Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 Pengembangan Media Pembelajaran Mobile Learning Berbasis Android Sebagai Alat Bantu Praktikum Ekologi 1 2 Rizki Agung Sambodo, S.Pd.Si *, Anis Julaika Wati, S.Pd.Si Universitas Sebelas Maret, Jl Ir Sutami No 36, Surakarta, Indonesia 2 SMP Birrul Walidain Muhamadiyah, Cantel Wetan, Sragen Tengah, Sragen, Indonesia *Email: [email protected] 1 Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (research and development). Tujuan penelitian untuk mengembangkan aplikasi media pembelajaran mobile learning yang berjalan pada handphone Android untuk digunakan sebagai alat bantu kegiatan praktikum ekologi lapangan. Model penelitian mnggunakan ADDIE yang terdiri dari Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation. Penelitian dilakukan di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hasil penelitian adalah aplikasi media pembelajaran mobile learning berbasis Android dengan kualitas menurut penilaian reviewer masuk kategori Sangat Baik (SB) dengan nilai persentase ideal 81,8%. Demikian juga dengan respon siswa masuk dalam kategori sangat baik dengan persentase ideal 82,5%, Aplikasi bisa digunakan sebagai alat bantu untuk mempermudah kegiatan praktikum ekologi lapangan khususnya pada praktikum gastropoda air tawar. Kata kunci: android, ekologi, mobile learning, praktikum PENDAHULUAN Perubahan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang semakin pesat menuntut perubahan cara dan strategi dalam membelajarkan sains. Pembelajaran sains tidak hanya mengenai penguasaan sekumpulan pengetahuan tetapi juga berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis (Pusat Kurikulum, 2006). Jika mahasiswa hanya belajar untuk menghafalkan atau mengulang kembali pengetahuan, maka mahasiswa berisiko kalah bersaing menghadapi tantangan global abad 21 (Bybee, 2010; Partnership for 21st, 2011). Oleh karena itu, pembelajaran sains idealnya tidak sebatas pada pengetahuan tentang “apa” tetapi juga tentang “mengapa” dan “bagaimana”, karena pengetahuan diperoleh mahasiswa secara aktif melalui kegiatan scientific (Gama, 2013). Salah satu kegiatan pembelajaran sains yang menekankan keterlibatan mahasiswa secara aktif adalah melalui kegiatan praktikum (Rustaman, 2005; Wulandari dkk, 2013). Praktikum merupakan kegiatan yang dilakukan mahasiswa untuk mempraktekkan ilmu atau teori yang didapat di dalam perkuliahan. Wartono (2003) menegaskan, praktikum membantu siswa memahami konsep dan hakekat sains baik sebagai produk maupun proses. Wulandari (2014) menyatakan, praktikum memiliki peran sangat penting dalam membangun science process skill dan sikap ilmiah. Kegiatan praktikum akan berjalan optimal apabila didukung oleh (Nurjito, 2012): (1) peralatan dan bahan yang memadai; (2) jaminan keselamatan dan kesehatan kerja (K3); (3) ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi; (4) pelayanan dalam proses praktikum. Kegiatan praktikum pada umumnya dilaksanakan di dalam laboratorium. Namun demikian, beberapa mata pelajaran sains khususnya biologi memiliki objekobjek praktikum yang bisa ditemukan secara langsung dilapangan, sehingga kegiatan praktikum dilaksanakan dilapangan. Salah satu diantaranya adalah praktikum ekologi. Untuk kegiatan praktikum semacam ini pemenuhan aspek-aspek optimalisasi praktikum menjadi suatu tantangan tersendiri. “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 115 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 Berdasarkan observasi yang dilaksanakan pada kegiatan praktikum ekologi Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Sunan Kalijaga diketahui aspek peralatan dan bahan masih perlu ditingkatkan. Hal ini dikarenakan modul praktikum ekologi menurut 90,6% mahasiswa memiliki langkah kerja yang sulit dipahami, tidak dilengkapi gambar yang representatif, tidak berwarna, dan tidak dilengkapi dengan dasar teori yang lengkap. Setiap mahasiswa telah memiliki buku referensi, namun 89% mahasiswa tidak membawa saat kegiatan praktikum lapangan. Selain itu, meskipun seluruh mahasiswa sudah diinstruksikan membawa buku kunci identifikasi spesies, sebanyak 74% mahasiswa tidak memperhatikan intruksi tersebut. Salah satu alasannya karena tampilan fisik buku terlalu tebal, ukuran besar, berat, dan kurang efisien untuk dibawa saat kegiatan praktikum lapangan (Fithriyah dan As’ari, 2013). Oleh sebab itu perlu adanya inovasi untuk mempermudah mahasiswa melakukan kegiatan praktikum ekologi. Seiring perkembangan teknologi buku tidak hanya sebatas dibuat dalam bentuk cetak, tapi juga bisa disajikan dalam format digital (Darlen dkk, 2015). Materi dalam format digital dapat diintegrasikan dengan konten multimedia seperti suara, gambar, video, animasi, dan simulasi yang dikemas dalam suatu aplikasi (Triyono dkk, 2012; Darlen dkk, 2015). Apliasi bisa dirancang sedemikan rupa sehingga