Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangannya di Papua

advertisement
Komisi untuk Indonesia:
Perdamaian dan Perkembangannya
di Papua
Laporan Komisi Independen
Disponsori oleh
Council on Foreign Relations
Center for Preventive Action
Dennis C. Blair, Ketua
David L. Phillips, Direktur Proyek
The Council on Foreign Relations (CFR) adalah badan yang didedikasikan untuk meningkatkan
pemahaman terhadap isu-isu dunia dan memberikan kontribusi kepada kebijakan luar negeri A.S. Badan
ini telah membuat prestasi dengan mempromosikan debat dan diskusi yang konstruktif, mengklarifikasikan
isu yang melanda dunia, dan mempublikasikan Foreign Affairs, jurnal terdepan mengenai isu-isu global.
Badan ini berusaha merangkum berbagai macam pandangan seluas mungkin, tetapi bukan meyakini salah
satunya, walaupun peneliti dan kelompok kerja independen yang dibentuk menggunakan posisi kebijakan
tertentu.
BADAN INI TIDAK MENGAMBIL POSISI KEBIJAKAN INSTITUSI DALAM HAL KEBIJAKAN
DAN TIDAK ADA AFILIASI DENGAN PEMERINTAH A.S. SEMUA PEMBERIAN FAKTA DAN
EKSPRESI DARI OPINI YANG TERKANDUNG DALAM SELURUH PUBLIKASINYA
MERUPAKAN TANGGUNG JAWAB DARI PARA PENULIS ATAU PENGGAGAS.
Badan ini akan mensponsori Komisi Independen apabila (1) terdapat isu masa kini dan mempunyai
kepentingan yang besar terhadap kebijakan luar negeri A.S., dan (2) sepertinya kelompok dengan latar
belakang dan perspektif yang beraneka ragam, seringkali, dapat mencapai konsensus yang sangat berguna
melalui pertimbangan pribadi dan non-partisan. Biasanya, Badan ini mengadakan pertemuan rutin sebanyak
dua atau lima kali untuk waktu yang tidak lama dalam memastikan relevansi hasil kerjanya.
Sebelum membuat kesimpulan, komisi akan menerbitkan laporan, dan CFR akan menerbitkan teksnya serta
dtempatkan pada website millik CFR. Laporan dari CFR dapat terdiri dari tiga bentuk: (1) konsensus
kebijakan yang tegas dan sangat berarti manfaat, dengan para anggota dari CFR yang mendorong kebijakan
yang tepat dan penilaian-penilaian yang terjangkau oleh kelompok, walaupun tidak harus mengungkapkan
seluruh temuan fakta dan rekomendasi; (2) Laporan menyajikan berbagai macam posisi kebijakan, yang
sangat berbeda dan ditampilkan seadil mungkin; atau (3) “Laporan Ketua”, dimana anggota komisi yang
mempunyai pendapat sama dengan sang ketua dapat diasosiasikan dengan posisi tersebut, bagi mereka
yang tidak setuju dapat memuat pernyataan ketidaksetujuannya dalam laporan. Sebelum membuat
kesimpulan, komisi dapat meminta individu-individu yang bukan merupakan anggota komisi untuk
mengasosiasikan diri pada laporan komisi demi memperluas dampak laporan. Seluruh laporan komisi
mengukur/ membandingkan temuan mereka dengan pemerintahan yang berkuasa saat ini agar dapat terlihat
dengan jelas bidang dimana terdapat kesamaan atau perbedaan pemahaman. Komisi bertanggungjawab
penuh terhadap isi laporan. CFR tidak mengambil posisi institusional.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai CFR atau komisi ini, dapat mengirim surat kepada Council on
Foreign Relations, 58 East 68th Street, New York, NY 10021, atau dapat menghubungi melalui telephone
kepada Direktur Komunikasi di (212) 434-9400. Untuk melihat website kami di www.cfr.org
Hak Cipta @ 2003 oleh The Council on Foreign Relations , Inc
Segala Hak dilindungi oleh Undang-Undang.
Di cetak di Amerika Serikat
Laporan ini tidak dapat di produksi ulang secara keseluruhan atau sebagian, dalam berbagai bentuk (diluar
penggandaan yang diperbolehkan oleh pasal 107 dan 108 dari Undang-Undang Hak Cipta A.S. dan
cuplikan untuk resensi pada publikasi pers), tanpa ijin tertulis dari penerbit. Untuk informasi selanjutnya,
dapat menulis surat kepada Kantor Bagian Publikasi, Council on Foreign Relations, 58 East 68th Street,
New York, NY 10021.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Ringkasan Eksekutif
01
Peta Indonesia
15
Laporan
Pengantar
17
Pihak-pihak Internasional Yang Terkait
24
Penadbiran
34
Bidang Ekonomi
39
Kemanan
48
Perkembangan Sosial
58
Keadilan dan Rekonsiliasi
66
Dorongan dan Tindakan dari Pihak-pihak Berkepentingan
70
Lampiran
75
Pernyataan Misi CPA
94
Komite Penasehat CPA
96
KATA PENGANTAR
Setelah peristiwa 11 September dan pemboman klub malam di Bali, otoritas Indonesia
telah memiliki tenaga baru dalam menangani berbagai masalah negerinya di bidang
keamanan, ekonomi, dan politik. Presiden Indonesia, Megawati Sukarnoputri, tengah
berupaya memecahkan berbagai kesulitan yang diwarisi dari masa lalu. Ekonomi telah
bangkit kembali dari titik terendah selama krisis keuangan Asia dari tahun 1997 hingga
1998. Pemerintah telah mengadopsi langkah-langkah yang diperlukan untuk membuat
para pejabatnya lebih bertanggung jawab dan mendesentralisasikan kekuasaannya. Selain
itu, Indonesia telah menangkap aktor gerakan Islam garis keras yang terlibat dalam teror
tersebut.
Terlepas adanya beberapa kemajuan, negara ini masih menghadapi berbagai macam
persoalan besar dalam hal konflik berbau etnis dan agama. Kekerasan separatis timbul
dari Aceh, propinsi yang terletak di paling ujung pulau Sumatra, sampai yang paling
timur di Papua (sebelumnya dikenal dengan Irian Jaya), dimana kelompok separatis telah
melakukan perlawanan senjata dalam waktu yang lama menentang Pemerintah Pusat.
Pusat Tindak Pencegahan Konflik (Center for Preventive Action, CPA) yang berada
di bawah naungan Council on Foreign Relations bekerja dengan mengembangkan dan
mempromosikan rekomendasi-rekomendasi praktis yang nyata, untuk menghindari
kekerasan yang mematikan. Komisi independen untuk Indonesia yang merupakan bagian
dari CPA mempercayai bahwa hanya satu untuk menghindari konflik berkelanjutan di
Papua yaitu dengan memberikan hak yang lebih besar untuk memerintah dan
kepemilikan terhadap pembangunan kekayaan sumber daya alam yang berlimpah di
propinsi tersebut. Komisi meyakini bahwa pencapaian perdamaian yang berkelanjutan di
Papua akan membangun momentum untuk menyelesaikan konflik lainnya di wilayah
Indonesia, dan Papua dapat dijadikan sebuah model bagi pencegahan konflik yang lebih
luas.
Komisi berkesimpulan bahwa kunci bagi perdamaian dan kemajuan di Papua adalah
penerapan secepatnya Undang-Undang Otonomi Khusus, yang ditetapkan oleh otoritas
Indonesia tahun 2001, tetapi tidak pernah dilaksanakan.Laporan Komisi menawarkan
langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak internasional terkait untuk
mendorong pelaksanaan secara penuh dan efektif dari Otonomi Khusus. Komisi meyakini
bahwa pembagian kekuasaaan menggambarkan kemenangan bagi semua pihak dengan
memperbolehkan rakyat Papua untuk melaksanakan hak-hak demokratik secara penuh
dalam kerangka negara kesatuan Indonesia. Kegagalan untuk menghentikan konflik di
Papua akan menimbulkan lingkaran kekerasan mematikan yang membuat Indonesia
menjadi tidak stabil. Tidak seorangpun menginginkan eskalasi konflik di Papua
melahirkan sebuah tindakan keras militer dan tuntutan-tuntutan untuk intervensi
kemanusiaan internasional.
Untuk meningkatkan insentif bagi Pemerintah Pusat dan Papua, Komisi menekankan
sejarah dari kerjasama yang erat antara organisasi internasional dengan otoritas
Indonesia. Komisi mengusulkan agar Program Pembangunan PBB (United Nation
Development Programme, UNDP) meluncurkan “Program Pembangunan Yang
Mencegah Konflik” (Preventive Development Program). Hibah baru bagi aktifitas yang
menghubungkan pembangunan tradisional dengan pencegahan konflik dapat diangkat
melalui forum Bank Dunia (World Bank) yakni Consultative Group on Indonesia (CGI).
Pemerintah pusat dapat mengangkat seorang “Koordinator Papua” (Papua Coordinator)
untuk bekerja bersama para tenaga para ahli nasional dan spesialis internasional
berpartisipasi dalam sebuah “Tim Penasehat untuk Otonomi Khusus” (Advisory Group
for Special Autonomy) dan “Kelompok Profesional Papua” (Papua Professional Corps)
guna membangun kapasitas lokal bagi pemerintahan mandiri yang efektif, transparan dan
bertanggung jawab.
Pada akhirnya, tanggungjawab untuk pencegahan konflik terletak pada pemimpin
Indonesia dan otritas Papua. Kami berharap bahwa keterlibatan Komisi menghasilkan ide
baru dalam memajukan tujuan dan minat bersama.
Terdapat banyak pihak yang patut menerima ucapan terima kasih. Komisi telah
dipimpin secara baik oleh ketuanya, Laksamana Dennis C. Blair. Kepemimpinannya
yang bijaksana dan pengetahuannya yang mendalam mengenai Asia Tenggara telah
membantu Komisi merajut benang dalam menentukan rekomendasi-rekomendasi
konstruktif bagi kepentingan kita bersama. Kami sangat menghargai Jenderal John W.
Vessey, yang keterlibatan panjangnya selama beberapa dekade dalam CPA, telah berarti
penting bagi kesuksesan ini. Sebuah kredit yang amat besar dari Komisi perlu diberikan
kepada David Phillips, yang kerja kerasnya tidak dapat tergantikan. Sebagai Wakil
Direktur CPA, David membawa antusiasme dan energi bagi semua usaha-usaha CPA.
Kami juga sangat bersyukur kepada Yayasan Hewlett (Hewlett Foundation) atas
dukungannya yang berlimpah.
Leslie H. Gelb
Presiden
Council on Foreign Relations
RINGKASAN EKSEKUTIF
Laporan ini, Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangannya di Papua,
memusatkan perhatiannya pada Papua—sebuah daerah terpencil, kaya akan sumber daya
alam, namun merupakan daerah Indonesia yang miskin. Sampai penduduk Papua
terpenuhi kemandirian dalam memerintah dan lebih memperoleh keuntungan hasil
pengelolaan sumber daya alam, konflik yang terus berlanjut dapat menimbulkan sebuah
lingkaran kekerasan di Papua. Selain itu juga dapat menimbulkan pengaruh
ketidakstabilan daerah lainnya di Indonesia dengan mendorong kekerasan etnis, agama
dan separatis di sepanjang kepulauan.
Penerapan penuh dari Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Papua akan
merefleksikan kemenangan bagi semua pihak. Supaya terwujudnya hal ini, penduduk
Papua akan melihat Otonomi Khusus sebagai sebuah demokratisasi, daripada sebuah
mekanisme untuk menghalangi konsep mereka mengenai merdeka.1 Sedangkan
Pemerintah Indonesia akan melihat Otonomi Khusus dalam rangka mewujudkan
kebutuhan dan kepentingan dari penduduk asli Papua, daripada sebuah langkah menuju
kemerdekaan politik. Pihak Internasional dapat memberikan bantuan melalui pendekatan
yang lebih fokus dan aktif, membangun kemampuan penduduk lokal untuk menerapkan
Undang-Undang Otonomi Khusus. Mewujudkan keuntungan yang nyata bagi penduduk
Papua juga akan meminggirkan mereka yang menggunakan kekerasan dalam mencapai
tujuan politiknya.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan Papua sebagai salah satu prioritas utama
untuk tahun 2003. Perbaikan situasi di Papua membutuhkan kerjasama yang baik antara
pemerintah Indonesia, Otoritas Papua dan penduduk dari Papua. Walaupun pencegahan
konflik merupakan tanggung jawab dari dari pihak yang terlibat konflik, Komisi ini juga
menekankan peranan pihak internasional dalam pemeliharaan kerjasama tersebut.
LATAR BELAKANG
Perkembangan Indonesia akhir-akhir ini menuju masyarakat yang lebih terbuka
menyediakan sebuah kesempatan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di masa lalu.
Kontroversi yang pernah ada di mulai sejak pemerintah Belanda melepaskan daerah
jajahannya kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 sembari mempertahankan
Papua. Dua puluh tahun kemudian, pada tanggal 15 Agustus 1969, delegasi Papua
memberikan suara secara aklamasi untuk bergabung dengan Republik Indonesia. Namun
demikian, beberapa pengamat independen dan sebagian besar penduduk asli Papua
menganggap bahwa proses tersebut banyak kelemahannya dan legitimasinya kurang.
1
Merdeka adalah istilah Indonesia yang biasanya di asosiasikan dengan gerakan politik separatisme. Tetapi
istilah ini mempunyai makna yang penting dan unik di Papua. Bagi kebanyakan penduduk asli Papua,
merdeka ada hubungannya dengan visi utopia untuk “emansipasi” yang tidak hanya bermakna secara
politik. Merupakan Teologi Pembebasan/Liberation Teologi yang artinya termasuk berakhirnya
penindasan.
1
Pada bulan Juni 2000, 25,000 penduduk asli Papua dari 253 suku memilih anggota dan
membentuk Presidium Dewan Papua (PDP) untuk mewakili aspirasi non-kekerasan
mereka untuk kemerdekaan.
Setelah jatuhnya Presiden Suharto, Pemerintah Pusat menjalankan reformasi politik
yang mencakup desentralisasi di seluruh pelosok Indonesia. Sebagai upaya lebih jauh
untuk memfasilitasi keinginan rakyat Papua, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
mensyahkan Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Papua (22 Oktober 2001). Apabila
diimplementasikan, Undang-Undang Otonomi Khusus akan mengembalikan 80 persen
dari royalti atas hasil pertambangan, kehutanan, dan perikanan, serta 70 persen atas hasil
minyak dan gas kepada propinsi tersebut. Pada saat ini, meskipun Papua kaya akan
sumber daya mineral, energi dan kehutanan, penduduknya tetap sebagai salah satu yang
termiskin di seluruh Indonesia.
Ketidakpuasan penduduk lokal, ditimbulkan oleh penundaan implementasi UndangUndang Otonomi Khusus, tindakan keras oleh aparat keamanan, dan rasa frustasi dari
penduduk asli Papua. Dalam rangka kemudahan administrasi dan pelayanan sosial yang
lebih terjangkau di wilayah pedesaan, pada tanggal 27 Januari 2003, Presiden Megawati
Sukarnoputri menerbitkan Instruksi Presiden (INPRES) yang membagi daerah Papua
menjadi tiga propinsi. Pemimpin-pemimpin Papua telah menunjukkan reaksinya secara
kritis. Mereka berpendapat INPRES tersebut sebagai usaha untuk memecah belah rakyat
Papua dan melupakan reformasi yang dijanjikan oleh pemerintah melalui penerapan
Undang-Undang Otonomi Khusus. Usulan pemisahan Papua menjadi tiga propinsi
menimbulkan ketegangan dan meningkatkan prospek akan terjadinya konflik.
Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan sejak tahun 1998.
Namun demikian Negara ini tetap menghadapi tantangan yang berat. Untuk menghadapi
berbagai tantangan ini, Komisi merekomendasikan untuk mengintensifkan demokratisasi,
desentralisasi dan, dalam kasus Papua, penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus.
Komisi menghendaki adanya praktek penegakan keamanan yang lebih berhati-hati dan
berttanggungjawab, peningkatan porsi dan pemerataan hasil kekayaan alam propinsi
Papua kepada penduduk asli, serta proses penegakkan keadilan dan rekonsiliasi. Komisi
mengusulkan mekanisme untuk mengawasi perkembangan serta strategi untuk donor dan
koordinasi kebijakannya.
Rekomendasi-rekomendasi yang diberikan memusatkan perhatiannya pada peranan
Amerika Serikat dan pihak internasional lainnya dalam mendorong dan membantu
penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus secara penuh. Walaupun banyak pihak dari
dunia internasional terkait, Komisi dapat memahami adanya sejarah yang unik dari
hubungan khusus antara Amerika Serikat dengan Indonesia. Amerika Serikat ingin
mendukung usaha Indonesia dalam rangka mengkonsolidasikan reformasi politik dan
peningkatan stabilitas keamanan nasional. Selain itu juga ingin melindungi kepentingan
komersil dari perusahaan Amerika yang telah melakukan investasi dengan total nilai dua
puluh lima miliar dollar AS (US$25 billion) dan, pada tahun 2001, mengekspor barang
dan jasa ke Indonesia senilai tiga miliar dollar AS (US$3 billion). Keamanan mendapat
perhatian yang khusus dari kedua Negara semenjak peristiwa 11 September, serta
peledakan klub malam di Bali yang mengakibatkan perluasan kerjasama internasional
dalam rangka perang terhadap teroris.
2
Hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat berada pada tahap yang sulit di awal
bulan 2003 ini. Sampai diterbitkannya laporan ini, permintaan komisi untuk mengunjungi
Indonesia, termasuk Papua, belum mendapat persetujuan.
PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN KOMISI
Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangannya di Papua adalah inisiatif
dari Pusat study Tindakan Pencegahan Konflik (Center for Preventive Action, CPA)
dibawah naungan Dewan Hubungan Luar Negeri (Council on Foreign Relations). Komisi
ini adalah sebuah organisasi yang berorientasi pada hasil akhir memberikan temuan dan
rekomendasi untuk mencegah konflik yang menimbulkan korban jiwa. Meskipun
tanggung jawab utama dari pencegahan konflik ada pada pemerintah Indonesia dan
pimpinan di Papua, Komisi mengusulkan untuk mendukung dan memperkuat tindakan
dari pihak internasional—pemerintah, organisasi internasional, perusahaan dan
Organisasi Non Pemerintah (Ornop).
Pencegahan konflik yang efektif dan tepat waktu membutuhkan kerjasama dan
kepemimpinan dari Pemerintah Pusat. Indonesia adalah sebuah bangsa yang
dibanggakan. Secara tegas menolak keterlibatan pihak luar dalam urusan internal .
Walaupun pada tanggal 9 Desember 2002, perjanjian antara pihak Indonesia dan pihak
separatis dari Aceh dipandang oleh masyarakat internasional sebagai langkah positif
penyelesaian konflik yang berkepanjangan ini, bagi sebagian pihak Indonesia perjanjian
menunjukkan bagaimana pihak separatis dapat meningkatkan posisinya ketika pihak luar
dilibatkan. Hal yang sama dipersoalkan dalam kasus Papua. Pada tanggal 5 Februari
2003, Menteri Koodinator untuk masalah Politik, Sosial dan keamanan, Bambang
Yudhoyono menekankan keinginan pemerintah untuk mencegah dukungan dari pihak
luar kepada gerakan separatis di Papua.
Titik tolak dari pendekatan yang digunakan oleh CPA adalah penggunaan “imbalan
dan hukuman” oleh pihak internasional terkait untuk mendorong pelaksanaan reformasi
oleh pemerintah dalam rangka implementasi dari Undang-Undang Otonomi Khusus.
Komisi memahami kekhawatiran pemerintah. Oleh karena itu akan menekankan pada
pemberian bantuan luar negeri yang bermanfaat sebagai insentif yang disediakan oleh
pihak internasional. Dalam rangka penggunaan sumber daya pembangunan yang langka,
Komisi memiliki keyakinan bahwa bantuan pembangunan dapat lebih tepat sasaran
dengan menghubungkan tujuan pencegahan konflik dengan program sosial ekonomi
(“Pembangunan Yang Mencegah Konflik”). Hal ini akan memungkinkan bagi pihak
internasional terkait untuk berkoordinasi secara lebih baik dan bekerja lebih efektif
dengan pemerintah Indonesia dan Pimpinan Papua. Laporan ini menggambarkan
organisasi-organisasi yang ada dan mekanisme-mekanisme untuk bantuan resmi
pembangunan (Official Development Assistance, ODA).
HASIL TEMUAN DAN REKOMENDASI
Dengan tujuan utama meningkatkan keuntungan dari penerapan Otonomi Khusus,
Komisi memusatkan perhatian pada (a) Penadbiran, (b) ekonomi, (c) keamanan, (d)
pembangunan sosial, dan (e) keadilan dan rekonsiliasi. Rekomendasi pada tiap-tiap
3
kategori ditujukan untuk memaksimalkan manfaat bagi Indonesia dan rakyat Papua dari
hasil demokratisasi, desentralisasi dan pembangunan ekonomi. Rekomendasi juga
berusaha memberikan sebuah konteks bagipenerapan secara penuh dan efektif dari
Undang-Undang Otonomi Khusus.
Penadbiran
Penyelenggaran Pemerintah pada masa Presiden Suharto diwarnai dengan praktis
berkuasanya satu partai politik, keberadaan aparat keamanan yang kuat dan menjangkau
seluruh daerah, serta pemusatan kekuasaan dan kekayaan. Pelayanan dasar sosial,
terutama di wilayah pedesaan Papua, telah meningkat kualitasnya akan tetapi tertinggal
dibandingkan dengan perbaikan di daerah lain di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya kebanyakan penduduk Papua mengandalkan pada sistim organisasi lokal yang
ada hubungannya dengan gereja serta berdasarkan pada adat (bentuk tradisional dari suku
dan marga politik).
Pada tahun 1999, Presiden B.J. Habibie melakukan inisiatif dalam melaksanakan
rencana desentralisasi untuk membagi otoritas dan pendapatan negara yang lebih besar
kepada pemerintah daerah. Sebagai langkah lanjutan dalam rangka kepemilikan lokal atas
sumber daya alam Papua, Otonomi Khusus untuk Papua diterapkan pada masa
pemerintahan pengganti Habibie, pemerintahan Abdurrahman Wahid. Melalui UndangUndang ini Papua dapat memperoleh sampai 80 persen dari pendapatan yang dihasilkan
oleh industri di dalam propinsi tersebut.
Pelaksanaan Otonomi Khusus dihalangi oleh berbagai kepentingan di Pemerintah
Pusat, yang bersumber dari rasa saling tidak percaya, serta akibat kurang pengalaman dan
keterampilan, kapasitas yang tidak cukup di Papua untuk menangani tanggung jawab
yang meningkat. Instruksi presiden yang membagi Papua menjadi tiga propinsi
dikeluarkan tanpa sepengetahuan Majelis Rakyat Papua (MRP). Badan ini, yang
disediakan dalam kaitannya dengan Undang-Undang Otonomi Khusus, belum dibentuk.
Komisi berkeyakinan bahwa penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus secara efektif
sangat penting peranannnya untuk mengurangi ketegangan di Papua. Untuk menjawab
kekhawatiran Pemerintah Pusat akan stabilitas dan memungkinkan penadbiran mandiri
bagi Papua melalui penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus, Komisi
merekomendasikan
-
Pemerintah Indonesia menunda segala rencana untuk memisahkan Papua menjadi
tiga propinsi dan sebaliknya mempercepat penerapan Undang-Undang Otonomi
Khusus secara penuh. Segala tindakan untuk mereorganisasi propinsi diharapkan
melalui konsultasi dengan MRP, yang selanjutnya akan dibentuk dan dipilih
anggotanya.
-
Pemerintah Indonesia mengangkat tokoh Indonesia yang berpengalaman dan
dihormati secara luas sebagai “Koordinator Papua” (Papua Coordinator) Dibantu
oleh tenaga ahli baik nasional maupun internasional sebagai bagian dari “Tim
Penasehat Otonomi Khusus” (Advisory Group for Special Autonomy),
Koordinator Papua (Papua Coordinator) akan bekerja sama dengan otoritas
4
Propinsi untuk membuat draft Undang-Undang dan peraturan yang dibutuhkan
untuk penerapan Otonomi Khusus.
-
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP),
berkoordinasi dengan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group
on Indonesia, CGI), dibawah naungan Bank Dunia (World Bank), mendirikan
“Kelompok Profesional Papua” (Papua Professional Corps) yang terdiri dari
tenaga ahli nasional dan internasional yang disponsori oleh Negara donor,
perusahaan international dan organisasi non pemerintah untuk membantu proyek
pembangunan ekonomi dan sosial dan juga berpartisipasi pada Tim Penasehat
Khusus Otonomi (Special Autonomy Advisory Group).
-
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia, CGI)
bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan pejabat Papua tingkat propinsi,
untuk menilai dan meningkatkan kemampuan lokal untuk memperbaiki
penadbiran termasuk manajemen, anggaran dan administrasi.
-
U.S. Agency for International Development (USAID) dan donor dari lembaga
donor lain mendukung program pendidikan publik yang memusatkan
perhatiannya fokus pada “demokratisasi” yang bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman dan dukungan untuk Otonomi Khusus.
Bidang Ekonomi
Terlepas adanya perkembangan sejak krisis keuangan pada tahun 1997-98, perekonomian
Indonesia masih terpengaruh oleh tingginya tingkat hutang luar negeri dan Pinjaman
domestik yang tak tertagih. Pemboman di Bali, yang memakan biaya lebih dari satu
miliar dollar AS (US$1 billion) pada pendapatan yang hilang, telah lebih jauh
melemahkan Investasi Langsung dari luar negeri (Foreign Direct Investment, FDI).
Beban peraturan pada tingkat nasional dan propinsi juga mengganggu FDI. Untuk
memecahkan masalah defisit anggaran dan membayar hutang, Kelompok Konsultasi
untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia, CGI) menyetujui untuk memberikan
pinjaman tambahan senilai dua koma tujuh miliar dollar AS US$2,7 billion (20 Januari
2003). Dana Keuangan Internasional (International Monetary Fund, IMF) sedang
mendorong langkah-langkah hukum yang memberantas korupsi, serta perlindungan
terhadap dunia usaha dari pengaruh politik untuk menggairahkan investasi, termasuk
FDI.
Penambangan Sumber daya Alam Papua secara berkala menciptakan keuntungan dan
pendapatan pajak. Di Papua, Freeport-McMoRan Cooper and Gold Inc. (sering disebut
Freeport) mengoperasikan pertambangan emas dan tembaga terbesar di dunia. Selain itu
merupakan pembayar pajak terbesar di Indonesia dan juga perusahaan terbesar di Papua.
Masyarakat asli Papua saat ini merupakan 26 persen dari pegawai Freeport di Papua.
Penebangan kayu di Papua menghasilkan sekitar US$100 juta per tahun untuk
Pemerintah Pusat. Sejak tahun 1997, BP (sebelumnya dikenal dengan nama British
Petroleum) dan Badan Pelaksana Migas (BPMIGAS), pengatur sumber daya minyak
pemerintah, telah membangun pertambangan gas-alam Tangguh. Ketika pertambangan
5
ini sudah berjalan di tahun 2007, Gas Alam Cair (LNG) Tanggguh akan di ekspor ke
propinsi Fujian di Cina.
Papua mempunyai sumber daya alam yang berlimpah. Namun demikian, wilayahnya
tidak bertumbuh dan aktivitas ekonomi yang dihasilkan belum memberikan kontribusi
besar pada pembangunan ekonomi yang menguntungkan penduduk asli Papua. Terlepas
dari semua perbaikan pelayanan sosial sejak tahun 1960, sebagian besar penduduk asli
Papua masih terlibat dalam aktivitas-aktifitas pencarian nafkah primitif termasuk berburu,
memancing dan bertani. Perekonomian di wilayah perkotaan Papua hampir seluruhnya
dimiliki oleh pendatang yang bukan penduduk asli Papua. Dalam Indeks Kesejahteraan
Manusia (Human Development Index) tahun 2001, Papua tercantum sebagai propinsi
kedua termiskin, setelah Nusa Tenggara Barat.
Komisi meyakini bahwa pembangunan ekonomi akan meningkatkan lapangan
pekerjaan dengan gaji yang lebih memadai di Papua yang dengan sendirinya
meningkatkan kesejahteraan dan melunakkan ketidakpuasan penduduk. Komisi
merekomendasikan bahwa
-
Otoritas tingkat nasional dan propinsi, termasuk gubernur dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), agar mempersiapkan suatu rencana induk (master plan)
untuk pembangunan sumber daya yang berkelanjutan (sustainable resource
development). Tenaga ahli dapat diperoleh melalui pihak pemerintah, perusahaan
internasional dan Ornop.
-
Pemerintah Indonesia membuat Undang-Undang Investasi Luar negeri yang lebih
bersaing pada tingkat nasional dan propinsi, terutama pada industri pertambangan,
kehutanan dan perminyakan.
-
Otoritas tingkat pusat dan tingkat propinsi membentuk dana yang diperoleh dari
sistem bagi-hasil sepeti yang dipersyaratkan oleh penerapan otonomi daerah
untuk mendukung pelatihan bisnis, kredit usaha kecil, koperasi tingkat desa dan
proyek lainnya yang menghasilkan manfaat secara cepat serta menghasilkan
lapangan pekerjaan bagi penduduk asli Papua.
-
Otoritas tingkat pusat dan tingkat propinsi membuat suatu kampanye anti korupsi
secara terus menerus, termasuk membentuk Komisi Anti Korupsi di Papua, serta
donor juga membantu Kamar Dagang Papua untuk menyelenggarakan pelatihan
mengenai etika bisnis dan anti korupsi.
-
Otoritas tingkat pusat dan tingkat propinsi, melalui konsultasi dengan Kelompok
Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia, CGI), mendirikan
sebuah “Kelompok Profesional Papua”(Papua Professional Corps) untuk
membantu proyek pembangunan ekonomi dan sosial serta bekerja di departemen
pemerintah propinsi.
-
Perusahaan Internasional, berkerjasama dengan pemerintah Indonesia dan Tim
Penasehat Khusus Otonomi, berinisiatif membentuk suatu prosedur yang
memungkinkan adanya transparansi yang lebih baik dari pengalihan pendapatan
6
antara perusahaan dengan pemerintahan tingkat pusat, propinsi serta kabupaten
seperti inisiatif organisasi non pemerintah, “Publikasikan Yang Anda Bayar”
(Publish What You Pay), yaitu meminta perusahaan secara penuh melaporkan
kepada publik pembayaran pajak dan royalti yang mereka lakukan.
-
Perusahaan nasional dan internasional mempertahankan dan memperbaiki
pelatihan serta penerimaan terhadap penduduk asli Papua.
Keamanan
Tentara Nasional Indonesia (TNI), terutama Angkatan Darat dan Polisi Republik
Indonesia (POLRI) mempunyai pengaruh yang besar di Papua dan Propinsi lain dimana
terdapat kekerasan atau gerakan separatis. TNI hanya memperoleh dana sebesar 25-30
persen dari anggaran nasional. Sedangkan sisanya diperoleh melalui aktivitas legal dan
ilegal. Walaupun tidak terdapat ancaman langsung dari luar terhadap Papua, UndangUndang Indonesia menuntut TNI untuk mengamankan “aset-aset nasional.” Oleh karena
itu TNI memberikan keamanan untuk operasional pertambangan dan energi di Papua.
Pembayaran untuk keamanan oleh perusahaan internasional berkontribusi terhadap
korupsi yang dilakukan oleh personel TNI yang digaji kecil dan kurang disiplin.
Reformasi pada tingkat nasional untuk memperbaiki pelatihan dan mengawasi TNI
secara penuh belum sepenuhnya berpengaruh pada tingkat lokal. Di daerah tertentu
seperti Papua, Pemerintah Pusat belum dapat memonitor secara penuh aktivitas
keamanan tingkat lokal. Pelatihan terhadap pegawai dan prajurit/tentara kurang merata
aplikasinya dan prajurit/tentara tidak dituntut pertanggung jawabannya atas pembunuhan
atau mencederai penduduk Papua, atau untuk merusak harta benda/property penduduk.
Terdapat beberapa kemajuan yang menggembirakan. Pada tanggal 21 April 2003,
tujuh prajurit Kopassus TNI (Komando Pasukan Khusus) dinyatakan bersalah atas
pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP), Theys Eluay dan dihukum penjara
selama 42 bulan. TNI dan POLRI sedang bekerja sama dengan U.S. (Federal Bureau of
Investigation, FBI) menyelidiki pembunuhan dua warga negara Amerika Serikat dan satu
warga negara Indonesia yang bekerja untuk Freeport (31 Agustus 2002). TNI juga telah
mengumumkan rencana-rencananya untuk menindak penebangan hutan yang ilegal di
Papua.
Komisi yakin bahwa pasukan keamanan yang memperoleh pelatihan memadai, di
gaji dengan layak dan lebih bertanggung jawab sangat penting untuk penegakkan hukum,
ketertiban dan kemanan sekaligus menurunkan rasa sakit hati, dalam hal ini sentimen
untuk separatisme. Komisi merekomendasikan
-
Pemerintah Indonesia dan TNI mengawasi secara ketat aktivitas dari pasukan
khusus TNI (KOPASSUS) dan secara bertahap menarik pasukan KOPASSUS
dari Papua.
-
POLRI terus melaksanakan tanggung jawabnya untuk menegakkan hukum dan
ketertiban. Dalam konteks ini, POLRI mereformulasi mandat dan misi dari
BRIMOB di Papua untuk hanya terlibat dalam tugas kepolisian sehari-hari.
