BAB II - pps unud

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Analisis Fundamental
Analisis fundamental adalah studi tentang ekonomi, industri dan kondisi
perusahaan untuk memperhitungkan nilai dari saham perusahaan. Analisis
fundamental ini menitikberatkan pada data-data kunci dalam laporan keuangan untuk
memperhitungkan apakah harga saham sudah diapresiasi secara akurat.
Analisis Fundamental merupakan analisis yang berhubungan dengan faktor
fundamental perusahaan yang ditunjukkan dalam laporan keuangan perusahaan. Atas
dasar laporan keuangan para investor dapat melakukan penilaian kinerja keuangan
perusahaan terutama keputusan dalam hal melakukan investasi. Bagi para pemilik
atau pemegang saham bermanfaat untuk melihat tingkat kembalian yang tercermin
dalam laporan rugi laba dan besarnya dividen yang menjadi hak para pemegang
saham.
Analisis Fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang
akan datang dengan mengestimasi nilai-nilai faktor-faktor fundamental yang
mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, dan menerapkan hubungan
variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Model ini sering
disebut sebagai share price forecasting model, dan sering dipergunakan dalam
berbagai pelatihan analisis sekuritas. Para praktisi cenderung menyukai penggunaan
15
model yang tidak terlalu rumit, mudah dipahami, dan mendasarkan diri atas informasi
akuntansi (Suad Husnan, 2005).
Analisis fundamental merupakan teknik analisis saham yang mempelajari
tentang keuangan mendasar dan fakta ekonomi dari perusahaan sebagai langkah
penilaian saham perusahaan. Asumsi yang digunakan adalah harga saham yang
terjadi merupakan refleksi dari informasi mengenai saham tertentu. Hal ini terjadi
apabila efisiensi pasar modal sekurang-kurangnya dalam bentuk setengah kuat. Para
investor yang mengambil keputusan berdasarkan faktor fundamental ini biasanya
cenderung lebih senang menghindari risiko (risk averse).
Dalam menerapkan analisis fundamental ini pada praktiknya akan selalu
mengasumsikan bahwa pembentukan harga suatu saham dipengaruhi oleh berita yang
datangnya secara acak (random walk) dan harga saham akan secara cepat
menyesuaikan dengan keadaan berita tersebut, sehingga analisis fundamental akan
lebih tepat digunakan apabila kondisi pasar modal berada dalam tingkat efisiensi
setengah kuat dan kuat.
Indikator ekonomi yang biasa digunakan untuk analisis fundamental adalah
indikator business cycle. Business cycle adalah kulminasi dari perubahan cyclical
kekuatan ekonomi makro dalam perekonomian (Brocato dan Steed, 1998). Kekuatankekuatan yang sama ini bertanggung jawab akan perubahan fundamental yang
mempengaruhi harga saham, oleh sebab itu penelitian tentang equity valuation
menemukan hubungan positif dan secara statistik signifikan antara harga saham dan
16
kondisi ekonomi (misalnya, Joehnk dan Petty, 1980; Moore, 1983; Chen, Roll dan
Ross, 1986; Eun dan Senbet, 1986; Schwert, 1990).
Gooding dan O’Malley (1977), Krueger dan Johnson (1990) dan Wiggens
(1992) mendefinisikan business cycle sebagai up market dan down stream yang
menunjukkan pada suatu kegiatan berulang. Perubahan business cycle antara ekspansi
(up market) dan resesi (down stream) cukup lambat dan secara umum bersifat jangka
panjang (Diebold & Rudebusch, 2001). Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian
Osborn, Sensier dan Simpson (2001) bahwa di Negara Inggris (UK), resesi
merupakan suatu peristiwa yang jarang terjadi.
Pengertian dasar dari karakteristik cycle (Diebold dan Rudebusch, 2001)
adalah :
a.
Variabel-
variabel ekonomi makro yang bergerak secara bersama-sama seperti ada comovement dari serangkaian variabel ekonomi sepanjang suatu cycle.
b.
