LAPORAN PRAKTIKUM PROYEK ANATOMI DAN FISIOLOGI HEWAN (BI-2103) PEMERIKSAAN HEMATOLOGI PADA DARAH MENCIT (Mus musculus) Tanggal Praktikum : Rabu, 24 September 2014 Tanggal Pengumpulan: Rabu, 01 Oktober 2014 Disusun oleh : Vina Alpiani 10613023 Kelompok 2 Asisten : Nadia Fadila 10612053 PROGRAM STUDI BIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2014 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berperan penting di dalam tubuh makhluk hidup terutama dalam pengangkutan zat – zat yang penting untuk proses metabolisme tubuh. Jika darah mengalami gangguan, maka proses metabolisme tubuh akan mengalami gangguan pula. Salah satu cara untuk mengetahui adanya gangguan pada darah yaitu dengan melakukan pemeriksaan hematologi. Hematologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari segala sesuatu tentang darah dan komponen – komponen penyusunnya yang terdiri dari sel eritrosit, leukosit trombosit, dan plasma darah. Sedangkan pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan darah dan komponen – komponennya (Handayani et al.,2013). Tujuan utama dari pemeriksaan hematologi ini yaitu untuk mengetahui adanya penyakit di dalam tubuh yang dideteksi melalui keadaan darah secara keseluruhan. Parameter pemeriksaan hematologi meliputi jumlah sel darah putih, jumlah sel darah merah, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah dan volume trombosit, serta indeks eritrosit yang mencakup MCV, MCH, MCHC, dan RDW (Dharma et al,.1983). Peranan pemeriksaan hematologi bagi ilmu kesehatan yaitu membantu tenaga medis dalam mendiagnosa suatu penyakit melalui pemeriksaan pada komponen darah. Pemeriksaan hematologi penting dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan sejak dini sehingga penanganannya dapat dilakukan sebelum menimbulkan penyakit yang berat, selain itu dengan melakukan pemeriksaan dapat menentukan jenis terapi yang tepat dan efektif sebagai alternatif untuk pengobatan. 2. Tujuan Tujuan dari praktikum ini antara lain : a. Menentukan nilai parameter histologi darah mencit b. Menentukan lapisan – lapisan histologi penyusun darah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Pemeriksaan Parameter Hematologi Komponen – komponen pada pemeriksaan parameter hematologi yaitu sebagai berikut. 1) Jumlah sel darah merah Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen penyusun darah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Eritrosit berbentuk bikonkaf atau cakram dengan diameter 75 nm, ketebalan di tepi 2 nm dan ketebalan di tengan 1 nm, namun dapat berubah sesuai diameter kapiler yang akan dilaluinya (Ganong, 1999). Sel darah merah merupakan komponen penyusun darah yang paling banyak jumlahnya. Pada wanita, eritrosit berjumlah ± 4,5 juta/mm3 darah dan pada laki – laki berjumlah ±5 juta/mm3 darah ( Lestari, 2009). 2) Jumlah sel darah putih Leukosit berperan dalam sistem pertahanan tubuh, yaitu melindungi tubuh dari infeksi virus dan bakteri. Leukosit mempunyai jumlah yang lebih sedikit dari pada eritrosit. Perbandingan antara leukosit dengan eritrosit yaitu 1 : 700. Jumlah leukosit pada tubuh manusia berkisar 6000 – 9000 butir/mm3. Jumlah leukosit dapat mengalami kenaikan atau penurunan yang disebabkan oleh adanya bakteri atau virus yang menginfeksi tubuh. Nilai normal leukosit pada orang dewasa yaitu sebanyak 4000-10.000/ µL, pada anak – anak 9000-12.000/ µL dan pada bayi yang baru lahir sebanyak 9000-30.000/ µL (Lestari, 2009). 