bisa sekaligus digunakan sebagai alat evaluasi, alat identifikasi spesies, alat dokumentasi, bahkan dapat digunakan sebagai pemandu proses jalanya praktikum (Hung et al, 2013). Salah satu perangkat digital yang mengalami perkembangan sangat pesat adalah handphone. UNESCO mencatat jumlah handphone di Indonesia meningkat dari 20,6% pada tahun 2005 menjadi 91,7% pada 2010, sementara jumlah komputer hanya 10,8 per 100 penduduk Indonesia (UNESCO, 2012). Hasil observasi pada mahasiswa diketahui seluruh mahasiswa telah memiliki handphone dan 87% diantaranya adalah smartphone. Salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya pengguna handphone adalah harganya yang lebih murah dibanding komputer. Dilihat dari sisi hardware, handphone memiliki perkembangan yang sangat pesat. Kecepatan prosesor meningkat dari 1,4 GHz pada tahun 2011 menjadi 3 GHz pada tahun 2014, demikian juga dengan daya dukung konektivitas handphone meningkat dari 2G, 3G, menjadi 4G LTE (Singh & Jain, 2014). Potensi handphone yang tinggi mendorong beberapa peneliti, pengembang, dan pengejar mulai melakukan penyelidikan untuk memanfaatkan handphone dalam kegiatan pembelajaran (UNESCO, 2012), sehingga dikenal dengan istilah mobile learning. Mobile learning tidak hanya meningkatkan penggunaan perangkat ICT dalam kegiatan belajar, tapi juga mengatasi batasan ruang dan waktu antara pengajar dan mahasiswa (Liu, et al., 2009). Mahasiswa bisa mengakses berbagai sumber belajar, berkomunikasi, dan mengerjakan tugas baik di dalam maupun di luar kelas (UNESCO, 2013). Beberapa studi telah berhasil mengintegrasikan mobile learning dalam pembelajaran sains diluar kelas (Liu, et al., 2009). Sebagai contoh Chen et al (2003), mengembangkan “bird-watching learning” (BWL) sistem untuk memandu proses belajar dan observasi mahasiswa. Lai et al (2007) mengembangkan “mobile-learning passport” (MLP) untuk meningkatkan motivasi siswa belajar di kebun sekolah. Hung et al (2013) mengembangkan Mobile Ecology Inquiry untuk meningkatkan fokus saat melakukan kegiatan observasi dan memperluas inquiry. Attewell (2006) menjelaskan, beberapa aspek yang dipertimbangan saat mengembangkan mobile learning system antara lain media option, development “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 116 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 languages, platform option, delivery option, dan platform. Beberapa platforms yang sering digunakan pada perangkat mobile antara lain Android, iOs, Java, Blackberry Os, Windows Mobile, dll. Data dari Stat Counter Global Stats menyebutkan Android merupakan platforms yang paling banyak di gunakan pada mobile computing di Indonesia. Pengguna Android meningkat dari 28,1% pada Mei 2013 menjadi 79,87% pada Mei 2016. Mirip dengan data tersebut, pengguna Android pada Mahasiswa Pendidikan Biologi UIN mencapai 88%. Lebih lanjut, Gandhewar (2010) menjelaskan bahwa Android merupakan platforms yang lebih unggul di banding Simbian dan Windows Mobile. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan pengembangan yang berjudul: “Pengembangan Media Pembelajaran Mobile learning Berbasis Android sebagai Alat Bantu Praktikum Ekologi”. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan research and development dengan tujuan untuk mengembangkan produk aplikasi mobile learning berbasis android yang akan digunakan sebagai alat bantu praktikum ekologi lapangan. Prosedur yang dilalui untuk mengembangkan produk dengan model ADDIE antara lain Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation (Padmo, dkk., 2004). Dikarenakan keterbatasan waktu dan biaya maka penlitian hanya dilakukan sampai pada tahap development sedangkan tahap evaluation dilakukan secara formatif pada setiap tahap penelitian. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas produk dengan menggunakan angket. Angket diadaptasi dari penelitian pengembangan yang dilakukan oleh Noviar (2016) dan Crozat, et al (1999). Aspek yang dinilai antara lain: kurikulum, penyajian materi, keterlaksanaan, evaluasi, kebahasaan, technical Quality, usability, Elemen media visual, dan compatibility. Sedangkan aspek siswa antara lain : minat terhadap media, penguasaan materi, tampilan, dan keterlaksanaan. Lokasi penelitian di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penelitian melibatkan 1 ahli media, 1 ahli materi, 1 dosen biologi, 3 orang peer reviewer, dan 25 mahasiswa jurusan Pendidikan Biologi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Aplikasi berjalan pada mode offline sehingga aplikasi dapat diakses tanpa harus koneksi internet. Menu yang berjalan pada mode online hanya menu diskusi karena barkaitan dengan fungsi menu tersebut yaitu memfasilitasi proses diskusi antar mahasiswa melalui jaringan internet secara real time. Prosedur pengembangan aplikasi Gastropoda Air Tawar menggunakan model