7
-
Program-program bantuan donor untuk kepolisian dan militer mengembangkan
suatu perencanaan, melalui kerjasama dengan TNI dan kepolisian tingkat propinsi
(POLDA), untuk berkonsentrasi pada kegiatan konsultasi dan pelatihan pada unitunit di Papua, dan memusatkan perhatian pada prosedur-prosedur keamanan yang
efektif yang menghormati hak warga negara dan menitikberatkan pada kebijakan
yang berorientasi rakyat.
-
TNI dan POLDA menindaklanjuti kesuksesannya menumpas penebangan hutan
liar dengan lebih jauh mengurangi keterlibatan personil mereka dalam aktivitas
yang tidak legal.
-
Pemerintah Indonesia memperbaiki undang-undang tentang perlindungan aset
nasional untuk mengakhiri persyaratan bahwa perusahaan harus menggunakan
TNI untuk kontrak pengamanan, sehingga organisasi keamanan lokal dapat
dikembangkan.
-
Perusahaan internasional yang beroperasi di Papua secara bertahap menghentikan
kontrak jasa pengamanan dengan TNI, dengan adanya perubahan dalam undangundang, dan melaporkan bahwa mereka telah memenuhi standard “Prinsip-Prinsip
Sukarela Keamanan dan HAM” (Voluntary Principles on Security and Human
Rights).
Perkembangan Sosial
Perubahan demografi dan pola pembangunan ekonomi telah menyisihkan nilai-nilai dan
lembaga-lembaga di propinsi tersebut. Populasi Papua yang berjumlah 2.1 juta jiwa
termasuk sekitar 800,000 imigran dari bagian lain Indonesia yang mendominasi pegawai
negeri dan menguasai bisnis lokal. Pelayanan sosial bagi kebanyakan penduduk asli
Papua disediakan oleh lembaga-lembaga adat tradisional dan organisasi informal yang
ada hubungannya dengan gereja Katolik dan Protestan. Kebanyakan penduduk asli Papua
tidak bersekolah dan sektor kesehatan Papua kurang terawat karena tidak di perhatikan
dan dukungan dana yang tidak layak.
Komisi berkeyakinan bahwa perbaikan yang signifikan dalam pelayanan sosial akan
menolong rakyat Papua memperoleh kebutuhan dasarnya dan pemberian jasa yang lebih
baik akan meningkatkan kepercayaan terhadap sektor publik. Komisi merekomendasikan
-
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah Papua meggunakan dana berasal dari
donor untuk meningkatkan pendidikan dan program kesehatan di Papua,
termasuk pelatihan, agar dapat memperoleh standard kehidupan yang sama
dengan daerah lainnya di Indonesia.
-
Pihak-pihak yang terkait dalam organisasi yang memberikan bantuan/sumbangan
sosial untuk pemerintah di Indonesia diharapkan memperluas dan
mengkoordinasikan program mereka di Papua, dengan menekankan pada
pelayanan terhadap penduduk yang berada di wilayah terpencil.
8
Keadilan dan Rekonsiliasi
Presiden Megawati telah meminta maaf untuk kesalahan-kesalahan kebijakan masa lalu
serta tindak kekerasan militer yang dilakukan sepanjang perayaan Hari Kemerdekaan di
tahun 2001. Namun demikian, masih banyak yang harus dikerjakan, dalam menguatkan
penegakkan hukum, membawa yang melanggar HAM ke pengadilan, melindungi aktivis
HAM dan tidak mengulangi sejarah ketidakadilan. Beberapa pengamat independen dan
kebanyakan masyarakat Papua melihat keputusan untuk bebas memilih tahun 1969,
dimana Papua masuk dalam otoritas pemerintah Indonesia, penuh dengan kelemahan dan
tidak memperoleh legitimasi. Aktivis-aktifis separatispun menuntut “pelurusan sejarah”
dan merdeka.
Komisi meyakini bahwa diperlukan suatu pertanggung jawaban dan sebuah proses
untuk mengungkap sejarah kekerasan di Papua dan mempromosikan hubungan harmonis
antar kelompok. Komisi merekomendasikan
-
Pemerintah Pusat dan otoritas di Papua memastikan bahwa pelaku pelanggaran
HAM dituntut di pengadilan yang tidak memihak, yang diisi oleh hakim dan jaksa
penuntut yang independen.
-
Pemerintah Indonesia, melalui konsultasi dengan pimpinan Papua seperti
Gubernur, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan masyarakat
madani serta pimpinan agama, merancang “Kelompok Rekonsiliasi”
(Reconciliation Group) dipimpin oleh tokoh yang terkemuka, untuk berkonsultasi
dengan rakyat Papua, pengamat nasional dan tenaga ahli internasional untuk
membuat kembali “Dialog Nasional” (National Dialogue) dan membentuk proses
kebenaran, keadilan dan rekonsiliasi yang patut untuk Papua seperti yang
diamanatkan pada Undang-Undang Otonomi Khusus.
-
Para donor, organisasi internasional dan perusahaan yang beroperasi di Papua
menyediakan bantuan tambahan kepada organisasi-organisasi lokal yang terlibat
dalam bidang pendidikan dan pemantauan Hak Asasi Manusia.
-
Organisasi yang berbasis agama, etnik dan suku terus menerus melaksanakan
dialog untuk memecahkan masalah pertikaian secara damai, dan sumber daya
donor digunakan untuk melembagakan dialog tersebut melalui penguatan sebuah
badan pemerintah tetap (seperti, Komisi Perdamaian Papua).
Koordinasi Kebijakan
Papua menjadi perhatian dunia internasional ketika terjadi insiden kekerasan, seperti
pembunuhan terhadap warga negara asing atau seorang tokoh Papua, atau pada saat
pertemuan internasional dimana pertanyaan mengenai pemisahan Papua dari Indonesia
diangkat. Dalam situasi seperti itu, Pemerintah Indonesia senantiasa bersikap defensif.
Komisi mendorong agar pemerintah Indonesia mengambil langkah untuk melibatkan
pihak-pihak yang terkait secara positif, seperti contoh, mencoba menggalang dukungan
untuk penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus. Selain itu Komisi menganjurkan
9
-
Pemerintah Indonesia menugaskan “Koordinator Papua” (Papua Coordinator)
untuk bertanggung jawab mengangkat isu Papua di Pemerintah Pusat,
memperkuat komunikasi antar departemen, menciptakan dialog secara terus
menerus antar pejabat Indonesia dengan pimpinan Papua, dan secara konstruktif
melibatkan pihak-pihak internasional.
-
Para donor mendukung “Badan Pemantauan Papua” (Papua Monitoring Group)
yang terdiri dari tenaga ahli di Jakarta dan Papua untuk memonitor keadaan,
memberi masukan akan kebijakan dan meningkatkan kesadaran internasional
akan masalah yang mendesak di Papua.
-
Pemerintah dalam dan luar negeri yang terkait, meningkatkan perhatiannya
kepada Papua melalui kunjungan secara berkala oleh para Duta Besar dan pejabat
lainnya, dan juga dengan memasukkan Papua pada agenda dialog tingkat bilateral
dan multilateral.
Koordinasi Antar Pihak-Pihak Yang Tekait
Untuk meningkatkan koordinasi antar para donor dan penggunaan sumber daya
pembangunan yang amat langka secara lebih bijaksana, Komisi merekomendasikan
-
Komisi Eropa (The European Commission, EC), mengajukan dan memastikan
dukungan untuk mengadopsi “Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik”
(Preventive Development Program) pada pertemuan Kelompok Konsultasi untuk
Indonesia mendatang.
-
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP) dan
Negara donor dapat melaksanakan “Penilaian terhadap Pembangunan Yang
Mencegah Konflik”(Preventive Development Assesment) untuk mengawasi
aktivitas pencegahan konflik yang sedang berlangsung, mengidentifikasi
kelemahan program dan membangun strategi untuk Papua.
-
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia mendorong anggotanya untuk mendirikan
“Komite Papua” (Papua Committee) dengan kelompok-kelompok kerabat donor
(Donor Affinity Groups, DAG) untuk membantu mengkoordinir para donor dan
mengumpulkan dana baru untuk kegiatan yang diselenggarakan sebagai bagian
dari Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik.
-
Negara donor, seperti Jepang, menyelanggarakan konferensi untuk meluncurkan
Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik.
Uni Eropa (EU) merupakan organisasi yang tepat untuk mengusulkan Program
Pembangunan Yang Mencegah Konflik sebagai tindak lanjut dari “Misi Pengawasan
Pencegahan Konflik di Indonesia tahun 2001” (2001 Conflict Prevention Assessment
Mission to Indonesia), yang disambut baik oleh Pemerintah Indonesia.
10
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia dibawah naungan Bank Dunia mengkoordinir
pembiayaan yang diberikan oleh tiga puluh anggotanya (agen multilateral dan negara
donor). Untuk menolong Indonesia bangkit dari krisis keuangan Asia (1997-98), Bank
Dunia menyediakan empat setengah miliar dolar AS (US$ 4.5 billion) sebagai bagian dari
sebuah program bantuan yang dipimpin oleh Dana Keuangan Internasional (International
Monetary Fund, IMF) sejak tahun 1997. Pada konferensi yang baru saja diselenggarakan
oleh Bank Dunia (20 Januari 2003), para donor menyetujui untuk memberikan paket
bantuan senilai dua koma tujuh miliar dolar AS (US$2.7 billion).
Program Pembangunan PBB bekerja sama dengan badan-badan khusus PBB
menghubungkan program pembangunanekonomi dan sosial dengan pencegahan konflik.
Ditambah lagi, lembaga yang didukung Program Pembangunan PBB, Mitra untuk
Reformasi Penadbiran (Partnership for Governance Reform) mendukung desentralisasi
dan Otonomi Khusus. PBB telah mengalami kemajuan dalam menjalin hubungan baik
dan konstruktif dengan pemerintah Indonesia, setelah sebelumnya terganggu dengan
peran PBB dalam pemisahan Timor Timur dari Indonesia.
Negara Jepang diajukan sebagai penyelenggara konferensi para donor untuk
meluncurkan Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik. Di kawasan Asia Pasifik,
Jepang telah membuktikan ketertarikannya pada “Pembangunan untuk Perdamaian.”
(development for peace) Sebagai negara donor terbesar untuk Indonesia, Jepang
memberikan kontribusi senilai rata-rata satu koma sembilan miliar dolar AS (US$1.9
billion) pada tahun 90-an.
Kelompok kelompok donor kerabat akan mengumpulkan para negara dan organisasiorganisasi donor untuk secara lebih jauh mengkoordinasikan asistensi dan memfokuskan
bantuan untuk pencegahan konflik. U.S. Agency for International Development (USAID)
telah mengintegrasikan pencegahan konflik pada seluruh strategi untuk memberi bantuan
kepada negara melalui kantor dari Pencegahan Konflik dan Reaksinya (Office of Conflict
Prevention and Response, OCPR) yang berkedudukan di Indonesia. Negara Belanda
mempunyai perhatian khusus pada Papua karena hubungan sejarah dengan propinsi
tersebut. Kementerian Belanda untuk Pembangunan dan Kerjasama Internasional (The
Dutch Ministry for International Cooperations and Development) serta Badan
Pembangunan Internasional Kanada (Canadian International Development Agency,
CIDA) mendukung penadbiran dengan penekanan pada desentralisasi. Sejak peristiwa
peledakan bom di Bali, Australia telah melakukan langkah untuk memperkuat kerjasama
dengan Indonesia. Badan Australia untuk Pembangunan Internasional (The Australian
Agency for International Development, AusAID) memfokuskan diri pada bantuan untuk
Indonesia bagian timur, termasuk Papua. Donor lain, seperti Departemen Kerajaan
Inggris untuk Pembangunan Internasional (United Kingdom’s Department for
International Development, DFID) dan Bank untuk Rekonstruksi dan Pembangunan milik
negara Jerman (KfW) mendukung Biro untuk Pencegahan Konflik dan Pemulihan
(Bureau for Crisis Prevention and Recovery, BCPR) yang merupakan bagian dari
Program Pembangunan PBB.
Negara-negara tetangga dan asosiasi tingkat regional dapat memiliki peranan penting
untuk meredam radikalisasi di dalam diri rakyat Papua. Negara Papua New Guinea
(PNG) memahami bahaya dari gerakan militan bersenjata, karena telah mengalami
11
perang dengan Angkatan Bersenjata revolusi Bougainville. Negara Timor Timur yang
baru berdiri mendukung desentralisasi untuk menjamin hak politik dan budaya rakyat
Papua. Negara Vanuatu, Nauru dan Kepulauan Solomon telah membina hubungan
dengan pimpinan di Papua dan dapat berperan sebagai peredam radikalisasi. Forum
Kepulauan Pasifik (Sebelumnya Forum Pasifik Selatan), yang mengadopsi resolusi pada
bulan Agustus 2002 menyatakan bahwa Papua adalah bagian integral dari Indonesia,
sehingga forum ini juga dapat berperan.
Perusahaan Internasional dapat lebih jauh mendukung pelunakkan dengan
memperkenalkan proyek yang menguntungkan rakyat Papua. Aktivitas tersebut sedang
berjalan dan harus lebih ditingkatkan. Freeport membentuk suatu Dana Abadi
Kepemilikan Lahan Secara Sukarela (Voluntary Land Rights Trust Fund) pada tahun
2001. Dana tersebut menghasilkan bunga sebesar delapan belas juta dolar AS (US$18
million) per tahun untuk membiayai pendidikan, kesehatan, usaha kecil dan infrastruktur
di Papua. BP bekerja sama dengan USAID dan wakil dari perwakilan pemerintah lokal
melaksanakan sebuah diversifikasi strategi pertumbuhan dengan menyalurkan investasi
kepada desa-desa; BP juga mengembangkan inovasi dalam perencanaan keamanan
berbasis rakyat.
Organisasi internasional juga dapat berperan. Transparansi Internasional, misalnya,
yang menyediakan bantuan teknis dalam usaha memberantas korupsi, sangat aktif
melaksanakan kegiatannya di Indonesia. Inisiatif “Publikasikan Yang Anda Bayar”
(Publish What You Pay) oleh organisasi Open Society Institute mendorong perusahaan
multinasional untuk mengumumkan secara terbuka laporan keuangan mereka. Organisasi
InterNews mendukung beberapa stasiun radio dan surat kabar di Papua, dan membuat
program yang dinamakan “Laporan Untuk Perdamaian” (Reporting for Peace).
Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangannya di Papua mengusulkan
untuk mengadakan pertemuan dengan pejabat Indonesia dan pimpinan Papua dengan
tujuan mendiskusikan temuan dan rekomendasi yang diberikan. Laporan ini dapat
dijadikan sebagai titik awal untuk membentuk kepercayaan dan meningkatkan
pencegahan konflik. Komisi, dalam hal ini, tidak akan bertindak sebagai mediator.
12
Inisiatif dan Struktur Yang Diusulkan
Struktur
Badan Pelaksana
Fungsi
Koordinator Papua (Papua
Coordinator)
Pemerintah Indonesia
Tim Pemantau Papua (Papua
Monitoring Group)
Center for Strategic
and International
Studies, Jakarta
Mengangkat isu Papua di Pemerintah Pusat.
Meningkatkan komunikasi antar badan-badanyang terlibat.
Mewujudkan dialog antara Pejabat Indonesia dan Pimpinan Papua,
serta melibatkan pihak-pihak internasional yang terkait.
Bekerja sama dengan Tim Penasehat Otonomi Khusus (Advisory
Group for Special Autonomy) untuk membuat draf undangundang dan peraturan yang diperlukan untuk penerapan Otonomi
Khusus.
Memonitor dan melaporkan perkembangan dan masalah akan
kondisi yang menyebabkan konflik.
Koordinasi Kebijakan
Koordinasi Pihak-pihak Yang Terkait
Komite Papua (Papua Committee)/
Kelompok Donor Yang Terkait
Kelompok Konsultasi
untuk Indonesia
(Consultative Group
on Indonesia, CGI)
Membantu dalam hal koordinasi antar para donor dan
mengumpulkan dana-dana baru.
Pemerintah Indonesia/
Otoritas di Papua
Membantu membuat draft undang-undang dan peraturan yang
dibutuhkan untuk penerapan Otonomi Khusus.
Penadbiran
Tim Penasehat Otonomi Khusus
(Advisory Group for Special
Autonomy)
13
Kelompok Profesional Papua (Papua
Professional Corps)
Program Pembangunan PBB (UNDP)/
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia
Biro Pengawasan
DPRD
Membantu proyek pembangunan ekonomi dan sosial yang
disponsori oleh donor.
Bekerja di dalam departemen pemerintah tingkat propinsi
Berpartisispasi dalam Tim Penasehat Otonomi Khusus (Advisory
Group for Special Autonomy).
Memastikan terdapatnya partisipasi yang adil dan setara bagi
penduduk asli Papua dalam perangkat pemerintahan.
Ekonomi
Komisi Anti Korupsi
Pemerintah Indonesia/
DPRD
Membangkitkan kesadaran dan melawan korupsi.
Mengadakan pelatihan anti korupsi.
Pemerintah Indonesia/
pimpinan-pimpinan
di Papua
TNI
POLRI/POLDA
Berkonsultasi dengan tenaga ahli nasional maupun internasional
untuk proses penegakkan kebenaran, keadilan dan rekonsiliasi di
Papua.
Meningkatkan kesadaran dan melawan korupsi.
Meningkatkan kesadaran dan memberantas korupsi.
Keadilan dan Rekonsiliasi
Kelompok Rekonsiliasi
(Reconciliation Group)
Inspektur Jenderal TNI cabang Papua
Tanggungjawab profesional POLRI
cabang Papua
14
PETA INDONESIA2
Indonesia Map.PDF
2
Dicetak kembali dengan izin dari The Wall Street Journal Europe, © 2003 Dow Jones & Company, Inc.
Hak cipta di seluruh dunia dilindungi oleh Undang-undang
15
LAPORAN
16
PENGANTAR
Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangannya di Papua adalah inisiatif
dari Pusat Tindakan Pencegahan Konflik (Center for Preventive Action, CPA) dibawah
naungan Council on Foreign Relations’. Komisi sebagai organisasi yang berorientasi
pada hasil akhir memberikan temuan dan rekomendasi untuk mencegah konflik yang
menimbulkan korban jiwa di Papua. Badan ini merekomendasikan bagaimana pimpinan
nasional dan lokal, dengan dukungan pihak internasional, dapat mencapai tujuan dalam
mencegah konflik.
MENGAPA INDONESIA?
Dikarenakan ukuran, lokasi dan jumlah penduduknya, Indonesia dipandang sebagai
negara yang secara strategis memiliki posisi amat penting di kawasan Asia Tenggara.
Sejak krisis keuangan Asia pada akhir tahun 1990-an dan mundurnya Presiden Suharto
di tahun 1998, Indonesia telah membuat langkah positif, walaupun kurang menyeluruh,
menuju pemulihan ekonomi dan penadbiran yang lebih demokratis. Keberhasilan
Indonesia sangat memegang peranan penting di kawasan regional dan dunia.
Indonesia memiliki peranan krusial dalam kampanye dunia melawan teroris.
Merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, kurang lebih
sebesar 200 juta penduduk muslim, termasuk kelompok kecil yang mendukung tujuantujuan Islam fundamentalis. Dengan jumlah yang besar dan wilayah yang terlalu luas
untuk di amankan oleh prajurit keamanan, membuat Indonesia sangat berpotensi menjadi
tempat beroperasinya para teroris. Setelah terjadi pemboman terhadap klub malam di Bali
bulan Agustus 2002, pemerintah secara agresif dan sukses, mengusut kelompok Jemaah
Islamiyah, kelompok Islam radikal, yang bertanggungjawab untuk pemboman tersebut
Terdapat alasan-alasan ekonomi yang penting bagi pencegahan konflik di Indonesia.
Perusahaan Multinasional milik Amerika Serikat telah melakukan investasi sebesar dua
puluh lima miliar dolar AS (US$25 billion) di Indonesia. Pada tahun 2001, Perusahaan
AS telah melakukan ekspor barang dan jasa ke Indonesia sebesar tiga koma tiga miliar
dolar AS (US$3.3 billion). Bank Ekspor-Impor A.S. (The U.S. Export-Import Bank),
Perusahaan Investasi Swasta Luar Negeri (The Overseas Private Investment Corporation)
dan Badan Perdagangan Pembangunan (The Trade Development Agency) menyediakan
dana sebesar US$400 juta dalam bentuk kredit untuk pembiayaan eksport AS ke
Indonesia di tahun 2002.3 Selat Malaka, di sudut pantai Sumatra Utara, merupakan
pelabuhan laut tersibuk kedua di dunia.
MENGAPA PAPUA?
3
Pada tahun 2001, Invetasi Langsung Amerika Serikat di Indonesia senilai US$8,807 juta (berdasarkan
harga masa lalu). U.S. Department of Commerce, Bureau of Economic Analysis. Dapat dilihat pada:
www.bea.doc.gov/bea/di/dia-ctry.htm.
17
Sebagai propinsi terbesar di wilayah Indonesia Timur, Papua sejak dulu dianggap sebagai
daerah yang amat penting karena sumber daya alam, kebudayaan tradisional dan keaneka
ragaman satwa dan tumbuh-tumbuhannya. Papua juga menjadi tempat beroperasinya
investasi luar negeri, baik yang sedang berjalan maupun di masa mendatang, terutama
tempat pertambangan dari Freeport dan rencana panggalian gas alam di Tangguh yang
akan dioperasikan oleh BP.
Papua terkenal pula sebagai salah satu daerah yang penuh dengan masalah. Indonesia
sekarang berada di sebuah persimpangan jalan dalam hal Papua. Lingkaran kekerasan
mempunyai pola sebagai berikut. Tindakan-tindakan represif mengakibatkan perlawanan,
meningkatkan oposisi kepada pemerintah dan mendorong suatu keinginan untuk
memperkuat tuntutan-tuntutan memisahkan diri secara politik. Meningkatnya eskalasi
kekerasan akan mempertinggi perhatian dunia internasional dan permintaan untuk
melakukan intervensi kemanusiaan, sementara mengganggu investor asing. Dalam
skenario terburuk, masalah di Papua dapat mempengaruhi stabilitas nasional Indonesia.
Cara lain adalah dengan saling mengakomodasi dan rekonsiliasi melalui dialog. Ini
tentunya membutuhkan kesediaan rakyat Papua untuk menerima keuntungan dari
penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus secara penuh, dan usaha pemerintah untuk
memberikan kesempatan kepada rakyat Papua untuk mengurus diri sendiri dan mendapat
bagian dari keuntungan finansial yang dihasilkan dari pembangunan kekayaan alam di
dalam propinsi. Saling mengakomodasi merupakan kepentingan utama dari rakyat Papua,
Pemerintah Pusat dan komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat.
Komisi ini juga prihatin terhadap konflik yang mengakibatkan korban kemanusiaan
dan merugikan rakyat sipil. Konflik yang hebat dapat mengakibatkan migrasi penduduk
melewati perbatasan negara Papua New Guinea (PNG) dan mengarungi laut ke Australia.
Selain itu dapat menyebarkan konflik di daerah-daerah lain Indonesia, sehingga
mengakibatkan kekerasan yang meluas dan membahayakan persatuan nasional. Di lain
pihak, perkembangan baik di Papua akan membangun momentum menuju pencegahan
konflik berskala nasional yang meningkat.
Tokoh-tokoh Indonesia telah mendesak agar Komisi memusatkan perhatiannya pada
masalah Papua ini. Selain itu, politisi Papua, gereja dan pimpinan masyarakat madani
(CSO’s) telah mengindikasikan bahwa CPA dapat memegang peranan penting untuk
memberikan ide dan membantu pemerintah Indonesia dan pimpinan di Papua. Komisi
meyakini bahwa saat inilah masa yang tepat untuk mengambil tindakan yang telah
direncanakan bersama untuk Papua serta keterlibatannya dapat memberi nilai tambah dan
memberikan perubahan. Sementara Komisi melakukan penelitian ini, Indonesia
mengidentifikasikan Papua sebagai prioritas utam di tahun 2003.
KONDISI-KONDISI DI PAPUA
18
Terletak di lokasi yang paling Timur di antara kepulauan Indonesia yang luas, Papua
diperkirakan memiliki jumlah penduduk sebesar 2,1 juta,4 termasuk kurang lebih 800.000
imigran.5 Dengan wilayah yang sangat luas, yakni sebesar 421.918 kilometer kubik
mempunyai tingkat kepadatan penduduk terendah di Indonesia. Jenis suku yang tinggal
adalah Melanesia (bukan Malay yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia),
Papua terdiri dari berbagai macam suku dan 250 jenis bahasa. Sebagian besar rakyat
Papua tinggal di daerah terpencil dimana mereka mempraktikan kristianitas dan
animisme. Hingga beberapa dekade yang lalu banyak sekali suku yang tinggal di
pedalaman propinsi yang hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak menjalin kontak sama
sekali dengan dunia luar. Suku Dani, dengan populasi yang mendekati 400.000 jiwa,
diketahui hanya pada saat pesawat terlebih dahulu terbang melalui lembah Baliem di
tahun 1938.
Pada dekade belakangan ini, dengan adanya migrasi internal komposisi penduduk asli
Papua telah berubah. Dimulai pada tahun 1980an, Program Transmigrasi Indonesia
memindahkan penduduk yang berasal dari daerah padat penduduk menuju ke daerah
Papua. Untuk mengakomodir pendatang baru ini, otoritas terkait seringkali merelokasi
penduduk asli dari tempat asal mulanya. Migrasi secara spontan juga dilakukan pada
tahun 1990an. Pada saat ini migran dari bagian barat Indonesia mendominasi perangkat
pemerintahan daerah dan ekonomi lokal di Papua.6 Perubahan demografi ini telah secara
dramatis meningkatkan disparitas dan ketegangan sosial di daerah tersebut.
Sejak tahun 1969, Papua telah memperoleh manfaat secara keseluruhan dari
perbaikan kemanan dan peningkatan kesejahteraan Indonesia. Secara umum kondisi
kehidupan di dalam propinsi secara absolut tidak terbantahkan lagi telah lebih baik
dibandingkan 40 tahun yang lalu. Indonesia sendiri bukan merupakan negara maju.
Apabila diukur kinerjanya dalam hal tingkat harapan untuk hidup (life expectancy),
pendapatan real setelah penyesuaian, dan tingkat pendidikan, pada Indeks Kesejahteraan
Manusia (Human Development Index) Indonesia menduduki ranking ke 110 dari 173
negara. Dalam ukuran relatif, Papua tidak dapat mengikuti pertumbuhan ekonomi di
daerah lain Indonesia. Dialam wilayah Indonesia, Papua adalah propinsi termiskin kedua,
setelah Nusa Tenggara Barat.7
Kekayaan alam Papua bersumber dari hutannya, cadangan mineral dan galian
hidrokarbon. Para ahli memperkirakan bahwa sebagian besar kekayaan alam Papua
belum tersentuh. Hutan hujan tropis Indonesia, yang secara biologis sangat kaya,
4
Badan BPS Statistics Indonesia. Indonesia’s 2000 Population Census. (Bangkok: 29 November 2000).
Jumlah penduduk di Papua diperkirakan sebanyak 2,112,756. Oleh karena “situasi yang tidak stabil” di
Papua, penghitungan dilakukan “hanya di daerah yang kondusif dalam mengambil sensus.”
5
Keterangan diberikan oleh UNDP di Jakarta.
6
Indonesia: Ending Repression in Irian Jaya.
7
United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report 2002: Deepening
Democracy in a Fragmented World (24 July 2002). Tersedia pada hdr.undp.org. Dapat juga di lihat UNDP,
Making New Technologies Work for Human Development: Human Development Report 2001 (New York:
Oxford University Press, 2001).
19
mempunyai luas sebesar 34,6 juta hektar atau 24 persen dari total luas hutan di Indonesia,
dan 54 persen dari biodiversitas Indonesia.8
Saat ini perusahaan penggalian terbesar di Papua adalah pertambangan emas dan
tembaga Freeport’s, yang juga terbesar di dunia. Seperti kebanyakan operasi
pertambangan di seluruh dunia, operasi ini memberikan keuntungan sekaligus
menimbulkan kontroversi di Papua. Tambang Gas alam dioperasikan oleh beberapa
perusahaan, dengan operasional terbesar sedang dibangun di Tangguh oleh BP. Hutan
kayu dipelihara oleh kebanyakan perusahaan Indonesia dan asing, dengan penebangan
ilegal yang meningkat, walaupun terdapat usaha-usaha yang telah dilakukan pemerintah
Indonesia saat ini dalam menegakkan peraturan.
SEJARAH POLITIK
Pada tanggal 27 Desember 1949, setelah melalui perjuangan yang keras, Kerajaan
Belanda menyerahkan daerah bekas jajahannya, kecuali New Guinea Barat (kemudian
dinamakan Irian Jaya dan sekarang disebut Papua). Dalam perjanjian tercantum bahwa
“mengenai status New Guinea akan ditentukan melalui negosiasi” antara Indonesia dan
Belanda dalam jangka waktu satu tahun masa transisi kepemilikan wilayah.
Status hukum Papua semakin tidak pasti setelah Amerika Serikat mendesak Belanda
dan memfasilitasi perjanjian mengalihkan otoritas secara adminstratif akan New Guinea
Barat dari Belanda kepada PBB. Di dalam artikel 18 dari perjanjian New York tahun
1962 tercantum “Indonesia akan mengatur segala hal dengan bantuan dan partisipasi PBB
memberikan kesempatan kepada Papua untuk memilih apakah menginginkan menjadi
bagian daripada Indonesia atau tidak.”9 Para delegasi yang terpilih memberikan suaranya
secara aklamasi untuk bergabung dengan Republik (15 Agustus 1969). Tindakan Untuk
Bebas Memilih (The Act of Free Choice) di terima oleh Sidang Umum PBB, dan Papua
diubah namanya menjadi Irian Barat serta menjadi propinsi ke 27 dari Indonesia (19
November 1969). Selanjutnya para aktivis pro-gerakan separatis mempertanyakan proses
tersebut.
Peristiwa-peristiwa ini terjadi dalam konteks kekacauan di wilayah lainnya di
Indonesia. Politik kekerasan yang menyebabkan korban jiwa setidaknya sebanyak
500.000 jiwa.10 Kemenangan Jenderal Suharto digambarkan dengan penerapan “Orde
Baru” melalui pengawasan yang amat ketat untuk memastikan stabilitas dan
pembangunan. Pada saat yang bersamaan, rejim yang menggunakan pendekatan
sentralistik ini, dengan istilah “demokrasi pancasila,”11 menimbulkan perlawanan di
Papua.
8
Australia West Papua Association. West Papua Information Kit (Department of Computer Sciences,
University of Texas at Austin). Lihat jugah: the Biodiversity Conservation Project in Indonesia, the World
Resources Institute’s Sustainable Development Information Services, dan
http://www.geocities.com/RainForest/4466/biodiver.htm
9
The New York Agreement, Article 18 (New York: United Nations, 15 August 1962).
10
Robert Cribb, ed. The Indonesian Killings 1965–1966: Studies from Java and Bali (Monash University,
Southeast Asia Publications, January 1991).
11
Filosofi negara berdasarkan oleh lima prinsip yang saling berhubungan: Kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa; kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan Yang Di pimpin
20
Agar disesuaikan dengan mandat dwi fungsi, Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Darat (TNI AD) memperluas pengaruhnya untuk mengamankan integritas teritorial dari
negara dan melindungi investasi industri pertambangan Mineral yang sedang berkembang
di Papua. Selain itu tentara juga di tugaskan untuk menyediakan keamanan terhadap
migran dari Indonesia bagian barat yang bermukim di Papua melalui program
transmigrasi nasional. Program relokasi, kepemilikan akan tanah dan penguasaan
ekonomi oleh transmigran yang baru saja tiba meningkatkan rasa terisisihnya penduduk
asli Papua serta berkurangnya pengaruh mereka pada proses politik. Saat ini peduduk
non-Papua mewakili sekitar 40 persen dari jumlah total penduduk Papua selain
mendominasi ekonomi lokal dalam personel pemerintah.12 Organisasi Papua Merdeka
(OPM), dimana merupakan kelompok separatis yang militan dibentuk pada sekitar tahun
60-an, keberadaannya tetap berlanjut sebagai gerakan lokal yang terus menerus
melakukan pemberontakan.
PERKEMBANGAN SAAT INI
Krisis Keuangan Asia (1997-1998) diikuti dengan berbagai peristiwa, termasuk
demonstrasi, yang mengakibatkan turunnya Rejim Presiden Suharto pada bulan Mei
1998. Setelah melalui periode transisi dibawah pimpinan Presiden B.J. Habibie,
Indonesia mengadakan Pemilihan Umum (PEMILU) yang bersih, bebas dan adil pertama
kali sejak empat dekade. Walaupun partai politik pimpinan Megawati Sukarnoputri, putri
dari Presiden Sukarno, Tokoh Proklamator, memperoleh suara yang paling banyak,
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memilih pemimpin moderat Islam,
Abdurrahman Wahid, sebagai presiden pada bulan Juli 1999; Megawati sebagai Wakil
Presiden. Pada periode transisi sebelum Wahid menduduki kursi presiden, dengan
diawasi oleh PBB, referendum di Timor Timur yang menyuarakan mayoritas penduduk
memilih untuk memisahkan diri, diikuti oleh periode kekerasan dan pengiriman pasukan
penjaga perdamaian PBB ke Timor Timur. Wakil Presiden Megawati menggantikan
Presiden Wahid pada saat ia diturunkan oleh MPR setelah 20 bulan berkuasa. Presiden
Megawati merupakan presiden kedua di Indonesia yang mencapai kekuasaan tertinggi
melalui proses pengalihan kekuasaan yang damai. Presiden Megawati telah memilhara
kerjasama dan konsensus dalam memimpin kabinet yang berasal dari berbagai partai.