3) Kadar Hemoglobin Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah. Kadar normal hemoglobin pada pria adalah 14 – 18 g/dL dan pada wanita 12 – 16 g/dL (Martini, 2006). Menurut Kris Cahyo (http://www.itd.unair.ac.id/), faktor umur merupakan salah satu hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan normal atau tidaknya hemoglobin, yaitu sebagai berikut. Tabel 2.1 Batas Kadar Hemoglobin Kelompok Umur Batas Nilai Hemoglobin (g/dl) Bayi baru lahir 17 – 22 Umur 1 minggu 15 – 20 Umur 1 bulan 11 – 15 Anak anak 11 – 13 Lelaki dewasa 14 – 18 Perempuan dewasa 12 – 16 Lelaki tua 12.4 - 14.9 Perempuan tua 11.7 - 13.8 4) Nilai Hematokrit Hematokit atau Packed Cell Volunze (PCV) adalah presentase sel darah merah di dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persen (%). Nilai normal hematokrit untuk pria berkisar 40,7% - 50,3% sedangkan untuk wanita berkisar 36,1% - 44,3%. Kadar hematokrit berbanding lurus dengan kadar hemoglobin dan eritrosit. Eritrosit berpengaruh terhadap viskositas darah yaitu semakin besar persentasi sel darah merah semakin banyak timbul gesekan antar lapisan darah sehingga viskositas darah meningkat yang berakibat pada derajat kesukaran aliran darah yangg melalui pembuluh darah kecil (Guyton, 1995). 5) Indeks Eritrosit Menurut Dharma et al (1983), parameter pada indeks eritrosit yaitu mencakup : a. Mean Corpuscular Volume (MCV), merupakan volume ratarata eritrosit yang dihitung dari hematokrit dan jumlah eritrosit. MCV menunjukkan ukuran rata-rata eritrosit yaitu normositik, makrositik, mikrositik yang menjadi dasar untuk mengklasifikasikan morfologi anemia. Cara menghitung MCV yaitu : ( ) Nilai normal MCV pada manusia adalah 84-96 fl (nilai lebih tinggi pada neonatus, bayi dan orang tua). 1 fl = 10-15L = 1 . b. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), menunjukkan rata-rata berat Hb di dalam 1 eritrosit yang digunakan untuk menilai derajat beratnya anemia. Cara menghitungnya yaitu : ( ( ) ) ( ) Nilai normal MCH pada manusia yaitu 28-34 pg/sel. c. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC), megukur rasio hemoglobin terhadap hematokrit yang digunakan untuk memantau terapi anemia. Nilai normal MCHC yaitu 32-36 g/dl. Cara menghitungnya yaitu : ( ) ( ) ( ) d. Red Blood Cell Distribution Width (RDW), adalah perbedaan variasi / ukuran eritrosit yang digunakan untuk memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum nilai MCV berubah dan sebelum terjadi gejala. Nilai rujukan RDW yaitu 11 – 15% dengan ukuran eritrosit 6 – 8 µm, semakin tinggi variasi ukuran sel mengindikasikan adanya kelainan. Cara menghitungnya yaitu : 6) Jumlah Trombosit Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi membantu dalam proses pembekuan darah dan menjaga integritas vaskuler. Nilai normal trombosit berkisar antara 150.000 400.000/ (Cahyo, www. http://www.itd.unair.ac.id/) Pada praktikum ini akan dilakukan pemeriksaan hematologi pada darah mencit. Adapun data dasar fisiologis pada mencit dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Data Dasar Fisiologis Mencit Karakteristik Berat Dewasa : Jantan Betina Nilai 20 – 40 gr 18-35 gr Berat Lahir 1,0 – 1,5 gr Massa Kebuntingan 18 -21 hari Mata membuka 12 -13 hari Massa Hidup 1 – 2 tahun Suhu Tubuh 37,4 OC Konsumsi pakan 4 – 5 gr/100 gr BB/hari Konsumsi Air 4 -7 ml/100 gr BB/hari Kardiovaskuler : Frekuensi Jantung Rataan 600 detak/menit Kisaran 328 – 780 detak/menit Rataan sistole 113 mmHg Rataan diastole 81 mmHg Frekuensi Pernapasan Rataan 163/menit Kisaran 84 - 230/menit Hemoglobin Rataan 14,8 gr % Kisaran 10 – 19 gr % Hematokrit 41,5 % Eritrosit Rataan 9,3 x 106 / Kisaran 7,7 – 12,5 x 106 / Leukosit Rataan 8 x 103 / Kisaran 4 – 12 x 103 / Sumber : Arrington (1972) dalam Alamsyah 2009 2.2. Komponen – Komponen Darah Darah merupakan media cair yang terdiri dari komponen selular yaitu sel - sel darah dan komponen cairan yang kaya akan protein yaitu plasma darah (Schalm et al. 1975). Menurut Martini (2006), darah mempunyai peran yang sangat penting, yaitu diantaranya : a. Sebagai alat pengangkut zat-zat makanan, air, dan oksigen ke