ADDIE yang terdiri dari 5 tahapan yaitu tahap Analysis (Analisa), Design (perencanaan), Development (pengembangan), Implementation (implementasi), dan Evaluation (evaluasi). Tahap implementasi tidak dilakukan oleh pengembang karena keterbatasan waktu dan biaya, sedangkan tahap evaluasi dilakukan secara formatif pada setiap akhir tahapan pengembangan untuk selanjutnya dijadikan acuan perbaikan produk. Tahapan pengembangan aplikasi sampling gastropoda dijelaskan secara lebih terperinci sebagai berikut : A. Tahap Analysis “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 117 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 Tahap analisis dimulai dengan studi pendahuluan dan kajian literatur. Studi pendahuluan dilakukan melalui pengamatan kegiatan praktikum ekologi. Pengamatan dilakukan pada pra kegiaan praktikum, praktikum, dan pengolahan data praktikum. Hasil analisis menunjukan bahwa referensi praktikum ekologi dalam bentuk hardfile kurang diminati oleh mahasiswa. Mahasiswa malas membawa referensi dikarenakn buku fisik terlalu tebal dan kurang praktis. Mahasiswa juga kesulitan memahami materi yang kurang dilengkapi dengan ilustrasi maupun gambar. Hal tersebut berdampak pada performa mahasiswa saat melakukan kegiatan praktikum ekologi. Hasil analisis kajian literatur didapatkan informasi bahwa perkembangan handphone saat ini bisa dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran. Handphone merupakan perangkat yang memiliki fexibiltas dan portabilitas yang tinggi sehingga penggunaan handphone dalam kegiatan pembelajaran menjadikan siswa bisa belajar kapan saja dan dimana saja (Holzinger dalam Riyanto, 2006). Potensi lain yang dimiliki handphone adalah jumlah pengguna yang semakin banyak, harga yang murah dan hardware yang canggih. UNESCO tahun 2012 mencatat jumlah pengguna handphone melebihi pengguna komputer. Daya dukung jaringan seluler semakin luas dan cepat (2G, 3G, 4G) sehingga konektifitas handphone semakin tinggi. Semua faktor tersebut berpotensi untuk dikembangkan aplikasi untuk mendukung kegiatan praktikum lapanagan termasuk praktikum ekologi. Tahap selanjutnya adalah analisis karakteristik materi. Analisis ini penting dikarenakan tidak semua materi cocok dikembangkan dengan konsep mobile. Beberapa materi yang tidak cocok adalah materi yang bersifat hand on sebagaimana dokter gigi, seni mencipta lagu, interview skills, team work seperti marketing, dan materi-materi lain yang membutuhkan pengungkapan expresi seperti menari (Wijaya, 2006). Analis materi menunjukan bahwa materi pada praktikum ekologi merupakan materi yang bukan bersifat hand on sehingga bisa diajarkan dengan konsep mobile learning. Penyusunan materi tetap mempertimbangkan kondisi perkembangan kognitif mahasiswa. Mahasiswa semester 5 berkisar antara 20 - 22 tahun. Pada usia ini tahap perkembangan kognitif mahasiswa sudah berada pada operasional formal sehingga mahasiswa bisa mengkoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif, yakni kapasitas menggunakan hipotesis dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak (Syah, 2005). Hal ini menjadi acuan peneliti ketika mengembangkan materi tidak seluruhnya di tampilkan dalam bentuk visual. Tahap analisis pengguna mobile dan mobile device bertujuan untuk memperoleh data sistem operasi dan spesifikasi handphone yang digunakan oleh mahasiswa. Handphone dilapangan memiliki variasi yang sangat tinggi baik dari segi hardware maupun software. Peneliti perlu selektif memilih karakteristik handpone yang akan dijadikan sebagai pengembangan produk. Oleh karena itu, peneliti membagikan angket untuk memperoleh data handphone dan perbandingan sistem operasi milik mahasiswa secara pasti. Berdasarkan observasi diketahui bahwa perbandingan handphone mahasiswa semester 5 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah Android, Black Berry, iOs, dan Samsung Os. Handphone dengan sistem operasi android merupakan jenis handphone terbanyak dengan persentasi mencapai 88% jauh melampaui handphone dengan sistem operasi lain. Blackberry dan samsung Os masing masing sebanyak 5%. Sedangkan persentase terndah yaitu handphone apple dengan sistem operasi iOs “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 118 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 yang hanya memperoleh persentase 2%. Adapun hasilnya ditampilkan pada Gambar 1 di bawah ini : 2% 5% 5% Android Blackbarry iOs Samsung Os 88% Gambar 2. Diagram perbandiangan sistem operasi handphone Data ini mirip dengan data yang diperoleh dari http://gs.statcounter yang menyatakan bahwa sistem operasi handphone android mencapai 79,87% pada bulan Mei 2016. Dilihat dari spesifikasi, berdasarkan data angket diketahui seluruh handphone mahasiswa tergolong smartphone dengan prosesor diatas 800 MHz. Memory external berkisar antara 1 sampai 8 GB, layar berkisar