Pada bulan Agustus 2002, amandemen terhadap Undang-Undang Dasar menyediakan
Rakyat Indonesia untuk dapat memilih presiden secara langsung di dalam PEMILU di
tahun 2004 nanti. Presiden dan Wakil Presiden sampai sekarang masih dipilih oleh MPR,
yang terdiri dari 500 perwakilan rakyat yang dipilih langsung dan 200 perwakilan rakyat
yang tidak dipilih langsung. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) telah dibentuk dan
memberikan perwakilan propinsi suara yang kuat pada tingkat nasional.
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
12
International Crisis Group (ICG). Indonesia: Ending Repression in Irian Jaya. Asia Report No. 23
(Jakarta/Brussels: ICG, 20 September 2001).
21
Parlemen juga mempunyai peranan penting dalam mempertahankan jenis
pemerintahan Indonesia yang sekuler. MPR menghentikan usaha yang dilakukan oleh
kelompok Islam dan Wakil Presiden Hamzah Haz untuk mengadopsi Syariah atau
Hukum Islam. Walaupun dua Organisasi Masa Islam di dalam Indonesia, Nahdlatul
Ulama dan Muhamadiyah, adalah moderat dan mendukung bentuk negara sekuler,
terdapat dukungan yang meluas dan menguat terhadap kelompok Islam yang radikal.
Kelompok Laskar Jihad secara formal sudah dibubarkan, akan tetapi masih aktif
kegiatannya.
Tindakan-tindakan politis dan administratif telah dijalankan pada masa yang penuh
ketidakpastian ini di Papua. Sebagai hasil perlawanan dan ketidakpercayaan Papua
terhadap proses politik di Indonesia, lebih dari setengah penduduk asli Papua memboikot
PEMILU tahun 1999.13 Dalam usaha untuk menjawab berbagai masalah politik dan sosial
yang parah di Papua, dan memberikan kesempatan untuk memerintah sendiri dan
diberikannya kepemilikan sumber daya alam terhadap penduduk lokal, pemerintah
Indonesia mengajukan Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Papua. Disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada bulan Oktober 2001, Undang-Undang Otonomi
Khusus mewajibkan pendistribusian 80 persen pendapatan yang berasal dari hasil hutan,
perikanan dan pertambangan lokal serta 70 persen pemasukan berasal dari hasil minyak
dan gas kepada otoritas tingkat propinsi dan distrik. Otonomi Khusus juga
memperbolehkan digunakannya “hukum adat” dan menciptakan institusi untuk
menyuarakan aspirasi Papua dan mempromosikan persamaan hak. Selain itu juga
memberikan kebebasan untuk membentuk partai politik, membentuk dewan perwakilan
tingkat desa dan memberikan resolusi untuk meyelesaikan konflik melalui mekanisme
perundingan berdasarkan adat. Peraturan memperbolehkan Irian Jaya untuk diganti
namanya menjadi Papua serta melonggarkan ketentuan untuk mengibarkan bendera
“Bintang Kejora” Papua.
Dalam suatu unjuk rasa menunjukkan kesatuan, sekitar 25,000 penduduk asli Papua
mewakili 253 suku memilih anggota Presidium Dewan Papua (PDP) untuk mewakili
aspirasi demokrasi tanpa kekerasan. Meskipun terjadi pembunuhan terhadap Ketua
Umumnya, Theys Eluay, pada tanggal 11 November 2001, PDP tetap merupakan
organisasi yang terdepan dalam mewakili suara penduduk asli Papua. Sampai sekarang,
implementasi dari desentralisasi dan Undang-Undang Otonomi Khusus sangat lambat,
dan ini mengakibatkan rasa frustasi di kalangan penduduk asli Papua kebanyakan.
Pimpinan politik Papua sekarang mengintensifkan permintaan mereka untuk
“Meluruskan Sejarah” sebagai usaha mencari kebenaran atas proses penggabungan Papua
ke Indonesia, dan mengedepankan identitas Papua. Daya tarik Papua untuk memisahkan
diri menjadi sangat kuat.
MAKNA MERDEKA DAN OTONOMI
13
Perkiraan ini diungkapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), badan ad hoc nasional yang
anggotanya terdiri dari para akademik dan anggota ORNOP dibentuk untuk PEMILU tahun 1999. KPU
mengadakan penelitian yang signifikan di Papua selama PEMILU 1999.
22
Kata-kata amat penting, dan sangat signifikan untuk memahami dua istilah yang
mewarnai diskursus politik di Papua. Perkataan merdeka seringkali diartikan sebagai
“memisahkan diri secara politik,” dan arti ini mempunyai masalah yang fundamental bagi
Indonesia yang sangat mementingkan integritas teritorial mereka. Bagi penduduk asli
Papua, istilah tersebut diartikan sebagai “bebas”—terutama, bebas dari penindasan,
diskriminasi dan ketidakadilan. Saat ini, sentimen merdeka telah mengendap pada
berbagai kelas baik pada tingkat regional maupun berbagai suku di dalam penduduk asli
Papua.
Otonomi, adalah istilah untuk konsep yang tercantum pada Undang-Undang Otonomi
Khusus. Bagi otoritas Indonesia aspek terpenting dari otonomi adalah mempertahankan
integritas teritorial dari negara mereka, sambil memberikan, kemandirian penadbiran
terbatas dan sumber daya alam kepada propinsi.
Saat ini diskursus politik mengalami kemacetan diantara dua konsepsi yang terlihat
tidak dapat di damaikan: merdeka dan otonomi. Bagi kebanyakan penduduk asli Papua
masa depan dilihat sebagai memilih salah satu dari dua pilihan. Untuk mencari jalan
keluar dari kemacetan ini, merdeka harus dipahami sebagai konsep suprapolitik—lebih
kurangnya bukan sebagai memisahkan diri secara politik—dan konsep otonomi harus
dipahami sebagai usaha untuk meningkatkan taraf hidup, otoritas untuk mengelola
diri sendiri, dan kebebasan individu yang sesuai dengan arti merdeka secara luas.
Berarti keadilan, persamaan kedudukan dan demokrasi, merdeka adalah sebuah rasa
pengakuan akan keberadaan, bukan berarti hilangnya sebuah negara.14 Dalam konteks ini,
sangat dimungkinkan untuk memperoleh merdeka tanpa terwujudnya sebuah negara baru.
Ini dapat terwujud apabila terdapat perkembangan yang nyata di Papua. Sebagai bentuk
tradisional dari pencegahan konflik, merdeka dapat merupakan kunci utama untuk
menyelesaikan perbedaan antara rakyat Papua dan pemerintah Indonesia.
14
Brigham M. Golden. “Letter to the Editor.” The Van Zorge Report on Indonesia, Vol. II, No. 20 (Jakarta,
30 November 2000).
23
PIHAK – PIHAK INTERNASIONAL YANG TERKAIT
Strategi pencegahan konflik dari Pusat Kegiatan Pencegahan Konflik (Center for
Preventive Action, CPA) mencoba untuk tidak hanya melibatkan tokoh-tokoh nasional
maupun lokal dalam menemukan solusi damai dalam konflik, tetapi juga untuk
memobilisasi pihak-pihak internasional terkait. Pihak-pihak yang terkait ini berpotensi
untuk mempengaruhi proses menuju damai dan kemajuan-kemajuannya. Rekomendasi
dalam laporan ini mentargetkan mereka yang mempunyai tanggung jawab langsung di
Papua. Mereka juga harus menunjukkan tindakan-tindakan dari pihak-pihak terkait yang
mendukung. Pada bagian ini ditampilkan ringkasan dari negara-negara, organisasi
internasional, dan perusahaan yang sudah beroperasi di Indonesia dan Papua.
NEGARA – NEGARA KUNCI
Amerika Serikat berkomitmen untuk menolong Indonesia dalam konsolidasi akan
reformasi politik dan ekonominya, serta bekerja sama dengan Indonesia untuk mencegah
terorisme. Amerika Serikat dapat mempengaruhi reformasi politik dan ekonomi,
bersamaan juga dengan reformasi sektor keamanan. Kontak antar Militer akan
memberikan kesempatan bagi Amerika Serikat untuk memperbaiki hubungan dalam
rangka reformasi bidang keamanan, memungkinkan kerjasama yang efektif dalam
memerangi terorisme dan dalam rangka menegakkan HAM. Di tahun 2001, The U.S.
Agency for International Development (USAID) mempunyai anggaran sebesar US$156
juta untuk proyek di Indonesia,15 dengan fokus utama pada delapan propinsi, termasuk
Papua. USAID telah mengintegrasikan pencegahan konflik dalam strategi keseluruhan
terhadap suatu negara melalui kantor dari Pencegahan Konflik dan Reaksinya (Office of
Conflict Prevention and Response, OCPR). Usaha pencegahan konflik lainnya telah
dilaksanakan oleh kantor untuk Demokrasi dan Penadbiran (Office of Democracy and
Governance) yang juga di bawah USAID. Kantor untuk Bantuan Bencana Alam di Luar
Negeri (Office of Foreign Disaster Assistance, OFDA) dan Program bantuan pangan
untuk perdamaian telah mengidentifikasi kebutuhan akan intervensi untuk memenuhi
kebutuhan pangan dan meningkatkan kemampuan lokal dalam mewujudkan perdamaian.
Program milik USAID yakni Program Manajemen Berorientasi Pada Hasil Kerja
(Performance-Oriented Management Program, PERFORM) dikenal atas kesuksesannya
dalam membangun kemampuan lokal khususnya bagi administrator di tingkat distrik.
Program Pemberdayaan Masyarakat Madani (Civil Society Strengthening Program,
CSSP) juga telah memberikan hasil positif dengan memperbaiki kapasitas institusi dan
kemampuan teknis dari organisasi-organisasi non pemerintah di seluruh Indonesia,
terutama di Papua.
Beberapa negara mempunyai program untuk mendukung penadbiran yang benar
(good governance). Pada tahun 2002, Kementerian Belanda untuk Kerjasama
Internasional dan Pembangunan (Dutch Ministry for International Cooperations dan
15
Pada tahun 2002, anggaran USAID di Indonesia adalah sebesar US$129,3 juta. Pada tahun 2003 mereka
mengajukan permohonan untuk mendapatkan dana sebesar US$141,7 juta. Lihat www.usaid.gov.
24
Development) memberikan kontribusi bilateral kepada Indonesia senilai US$75 juta16
dan sekitar US$60 juta kepada badan-badan di PBB. Mengingat sejarahnya pada jaman
penjajahan masa lalu, kerajaan Belanda sangat berhati-hati dalam melakukan kegiatan
yang dapat dipandang sebagai dukungan terhadap kelompok separatis. Badan
Pembangunan Internasional Kanada (Canadian International Development Agency,
CIDA) mengeluarkan dana sebesar US$43 juta per tahun dengan prioritas pada keadilan
dan penadbiran.17 Bantuan senilai US$30,5 juta pada tahun 2001, bantuan luar negeri
negara Jerman memberikan bantuan pada reformasi ekonomi dan politik, termasuk
desentralisasi. Bank untuk Rekonstruksi dan Pembangunan milik negara Jerman (KfW)
dan Badan Untuk Bantuan Teknis dari negara Jerman (German Agency for Technical
Cooperation, GTZ) sangat aktif pada bidang penadbiran, dengan perhatian khusus pada
peningkatan kemampuan untuk desentralisasi.
Badan Australia untuk Pembangunan Internasional (Australian Agency for
International Development, AusAID) mengeluarkan dana sebesar US$77,7 juta pada
tahun 2000 terutama untuk proyek di Indonesia bagian Timur.18 Setelah pemboman di
Bali, Australia telah merevitalisasi usahanya untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam
rangka implementasi sebuah perjanjian bilateral antiterorisme, dan menghapuskan
kondisi-kondisi yang kondusif bagi terorisme. Canberra juga memfokuskan pada bantuan
luar negeri untuk mengurangi konflik, yang dapat mengakibatkan perpindahan populasi.
Australia secara geografis sangat dekat dengan Papua dan yang akan paling terpengaruh
apabila terjadi migrasi pengungsi, serta akan menimbulkan masalah domestik atas
imigrasi dan kebijakan permintaan suaka. Pengaruh Australia telah berkurang akibat
perannya yang sangat besar dalam aktivitas PBB di Timor Timur.
Negara-negara lain mempunyai minat khusus dalam pemberantasan kemiskinan.
Departemen untuk Pembangunan Internasional Kerajaaan Inggris (United Kingdom’s
Department for International Development, DFID) bekerja sama dengan Bank
Pembangunan Asia (Asian Development Bank, ADB). KfW milik Jerman dan Badan
Pembangunan Internasional Swedia (Swedish International Development Agency, SIDA)
juga mendukung aktivitas pembangunan sosial. Norwegia menyediakan bantuan
kemanusiaan melalui organisasi Palang Merah Norwegia. Selandia Baru mempunyai
hubungan historis dengan gerakan ras Melanesia dan, sebagai pimpinan dari Gerakan
Solidaritas Penduduk Asli di Kepulauan Pasifik, dilihat dari sejarahnya selalu
mendukung isu HAM di kawasan kepulauan pasifik. Walaupun Pemerintahan KoalisiBuruh Wellington termasuk yang mendukung untuk memisahkan diri secara politik akan
Papua, kebijakan resminya adalah menekankan penerapan Otonomi Khusus secara utuh
dan tepat waktu.
16
Kementrian luar negeri Kerajaan Belanda telah mengeluarkan dana sebesar US$75 juta per tahun untuk
bantuan bilateral kepada Indonesia. Pada tahun 2002, Belanda meningkatkan dua kali dari anggaran
sebelumnya untuk Program Lingkangan PBB/UN Environment Program, dan mengadakan program
pertukaran pelajar antara Indonesia dengan Belanda. Di Indonesia, sebagian besar dari bantuan bilateral di
tujukan untuk bidang pendidikan dasar. Dapat dilihat pada web-site Kementerian Luar Negeri Belanda,
www.minbuza.nl; dan Kedutaan Belanda untuk Indonesia, www.netherlandembassy.or.id
17
Pemerintah Kanada telah mengeluarkan sebesar US$18 juta per tahun untuk bantuan bilateral kepada
Indonesia. Kedutaan Kanada untuk Indonesia, www.dfait-maeci.gc.cca/jakarta/
18
Embassy of Australia to Indonesia, www.austembjak.or.id/
25
Beberapa negara menekankan pentingnya kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk
mediasi dan pencegahan konflik tanpa kekerasan. KfW milik Jerman mendukung Biro
untuk Pencegahan Konflik dan Pemulihan (Bureau for Conflict Prevention and Recovery,
BCPR) yang merupakan bagian dari Program Pembangunan PBB (United Nations
Development Program, UNDP). Melalui organisasi seperti Institut Penelitian untuk
Perdamaian di Oslo (Peace Research Institute of Oslo, PRIO), Norwegia membantu
proses perundingan dan dialog dengan tujuan untuk pencegahan konflik di seluruh dunia.
Negara-negara lain yang organisasinya terlibat dalam proses-proses penegakkan
kebenaran dan Rekonsiliasi termasuk Selandia Baru dan Kanada (Misalnya, NZAID dan
CIDA).
Jepang mempunyai kepentingan yang sangat besar pada reformasi ekonomi
Indonesia. Bank untuk Kerjasama Internasional Jepang (Japan Bank for International
Cooperation, JBIC) adalah donor untuk tingkat bilateral terbesar di Indonesia. Kontribusi
dari Bank Ekspor Impor Jepang (Japan Export-Import Bank, JEXIM) dan Dana
Kerjasama Luar Negeri Jepang (Japan Overseas Economic Cooperation Fund, OECF)
rata-rata sebesar satu koma sembilan miliar dolar AS (US$1.9 billion) per tahun pada
pertengahan tahun 1990-an. Jepang juga memiliki kepentingan-kepentingan komersil
yang luas. Perusahaan Eksplorasi Jepang (JAPEX, Japan Petroleum Exploration Co.,
Ltd.) dan INPEX (INPEX Corporation, sebelumnya adalah Indonesia Petroleum Ltd.)
terlibat pada sektor energi di Papua dan Bank milik Jepang memiliki hutang luar negeri
Indonesia senilai lebih dari tiga puluh miliar dolar AS (US$30 billion). Walaupun Jepang
bersedia menjadi pemain penting dalam reformasi makroekonomi, namun hanya Badan
Kerjasama Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency, JICA) yang
mendukung proyek demokratisasi.19
Selain Jepang, negara-negara lain yang memiliki kepentingan ekonomi besar di
Indonesia tampaknya belum memusatkan perhatiannya pada usaha pencegahan konflik.
Sebagai contoh, negara Cina menginginkan Indonesia untuk membangun pertambangan
di Papua. Mereka memilih Tangguh untuk mengirimkan gas alam cair (LNG) ke propinsi
Fujian, yang diproyeksikan akan berlangsung pada tahun 2007. Cina telah menyatakan
kekhawatirannya terhadap kekerasan separatis di Papua.
Walaupun pemerintah Korea Selatan tidak terlibat aktif pada kebijakan Indonesia,
transisi di Korea Selatan dari diktator militer kepada bentuk demokrasi dapat dikatakan
menjadi acuan Indonesia yang juga sedang melaksanakan konsolidasi demokrasinya.
Perusahaan Pembangunan Petrolium Korea Selatan (South Korea Petroleum
Development Corporation) mempunyai saham yang kecil di sektor energi Papua.
19
Jepang adalah negara donor terbesar untuk Indonesia. Japan International Cooperation Agency dan Trade
and Economic Cooperation Bureau (METI) memfokuskan pada penjadwalan pemberian pinjaman; proyek
infrastruktur; pemberantasan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi dan pendidikan (termasuk belajar
jarak jauh dan akses terhadap informasi); donor (dan ORNOP) serta koordinasi kebijakan, termasuk
mempromosikan kerjasama Selatan-Selatan; dan keamanan Indonesia, termasuk konsolidasi dari
perdamaian, pembangunan kedamaian dan rekonstruksi setelah konflik. Pada tahun 1999, Overseas
Economic Cooperation Fund (OECF) milik Jepang bergabung dengan Bank Ekspor-Impor Jepang untuk
membangun Bank for International Cooperation. Informasi berasal dari Kementerian Luar Negeri Jepang
dapat dilihat pada www.mofa.go.jp
26
Perhatian Korea ditujukan pada penebangan hutan di wilayah perbatasan dengan Papua
New Guinea (PNG).
Singapura telah memberikan pinjaman dan akan memperluas kesempatan ekonomi
untuk Indonesia, termasuk produk manufaktur Indonesia dalam perjanjian perdagangan
bebas dengan Amerika Serikat. Sebagian besar investor Singapura mempunyai saham
yang cukup besar di perusahaan Indonesia. Sebagai contoh, pada bulan Desember 2002,
Singapore Technologies Telemedia membeli saham sebanyak 42 persen untuk untuk
Satelit operator untuk telepon luar negeri milik Indonesia sebesar enam ratus tiga puluh
satu juta dolar AS (US$631 million). Melalui berbagai skema finansial, Singapura dapat
membantu meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia.
Papua New Guinea dan Papua berada dalam satu wilayah dengan sebuah kemiripan
dalam hal lingkungan alam dan penduduknya yang berasal dari ras Melanesia.
Diperkirakan terdapat pengungsi Papua di PNG sebanyak 7.500 jiwa. Apabila terdapat
eskalasi konflik di Papua, akan banyak pengungsi yang mencari perlindungan di sana.
PNG adalah negara miskin dan dapat dipastikan akan menghadapi kesulitan apabila
terdapat pengungsi baru. Mereka mengalami kesulitan seperti yang dialami Papua, seperti
pengangguran di perkotaan, pencemaran lingkungan dan aktivitas kriminal. Beberapa
jenis usaha kriminal, seperti penebangan ilegal, diketahui beroperasi di kedua bagian
wilayah. PNG mempunyai pengalaman yang mirip mengenai kekerasan separatis.
Pasukan bersenjata Bouganville melakukan perang selama 10 tahun untuk memisahkan
diri dari PNG yang menyebabkan 20.000 korban jiwa. Perjanjian perdamaian
Bouganville tahun 2001 memberikan Bouganville otonomi yang lebih besar dan berjanji
untuk mengadakan referendum dalam kurun waktu 10 sampai 15 tahun.
ORGANISASI INTERNASIONAL
Organisasi internasional menekankan pada konsensus pengambilan keputusan dan
biasanya waspada dalam inisiatif pencegahan konflik. Asosiasi Negara Asia Tenggara
(Association of Southeast Asia Nations, ASEAN), termasuk Indonesia, jarang sekali
melakukan kritik terhadap sebuah negara anggotanya atau mengambil posisi pada
masalah internal dari salah satu anggotanya. Sejak ASEAN kurang memiliki mekanisme
pencegahan konflik antar pemerintah, maka aspirasi mengenai peningkatan konflik di
serahkan kepada Forum Parlemen ASEAN.
Sementara Indonesia kemungkinan menolak peranan politik dari PBB di Papua,
badan di bawah PBB, UN Development Assistance Framework (UNDAF) membuat
strategi Pembangunan Yang Mencegah Konflik (preventive development) pada beberapa
organ khusus (seperti, United Nations Development Program [UNDP], UN Children’s
Fund [UNICEF], World Health Organization [WHO], UN Population Fund [UNFPA],
UN Development Fund for Women [UNIFEM], dan UN Educational, Scientific and
Cultural Oragnization [UNESCO]). “Program Kemitraan untuk Reformasi Penadbiran
(Partnership for Governance Reform),” sebuah program nasional yang didukung oleh
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP), Bank
Dunia (World Bank), ADB dan beberapa negara donor secara bilateral, memberikan
bantuan kepada Indonesia dalam bidang penadbiran yang benar (good governance). Isuisu yang ada hubungannya dengan otonomi daerah dimasukkan dalam program tersebut.
27
Uni Eropa (European Union) menyelesaikan “Penilaian Pencegahan Konflik”
(Conflict Prevention Assessment) atas nama Program Kerjasam Pembangunan Uni
Eropa, yang memfokuskan pada penadbiran yang benar (good governance) dan
manajemen yang berkelanjutan akan sumber daya alam. Pada laporan tahun 2002 di
dalamnya termasuk rekomendasi untuk memperkuat Mekanisme Reaksi Cepat Uni Eropa
(EU Rapid Reaction Mechanism). Walaupun Uni Eropa mengkritisi pelaksanaan
Tindakan Untuk Bebas Memilih (Act of Free Choice) tahun 1969,20 EU lebih memilih
untuk menghindari keterlibatan dalam isu politik yang dihubungkan dengan Gerakan
Papua Merdeka dan lebih memfokuskan pada penadbiran yang benar (good governance)
dan pembangunan yang berkelanjutan.
Pertemuan puncak Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (Asia-Pacific Economic
Cooperation, APEC) merupakan sebuah platform penting dalam memobilisasi perhatian
dunia internasional pada saat krisis Timor Timur, terutama dikarenakan kekerasan di
Timor Timur terjadi bersamaan dengan pertemuan tahunan APEC (September 1999).
Namun demikian, tidak ada suatu tindakan pada saat APEC melibatkan dirinya dalam
sebuah konflik domestik dari negara partisipannya. APEC sebagian besar hanya
memusatkan perhatian pada isu-isu ekonomi dan menjauh dari masalah politik. Ditambah
lagi dengan tidak adanya mekanisme koordinasi untuk aktifitas-aktifitas diantara tiap
sesinya.
Sementara Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum) menyatakan simpati
kepada gerakan Papua Merdeka di masa lalu, mereka telah mengeluarkan resolusi pada
tahun 2002 untuk menegaskan dukungannya bahwa Papua adalah bagian integral dari
Indonesia. Inisiatif ini bertolak belakang dengan usaha sebelumnya dari Vanuatu, Nauru
dan Kepulauan Solomon dalam mendukung pemisahan diri Papua dari Indonesia serta
memfasilitasi hubungan Presidium Dewan Papua (PDP) di PBB. Dengan mengisolasikan
Organisasi Papua Merdeka (OPM) secara diplomatik, Forum Kepulauan Pasifik telah
mengirim pesan yang membenarkan untuk mengakomodasi kedua belah pihak melalui
Otonomi Khusus.
INSTITUSI KEUANGAN INTERNASIONAL
Institusi Keuangan Intenasional (International Financial Institutions, IFI) menyediakan
pertolongan untuk menolong Indonesia agar dapat bangkit dari krisis keuangan Asia.
Didirikan pada tahun 1992, Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group
on Indonesia, CGI) dipimpin oleh Bank Dunia untuk mengkoordinir pembiayaan diantara
ketigapuluh (30) anggota (badan keuangan multilateral dan negara donor).
Bank Dunia telah aktif beroperasi di Indonesia sejak 1967. Telah menyediakan dana
sebesar dua puluh lima miliar dolar AS (US$25 billion) untuk sektor ekonomi, pertanian,
pendidikan, kesehatan, pembangunan sosial, transportasi, energi, pembangunan kota dan
infrastruktur. Bank Dunia juga menyediakan bantuan teknis untuk penentuan kebijakan
ekonomi, pembangunan institusi dan pemberantasan kemiskinan. Sejak 1997, Bank
20
Mawdsley et al. Report of the EC Conflict Prevention Assessment Mission to Indonesia. (Brussels: EU,
March 2002).
28
Dunia telah berjanji memberikan dana sebesar empat koma lima miliar dolar AS (US$4.5
billion) sebagai bagian dari program bantuan kepada Indonesia yang dipimpin oleh Dana
Keuangan Internasional (International Monetary Fund, IMF). Dalam perjanjian hibah
tersebut, dana sebesar lima ratus juta dolar AS (US$500 million) pada sumber daya di
Asosiasi Pembangunan Internasional (International Development Association) akan
disediakan per tahun. Di tambah lagi, Bank Dunia telah mengarahkan dana sebesar satu
miliar dollar AS (US$1 billion) pada program yang penting pada masa krisis (seperti
beasiswa sekolah, pembangunan sosial dan manusia). Pada konferensi Bank Dunia
tanggal 20 Januari 2003, para donor menyutujui untuk memberikan pinjaman senilai dua
koma tujuh miliar dolar AS (US$2.7 billion) untuk menolong Indonesia menutup defisit
dan pelunasan hutang. Bank Dunia menghubungkan antara reformasi kebijakan dengan
pemberian pinjaman.
Dana Keuangan Internasional memimpin usaha untuk mempromosikan stabilitas
makroekonomi di Indonesia. Pada bulan Februari 2000, diluncurkan program 3 tahun
senilai lima miliar dolar AS (US$5 Billion) untuk mendukung reformasi ekonomi dan
struktural. Program tiga tahun dari Dana Keuangan Internasional tersebut menekankan
pada penggunaan kebijakan makroekonomi yang mendukung kebangkitan ekonomi dan
mencapai stabilitas harga. Sasaran dari program tersebut memperkuat sektor perbankan,
penadbiran usaha yang benar (corporate governance), dan kebijakan restrukturisasi
lainnya yang sangat krusial untuk pemulihan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
Sasaran lainnya termasuk membangun kembali intitusi publik yang penting, memperkuat
kapasitas melaksanakan kebijakan ekonomi dan sosial serta meningkatkan transparansi.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap program dan pemenuhan target yang telah
ditetapkan, pencairan sampai saat ini diperkirakan telah mencapai nilai dua koma enam
miliar dolar AS (US$2,6 billion).
Bank Pembangunan Asia (ADB) menyetujui paket pinjaman senilai satu koma empat
miliar dolar AS (US$1,4 billion) setelah terjadinya krisis keuangan Asia di pertengahan
tahun 1997-an. Tahun 2002, pada putaran ketiga dan terakhir pinjaman tersebut dicairkan
melalui Sektor Program Pembangunan di bidang Reformasi Penadbiran Keuangan
(Financial Governance Reform Sector Development Program). Pencairan dana ini
ditunda beberapa kali karena Pemerintah Indonesia selalu menunda waktu dalam
pelaksanaan pengendalian fiskal. Meskipun menghadapi hambatan dalam mencapai
standard anti korupsi, Indonesia selalu menjadi anggota yang mempunyai reputasi baik di
ADB semenjak 1966. Indonesia merupakan pemegang saham kelima terbesar di ADB
diantara anggota dalam satu kawasan, dan nomor enam terbesar secara keseluruhan.
Untuk membantu Indonesia yang sedang mengalami proses desentralisasi, pada bulan
Desember 2002 ADB menyetujui pinjaman senilai empat puluh dua koma dua puluh dua
juta dolar AS (US$42,22 million) untuk meningkatkan kemampuan pemerintah pada
tingkat regional. Di tambah lagi, ADB akan menyediakan tenaga bantuan teknis dibiayai
oleh hibah sebesar satu koma dua juta dolar AS (US$1,2 million) dari pemerintah
Belanda, untuk sistem pengawasan terpisah dalam rangka implementasi peningkatan
kemampuan. Proyek Peningkatan Kemampuan yang berkelanjutan Untuk Projek
Desentralisasi akan memberikan manfaat bagi 30-40 pemerintah kabupaten.
Melalui “Konsensus Jakarta” (Jakarta Consensus), para negara donor untuk IFI,
seperti Amerika Serikat dan Kerjaaan Inggris, dapat mendiskusikan untuk
29
menghubungkan pembiayaan di masa mendatang dan kritera pencegahan konflik. Namun
demikian, tampaknya, Jepang dan beberapa donor utama tidak akan mendukung usul
tersebut. Dan hal ini akan diikuti pula oleh Bank swasta dan bank investasi yang
mempunyai cabang di Indonesia (seperti, HSBC, ABN AMRO dan Citigroup).
Sebagai bagian dari pendekatan masalah pembiayaan secara keseluruhan, IFI
bersikeras menuntut diadakannya reformasi struktural pada makroekonomi. Program
Pinjaman Penyesuaian Dana Keuangan Internasional (International Monetery Fund,
IMF) senilai lima miliar dolar AS (US$5 billion) di dalamnya termasuk Target kinerja
dan Penilaian Program. Program Pembangunan di bidang Reformasi Penadbiran pada
sektor keuangan (Financial Governance Reform Sector Development Program) milik
ADB mensyaratkan pemerintah untuk melaksanakan pengendalian fiskal, termasuk
memberantas korupsi dan pemutihan uang. Namun demikian, tidak ada kriteria
pencegahan konflik sebagai syarat untuk pembiayaan oleh IFI.
PERUSAHAAN MULTINASIONAL
Prinsip-prinsip Sukarela Keamanan dan HAM oleh Ameriksa Serikat dan Inggris (US
and UK Voluntary Principles on Security and Human Rights) yang ditujukan secara
spesifik bagi perlindungan HAM pada rencana-rencana keamanan perusahaan. Prinsip
sukarela ini merupakan percobaan pertama untuk pembuatan kode etik perusahaan dalam
kondisi konflik. Untuk mengoperasikan prinsip-prinsip ini, berbagai pertemuan yang
melibatkan perusahaan, pejabat dari berbagai macam kedutaan, perwakilan dari
pemerintah dan Angkatan Darat Indonesia di adakan di Jakarta (2001 – 2002). Lembaga
Pertahanan Nasional (LEMHANAS), salah satu institusi pendidikan terkemuka, juga
melaksanakan pertemuan antara perusahaan dan perwakilan dari sektor keamanan untuk
mendiskusikan Hukum Internasional HAM dan Asas-asas Pokok. Freeport dan BP, ikut
serta dalam Prinsip-prinsip ini. Selain itu, BP telah menerapkan Prinsip-prinsip tersebut
pada Penilaian Pengaruh Ekonomi dan Sosial dari proyek Tangguh di Papua; kontraktor
BP diwajibkan untuk mematuhi kode etik dari kontraktor penyedia keamanan.
Tujuan utama dari Inisiatif Transparansi Industri Penggalian (Extractive Industries
Transparency Initiative, EITI) adalah untuk mencapai keterbukaan dalam hal pembayaran
pajak dan non-pajak (termasuk royalti dan bonus) kepada pemerintah di negara
beroperasinya perusahaan, otoritas pendapatan negara, dan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) di bidang gas, minyak dan pertambangan. EITI bertujuan untuk bekerja sama
dengan Negara tempat perusahaan beroperasi dan seluruh IFI.21
Pada tahun 1999, Freeport membuat kebijakan yang komprehensif mengenai masalah
Sosial, Tenaga kerja dan HAM. Dua tahun kemudian, mereka membentuk Dana Abadi
Kepemilikan Lahan Secara Sukarela (Voluntary Land Rights Trust Fund), dimana
dikumpulkan untuk generasi penerus dari suku Amungme dan Kamoro yang berada dekat
dengan lokasi proyek di Timika. Freeport memberikan dana awal sebesar US$2,5 juta
pada Dana Abadi tersebut dan bertekad untuk melakukan pmebayaran sebesar
US$500.000. Di tambah lagi, Dana satu persen Freeport memberikan kontribusi senilai
US$11-18 juta per tahun (berasal dari 1 persen atas pendapatan bruto perusahaan di
21
Extractive Industries Transparency Initiative, www.dfid.gov.uk/News/News/files/eiti_guide.htm.
30
Papua) untuk pendidikan, kesehatan, usaha kecil dan pembangunan infrastruktur.
Freeport juga merupakan anggota dari Inisiatif Pertambangan Global (Global Mining
Initiatives), yang berusaha menekan pengaruh negatif terhadap sosial dan lingkungan
akibat penggalian mineral.