seluruh jaringan tubuh. b. Mengangkut hormon dari kelenjar endokrin ke bagian tubuh tertentu. c. Membawa sisa – sisa metabolisme dan karbondioksida menuju alat eksresi d. Sebagai pembentuk antibodi berupa sel darah putih untuk menjaga tubuh dari infeksi. e. Menjaga kestabilan suhu tubuh f. Menjaga keseimbangan asam basa Darah tersusun dari beberapa komponen yaitu : 1. Sel – sel darah Sebanyak 45 % komposisi darah tersusun oleh sel – sel darah. Sel – sel darah terbagi menjadi 3 macam yaitu : a. Sel darah merah (eritrosit) Eritrosit merupakan sel yang tidak berinti dan bersifat non motil. Eritrosit berbentuk bikonkaf yang bertujuan untuk mempercepat pertukaran gas antara sel dengan plasma. Eritosit mempunyai bentuk cakram dengan diameter 7,5 m dengan ketebalan tepi 2 m. Tengah-tengah cakram tersebut lebih tipis dengan ketebalan 1 m ( Hartadi et al., 2004). Pada orang dewasa, eritrosit dibentuk di dalam sumsum tulang belakang, sedangkan pada embrio/bayi, eritrosit dibentuk didalam hati dan limpa. Sel-sel pembentuk sel darah merah ini disebut eritroblast. Sel-sel darah merah mempunyai usia ± 120 hari. Setiap detik ada 3 juta sel darah merah yang mati dan dibersihkan oleh hati dan limpa. Warna merah pada eritrosit disebabkan oleh adanya hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu protein yang terdiri atas globin dan hemin yang mengandung zat besi. Hemoglobin ini berfungsi sebagai pengikat oksigen untuk disebarkan ke seluruh tubuh (Lestari, 2009). b. Sel darah putih (leukosit) Leukosit atau sel darah putih merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit mempunyai bentuk yang tidak tetap (ameboid), tidak berwarna, memiliki inti, bulat/cekung, jumlahnya pada orang normal kira-kira 6.0009.000/mm3 . Umur sel darah putih sekitar 12-13 hari. Leukosit dibuat dalam sumsum tulang merah, limfe dan jaringan retikuloendothelium. Fungsi dari leukosit yaitu untuk melindungi tubuh dari infeksi. Leukosit merupakan sel yang bersifat fagosit. Jika ada kuman atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh, maka leukosit akan mengeluarkan antibodi dan memakan zat asing tersebut. Apabila leukosit ini kalah maka akan berubah menjadi nanah (Guyton 1997). Macam – macam leukosit menurut Natalia et al. yaitu : 1) Leukosit agranulosit terdiri dari monosit dan limfosit. Monosit, dengan ciri-ciri inti bulat, besar, bersifat fagosit dan dapat bergerak cepat. Sedangkan Limfosit memiliki ciri-ciri berinti satu, tidak dapat bergerak, dan berfungsi untuk imunitas. 2) Leukosit granulosit terdiri dari netrofil, basofil, dan eosinofil. Neutrofil merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak. Sel ini memiliki masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Sekitar 50 % neutrofil dalam darah perifer menempel pada dinding pembuluh darah. Neutrofil memasuki jaringan dengan cara bermigrasi sebagai respon terhadap kemotaktik (Hoffbrand, 2006). Eosinofil memiliki granula bewarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil, tetapi granula dalam sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira 24 % sedangkan basofil memiliki granula bewarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil daripada eosinofil, tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di dalam protoplasmanya terdapat granula-granula yang besar, banyaknya kira-kira 0,5 % di sumsum merah (Handayani, 2008). c. Trombosit (Sel – sel darah pembeku) Trombosit memiliki bentuk yang tidak tetap. Jumlah trombosit di dalam tubuh sekitar 200.000-400.000/mm3, dibuat dalam sumsum tulang (megakariosit). Trombosit berperan dalam proses pembekuan darah. Saat terjadi luka, trombosit akan pecah dan terbentuk trombokinase, dengan bantuan ion kalsiumdan vitamin K, trombokinase akan mengubah protrombin (dalam plasma darah) menjadi trombin. Trombin yang terbentuk akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin (benang-benang halus) yang akan menutup luka sehingga perdarahan berhenti (Lestari, 2009). 