antara 3,5 hingga 7 inch. Sumber daya yang tinggi dan persentase pengguna yang cukup banyak menjadikan basis sistem operasi android layak dipilih dalam pengembangan produk aplikasi studi populasi gastropoda dengan hasil yang paling optimal. B. Tahap Design (Perancangan) Tahap design merupakan tahap perancangan prototype produk aplikasi studi populasi gastropoda. Aspek yang di rancang pada pengembangan produk ini antara lain perancangan flow chart (diagram alir), interface (antar muka), kerangka materi, urutan materi, evaluasi, dan fitur tambahan. Perancangan interface aplikasi mengacu pada kriteria design yang dikembangkan oleh Quesinberry (2011), antara lain : design for the small screen, keep it short, keep it simple, talk to the hand, keep designs colorful but simple, make it relevant. make it ongoing and flexible. Secara singkat dapat dijelaskan kriteria design interface menurut Quesinberry (2011) meliputi : tampilan layout disesuaikan dengan ukuran layar yang kecil; materi dibuat singkat dan sederhana; pengoperasian bisa dilakukan dengan 1 tangan; asset visual dibuat full color namun tetap sederhana; penggunaan yang relevan dengan kebutuhan; dan konten materi maupun sistem yang flexible untuk diperbaharui secara berkesinambungan. Framework yang digunakan pada menu praktikum mengacu pada three-layer observation learning yang dikembangkan oleh (Hung, et al., 2013). Three-layer observation learning terdiri dari tiga lapis mekanisme yaitu pada lapis pertama memandu mahasiswa mencapai target kegiatan praktikum dengan pertanyaanpertanyaan pilihan ganda. Tahap ini sekaligus berfungsi untuk mmpersiapkan pengetahuan mahasiswa. Tahap ke dua memandu siswa mengisi soal isian singkat dari data yang diperoleh dilapangan. Soal isian singkat yang ditampilkan membantu mahasiswa tetap fokus pada proses kegiatan praktikum. Tahap ke tiga memperdalam data yang diperoleh dari proses praktikum dengan cara memunculkan kembali “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 119 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 jawaban-jawaban isian singkat mahasiswa. Tahap ini berfungsi untuk mengoreksi, memperdalam, mengintegrasikan, dan memperluas pemahaman konseptual mahasiswa tentang kegiatan praktikum yang telah dilakukan. Hasil dari tahap design adalah prototype produk yang kemudian dilanjutkan pada tahap develop. Gambar 3. Desain tree layer observatioan learning (Hung, et al., 2013) C. Tahap Develop (Pengembangan) Tahap develop merupakan tahap penilaian prototype produk oleh reviewer dan peer reviewer. Penilaian dilakukan oleh 1 ahli media, 1 ahli materi, 3 orang peer reviewer dan 1 orang dosen ekologi. Reviewer merupakan orang yang memiliki kompetensi dibidang keilmuanya masing-masing baik dari segi kualifikasi pendidikan maupun rekam jejak pengalaman. Sedangkan peer reviewer merupakan teman sejawat yang memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan oleh peneliti sehingga reviewer dan peer reviewer memenuhi syarat untuk menilai produk aplikasi Gastropoda Air Tawar. Hal ini dikarenakan produk harus memenuhi kualitas yang baik dan bisa dipertanggungjawabkan dari aspek kurikulum, penyajian materi, keterlaksanaan, evaluasi, kebahasaan, Technical Quality (kualitas media secara teknis), usability (kemudahan dalam pengoperasian), Elemen media visual (penyajian informasi visual), dan compatibility (kecocokan dengan handphone). Hasil penilaian seluruh reviewer dan peer reviewer disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 4 di bawah ini. Tabel 2. Kualitas Aplikasi Gastropoda Air Tawar penilaian seluruh reviewer No Aspek Indikator/ Kriteria Skor Rata-rata ersentase Kualitas Ideal 1 Kurikulum 1, 2 8,4 84% SB 2 Penyajian materi 3, 4, 5, 6, 7 20,2 80,8% SB 3 Keterlaksanaan 8, 9 8,2 82% SB 4 Evaluasi 10, 11 7,8 78% B 5 Kebahasaan 12, 13, 14, 15 16 80% B 6 Technical Quality 16, 17, 18, 19 17 85% SB “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 120 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 No Aspek Indikator/ Kriteria Skor Rata-rata ersentase Kualitas Ideal 7 Usability 20 3,6 72% B 8 Elemen Visual 21, 22 8,8 88% SB 9 Compatibility 23, 24 8,2 82% SB 37 98,20 81,8% SB Total Total persentase ideal 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 Gambar 4. Grafik Kualitas Aplikasi Gastropoda Air Tawar Hasil penilaian seluruh reviewer dilihat dari aspek kurikulum, penyajian materi, keterlaksanaan, evaluasi, kebahasaan, Technical Quality (kualitas media secara teknis), usability (kemudahan dalam pengoperasian), Elemen media visual (penyajian informasi visual), dan compatibility (kecocokan dengan handphone) diperoleh skor total 98,20 dengan persentase ideal 81,8%. Skor X (98,20) terletak pada rentang X>72 termasuk dalam kategori Sangat Baik (SB). Demikian juga nilai persentase ideal 81,8% termasuk dalam kategori Sangat