Bekerja sama dengan BPMIGAS (Badan Pelaksana Migas), BP mengadakan
pembangunan Projek Gas Alam Cair Tangguh, yang akan melibatkan penggalian di
lokasi pertambangan Tangguh, memproses gas hingga menjadi LNG, dan
mengirimkannya terutama ke pasar Asia Timur, termasuk Cina. British Gas bekerja sama
dengan BP, mengirim gas ke proyek gas alam Tangguh menggunakan cadangan yang
berasal dari kontrak pembagian produksi untuk lokasi tambang di Wiriagar, Berau dan
Muturi. BP mempunyai komitmen untuk bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan
dalam pengelolaan sumber daya. Mereka bekerja sama dengan pemerintah lokal dan
partner lainnya untuk melaksanakan strategi dalam mendiversifikasikan pertumbuhan
(seperti, investasi pada desa setempat). BP juga mengembangkan inovasi dalam
kerjasama keamanan yang berbasiskan masyarakat.
INPEX adalah perusahaan milik Jepang yang melakukan eksport gas alam dan
mengirimkan kepada pasar domestik Indonesia. Pada bulan November 1998, INPEX
memperoleh 20 persen saham Papua Timur dan Blok Bagian Barat Arguni, dimana 80
persen sisanya milik BP. JAPEX, yang dimiliki oleh pemerintah Jepang, bekerja sama
dengan BPMIGAS, regulator pemerintah untuk bidang sumber daya Petrolium, dan
menguasai 60 persen dari blok Semirak di Papua. Marubeni Sagindo adalah perusahaan
Jepang yang beroperasi di dalam sektor kehutanan.
Perusahaan multinasional lainnya yang aktif di Papua adalah Conoco Phillips dan
Total Fina Elf, sama halnya dengan perusahaan Jepang, Korea, Australia dan perusahaan
lainnya. Conoco telah beroperasi di Indonesia selama 33 tahun. Mereka mengoperasikan
Blok B, Tobong, dan kontrak pembagian produksi Blok II bagian Utara Selatan Laut
Natuna dan mempunyai minat pada bagian Selatan Sokang. Pada tahun 1998, Perusahaan
pembangunan serta konstruksi milik Pertamina dan Sembawang mencapai kesepakatan
untuk membuat perjanjian dengan dukungan Conoco menjual 325 juta kubik per hari
untuk mengrimkan gas alam melalui pipa ke Singapura. Melalui kerjasama dengan
BPMIGAS, Conoco membangun pertambangan minyak di pinggir pantai Belida dan
pertambangan gas alam Bloc B di wilayah pedalaman. Perusahaan Total Indonesia (anak
perusahaan dari Total Fina Elf), yang aktif beroperasi di Kalimantan, juga mempunyai
minat di sektor energi Papua. Perusahaan Lamso Runtu Ltd yang menguasai blok Runtu
yang meliputi bagian pantai Kuta, dimana telah digali lima tambang sejak 1990.
Perusahaan Global Santa Fe mengoperasikan tambang minyak Klamono di Papua.
Perusahaan Ramu Internasional mengoperasikan tambang minyak Rombebai. Perusahaan
Nasional Minyak Korea (Korea National Oil Company, KNOC) adalah produser dari
minyak dan gas. Mamberamo adalah perusahaan Australia yang beroperasi di sektor
kehutanan Papua.
ORGANISASI NON PEMERINTAH
31
Perkembangan organisasi-organisasi di Papua telah menunjukkan kesediaannya untuk
mendiskusikan kerjasama kolaborasi dan menghindari persaingan perolehan hibah yang
jumlahnya terbatas. Organisasi-organisasi tersebut diantaranya adalah Pelayanan
Masyarakat Katolik (Catholic Relief Services), Oxfam Australia dan SIL International
(sebelumnya di kenal dengan nama Summer Institute of Linguistics) berperan sebagai
mitra pelaksana donor resmi di Papua. Keberadaan mereka di lapangan membuat mereka
mampu mengawasi dana yang mengalir dari skema bagi-hasil perusahaan, termasuk Dana
Satu Persen.
Organisasi kemanusiaan yang aktif di Papua termasuk diantaranya Komisi Migrasi
Katolik International (International Catholic Migration Comission), Pelayanan
Masyarakat Katolik (Catholic Relief Fund) dan Visi Dunia milik Australia (World Vision
Australia). Selain memberikan bantuan di masa krisis, mereka juga menekankan pada
kesiapan bantuan kemanusiaan apabila terjadi eskalasi konflik. Melalui kantornya di
Jakarta, Komite Internasional Palang Merah (International Committee of the Red Cross,
ICRC) mengelola pelatihan untuk TNI mengenai HAM dan Hukum HAM Internasional.
Pusat Sumber Daya Papua (Papua Resource Center, PRC) adalah organisasi non
pemerintah baru yang beroperasi di AS dengan dewan penasehat yang terdiri dari
pimpinan akademis, agama dan budaya Papua. PRC berusaha mempromosikan
kesejahteraan sosial dan kebudayaan asli Papua dengan memfasilitasi hubungan antara
organisasi yang beroperasi di Papua dengan komunitas internasional yang mempunyai
minat terhadap kawasan tersebut.
Transparansi Internasional (Transparency International) adalah orgranisasi terdepan
dalam mengangkat isu korupsi dalam pemerintahan. Mereka menerbitkan Laporan
Korupsi Global (Global Corruption Report), yang mengukur kinerja negara-negara dalam
mengurangi korupsi. Selain pengawasan, mereka juga menyediakan bantuan teknis untuk
upaya Anti korupsi dalam pemerintah dan pengembangan kemampuan bagi ornop lokal.
Walaupun tidak mempunyai fokus pada Papua, Transparansi Internasional mempunyai
kantor resmi di Jakarta.
Institut Masyarakat Terbuka (Open Society Institute, OSI), yayasan yang mempunyai
jaringan di seluruh dunia, didirikan oleh praktisi keuangan dari New York George Soros.
Mereka mempunyai inisiatif “Publikasikan Yang Anda Bayar” (Publish What You Pay)
yang menghimbau agar negara, dimana perusahaan tersebut beroperasi, mewajibkan
perusahaan multinasional besar itu untuk memperlihatkan Laporan Keuangan dari Unit
perusahaan yang beroperasi di luar negeri. Pada tahun 2001, OSI membuka kantor
cabangnya di Jakarta.
InterNews yang mempunyai keahlian untuk mengembangan kelembagaan media dan
keterampilan laporan berita di televisi dan radio untuk pendidikan demokrasi dan
pengembangan masyarakat sipil. Di Papua, mereka membantu stasiun radio dan surat
kabar di beberapa kota, bersamaan dengan itu pula memproduksi program radio “Laporan
Untuk Perdamaian”(Reporting for Peace), yang berusaha memajukan sebuah budaya
resolusi damai untuk konflik-konflik lokal.
32
Organisasi konservasi yang aktif di Papua termasuk Pusat Penelitian Hutan
Internasional (Center for International Forestry Research), Yayasan Konservasi Australia
(Australian Conservation Foundation) dan Dana Suaka Alam Dunia (World Wildlife
Fund, WWF). Organisasi in bekerja sama dengan mitra lokal untuk mengawasi
penebangan ilegal dan pengiriman eksport ilegal dari spesies yang punah. Didirikan oleh
BP, Panel Penasehat Independen Tangguh adalah badan independen yang terlibat dalam
berbagai aktivitas untuk mempromosikan perbaikan bagi suku Papua.
Organisasi pecegahan konflik yang bekerja di Papua adalah Organisasi Mencari
Kesamaan Tujuan (Search Common Ground), Catholic Relief Service dan World Vision
Australia. Pusat Internasional untuk Keadilan Transisi (International Center for
Transitional Justice), ornop terdepan dengan keahlian pada bidang akuntabilitas,
kebenaran dan rekonsiliasi, melaksanakan sebuah survey pemetaan pada tahun 2002
mengenai usaha-usaha rekonsiliasi di Indonesia.
33
PENADBIRAN
KONDISI (PAPUA)
Penadbiran di bawah Presiden Suharto ditandai dengan karakter seperti berkuasanya
hampir satu partai, keberadaan aparat keamanan di seluruh pelosok nusantara, dan
pemusatan kekuasaan serta kekayaan. Jasa pelayanan sosial dasar untuk Papua
memberikan manfaat, akan tetapi masih jauh tertinggal dibanding dengan seluruh
Indonesia, terutama di wilayah pedalaman Papua. Kebanyakan penduduk asli Papua
mengandalkan pemenuhan kebutuhan dasar mereka melalui sistem lokal yang
berhubungan dengan gereja dan berdasarkan adat (bentuk tradisional dari suku dan
kelompok politik)
Setelah berakhirnya masa kekuasaan Suharto, Presiden Habibie berusaha memenuhi
keinginan pemerintah lokal untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar dengan
menerima rencana melaksanakan desentralisasi, yang disebut dengan Otonomi Daerah.
Pada tahun 1999, Presiden Habibie melaksanakan program ini melalui penerbitan dua
Undang-Undang (UU no 22 dan UU no 25), yang memungkinkan pemerintah lokal untuk
meningkatkan bagian dari kekayaan lokal, bersamaan dengan pelimpahan kekuasaan
legislatif dan administratif kepada propinsi dan badan sub-propinsi. Sebagai langkah
lebih lanjut untuk menguasai sumber daya alam, Dewan Perwakilan Rakyar (DPR)
menyutujui Undang-Undang yang memerikan Otonomi Khusus kepada Papua.
Undang-Undang Otonomi Khusus Papua memberikan kekuasaan yang cukup
signifikan kepada pemerintah lokal dan menjamin hak budaya dan agama bagi rakyat
Papua. Selain itu juga menjamin bahwa 80 persen dari pendapatan hutan, perikanan dan
pertambangan serta 70 persen dari pendapatan minyak dan gas kepada otoritas lokal.22
Undang-Undang Otonomi Khusus juga menjamin “hukum adat” dan membentuk institusi
untuk menampung aspirasi Papua dan menjamin hak suku yang tertindas. Otonomi
Khusus juga memberikan kebebasan untuk membentuk partai politik, menciptakan badan
perwakilan desa dan memfasilitasi penyelesaian konflik mengnei tanah melalui
perundingan adat.
Undang-Undang Otonomi Khusus juga menghimbau untuk membentuk Majelis
Rakyat Papua (MRP). Menggambarkan perwakilan dari struktur politik adat, MRP
diharapkan menjadi badan penasehat bagi suku yang dipertuakan, gereja dan pimpinan
wanita.
Menurut Gubernur Papua, Japp Solossa, Pejabat pada tingkat kabupaten akan
mendapatkan pendapatan yang cukup besar. Pada tahun pertama penerapan otonomi
pendapatan tingkat propinsi akan meningkat tiga kali menjadi Rp 2,5 trilliun dari Rp. 800
miliar tahun sebelumnya. Jumlah ini terdiri dari Rp 1,38 trilliun yang berasal dari
22
Mawdsley et al. Report of the EC Conflict Prevention Assessment Mission to Indonesia. (Brussels: EU,
March 2002).
34
“alokasi khusus otonomi,” ditambah dengan Rp 400 miliar dari Pemerintah Pusat
berdasarkan peraturan ini dan pendapatan lokal sebesar Rp 700 miliar.23
Pelaksanaan Otonomi Khusus dihalangi oleh berbagai macam faktor, diantaranya
adalah ketidakpercayaan masing-masing pihak, adanya prioritas-prioritas yang bersaing
di Pemerintah Pusat, dan lemahnya kemampuan rakyat Papua dalam mengurusi tanggung
jawab yang lebih besar. Sampai sekarang, MRP tidak dapat dibentuk karena
ketidaksepakatan akan cakupan otoritas. Peningkatan pendapat lokal yang diharapkan,
ternyata masih belum dicairkan, begitupula dengan pelimpahan tanggung jawab
administrasi dan otoritas yang belum juga dilakukan.
Gubernur Papua, Jaap Solossa, dengan dukungan dari Kepala Dewan Perwakilan
Daerah (DPRD), John Ibo, telah mendorong Pemerintah Pusat untuk melaksanakan
Otonomi Daerah. Pada tahun 2001, mereka memimpin kelompok Papua dalam
memberikan proposal kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperbaiki
peraturan-peraturan mengenai legislasi.
Sementara itu, penduduk asli Papua telah membentuk organisasi sendiri. Dengan
memandang bahwa proses politik di Indonesia tidak memenuhi harapan mereka, lebih
dari setengah penduduk asli Papua mem-boikot PEMILU tahun 1999.24 Satu tahun
kemudian, lebih dari 25,000 penduduk asli Papua, termasuk lebih dari 500 perwakilan
berasal dari 253 suku, serta berbagai organisasi utama dalam bidang sosial, agama dan
politik, berkumpul di ibu kota propinsi Jayapura untuk mengadakan pertemuan Kongres
Papua kedua. Kongres tersebut memilih 32 anggota Presidium Dewan Papua (PDP) untuk
berfungsi sebagai badan eksekutif. Semenjak itu, PDP telah berdiri menjadi satu-satunya
badan yang inklusif, diterima oleh sebagian besar pihak mewakili aspirasi penduduk asli
Papua. Dewan Adat Papua (DAT) adalah himpunan sebagian besar suku Papua, yang
juga dikenal sebagai badan terdepan dalam menyuarakan aspirasi Papua.
Walaupun PDP berusaha mewakili satu suara aspirasi penduduk asli Papua,
kelompok yang lebih radikal juga timbul, seperti Dewan Masyarakat Koteka
(DEMMAK) dan gerakan bawah tanah yang dikenal dengan nama Organisasi Papua
Merdeka atau Tentara Papua Nasional (TPN) yang saat ini tidak melanjutkan perjuangan
bersenjata dan bergabung dengan PDP. Sebagian besar Pimpinan Politik Papua
menginginkan “Meluruskan Sejarah” sebagai usaha untuk mencari kebenaran dalam
proses bergabungnya Papua ke Indonesia, dan untuk meraih identitas Papua.
KECENDERUNGAN
Desentralisasi adalah salah satu reformasi yang penting di Indonesia. Rakyat Papua
sangat skeptis, mengingat pengalaman buruk terdahulu mereka dalam hal pembagian
kekuasaan. Otonomi sebenarnya akan diterapkan pada tahun 1969 akan tetapi tidak
pernah dilaksanakan. Beberapa pihak yang terkait di Pemerintah Pusat melihat reformasi,
23
ICG. Al-Qaeda in Southeast Asia: The Case of the “Ngruki Network” in Indonesia. (Brussels/Jakarta:
ICG, 8 August 2002).
24
Perkiraan ini di buat oleh KPU.
35
demokratisasi dan desentralisasi sebagai ancaman terhadap kesatuan nasional, dan
pembagian pendapatan merupakan ancaman terhadap kepentingan komersil mereka.
Instruksi Presiden yang terakhir diterbitkan dalam rangka penerapan Undang-Undang
no 45/1999, yang membagi Papua menjadi tiga propinsi (Barat, Tengah dan Timur Irian
Jaya) (27 Januari 2003). Walaupun sebelumnya Pemerintah Pusat telah menerbitkan
Undang-Undang yang membagi Papua menjadi tiga bagian di tahun 1999, akan tetapi
pelaksanaannya belum terwujud. Undang-Undang no 21 tahun 2001 meyatakan bahwa
berbagai perubahan dalam komposisi Propinsi harus mendapat pertimbangan dari Majelis
Rakyat Papua (MRP), badan yang belum terbentuk. Sebagian besar penduduk asli Papua
dari berbagai spektrum politik dan sosial tidak menyutujui pemekaran wilayah Papua dan
melihatnya sebagai usaha untuk menghindari penerapan Otonomi Khusus.
Terdapat berbagai macam hambatan dalam melaksanakan Otonomi Khusus. Pada
tingkat yang paling mendasar, Institusi Pemerintah di Papua tidak mempunyai perangkat
cukup untuk melaksanakan tanggung jawab yang baru, terutama dalam tingkat kabupaten
dan kecamatan. Kelemahan institusi kemungkinan disebabkan oleh hasil manajemen
yang buruk, yang juga menyediakan kesempatan untuk manipulasi dan melakukan
pelanggaran. Petunjuk Pelaksanaan telah disetujui di Pemerintah Pusat dalam rangka
menggantikan yang sebelumnya, akan tetapi seringkali menimbulkan kebingungan.
Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Papua dan Aceh, yang diadopsi setelah
dikeluarkan undang-undang mengenai desentralisasi untuk seluruh daerah Indonesia,
mengalihkan kekuasaan kepada tingkat propinsi, bukan kepada tingkat kabupaten.
Kebanyakan departemen pusat melakukan penolakan kewajiban untuk melepaskan
sebagian kekuasaannya. Bertentangan dengan Undang-Undang no 21 tahun 2001,
Departemen Kehutanan belum lama ini menyatakan bahwa pemerintahan tingkat propinsi
tidak diperbolehkan untuk mengelola sumber daya hutan.
Hambatan lainnya untuk menerapkan Otonomi Khusus pada tingkat lokal adalah
kurangnya dukungan kuat dari penduduk asli Papua. Kebanyakan mereka yakin untuk
harus memilih antara merdeka atau otonomi. Berdasarkan pilihan yang tersedia,
kebanyakan penduduk asli Papua akan memilih merdeka, yang dilihat mereka sebagai
bentuk emansipasi. Sentimen-sentimen ini tentunya akan melemahkan penduduk asli
Papua dari dukungan resminya untuk membentuk institusi-institusi penadbiran. Mereka
utamanya mengandalkan lembaga-lembaga adat dan agama sebagai wadah untuk
organisasi politik dan sosial.
Perselisihan antar etnis adalah masalah penting lainnya untuk Papua. Terlepas
diumumkannya pembubaran Laskar Jihad, masih terdapat kekhawatiran terhadap konflik
antar penduduk asli Papua dan kelompok pendatang, begitu pula antara penduduk asli
Papua yang beragama Kristen dengan komunitas Muslim. Sebagian anggota Laskar Jihad
telah direlokasikan dari Maluku dan mendirikan tempat beroperasinya di dekat wilayah
lepas pantai tempat pertambangan Papua dan kota Manokwari, Fak Fak dan Sorong.
Rencananya akan diadakan dialog bersifat inklusif yang melibatkan seluruh pihak di
Papua, serta Dialog Nasional untuk Rekonsiliasi.
36
SOLUSI YANG OPTIMAL
Penerapan Otonomi Khusus secara penuh akan menggambarkan kemenangan semua
pihak. Agar hal ini dapat terwujud, Rakyat Papua melihat Otonomi Khusus sebagai
demokratisasi, daripada sebuah mekanisme yang menghalangi konsep mereka mengenai
merdeka. Sedangkan, otoritas Indonesia melihat bahwa Otonomi Khusus adalah
mengenai pemenuhan keinginan yang memperoleh legitimasi dari penduduk asli Papua,
ketimbang sebuah langkah awal memisahkan diri secara politik bagian negara yang kaya
akan sumber daya alam tersebut. Seperti yang ditetapkan oleh Undang-Undang tersebut,
keuntungan maksimum dapat direalisasikan dengan melaksanakan Otonomi Khusus
dalam dua tahun, dengan penilaian implementasi yang dilakukan dalam waktu tiga tahun
dan setelah itu setiap tahun.
Otonomi Khusus yang dilaksanakan secara penuh akan membuat rakyat Papua
merasa bahwa kesejahteraan sosial dan keamanannya telah membaik. Selain itu dapat
meningkatkan kesempatan pendidikan bagi seluruh suku Papua dan memberikan
kesempatan dan persamaan hak dalam berbagai segi kehidupan terutama di sektor publik.
Rakyat Papua juga diperbolehkan memiliki bendera, lagu kebangsaan dan konstitusi
sendiri. Otoritas tingkat propinsi akan memegang peranan dalam menegosiasikan
transaksi untuk pembangunan sumber daya alam di masa mendatang di Papua. Penerapan
penuh dari Otonomi Khusus secara dramatis akan memperbaiki kehidupan penduduk asli
Papua dengan meningkatkan taraf hidup mereka dan merasakan adanya kesempatan dan
keadilan dalam konteks pembangunan nasional Indonesia. Kemajuan positif akan
memenuhi sebagian besar keinginan kelompok gerakan untuk merdeka. Memenangkan
hati penduduk asli Papua akan memperbaiki stabilitas secara dramatis.
REKOMENDASI
Untuk mengembangkan sebuah kerangka hukum dan peraturan untuk mendukung
penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus, Komisi merekomendasikan
-
Pemerintah Indonesia menunda berbagai rencana untuk membagi Papua menjadi
tiga propinsi dan sebaliknya mempercepat penerapan Undang-Undang Otonomi
Khusus secara penuh. Berbagai tindakan terhadap reorganisasi Propinsi
diharapkan melalui konsultasi dengan Majelis Rakyat Papua.
-
Pemerintah Indonesia mendirikan MRP dan memperluas peranannya dari dewan
penasehat menjadi peran yang tercantum dalam Undang-Undang Otonomi
Khusus: Badan legislatif yang mewakili komunitas adat, perempuan dan agama.
-
Pemerintah Indonesia dapat menunjuk orang Indonesia yang di hormati dan
berpengalaman sebagai “Koordinator Papua” (Papua Coordinator). Dengan
dibantu oleh tenaga ahli nasional dan internasional dalam “Tim Penasehat
Otonomi Khusus” (Advisory Group for Special Autonomy), Koordinator Papua
(Papua Coordinator) akan bekerja sama dengan otoritas tingkat propinsi untuk
membuat draft undang-undang dan peraturan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan Otonomi Khusus.
37
-
Pihak pemerintah, perusahaan internasional dan Organisasi non pemerintah
(Ornop) menempatkan ahli-ahlinya untuk membantu Tim Penasehat Otonomi
Khusus (Advisory Group for Special Autonomy), dan menyediakan program
pelatihan untuk pejabat di Papua.
Untuk memperkuat kemampuan lokal guna penerapan Otonomi Khusus untuk Papua,
Komisi merekomendasikan
-
Forum Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia,
CGI) bekerja sama dengan pejabat tingkat nasional dan propinsi untuk menilai
dan meningkatkan kemampuan lokal dalam memperbaiki penadbiran, termasuk
manajemen, anggaran dan administrasi.
-
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP),
berkoordinasi dengan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia, mendirikan
“Kelompok Profesional Papua” (Papua Professional Corps) yang beranggotakan
tenaga ahli nasional dan internasional dengan disponsori oleh negara donor,
perusahaan internasional dan ornop membantu proyek pembangunan ekonomi dan
sosial dan berpartisipasi dalam Tim Penasehat Otonomi Khusus (Advisory Group
for Special Autonomy).
-
USAID menyediakan sumber daya tambahan dengan mentargetkan pada pejabat
tingkat distrik melalui Program Manajemen Berorientasi Pada Hasil Kerja
(Performance-Oriented Management Program, PERFORM), dan memperluas
program reformasi hukum dengan lebih lanjut memberikan bantuan kepada
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia cabang Papua.
Untuk membangun dukungan luas terhadap Otonomi Khusus, Komisi merekomendasikan
-
USAID dan donor lainnya mendukung program pendidikan publik yang
menitikberatkan pada “demokratisasi” dan ditujukan dalam rangka menciptakan
pemahaman dan dukungan kepada Otonomi Khusus.
-
Otoritas tingkat nasional dan tingkat propinsi dapat memasukkan, seperti yang di
tetapkan oleh badan legislatif, penilaian dan penyelesaian konflik berdasarkan
adat di dalam Pasal 51 dari Undang-Undang Otonomi Khusus.
-
Otoritas Nasional dan Propinsi dapat mengadopsi reformasi hukum, terutama
prosedur untuk kepemilikan tanah yang sesuai dengan Undang-Undang Agraria.
-
Otoritas tingkat propinsi dapat membentuk biro pengawas untuk memastikan
adanya representasi penduduk asli Papua yang adil dan sederajat dalam pegawai
negeri.
38
BIDANG EKONOMI
KONDISI (EKONOMI NASIONAL)
Indonesia telah mengalami kemajuan dari titik terendah pada saat terjadinya krisis
keuangan 1997-1998. Kondisi Makroekonomi telah membaik: tingkat inflasi menurun;
Nilai tukar Rupiah stabil; dan Tingkat Suku Bunga dalam kondisi normal. Defisit
anggaran lebih kecil dari perkiraan. Selain itu, Produksi Domestik Bruto (PDB) telah
mengalami peningkatan sebesar 3 persen per tahun (2002), dan jumlah penduduk
Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan telah turun dari sebesar 24 persen
menjadi 13 persen (1999-2002).
Meskipun terjadi kemajuan, Perekonomian Indonesia tetap dibebani oleh jumlah
hutang yang tinggi, baik luar negeri maupun domestik. Masalah diperparah oleh
kurangnya investasi asing dan berkurangnya tingkat kepercayaan investor. Investasi
Langsung dari luar negeri (Foreign Direct Investment, FDI) telah berkurang dari tujuh
miliar dolar AS sampai sepuluh miliar dolar AS, US$7-10 billion, investasi baru per
tahun sampai pada kondisi sekarang, dimana investor menarik keluar dananya senilai dua
miliar dolar AS sampai tiga miliar dolar AS per tahun, US$2-3 billion.
Menurunnya stok capital menghalangi modernisasi peralatan, yang akan
mempengaruhi kinerja ekonomi dan mengurangi kesempatan kerja. Ditambah lagi, 40
persen dari 100 juta tenaga siap kerja menganggur atau kurang dimanfaatkan. Lebih dari
setengah penduduk hidup dengan pendapatan dua dolar AS (US$2 per hari). Pemboman
di Bali telah merusak prospek pemulihan ekonomi dengan meningkatnya persepsi
ketidakstabilan, yang menyebabkan hilangnya pendapatan senilai satu miliar dolar AS
US$1 billion dari sektor pariwisata.25
Pada bulan Februari 2000, Dana Keuangan Internasional (International Monetery
Fund, IMF) menyutujui pembuatan program baru dalam rangka mengembalikan
pertumbuhan PDB ke tingkat 5 sampai 6 persen, menurunkan tingkat inflasi menjadi di
bawah 10 persen, menurunkan tingkat hutang publik menjadi 65 persen dari PDB di
tahun 2004, dan menghilangkan skema-skema pembiayaan jenis “stand-by” dan jenis
lainnya. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dibentuk untuk menyelesaikan
masalah dalam sektor finansial.
Sangat disayangkan, sebagian besar target kinerja yang ditetapkan pemerintah
Indonesia dengan dukungan Dana Keuangan Internasional (International Monetery Fund,
IMF) tidak dapat dipenuhi. Di tambah lagi, usaha pemerintah untuk memberantas korupsi
dan menegakkan transparansi perusahaan tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Dalam Indeks Persepsi Korupsi yang dibuat oleh Transparansi Internasional di tahun
25
“Lured Back to Bali.” The Economist. (6 February 2003). Tersedia pada
http://www.economist.com/displayStory.cfm?Story_ID=1567300.
39
2002, Indonesia menduduki ranking ke 96 dari 102 negara.26 Selain itu, reformasi hukum,
yang merupakan salah satu faktor kunci, masih tersendat. Usaha untuk menjual Bank dan
perusahaan oleh BPPN berjalan sangat lambat.
Salah satu yang menjadi perhatian dalam mewujudkan pemulihan ekonomi adalah
lemahnya kebijakan dan legislasi nasional yang mengatur penggalian minyak, gas dan
mineral. Walaupun Indonesia telah berbuat banyak untuk mewujudkan lingkungan yang
stabil dan kondusif bagi investasi asing dalam industri penggalian yang dimulai pada
tahun 1970an, tahun-tahun belakangan ini telah menunjukkan kecenderungan yang
berbalik arah-terutama akibat dari undang-undang yang membingungkan, membebani
dan saling bertentangan pada tingkat nasional dan tingkat regional. Lingkungan Usaha
Indonesia pada saat ini, terutama dalam hal pajak dan praktek buruh, mengganggu
investasi domestik dan internasional. Fenomena ini terlihat terutama pada sektor mineral.
Meskipun Indonesia termasuk dalam sepertiga negara terkaya akan sumber daya mineral
di dunia, saat ini hanya menerima kurang dari 0,9 persen nilai eksplorasi di seluruh dunia
dalam mata uang dolar AS.27 Tanpa perbaikan yang cukup besar di area ini, Indonesia,
dan terutama daerah yang kaya akan sumber daya alamnya, seperti Papua, akan
kehilangan sumber daya utama ekonomi. Akan terjadi penurunan secara besar dalam hal
pembagian pendapatan.
KONDISI (PAPUA)
Ekonomi Papua di dominasi oleh penggalian sumber daya alam dan, sebagai hasilnya,
kepemilikan tanah dan sumber daya alam merupakan sumber ketidaksepakatan yang
seringkali menimbulkan konflik. Di tambah lagi, bentrokan sosial yang diakibatkan oleh
kenyataan bahwa ekonomi lokal, termasuk sebagian besar usaha retail, di dominasi oleh
pendatang non-etnis Papua. Kebijakan pemerintah mengenai penggalian sumber daya
alam didasarkan pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar, yang menyebutkan ”Bumi, air
dan kekayaan alam yang berada di dalamnya digunakan sebesar-besarnya untuk
kepentingan rakyat” (ayat 3). Di seluruh Indonesia, Pemerintah Pusat telah memberikan
hak untuk membangun sumber daya alam bagi perusahaan nasional dan asing.
Operasional dari hal tersebut telah memberikan kontribusi secara signifikan kepada
ekonomi Indonesia apabila dilihat pada tingkat nasional, atau tingkat makro, akan tetapi,
dikarenakan tradisi sentralisasi yang dikembangkan oleh Orde Baru, menyebabkan hanya
sebagian kecil manfaat ekonomi telah kembali kepada Papua. Meskipun di Papua
terdapat sumber daya alam yang menghasilkan keuntungan besar untuk Indonesia,
mereka hanya mengungguli Nusa Tenggara Barat dalam hal tingkat kemiskinan di
propinsi-propinsi Indonesia.28
Sumber daya ekonomi yang paling signifikan di Papua adalam operasi pertambangan
dari PT. Freeport Indonesia, anak perusahaan di Indonesia dari perusahaan FreeportMcMoRan Cooper & Gold Inc. Perusahaan ini, yang mulai beroperasi di Papua sejak
26
Transparency International. The 2002 Corruption Perceptions Index. (Berlin: Transparency International,
28 August 2002). Tersedia pada www.transparency.org.
27
PricewaterhouseCoopers Mining Survey 2001. Lihat juga the Fraser Institute. Annual Survey of Mining
Companies 2001/2002.
28
UNDP. Human Development Report 2002.
40
1967, semenjak tahun 1991 telah menggali badan batu mineral Grasberg, deposit emas
terbesar di dunia dan deposit tembaga terbesar ketiga di dunia. Pertambangan ini
memproduksi sebesar 222.000 Tembaga Ore per hari dengan biaya terendah di dunia.
Perusahaan pertambangan yang berlokasi di London, Rio Tinto, memiliki saham Freeport
sebesar 13 persen dan pemerintah Indonesia sendiri memiliki 10 persen saham. Sebagai
ukuran dari besarnya, dan pentingnya untuk ekonomi nasional, Freeport adalah pembayar
pajak terbesar untuk Indonesia (kontribusinya senilai seratus delapan puluh juta AS
US$180 million per tahun pada periode 1991 – 2001), pengguna tenaga kerja terbesar di
Papua, dan sumber dari 50 persen nilai PDB di Papua.29
Walaupun kontribusinya amat besar kepada ekonomi nasional, efek ekonomi dari
operasional Freeport di tingkat lokal hasilnya ada yang positif maupun negatif. Meskipun
Freeport mentaati peraturan pemerintah mengenai pajak, kebijakan sentralisasi
pemerintah telah membatasi manfaat bagi tingkat propinsi yang seharusnya dirasakan
sebagai hasil dari operasional Freeport, Pada tahun 1997, hanya sebesar dua puluh
delapan juta AS US$28 million, atau 11.89 persen dari total pajak yang dibayarkan oleh
Freeport, di berikan kepada pemerintah tingkat propinsi.30
Untuk menanggapi kritik yang meluas, Freeport telah melakukan usaha yang cukup
signifikan untuk memperbaiki efek operasional terhadap lokal. Melalui program
penerimaan dan pelatihan yang agresif telah meningkatkan jumlah pegawai etnis Papua
menjadi 26 persen dari total tenaga kerja Freeport. Meskipun beberapa pegawai Papua
yang memperoleh promosi dan menempati posisi manajemen sangat kecil jumlahnya.
Walaupun Freeport telah melakukan investasi senilai empat koma lima miliar AS US$4,5
billion pada pertambangan sampai sekarang, hanya sebagian kecil dari investasi tersebut
berpengaruh secara langsung terhadap ekonomi lokal. Infrastruktur untuk beroperasi,
seperti kota Kuala Kencana milik perusahaan, hanya memberikan manfaat kepada
pegawai tingkat atas. Di tambah lagi, gaji dan berbagai kompensasi yang di bayarkan
kepada masyarakat non-Papua tidak mempunyai pengaruh pada ekonomi lokal, karena
para pekerja mengirimkan sebagian besar gajinya ke negara asal. Mayoritas dari
perusahaan sub-kontraktor beroperasi di Jakarta dan mengimport peralatannya dari luar
Papua, termasuk, sebagai contoh, PT. Pangansari Utama Food Industry, penyedia
kebutuhan pangan bagi pegawai Freeport yang jumlahnya sangat besar. Tembaga dari
Garsberg dikirim dan diproses pada Perusahaan Pengolahan Gresik di Jawa Timur,
sebuah perusahaan hasil kerjasama antara Misubishi dan Freeport senilai tujuh ratus juta
dolar AS US$700 million. Pemberian kontrak tersebut mungkin merupakan keputusan
bisnis yang benar, akan tetapi dari sudut pandang orang Papua, mereka kehilangan
sebuah kesempatan.