2. Plasma darah Plasma merupakan cairan yang menyertai sel-sel darah. Menurut Martini (2006), di dalam plasma terkandung zat – zat sebagai berikut. a. Air sebanyak 92 % b. Protein sebanyak 7 % yang terdiri dari : albumin yang berperan dalam menjaga tekanan osmosis darah, globulin berperan dalam pembuatan antibody, serta fibrinogen berperan dalam pembekuan darah. c. Zat – zat lain 1 % yang terdiri dari : Gas (berupa O2, CO2 dan N2), nutrien (berupa lemak, glukosa, asam amino, vitamin), garam mineral (NaCl, KCl, fosfat, sulfat, bikarbonat), dan zat sisa (urea, kretinin, asam urat, bilirubin). 2.3. Kelainan Darah Berdasarkan Parameter yang Terukur Berdasarkan parameter yang telah terukur, maka dapat diketahui beberapa kelainan pada darah menurut Oehadian (2012) yaitu diantaranya : 1) Kelainan Pada Sel Darah Merah Salah satu kelainan pada eristrosit adalah anemia. Anemia diartikan sebagai berkurangnya satu atau lebih parameter sel darah merah, baik itu konsentrasi hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Berdasarkan kriteria WHO, anemia adalah kadar hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita. Berdasarkan perubahan eritrosit (MCV), anemia diklasifikasikan menjadi : a. Anemia makrositik, yaitu anemia dengan karakteristik MCV diatas 100 fL. Anemia ini dapat disebabkan oleh peningkatan retikulosit, metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor eritrosit, penggunaan alkohol, penyakit hati, dan hipotiroidisme. b. Anemia mikrositik, yaitu anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai dengan penurunan hemoglobin dalam eritrosit. c. Anemia normositik, yaitu anemia dengan MCV normal antara 80 – 100 fL. 2) Kelaianan Pada Sel Darah Putih a. Leukopenia, adalah suatu keadaan berkurangnya leukosit dalam darah yaitu ≤ 5000/mm3. b. Netropenia, adalah jumlah netrofil batang dan segmen di bawah 2000/mm3. Netropenia dapat disebabkan karena proses imun, obat-obatan (siklofosfamid, azatioprin, gangguan fungsi sumsum tulang). c. Limfopenia, adalah penurunan jumlah limfosit di bawah 1500/mm3. d. Lekositosis. Peningkatan leukosit > 10.000/mm3 pada lupus eritematosus dapat disebabkan karena penggunaan steroid atau adanya infeksi. e. Leukimia (kanker darah) merupakan penyakit di mana pertambahan sel darah putih secara tidak terkendali (abnormal) sekitar 500.000/mm3 darah. Hal ini akan sangat merugikan si penderita karena sifat sel darah putih adalah memakan kuman penyakit, karena tidak ada kuman penyakit maka akan memakan sel darah merah yang ada. 3) Kelainan Pada Trombosit a. Trombositopeni adalah penurunan trombosit kurang dari 50.000/mm3. Trombositopeni ringan ( trombosit antara 100.000-150.000/mm3) ditemukan pada 25-50% penderita lupus. Trombositopeni disebabkan karena menempelnya zat anti pada permukaan trombosit sehingga terjadi penghancuran trombosit di limpa. b. Trombositosis adalah peningkatan trombosit lebih dari 400.000/mm3. Keadaan ini ditemukan pada 3,7% penderita lupus. Trombositosis dapat disebabkan karena peradangan atau perdarahan kronik. BAB III METODOLOGI 3.1. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu sebgai berikut. Tabel 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan Kaca objek Darah mencit Pipet Alkohol Hemocytometer Larutan Giemsa Alat Ukur Sahli Larutan Hayem Tabung Larutan Turk Sentrifuga HCl 1 N EDTA Malam 3.2. Cara kerja Pada praktikum ini dilakukan beberapa percobaan yaitu sebagai berikut. 