BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan sebuah organisasi yang unik karena berbaur antara padat teknologi, padat karya dan padat modal (Jayanti, 2009). Menurut Dahlan yang dikutib dari Morris dan Morits (dalam Jayanti, 2009) mengatakan bahwa : “ Hospital is a place in which a patient receive food, shelter and nursing care while receiveing medical or surgical treatment” or ”an institution for reception care and medical treatment of the sick or wounded, also the building used for that purpose” or “a place where medicine is practiced by physician”. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 983/1992, rumah sakit merupakan sebuah sarana upaya kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa rumah sakit merupakan sebuah tatanan pemberi jasa layanan kesehatan yang berada di tengah masyarakat untuk memberikan pelayanan kesehatan secara holistik, bermutu dan kompleks dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang terdapat di dalamnya. Perawat merupakan salah satu sumber daya manusia yang di manfaatkan sebagai pemberi jasa layanan asuhan keperawatan. 1 Elis dan Hartley (dalam Priharjo, 2008), menyatakan bahwa perawat adalah orang yang mengasuh, merawat, dan melindungi yang merawat orang sakit, luka, dan usia lanjut. Selain itu, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 647/Menkes/SK/IV/2000 yang kemudian diperbaharui di dalam Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 dalam Asmadi (2008), menyatakan bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus dari pendidikan keperawatan, baik didalam maupun luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai salah satu sumber daya manusia yang juga memegang peranan penting didalam rumah sakit, profesi keperawatan di gunakan dalam penyelenggaraan untuk menjaga mutu pelayanan kesehatan. Layanan kesehatan yang diberikan merupakan sebuah asuhan keperawatan secara bio-psiko-sosialkultural-spiritual secara komperhensif kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, baik yang sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Lokaya Keperawatan Nasional, dalam Asmadi, 2008). Hal ini berarti dalam menjalankan fungsinya perawat harus memberikan sebuah jasa layanan kesehatan secara kontinyu, holistik dan konstan selama 24 jam kepada pasien. Selain itu, pelayanan keperawatan juga 2 merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan jelas mempunyai kontribusi yang sangat menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit, sehingga setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit harus juga disertai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan (Yani, dalam Widodo, 2010). Kualitas layanan kesehatan yang bermutu dapat diuji berdasarkan peran seorang perawat untuk memberikan layanan asuhan keperawatan. Nightingale dalam Priharjo (2008) menyatakan bahwa peran seorang perawat adalah untuk menjaga pasien, mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap masalah kesehatan yang menimpa dirinya. Berdasarkan asumsi dari Nightingale dapat di jelaskan bahwa untuk menjalankan perannya itu seorang perawat harus bisa untuk mendahulukan kepentingan kesehatan pasien di atas kepentingan pribadinya dan harus bisa bersikap siap sedia, tanggap dan cepat dalam menangani masalahmasalah kesehatan yang di alami oleh pasiennya. Salah satu contohnya adalah perawat yang bekerja di bagian Unit Rawat Inap dan Unit Gawat Darurat (UGD). Unit rawat inap merupakan sebuah unit pelayanan yang digunakan sebagai tempat untuk perawatan umum pasien setelah pasien masuk ke rumah sakit. Pada sebuah rumah sakit, terdapat 3 berbagai macam spesifikasi unit rawat inap tergantung management rumah sakit, ada yang terbagi berdasarkan kelaskelas tertentu, misalnya kelas 1, 2, 3 ataupun juga VIP. Selain itu, dapat pula dibedakan antara unit penyakit dalam, anak dan perawatan medis secara umum. Perawat yang bekerja di bagian unit rawat inap juga harus memiliki kompetensi, apalagi jika perawat itu bekerja di sebuah unit rawat inap dengan beraneka ragam sikap dan perilaku yang berbeda dari setiap pasien, maka perawat di tempat ini dituntut untuk mampu memenuhi segala kebutuhan pasien di unit tersebut sesuai dengan kebutuhan, bekerja cepat, mandiri dan juga secara profesional atau dengan team work dalam melakukan asuhan keperawatan yang akan mereka berikan kepada pasien. Sedangkan, Unit gawat darurat pada sebuah rumah sakit merupakan sebuah unit pelayanan yang memiliki peran sebagai gerbang utama jalan masuknya pasien gawat darurat. Selain itu, pada sebuah unit gawat darurat juga dilengkapi dengan sarana untuk penerimaan dan perawatan orang dengan kondisi yang membutuhkan pertolongan segera dan trauma. Oleh karena itu, sebagai perawat di Unit gawat darurat harus berada selama 24 jam per hari dan 7 hari dalam seminggu di Unit gawat darurat (Oman, 2008). 