Fluktuasi dalam
aktivitas ekonomi menunjukkan kegiatan yang berulang, deviasi dari rata-rata
atau
tingkat
trend
aktivitas
yang
secara
tipikal
dipelihara
untuk
mempertimbangkan panjangnya waktu.
Dalam analisis business cycle diperlukan tanggal-tanggal histories untuk
mengetahui saat resesi dan saat ekspansi di masa lalu. Classical business cycle
memusatkan perhatian pada perubahan tingkat absolute aktivitas ekonomi. Berbeda
dengan growth cycle yang menguji pergerakan relatif trend jangka panjang. Baik
17
pemerintah maupun swasta lebih menaruh perhatian pada penurunan secara absolute
dan ekspansi daripada mengukur growth cycle.
Semua teori business cycle neo klasik bersifat exogenous, tergantung pada
gelombang ekonomi eksternal dan dibangun dari aksioma psychological yang tidak
terbukti. Mitchell membangun teori yang bersifat endogenous, berdasarkan dinamika
kapasitas internal. Teorinya didasarkan pada generalisasi induktif yang diperoleh dari
penelitian empiris. Teori evolusi digunakan untuk menjelaskan bagaimana fenomena
ini berkembang. Secara historis harus khusus menunjukkan satu rangkaian institusi
yang memberi kenaikan pada fenomena tersebut.
Mitchell menunjukkan bagaimana business cycle tidak berasal dari ekonomi
pra kapitalis namun muncul di bawah institusi kapasitas sehingga bagaimanapun
selalu ada krisis ekonomi dari satu jenis atau lain jenis sepanjang sejarah
perekonomian namun tidak business cycle modern.
Mitchell menekankan tiga perbedaan khusus antara ekonomi pra kapitalis
dengan ekonomi kapitalis yang menentukan kemungkinan terjadinya business cycle
yaitu : pada periode awal feodalisme di Eropa – setiap manor (keluarga) akan
menghasilkan semua kebutuhannya sendiri. Ini berarti hanya ada sedikit pasar
perdagangan. Pertengahan era feodalisme, produksi dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan manor dengan harapan dapat memperoleh keuntungan dari
penjualan barang yang diproduksi dan akhirnya era feodalisme, mulai diperlukan
sedikit uang atau kredit.
18
Indikator business cycle (Osborn dan Sensier, 2002) adalah : (a) suku bunga,
(b) variabel keuangan domestic dari narrow money (rangkaian nominal atau nominal
series dibagi dengan Indeks Harga Konsumen), (c) harga saham, dan (d) tingkat suku
bunga jangka panjang dan jangka pendek untuk tiap negara.
Indikator business cycle antar negara dapat berbeda, sebagai contoh di
Amerika, indikator yang digunakan adalah variabel financial dan harga saham
sedangkan di negara-negara Eropa termasuk di negara Inggris (UK), indikatornya
adalah hubungan-hubungan internasional negara-negara tersebut. Hal ini karena
adanya bagi negara-negara anggota EU (European Union) yang dibuat oleh
European Central Bank (Osborn dan Sensier, 2002).
Investasi di pasar modal dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah
terhadap US dollar. Indikasi ini tampak dari grafik pergerakan nilai tukar rupiah dan
grafik pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia. Pergerakan
yang terjadi secara grafis menunjukkan pergerakan yang simetris, di mana penguatan
nilai tukar akan diikuti oleh penguatan indeks harga saham. Demikian pula
sebaliknya, pelemahan indeks harga saham akan diikuti dengan melemahnya nilai
tukar rupiah (Untoro dan Widodo, 2008).
Seandainya perekonomian dimulai pada suatu gelombang dan itu hanya
pemulihan maka tahapan ini disebut tahap pertama pada economic cycle. Ekspetasi
untuk pertumbuhan ekonomi yang positif dan earning di masa datang yang lebih
tinggi, mempunyai dampak positif pada harga saham.