3.2.1. Pembuatan Preparat Apusan Darah (Blood Smear) Setetes darah ditempatkan di daerah ujung kaca objek. Salah satu sisi kaca objek lain ditempatkan di atas kaca objek yang telah ditetesi darah dengan kemiringan 30 – 45o . Kaca objek tersebut digeserkan hingga menyentuh darah sehingga darah menyebar sepanjang sisi kaca objek yang bersentuhan. Kaca objek tersebut digeserkan kembali dengan arah yang berlawanan sehingga terbentuk apusan darah. Apusan darah yang dibentuk sebaiknya tipis dan terbentuk degradasi warna darah. Selanjutnya merupakan proses fiksasi. Apusan darah yang telah kering difiksasi dengan cara dicelupkan ke dalam alkohol selama ±3 detik yang berfungsi untuk mempreserve sel, dan menghentikan enzim proteolitik agar tidak membusukkan sel. Apusan darah yang telah difiksasi diwarnai dengan meneteskan larutan Giemsa. Setelah apusan darah yang diwarnai kering, maka pengamatan sel darah dilakukan. 3.2.2. Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah Darah dihisap sampai garis tanda 0,5 tepat, kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet dihapus. Ujung pipet dimasukkan ke dalam larutan hayem sambil menahan darah pada garis tanda dan larutan hayem dihisap sampai garis tanda 101. Pipet diangkat dari cairan, pipet dikocok selama 15-30 detik. Tiga tetes atau empat tetes cairan yang ada didalam batang kapiler dibuang dan menyentuh ujung pipet dengan sudut 30 derajat pada permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Kamar hitung dibiarkan selama 2 atau 3 menit supaya sel darah merah mengendap. Sel darah merah yang terdapat dalam lima bidang yang tersusun dari 16 bidang kecil dihitung dengan bantuan mikroskop. Jumlah eritrosit/mm3 darah = Pengenceran = 3.2.3. Perhitungan jumlah leukosit Darah dihisap menggunakan pipet khusus untuk leukosit sampai skala 1, hindari terperangkapnya gelembung udara. Dengan menggunakan pipet yang sama, kemudian dihisap larutan Turk sampai skala 11. Pipet dibolak-balik agar darah dan larutan Turk menjadi homogen. Dengan menggunakan tisu, beberapa tetes larutan dari ujung pipet dibuang sampai skala 1. Larutan diteteskan pada sisi kaca tutup hemocytometer. Hindari penetesan larutan yang berlebihan, sehingga larutan dapat masuk ke pant di kiri-kanan ruang penghitungan, karena hal ini dapat menyebabkan kesalahan penghitungan. Leukosit dihitung pada 4 ruang persegi (W) hemocytometer. Pengenceran = Jumlah leukosit = 3.2.4. Pengukuran konsentrasi Hemoglobin Darah dihisap menggunakan pipet khusus alat ukur Sahli sampai skala 20 l. Darah kemudian diteteskan ke dalam tabung pada alat ukur Sahli yang sudah diisi dengan satu tetes HCl 1 N, selanjutnya diaduk sampai homogen. Warna larutan yang terbentuk dibandingkan dengan larutan standar hemoglobin dalam tabung standar di sebelah tabung sampel. Larutan sampel ditetesi lagi dengan HCl 1 N dan diaduk agar homogen hingga warnanya sebanding dengan warna larutan standar. Setelah warna larutan sampel sebanding dengan warna larutar standar, skala pada tabung sampe diamati. Untuk menentukan konsentrasi hemoglobin sampel darah yaitu dalam satuan g/dL. 3.2.5. Pengukuran Volume Hematokrit Tabung kapiler diisi dengan darah dan ujungnya ditutup dengan malam. Tabung diletakkan pada alat sentrifuga khusus berkecapatan tinggi dengan ujung yang tertutup mengarah ke tepi alat sentrifuga. Tabung disentrifugasi selama 2-5 menit dengan kecepatan 10.00015.000 rpm. Volume hematokrit ditentukan dengan menggunakan skala Wintrobe. Bagian dasar tabung yang berisi eritrosit diletakkan di garis paling bawah skala. Garis pembatas pada skala antara warna merah eritrosit dengan warna kekuningan plasma ditentukan sebagai volume (%) hematokrit. Volume hematokrit yang akurat mengukur massa eritrosit di bawah "buffy coat". "Buffy coat" terdapat di bagian atas massa eritrosit dan di bagian bawah plasma. 