4 Seiring dengan meningkatnya pelayanan yang harus diberikan kepada seorang pasien yang mengalami keadaan gawat darurat, maka seorang perawat yang bekerja di unit gawat darurat dituntut untuk memiliki kompetensi dan keterampilan yang profesional untuk memberikan asuhan keperawatan yang bermutu kepada pasiennya. Menurut Emergency Nurses Association tahun 1999 dalam Oman (2008) di jelaskan bahwa Triase/tindakan penanganan kegawatdaruratan di unit gawat darurat harus dilakukan oleh seorang perawat profesional yang sudah terlatih dalam prinsip-prinsip triase dengan pengalaman kerja minimal selama enam bulan di bagian keperawatan kedaruratan. Menurut Campbell, (dalam Oman 2008), tuntutan yang terus-menerus timbul dalam lingkungan kegawatdaruratan, dapat memicu stres yang tidak sehat jika perawat tidak dapat menangani stres tersebut dengan cara yang positif dan proaktif. Hal itu berarti, bekerja di sebuah unit gawat darurat membutuhkan tindakan yang benarbenar cepat, cekatan, tepat dan akurat. Situasi-situasi yang dialami oleh perawat di unit rawat inap dan unit gawat darurat seperti inilah yang sering menimbulkan stres kerja bagi seorang perawat. Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap suatu tuntutan yang di hadapi (Selye, dalam Fabella, 1993). Sedangkan, Stres kerja adalah situasi faktor yang terkait dengan 5 pekerjaan. Stres ini terjadi ketika seseorang tidak dapat memenuhi tuntutan pekerjaan atau kebutuhan dari pekerjaan (Losyk, 2007). Beberapa faktor yang terkait dengan stres kerja menurut Losyk (2007) tergantung dari : kondisi fisik, teknologi, managemen, hubungan dengan rekan kerja dan tekanan waktu. Lima sumber stres kerja perawat secara umum adalah beban kerja berlebih, kesulitan berhubungan dengan staf lain, kesulitan merawat pasien kritis, berurusan dengan pengobatan dan perawatan pasien dan kegagalan merawat (Abraham & Shanley, dalam Sunaryo, 2004). Berdasarkan hasil observasi awal, pada saat peneliti melakukan Clinical Practise di beberapa rumah sakit kerjasama , pada tanggal 1 Mei – 20 Agustus 2011, sebagian besar perawat unit gawat darurat melakukan tindakan keperawatan dengan sangat cepat dan cekatan kepada pasien. Berbagai aktivititas dan layanan keperawatan selalu mereka berikan secara profesional. Stres kerja pada perawat di unit gawat darurat terjadi karena unit gawat darurat merupakan unit pelayanan yang bersifat segera dan membutuhkan pertolongan pertama untuk diberikan pada pasien. Selain itu, hal lain yang memicu terjadinya stres kerja ialah perawat unit gawat darurat harus menghadapi pasien yang datang dalam jumlah banyak dan dengan kondisi yang parah, sedangkan jumlah perawat di unit gawat darurat terbatas (Lia, 2009). 6 Perawat yang bertugas di unit gawat darurat menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kerja antara lain lingkungan fisik dan psikososial. Lingkungan fisik berupa terdapatnya berbagai karakter pasien dengan berbagai jenis penyakit, area kerja yang luas, dan kerja sama antar perawat. Hubungan interpersonal yang kurang baik antar karyawan, tuntutan yang tinggi dari pasien, serta pembuatan keputusan yang harus cepat dan tepat untuk menolong yang merupakan sumber stres psikososial. Semakin banyak jumlah pasien yang dirawat, semakin beragamnya penyakit, serta tingginya tingkat kebutuhan pasien dapat memicu terjadinya stres. Berdasarkan fenomena yang terjadi, perawat yang bertugas di unit gawat darurat memiliki stresor yang tinggi karena perawat setiap hari akan berhadapan dengan aspek lingkungan fisik dan lingkungan psikososial yang tinggi dari pekerjaannya. Ketidakmampuan perawat dalam menjawab tuntutan lingkungan akan menimbulkan situasi stres dalam lingkungan kerja sehingga secara sadar ataupun tidak, dapat mempengaruhi kinerja dan perilaku perawat itu (Lia, 2009). Berdasarkan hasil wawancara awal, dikatakan bahwa keseharian perawat di unit gawat darurat dan unit rawat inap mempunyai rutinitas yang berbeda. Perawat di unit rawat inap melakukan rutinitas yang cenderung sama tiap hari. Saat 7 pergantian jadwal misalnya, seorang perawat di uni rawat inap akan melaporkan keadaan pasien kepada rekan kerjanya yang akan melanjutkan dinas saat itu. Setelah laporan selesai diberikan, perawat berkeliling ruangan perawatan untuk melihat dan memastikan kondisi pasien yang akan mereka rawat nanti. Setelah itu, perawat akan mengimplementasikan program-program yang telah disusun sesuai dengan asuhan keperawatan tiap pasien, seperti melakukan injeksi atau memandikan pasien dan jika sudah tidak ada tindakan keperawatan yang mereka lakukan lagi, perawat akan