Baik (SB). Aspek elemen visual memperoleh sekor tertinggi yaitu 88%. Aspek elemen visual mengukur penggunaan lemen visual yang diantaranya adalah teks, keselarasan teks dengan background, dan ilustrasi (gambar, video). Skor ideal mencapai 88% mengindikasikan bahwa produk yang telah dikembangkan memiliki elemen visual yang bagus. Ukuran teks, pemilihan font, warna teks cukup proporsional, teks dan bacground serasi, gambar memiliki resolusi tinggi sehingga tidak pecah. “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 121 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 Aspek tertinggi ke-2 adalah aspek technical qualita. Aspek ini mengukur kualitas produk secara tehnis yang diantaranya adalah portabilitas, instalasi, kelancaran pengoperasian, dan dokumentasi. Portabilitas berarti media mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Instalas berarti produk mudah dipasang pada handphone android, kelancaran pengoperasian berarti produk tidak mengalami hank atau crash saat sedang dijalankan, dokumentasi berarti pada produk terdapat petunjuk penggunaan aplikasi. Skor persentase ideal 85% berarti produk telah memenuhi kritera tersebut. Selain memberi penilaian, reviewer juga memberi masukan dan saran terkait pengembangan aplikasi Gastropoda Air Tawar. Adapun saran dan masukan dari reviewer ditampilkan pada Tabel 3 di bawah ini : Tabel 3. Saran atau Masukan dari Reviewer No Masukan Tindak Lanjut 1 Gambar-gambar yang digunakan pada kunci identifikasi dinuat lebih tajam Gambar sudah diganti dengan resolusi yang lebih besar 2 Gambar diperbanyak Sudah ditambahkan beberapa gambar di dalam materi. 3 Soal evaluasi ditambah supaya soal yang ditampilkan lebih bervariasi Jumlah soal pilihan ganda pada database sudah diperbanyak.\ Penilaian dan masukan dari reviewer digunakan sebagai dasar perbaikan produk aplikasi Gastropoda Air Tawar. Hasil dari perbaikan produk dilanjutkan pada uji coba terbatas pada 25 orang mahasiswa jurusan pendidikan biologi UIN Sunan Kalijaga. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan mahasiswa terhadap aplikasi Gastropoda Air Tawar. Data hasil tanggapan mahasiswa terhadap aplikasi studi populasi gastropoda dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Tanggapan 25 Orang Mahasiswa Terhadap Aplikasi No Aspek Indikato/ Skor Skor Kriteria Max Ratarata Persentas Kualitas e Ideal 1 Minat Terhadap Media 1, 2, 3, 4 20 16,88 84,4% SB 2 Penguasaan Materi 5, 6, 7, 8 20 15,36 76,8% B 3 Tampilan 9, 10, 11, 20 17,28 86,4% SB “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 122 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 12 4 Keterlaksanaan 13, 14, 15 15 12,36 Total 15 75 61,88 Total persentase ideal 82,4% SB 82,5% Sangat Baik 90 85 80 75 70 65 60 Gambar 5. Tanggapan mahasiswa terhadap aplikasi Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat, tanggapan Mahasiswa terhadap kualitas aplikasi Gastropoda Air Tawar diperoleh skor total 61,88. Berdasarkan kategori penilaian ideal, skor X (61,88) terletak pada rentang X>60 termasuk dalam kategori Sangat Baik (SB). Adapun hasil persentase ideal adalah 82,5% juga termasuk dalam kategori Sangat Baik (SB). Berdasarkan hasil keseluruhan, Aplikasi Gastda Air Tawar telah memenuhi kualifikasi sebagai sumber belajar yang baik. Kriteria ini didasarkan pada hasil penilaian reviewer yaitu 81,8 % yang berarti masuk dalam kategori Sangat Baik (SB) dan hasil yang diperoleh dari ujicoba terbatas pada mahasiswa memperoleh persentase ideal 82,5%, termasuk dalam kategori Sangat Baik (SB). Menurut Mulyanta dan Marlon (2009) sumber belajar yang baik idealnya memenuhi 4 kriteria yaitu kesesuaian (relevansi), kemudahan, kemenarikan, dan kemanfaatan. Secara umum aplikasi yang telah dikembangkan sudah memenuhi kriteria tersebut. Aplikasi Gastropoda Air Tawar bisa dimanfaatkan sebagai alat bantu dalam kegiatan praktikum ekologi. Aplikasi berperan sebagai Cognitive Load (CL) dalam kegiatan praktikum. Manusia memilki kapasitas working memory yang terbatas (Hung, et al., 2013). Terlalu banyak membebani working memory dengan tugas yang komplek akan mengganggu pemrossan informasi. Oleh karena itu aplikasi khususnya menu reseach dirancang mengikuti tahapan pada tree layer observatioan learning untuk mempersiapkan working memory mahasiswa secara bertahap. Dengan demikian diharapkan kegiatan praktikum menjadi lebih efektif dan efisien. Keuntungan lain dari penggunaan aplikasi yaitu meningkatkan kontrol mahasiswa untuk mencapai tujuan praktikum dan memfokuskan pada proses praktikum. Aplikasi secara bertahap memandu proses kegiatan praktikum. “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 123 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 mengingatkan data yang diperoleh mahasiswa untuk mengoreksi jika terjadi ksalahan atau ada data yang belum di ambil dari kegiatan