3.2.6. Mean Corpuscular Volume (MCV) Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah mengukur volume rata-rata eritrosit. Eritrosit yang baru masuk ke dalam sistem sirkulasi belum memiliki bentuk bikonkaf, dan masih memiliki hemoglobin tahap fetus atau tips hemoglobin lainnya. Cara menghitung MCV yaitu : ( ) 3.2.7. Mean Corpuscular hemoglobin (MCH) Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) adalah mengukur berat rata-rata hemoglobin dalam eritrosit. Perhitungan : ( ) ( ) ( ) 3.2.8. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentranion (MCHC) Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) adalah mengukur rasio hemoglobin terhadap hematokrit. MCHC memberikan basil pengukuran yang lebih baik karena tidak memerlukan penghitungan jumlah eritrosit. ( ) ( ) ( ) BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Data 4.1.1 Perhitungan Parameter Hematologi Dari hasil praktikum ini, di dapat data hasil perhitungan parameter hematologi pada darah mencit yaitu sebagai berikut. 1) Perhitungan jumlah eritrosit Jumlah eitrosit yang teramati = 351 Pengenceran = Jumlah eritrosit/mm3 = = = 3,53 x 106/mm3 2) Perhitungan jumlah leukosit Jumlah leukosit yang teramati = 177 Pengenceran = Jumlah leukosit/mm3 = = = 4425/mm3 3) Kadar Hemoglobin yang terukur = 12,8 g/dl 4) Nilai hematokrit yang terukur = 40 % 5) Perhitungan jumlah MCV ( = ( = 11,3 6) Perhitungan jumlah MCH ) ) ( ( ) ) ( = ( ) ) = 36,3 pg 7) Perhitungan jumlah MCHC ( ( ) ) ( ) = = 32 g/dl 4.1.2. Pengamatan Histologi Pembuluh Darah Selain pengukuran terhadap parameter hematologi, dalam percobaan ini dilakukan pula pengamatan terhadap histologi pembuluh darah. Di bawah ini merupakan tabel hasil pengamatan histologi pembuluh darah. Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Histologi Pembuluh Darah Histologi Hasil Pengamatan Literatur Apusan Darah Mencit Gambar 4.2 Gambar 4.1 Apusan darah Apusan Darah Mencit Perbesaran 40 x 10 Perbesaran 40 x 10 (http://www.biology-online.org/biologyforum) (Dokumentasi Pribadi, 2014) Gambar 4.3 Arteri Penyebar Pada Equus sp Perbesaran 40 x 10 Arteri (Dokumentasi Pribadi, 2014) Penyebar Gambar 4.5 Arteri Penyebar Perbesaran 40 x 10 (http://histologyworld.com/photoalbum//displayimage.php?pid =4080) Gambar 4.4 Arteri Penyebar Pada Lapus sp Perbesaran 10 x 10 (Dokumentasi Pribadi, 2014) Vena Cava Gambar 4.6 Gambar 4.7 Vena Cava Posterior Vena Cava Perbesaran 10 x10 Perbesaran 40 x 10 (Dokumentasi Pribadi, 2014) (http://www.siumed.edu/dking2/crr/CR025b.ht m) 4.2 Pembahasan Pada praktikum pemeriksaan parameter hematologipada darah mencit ini digunakan beberapa reagen yaitu diantaranya alkohol, larutan Hayem, larutan Giemsa, larutan Turk, HCl, dan larutan EDTA. Alkohol, berfungsi dalam proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel – sel pada apusan darah tanpa mengubah struktur organel yang ada didalamnya. Larutan Giemsa,adalah zat warna yang digunakan dalam pembuatan sediaan apusan darah, agar sediaan terlihat lebih jelas saat diamati. Larutan ini memberikan warna biru pada apusan darah. Pewarnaan ini sering disebut juga sebagai pewarnaan Romanowsky (R.Gandasoebrata, 2007). Larutan Hayem, sebagai larutan fisiologis yang terdiri dari NaCl 1 g, Na2SO4 5 g, HgCl2 0,5 g dan akuades 20 mL, larutan fisiologis ini digunakan untuk mengencerkan darah sehinga darah bisa dihitung karena harus bersifat isotonis dan fiksatif terhadap eritrosit. Cara kerja dari larutan Hayem adalah dengan merusak sel-sel lain yang ada di dalam sel darah selain sel darah merah (Kadir, 2002). Larutan Turk, berfungsi untuk memecah eritrosit sehingga yang tersisa hanya leukosit saja. Komposisi dari larutan ini yaitu asam asetat 13 mL, gentiana violet 21 mL dan ditambah akuades 10 mL (Kadir, 2002). HCl di pakai pada saat pengukuran kadar hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat hemoglobin. Larutan EDTA merupakan anti koagulan yang berfungsi untuk mengencerkan darah setelah diambil agar tidak terjadi penggumpalan (James, 2006). Dari percobaan ini di dapat data hasil pemeriksaan parameter hematologi pada darah mencit yaitu jumlah eritrosit yang terkandung sebanyak 3,53 x 106/mm3, leukosit sebanyak 4425/mm3, hemoglobin 12,8 g/dl, hematokrit sebesar 40 %, MCV 11,3 m3 (113,3 fl), MCH sebesar 36,3 pg, MCHC sebesar 32 g/dl. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, terdapat perbedaan pada jumlah eritrosit dan nilai MCV. Nilai eritrosit normal pada mamalia yaitu berkisar antara 4.5 juta – 10 juta / L dan nilai MCV normal berkisar antara 84 – 96 fl. Pada darah sampel ini mengalami kekurangan eritrosit dan MCV lebih dari 100 fl, berdasarkan literatur jika MCV lebih dari 100 fl maka dikategorikan sebagai anemia makrositik (Oehadian, 2012) sehingga dapat disimpulkan bahwa mencit yang menjadi hewan percobaan ini mengalami kelainan pada eritrosit yaitu anemia dengan tipe makrositik. Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh, variasi harian, dan keadaan stress, juga disebabkan oleh ukuran sel darah itu sendiri. Selain itu, terdapat faktor lainnya seperti kondisi pakan, kandungan bahan organik (seperti lemak, glukosa, urea), kondisi lingkungan, dan musim. Pertambahan umur dapat mempengaruhi pembentukan eritrosit. Sel pembentuk eritrosit adalah hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang terdapat di sumsum tulang (id.wikipedia.org).. Semakin bertambah umur hewan, maka produktivitas sumsum tulang dalam proses pembentukan eritrosit semakin turun, akibatnya jumlah eritrosit akan semakin berkurang pada hewan yang umurnya lebih tua. Pada pengamatan ini di tentukan pua lapisan – lapisan histologi penyusun pembuluh darah yang diamati menggunakan mikroskop. Lapisan – lapisan yang menyusun pembuluh darah diurutkan dari yang terdalam (lumen) yaitu : a. Tunika intima terdiri atas selapis sel endotel yang membatasi permukaan dalam pembuluh. Di bawah endotel adalah lapisan subendotel, terdiri atas jaringan penyambung jarang halus yang kadang-kadang mengandung sel otot polos yang berperan untuk kontraksi pembuluh darah. b. Tunika elastika interna, yaitu tersusun dari elastin yang berfenestra (berjendela) sehingga memungkinkan senyawa – senyawa untuk berdifusi dan memberi makan sel yang letaknya lebih dalam pada pembuluh darah. c. Tunika media, terdiri dari sel-sel otot polos yang tersusun secara konsentris mengelilingi lumen disertai dengan serat kolagen (tipe III), elastin, proteoglikan, serta zat amorf intraseluler. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal. d. Tunika elastika eksterna, terletak diantara tunika media dan tunika adventisia. Lebih tipis dibandingkan dengan tunika elastika interna. e. Tunika adventisia terdiri atas pengikat fibtoelastis tak bermesotel. Terdapat kolagen tipe I dan vasa vasorum. Vasa vasorum merupakan arteri kecil yang memperdarahi sel – sel hidup di tunika media dan tunika adventisia (www.akademia.edu). Perbedaan antara arteri, aorta, dan vena yaitu terletak pada histologi penyusunnya. Aorta memiliki struktur sel tunika intima yang berbentuk poligonal selapis, tunika media dibentuk oleh serabut elastis, serta tunika adventisia yang berupa jaringan ikat longgar tipis dan terdapat vasa vasorum. Pada arteri penyebar memiliki lapisan muskuler yang tebal. Sel – sel ini bercampur dengan sejumlah serabut elastin serta kolagen proteoglikan. Sedangkan pada vena cava tidak mempunyai tunika media, tersusun dari sel pipih selapis pada tunika intima dan pada tunika adventisia terbentuk jaringan ikat longgar dengan serabut kolagen yang membentuk berkas – berkas longitudinal (http://staff.uny.ac.id/). BAB V KESIMPULAN Hasil dari praktikum