tetap di ruang perawat ataupun membuat asuhan keperawatan sambil menunggu adanya panggilan dari pasien ataupun keluarga yang membutuhkan pertolongan. Apapun yang dilakukan oleh perawat di unit ini seperti sudah terjadwal setiap harinya dan mereka pun melakukan tindakan keperawatan yang sama untuk tiap harinya. Namun, walaupun rutinitas yang sama di lakukan setiap harinya, seorang perawat unit rawat inap juga cenderung mengalami stres kerja, jika pasien yang mereka tangani banyak dan perawat yang bertugas hanya 2-3 orang perawat. Selain itu, hubungan interpersonal perawat dengan rekan kerjanya juga merupakan salah satu stresor bagi perawat di unit rawat inap. Kelancaran dan kesuksesan seorang perawat dalam bekerja untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dipengaruhi oleh 8 kondisi kerja dan rekan kerja. Jika perawat bisa bekerja sama dengan baik bersama rekan kerjanya, maka akan sangat mempermudah perawat dalam bertindak dan stresor yang ditimbulkan juga akan menurun. Berdasarkan latarbelakangnya itu, maka profesionalitas seorang perawat sebagai care giver benar-benar dituntut di rumah sakit, maka tidak jarang dalam memenuhi tuntutan ini perawat harus benar-benar bisa untuk memprioritaskan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab pelayanan di bandingkan dengan kepentingan pribadi. Hal tersebut pun akan di alami oleh seorang perawat yang bekerja di bagian unit gawat darurat dan unit rawat inap. Tuntutan masyarakat atas sebuah pelayanan rumah sakit swasta membuat para perawat berjuang untuk meningkatkan profesionalitasnya dan hal ini juga mengakibatkan beban kerja perawat akan semakin meningkat, terkhususnya perawat di bagian gawat darurat yang nantinya akan memberikan pelayanan pertama kepada pasien saat pasien datang ke rumah sakit dengan berbagai kondisi dan latar belakang yang berbeda-beda. Widodo (2006) telah melakukan penelitian sebelumnya tentang Perbedaan Tingkat Stres Kerja Antara Perawat Kritis dan Perawat Gawat Darurat Di RSUD dr. Moewardi Surakarta, jenis penelitian adalah kuantitatif, menggunakan metode deskriptif 9 korelatif, dengan pendekatan crosssectional. Jumlah sampel penelitian sebanyak 60 responden yang kemudian dibagi menjadi 30 untuk perawat kritis dan 30 responden untuk perawat darurat, dengan teknik pengambilan sampel adalah incidental sampling. Pengambilan data tingkat stres kerja perawat menggunakan lembar kuisoner dengan 25 pertanyaan. Pengujian data dalam menjawab hipotesa penelitian menggunakan uji independent t test. Hasil penelitian menunjukkan dari 30 perawat kritis terdapat 29 responden dengan tingkat stres sedang dan 1 responden dengan tingkat stres berat. Pada Perawat gawat darurat menunjukkan 22 responden dengan tingkat stres sedang dan 8 responden dengan tingkat stres berat. Hasil pengujian hipotesis diperoleh nilai ttest = 3,289 dengan p = 0,002 sehingga disimpulkan terdapat perbedaan tingkat stres kerja antara perawat kritis dan perawat gawat darurat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Diasumsikan bahwa beban kerja perawat di unit gawat darurat lebih besar di bandingkan dengan perawat di bagian unit rawat inap, karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat stres kerja antara perawat di unit gawat darurat dan di unit rawat inap. 10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka hal yang ingin diteliti “Apakah Ada Perbedaan Tingkat Stres Kerja Antara Perawat Unit Rawat Inap dan Perawat Unit Gawat Darurat”. C. Batasan Masalah Masalah penelitian perlu di batasi agar terfokus dan dapat menjawab permasalahan penelitian. Fokus penelitian yang akan di lakukan yaitu tentang perbedaan tingkat stres kerja perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat. D. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat stres kerja antara perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui tingkat stres kerja perawat di unit rawat inap b. Untuk mengetahui tingkat stres kerja perawat di Unit perawatan gawat darurat (UGD) 11 c. Untuk Mengetahui perbedaan tingkat stres kerja antara perawat di unit rawat inap dan di Unit Gawat Darurat (UGD). E. Manfaat 1. Bagi Institusi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat berguna untuk memberi masukan kepada rumah sakit dan management yang ada untuk melihat pembagian job disk kerja sehingga mudah bisa memudahkan untuk pengontrolan stres kerja yang dihadapi oleh perawat. 2. Bagi Profesi Keperawatan Bagi profesi keperawatan, penelitian ini dapat berguna untuk mengetahui perbedaan tingkat stres perawat di unit gawat darurat dan unit rawat inap. 3. Bagi Peneliti Memberikan wawasan baru kepada peneliti tentang perbedaan stres kerja perawat unit rawat inap dan unit gawat darurat. 12