19
Pada periode ini, tingkat bunga biasanya rendah, yang secara positif
mempengaruhi harga saham melalui pengurangan cost of capital perusahaan. Tingkat
bunga yang rendah juga menarik investor untuk memindahkan kekayaannya dari
yield obligasi yang rendah menjadi saham.
Cagan (1969) menunjukkan bahwa gerakan tingkat suku bunga lebih terlihat
pada saat perekonomian bergerak dari resesi ke recovery. Pada akhirnya akan
mendorong kenaikan harga saham. Kombinasi pengaruh faktor ini menyebabkan
harga saham naik secara relatif lebih cepat, walaupun perekonomian mungkin hanya
menunjukkan tanda perbaikan marginal.
Pada tahap kedua, perekonomian terus bertumbuh dan permintaan terhadap
modal meningkat. Ini menyebabkan tekanan inflasi dan tingkat bunga mulai naik
secara gradual. Ekspetasi earning
di masa datang meningkat sejalan dengan
menguatnya perekonomian. Siklus pada tahap ini berdampak positif karena
ekspektasi earning yang lebih tinggi mendominasi dampak negatif dari tingkat bunga
yang lebih tinggi. Secara keseluruhan dampaknya terhadap pasar modal adalah positif
dan harga saham tetap naik, walaupun tidak secepat tahap awal pemulihan
perekonomian.
Tahap ketiga ditandai dengan ekspansi ekonomi. Penawaran dana pinjaman
tidak dapat memenuhi peningkatan permintaan modal, yang menimbulkan kenaikan
tingkat lebih cepat. Kondisi ini menyebabkan terjadinya inflasi.
Untuk mencegah inflasi yang lebih buruk lagi, maka otoritas moneter
menggunakan kebijakan uang ketat. Untuk menekan tingkat bunga. Selanjutnya,
20
tingkat pertumbuhan earning mulai turun melalui diminishing marginal productivity.
Faktor ini menyebabkan secara perlahan-lahan sampai pada titik puncak, walaupun
pertumbuhan ekonomi tidak di titik puncak.
Perekonomian berjalan lambat dan tiba-tiba tingkat bunga turun. Terjadi
tekanan inflasi dan peningkatan cost of financing yang tidak terantisipasi dengan
akumulasi persediaan dan kelambatan pengumpulan piutang dagang akan
menyebabkan tingkat bunga terus naik. Kombinasi pengaruh investor yang
memindahkan kekayaannya dari saham ke obligasi dan rendahnya pertumbuhan
pendapatan perusahaan akan berpengaruh negatif pada harga saham.
Pada tahap keempat, ekspektasi ekonomi memburuk dan prospek pendapatan
di masa datang menjadi suram, akan mempunyai dampak negatif terhadap harga
saham. Penurunan permintaan kredit menyebabkan tingkat bunga turun. Harga saham
akan terus turun sampai tingkat bunga jatuh secara subtansial. Kecenderungan
turunnya tingkat bunga dan perbaikan ekspektasi pendapatan tercermin pada harga
saham.
Naik dan turunnya harga saham pada saat terjadi perubahan business cycle
secara kuat didukung dalam suatu pola terkait. Fenomena ini menunjukkan bahwa
harga saham mempengaruhi ekspektasi aktivitas ekonomi di masa yang akan datang.
2.2
Nilai Tukar Rupiah Riil
2.2.1 Pengertian Nilai Tukar Riil
21
Menurut Fabozzi dan Franco (1996) an exchange rate is defined as the
amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the
price of one currency in items of another currency.
Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (1998), nilai tukar rupiah adalah harga
rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari
satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai
tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya.
Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar
saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk
melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya
Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan
Kurniasari, 2003).
Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai
atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara di
mana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya
angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya. Yang disebut
kurs valuta asing atau kurs (Salvatore, 2008). Nilai tukar terbagi atas nilai nominal
dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang
digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara
lain. Sedangkan nilai riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang
saat menukar barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara
lain (Mankiw, 2006).
22
Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali menyebabkan
kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka
yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar
ekspor oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah
satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro (Pohan, 2008).
Menurut Sukirno (2002) besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan
untuk memperoleh satu unit valuta dengan kurs mata uang asing. Nilai tukar adalah
nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata uang terhadap mata uang
negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara mengalami perubahan, maka
biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Masalah mata uang
muncul saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara lain, di mana masingmasing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar merupakan
harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang
negara lain.
Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam
negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank sentral terhadap pasar uang. Nilai tukar
yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka stabilitas moneter
dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk
tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk menjaga
stabilitas nilai tukar, bank sentral pada waktu-waktu tertentu melakukan intervensi di
pasar-pasar valuta asing. Khususnya pada saat terjadi gejolak yang berlebihan. Para
ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs
23
nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dari negara.
Sebagai contoh, jika antara dolar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per
dolar. Maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar
uang, dan sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki dolar akan membayar 120
yen untuk setiap dolar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” di antara
kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal (Mankiw, 2006).
Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di antara
dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan
barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai Tukar
(exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang suatu negara terhadap mata
uang dari mata uang dua negara (Mankiw, 2006). Nilai tukar riil adalah nilai tukar
nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri
dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan
menggunakan rumus di bawah ini :
Q=S
P
P*
Di mana Q adalah nilai tukar riil. S adalah nilai tukar nominal. P adalah
tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri.
Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar
saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk
melakukan investasi. Menurutnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya
24
Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan
Kurniasari, 2003). Turunnya kurs menurunkan kemampuan nilai tukar Rupiah
terhadap mata uang asing salah satu dampaknya terhadap impor.
Dengan demikian, nilai tukar atau kurs riil (real exchange rate) adalah harga
relatif dari barang-barang di antara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat di mana
kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang
dari negara lain. Nilai Tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang
suatu negara terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar nominal (nominal exchange
rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2006). Nilai tukar riil
adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu hargaharga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri.
2.2.2
Penentuan Nilai Tukar
Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar
(exchange rate) yaitu pendekatan moneter (monetary approach) dan pendekatan
pasar asset (asset market approach). Pada pendekatan moneter, nilai tukar
didefinisikan sebagai harga dimana mata uang asing (foreign currency/foreign
money) dijual belikan terhadap mata uang domestik (domestic currency/domestic
money) dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang.
Kontribusi perubahan nilai tukar terhadap keseimbangan penawaran dan permintaan
uang digunakan hubungan absolute purchasing power parity (PPP) yang merupakan
keseimbangan antara harga domestik P dan konversi kurs valuta asing ke dalam mata
25
uang domestik eP* dengan rumus P = eP* atau e = P/P* (Batiz and Batiz, 1985
dalam Hardiningsih, et. al., 2002).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu
(Madura, 1993):
a. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti
inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar
dan intervensi Bank Sentral.
b. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa
pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran
tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
c. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita
politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun
secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah
berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
2.2.3
Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Kuncoro (2001), ada beberapa sistem kurs mata uang yang
berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
26
a. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan
oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter.
Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :
1)
Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah.
Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini
cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya
untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.
2)
Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate)
dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat
tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas
moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan
kurs.
b. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau
sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner
dagang yang utama. “Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang
tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi
sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya
berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi
tambatannya.
27
c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu
negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik
dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu.
Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian
kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh
karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian
akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam.
d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama
negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan
sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas
mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang
mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang“umumnya
ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata
uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya
terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat
terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.
e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini
dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas
pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam
batas yang sangat sempit.
28
2.2.4
Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia
Sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar,
yaitu:
a.
