) Remaja (12-25 tahun) Dewasa (26-45 tahun) Lansia (≥46 tahun) Jumlah Frekuensi 112 117 230 151 73 683 Anak-anak lebih rentan terhadap (%) 16.4 17.1 33.7 22.1 10.7 100 Sebaran kasus yang cukup tinggi di infeksi malaria akan tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental.4,16 Disamping itu tingginya prevalensi menunjukkan malaria pada usia remaja dan dewasa bahwa pada dasarnya setiap individu dipengaruhi oleh keterpaparan mereka dapat terkena penyakit malaria tanpa dengan vektor malaria dan aktivitas memandang umur, jenis kelamin dan sehari-hari. Pada usia remaja dan ras. dewasa seseorang akan lebih aktif dan setiap kategori Namun umur adanya perbedaan prevalensi di antara masing-masing produktif kategori umur berhubungan dengan berinteraksi dengan lingkungan luar faktor-fakor yang yang mungkin saja terdapat tempat infeksi perindukan nyamuk Anopheles. Selain plasmodium. Adapun faktor resiko yang itu aktivitas di malam hari cenderung mempengaruhi penyakit lebih tinggi pada usia remaja dan malaria yaitu dapat berasal dari individu dewasa sehingga hal itu mempengaruhi itu faktor peluang mereka tergigit nyamuk lebih yang tinggi dibandingkan dengan balita dan resiko mempengaruhi sendiri lingkungan. lainnya terjadinya terjadinya ataupun Faktor dari intrinsik sehingga Sedangkan lebih usia sering berasal dari diri sendiri dapat berupa anak-anak. lansia pendidikan, pengetahuan, perilaku dan memiliki prevalensi yang paling kecil dibandingkan dengan kategori umur perkebunan lainnya diperkirakan karena aktivitas di banyak luar rumah dan keterlibatan kerja yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan semakin berkurang.15 perempuan. Tabel 6. Karakteristik Jenis Kelamin Pasien Tabel 6 Frekuensi (%) 380 55.6 303 44.4 683 100 menunjukkan bahwa karakteristik pasien berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, di mana pasien laki-laki sejumlah 380 orang (55.8%) sedangkan pasien perempuan 303 orang (44.4%). Keduanya menunjukkan hasil yang hampir seimbang. Hal ini sesuai dengan penelitian di Punduh Pedada Provinsi Lampung menunjukkan bahwa proporsi kejadian malaria lebih tinggi pada lakilaki sebesar dengan 54.6% perempuan dibandingkan sebesar 50.9% dengan rasio prevalen 1:10.16 Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Sumba Timur tahun 2012, jumlah penduduk Sumba Timur lebih dominan berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan.18 Selain itu, kehutanan dilakukan mengakibatkan oleh Fenomena lebih penduduk ini laki-laki yang memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena malaria Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah atau dibandingkan perempuan. 16,17,19,20 Tabel 7. Karakteristik Alamat Pasien Alamat Kec. Haharu Kec. Kahaungu Eti Kec. Kambata Mapambuhang Kec. Kambera Kec. Kanatang Kec. Karera Kec. Katala Hamu Lingu Kec. Kota Waingapu Kec. Lewa Kec. Lewa Tidahu Kec. Mahu Kec. Matawai Lappau Kec. Ngadu Ngala Kec. Nggaha Oriangu Kec. Paberiwai Kec. Pahunga Lodu Kec. Pandawai Kec. Pinupahar Kec. Rindi Kec. Tabundung Kec. Umalulu Kec. Wulla Waijelu Luar Sumba Timur Jumlah Frekuensi 9 6 11 (%) 1.3 0.9 1.6 34 106 2 6 5.0 15.5 0.3 0.9 379 16 5 3 2 55.5 2.3 0.7 0.4 0.3 5 35 0.7 5.1 0 5 15 8 7 11 4 5 9 683 0 0.7 2.2 1.2 1.0 1.6 0.6 0.7 1.3 100 jenis pekerjaan yang sesuai dengan Berdasarkan data yang disajikan aktivitas gigitan vektor nyamuk seperti pada Tabel 7, pasien suspect malaria nelayan, sebagian besar berasal dari Kec. Kota petani, petambak, bagian Waingapu yaitu sejumlah 379 pasien sedangkan Puskesmas terdapat di semua (55.5%) oleh kecamatan kecuali Kec. Lewa Tidahu Kecamatan Kanatang sebanyak 106 dan Kec. Kanatang. Hal inilah yang kasus (15.5%). Diperkirakan banyaknya menyebabkan cukup banyak masyarakat pasien yang berasal dari Kec. Kota yang Waingapu berobat langsung ke RSUD Umbu Rara kemudian disusul berkaitan dengan lokasi berasal dari Meha. dalam Kec. Kota Waingapu sehingga malaria yang berasal dari kecamatan masyarakat lebih lainnya menjangkau dan berobat untuk langsung kesana. tergolong pasien rendah. Disamping itu terdapat 9 pasien suspect malaria yang berasal dari luar Sumba Keberadaan rumah sakit belum merata di Kabupaten jumlah setiap