pemeriksaan hematologi pada darah mencit, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu antara lain : a. Dari percobaan ini di dapat data hasil pemeriksaan parameter hematologi pada darah mencit yaitu jumlah eritrosit yang terkandung sebanyak 3,53 x 106/mm3, leukosit sebanyak 4425/mm3, hemoglobin 12,8 g/dl, hematokrit sebesar 40 %, MCV 11,3 m3 (113,3 fl), MCH sebesar 36,3 pg, MCHC sebesar 32 g/dl. Mencit ini diperkirakan menderita penyakit anemia mikrositik karena jumlah eritrositnya rendah dan memiliki MCV lebih dari 100 fl. b. Lapisan – lapisan yang menyusun histologi pembuluh darah yaitu terdiri dari tunika intima, tunika elastika interna, tunika media, tunika elastika eksterna dan tunika adventisia. Semua lapisan ini memiliki tugas dan fungsinya masing – masing di dalam pembuluh darah. DAFTAR PUSTAKA Arington Lr. 1972. Introductory Laboratory Animal Science. The Breeding, Care And Management Of Experimenta1 Animals. New York: The Interstate Printers & Publishers Inc. Alamsyah, Agus Fahrizal. 2009. Gambaran Darah Mencit (Mus musculus albinus) Pada Proses Persembuhan Luka Yang Diberi Salep Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air Rimpang Kunyit (Curcuma longa Linn.) Dharma R, Immanuel S, Wirawan R. Penilaian Hasil Pemeriksaan Hematologi Rutin. Cermin Dunia Kedokteran. 1983; 30: 28-31. Ganong W. F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. Jakarta : Egc. P. 552,563,567-569,576 Guyton Ac. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook Of Medical Physiology. Ed Ke-7. Diterjemahkan Oleh Tengadi Iw. Jakarta: Egc. Hlm 52-67. Guyton Ac Dan Hall 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed Ke-9. Diterjemahkan Oleh Setiawan I, Tengadi Ka, Santoso A. Jakarta: Egc. Terjemahan Dari: Textbook Of Medical Physiology. Gandasoebrata R, Penuntun Laboratorium Klinik Cetakan 13. 2007. Dian Rakyat, Jakarta Handayani, L., Irianti, N Dan Yuwono, E. Pengaruh Pemberian Minyak Ikan Lemuru Terhadap Kadar Eritrosit Dan Trombosit Pada Ayam Kampung. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1) : 39-46 Hartadi, Diaz, Sumardi R dan Rizal Isnanto. 2004.Simulasi Penghitungan Jumlah Sel Darah Merah. Transmisi, Vol. 8, (2) 1-6 Hoffbrand, A.V., Moss, P.A.H. dan Pettit, J.E. 2006. Essential Haematology. 5th. Asia : Blackwell Publishing. hal. 129-181. Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika : Jakarta James, J., Baker, C. and Swain, H., 2006, Principles of Science Nurses, Blackwell Science ltd Oxford, USA Kadir, M. 2002.Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. UNIB :Bengkulu Lestari, Endang Sri., Kistinnah, Idun.2009. Biologi Dan Makhluk Hidup Dan Lingkungannya. Pusat Perbukuan Departemen Pendidkan Nasional: Jakarta. Martini, F. Fundamentals Of Anatomy And Physiology. 7th Ed. 2006. Pearson Education Inc. : Usa Natalia, Dian Eka Saputri, Awik Puji Dyah N, S.si, M.si, Dra. Nurlita Abdulgani, M.si. Jumlah Total dan Diferensial Leukosit Mencit (Mus Musculus) Pada Evaluasi In Vivo Antikanker Ekstrak Spons Laut Aaptos Suberitoides Oehadian, Amaylia. 2012. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 Schalm Ow, Jain Nc And Carrol Ej. 1975. Veterinary Haematology. Ed Ke-3.Philadelphia: Lea Dan Febiger. Hlm 235-373. Cahyo, Kris. Pemeriksaan Darah Lengkap. http://www.itd.unair.ac.id/files/pdf/protocol1 http://www.biology-online.org/biology-forum Diakses pada 30 September 2014 http://histology-world.com/photoalbum//displayimage.php?pid=4080 Diakses pada 30 September 2014 http://www.siumed.edu/dking2/crr/CR025b.htm Diakses Pada 30 September 2014 www.akademia.edu/7198317/Hema_1 Diakses pada 29 Sepetember 2014 id.wikipedia.org. Diakses pada 30 September 2014 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Bb3-Kardiovasa Diakses pada 30 September 2014