Freeport telah melakukan suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk memberikan
pelayanan sosial dan memperbaiki kualitas hidup penduduk yang tinggal di daerah
dimana mereka beroperasi. Proses ini menjadi sangat sulit dikarenakan, jumlah penduduk
29
Denise Leith. “Freeport’s Troubled Future.” Inside Indonesia. (July–September 2001). Tersedia pada
www.insideindonesia.org/edit67/denise3.htm
30
Agus Sumule. “Protection and Empowerment of the Rights of Indigenous People of Papua (Irian Jaya)
over Natural Resources under Special Autonomy: From Legal Opportunities to the Challenge of
Implementation.” Resource Management in Asia Pacific Working Paper No. 36 (2002).
41
yang tinggal di wilayah dimana proyek Freeport beroperasi telah meningkat secara drastis
karena imigrasi mandiri ataupun yang di dukung pemerintah melalui transmigrasi
meningkat sebanyak 10 sampai 110.000 orang pada sepanjang dekade ini.
Sebagai reaksi terhadap perkembangan tersebut, Freeport telah mengadakan berbagai
skema reinvestasi dan program pengembangan,31 dimana yang paing besar pengaruhnya
adalah Dana Satu Persen.32 Didirikan pada tahun 1996 berlaku untuk jangka waktu 10
tahun, Dana tersebut menyediakan sampai sebesar delapan belas juta dolar AS US$18
million per tahun di tujukan pada pendidikan, kesehatan, usaha kecil dan pembangunan
infrastruktur untuk tujuh suku Papua yang menempati daerah operasi Freeport, termasuk
Amungme dan Kamoro yang sebelumnya menempati daerah tersebut. Sangat
disayangkan, manajemen dan distribusi dari dana tersebut telah mengalami hambatan
sejak awal. Walaupun, salah satu aspek dari dana tersebut, terutama untuk pendidikan
dan kesehatan, relatif berhasil, persaingan terhadap penggunaan dana untuk keperluan
lain menimbulkan konflik kekerasan-bahkan menimbulkan korban jiwa pada beberapa
peristiwa. Freeport telah berusaha untuk mereformasi dana tersebut dengan membentuk
Dana Abadi Hak-Hak Kepemilikan atas Lahan Secara Sukarela (Voluntary Land Rights
Trust Fund), yang menyediakan pembagian signifikan dari Dana Satu Persen untuk suku
Amungme dan Kamoro. Pada tahun 1999, Freeport mengotorisasikan kebijakan
komperehensif atas Tenaga kerja, sosial dan Hak Asasi Manusia (HAM).33
Dengan total lebih dari 180 juta hektar, Indonesia memiliki Hutan Hujan Tropis
terluas di dunia.34 Hutan Papua sendiri menempati area seluas kira-kira 41,5 juta hektar,
atau 24 persen dari area hutan seluruh Indonesia. Seluas 27,6 juta hektar dari area ini
diklasifikasikan sebagai “hutan produksi,”35 dimana hampir setengah dari area tersebut
diberikan kepada industri kehutanan melalui konsesi. Kontribusi finansial dari hutan
milik di Papua kepada Pemerintah Pusat diperkirakan senilai US$100 juta per tahun pada
lima tahun belakangan ini.36 Dengan permintaan terhadap kayu semakin meningkat,
terutama dari Cina, dan selama hutan dari bagian lain Indonesia, termasuk Kalimantan
dan Sumatra, berkurang, maka perusahaan kayu tampaknya akan bermigrasi ke Papua.37
Dengan mayoritas penduduk asli Papua yang sangat tergantung pada produksi hutan
31
Freeport McMoRan Copper & Gold, Inc. Annual Report 2001, p. 3.
Pada bulan April 1996, Freeport Indonesia sepakat untuk membuat komitmen menyisihkan setidaknya 1
persen dari pendapatan bruto dalam sepuluh tahun mendatang untuk mendukung program kesehatan,
pendidikan, ekonomi dan perkembangan Sosial di desa-desa tempat beroperasi. Sampai dengan akhir tahun
2000, kontribusi dana tersebut sudah mencapai US$92 juta, termasuk US$80 juta dari Freeport Indonesia
dan US$12 juta dari perusahaan joint venture di proyek Garsberg, dengan Rio Tinto.
33
Freeport McMoRan Copper & Gold. Environmental and Social Program; Social, Employment, and
Human Rights Policy. Tersedia pada www.fcx.com/esp/socpolicy.html
34
Hutan Hujan Tropis Milik Indonesia menempati kedudukan ketiga setelah Brazil dan Republik Kongo.
Global Forest Watch: Indonesia, www.globalforestwatch.org/english/indonesia
35
Biro Pusat Statistik Indonesia (BPS), www.bps.go.id/profile/irja.shtml
36
Press Release tanggal 2 Maret 2000 dari Asosiasi Pengusaha Hutan (APHI).
37
Forests, People, and Rights. Down to Earth Special Report. (June 2002), pp. 4–7.
32
42
untuk hidup mereka,38 perhutanan menjadi sumber konflik, seperti pada peristiwa konflik
di Wasior pada tahun 2001 dan masalah yang terus menerus terjadi di distrik Asiki.39
Kesulitan terus bertambah dalam menangani konflik yang ada hubungannya dengan
kehutanan, yang disebabkan peningkatan usaha penebangan hutan ilegal di Papua dan di
seluruh Indonesia. Pemerintah nasional memperkirakan bahwa perdagangan dalam
penebangan hutan ilegal merugikan negara sebesar tiga miliar dolar AS (US$3 billion per
tahun. Penebangan hutan ilegal tidak sesuai dengan peraturan yang mengatur hak
tradisional pemilikan tanah dan di Papua seringkali dilakukan dengan perlindungan dari
tentara, yang menimbulkan pertikaian antara institusi negara dengan lokal.
Selama lebih dari satu dekade, Pertamina telah menjalankan usaha perminyakan di
Papua. Walaupun begitu, Papua tetap menyimpan potensi pertumbuhan pada industri
petrolium. Di tahun 1997, Pertamina dan Arco (kemudian di beli oleh BP) membuat
suatu proyek baru untuk membangun tambang gas alam Tangguh seluas 24 miliar kaki
kubik di wilayah kepala burung dari Papua seperti ditrik Manokwari, Sorong dan Fak
Fak). Tambang tersebut akan dioperasikan oleh BP melalui kerjasama pembagian
produksi dengan Pertamina. Gas Alam Cair (Liquified Natural Gas, LNG) yang berasal
dari Tangguh akan di eksport ke propinsi Fujian di Cina.40 Dalam kondisi yang optimal,
pendapatan BP akan mulai mengalir pada tahun 2010, setelah masa 4 tahun untuk
menutupi biaya yang telah dikeluarkan, dan akan memberikan kontribusi kepada otoritas
propinsi dan lokal senilai US$200 juta bila tambang gas alam akan mencapai produksi
tertinggi di tahun 2015. Tujuh puluh persen dari pendapatan pajak akan dibagikan kepada
pemerintah propinsi, dimana 40 persen dari jumlah tersebut akan disimpan, serta wilayah
distrik dimana tambang beroperasi mendapat sisanya, 30 persen.41 Walapun jumlah
pekerja untuk konstruksi bisa mencapai 5.000 orang, selanjutnya akan diturunkan
menjadi 350 orang selama operasional sehari-hari.42 Pada tanggal 26 November 2002,
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP) organisasi
di bawah PBB menandatangani perjanjian (Memorandum of Understanding, MoU)
dengan gubernur Papua, kepala distrik dan BP, dengan disaksikan oleh Menteri
Pemukiman dan Prasarana Wilayah,serta Menteri Koordinator Perekonomian. Peran
utama dari Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP)
dalam MoU tersebut adalah mendukung dan memastikan manajemen dari perencanaan
pembangunan yang berkelanjutan bagi wilayah kepala burung.
Walaupun sektor sumber daya alam mendominasi ekonomi Papua pada tingkat
Makro, pada tingkat mikro juga ditemukan masalah-masalah dalam perspektif
38
Agus Sumule. “Toward Sustainable Forest Management with Significant Participation of the Customary
Communities in Papua, Indonesia,” makalah yang di presentasikan pada acara The International Workshop
on Sustainable Forestry Management. (Bali, Indonesia: June 2001).
39
Indonesia Today: Daily News 2001. Dapat dilihat pada
www.indonesia-ottawa.org/Indonesiatoday/2001/feb01/020801
40
Keith Bradsher. “Australia Wins 25-Year Deal to Sell Gas to China.” New York Times. W1 (9 August
2002).
41
John McBeth. “Enlightened Mining Exploration: Irian Jaya.” Far Eastern Economic Review. (27
December 2001).
42
“For BP to Profit in Irian Jaya, Locals Must Profit, Too.” Asian Wall Street Journal. (15 November
2001).
43
pencegahan konflik. Seperti halnya perusahaan besar yang terlibat dalam penggalian
sumber daya alam, usaha kecil di Papua didominasi oleh imigran, terutama yang berasal
dari pulau Sulawesi, Jawa dan Sumatra. Penduduk asli Papua, yang hanya mengenal jenis
modal terdepan dan ekonomi kas dalam waktu kurang dari satu generasi, menderita
karena kurangnya pelatihan dan akses terhadap modal. Mayoritas penduduk Papua masih
terpinggirkan dari ekonomi lokal, hidup tanpa mengenal uang kas dan mengandalkan
pertanian, perkumpulan dan berburu. Dengan adanya peningkatan tindakan pengasingan
terhadap penduduk asli Papua untuk mendapatkan kas dan komoditas merupakan sumber
dari pertikaian sosial bernuansa etnis di seluruh daerah Papua.43
Hasil pertanian yang dihasilkan tiap kawasan berbeda-beda akan tetapi biasanya
terdiri dari ubi, Singkong, sagu dan kacang buai. Penjualan kupu-kupu juga menghasilkan
pendapatan bagi petani di beberapa kawasan dan membuat terbentuknya kelompok petani
untuk mengurangi kompetisi dan mendistribusikan keuntungan. Beberapa petani lokal
belajar dari pengalaman ini dan mengorganisir kepanjangan tangan dari koperasi desa
terhadap eksport dengan bantuan dari Yayasan Pembangunan Bersama (Joint
Development Foundation).
KECENDERUNGAN
Ketidakpastian amat buruk bagi dunia usaha, dan banyak ketidakpastian yang terjadi pada
kebijakan ekonomi nasional, pelaksanaan desentralisasi dan bagi-hasil dan kebijakan
serta praktek penggalian sumber daya alam di Indonesia. Tidak satupun wilayah yang
iklim ketidakpastiannya lebih signifikan daripada Papua. Prospek pelaksanaan program
desentralisasi saat ini untuk Papua, terhadang oleh peraturan-peraturan yang
membingungkan dan mendua berkaitan dengan program desentralisasi nasional, Otonomi
Khusus, dan yang paling dramatis adalah, Instruksi Presiden yang baru dikeluarkan
mengenai pemekaran Papua. Ini jelas menimbulkan ketidakpastian dan kebingungan yang
serius.
Erat hubungannya dengan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 mengenai
Pemerintah Daerah, Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 mengenai perimbangan
keuangan antara pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat memberikan kekuasaan yang
lebih besar untuk membuat keputusan dan kekuatan finansial bagi seluruh kawasan
Indonesia. Berdasarkan program desentralisasi, setelah mengeluarkan bagian untuk Papua
dan Aceh, 25 persen dari pendapatan domestik dialokasikan melalui Dana Alokasi
Umum. Dari bagian tersebut, 90 persen diberikan kepada distrik dan kecamatan, dengan
sisanya diberikan pada pemerintah tingkat propinsi. Kurangnya transparansi
mempengaruhi aliran sumber daya dari seluruh pelosok daerah, yang diperkirakan
mempunyai nilai sebesar enam miliar dolar AS US$6 billion pada tahun 2001.44
43
A. Rumonsara and S. Kakisina. “The Indonesian Political Economy and Its Impact toward the Papuan
People’s Economy: Some Critical Issues to Be Considered in the Decentralization Era,” makalah yang di
diajukan pada diskusi yang mendiskusikan pembangunan sosial dan politik di Papua. (Berlin, Germany,
29–30 June 2000).
44
SMERU Research Institute. Regional Autonomy in Indonesia: Field Experiences and Emerging
Challenges (Bali, Indonesia: SMERU Research Institute, June 2002).
44
Selain Dana Alokasi Umum, Undang-Undang Otonomi Khusus akan menyalurkan 70
persen dari royalti minyak dan gas serta 80 persen dari royalti pertambangan, hasil hutan
dan hasil ikan kepada propinsi. Perubahan pada Undang-Undang baru menyebabkan
berkurangnya pendapatan nasional dari pendapatan pajak perusahaan atas Freeport.
Sebagai kompensasinya sampai dua puluh tahun kemudian Papua akan menerima
tambahan Dana Alokasi Umum yang didistribusikan oleh Pemerintah Pusat kepada
propinsi, yang ditujukan untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.45 Papua juga
menerima dana penyisihan khusus untuk pembangunan infrastruktur. Nilai persentase
yang di hitung dari penggalian sumber daya alam akan dinilai kembali setelah 25 tahun.46
Walaupun rumus penghitungan sangat kompleks dan tidak jelas pada saat ini, tampaknya
dengan penetapan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua akan menerima dua kali dari
jumlah sebelumnya sebagai hasil dari program desentralisasi nasional, atau senilai Rp.
700 trilliun (US$700 million).
Tidak adanya perencanaan yang detil dan kurangnya peraturan pendukung telah
menganggu efektifitas implementasi dari Otonomi Khusus. Pasal 75 dari Undang-Undang
Otonomi Khusus mewajibkan bahwa peraturan pelaksanaan harus ditetapkan dalam
waktu dua tahun setelah mengadopsi Undang-Undang tersebut (21 November 2001).
Walaupun distribusi berdasarkan Otonomi Khusus seharusnnya diberikan pada bulan
Januari 2002, akan tetapi sampai sekarang belum ada kejelasan sampai kapan Papua akan
menerima manfaat material dari perencanaan bagi-hasil. Pada tanggal 21 November
2002, Pemerintah Pusat mengeluarkan beberapa peraturan untuk mempercepat
desentralisasi, tetapi efeknya masih harus ditunggu.
Pada akhirnya, Instruksi Presiden yang baru dikeluarkan (27 Januari 2003) membagi
wilayah Papua menjadi tiga propinsi yang akan menimbulkan konsekuensi ekonomi
serius, dan akan mengganggu investasi luar negeri dan domestik. Halangan dari investasi
ada hubungannya dengan kurang mampunyai kemampuan administrasi pemerintah
tingkat propinsi dan ketidakjelasan mengenai juridiksi dan kebijakan cukup signifikan
pada saat transisi saat ini menuju Otonomi Khusus. Pemekaran wilayah pada saat ini,
sebelum Otonomi Khusus diimplementasikan secara efektif, akan membuat halangan ini
menjadi tiga kali lebih besar.
SOLUSI OPTIMUM
Stabilitas Makroekonomi membutuhkan program reformasi ekonomi yang komprehensif
dalam rangka memperluas basis Pajak dan menyediakan atmosfir yang bersahabat bagi
investasi asing. Untuk mengurangi rasio Hutang terhadap PDB, BPPN sebaiknya
menutup Bank yang tidak dapat berfungsi, menyelamatkan aset, dan menagih
pertanggung jawaban pemilik Bank. Penjualan Bank yang sebelumnya milik swasta, di
dukung dengan reformasi pajak, akan meningkatkan pendapatan pemerintah dan
memenuhi kebutuhan anggaran pemerintah.
Di daerah Papua terdapat hubungan langsung antara pembangunan ekonomi dan
pencegahan konflik. Usaha dapat dilakukan untuk memperluas kepemilikan dari
45
46
Ibid.
Mawdsley et al. Report of the EC Conflict Prevention Assessment Mission to Indonesia.
45
penduduk lokal pada pembangunan sumber daya alam propinsi agar penggalian sumber
daya tersebut memberikan kontribusi terhadap perbaikan kondisi hidup semua penduduk
Papua. Undang-Undang Otonomi Khusus telah menetapkan tujuan mulia untuk
persamaan dan bagi-hasil. Sebaiknya dilaksanakan secara penuh dan segala usaha untuk
meningkatkan kemampuan rakyat Papua sebaiknya dijalankan.
Di tambah lagi, perusahaan nasional dan multinasional yang beroperasi di Papua tetap
mempertahankan dan meningkatkan pelatihan serta penerimaan pegawai penduduk asli
Papua untuk membagi manfaat ekonomi melalui tindakan preferensi penerimaaan.
Mereka juga diharuskan memperbanyak kompensasi khusus dan lebih efektif dalam
memberikan jasa sosial. Skema pembiayaan yang inovatif diperlukan untuk usaha kecil
dan menengah milik penduduk asli Papua, begitu pula program pendidikan dan pelatihan
untuk memperoleh keterampilan profesional dan memperbaiki pemahaman terhadap
proses dan kesempatan ekonomi. Laporan publik dan akuntansi yang transparan
diperlukan untuk memastikan bahwa pendapatan akan dikembalikan kepada propinsi
seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Otonomi Khusus.
REKOMENDASI
Untuk mendorong pembangunan ekonomi agar dapat menghasilkan pekerjaan yang lebih
banyak dan bergaji cukup, Komisi merekomendasikan
-
-
Perusahaan Internasional dan Nasional mempertahankan dan meningkatkan
pelatihan serta penerimaan pegawai yang berasal dari penduduk asli Papua.
Otoritas Nasional dan Propinsi membentuk dana, yang bersumber dari bagi-hasil
seperti yang diatur oleh desentralisasi, digunakan untuk mendukung pelatihan
bisnis, kredit usaha kecil, koperasi desa, proyek yang dampaknya terasa cepat di
Papua, dan proyek penyediaan lapangan kerja untuk Papua.
Pemerintah Indonesia mengelola pinjaman dan hibah dari para donor terutama
yang ditujukan untuk Papua.
Untuk mendukung masa depan ekonomi jangka panjang Papua, Komisi
merekomendasikan
-
Pemerintah Indonesia membuat peraturan investasi yang lebih bersaing pada
tingkat nasional dan propinsi, terutama untuk industri sumber daya tambang,
hutan dan petrolium.
Otoritas tingkat nasional dan propinsi mempersiapkan rencana pembangunan
sumber daya yang berkelanjutan, Tenaga ahli dapat diperoleh dari pihak-pihak
pemerintah, perusahaan internasional dan organisasi non pemerintah.
Pemerintah Indonesia termasuk perwakilan dari Papua dalam negosiasi dengan
perusahaan non-Papua mencari cara untuk membangun sumber daya alam Papua.
Pemerintah Indonesia membangun bank khusus regional atau meningkatkan
kemampuan dari bank milik propinsi untuk meningkatkan ketersediaan kredit di
Papua.
Untuk mendukung transparansi dan mencegah korupsi, Komisi merekomendasikan
46
-
-
Otoritas tingkat nasional dan propinsi meningkatkan kampanye melawan korupsi
termasuk mendirikan Komisi Anti korupsi di Papua.
Pemerintah Indonesia, bekerja sama dengan Kelompok Penasehat Otonomi
Khusus (Special Autonomy Advisory Group), membangun prosedur dalam
rangka terwujudnya transparansi yang lebih luas terhadap peralihan pendapatan
antara perusahaan dengan Pemerintah Pusat, propinsi dan distrik seperti inisiatif
“Publikasikan Yang Anda Bayar” (Publish What You Pay),47 mewajibkan
perusahaan untuk mengumumkan secara terbuka pembayaran pajak dan royalti.
POLDA menghentikan jenis usaha ilegal yang tidak membayar pajak.
Para donor mendukung Kamar Dagang Industri Papua (Papuan Chamber of
Commerce) untuk mengadakan seminar dengan topik etika bisnis dan korupsi.
Otoritas nasional dan propinsi, melalui konsultasi dengan Kelompok Konsultasi
untuk Indonesia, mengatur agar Kelompok Profesional Papua (Papua
Professional Corps) departemen pemerintah tingkat propinsi.
47
Pada tanggal 13 Juni 2001, koalisi dari 30 ORNOP meluncurkan kampanye dunia (“Publikasikan Yang
Anda Bayar”) untuk mewajibkan perusahaan minyak, gas dan pertambangan untuk mempublikasikan
pembayaran pajak bersih, upeti, royalty dan berbagai macam pembayaran lainnya untuk di umumkan pada
Bursa Saham Internasional. Dapat dilihat pada www.publishwhatyoupay.org.
47
KEAMANAN
KONDISI (ANGKATAN BERSENJATA)
Setelah runtuhnya sistem parlementer di Indonesia dan di umumkannya Undang-Undang
darurat pada tahun 1957, Tentara Nasional Indonesia memperoleh peranan yang amat
penting dalam kehidupan politik dan ekonomi negara. Peranan ini diperluas pada tahun
1950 dengan doktrin “jalan tengah” yang dikenal dengan “dwi-fungsi” Tentara Nasional
Indonesia (TNI). Menurut dwi-fungsi, selain mempertahankan Indonesia dari ancaman
luar, TNI berperan sebagai “kekuatan sosial dan politik.” Presiden Suharto membangun
TNI sebagai pelindung negara, dan bersamaan dengan itu mengkonsolidasikan
kekuasaannya dan memperlemah saingan politiknya yang berpotensi melalui penempatan
Jenderal pada sebuah jabatan.
Seperti yang terjadi pada Indonesia, TNI di dorong oleh krisis dan perubahan antara
tahun 1997-98 untuk mengikuti langkah reformasi. Meskipun angkatan darat merupakan
elemen penting dalam hal dukungan terhadap partai yang berkuasa GOLKAR,
menghindari dan membiarkan mundurnya Presiden Suharto serta pelaksanaan Pemilihan
Umum yang bebas dan adil di tahun 1999. Selanjutnya, angkatan darat menyetujui untuk
mengurangi peranannya di politik dengan menghilangkan kursinya di berbagai tingkat
badan legislatif yang dimulai tahun 2004. Pada perdebatan reformasi konstitusi, TNI
memegang peranan penting dengan mengoposisi penetapan Syariah (Hukum Islam), yang
akan membawa Indonesia mempunyai bentuk negara Islam. TNI juga melepaskan Polisi
Republik Indonesia (POLRI), yang sekarang bertanggung jawab langsung terhadap
Presiden. Untuk pertama kalinya sejak tahun 1950, Indonesia memiliki seorang Menteri
Pertahanan sipil, walaupun dengan kekuasaan terbatas. Semenjak tahun 2000, TNI telah
kehilangan kepercayaan masyarakat, meskipun saat ini citranya mulai membaik.
Angkatan Darat TNI dengan keras menolak proposal untuk menghapuskan struktur
komando daerah militernya (KODAM), dimana melalui lembaga tersebut ikut terlibat
dalam fungsi pemerintahan sipil. Doktrin formal angkatan darat adalah “memastikan
keamanan dan kesuksesan setiap program pembangunan yang diadakan pemerintah” dan
“menstabilkan kondisi sosial untuk menciptakan fondasi dari pembangunan nasional dan
keamanan.” Melihat tradisi kepercayaan bahwa ancaman bahaya terhadap negara bukan
bersumberkan agresi dari luar akan tetapi pembangkangan internal, KODAM dibentuk
sebagai struktur pengawas yang kedudukannya paralel dengan pemerintah sipil, serta
mempunyai daya jangkau sampai ke desa. Walaupun telah dikurangi secara signifikan
dari sebelum tahun 1998, struktur KODAM tetap memungkinkan angkatan darat untuk
mempertahankan pengaruh di bidang politik dan ekonomi.
Telah terbukti bahwa amat sulit bagi TNI untuk memisahkan diri dari aktivitas
komersilnya. Pada tahun 2001, anggaran negara mengalokasikan sebesar satu miliar dolar
AS US$1 billion kepada TNI, yang hanya 20 – 30 persen dari total biaya.48 Dana yang
dialokasikan untuk militer Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan yang didapatkan
48
“Back to Barracks.” The Economist. (17 August 2002), p. 34; dan Stanley A. Weiss. “Send the Military
to Business School.” International Herald Tribune. (19 September 2002), p. 6.
48
oleh militer Singapura empat koma empat miliar AS (US$4,4 billion), Thailand dua
miliar dolar AS (US$2 billion), Filipina satu koma tiga miliar dolar AS (US$1,3 billion)
dan Malaysia satu koma enam miliar dolar AS (US$1,6 billion). Prajurit TNI di gaji amat
kecil, dengan prajurit ranking menengah berpenghasilan sebesar enam puluh dolar AS
sampai sembilan puluh lima dolar AS (US$60 sampai US$95) per bulan dan pejabat teras
militer berpenghasilan sebesar seratus sepuluh dolar AS sampai tiga ratus lima puluh
dolar AS per bulan (US$110 sampai US$350).49 Pendapatan mereka sangat berbeda
dengan pendapatan para profesional di Indonesia. Para anggota militer terpaksa untuk
terlibat dalam aktivitas untuk mencari penghasilan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
bagi keluarganya.
Untuk menutup kekurangan dalam anggaran, TNI melakukan kegiatan lain yang
menghasilkan pendapatan, seperti mengoperasikan berbagai perusahaan komersil.
(seperti, penyedia jasa penerbangan, hotel, bank dan asuransi). Yayasan milik TNI yang
dibebaskan membayar pajak, dimana keuntungan dari aktivitas bisnisnya di masukkan
kembali kepada yayasan dan kemudian disalurkan untuk aktivitas subsidi kesejahteraan
hidup (seperti, perumahan, sekolah, fasilitas kesehatan). Di tambah lagi, TNI
menjalankan koperasi lokal, yang menyediakan kebutuhan dasar bagi pasukan dengan
harga subsidi. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti Pertamina dan Bulog,
membayar TNI dalam rangka biaya keamanan proyek. TNI juga memperoleh pendapatan
melalui pajak tidak resmi yang dipungut dari perusahaan lokal, kerjasama komersil yang
informal, dan tindakan penyelundupan.
TNI berusaha memenuhi panggilan agar lebih transparansi dengan mematuhi
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (31/1999), dimana menyatakan
bahwa dana yayasan dapat dikategorikan sebagai milik negara dan subyek untuk di audit
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Proses melakukan audit terhadap yayasan
dimulai pada bulan Mei 2000. Walaupun pertanyaan timbul mengenai praktek akuntansi
dari yayasan terbesar milik angkatan darat, Yayasan Kartika Eka Paksi, kenyataan bahwa
badan sipil melakukan audit terhadap yayasan militer menunjukkan kemajuan ke arah
akuntabilitas TNI.
Kinerja pelaksanaan tugas pengamanan internal hasilnya bervariasi dari progresif,
profesional dan efektif, sampai pada tidak teratur, brutal dan kontra produktif.
Kebanyakan dari panglima TNI percaya bahwa peranan mereka sebagai penjaga
persatuan nasional membutuhkan dan membenarkan tindakan kejam terhadap individu
dan kelompok yang membawa misi untuk separatis. Untuk alasan yang sama, pimpinan
TNI menolak dan menghindari tanggung jawab atas tindakan dan perbuatan prajurit
mereka di luar pengadilan militer, yang prosesnya kurang netral. Minimnya dana untuk
TNI seringkali mengakibatkan dikirimnya prajurit yang kurang terlatih untuk
membangun keamanan di wilayah dimana terdapat konflik antar kelompok dan gerakan
separatis. Hasilnya dapat diperkirakan. Kekurangan dana juga mengakibatkan unit yang
berada di medan perang dapat memanipulasi dan melakukan korupsi dari luar jalur
komando.
49
“Indonesian Soldiers among Worst Paid in Asia, Laments Army Chief.” Agence France Presse,
International News. (26 June 2002).
49
Kombinasi dari kurangnya sumber daya, pelatihan, rawan terhadap korupsi dan
tindakan kejam guna mempertahankan kesatuan nasional telah menghasilkan pola
tindakan TNI seperti merusak gedung, bersikap brutal terhadap warga sipil dan
menyebabkan pembunuhan yang tidak jelas pertanggungjawabannya di berbagai macam
daerah di Indonesia, termasuk Papua. Usaha reformasi telah menimbulkan beberapa
dampak positif, akan tetapi kinerja pasukan TNI yang dikirimkan demi tugas
pengamanan tidak memenuhi harapan internasional untuk pasukan pengaman dari negara
demokrasi.
Di dalam Papua diperkirakan 8.000 pasukan TNI, termasuk pasukan khusus
(KOPASSUS) dan 3 batalion dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
(KOSTRAD). Keberadaan TNI sangat signifikan di wilayah dekat tambang Freeport di
Timika. Pada tahun 1996, Freeport telah membayar iuran awal senilai US$35 juta untuk
bantuan keamanan. Selain itu juga telah disepakati untuk memberikan kontribusi tahunan
sebesar US$11 juta kepada TNI.50 Seluruh perjanjian pembagian produksi di Indonesia,
termasuk milik BP, mewajibkan mitra perusahaan untuk memberikan biaya subsidi yang
di tetapkan oleh BPMIGAS, Regulator Sumber Daya Petrolium milik pemerintah.
Perusahaan produsen membayar di muka seluruh biaya keamanan dan kemudian
memotong bagian dari BPMIGAS atas pendapatan proyek. Sebagai alternatif, BP
menekankan pada keamanan berasal dari masyarakat setempat.
Mirip dengan perbuatan yang mereka lakukan pada kawasan kehutanan, unit individu
TNI dan prajuritnya juga memperoleh keuntungan dari penebangan ilegal di Papua.51
Aktivitas ini terdiri dari “pencurian” dalam skala kecil dan melalui kerjasama institusi
dengan perusahaan Indonesia seperti Jayanti Group dan perusahaan asing seperti PT.
Korindo milik Korea Selatan. Perkembangan positif terjadi dimana Panglima Tertinggi
TNI Jenderal Endiartono Sutarto mengecam aktivitas tersebut dan mengumumkan
rencana untuk menghilangkan penebangan ilegal oleh prajurit. Keterlibatan TNI dalam
perdagangan jenis satwa punah di Papua juga menjadi perhatian besar.
KONDISI (POLISI)
Polisi Republik Indonesia (POLRI) pada mulanya digabungkan kedalam angkatan
bersenjata oleh Presiden Suharto. Pada tahun 1999, Presiden B.J. Habibie berencana
untuk memindahkan POLRI dari Departemen Pertahanan menjadi di bawah naungan
Departemen Dalam Negeri. Sebelum dilaksanakan hal tersebut, Presiden Abdurrahman
Wahid mengangkat posisi POLRI sehingga mempunyai komando yang terpisah dan
berdiri sendiri dengan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pemisahan dari TNI
dan POLRI didukung oleh pemerintah Amerika Serikat sebagai syarat untuk
meluncurkan Program Bantuan dan Pelatihan Investigasi Kriminal Internasional
(International Criminal Investigative Training and Assistance Program, ICITAP) yang
diberikan untuk POLRI. Kompetisi yang berlanjut antara angkatan darat dan polisi dalam
50
Frida Berrigan. Indonesia at the Crossroads: U.S. Weapons Sales and Military Training (New York:
World Policy Institute, October 2001).
51
US May Support a Terrorist-Connected Military in Name of War on Terror (Washington, D.C.: Peace
Action, 2002).
50
hal patronase dan pendapatan membuat tugas untuk mendefinisikan peran dan tanggung
jawab menjadi rumit. Konflik terbuka seringkali terjadi. Pertikaian terjadi belum lama ini
di Sumatra Barat pada tanggal 29 September 2002, pada saat batalion TNI menyerang
pos polisi setelah polisi lokal menolak melepaskan teman masyarakat sipil dari TNI yang
ditahan karena menyimpan obat-obat terlarang. Undang-Undang Otonomi Khusus, yang
menggeser otoritas untuk penegakkan hukum kepada pemerintah tingkat propinsi, telah
terus menimbulkan menambah kesulitan antara TNI dan POLRI.
Kebutuhan sumber daya POLRI merupakan prioritas terendah pada saat masih
dibawah TNI. Pendanaan tidak mengalami perbaikan semenjak TNI dan POLRI
dipisahkan. Petugas-petugas Polisi tidak mendapat peralatan dan pelatihan yang cukup;
para personel bergaji rendah dan kurang mendapat perumahan yang layak. Mereka
merasa tidak puas, mengalami demoralisasi dan kurang motivasi. Kondisi tersebut
menjadi bibit-bibit korupsi dan mengakibatkan ketidakpercayaan, ketidakpuasan dan
ketakutan dari masyarakat, yang harusnya dilayaninya, terhadap POLRI. Belum lama ini
terdapat hasil jajak pendapat terhadap institusi publik dan memberikan nilai kepada Polisi
dengan skor terendah dibandingkan dengan institusi-institusi pemerintah lainnya. Pada
saat yang bersamaan, POLRI telah lebih terdesentralisasi dibandingkan denganTNI.
Melalui Kepolisian Daerah (POLDA), berdasarkan sejarahnya jumlah persentase pasukan
polisi cukup besar di dalam masyarakat. Untuk alasan tersebut, Polisi lebih diterima dan
relatif membaur kepada komunitas lokal dibandingkan unit militer.