praktikum. Mahasiswa memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengaitkan teori pada aplikasi dengan fenomena yang ditemui di lapangan sehingga aktifitas pembelajaran menjadi lebih kontekstual. Aplikasi Gastropoda Air Tawar bisa diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran formal, informal, dan non-formal. Eshach dalam Jone, et al., (2013) menjelaskan, pembelajaran formal yaitu pembelajaran yang dilaksanakan di institusi seperti sekolah dan universitas. Pembelajaran informal merupakan pembelajaran yang tidak terstuktur, sukarela, dan sesuai dengan minat dan tujuan mahasiswa. Pembelajaran non-formal merupakan mebelajaran terstruktur diluar institusi seperti di museum, field trips, atau kegiatan praktkum lapangan. Aplikasi studi populasi gastropoda memiliki beberapa kelebihan antara lain : 1) berjalan menggunakan handphone sehingga sangat flexible dan portable dioperasikan untuk kegiatan lapangan. 2) Materi dilengkapi dengan gambar, ikon, dan panel yang menarik. 3) Apliasi dilengkapi dengan kunci identifikasi gastropoda sehingga memudahkan mahasiswa saat mengidentifikasi gastropoda yang ditemui dilapangan. 4). Aplikasi bisa berjalan pada mode offline maupun online, sehingga untuk menjalankan aplikasi tersebut tidak sepenuhnya tergantung dengan koneksi internet. Selain memiliki kelebihan, aplikasi studi populasi gastropoda juga memiliki kekurangan yang diantaranya adalah 1) Aplikasi belum mendukung update materi secara otomatis dari dosen ke mahasiswa sehingga jika akan dilakukan kegiatan praktikum baru harus mengembangkan aplikasi dari awal; 2) Kunci identifikasi hanya mencakup filum gastropoda air tawar; 3) Menu forum diskusi belum bisa menampilkan notofikasi jika mendapatkan pesan baru. PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 24 Samarinda dengan menggunakan 4 sampel yaitu kelas VIII-A dan VIII-B sebagai kelas pelakuan yang menggunakan model pembelajaran Index Card Match dan kelas VIII-C dan VIII-D sebagai kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling. Mengenai hal ini, Arikunto (2010) menjelaskan bahwa purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Begitu pula menurut Sugiyono (2010), sampling purposive adalah tenik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Artinya setiap subjek yang diambil dari populasi dipilih dengan sengaja berdasarkan tujuan dan pertimbangan tertentu. Tujuan dan pertimbangan pengambilan sampel penelitian ini adalah sampel tersebut ditentukan berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi jumlah siswa yang memiliki nilai rata-rata sama diambil dari nilai ulangan sebelumnya. Setelah itu peneliti mengambil jumlah sampel sebanyak 30 orang siswa pada setiap kelas baik kelas eksperimen maupun kontrol. Kemudian sampel tersebut dipasangkan berdasarkan nilai rata-rata yang sama atau hampir sama. Sebelum menetapkan SMP Negeri 24 Samarinda sebagai tempat penelitian, terlebih dahulu peneliti melakukan observasi dan wawancara ke beberapa sekolah SMP lain yang ada di wilayah samarinda untuk mengetahui bagaimana kegiatan belajar mengajar yang terjadi disana khususnya di kelas delapan. Saat observasi dan wawancara kepada guru mata pelajaran IPA, ternyata proses kegiatan belajar mengajar masih menggunakan pembelajaran langsung dengan metode ceramah. Hal “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 124 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 ini mengakibatkan banyak siswa yang bosan dan mengakibatkan siswa mengantuk saat proses pembelajaran berlangsung. Proses belajar mengajar juga berpusaat pada guru sehingga murid jadi pasif sedangkan guru selalu aktif. Dari hasil observasi ini dapat disimpulkan, perlunya model pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi aktif dan tidak mudah bosan. Menurut Khuzaemah (2012) Index Card Match dapat diartikan sebagai satu strategi pembelajaran active learning yang merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi-strategi pembelajaran yang komprehensif yang meliputi berbagai cara untuk membuat anak didik aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu singkat membuat peserta didik berpikir tentang materi pelajaran. Proses pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas VIII-C dan VIII-D menggunakan strategi pembelajaran langsung. Pembelajaran diawali dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan memberi apersepsi kepada siswa. Selanjutnya guru menjelaskan materi secara urut dengan menggunakan metode ceramah. Guru menjelaskan materi, kemudian siswa diberi kesempatan untuk bertanya dan mencatat. Langkah selanjutnya setelah siswa mencatat, guru memberikan tugas untuk siswa kerjakan dan menunjuk salah satu siswa untuk mengerjakan tugas tersebut di papan tulis. Peran guru dalam proses belajar mengajar sangat dominan, sehingga guru yang lebih aktif di dalam kelas