Sistem kurs tetap (1970- 1978). Sesuai dengan Undang-
Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap kurs
resmi Rp. 250/US$, sementara kurs uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar
rupiah terhadap US$. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang
ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.
b.
Sistem mengambang terkendali (1978-Juli 1997). Pada masa
ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of
currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi
rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, pemerintah menetapkan kurs indikasi
(pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu.
Pemerintah hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas
atau bawah dari spread.
c.
Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997-sekarang). Sejak
pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap US$ semakin melemah.
Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan
devisa yang terus berkurang maka pemerintah memutuskan untuk menghapus
rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai
menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate)
pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga
29
dimaksudkan untuk mengurangi kegiatan intervensi pemerintah terhadap rupiah
dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.
2.3 Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga atau interest rate merupakan rasio pengembalian atas
sejumlah investasi sebagai bentuk imbalan yang diberikan kepada investor (Suad
Husnan, 2005).
Besarnya tingkat suku bunga bervariatif sesuai dengan kemampuan debitur
dalam memberikan tingkat pengembalian kepada kreditur. Tingkat suku bunga
tersebut dapat menjadi salah satu pedoman investor dalam pengambilan keputusan
investasi pada pasar modal. Sebagai wahana alternatif investasi, pasar modal
menawarkan suatu tingkat pengembalian (return) pada tingkat resiko tertentu. Dengan
membandingkan faktor keuntungan dan resiko pada pasar modal dengan faktor
tingkat suku bunga yang ditawarkan sektor keuangan, investor dapat memutuskan
bentuk investasi yang mampu menghasilkan keuntungan yang optimal.
Menurut Wardane (2003) dalam Prawoto dan Avonti (2004), suku bunga
adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah
jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus
membayar peluang untuk meminjam uang. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995)
dalam Wardane, suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang, diukur dalam Dolar
per tahun untuk setiap Dolar yang dipinjam.
Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan
30
tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan
investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun
tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan
sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita
capital loss atau gain.
Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang.
Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini
menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan.
b.
Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami
koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi
laju inflasi. Dalam Kamus Akuntansi (1996), disebutkan bahwa Interest (bunga,
kepentingan, hak) merupakan: [1] beban atas penggunaan uang dalam suatu
periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan,
usaha dagang, atau sumber daya.
Unsur-unsur di dalam tingkat suku bunga, meliputi :
a.
Syarat jatuh tempo. Berbagai pinjaman mempunyai syarat atau jatuh
tempo. Pinjaman terpendek adalah pinjaman satu malam. Surat-surat berharga
jangka pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Suratsurat berharga jangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih
tinggi dibandingkan dengan jangka pendek.
31
b.
Risiko. Ada pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki risiko,
sementara lainnya sangat bersifat spekulatif. Obligasi-obligasi dan tagihantagihan pemerintah didukung dengan penuh kepercayaan, oleh kredit dan
kekuatan pajak dari pemerintah. Unsur-unsur ini dapat dipercaya karena bunga
pinjaman pemerintah akan benar-benar dibayar. Risiko menengah terdapat pada
pinjaman atas kredit-kredit perusahaan yang kondisinya baik. Sedangkan investasi
yang berisiko mempunyai peluang gagal atau tidak dibayar yang sangat tinggi
termasuk investasi pada perusahaan yang hampir bangkrut.
c.
Likuiditas. Aktiva akan disebut “likuid“apabila dapat ditukarkan
dengan kas secara cepat dan hanya menimbulkan kerugian nilai yang sedikit.
Sebagian besar surat berharga, termasuk saham biasa, obligasi perusahaan dan
pemerintah, dapat diukur dengan kas secara cepat mendekati nilai sekarangnya.
Aktiva-aktiva yang tidak likuid termasuk aktiva-aktiva unik yang tidak memiliki
pasar dan tidak berkembang dengan baik.
d.