Selain mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban untuk keamanan domestik,
POLRI juga memiliki kelemahan dalam mengumpulkan dan menganalisa data intelejen.
Kelemahan tersebut dapat dilihat dalam menangani kasus-kasus besar, termasuk pelarian
Tommy Suharto dan pemboman gereja, mesjid dan perkantoran di Jakarta. Prosedur
pemeriksaan tempat kejadian perkara yang kurang terampil telah menimbulkan
kecemasan mengenai kemampuan POLRI untuk mengadakan investigasi yang kredibel
atau, yang paling penting, untuk menghadapi ancaman dari meningkatnya terorisme.
Meskipun awalnya terdapat kesulitan pada tempat kejadian perkara bom Bali, Polisi,
dengan bantuan ahli internasional, dengan sukses telah menangkap anggota dari
kelompok teroris yang bertanggung jawab dalam menyediakan senjata dan bahan peledak
serta memberi bantuan berupa peralatan.
Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mentransformasikan POLRI menjadi
pasukan yang kompeten dan profesional. Setelah peristiwa di Bali, para donor
internasional menunjukkan antusiasnya untuk memberi dukungan terhadap Polisi. Pada
saat yang bersamaan, dengan tidak diperhatikannya militer menyebabkan timbulnya
pertentangan dan menyulut kompetisi untuk memperebutkan sumber daya. Dapat di
perkirakan selanjtnya, terjadi peningkatan kekerasan antara POLRI dan TNI.
Di daerah Papua jumlah POLDA mencapai 8.700 personel dimana 1.300-nya adalah
penduduk asli Papua—persentase keterlibatan lokal yang lebih besar dibandingkan
dengan TNI di Papua. POLRI mempunyai pasukan polisi khusus (GEGANA) dan
Brigade Mobil (BRIMOB). Mereka dibawah kendali POLRI di Pemerintah Pusat, unit ini
adalah yang peralatannya paling lengkap dan yang paling mampu menghadapi
pertempuran. Seperti halnya KOPASSUS-nya TNI, BRIMOB di tuduh melakukan
pelanggaran HAM dan terlibat dalam aktivitas kriminal.
51
KONDISI (MILISI-MILISI)
Berbagai jenis milisi yang kejam serta bersenjata melakukan aktivitasnya di Papua.
Beberapa dari milisi, seperti Kelompok Pemuda Pancasila dan kelompok Islam radikal
seperti Laskar Jihad, beroperasi pula di berbagai propinsi. Meskipun Laskar Jihad telah
resmi dibubarkan, laporan dari Papua menunjukkan sebaliknya.
Jaringan milisi yang paling signifikan di Papua adalah Organisasi Papua Merdeka
(OPM) yang didalamnya terdiri dari 10 sampai 20 organisasi lepas dan biasanya terdiri
dari kelompok yang bersaing serta tersebar diseluruh propinsi, terutama di wilayah
pedalaman yang berada di jauh dari pusat penduduk.
Organisasi OPM tampaknya telah melakukan serangan terhadap pasukan keamanan
Indonesia. Namun demikian, banyak terdapat laporan yang menyatakan bahwa kelompok
OPM melakukan kerjasama yang saling menguntungkan dengan unit TNI. Milisi yang
pro-Indonesia dinamakan dengan “Barisan Merah Putih” mereka tampak pada wilayah
perbatasan dengan PNG dan berada lebih dekat dengan pusat penduduk Papua di Barat.
KECENDERUNGAN
Sejarah menunjukkan bahwa aktivitas pasukan keamanan di Papua termasuk penghentian
dengan menggunakan senjata berat terhadap yang dituduh sebagai simpatisan gerakan
separatis dan dengan tidak adanya pertanggung jawaban terhadap kekerasan. Reformasi
dan perbaikan TNI yang dilakukan saat ini tidak dapat dengan sendirinya merubah secara
fundamental pola tersebut.
Di bawah kepemimpinan I Made Mangku Pastika, mantan Kepala Kepolisian Daerah
(KAPOLDA) yang dihormati, dan penggantinya Budi Utomo, investigasi kasus
pembunuhan Ketua PDP Theys Eluay dilakukan dengan penuh semangat, tidak seperti
biasanya. Adanya pembebas tugasan terhadap diri mereka dari investigasi membuat
khawatir bahwa prosesnya akan terbengkelai. Usaha investigasi lain yang dilakukan oleh
TNI tidak efektif dan meyakinkan. Meskipun tujuh anggota KOPASSUS telah
dinyatakan bersalah dalam pembunuhan Theys Eluay, namun tidak ada usaha mengusut
pertanggung jawaban dari tingkat komando yang lebih atas—ada tidaknya perintah
khusus—yang menyebabkan prajurit tingkat bawah melakukan penyiksaan dan
pembunuhan kepada pemimpin terkemuka Papua tersebut. Ditambah lagi terdapat
laporan dari POLDA yang mengindikasikan TNI di belakang peristiwa pembunuhan dua
warga Amerika Serikat dan satu guru dari Indonesia di Tembagapura.Laporan ini dan
penghentian investigasi yang dilakukan oleh polisi menyebabkan pertikaian yang lebih
lanjut antara Polisi dan Militer. Sementara itu, patroli keamanan TNI pada wilayah
terpinggir secara rutin masih melakukan pelecehan dan kekerasan untuk mengintimidasi
penduduk Papua. Tidak ada anggota militer senior yang dapat diminta tanggung
jawabnya.
Pada tahun 2003 penggunaan belanja pertahanan untuk pemerintah Amerika Serikat
termasuk US$17,9 juta untuk pelatihan regional, US$4 juta diantaranya pelatihan militer
di Indonesia. Penggunaan dari dana suplemen untuk pertahanan dalam negeri
52
menyediakan US$16 juta untuk penegakkan hukum dan pelatihan kontra teroris bagi
Polisi Indonesia. Penggunaan untuk operasi di luar negeri di ajukan dana sebesar
US$400.000 untuk Program Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional (International
Military Education and Training Program, IMET). Ditambah lagi, prajurit Indonesia
diundang untuk mengikuti workshop kontra teroris yang diadakan di Sekolah Angkatan
Laut A.S. di Kalifornia.
Sebagai contoh dari donor internasional untuk reformasi di sektor keamanan termasuk
Badan Australia untuk Pembangunan Internasional (Australian Agency for International
Development, AusAID) dan Program Bantuan dan Pelatihan Investigasi Kriminal
Internasional (International Criminal Investigative Training and Assitance Program,
ICITAP), suatu usaha berjangka waktu lima tahun untuk mentransformasi POLRI
menjadi agen polisi sipil yang mempunyai komitmen pada praktek demokrasi dan HAM.
Melalui ICITAP, POLRI berpartisipasi pada kursus untuk kebijakan demokrasi,
kebijakan masyarakat dan etika polisi. Program pilot pelatihan dalam manajemen
gangguan terhadap masyarakat sipil juga telah dikembangkan. Untuk mendukung
pelatihan dalam rangka prosedur yang baik bagi polisi, diadakan oleh ICITAP, Komite
Internasional Palang merah (International Committee of the Red Cross, ICRC)
menawarkan kursus untuk etika, Hukum HAM Internasional, dan HAM. Walaupun
usaha-usaha yang telah dilakukan di atas, reformasi membutuhkan beberapa tahun lagi
mengingat perilaku lama yang sudah tertanam pada diri militer dan “kekelahan dalam
melakukan reformasi.”
Walaupun berbagai macam kelompok milisi terus beroperasi di Papua, pengaruh
mereka berkurang oleh karena kuatnya perlawanan dari penduduk sipil dan usaha dari
POLRI untuk mengadopsi cara yang lebih tegas dalam rangka mewujudkan keamanan
domestik. Pemuda Pancasila milik kelompok Suharto, yang di tuduh terhadap
pembunuhan masal di Timor Timur, di duga terlibat dalam jaringan obat terlarang,
prostitusi dan pemerasan di Papua. Kelompok milisi lainnya seperti Brigade Merah Putih
dan Laskar Jihad, kelompok paramiliter yang mempunyai pandangan anti-barat yang
sangat kuat. Menanggapi kedatangan dari kelompok Laskar Jihad di Papua, pemimpin
lokal agama dari berbagai macam kepercayaan telah membuat kesepakatan untuk
menolak “provokasi dari luar.”
Tindakan A.S. yang Melibatkan TNI dan POLRI
Dukungan dan interaksi A.S. dengan TNI merupakan komponen pokok dalam gambaran
keseluruhan kebijakan luar negeri A.S. terhadap Indonesia. Kongres A.S. memutuskan
kerja sama militer yang ditandai dengan berakhirnya program. Program Pendidikan dan
Pelatihan Militer Internasional (IMET), setelah TNI dianggap terlibat dalam kasus
pembantaian Santa Cruz di Timor Timur (12 November 1991). Program Pendidikan dan
Pelatihan Militer Internasional (IMET) membiayai para anggota militer non-A.S. untuk
mengikuti berbagai pelatihan dengan topik yang beragam, mulai dari operasi intelijen
sampai proses peradilan militer. Expanded IMET (E-IMET) atau Perpanjangan dari
Program Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional merupakan pengganti Program
Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional (IMET) selama masa tersebut. E-IMET
menyelenggarakan pendidikan seputar hal-hal yang bukan bersifat perang dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan tentang hak-hak manusia yang digariskan secara
53
internasional. Presiden Bill Clinton membekukan semua bantuan dan kerja sama militer
setelah TNI dikaitkan dengan kerusuhan Timor Timur setelah memisahkan diri
(September 1999). Sejak itu kerja sama yang dilakukan bersifat terbatas, diantaranya
latihan gabungan untuk bantuan kemanusiaan, jual-beli peralatan bukan senjata, dan
dilanjutkannya Perpanjangan dari Program Pendidikan dan Pelatihan Militer
Internasional (E-IMET).
Menteri Luar Negeri A.S. Colin Powell menyebutkan keterbatasan kerja sama militer
saat ini memperkecil kemampuan Amerika untuk mempengaruhi para pemimpin TNI
generasi baru. Untuk melanjutkan kerja sama militer, Powell mengharapkan militer
Indonesia dapat menunjukkan “bukti keseriusan bahwa militer Indonesia berada dalam
proses reformasi.”52 Namun menurut Amerika sejauh ini Indonesia belum
memperlihatkan kemajuan berarti, sehingga upaya pemulihan kerja sama militer belum
dapat dijalankan.
Setelah 11 September A.S. memberikan pelatihan dan bantuan lainnya kepada
POLRI, dengan tujuan meningkatkan kemahiran anti-terorisme dan kemampuankemampuan lain secara umum. Federal Bureau of Investigation (FBI) bekerja sama
dengan TNI dan POLRI dalam menyelidiki kasus pembunuhan di Tembagapura, dimana
delapan warga Amerika lainnya mengalami luka-luka.
KONDISI YANG OPTIMAL
Lembaga-lembaga pelayanan keamanan yang telah melalui proses reformasi, kompeten,
dan mempunyai rasa tanggung jawab tinggi, merupakan komponen yang sangat penting
bagi perkembangan demokratisasi Indonesia. Di tingkat nasional, hal tersebut
memerlukan usaha yang sungguh-sungguh, dengan melibatkan tidak hanya TNI dan
POLRI namun juga presiden dan legislatif. Pokok-pokok utama dalam reformasi adalah:
-
Menetapkan pertahanan eksternal dan melindungi kedaulatan nasional sebagai
misi utama TNI, serta mengurangi fungsi keamanan internal TNI sehingga
sifatnya hanya membantu POLRI. Termasuk restrukturasi KODAM untuk
memperjelas fungsinya di bidang militer saja.
-
Memusatkan perhatian militer kepada ancaman-ancaman eksternal melalui
pasukan Angkatan Darat yang lebih terlatih serta memiliki peralatan yang lebih
baik. Juga meningkatkan kemampuan Marinir dan Angkatan Laut untuk
menangkal penyelundupan dan pembajakan, serta kemampuan Angkatan Udara
dalam memantau teritori perairan dan udara Indonesia.
-
Memulai kembali tradisi yaitu partisipasi TNI dalam usaha-usaha menjaga
keamanan dunia, terutama di negara-negara Muslim.
52
U.S., Indonesia Starting to Normalize Military Ties. Embassy of the United States of America to
Indonesia. (5 Agustus 2002).
54
-
Menyediakan anggaran nasional yang cukup untuk mendukung TNI dan POLRI,
sehingga mengurangi kebutuhan dan alasan untuk terlibat dalam kegiatankegiatan komersil atau ilegal.
-
Menetapkan tim auditing independen yang memeriksa pemasukan dan
pengeluaran TNI di semua tingkat di seluruh Indonesia.
-
Meningkatkan profesionalitas para anggota TNI dan Kepolisian dengan
mengadakan pelatihan-pelatihan lebih lanjut, juga meningkatkan kesejahteraan
para anggota beserta keluarganya dalam hal gaji, perumahan, pelayanan medis,
dan pendidikan.
-
Membentuk pengendalian TNI dan POLRI secara penuh serta menanamkan rasa
tanggung jawab.
-
Menghentikan wewenang militer menyangkut “area-area yang sangat penting bagi
kepentingan nasional” dan mengalihkan kontrol terhadap area-area tersebut ke
tangan polisi dan pemerintah sipil.
Memang tidak ada jalan keluar yang singkat, sekalipun dengan kepemimpinan yang kuat
baik dari dalam maupun luar lingkungan TNI. Hutang Indonesia yang begitu besar serta
defisit pada anggaran sekarang membuat perluasan bantuan anggaran untuk TNI tidak
dapat dilaksanakan segera. Negara-negara donor seperti A.S., Australia dan negaranegara anggota Uni Eropa harus memonitor perkembangan reformasi TNI. Penyediaan
dana untuk bantuan militer serta usaha-usaha reformasi militer tersebut akan
menyediakan sumber-sumber yang dibutuhkan, serta menghindari politisasi programprogram bilateral. Selain mendata sepak-terjang TNI di bidang HAM, “rapor” informal
dapat digunakan oleh Kelompok Konsultasi untuk Indonesia dari Bank Dunia, untuk
menilai dampak dari bantuan mereka dalam membantu proses reformasi, serta menjadi
acuan pertimbangan untuk bantuan lainnya di masa mendatang.
Komisi sangat menyetujui diambilnya tindakan-tindakan oleh A.S. serta negaranegara lainnya yang terkait untuk mendukung dan memberikan bantuan kepada proses
reformasi TNI dan POLRI. Termasuk diantaranya
-
Pemerintah negara-negara yang terkait menambah program-program pendidikan
dan pelatihan yang mengajarkan prinsip-prinsip serta praktek Angkatan
Bersenjata di negara-negara demokratis (seperti melalui pelatihan mengenai
transisi demokrasi, serta seminar-seminar kepemimpinan).
-
Mempertimbangkan proses pemulihan kembali kerja sama militer dalam bentuk
bantuan militer apabila Indonesia mengalami kemajuan dalam agenda reformasi
TNI.
Namun Papua tidak bisa menunggu sampai program reformasi sektor keamanan
terlaksana secara menyeluruh. Aparat keamanan yang lebih terlatih, tingkat kesejahteraan
yang cukup dan bertanggung jawab merupakan komponen yang sangat penting untuk
55
menegakkan hukum, disiplin dan keamanan di sana. Disamping itu mereka juga harus
mampu meredam amarah dan sentimen kaum pro-otonomi.
Pendekatan represif yang dilakukan aparat keamanan di Papua dinilai justru tidak
membuahkan hasil yang diinginkan. Karena, bukannya mengurangi dukungan rakyat
Papua terhadap pemisahan diri dari Indonesia, justru yang terjadi sebaliknya, yaitu
meningkatnya sentimen dari kaum separatis. Selain itu pendekatan represif juga bisa
membuat khalayak internasional memihak dan bersimpati pada pemisahan diri Papua.
REKOMENDASI
Untuk meningkatkan kemampuan, performa serta rasa tanggung jawab aparat keamanan
di Papua, Komisi mengusulkan agar
-
Pemerintah Indonesia beserta TNI membatasi kegiatan KOPASSUS di Papua, dan
pada akhirnya menarik KOPASSUS dari Papua.
-
Para donatur yang membantu kegiatan-kegiatan militer dan kepolisian
membentuk program-program bekerja sama dengan TNI dan POLDA, yang
berkonsentrasi pada pemantauan dan kegiatan-kegiatan pelatihan unit-unit di
Papua. Di samping itu program-program tadi harus memusatkan perhatian pada
prosedur-prosedur keamanan secara efektif yang menghormati hak-hak
masyarakat dan menekankan pentingnya pembentukan kebijakan berdasarkan
situasi komunitas di sana.
-
Pemerintah Indonesia mengalokasikan sebagian penghasilan yang diperoleh dari
sistem desentralisasi untuk pendidikan, perumahan dan pemeliharaan kesehatan
para anggota TNI dan POLDA beserta keluarga mereka.
-
TNI dan POLDA harus menindaklanjuti keberhasilan mereka dalam
membersihkan kondisi internal dalam organisasi, dengan terus-menerus berusaha
mengurangi keterlibatan para anggota dalam kegiatan-kegiatan ilegal.
Untuk memperkokoh peran polisi, Komisi memberi rekomendasi agar
-
POLRI melanjutkan kewajibannya dalam menegakkan hukum dan keamanan,
termasuk membentuk kembali mandat dan misi BRIMOB agar menaati kegiatan
reguler kepolisian.
-
POLRI mengharuskan BRIMOB dan GEGANA melapor langsung kepada
Kapolda di Jayapura.
-
POLDA terus memperluas rekrutmen anggota Kepolisian dari suku Papua agar
satuan kepolisian daerah mencerminkan masyarakat yang mereka layani.
-
Pemerintah A.S. memberikan suntikan dana melalui ICITAP; menyediakan
bantuan tambahan untuk Akademi Kepolisian; dan memperluas bantuan kepada
56
tim pelatihan kepolisian denan menekankan pada latihan prosedur kepolisian
(seperti penyelidikan, forensic, dan penanganan bom).
Untuk mencari bantuan dari perusahaan-perusahaan multinasional dalam rangka
memperbaiki prosedur keamanan, Komisi memberikan rekomendasi agar
-
Pemerintah Indonesia merevisi hukum tentang pengamanan asset nasional untuk
mengakhiri suatu keharusan bagi bisnis-bisnis menggunakan jasa TNI untuk
kontrak-kontrak pengamanan, sehingga organisasi-organisasi pengamanan swasta
local dapat berkembang.
-
Perusahaan internasional mengembangkan “pengamanan berbasis masyarakat”
sebagai pendekatan baru dalam segi keamanan begitu undang-undang
perlindungan aset nasional diubah.
-
Perusahaan internasional berkonsultasi dengan masyarakat setempat mengenai
masalah-masalah dan kebutuhan berkaitan dengan keamanan, melalui komitekomite lokal yang melibatkan TNI, POLDA, kepala suku dan adat.
-
Perusahaan internasional yang beroperasi di Papua secara bertahap mengakhiri
kontrak-kontraknya dengan TNI untuk jasa pengamanan sejalan dengan
perubahan hukum di Indonesia, dan melaporkan sejauh mana mereka telah
menaati “Voluntary Principles on Security and Human Rights,”53 atau PrinsipPrinsip Sukarela Keamanan dan HAM.
53
Pemerintah A.S. dan Inggris membantu berjalannya dialog antara perusahaan-perusahaan dari sektor
ekstraktif, organisasi-organisasi HAM dan kelompok-kelompok yang memantau kewajiban sosial
perusahaan terhadap masyarakat. Dialog ini bertujuan menyusun panduan yang mengatur bagaimana
perusahaan yang beroperasi di daerah konflik dapat melindungi para pegawainya tanpa melanggar HAM.
Pokok-pokok yang dihasilkan diumumkan 20 Desember 2000 dan berisi kriteria-kriteria penanggulangan
resiko seperti pelanggaran-pelanggaran. Selain itu pokok-pokok tadi juga menyajikan panduan hubungan
antara perusahaan dengan masyarakat serta satuan keamanan swasta.
57
PERKEMBANGAN SOSIAL
KONDISI
Suku Papua terjebak diantara isolasi tradisional dan tekanan budaya modern. Saat ini
pembangunan ekonomi dan kondisi demografis yang selalu berubah mengantarkan suku
Papua ke dunia luar, sehingga mempercepat proses modernisasi rakyat Papua. Pada
umumnya suku Papua merasa asing dengan perubahan-perubahan yang semakin
mengikis institusi dan nilai-nilai tradisional itu.
Isolasi rakyat Papua terpelihara sejak pemerintahan kolonial Belanda. Bahkan pada
akhir 1950an, hanya sejumlah misioner Kristen yang mampu membuat kontak dengan
masyarakat Papua yang agraris ini. Sejak 1969, migrasi telah mengubah kondisi
demografis Papua, mengakibatkan terjadinya konflik-konflik sosial. Dari sekitar 2,1 juta
rakyat Papua,54 terdapat kurang lebih 800 ribu pendatang.55 Pendatang memadati kotakota dimana mereka mendominasi kegiatan-kegiatan ekonomi dan jasa pelayanan sipil.56
Papua terbagi antara pendatang yang berasal dari bagian barat Indonesia, dengan suku
asli Papua, yang memiliki karakteristik budaya tersendiri.
Identitas suku Papua terpelihara melalui sistem-sistem organisasi setempat yang
bersifat informal, yang berhubungan dengan gereja-gereja dan berdasarkan adat. Orang
Papua pada umumnya menganut agama Kristen yang mempunyai afiliasi kuat pada
gereja-gereja Katolik dan Protestan. Dewan Islam Indonesia juga mempunyai cabang
yang aktif di Papua, yang anggotanya merupakan pendatang dan juga suku Papua. Selain
fungsi pelayanan rohani, institusi-institusi agama juga menyediakan sejumlah pelayanan
lainnya, seperti pelayanan medis, pendidikan, gerakan masyarakat sipil, terutama kaum
perempuan. Dengan bantuan dana dari pemerintah asing dan donor-donor swasta,
organisasi non pemerintah (Ornop) menjadi kekuatan yang potensial dengan
beranggotakan kaum muda yang aktif berperan dalam pelayanan dan bantuan kepada
masyarakat.
Jatuhnya Presiden Suharto membuka peluang untuk aktivitas politik dan
kemasyarakatan, juga membuka kesempatan bagi adanya kebebasan berpendapat.
Lusinan majalah, tabloid dan koran terbit di Papua. Karena masih banyak yang buta
huruf, radio menjadi media yang sangat populer. InterNews yang dibiayai oleh U.S.
Agency for International Development (USAID) menyokong 2 stasiun radio swasta di
Papua, sementara Radio Republik Indonesia (RRI) mengoperasikan 10 stasiun.
54
BPS Statistics Indonesia. Indonesia’s 2000 Population Census. (Bangkok: 29 November 2000). Jumlah
penduduk di Papua diperkirakan sebanyak 2,112,756. Oleh karena “situasi yang tidak stabil” di Papua,
penghitungan dilakukan “hanya di daerah yang kondusif dalam mengambil sensus.”
55
Keterangan diberikan oleh UNDP di Jakarta.
56
Indonesia: Ending Repression in Irian Jaya; dan John Barr. “The Future Could Be Genocide.” Kabar
Irian Digest, Vol. 1 No. 471. (14 Juni 2002).
58
Infrastruktur pendidikan di Papua tidak mampu melayani kebutuhan masyarakatnya,
dimana terdapat 40 persen rakyat Papua berumur di bawah 14 tahun.57 Sebagian besar
suku Papua tidak bersekolah, dan yang sempat mengenyam bangku sekolah dasar hanya
sebagian kecil. Hanya 44 persen perempuan Papua yang melek-huruf, dibandingkan 78
persen perempuan melek-huruf di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk kaum pria 58
persen diantaranya melek-huruf di Papua, dibandingkan dengan 90 persen pria melekhuruf di seluruh Indonesia.58 Tingkat pendidikan di Papua tetap rendah, walaupun
terdapat 2.378 SD, 238 SMP dan 105 SMA.59 Hanya 10 persen rakyat Papua yang
mengenyam pendidikan sampai ke tingkat SMA, dan hanya 1 persen diantaranya yang
lulus kuliah.60
Pemerintah Indonesia mengoperasikan sekolah-sekolah baik di tingkat nasional
maupun pedesaan. Kurikulum disampaikan dalam bahasa nasional yaitu bahasa
Indonesia. Beberapa sekolah terletak di wilayah yang sangat terpencil sehingga
pengiriman materi dan peralatan pendidikan memakan waktu sangat lama, dan bahkan
kalaupun sampai sering tidak memadai. Umumnya kondisi bangunan sekolah sangat
buruk, terbengkalai dan nyaris ambruk. Sebagian besar sekolah tingkat dasar kekurangan
fasilitas, mebel, dan materi-materi pendukung. Terbatasnya anggaran mempengaruhi
penyediaan materi-materi pendidikan dan gaji pokok pengajar. Guru-guru tidak memiliki
cukup pengalaman dalam mengajar, terutama di wilayah yang terpencil. Beberapa guru
yang tidak berkualitas tetap dibayar walaupun mereka tidak masuk untuk mengajar,
sementara guru-guru lain yang berkualitas justru tidak pernah dibayar. Kesempatan
pendidikan menjadi lebih signifikan pada sekolah-sekolah yang menerima dana dari
Freeport. Gereja-gereja mensponsori sekitar 30 sekolah dan universitas swasta. Ornopornop internasional, seperti SIL International, memberikan pelatihan kepada guru-guru
dan menyediakan buku-buku sekolah.
Sektor kesehatan ikut menderita akibat kelalaian seperti di atas, selain juga tidak
memiliki sumber yang memadai untuk pendidikan. Papua hanya memiliki 3 rumah sakit,
termasuk salah satu yang disponsori Freeport. Setiap kecamatan diharuskan memiliki
puskesmas, tetapi puskesmas-puskesmas tersebut kekurangan staf dan peralatan.
Sejumlah 20 persen populasi di wilayah pegunungan menderita kurang gizi dan vitamin.
Lebih dari 50 persen balita kurang gizi, dan tingkat kematian bayi di sana dua kali lipat
dari tingkat kematian bayi secara keseluruhan di Indonesia. Selain itu, tingkat kematian
ibu di Papua mencapai 3 kali lipat dari tingkat kematian ibu di seluruh Indonesia. Hanya
40,8 persen anak-anak Papua mendapatkan imunisasi, dibandingkan dengan 60,3 persen
di seluruh Indonesia. Pelayanan kesehatan yang tidak memadai inilah yang menyebabkan
kematian akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Dalam kematian
57
Stephanus Kakisina, “Development in the Land of Papua, for Whom?” karya tulis yang disampaikan
pada konferensi masalah-masalah HAM di Papua, pada Orville H. Schnell, Jr. Center for International
Human Rights. (Yale Law School, New Haven, Connecticut, 25 Maret 2002).
58
Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat, Biro Asia Timur dan Pasifik. Background Note Indonesia.
(Oktober 2000); University of Texas. West Papua Information Kit; UNDP. Human Development Report
2002; Badan Pusat Statistik Irian Jaya. Irian Jaya dalam Angka 1998 (1999).
59
“National Education Minister Opens Papuan University.” The Jakarta Post. (6 Januari 2001).
60
Kakisina, Development in the Land of Papua.
59
balita, 26 persen diantaranya disebabkan oleh radang paru-paru (pneumonia), 19 persen
karena diare, dan 11 persen karena malaria.61
Rata-rata masa hidup masyarakat di Papua adalah sampai 40-50 tahun (15 tahun lebih
pendek dari rata-rata masa hidup nasional).62 Banyak perempuan dipaksa ikut program
KB, tapi mereka tidak diajarkan tentang pencegahan penyakit menular melalui hubungan
intim. Ketidakpedulian, stigma, dan diskriminasi menyebabkan peningkatan penyebaran
Human Immunodeficiency Virus (Acquired Immune Deficiency Syndrome, HIV/AIDS).
Validitas data statistik dalam hal ini tidak dapat diandalkan karena banyak kasus yang
tidak dilaporkan. Saat ini ada 1.125 kasus HIV/AIDS yang tercatat di Papua,63 sebanyak
80 kasus baru dilaporkan setiap bulannya, dan tingkat penyebaran HIV/AIDS di Papua
yang tercatat resmi sekarang ini mencapai hampir 30 kali lebih tinggi dari tingkat
penyebaran di seluruh Indonesia. Dari tahun 1990 sampai 1995, kasus-kasus yang
dilaporkan meningkat 3 kali lipat, dengan konsentrasi penderita berasal dari wilayah
prostitusi di Timika. Dikhawatirkan sebanyak 5 persen dari populasi Papua telah
terjangkit penyakit tersebut.64
Untuk meningkatkan pembangunan sosial dan ekonomi, USAID mengkategorikan
Papua sebagai salah satu dari 6 propinsi yang mendapatkan perhatian khusus. Bantuan
pembangunan secara resmi diberikan dalam bentuk kontribusi dari perusahaanperusahaan internasional. Dalam hal ini Freeport menyalurkan bantuan langsung kepada
masyarakat yang terkena dampak keberadaan perusahaan ini. Freeport mengalokasikan 1
persen dari keuntungan brutonya untuk pembangunan masyarakat setempat. Program
yang dinamakan Dana Satu Persen (One Percent Fund) tersebut memberikan dana untuk
pelayanan masyarakat, pendidikan, pembangunan infrastruktur, dan proyek-proyek
mikrofinansial. Kontribusi yang diberikan BP dapat dianggap setara. Saat ini BP
mengkontribusikan US$6 juta kepada Global Development Alliance di USAID.
Walaupun bantuan-bantuan ini telah diberikan, Papua tetap menduduki peringkat ke-2
propinsi termiskin dalam Human Development Index 2002 oleh Program Pembangunan
PBB (United Nations Development Program, UNDP).65
KECENDERUNGAN
Dampak yang dirasakan paling berpengaruh dari diberlakukannya Undang-Undang
Otonomi Khusus kepada Papua adalah diusulkannya pemberian kembali pemasukan
kepada pemerintah setempat. Jika dana ini dikembalikan, pemerintah tingkat propinsi
mengalokasikannya sebagai bentuk bantuan untuk pembangunan sosial. Maka dengan
demikian Otonomi Khusus akan memberikan dampak positif yang signifikan pada
masyarakat Papua. Undang-Undang ini juga memperkuat institusi sosial tradisional,
61
Departemen Dalam Negeri A.S., Biro Asia Timur dan Pasifik. Background Note Indonesia; University of
Texas. West Papua Information Kit; UNDP, Human Development Report 2002; New Internationalist 344.
West Papua the Facts (April 2002).
62
Ibid.
63
Antara Interactive. HIV/AIDS Cases in Papua Causes Great Concern. (2 Oktober 2002),
www.antara.co.id/e_berita.asp?id=48088
64
Chris W. Green. “Spread of AIDS in Papua at Alarming Level.” The Jakarta Post. (3 Oktober 2002).
Lihat juga Aksi Stop AIDS, www.fhi.org/en/cntr/asia/indonesia/indonesciahv/indonesiahvofc.html
65
UNDP. Human Development Report 2002.
60
memperkokoh adat-istiadat tradisional yang berlaku, dan membentuk badan-badan yang
menyuarakan aspirasi masyarakat Papua serta mendukung hak-hak suku asli. Selain itu
undang-undang ini juga mendukung pembentukan badan-badan konsultatif tingkat
pedesaan dan menyediakan penyelesaian konflik tanah melalui mekanisme musyawarah
tradisional.
Meningkatnya persaingan antar suku dan antar agama mencerminkan ancaman
terbesar bagi perceraian masyarakat Papua. Menanggapi kekhawatiran tersebut para
pemimpin dari berbagai agama melibatkan diri dalam dialog-dialog antar agama.
Contohnya Kelompok Kerja Antar Agama yang didirikan keuskupan gereja Katolik
Jayapura, yang berusaha mencegah konflik-konflik antar agama. InterNews juga
memproduksi acara radio “Laporan Untuk Perdamaian” (Reporting for Peace)yang
bertujuan menanamkan budaya penyelesaian konflik melalui jalan damai.
Walaupun Freeport telah melakukan usaha-usaha pembangunan masyarakat setempat,
sejumlah orang Papua percaya bahwa perusahaan tersebut memperparah konflik sosial
serta mengeruk kekayaan alam. Limbah yang dihasilkan tambang Grasberg
mengakibatkan polusi sungai-sungai dan erosi tanah. Sejumlah bantuan yang diberikan
Freeport bertindak sebagai “magnet kemanusiaan” yang berfungsi menarik hati rakyat
Timika, tetapi ternyata hanya menguntungkan kaum pendatang. Penyebaran bantuan
sama sekali tidak merata, sementara pelaksanaannya seringkali tidak melalui konsultasi
atau sumbang saran para pemangku adat dan pemimpin masyarakat.
KONDISI YANG OPTIMAL
Kondisi masyarakat yang dinamis disertai kepercayaan masyarakat kepada lembagalembaga pemerintah diperlukan, untuk menjamin bahwa rakyat Papua dapat menerima
keuntungan semaksimal mungkin dari berlakunya Otonomi Khusus. Partisipasi rakyat
sipil akan membentuk kepercayaan rakyat Papua sehingga Otonomi Khusus
membuahkan peningkatan pada kualitas hidup mereka. Tanpa masyarakat sipil yang
berdaya, kegiatan-kegiatan ilegal akan bermunculan, moral pejabat rusak dengan
memungkinkan mereka mengkorupsi pemasukan daerah ataupun mencurahkan dana
kepada kroni atau pengikut mereka. Keberdayaan masyarakat sipil dapat membantu
badan-badan penegakan hukum memberantas kegiatan-kegiatan ilegal, seperti
penebangan ilegal dan perdagangan spesies-spesies yang dilindungi, dengan mengutuk
dan melaporkan terjadinya kasus-kasus seperti itu.