sedangkan siswa menjadi pasif. Sedangkan pada kelas VIII-A dan VIII-B yaitu kelas perlakuan proses pembelajaran menggunakan mode pembelajaran Index Card Match, yakni pembelajaran diawali dengan memberikan motivasi untuk membangkitkan minat siswa dalam belajar, memberikan apersepsi dan memberikan materi singkat tentang materi ajar. Pada kegiatan inti Guru menyiapkan kartu index yang berisi tentang pertanyaan dan jawaban. Guru memberikan arahan tentang kartu tersebut kepada siswa. Guru menjelaskan jika nantinya kartu tersebut akan dicampurkan antara pertanyaan dan jawaban menjadi satu kemudian akan dibagikan kepada siswa masing-masing. Guru memberikan arahan bahwa siswa yang telah mendapat kartu harus mencari pasangannya masing-masing. Setelah menemukan pasangannya guru meminta siswa untuk duduk dengan pasangannya. Guru menunjuk pasangan yang akan membacakan kartu jawaban dan pertanyaan sementara siswa yang lain mendengarkan begitu seterusnya. Pembelajaran dengan menggunakan model Index Card Match membuat siswa lebih aktif dan lebih tertarik pada pembelajaran yang berlangsung. Siswa dan siswi sangat antusias dalam kelas selain itu pembelajaran ini membuatsiswa saling bekerja sama antara siswa satu dengan siswa lain saat mereka mencari pasangannya masing-masing.Selain itu inrteraksi antara guru dan peserta didik lebih meningkat dibandingkan dengan pembelajaran langsung. Setelah siswa selesai membecakan pertanyaan dan jawaban dari kartu masing-masing, saat sepasang siswa membacakan pertanyaan siswa lain memperhatikan dengan baik untuk mengetahui pertanyaan dan jawaban apa yang yang ada pada teman mereka. Sehingga Proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan siswa-siswa aktif dalam pembelajaran. Selanjutnya guru mengajak siswa untuk membuat kesimpulan yang mereka pelajari. Guru menyuruh siswa untuk mempelajari materi selanjutnya, dan menutup pertemuan dengan mengucapkan salam. Pada dasarnya tiap individu merupakan satu kesatuan, yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Itulah yang dialami oleh siswa pada saat pembelajaran “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 125 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 siswa-siswa memiliki perbedaan juga dalam belajar salah satunya adalah kemampuan daya ingat yang dimiliki siswa. Kemampuan daya ingat setiap siswa berbada-beda dalam proses belajar mereka.perbedaan inilah yang dapat mempengaruhi banyak atau sedikitnya materi yang dapat ditangkap oleh siswa. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor antara lain yang pertama yaitu faktor usisa siswa. Dalam satu kelas yang berisi sekitar 36 anak usia mereka tidak semua sama tetapi ada yang berbeda hal ini dapat menyebabkan kemampuan mengingat anak berbeda pula. Kedua adalah faktor lingkungan anak juga mempengaruhi daya ingat anak yaitu jika lingkungan seorang anak baik contohnya keadaan keluarga yang mendidik denagn baik,lingkunagn masyarakat yang baik maka dalam menangkap pembelajaran anak dapat mengingatnya. Ketiga adalah kemampuan keterampilan sikap seorang anak juga dapat mempengaruhi daya ingat anak. Daya ingat pada seorang anak dapat ditingkatkan dengan berbagai faktor salah satunya dengan pembelajaran efektif. Pembelajaran efektif mencakup beberapa faktor yaitu frekuensi, ketekunan,latihan,adaptasi, dan motivasi serta perhatian.guru perlu mengawasi perkembangan siswa yang menyesuaikan situasi belajar mengajar dengan kebutuhan masing-masing. Faktor inilah yang membuat siswa tertarik untuk belajar (Marilee, 2011). Pembelajaran Index Card Match merupakan pembelajaran yang efektif dalam membantu untuk siswa mengingat pembelajaran yang telah disampaikan dengan cara menyajikan pertanyaan dan jawaban yang bervariasi dari sebuah materi pembelajaran ke kartu index. Hal ini membuat siswa lebih baik dalam mengingat pembelajaran. Menurut Khuzaemah (2012) model pembelajaran Index Card Match lebih efektif, karena dapat membuat siswa tidak bosan dalam pembelajaran itu dikarenakan siswa dalam pembelajaran ini tidak hanya dapat belajar tetapi dapat bermain sambil belajar dengan menggunakan kartu indeks berpasangan. Model pembelajaran ini juga dapat meningkatkan minat peserta didik,mengaktifkan guru serta siswa dalam pembelajaran dan juga meningkatkan interaksi antara guru dan siswa sehingga tidak tibul rasa bosan pada diri siswa saat belajar. Melalui model pembelajaran ini siswa lebih termotivasi dalam belajar dikarenakan model pembelajaran yang dianggap baru dan lebih menarik. Penggunaan model pembelajaran Index Card Match yang diberikan guru juga membuat para siswa lebih mampu memahami materi pembelajaran jika dibandingkan pembelajaran langsung. Hal ini telah dibuktikan dengan hasil belajar siswa yang meningkat dari nilai rata-rata siswa 23,67 menjadi 82,50 setelah menggunakan model pembelajaran Index Card Match, sedangkan hasil belajar siswa yang hanya diberi perlakuan berupa pembelajaran langsung mendapatkan rata-rata hasil belajar siswa dari 23,42 menjadi 64,65. Hal ini juga dapat dilihat melalui hasil perhitungan yaitu diperoleh thitung sebesar 9,70 kemudian dibandingkan dengan ttabel dengan taraf signifikan 5% dan dk = 52 diperoleh ttabel = 1,98. Karena thitung lebih besar dari ttabel (9,93 > 1,98) maka H0 ditolak Ha diterima. Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran, karena salah satu indikator keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh tingkat keberhasilan yang dicapai siswa. Dengan demikian, hasil belajar dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan proses oembelajaran dan umpan balik bagi pendidik, untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menjalani pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 126 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 hakekatnya adalah perubahan mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik yang berorientasi pada proses belajar yang dialami siswa (Sudjana, 2011). Kendala pada saat pelaksanaan pembelajaran yaitu ada beberapa faktor antara lain jumlah siswa yang cukup banyak dalam satu kelas, sehingga cukup membuthkan waktu yang banyak untuk mengatur suasana kelas, agar menjadi tertib. Apalagi model pembelajaran Index Card Match ini membutuhkan waktu dalam mengatur agar siswa tidak gaduh pada saat mencari pasangannya masing-masing Berdasarkan hasil analisis data yang meliputi perhitungan nilai posttest pada kelas perlakuan (VIII-A dan VIII-B) dan kelas control (VIII-C dan VIII-D) maka diketahui bahwa model pembelajaran Index Card Match memiliki pengaruh positif tehadap hasil belajar kognitif IPA kelas VIII SMP Negeri 24 Samarinda. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran Index Card Match terhadap hasil belajar kognitif IPA siswa kelas VIII SMP Negeri 24 Samarinda. Saran Berdasarkan hasil penelitian dari kesimpulan diatas, saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut : 1. Guru hendaknya dapat menerapkan model pembelajaran Index Card Match agar siswa tidak jenuh terhadap pembelajaran dan interaksi antara guru dan siswa lebih meningkat. 2. Model pembelajaran Index Card Match dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. 3. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian ini dengan model pembelajaran lain atau dengan pokok bahasan yang lain. DAFTAR RUJUKAN Anurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Alvabeta : Bandung Arikunto,S.2010. Prosedur penelitian :Suatu Penelitian Praktik. Rineka Cipta : Jakarta Dimyati dan Mudjiono.2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta : Jakarta Dimyati dan Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta : Jakarta Fathurrohman,M. 2015. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Gaya Media Yogyakarta Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara : Jakarta Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara : Jakarta Izzaty, Rita, Eka, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press. Khuzaemah.2012.Penggunaan Metode Index Card Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Pelajaran Fiqih Pokok Bahasan Tata Cara Ibadah Haji Kelas V Semester 2 di MI Tarbiyyatul Athafal Wedung Demak tahun Pelajaran 2010/2011.Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang : Semarang Munthe, Bermawi. 2009. Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani Musaheri. 2007. Pengantar Pendidikan. IRSiSoD : Yogyakarta Prasetya. 2012. Meningkatkan Keterampilan Menyusun Instrumen Hasil Belajar Berbasis Modul Interaktif Bagi Guru-Guru IPA SMP Negeri Kota Magelang. Journal Of Education Research And Evaluation. Vol 1 No.2 : Magelang Purwanto. 2014. Evaluasi Hasil Belajar. Pustaka Belajar : Cirebon Timur “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 127 Prosiding Seminar Nasional II Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran, Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, 3 Desember 2016 Rustiyah, N.K. 2001. Masalah-Masalah Ilmu Keguruan. Bina Aksara : Jakarta Sagala, Syaiful.2010.Konsep dan Makna Pembelajaran.Alfabeta : Bandung Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta: Jakarta Slavin, Robart. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Nusa Dua: Bandung Solihatin, E. 2012. Strategi Pembelajaran PKN. Bumi Aksara : Jakarta Sudijono, A. 2010. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Rajawali Pers: Jakarta Sudjhana,N. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya: Bandung Sugiyono.2010. Metode penelitian kuantitatif kualitatif & RND.Alfabeta: Bandung Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung. Tirtaraharja, U. 2005. Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta. “Menyiapkan Generasi Cerdas Berwawasan Lingkungan di Abad 21” 128