Sumba kecamatan Polindes mengalami dan Timur dalam hal ini keseluruhannya di berasal dari Kab. Sumba Tengah. Hal namun ini dikarenakan oleh belum adanya Puskesmas rumah sakit di Kab. Sumba Tengah Posyandu sehingga RSUD Umbu Rara Meha Timur, Puskesmas, Pembantu, sudah masih jumlah Kanatang RSUD Umbu Rara Meha yang termasuk mudah Sedangkan Kec. peningkatan dan masih menjadi rumah sakit rujukan pemerataan di setiap kecamatan. Rumah untuk kasus-kasus yang tidak dapat sakit terdapat di Kec. Lewa, Kec. ditangani di puskesmas setempat.18 Jumlah Kasus Kambera dan Kec. Kota Waingapu, 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Tetes Tebal Positif Tetes Tebal Negatif Gambar 1. Prevalensi Hasil Pemeriksaan Tetes Tebal pada Januari-Desember 2013. Sebaran kasus malaria dengan tetes Kelembaban optimum untuk tebal positif bervariasi pada setiap perkembangan nyamuk berkisar antara bulannya, dengan jumlah kasus tertinggi 73-100% dengan persentase terendah adalah pada bulan November sedangkan kelembaban kasus terendah terjadi pada bulan nyamuk untuk hidup adalah 60%. September dan Agustus (Gambar 1). Semakin tinggi kelembaban, nyamuk Hal akan bergerak lebih aktif dan sering ini dipengaruhi oleh suhu, yang memungkinkan kelembapan udara, kecepatan angin, menggigit curah hujan, serta sinar matahari yang penularan sangat berkaitan dengan perkembangan kelembaban relatif setiap bulan di nyamuk vektor Sumba Timur berkisar antara 70-85% maupun perkembangan parasit di dalam sehingga termasuk dalam kelebaban tubuh nyamuk.4 optimum untuk perkembangan nyamuk. Anopheles sebagai Suhu udara rata-rata yang optimum sehingga meningkatkan malaria. Disamping Rata-Rata kelembaban, kecepatan untuk perkembangan nyamuk adalah angin juga memiliki pengaruh terhadap 25ºC-27ºC, dan perkembangan nyamuk pola akan terhenti pada suhu di bawah 10ºC mempengaruhi jarak terbang nyamuk atau di atas 40ºC. Sedangkan suhu udara dan ikut menentukan jumlah kontak optimum untuk perkembangan parasit nyamuk dengan manusia. Rata-rata dalam tubuh nyamuk adalah 20ºC-30ºC. kecepatan angin di Sumba Timur pada Semakin tinggi suhu, siklus hidup tahun parasit dalam tubuh nyamuk akan sedangkan pada tahun 2009 sebesar semakin pendek sehingga memiliki 4.75 knots. Kecepatan angin dapat potensi yang semakin tinggi untuk berubah-ubah karena dipegaruhi oleh menyebarkan malaria kepada orang gradient lain.4 Menurut Stasiun Meteorologi permukaan, vegetasi serta jarak angin Kelas III Mau Hau, rara-rata suhu udara dari permukaan bumi.4,18,20 di Kabupaten Sumba Timur dari tahun 2008-2012 berkisar antara 24.1ºC- penyebaran 2012 nyamuk, mencapai barometris, 6.97 knots keadaan relief Curah hujan dan sinar matahari merupakan faktor lingkungan yang 29.5ºC dengan rata-rata suhu udara mempengaruhi perkembangan nyamuk tertinggi adalah pada bulan November dan yaitu mencapai 27.9ºC hingga 29.5ºC.18 penelitian epidemik di malaria. Ternate tahun Sebuah 2011 menyimpulkan bahwa fluktuasi frekuensi terbanyak adalah Plasmodium endemitas malaria di Kota Ternate Falcifarum memiliki hubungan yang signifikan (98.5%), kepadatan parasit +1 sebanyak dengan 200 kenaikan suhu, kenaikan sebanyak pasien (29.3%) 607 dan pasien stadium kelembaban udara, kecepatan angin tropozoit sebanyak 539 pasien (87.5%). yang rendah, tingginya curah hujan Kecenderungan serta tingginya penyinaran matahari.21 meliputi usia remaja sebanyak 230 Persentase penyinaran matahari tiap pasien (33.7%), berjenis kelamin laki- bulannya pada tahun 2008-2012 di laki sebanyak 380 pasien (55.6%) dan Sumba Timur berkisar antara 37-99%. berasal dari Kec. Kota Waingapu Sedangkan curah hujan bervariasi pada sebanyak 379 pasien (55.5%). setiap bulannya antara 1-253 mm dan karakteristik Mengingat Sumba pasien Timur terdapat bulan tertentu dimana tidak merupakan salah satu wilayah endemis turun hujan sama sekali. Biasanya malaria di Indonesia dengan angka habitat nyamuk akan bertambah pada kejadian yang cukup tinggi setiap musim kemarau dengan sedikit hujan tahunnya, diperlukan upaya efektif dari daripada musim hujan karena genangan instansi dan petugas kesehatan setempat air yang terbentuk merupakan tempat untuk memberikan penyuluhan kepada ideal untuk