Pendidikan serta pelayanan kesehatan yang baik dapat membalik kecenderungan
penganaktirian sejumlah masyarakat. Sebagai titik awal dalam pembangunan sektor
pendidikan, perlu diadakan pemeriksaan dan perbaikan pada kondisi infrastruktur,
kemudahan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, kualifikasi institusi pendidikan
dan pengajar, rasio guru-murid, tingkat penerimaan murid, kurikulum dan bahasa yang
digunakan dalam penyampaian pendidikan. Diskusi mengenai perbaikan kondisi
pendidikan harus melibatkan guru-guru, keluarga serta wakil-wakil masyarakat dari
kalangan sipil. Pelayanan kesehatan primer dan kesehatan perempuan menjadi prioritas
utama. Perbaikan terhadap upaya-upaya perlindungan lingkungan diperlukan terutama
pada wilayah perkotaan dan sekitar proyek-proyek pembangunan. Selain itu musyawarah
tradisional dan upaya-upaya pencegahan konflik sangat diperlukan untuk menegakkan
61
keteraturan dalam masyarakat, serta mewujudkan keharmonisan antar suku dan antar
agama.
Dengan bekerja bahu membahu bersama para donatur dan perusahaan-perusahaan
asing, lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat dapat menggunakan akses mereka ke
masyakarat di seluruh propinsi untuk memperbaiki kondisi sosial. Lembaga-lembaga adat
dan gereja-gereja, yang begitu dihormati di tingkat masyarakat paling bawah, merupakan
penyedia pelayanan sosial yang sangat penting dan berperan sebagai pusat organisasi
masyarakat. Selain itu, perusahaan-perusahaan multinasional diharapkan mengadakan
penyesuaian dengan cara mengadakan program-program pembangunan masyarakat agar
menguntungkan penduduk pedesaan. Dalam hal pemberian bantuan pembangunan yang
resmi, perlu diadakan konsultasi terlebih dahulu dan kerja sama dengan lembaga-lembaga
adat.
REKOMENDASI
Untuk memperkuat keberdayaan masyarakat sipil di Papua, Komisi memberikan
rekomendasi agar
-
Pemerintah Indonesia memanfaatkan gereja-gereja dan organisasi-organisasi
perempuan sebagai wadah penyampaian pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Para donatur dan pemerintah Indonesia mendukung organisasi-organisasi
masyarakat setempat, lembaga-lembaga adat, dan pembangunan sumber daya
masyarakat.
-
Para donatur dan pemerintah Indonesia mendukung organisasi-organisasi
masyarakat yang bertujuan memberantas korupsi di sektor swasta dan negeri, juga
organisasi-organisasi yang memonitor proses desentralisasi dan pelaksanaan
Otonomi Khusus.
-
Para donatur mendukung Kelompok Kerja Antar agama dan gerakan perdamaian
(Komisi Perdamaian untuk Papua).
-
Pemerintah A.S. menambah jumlah orang Papua yang dapat menerima beasiswa
Fulbright sehingga bisa bersekolah di luar negeri. Selain itu perlu juga
ditambahkan jumlah orang Papua yang berpartisipasi dalam International Visitors
Program.
Untuk meningkatkan pendidikan masyarakat Papua sehingga bisa setara dengan tingkat
pendidikan masyarakat lainnya di Indonesia, Komisi merekomendasikan agar
-
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan lembaga-lembaga PBB dan para
donatur untuk mengadakan evaluasi di sektor pendidikan (termasuk diantaranya
sekolah, fasilitas pendidikan, staf pengajar).
-
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan UNICEF dan UNESCO serta para
donatur untuk mengubah sistem pendidikan dengan cara
62
o Membayar para guru dengan dana yang berasal dari program
desentralisasi.
o Mengurangi biaya sekolah dan mengadakan program makan siang dari
sekolah.
o Membangun taman kanak-kanak melalui organisasi-organisasi
perempuan; mendukung pendirian sekolah-sekolah teknik dan kampuskampus yang dikelola swasta ataupun gereja; serta menggaris bawahi
pentingnya pendidikan melalui kampanye yang dilakukan gereja atau
organisasi perempuan.
o Memperluas kesempatan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah
terpencil untuk memperoleh pendidikan informal dengan cara bekerja
sama dengan gereja dan organisasi-organisasi perempuan (seperti dengan
mendirikan perpustakaan-perpustakaan kecil).
o Menggunakan dana pemasukan dari desentralisasi untuk menyokong
lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola gereja.
o Mendesain ulang kurikulum sehingga memusatkan perhatian pada
kemampuan praktek, serta kemampuan dalam pelajaran ilmu pengetahuan
dan matematika.
o Meningkatkan kemampuan pedagogik para pengajar, juga kompensasi
bagi para pengajar yang berkualitas.
o Mengijinkan penduduk pedesaan untuk mengikuti pendidikan dasar dan
menengah di dekat tempat mereka tinggal, bukannya memindahkan murid
ke pusat konsentrasi populasi.
o Meningkatkan program pendidikan yang berkaitan dengan kerja praktek.
o Mendirikan sebuah universitas baru di kota yang tidak mempunyai
universitas (seperti di Nabire atau Wamena), dan membangun jaringan
antara universitas-universitas di Papua dengan universitas lainnya.
o Meningkatkan program-program beasiswa untuk masyarakat Papua
sehingga bisa sekolah di institusi pendidikan internasional.
Untuk memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat Papua dan meningkatkan standar
kesehatan sehingga setara dengan tingkat kesehatan di daerah lainnya di Indonesia,
Komisi mengusulkan agar
-
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan badan-badan PBB dan para donatur
untuk mengevaluasi sektor pelayanan kesehatan.
-
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan WHO, UNICEF dan para donatur
untuk mengubah sistem pelayanan kesehatan dengan cara
o Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi melalui
media massa, iklan, dan pendidikan melalui sekolah, puskesmas dan
organisasi-organisasi perempuan.
o Menganjurkan supaya orang Papua berkunjung ke puskesmas untuk
memeriksakan kesehatan mereka secara berkala, juga menyediakan
pemeriksaan kandungan dan pendidikan tentang kehamilan dan kesehatan
bayi terhadap wanita mengandung.
63
o Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memperluas pelayanan kesehatan
primer, dan menawarkan pengobatan HIV/AIDS serta program-program yang
mengajarkan masyarakat tentang penyakit tersebut.
o Menambah jumlah orang Papua yang menerima beasiswa kedokteran dan
keperawatan sehingga bisa bersekolah di luar Papua.
o Menambah kapasitas kerja Departemen Kesehatan di tingkat propinsi, serta
mengalokasikan tambahan dana untuk pelayanan kesehatan dari pendapatan
desentralisasi.
o Mendirikan rumah sakit di pusat-pusat kota (seperti di Wamena),
meningkatkan bantuan kepada puskesmas, dan menggaji lebih tinggi pegawai
lembaga-lembaga pelayanan kesehatan yang berkualitas.
o Memperbaiki kualitas dan jumlah pusat pelayanan kesehatan dengan
membangun sekolah kedokteran dan keperawatan.
Untuk memperbaiki media massa dan komunikasi di Papua, Komisi mengusulkan agar
-
USAID meningkatkan bantuan untuk koran-koran setempat dan propinsi dengan
memusatkan konsentrasi pada pemberitaan yang seimbang.
-
USAID menyediakan peralatan radio tambahan untuk keempat studio InterNews,
dan mengembangkan acara-acara “Reporting for Peace” dari InterNews, dengan
fokus mengaitkan isi berita dengan sejarah konflik antar suku, terutama konflik
antara suku asli Papua dengan para pendatang.
-
USAID meningkatkan jumlah stasiun radio yang didukung oleh InterNews di
Wamena, Manokwari, Fak Fak, Biak dan Nabire.
-
USAID mengkoordinasikan program-program magang bagi para pegawai stasiun
radio di Papua ke stasiun-stasiun radio di Jakarta atau Bandung (seperti SmartFM
atau Mara), melalui perantara InterNews.
-
USAID mendukung pembentukan perusahaan penyedia jasa internet (Internet
Service Provider) di Papua.
-
Para donatur membangun sekolah/fakultas jurnalistik di Universitas
Cenderawasih (UNCEN), serta menambah jumlah beasiswa ke universitasuniversitas dalam negeri lainnya dan internasional.
Untuk memperbaiki kondisi alam Papua, Komisi menganjurkan agar
-
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Program Pembangunan PBB (United
Nations Development Program, UNDP) dan para donatur untuk membentuk suatu
pengelolaan sumber daya alam yang komprehensif untuk industri-industri
kelautan, serta tata rencana pemanfaatan hutan.
-
Pemerintah Indonesia meningkatkan kinerja Departemen Kehutanan tingkat
propinsi, dan memperbaiki kemampuan BAPELDALDA dalam melakukan tugastugas pengawasan lingkungan.
64
-
Pemerintah Indonesia merumuskan standar-standar pengelolaan air sisa industri
dan limbah padat, serta usaha-usaha mengendalikan polusi udara, dan menetapkan
prosedur pemberian ijin untuk sektor pertambangan dan minyak bumi.
-
Pejabat tingkat propinsi dan tingkat nasional yang berwenang membuat suatu
mekanisme yang bisa menengahi gugatan dalam akusisi dan pemanfaatan tanah
serta gugatan rusaknya lingkungan oleh masyarakat setempat.
65
KEADILAN DAN REKONSILIASI
KONDISI
Keadilan transisional termasuk strategi-strategi untuk menuntut para pelaku kejahatan,
mengungkapkan kebenaran atas pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi,
mereformasi institusi-institusi yang disalahgunakan, menyediakan reparasi kepada para
korban serta mempromosikan rekonsiliasi. Sebuah strategi yang sukses menampilkan
keseimbangan antara usaha-usaha untuk meninjau kembali kebelakang dengan jujur
(seperti mengakui adanya dan merekam pelanggaran HAM, lalu menindaklanjuti tindak
kejahatan yang terjadi) dengan langkah-langkah prospektif yang ditujukan untuk
membangun institusi-insitusi penegakan hukum dan memajukan rekonsiliasi yang
sesungguhnya.
Di Papua, proses reformasi pasca-Suharto menyebabkan naiknya harapan rakyat akan
adanya perbaikan dalam hal hak-hak asasi secara umum. Kongres Papua Kedua Juni
2000 yang dihadiri sekitar 25 ribu rakyat Papua dari berbagai suku dan komunitas,
menolak pemikiran bahwa rakyat Papua secara suka rela memutuskan untuk berintegrasi
dengan Indonesia, sehingga menyerukan agar diadakan langkah-langkah untuk
meluruskan sejarah. Dengan menyatakan bahwa Aksi Kebebasan Memilih tahun 1969
dilakukan atas dasar paksaan, para delegasi Kongres membentuk Presidium Dewan
Papua (PDP) untuk mewakili aspirasi masyarakat Papua secara luas dan berdiri sendiri
lebih dini.66 Saat perayaan hari Proklamasi Indonesia 17 Agustus 2001, Presiden
Megawati Soekarnoputri meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan dalam kebijakankebijakan lampau, serta ekses-ekses kekerasan kekerasan militer di Aceh dan Papua. Ia
bersumpah untuk meninggalkan kebijakan-kebijakan yang salah itu, dan menyeret pelaku
pelanggaran HAM ke meja hijau.
Gerakan anti kekerasan berkembang di Papua dan telah mencapai keberhasilan
signifikan dalam mengurangi aksi kekerasan yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok
milisi dan sekte-sekte tertentu. Gerakan yang didukung para pemimpin gereja, ornop,
kelompok-kelompok baik dari suku Papua maupun suku lainnya, akademisi, dan POLDA
ini menyelenggarakan “Konferensi Perdamaian” di Jayapura (Oktober 2002). Konferensi
ini menghasilkan usulan dibentuknya Komisi Perdamaian untuk Papua (yang juga dikenal
sebagai Satgas Perdamaian untuk Papua). Lembaga independen ini berusaha mencegah
terjadinya kekerasan melalui dialog, agar dapat tercipta Zona Damai di Papua. DPRD
mendukung langkah-langkah tersebut dengan meluncurkan undang-undang yang
menyebutkan Papua sebagai Zona Damai.
Meskipun demikian, pelanggaran-pelanggaran HAM yang serius masih terjadi di
Papua, tanpa ada penindakan tegas terhadap pelakunya. Pada tahun 2001, kebebasan
berpolitik dipangkas; para pemimpin politik ditangkap, diinterogasi dan diancam;
sementara para demonstran pro-demokrasi yang melakukan aksi damai menjadi target.
66
Kata merdeka dalam hal ini merupakan konsep utopis yang lahir dari teori pembebasan rakyat Papua,
yaitu emansipasi, kemerdekaan dan akhir dari penindasan. Kata ini lalu diasosiasikan dengan seruan untuk
mengakhiri pemerintahan Indonesia di Papua.
66
Ada tuduhan bahwa ini merupakan tindakan balas dendam yang dilakukan kepada
masyarakat, berdasarkan insiden-insiden yang melibatkan Organisasi Papua Merdeka
(OPM). Menurut Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSHAM),
organisasi hak asasi manusia terkemuka di Papua, telah terjadi 139 kasus pembunuhan
serta 838 kasus penahanan sewenang-wenang dan penyiksaan (1998-2001). Tiga
perempuan, termasuk istri Johannes Bonay, direktur eksekutif ELSAM, terluka ketika
mobil yang mereka kendarai ditembak (28 Desember 2002). Para aktivis HAM terus
mengalami ancaman-ancaman serius yang membahayakan hidup mereka. Tahun 2001,
Pelapor Khusus PBB untuk Kekerasan Terhadap Perempuan dan Kelompok Kerja PBB
untuk Penahanan Sewenang-wenang “dilarang masuk” ke Papua oleh Pemerintah Pusat.
Dalam beberapa tahun terakhir perusahaan-perusahaan telah membangun strategi
pengamanan berbasis masyarakat. Perusahaan-perusahaan itu menunjukkan komitmen
yang lebih besar untuk kewajiban-kewajiban sosial yang perlu mereka jalankan serta
masalah HAM, sambil sementara mencoba untuk mengubah persepsi umum bahwa
mereka membutakan diri atas pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi.
KECENDERUNGAN
Sebagian besar masyarakat di Papua tidak begitu percaya bahwa pemerintah tingkat
propinsi akan menindak anggota militer yang melakukan tindak kriminal. Contohnya,
mereka yang bertanggung jawab atas pembantaian di Wamena (1977), pembunuhan
Arnold Ap (1984) dan Nearan-Nebelan Anggaibak (1994), pemerkosaan di Mapenduma
(1996), dan insiden penaikan bendera di Biak (1998) tidak pernah dibawa ke pengadilan.
Sungguh luar biasa bahwa tidak ada anggota militer yang dinyatakan bersalah dalam
pelanggaran HAM di Papua dan dihukum secara semestinya.
Tujuh anggota KOPASSUS dinyatakan bersalah oleh sebuah pengadilan militer atas
pembunuhan Ketua PDP, Theys Eluay. Pengadilan tujuh anggota KOPASSUS yang
dituduh membunuh Ketua PDP Theys Hiyo Eluay berlangsung di Mahkamah Militer
Surabaya. Walaupun jaksa hanya menuntut hukuman 2-3 tahun bagi para tertuduh,
pengadilan ini menggambarkan kesempatan yang sangat penting bagi Pemerintah Pusat
untuk menunjukkan sebuah komitmen pada akuntabilitas. Saat tulisan ini dibuat, tidak
ada upaya untuk menelusuri rantai komando berdasarkan prinsip pertanggungjawaban
komando—jika bukan perintah-perintah spesifik—yang membuat prajurit bawahannya
menyerang secara fisik, dan membunuh pemimpin Papua yang terkemuka tersebut.
Menanggapi proposal yang diajukan oleh gubernur Papua, Undang-Undang Otonomi
Khusus meminta pembentukan sebuah komisi kebenaran untuk “menstabilkan persatuan
dan integritas rakyat Propinsi Papua.” Tujuan dari komisi yang diusulkan tersebut adalah
untuk “meluruskan sejarah Papua, menstabilkan persatuan dan integritas bangsa dalam
negara persatuan Republik Indonesia,” dan untuk “menyusun dan menentukan langkahlangkah rekonsiliasi.” Tahun 2001, Presiden Megawati menunjuk Menteri Koordinasi
Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono untuk memulai Dialog Rekonsiliasi
Nasional dengan para pemimpin-pemimpin Papua. Meskipun Yudhoyono telah bertemu
dengan para pemimpin PDP, dialog tersebut terhenti tanpa hasil.
67
Tahun 2002, Kontras Papua (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan) telah mulai menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dengan para akademisi,
anggota DPRD, pejabat pemerintah lokal dan media massa untuk mendiskusikan rencana
pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Para peserta menekankan pentingnya
partisipasi secara luas dalam merumuskan mandat dari Komisi.
KONDISI YANG OPTIMAL
Suatu proses penyampaian peristiwa pelanggaran HAM sekaligus mempertimbangkan
sejarah Papua yang penuh kekerasan merupakan hal yang esensial dalam rangka
menghentikan konflik; serta menjelaskan penindasan dan rasa tidak percaya yang dialami
oleh sebagian besar suku Papua. Kurangnya rasa tanggung jawab menyebabkan lingkaran
setan pelanggaran hak yang kian membesar, juga meningkatkan radikalisme rakyat
Papua.
Langkah-langkah perlu diambil untuk memperbaiki keseluruhan sistem hukum, mulai
dari polisi, penjara, sampai ke pengadilan. Perhatian khusus perlu diberikan kepada
pelatihan hakim-hakim profesional yang tidak berpihak, para pegawai pengadilan, dan
para jaksa. Peningkatan keandalan hamba hukum juga dapat dilakukan melalui
pembentukan standar yang jelas, mengevaluasi proses dan hasil kerja, dan memecat
pegawai yang tidak kompeten atau melakukan korupsi.
Pemberian gaji yang lebih tinggi bagi para pegawai setempat dapat mengurangi
korupsi. Mekanisme-mekanisme penyelesaian masalah akan berpatokan pada tradisitradisi adat. Gerakan antar agama dan kaum perempuan juga merupakan partner yang
sangat penting dalam pembentukan dialog untuk pertanggung jawaban terhadap sejarah
Papua yang penuh kekerasan, juga mendorong hubungan antar agama yang lebih baik.
Sebagai contoh, Muhammadiyah, organisasi Muslim kedua terbesar di Indonesia,
mengirimkan delegasi ke Papua untuk diskusi antar agama.
Pengalaman dunia internasional mengindikasikan bahwa langkah-langkah menuju
kebenaran dan rekonsiliasi hanya bisa efektif jika semua pihak, terutama pihak korban
pelanggaran HAM, merasa optimis bahwa penyelidikan terhadap apa yang telah terjadi
dilakukan secara terbuka dan independen. Usaha-usaha untuk mencari kebenaran dan
rekonsiliasi akan gagal bila orang Papua merasa penekanan pada persatuan dan kesatuan
bangsa akan menghalangi sebuah pemeriksaan yang jujur atas masa lalu Sebaliknya,
pemerintah akan lebih diuntungkan bila rakyat Papua bisa merasakan bahwa penderitaan
mereka telah diakui sebagaimana mestinya, yang ditindaklanjuti dengan dijalankannya
langkah-langkah pemulihan.
Penting bagi pemerintah Indonesia untuk memulai langkah-langkah pengungkapan
kebenaran dan rekonsiliasi yang efektif dan didasarkan oleh proses konsultasi
menyeluruh dengan organisasi non pemerintah, masyarakat setempat, dan para korban di
Papua. Agar efektif, proses pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi ini tidak boleh
dijadikan sebuah proses yang dimanipulasi secara politik, sebuah substitusi pengganti
akuntabilitas, atau sebuah alat untuk memberikan amnesti terhadap pelanggaran HAM.
68
REKOMENDASI
Untuk memenuhi akuntabilitas, Komisi menyarankan agar
-
-
Pemerintah Indonesia memperkuat kinerja kantor Inspektur Jenderal TNI dalam
menangani pengaduan-pengaduan korupsi; memperluas Kantor
Pertanggungjawaban Profesional POLRI; dan membuat cabang-cabang kantor
Irjen TNI dan Kantor Pertanggung jawaban Profesional POLRI di Papua.
TNI, POLRI dan para pemimpin Papua membentuk suatu mekanisme
penyelidikan yang lebih efektif dalam menghadapi tuduhan-tuduhan rakyat akan
pelanggaran yang dilakukan anggota militer.
Pemerintah Indonesia dan pihak berwajib di Papua menjamin bahwa pelaku
pelanggaran HAM akan diseret ke hadapan pengadilan yang imparsial yang
diselenggarakan oleh hakim-hakim dan jaksa-jaksa independen.
Pemerintah Indonesia dan DPRD membentuk sebuah program untuk melatih dan
memberikan dukungan sepenuhnya kepada proses peradilan yang independen di
Papua.
Para donatur, organisasi-organisasi internasional dan perusahaan-perusahaan yang
beroperasi di Papua menyediakan bantuan yang memadai bagi organisasiorganisasi setempat yang bergerak di bidang pendidikan dan pemantauan HAM.
Pemerintah Indonesia mengijinkan para pelapor khusus dari PBB dan organisasiorganisasi pemantau HAM internasional masuk ke Papua.
Untuk memajukan proses pencarian kebenaran dan rekonsiliasi, Komisi
merekomendasikan agar
-
Pemerintah Indonesia, dengan konsultasi para pemuka Papua seperti gubernur,
anggota DPRD, pemimpin masyarakat dan pemuka agama, membentuk
“Kelompok Rekonsiliasi” (Reconciliation Group) yang dipimpin seorang individu
yang terkemuka, untuk berunding dengan rakyat Papua dan para ahli internasional
dalam menyegarkan kembali Dialog Rekonsiliasi Nasional; serta
mengembangkan sebuah proses pencarian kebenaran, keadilan dan rekonsiliasi di
Papua seperti yang digariskan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus.
Untuk mewujudkan keharmonisan hubungan antar kelompok dan antar agama, Komisi
mengusulkan agar
-
-
Organisasi-organisasi keagamaan, etnis dan kesukuan untuk meneruskan dialog
penyelesaian masalah secara damai. Selain itu sumber daya donor harus
digunakan untuk melembagakan dialog melalui penguatan badan pengaturan
yang permanen (seperti Komisi Perdamaian Papua).
Otoritas tingkat propinsi memperkuat hukum kebiasaan adat dengan
mengkombinasikan pengindahan prosedur hukum dan perlindungan terhadap
HAM untuk mengelola masalah-masalah local secara lebih efektif dan
menurunkan eskalasi konflik.
69
DORONGAN DAN TINDAKAN
DARI PIHAK-PIHAK BERKEPENTINGAN
Bagian ini memberikan analisa terhadap kepentingan-kepentingan pihak-pihak terkait
(stakeholders) dan pola-pola partisipasi mereka. Sebagian dari pendekatan “imbalan dan
hukuman” nya, Komisi menekankan peranan pihak-pihak terkait dalam menyediakan
dorongan untuk mempengaruhi aktor-aktor kunci baik tingkat nasional maupun lokal.
Kunci untuk memobilisasi pihak-pihak internasional yang terkait adalah kerja sama
dengan pemerintah Indonesia, melalui organisasi-organisasi dan mekanisme-mekanisme
yang telah terbentuk untuk bantuan pembangunan yang resmi. Untuk tercapainya hal ini,
Komisi merekomendasikan agar
-
European Commission (EC) atau Komisi Eropa menawarkan dan menyediakan
bantuan untuk menjalankan Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik
(Preventive Development Program) pada pertemuan Bank Dunia (World Bank)
khususnya Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on
Indonesia, CGI).
-
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP) dan
negara-negara donatur melakukan Penilaian terhadap Pembangunan Yang
Mencegah Konflik (Preventive Development Assessment) untuk mengkaji ulang
kegiatan-kegiatan pencegahan konflik yang ada, mengidentifikasi adanya gap
pada pelaksanaan program, dan mengembangkan strategi pembangunan-yang
mencegah konflik secara menyeluruh di Papua.
-
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia mengutus para anggotanya untuk
membentuk “Komite Papua” (Papua Committee) bersama Kelompok Kerabat
Donor (Donor Affinity Groups) untuk membantu koordinasi donor dan
menghimpun dana baru dari kegiatan-kegiatan yang dikembangkan sebagai
bagian dari Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik (Preventive
Development Program).
-
Sebuah negara donor, misalnya Jepang, menjadi tuan rumah konferensi untuk
meluncurkan Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik (Preventive
Development Program).
NEGARA-NEGARA KUNCI
Komisi menyarankan bahwa pihak-pihak terkait yang berpengaruh, seperti Amerika
Serikat, dan negara-negara lain yang peduli, untuk lebih menonjolkan Papua dalam
dialog mereka dengan para pejabat Indonesia. Adalah penting bagi pemerintahpemerintah yang terkait untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik terhadap
situasi di Papua. Komisi meyakini laporan ini dapat digunakan untuk tujuan tersebut.
Komisi juga mendesak pemerintah negara-negara terkait untuk mengutus perwakilan
kedutaan masing-masing yang bertempat di Jakarta, dalam pencarian fakta secara berkala
70
di Papua. Rekan-rekan Indonesia tersebut seharusnya menunjukkan kepada pemerintah
Indonesia bahwa sebuah kebijakan yang didominasi pertimbangan keamanan akan
meradikalisasi rakyat di Papua, meningkatkan kemungkinan terjadinya kekerasan yang
mematikan, dan membuat dunia internasional semakin intensif meminta dilakukannya
tindakan kemanusiaan.
Negara-negara yang peduli bisa mendukung pesan ini dengan menyediakan bantuan
teknis yang relevan, khususnya yang memberikan pengaruh ke Otonomi Khusus. Para
Donor bisa juga merancang suatu bantuan dana untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat
Papua, dengan cara mengijinkan mereka mewujudkan penadbiran sendiri dan
mengalokasikan porsi lebih besar dari hasil kekayaan alam propinsi tersebut.
Performance-Oriented Management Program (PERFORM) atau Program Pengelolaan
Berorientasi pada Hasil Kerja, yang dibentuk USAID dinilai telah memberikan bantuan
yang berarti dalam menolong pemerintah tingkat kabupaten, sehingga perlu diberikan
dukungan lebih lanjut. Program Reformasi Hukum (Legal Reform Program) dari USAID
juga membuahkan hasil. Program yang ditujukan untuk memperkuat penegakan undangundang ini melibatkan pengembangan kelembagaan seperti pada tingkat lokal dan
nasional, begitupula dengan penuntutan kasus-kasus Papua yang penting, seperti kasus
pembunuhan di Tembagapura (Agustus 2002). Office of Transitional Initiatives (Kantor
Pengambilan Langkah-inisiatif Transisional) dapat mengembangkan proyek-proyek yang
memberikan dampak langsung dengan menggunakan strategi-strategi Preventive
Development dalam desain dan pembentukan proyek. Walaupun negara-negara donatur,
termasuk Jepang, mengurangi anggarannya untuk Bantuan Resmi Pembangunan (official
development assistance atau ODA), sumber-sumber dana yang langka masih bisa
dimaksimalkan dengan mekanisme-mekanisme kreatif yang menyambungkan ODA
dengan pencegahan konflik.
Komisi menyarankan agar Program Pembangunan PBB dan negara-negara donatur
melakukan “Penilaian terhadap Pembangunan Yang Mencegah Konflik” (Preventive
Development Assessment) sejalan dengan berlangsungnya kegiatan-kegiatan
pembangunan untuk melindungi di Indonesia, untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan
pencegahan konflik yang ada, serta mengidentifikasi gap-gap yang ada selama
pelaksanaan program. Untuk memperoleh dana bantuan baru, DAGs harus dipimpin oleh
negara donor yang memiliki keahlian dalam area tematik.
KERANGKA KERJA MULTILATERAL
Kejadian-kejadian di masa lampau membuktikan keterkaitan antara pemberian dana
bantuan dengan proses perdamaian dalam negeri di Indonesia. Dalam konferensi negaranegara donor di Tokyo 3 Desember 2002, negara-negara donor dan lembaga-lembaga
penyedia dana berjanji menyediakan dana yang cukup besar untuk pembangunan kembali
setelah konflik berakhir, dengan fokus pada pemberian bantuan kemanusiaan, kesehatan,
pendidikan dan infrastruktur.
Prinsip yang sama bisa diterapkan di Papua. Tetapi bukannya memusatkan perhatian
pada pembangunan pasca-konflik, investasi harus ditujukan kepada pencegahan konflik.
Dengan menggunakan Kerangka Kerja Bantuan Pembangunan PBB (United Nations
71
Development Assistance Framework), Tim Negara PBB bekerja sama dengan negaranegara donatur akan melakukan “Penilaian terhadap Pembangunan Yang Mencegah
Konflik” (Preventive Development Assessment). Sementara itu Komisi Eropa (European
Commission), dalam rangka menindaklanjuti Misi Evaluasi Pencegahan Konflik ke
Indonesia 2001, menawarkan dan memberikan dukungan untuk dilaksanakannya
“Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik” (Preventive Development Program)
di pertemuan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia yang akan datang. Mengingat peran
Jepang sebagai pelopor usaha-usaha pembangunan kembali pasca-konflik, Komisi
menyarankan agar pemerintah Jepang mengusulkan Kelompok Konsultasi untuk
Indonesia untuk membuat pertemuan awal dalam rangka menentukan kesepakatan
bersama, membahas struktur dan tanggung jawab para donatur, dan menyediakan modal
bagi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.
LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN INTERNASIONAL
Berdasarkan usul para anggotanya, Kelompok Konsultasi untuk Indonesia akan
mendirikan “Komite Papua” (Papua Committee) dengan DAGs untuk membantu
koordinasi dana bantuan dan menghimpun dana baru sebagai modal dalam pembangunan
yang mencegah konflik. Jika Komisi Eropa (European Commission) dan donatur lainnya
bersedia meningkatkan kontribusi, mereka akan meminta transparansi dan akuntabilitas.
Daripada persyaratan ketat, mereka akan tetap menggunakan mekanisme pemantauan
informal. Komisi menyarankan agar para peserta Komite Papua (Papua Committee)
bekerja sama untuk mengevaluasi dampak dana bantuan yang diberikan, dan menilai
apakah kontribusi-kontribusi tersebut berhasil dalam mewujudkan reformasi.
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN MULTINASIONAL
Laporan berikut membahas kegiatan-kegiatan PT. Freeport-McMoran Copper & Gold
dan perusahaan-perusahaan multinasional lainnya yang berbisnis di Papua, serta
membuat sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan kontribusi pada perdamaian dan
perkembangannya di Papua. Sebagian besar rekomendasi ini mendukung programprogram yang telah berjalan dalam hal pembangunan kondisi ekonomi daerah,
transparansi keuangan, keamanan dan rekonsiliasi. Komisi memberikan rekomendasi
agar perusahaan-perusahaan tersebut meneruskan dan mengintensifkan program-program
tersebut dalam rangka menyukseskan Otonomi Khusus. Jika PT. Freeport dan BP bahumembahu dalam pelaksanaan program-program tersebut, maka mereka bisa membawa
perubahan berarti.
Komisi percaya bahwa perusahaan-perusahaan internasional bisa mengurangi
peningkatan konflik dengan menganjurkan supaya pemerintah Indonesia mengganti
pendekatan yang dilakukan untuk menciptakan keamanan di Papua. Perusahaanperusahaan multinasional tersebut tidak menginginkan adanya kontrak pengamanan
dengan TNI pada akhirnya. Melihat sulitnya posisi perusahaan jika dikaitkan dengan
kontraknya dengan TNI tadi, sementara tidak mungkin untuk membatalkan kontrak
dengan segera, maka Komisi menyarankan agar perusahaan-perusahaan internasional tadi
melakukan negosiasi dengan pemerintah untuk secara gradual melepaskan diri dari
72
kontrak dengan TNI. Komisi juga menyarankan supaya perusahaan-perusahaan tersebut
lebih jauh menswastakan fungsi keamanan dan melibatkan satuan keamanan setempat
yang kompeten. Perusahaan multinasional harus menyediakan laporan menyeluruh secara
berkala tentang pelaksanaan “Prinsip-Prinsip Sukarela Keamanan dan HAM” (Voluntary
Principles on Security and Human Rights) yang mereka jalankan. Komisi mendukung
“Publikasikan Yang Anda Bayar” (Publish What You Pay) yang disusun oleh Open
Society Institute.
ORGANISASI NON PEMERINTAH
Laporan berikut membahas kegiatan-kegiatan yang kini dilakukan oleh organisasi non
pemerintah (Ornop) di Papua, dan merekomendasikan langkah-langkah yang perlu
diambil untuk membantu usaha-usaha itu. Dalam rangka meningkatkan kesadaran tentang
perkembangan dan masalah-masalah di Papua, Komisi menganjurkan dibentuknya
Kelompok Pemantau Papua (Papua Monitoring Group, PMG), yang memantau kondisi
di Papua sehingga dapat membawa profil Papua ke forum internasional. PMG yang
beranggotakan ahli-ahli dari berbagai ornop di Indonesia akan menerbitkan laporan per
caturwulan, dan jika dibutuhkan akan mengeluarkan pemberitahuan darurat. PMG yang
dikelola oleh CSIS Jakarta juga dikepalai Jusuf Wanandi, dan mantan gubernur Irian Jaya
Barnabas Suebu. Dana bagi proyek bisa diperoleh dari negara donor yang tertarik
mengembangkan peran masyarakat sipil dalam proses perdamaian (contohnya
Norwegia).