Biaya-biaya administrasi, waktu serta ketelitian yang diperlukan
untuk administrasi berbagai jenis pinjaman, sangatlah berbeda. Pinjaman dengan
biaya administrasi yang tinggi akan mempunyai bunga 5 sampai 10 persen per
tahun lebih besar dari tingkat bunga lainnya.
2.4 Indeks harga Saham Gabungan (IHSG)
2.4.1
Pengertian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
32
Pasar modal saat ini tidak terlepas dari apa yang disebut Indeks Harga Saham.
Untuk mengetahui bagaimana kegiatan ekonomi bergerak, naik dan turun, banyak
orang akan melihatnya dari sisi indeks yang dicapai pada saat itu.
Secara sederhana, indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk
membandingkan suatu peristiwa dengan suatu peristiwa lainnya. Demikian juga
dengan indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga
saham dari waktu ke waktu. Apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau
kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu.
Menurut Jogiyanto (2000), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
sebenarnya merupakan angka indeks harga saham yang sudah disusun dan dihitung
sehingga menghasilkan trend,
di mana angka indeks adalah angka yang diolah
sedemikian rupa sehingga dapat digunakan membandingkan kejadian yang dapat
berupa perubahan harga saham dari waktu. Dalam perhitungan angka indeks ini
digunakan waktu dasar (base period) dan waktu yang sedang berjalan (given parent
period).
Indeks Harga Saham Gabungan pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1
April 1983 sebagai indikator pergerakan harga semua saham yang tercatat di Bursa
Efek Jakarta baik saham biasa maupun saham preferen.
Anoraga dan Piji (2001) mengatakan, secara sederhana yang disebut dengan
indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan suatu
peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga dengan indeks harga saham,
indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu.
33
Apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan
dengan suatu waktu tertentu.
Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang
terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif, ditunjukkan
dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi inilah yang biasanya
menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil ditunjukkan dengan indeks
harga saham yang tetap, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan indeks harga
saham yang mengalami penurunan.
Dapat dikatakan IHSG merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham
biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) menunjukan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa
efek. Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang
perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG bisa dipakai untuk menilai situasi
pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau
penurunan. IHSG melibatkan seluruh harga saham yang tercatat di bursa.
Adapun jenis-jenis Indeks Harga Saham Gabungan adalah :
a.
Seluruh saham,
adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh
saham yang tercatat di suatu bursa efek.
b.
Kelompok
saham, adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja kelompok
saham yang tercatat di suatu bursa efek.
34
1).
Indeks LQ 45 adalah indeks atas 45 emiten yang tercatat di Bursa
Efek Jakarta, dengan tolak ukur likuiditas dan nilai kapitalisasi pasar.
2).
Indeks JII (Jakarta Islamic Index) yaitu indeks yang digunakan
sebagai tolak ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada
saham dengan basis syariah.
c.
Jenis
usaha (sektoral) adalah suatu nilai untuk mengukur kinerja kelompok saham yang
sudah diklasifikasikan ke dalam 9 sektor yaitu sektor pertanian, pertambangan,
industri dasar dan kimia, industri barang konsumsi, property dan real estate,
transportasi dan infrastruktur, keuangan, perdagangan, jasa dan investasi.
2.4.2
Perhitungan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Seperti dalam penentuan indeks lainnya, dalam pengukuran indeks harga
saham kita memerlukan juga dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu yang
berlaku. Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu
berlaku merupakan waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan dengan waktu
dasar.
Perhitungan
harga
saham
gabungan
dilakukan
untuk
mengetahui
perkembangan rata-rata seluruh saham yang tercatat di bursa. Untuk menghitung
besarnya Indeks Harga Saham Gabungan, digunakan rumus sebagai berikut (Anoraga
dan Pakarti, 2001):
35
IHSG =
∑ Ht = x100 %
∑ Ho
Dimana:
∑Ht : Total harga semua saham pada waktu yang berlaku
∑Ho : Total harga semua saham pada waktu dasar.