perkembangbiakan vektor masyarakat malaria. Di Sumba Timur curah hujan kelompok usia remaja (12-25 tahun) di tinggi Kec. Kota Waingapu mengenai malaria, pada bulan Desember-Maret khususnya penularan dan kepada dengan rata-rata penyinaran matahari cara berkisar 47-66% sedangkan pada bulan pencegahan malaria dimulai dari diri April-November, curah hujan rendah sendiri yang dapat dilakukan dengan dengan rata-rata penyinaran matahari penggunaan berkisar antara 76-95%.4,18,20 lotion anti nyamuk ketika berpergian, kelambu, bagaimana menggunakan dan menjaga kebersihan lingkungan SIMPULAN untuk meminimalisir tempat perindukan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prevalensi pasien dengan tetes tebal positif adalah sejumlah 616 pasien (90.2%) dengan vektor malaria. Penelitian DAFTAR PUSTAKA 1. Dalam Fakultas Universitas Kedokteran Sumatera RI; 2009. 8. Penuntun Harijanto PN. Malaria. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati penyunting. Buku Ajar S, Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.2813-2835. 4. Arsin AA. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar: Massagena Press; 2012. 5. Center for Disease Control and Prevention. Malaria Map. [serialonline] 2010 [diakses 15 Januari 2014]. Diunduh dari: URL: http://www.cdc.gov/malaria/map/. 6. Soepardi J. Buletin Jendela Data dan Informasi Epidemiologi Kesehatan Malaria. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2011. 7. Soendoro T. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2008. Jakarta: Badan Lab Blok 4.1 1. Padang: Universitas Andalas; Dorland Edisi 31. Jakarta: EGC 3. Skill Pengelolaan Penyakit Tropis Edisi Dorland WAN.Kamus Kedokteran Penerbit Buku Kedokteran; 2010. Tim Pelaksana Skill Lab Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Utara. 2012;39(7):518-521. 2. Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Roswati E. Laporan Kasus Malaria Berat. Departemen Ilmu Penyakit dan 2012. 9. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Republik Indonesia; 2009. 10. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Direktorat Jenderal PPM & PL Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular; 2003. 11. Kosack CS, Naing WT, Piriou E, Shanks L. Diagnosis Routine of Parallel Malaria Using Microscopy and The Malaria Rapid Diagnostic Test SD 05FK60: The Experience Medecins Sans Frontieres in Myanmar. Biomed Central Malaria. 2012;12:167. 12. Wongsrichanalai C, Barcus MJ, Muth S, Sutamihardja A, Wernsdorfer WH. A Review of Malaria Diagnostic Tools: Microscopy and Rapid Diagnostic Test. Tropical Medicine Hygiene. 2007;119-127. and 13. Murphy SC, Shou JP, Parikh S, 18. Badan Pusat Statistik Kabupaten Etter P, Prescott WR, Stewart VA. Sumba Review Article: Malaria Dalam Angka 2013. [serial online] Diagnostics in Trials. 2013 [diakses 21 Februari 2014]. Critical Timur. Sumba Tropical Medicine and Hygiene. Diunduh 2013;824-839. http://sumbatimurkab.bps.go.id/. 14. Mouatcho JC, Goldring dari: Timur URL: JPD. 19. Handayani L, Pebrorizal, Soeyoko. Malaria Rapid Diagnostic Test: Faktor Resiko Penularan Malaria Challenges Vivax. and Prospects. Microbiology. 2013;62:1491-1505. 15. Dwithania M, Irawati N, Rasyid R. Insiden Malaria Sungai Durian Berita Kedokteran Masyarakat. 2008;24(1):38-43. 20. Badan Pusat Statistik Kabupaten di Puskesmas Sumba Timur. Sumba Timur dalam dan Puskesmas Angka Sumba Timur In Figures Talawi Kota Sawahlunto Bulan 2010. Sumba Timur: Pemerintah Oktober 2011 sampai Februari Kabupaten Sumba Timur; 2010. 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013;2:76-79. 21. Sahuleka I. Kelembaban, Pengaruh Curah Kecepatan Rifqatussa’adah. Hubungan Faktor Penyinaran Resiko Individu dan Lingkungan Fluktuasi Endemitas Malaria di Rumah dengan Malaria di Punduh Kota Ternate. Universitas Gadjah Pedada Mada; 2011. Pesawaran Provinsi Lampung Indonesia 2010. Makara Kesehatan Universitas Indonesia. 2011;15(2):51-57. 17. Sarumpaet SM, Tarigan R. Faktor Resiko Kawasan Kejadian Malaria Ekosistem di Leuser Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. FKM Universitas Sumatera Utara. h. 55-63. dan Hujan, 16. Ernawati K, Soesilo B, Duarsa A, Kabupaten Angin Suhu, Matahari Tingkat terhadap