Dari angka indeks inilah kita bisa melihat apakah kondisi pasar sedang ramai,
lesu, atau dalam keadaan stabil. Jika IHSG menunjukan diatas 100 berarti kondisi
pasar sedang ramai, sedangkan pada saat IHSG menunjukan dibawah 100 berarti
pasar sedang lesu. Jika IHSG menunjukan angka 100 maka pasar dikatakan stabil
(Setiawan, 2004).
Untuk mengeliminir pengaruh faktor-faktor yang bukan harga saham, nilai
dasar selalu disesuaikan bila terjadi corporate action seperti split saham, dividen
saham, saham bonus, penawaran terbatas dan sebagainya. Dengan demikian indeks
akan benar-benar mencerminkan pergerakan saham saja.
2.5 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena penelitian
ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir
sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan berbeda maka terdapat
banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk saling
melengkapi.
36
Ajayi dan Mougoue (2006) meneliti hubungan dinamis antara harga saham
dan nilai tukar riil pada “Delapan Besar” pasar saham, yaitu Kanada, Perancis,
Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat dengan menggunakan
bivariate error correction model. Hasil penelitian mereka menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara kedua pasar tersebut (pasar modal dan pasar uang).
Dalam penelitiannya Lee (1992) telah menemukan bahwa perubahan tingkat
bunga riil (real interest rate) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap indeks
harga saham.
Gupta (2000) yang mengadakan penelitian di Indonesia dengan menggunakan
data periode 1993-1997 menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara
tingkat bunga riil, nilai tukar riil, dan harga saham.
Sudjono (2008) dalam penelitiannya menggunakan metode VAR (Vector
Auto Regression) dan ECM (Error Correction Model) ditemukan bahwa variabel
ekonomi makro yang direfleksikan dengan nilai tukar riil mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap indeks harga saham.
Sitinjak dan Kurniasari (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
jika kurs riil (nilai tukar dolar terhadap rupiah) naik satu satuan berarti akan terjadi
penurunan indikator pasar (IHSG) saham sebesar satu satuan. Terutama sekali pada
saat kondisi pasar sedang bearish. Sedangkan pada pasar sedang bullish, indikator
pasar saham dan indikator pasar uang secara bersama-sama berpengaruh positif.
Terutama pada indikator pasar uang SBI, signifikan positif untuk mempengaruhi
pasar saham.
37
Sa'adah dan Panjaitan (2006) berdasarkan hasil penelitian dengan metode
VAR (Vector Auto Regression) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi dinamis yang
signifikan antara harga saham dengan nilai tukar riil.
Rahayu (2006), telah membuat suatu analisis yang pengaruh nilai tukar riil
dan suku bunga riil terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI. Hasil yang
didapati adalah secara bersama-sama variabel nilai tukar riil dan tingkat suku bunga
riil berpengaruh signifikan terhadap IHSG.
Tandelilin (2007) juga telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi risiko sistemik beberapa saham di Indonesia dengan
menggunakan variabel inflasi, suku bunga dan perubahan GDP. Hasil yang didapati
adalah secara bersama-sama variabel-variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan
namun tingkat suku bunga riil secara parsial berpengaruh signifikan terhadap risiko
saham.
Handayani, (2007) meneliti tentang pengaruh tingkat bunga SBI, nilai kurs
dollar AS, dan tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di
Bursa Efek Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
tingkat bunga SBI, nilai kurs dollar AS, dan tingkat inflasi terhadap naik turunnya
indeks harga saham dan untuk mengetahui variabel yang dominan berpengaruh
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
tingkat bunga SBI, nilai kurs dollar AS dan tingkat inflasi secara serempak
berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Sedangkan nilai kurs dollar
38
AS dan tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
Dari ketiga variabel independent, variabel tingkat bunga SBI adalah variabel yang
paling dominan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
39
Download