Dukungan juga direkomendasikan untuk sebuah NGO internasional yang berkualitas
seperti International Center for Transitional Justice (ICTJ), untuk melakukan kegiatankegiatan di Jakarta dan Papua yang dapat meningkatkan kesadaran mengenai bentukbentuk internasional yang pernah ada untuk pencarian kebenaran serta rekonsiliasi,
sekaligusmenyediakan bantuan teknis terhadap sebuah strategi yang diperlukan untuk
situasi di Papua.
“Penilaian terhadap Pembangunan Yang Mencegah Konflik” (Preventive
Development Assessment) juga akan memasukan sebuah komponen organisasi non
pemerintah, dengan memfasilitasi kerjasama antara organisasi yang sekuler dan yang
berbasis agama dalam program-program pembangunan sosial di Papua.
Satu pelajaran penting yang dapat diambil dari perjanjian Aceh tahun lalu adalah
pemerintah harus mengambil langkah proaktif untuk menyegarkan kembali dialog yang
membahas konflik-konflik teritorial (9 Desember 2002). Penunjukan Duta Besar
Wiryono, seorang diplomat yang sudah pensiun namun berpengalaman sebagai mediator
di Mindanao, merupakan langkah penting dalam membawakan kebijakan pemerintah
dalam negosiasi di Aceh. Keterlibatan Hassan Wirajuda dan Menkopolkam S.B.
Yudhoyono juga penting bagi keberhasilan negosiasi tersebut. Selain itu penampilan dan
keterlibatan pribadi Presiden Megawati Sukarnoputri juga memberikan pengaruh penting.
Maka Komisi mengusulkan untuk mengadakan rapat pertemuan untuk mengevaluasi
laporan ini. Pertemuan itu harus melibatkan wakil-wakil dari Papua, juga pejabat
pemerintah pusat yang terlibat dalam kelompok kerja untuk Papua. Komisi
73
mengharapkan pembahasan-pembahasan dalam pertemuan ini menjadi langkah awal
yang baik bagi dialog yang berkelanjutkan.
Dalam hal ini Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangan di Papua
tidak akan berperan sebagai mediator. Namun demikian, laporan ini dapat menjadi
sebuah titik awal bagi pembahasan untuk mengenai pemajuan kepercayaan, membangun
keyakinan serta meningkatkan pencegahan konflik.
74
LAMPIRAN
75
LAMPIRAN A: ANGGOTA KOMISI
DENNIS C. BLAIR, Ketua Komisi untuk Indonesia, adalah Senior Fellow di Institute
for Defense Analysis, dan Adjunct Senior Fellow di National Security Studies pada
Council on Foreign Relations. Laksamana purnawirawan Angkatan Laut A.S. ini pernah
menjabat sebagai Komandan Pasukan Angkatan Laut A.S. di wilayah Pasifik.
PATRICK M. BYRNE, adalah Chief Executive Officer (CEO) Overstock.com, yang
juga pemilik High Plains Investments LLC. Sebelumnya Dr. Byrne menjabat sebagai
CEO Centricut LLC dan CEO Fechheimer Brothers, Inc. Di Council on Foreign
Relations ia bertugas dalam Advisory Committee of the Center for Preventive Action. Dr.
Byrne yang telah menerbitkan sejumlah publikasi menerima gelarnya dari Stanford
University.
NAT J. COLLETTA, adalah profesor di Elliot School for International Affairs di
George Washington University setelah sebelumnya mengajar di beberapa universitas
terkemuka lainnya. Selain perannya sebagai Founding Manager dalam unit pasca-konflik
yang dibentuk World Bank, Colletta juga bertugas sebagai juru bicara senior World Bank
dalam bidang rekonstruksi dan perwujudan perdamaian masyarakat pasca-konflik. Ia
bertindak sebagai penasehat pemerintah, perusahaan dan komunitas donatur
internasional, dalam hal pencegahan dan penanganan konflik serta rekonstruksi pascakonflik. Sepanjang karirnya di World Bank Dr. Colletta telah bekerja sama dengan
pemerintah Indonesia dan UNICEF.
RAUF DIWAN, adalah Managing Director di Emerging Markets Partnership (EMP).
Pada bulan Mei 2003 Diwan akan diangkat menjadi CEO AIG Asian Infrastructure Fund.
Sebelum bergabung dengan EMP tahun 1997, ia bekerja pada International Finance
Corporation (anak perusahaan World Bank yang bergerak di bidang swasta) selama 15
tahun. Tahun 1997 ia menjabat sebagai Director of the Global Power Department, dan
sebelumnya pada tahun 1994-95 ia mengepalai Divisi Asia Timur.
BENNETT FREEMAN, adalah Kepala Sustainable Investment Strategies, konsultan
yang berpusat di Washington, D.C., yang menangani perusahaan-perusahaan
multinasional, institusi-institusi internasional dan ornopseputar masalah-masalah yang
berkaitan dengan kewajiban perusahaan, HAM, dan hubungan internasional. Tahun 2002
ia ikut menulis evaluasi independen seputar masalah HAM di proyek “Tangguh” milik
BP di Papua. Ini merupakan evaluasi yang pertama kali ditulis di dunia berkenaan dengan
sebuah proyek besar di bidang energi. Selaku Asisten Deputi bidang Demokrasi, HAM
dan Tenaga Kerja Menteri Dalam Negeri A.S. tahun 1999-2001, Freeman adalah
perancang utama Prinsip-Prinsip Sukarela Keamanan dan HAM (Voluntary Principles on
Security and Human Rights), yaitu standar HAM yang pertama disusun oleh pemerintah,
perusahan dan ornop di sektor ekstraktif.
JOACHIM GFOELLER JR., turut mendirikan lembaga pendahulu GMG, GMS Capital
Partners LP pada tahun 1997, dan sejak awal menjabat sebagai Managing General
Partner. Sebelum bergabung dengan GMS, Gfoeller adalah salah seorang partner pendiri
76
Stolberg Partners, dan sempat bertugas sebagai wakil presiden perusahaan Weiss, Peck &
Greer.
BRIGHAM M. GOLDEN, saat ini tengah menyelesaikan disertasi tentang PT. Freeport
Indonesia di Departemen Antropologi Columbia University. Golden menghabiskan 6
tahun di Indonesia, kebanyakan di Papua, dimana ia melakukan penelitian etnografis.
ROBERT F. GREALY, adalah Direktur Hubungan Internasional Asia-Pasifik pada J.P.
Morgan Chase & Co. Ia bertugas dalam Board of Directors di American Indonesian
Chamber of Commerce.
CHARLES GREGORY, adalah Direktur Schools of Management at International
Schools Services di Princeton University, sebuah penyelenggara pelayanan pendidikan
nirlaba untuk sekolah-sekolah internasional dan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia
aktif di dunia pendidikan sejak awal 1970an dan telah mengepalai beberapa sekolah
internasional di Timur Tengah, Afrika, Asia Tenggara dan Kepulauan Karibia.
JANINE W. HILL, adalah Associate Director pada Center for Preventive Action di
Council on Foreign Relations.
SYDNEY R. JONES, yang sebelum menjabat sebagai Indonesia Project Director pada
International Crisis Group adalah Direktur Eksekutif dari Human Rights Watch divisi
Asia sejak 1989 sampai 2002. Jones adalah spesialis telah bekerja selama 20 tahun baik
di dalam maupun luar Indonesia dalam menangani masalah-masalah Indonesia. Ia juga
bertugas sebagai Direktur Kantor Urusan HAM saat berlakunya Administrasi Transisi
oleh PBB di Timor Timur sejak Desember 1999 hingga Juli 2000.
MARIA J. KRISTENSEN, adalah peneliti pada Center for Preventive Action di Council
on Foreign Relations.
JONATHAN E. LEVITSKY, adalah pengacara pada biro hukum Debevoise &
Plimpton di New York. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai penasehat Duta Besar
A.S. untuk PBB Richard C. Holbrooke, anggota Policy Planning Staff pada Departemen
Dalam Negeri A.S., juga sebagai pengacara yang membantu John Paul Stevens, salah
satu Hakim Agung pada Mahkamah Agung A.S.
RANDOLPH MARTIN, adalah mantan Direktur Operasi Senior pada International
Rescue Committee dan Koordinator CARDI, sebuah konsorsium Ornop beranggotakan 4
negara Eropa dan Amerika yang menyelenggarakan program-program kemanusiaan dan
re-integrasi bangsa Indonesia. Martin berperan dalam sejumlah operasi kemanusiaan
internasional selama 20 tahun, termasuk menjabat sebagai manajemen senior di beberapa
lembaga di Afrika dan Asia.
ANN MARIE MURPHY, menjabat sebagai Adjunct Professor of Political Science di
Barnard College, dan peneliti pada East Asia Institute di Columbia University. Ia
mengelola proyek Transation Indonesia, sebuah usaha bersama oleh Amerika, Jepang dan
Australia yang menganalisa event-event politik dan ekonomi yang berjalan di Indonesia,
serta merumuskan pilihan-pilihan dalam penetapan kebijakan. Publikasi terakhirnya
77
adalah sebuah bab tentang Indonesia dalam buku East Asia and Globalization, dan saat
ini sedang menyelesaikan manuskriptentang kebijakan luar negeri Indonesia.
WILLIAM L. NASH, adalah Senior Fellow dan Direktur Center for Preventive Action
pada Council on Foreign Relations.
MARTIN D. PEATROS, adalah seorang kolonel Korps Marinir A.S., dan saat ini
menjabat sebagai Military Fellow pada Council on Foreign Relations.
DAVID L. PHILLIPS, menjabat sebagai Senior Fellow dan Deputy Director pada
Center for Preventive Action di Council on Foreign Relations. Selain itu ia juga bertugas
sebagai Direktur Program Conflict Resolution and Peace-Building di American
University, Senior Associate pada Center for Strategic and International Studies, Adjunct
Professor pada Diplomatic Academy di Wina, Austria, dan analis NBC News. Phillips
juga pernah bertugas sebagai penasehat senior di Sekretariat PBB, dan Program Director
pada International Peace Research Institute di Norwegia.
JOSEPH SAUNDERS, adalah Deputy Program Director pada Human Rights Watch
(HRW). Walaupun hanya sebentar menjadi Senior Program Officer pada Carnegie
Council on Ethics and International Affairs, Saunders mengabdi pada HRW selama 6
tahun. Sebelum bergabung dengan HRW, ia menjabat sebagai Litigation Associate pada
biro hukum Cleary, Gottlieb, Steen & Hamilton di New York, dan menjadi asisten YM.
Dorothy W. Nelson di Pengadilan Tingkat Banding Ninth Circuit. Sebelum masuk
sekolah hukum, Saunders belajar antropologi kebudayaan dan menghabiskan waktu 2
tahun di Indonesia sebagai penerima beasiswa Fulbright.
ADAM SCHWARZ, adalah konsultan pada McKinsey & Company, dan saat ini tinggal
di Jakarta. Sebelum bergabung dengan McKinsey, ia mengelola sebuah biro konsultan
mengenai resiko-resiko bidang politik dan ekonomi di Washington, D.C. Di kota ini pula
ia mengajar di Georgetown University dan School of Advanced International Studies di
Johns Hopkins University. Schwarz pernah tinggal selama 10 tahun di Asia Tenggara
ketika bekerja sebagai koresponden majalah Far Eastern Economic Review. Ia menulis,
mengedit, dan memberikan kontribusi pada sejumlah buku mengenai Indonesia dan Asia
Tenggara, termasuk sebuah studi terkini mengenai Indonesia, A Nation in Waiting:
Indonesia’s Search for Stability.
CALVIN G. SIMS, adalah Koresponden Asing pada The New York Times Television
Documentaries, dan dosen tamu bidang jurnalistik di Princeton University. Baru-baru ini
Sims menjabat sebagai Senior Fellow untuk Studi Asia pada Council on Foreign
Relations, di mana ia mengepalai proyek penelitian yang mengkaji peningkatan gerakan
ekstrim Islam di Indonesia.
NANCY SODERBERG, menjabat sebagai Wakil Presiden Masalah-masalah
Multilateral di International Crisis Group. Duta Besar Soderberg telah menduduki
sejumlah posisi tinggi di White House, PBB dan Kongres A.S. Pada tahun 1993 sampai
1997 ia adalah pejabat ketiga terpenting pada National Security Council di White House,
juga sebagai Asisten Deputi Presiden pada National Security Affairs. Sejak 1997 sampai
2001, Soderberg bertugas sebagai Wakil Cadangan A.S. ke PBB.
78
GORDON R. SULLIVAN, adalah Presiden Association of U.S. Army dan veteran
perang Vietnam. Ia dipromosikan menjadi Jenderal sementara pada tahun 1990, dan
pernah bertugas menjadi Chief of Staff Angkatan Darat A.S. tahun 1991-95, ketika
pensiun. Semasa tugasnya sebagai Chief of Staff, Jenderal Sullivan bertanggung jawab
atas proses transformasi dalam tubuh Angkatan Darat, mengawasi misi-misi baru
pemeliharaan perdamaian di seluruh dunia, serta menuntun Angkatan Darat menuju era
teknologi informatika.
PAUL VAN ZYL, menjabat sebagai Direktur Country Programs Unit pada International
Center for Transitional Justice, dan mengajar hukum pada sekolah-sekolah hukum di
Columbia University dan New York University. Sebelumnya ia menjabat sebagai
Executive Secretary pada Truth and Reconciliation Commission di Afrika Selatan. Selain
itu Van Zyl adalah peneliti pada Goldstone Commission di Afrika Selatan, dan pernah
menjadi partner pada biro hukum Davis Polk & wardwell di New York.
79
LAMPIRAN B: AKTOR LOKAL DI PAPUA
PEMERINTAH DAERAH
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah badan legislatif utama di tingkat
propinsi. DPRD yang dikepalai John Ibo kini sedang mengkaji sekitar 300 peraturan
daerah dalam Otonomi Khusus, yang diusulkan oleh Tim Khusus Perda. DPRD Papua
beranggotakan 45 orang, 23 diantaranya bukan suku Papua. Sekitar 10 persen dari kursi
di DPRD dialokasikan untuk pejabat militer baik yang aktif maupun telah pensiun.
DPRD bertanggung jawab mengangkat gubernur dan wakil gubernur Papua, bupati dan
wakil bupati, walikota dan wakil walikota, juga para wakil yang duduk di MPR. Lembaga
ini juga mempersiapkan anggaran daerah dan bekerja sama dengan gubernur, bupati,
serta walikota untuk membentuk peraturan daerah. DPRD melaksanakan ketetapanketetapan dan peraturan daerah dan mengawasi anggaran dan kebijakan pemerintah
daerah.
Badan eksekutif dikepalai oleh gubernur propinsi Papua, yang saat ini dijabat oleh Jaap
Solossa. Gubernur adalah pemimpin seluruh kantor eksekutif di propinsi, mencerminkan
struktur Pemerintah Pusat. Gubernur juga bertanggung jawab untuk melaksanakan
langkah-langkah penanggulangan masalah darurat, termasuk membantu pengalokasian
orang-orang yang dipindahtugaskan di lingkungan eksekutif, juga mengepalai badan
koordinasi nasional (bakornas). Gubernur dipilih oleh Pemerintah Pusat untuk
menjembatani hubungan antara Pemerintah Pusat dan propinsi.
Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat adalah sebuah lembaga
eksekutif daerah yang ditugaskan mengelola konflik setempat dan melaporkan gangguangangguan keamanan kepada pemerintah dan kepolisian daerah.
Komisi HAM Papua yang disebutkan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus
merupakan cabang Komnas HAM. Undang-undang tersebut meminta diselenggarakannya
pengadilan HAM dan dibentuknya Komisi Pencarian Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Lembaga-lembaga mediasi daerah juga diusulkan.
Majelis Rakyat Papua (MRP) akan dibentuk sesuai amanat Undang-Undang Otonomi
Khusus sebagai badan pengawas. Termasuk dalam keanggotaan MRP adalah para
pemuka adat, serta perwakilan dari agama, kaum perempuan, dan lembaga-lembaga
budaya. MRP bertujuan memberikan saran ke DPRD dalam pelaksanaan Otonomi
Khusus. MRP akan diatur oleh gubernur dan DPRD, dan pemilihan anggota MRP harus
melalui persetujuan Menteri Dalam Negeri R.I.
Badan Perwakilan Desa (BPD) meliputi orang-orang yang terpilih mewakili berbagai
elemen berbeda dari tiap desa. BPD bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik
pada tingkat desa.
80
GERAKAN PAPUA MERDEKA
Dewan Papua Barat merupakan lembaga internasional yang memayungi berbagai
organisasi politik dan gerilya yang terlibat dalam perjuangan pembebasan Papua dari
Indonesia. Dewan ini dibentuk sebagai penerus Niew Guinea Raad (Dewan Papua Baru)
yang dibentuk 1 Desember 1961 dan didukung pemerintah Belanda.
Presidium Dewan Papua (PDP) adalah lembaga politik pro-independen yang dibentuk
Juni 2000, bertujuan untuk pencapaian Kemerdekaan. PDP adalah satu-satunya
organisasi yang dapat diterima secara luas sebagai wadah yang mewakili aspirasi rakyat
Papua. Setelah pembunuhan Ketua PDP, Theys Hiyo Eluay pada Desember 2001, Wakil
Ketua Tom Beanal yang juga kepala suku Amungme yang sangat dihormati masyarakat
dan juga anggota Dewan Komisaris PT. Freeport Indonesia, diangkat menjadi Ketua
PDP. Presidium Papua menghimpun dana dari berbagai organisasi masyarakat, organisasi
aktivis, dan perusahaan-perusahaan.
Panel Papua, terdiri atas 501-511 kursi, mewakili para individu dan pemimpin dari
berbagai suku, daerah, dan organisasi-organisasi masyarakat besar di Papua (termasuk
diantaranya kaum pendatang) yang menginginkan kemerdekaan. Panel ini mengadakan
pertemuan Mei 2000 untuk merumuskan Kongres Papua Kedua.
Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka (DEMMAK) yang dibentuk tahun 1999,
merupakan kelompok pro-kemerdekaan yang radikal. Didirikan di Wamena, DEMMAK
berkaitan erat dengan suku Dani, yaitu suku yang jumlahnya paling banyak dan paling
berpengaruh di daratan tinggi Papua. Pemimpin Lapangan DEMMAK adalah Benny
Wenda, sementara Sam Karoba adalah pendiri dan Pemimpin Internasional. Walaupun
pada umumnya DEMMAK mendukung PDP, dewan ini menuding PDP terlalu memihak
kepada pemerintah.
Masyarakat Adat Mamberamo-Tami (MAMTA), merupakan organisasi yang serupa
dengan DEMMAK, namun mewakili masyarakat suku-suku yang tinggal disepanjang
daerah Sungai Mamberamo dan Sungai Tami, termasuk Port Numbay. Tampaknya
MAMTA juga terkait dengan OPM/TPN.
Organisasi Papua Merdeka (OPM), terdiri dari unit-unit gerilya yang kecil, dan tidak
terkoordinasi secara luas, yang melakukan kampanye menentang pemerintahan Indonesia
sejak 1960an. Walaupun sejumlah pemimpin OPM tidak mengakui klaim PDP sebagai
wakil seluruh rakyat Papua, PDP menganggap OPM sebagai bagian dari Kongres Papua.
Walaupun OPM tidak memiliki struktur organisasi yang jelas, para pemimpinnya
umumnya punya keterikatan yang kuat dengan suku masing-masing. Sejumlah pemimpin
OPM hidup di pengasingan.
Tentara Papua Nasional (TPN) dan OPM dipandang sebagai satu kesatuan. Namun
belakangan TPN memisahkan diri dari OPM. TPN dibentuk ketika sejumlah kelompok
dalam OPM membentuk cabang militer yang berpusat di Papua. Saat ini TPN memiliki 9
komando daerah, yang pada umumnya independen dan otonom.
81
Dewan Revolusioner OPM merupakan organisasi politik pro-kemerdekaan yang
didirikan di Belanda tahun 1980an, berpusat di Madang, Papua New Guinea. Organisasi
ini sering mengadakan deklarasi umum namun tidak didukung sebagian besar masyarakat
Papua, baik yang berada di dalam maupun di luar Papua.
Pendukung kemerdekaan Papua di dunia Internasional biasanya menganut sudut
pandang yang radikal, termasuk menginginkan referendum untuk menentukan nasib
sendiri. Saat ini masih dilakukan usaha-usaha untuk mengatur kegiatan-kegiatan mereka,
melalui pembentukan Kelompok Solidaritas Papua. Pesertanya termasuk International
Action for West Papua, Oxford Papua Rights Campaign, TAPOL (Inggris), Cultural
Survival (A.S.) dan Australian West Papua Association.
MASYARAKAT SIPIL DI PAPUA
Dewan Adat Papua (DAP) yang baru saja dibentuk beranggotakan pemimpin-pemimpin
suku dan adat, berfungsi menentukan kebijakan yang akan dijalankan. Anggota DAP
adalah pihak-pihak berwenang, baik secara politis maupun moral, dalam masyarakat
Papua.
Pemimpin adat memiliki peran yang sangat penting dalam situasi politik dan sosial di
Papua. Pemimpin adat terdapat pada semua suku di Papua. Beberapa suku yang besar di
Papua adalah Biakan (Biak), Dani (Wamena dan sekitarnya), Sentani (Jayapura),
Amungme (Tembagapura), Marinir (Merauke), Ekari (Paniai), Moni (Paniai), Asmat
(Agats) dan Kamoro (Mimika). Suku-suku di wilayah tertentu cenderung mendukung
satu sama lain dalam politik tingkat propinsi walaupun mereka sering berkompetisi di
tingkat yang lebih rendah.
Gereja Katolik merupakan pemimpin gerakan dalam masyarakat Papua, dengan
menyediakan dukungan rohani dan pelayanan masyarakat lainnya yang penting. Gereja
Katolik Papua memiliki 4 keuskupan, dimana tiap keuskupan memiliki sebuah divisi
“Perdamaian dan Keadilan” yang membela kepentingan masyarakat. Keuskupan
Jayapura aktif dalam menangani konflik dengan membangun mekanisme dialog dan
pemantauan kondisi HAM. Pemimpin divisi Perdamaian dan Keadilan pada Keuskupan
Jayapura adalah Bruder Theo Van Der Broek.
Dialog Nasional Papua merupakan proses khusus yang meliputi dialog antar seluruh
komponen masyarakat untuk merumuskan kepentingan-kepentingan masyarakat Papua.
Dialog ini menjembatani jurang politik antara pemimpin pro-kemerdekaan dengan
masyarakat Papua yang ingin tetap terintegrasi dengan Indonesia. Dialog ini dikaitkan
dengan Dialog Nasional Rekonsiliasi, yang diselenggarakan Menko Polkam S.B.
Yudhoyono berdasarkan mandat Presiden Megawati.
Organisasi Non Pemerintah (Ornop) di Papua sangat beragam dan mencakup berbagai
bidang. Beberapa ornop yang besar diantaranya ELSHAM (Lembaga Studi Hak Asasi
Manusia) Papua yang dipimpin John Rumbiak dan John Bonay; WALHI-PAPUA &
YALI (Wahana Lingkungan Hidup Papua) yang dipimpin Robert Mandosir dan Denny
82
Yomaki; YPMD (Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa) yang dipimpin Deky
Rumaroepen; dan KKW (Kelompok Kerja Wanita) yang dipimpin Yusan Yeblo.
West Papuan Community (WestPaC) merupakan jaringan internasional beranggotakan
akademisi dan mahasiswa Papua, yang aktif melakukan menelitian dan seminar masalahmasalah politik di Papua. Akademisi dan kaum intelektual Papua merupakan pemimpin
dan contoh yang penting bagi masyarakat sipil. Termasuk diantaranya Benny Giay, Octo
Mote, Willy Mandowen, Barnabas Suebu, Feri Karet, dan Rektor Universitas
Cenderawasih (UNCEN) Frans Waspakrik.
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP Internasional) merupakan jaringan pro-kemerdekaan
yang kuat, dan mempunyai cabang sampai ke universitas-universitas diluar Papua.
Sebagian besar anggotanya juga merupakan anggota DEMMAK. AMP didirikan tahun
1998 oleh Forum Komunikasi Pemuda Papua di Jakarta, menanggapi terjadinya insiden
berdarah di Biak 6 Juli 1998. Tujuan utama organisasi ini adalah untuk menyuarakan
rakyat Papua ke dunia luar, dan menyampaikan pesan dari seluruh dunia ke masyarakat
Papua.
Grup 14 (Kelompok 14 Bintang) atau Partai Nasional Papua (PARNA) telah berdiri
sejak 1960an. Pemimpinnya yang terkenal, Dr. Thom Wainggai, menyatakan Papua
sebagai bagian dari Melanesia Besar tahun 1984. Ia ditangkap dan dipenjara selama 20
tahun di Jakarta, lalu meninggal karena keracunan makanan tahun 1996.
Dewan Melanesia dan Solidaritas Melanesia adalah dua organisasi yang saling terkait
dalam usaha mewujudkan negara pan-Melanesia.
Media massa Independen, termasuk diantaranya koran-koran daerah seperti
Cenderawasih Pos, Papua Pos, Tifa Papua dan Jubi. Koran-koran nasional yang relatif
bebas dari pengaruh pemerintah juga tersedia, seperti Kompas dan Suara Pembaruan.
Papuan Resource Center (PRC) yang berkedudukan di New York, merupakan
organisasi non-politis yang bertujuan memajukan kesejahteraan rakyat Papua di bidang
sosial, ekonomi, dan kebudayaan, dengan menyediakan kontak-kontak dari dunia
internasional kepada individu maupun organisasi di Papua. Dewan penasehat PRC terdiri
dari gereja, ornop, pemuka adat, pengajar dan pemerintah daerah.
FORERI (Forum for the Reconciliation of Irian Society) dibentuk tahun 1998 oleh
sejumlah pemimpin gereja, majelis-majelis tradisional, kelompok mahasiswa, kelompok
perempuan, dan ornop-ornop Papua. Forum ini bekerja sebagai mediator independen
yang tidak berafiliasi pada pihak manapun, dalam dialog antara pemerintah dengan para
wakil masyarakat Papua. Namun pemerintah Indonesia menganggap FORERI prokemerdekaan sehingga tidak diakui lagi.
Komite Khusus Rekonsiliasi merupakan landasan mediasi yang saat ini masih dalam
proses pembentukan. Komite ini menyertakan rakyat Papua dari berbagai agama
(misalnya Protestan, Katolik dan Islam), juga suku asli Papua dan kaum pendatang.
83
Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dibentuk
Maret 1998 oleh sejumlah organisasi pro-demokrasi, termasuk diantaranya Komisi
Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan para mahasiswa yang tergabung
dalam Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Kontras dibentuk untuk menyoroti kasus
orang-orang hilang dan kesewenang-wenangan di Papua.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengelola cabang Bantuan
Hukum di Papua. Divisi Bantuan Hukum ini membela hak-hak sipil dan menyediakan
bantuan hukum dengan maksud mengurangi kesenjangan sosial, budaya, dan politik.
Lembaga ini erat bekerja sama dengan kelompok-kelompok pekerja, termasuk petani,
nelayan, dan rakyat miskin.
MILISI NON-PAPUA
Laskar Jihad merupakan kelompok milisi fundamentalis Islam yang sangat anti-Barat.
Agenda pro-nasionalisnya yang radikal membedakannya dengan organisasi-organisasi
fundamentalis Islam lainnya, seperti Jemaah Islamiyah. Pasukan Laskar Jihad terlibat
dalam sejumlah kekerasan di Maluku dan Sulawesi. Laskar Jihad bertambah aktif di
Papua, dengan berdirinya basis-basis operasi di Jayapura, Fak Fak, Sorong, Timika,
Nabire dan Manokwari. Di Sorong, Laskar Jihad mendirikan kantor bernama Forum
Komunikasi Ahlu Sunnah Wal Jamaah (FKAS),67 yang giat menyiarkan dakwah. Di luar
anggapan bahwa Laskar Jihad telah dibubarkan setelah peristiwa pemboman Bali,
terdapat berbagai bukti berlangsungnya kegiatan-kegiatan Laskar Jihad.
Pemuda Pancasila (PP) dituduh terlibat dalam bisnis-bisnis ilegal (seperti narkoba,
prostitusi, dan pemerasan) di seluruh Indonesia. PP juga dikaitkan dengan kejahatan dna
kekejaman di Timor Timur tahun 1999. Walaupun kekuatan dan jumlah anggota PP kian
berkurang, organisasi ini tetap bertahan di Papua.
Barisan Merah Putih (BMP), merupakan milisi nasionalis yang cukup bergengsi di
Papua. Walaupun jumlah anggotanya berkurang, BMP masih bisa menghidupkan
kembali kegiatan-kegiatan mereka ketika konflik meningkat di Papua. Walaupun
kelihatannya sekuler, milisi ini dianggap punya keterikatan yang cukup dekat dengan
Laskar Jihad.
SEKTOR SWASTA
PT Pertamina adalah perusahaan energi milik negara. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
Pertamina termasuk eksplorasi, produksi, pemrosesan, penyaringan, transportasi dan
pemasaran produksi-produksi minyak dan gas bumi. Pertamina bekerja dengan sejumlah
kontraktor asing untuk menggarap sumber-sumber minyak di Indonesia. Mekanisme bagi
perusahaan asing untuk beroperasi di Indonesia dijalankan melalui adanya kontrak dan
perjanjian produksi-bagi. Perusahaan multinasional yang ingin memasuki sektor minyak
dan gas di Indonesia harus memiliki ijin eksplorasi minyak dari Pertamina, dan
67
Barber, Paul. Laskar Jihad and Militia Forces in West Papua. Letter to Mike O’Brien MP. (WPA-UK:
19 Juli 2002).
84
melakukan kontrak produksi-bagi dengan badan penyelenggara yaitu Badan Pelaksanaan
Migas.
Perusahaan-perusahaan Indonesia yang mempunyai operasi yang besar di Papua
antara lain:
-
PT Jayanti Group (produk perikanan dan kayu), anak perusahaan Jayanti Group
yang berpusat di India;
PT Prabu Alaska (perikanan);
PT Bukaka Sinetel International (telekomunikasi);
PT Korindo (produk kayu);
PT Sugino Sari Lestari (perikanan);
PT Arfak Indra;
PT Intergalaksi;
PT Lestari Aneka Sosia Wana;
PT Barito Pacific Timber Company (perusahaan ekspor plywood dan hardwood
terbesar di dunia);
PT Porodisa Group (kehutanan);
PT Kayu Lapis Indonesia Group (kehutanan);
PT Mutiara Group (kehutanan);
PT You Lim Sari (kehutanan), dan
PT Astra (kehutanan).
Selain itu, kontraktor-kontraktor utama PT Freeport Indonesia antara lain:
-
Al Latief Corporation (perusahaan pelayanan);
Pangansari (perusahaan pelayanan);
Airfast (transportasi udara); dan
Trakindo (traktor-traktor Caterpillar).
85
LAMPIRAN C: PEMERINTAH INDONESIA
Presiden
Diah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri
Wakil Presiden
Hamzah Haz
Menteri-Menteri Koordinator
Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial dan Keamanan, Susilo Bambang
Yudhoyono
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Dr. Jusuf Kalla
Menteri-Menteri
Menteri Dalam Negeri, Hari Sabarno MBA, MM
Menteri Luar Negeri, Dr. Nur Hassan Wirajuda SH, LLM
Menteri Pertahanan, H. Matori Abdul Djalil
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH,
MSc.
Menteri Keuangan, Dr. Boediono
Menteri Energi dan Pertambangan, Dr. Ir, Purnomo Yusgiantoro, MA, MSc.
Menteri Industri dan Perdagangan, Rini M.S. Suwandi
Menteri Pertanian, Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih
Menteri Kehutanan, Dr. Ir. M. Prakosa, Ph.D
Menteri Transportasi, Agum Gumelar
Menteri Kelautan dan Perikanan, Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jacob Nuwa Wea
Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Dr. Ir. Sunarno, Dipl. HE.
Menteri Kesehatan, Dr. Achmad Sujudi, MPH
Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Abdul Malik Fadjar, MSc.
Menteri Sosial, H. Bachtiar Chamsyah, SE.
Menteri Agama, Prof. Dr. Said Aqiel Munawar
Menteri-Menteri Negara
Menteri Negara Urusan Percepatan Pembangunan Kawasan Timur, Dr. Manuel
Kaisiepo
Jaksa Agung, Muhammad Abdul Rachman, SH
Kepala Badan Intelijen Nasional, A.M. Hendropriyono
Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jend. Endriartono Sutarto
Sekretaris Militer Presiden, Brigjen TNI Hasanuddin
Sekretaris Presiden, Kemal Munawar, SH
BADAN LEGISLATIF (DPR, MPR)
86
Reformasi pasca-Orde Baru ditandai dengan menguatnya sistem legislatif. Amandemen
baru Undang-Undang Dasar 1945 telah meningkatkan kinerja Majelis Perwakilan Rakyat
(MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta menemukan beberapa
penyelewengan kekuasan di lembaga eksekutif. Kewenangan-kewenangan tambahan
yang diberikan kepada Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Mahkamah Agung
ditujukan untuk memisahkan dengan jelas kekuasaan badan-badan legislatif, eksekutif
dan yudikatif. Amendemen lainnya membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden
menjadi 2 periode 5 tahun. Pengangkatan posisi-posisi penting, seperti kepala Angkatan
Bersenjata, gubernur Bank Indonesia, ketua dan anggota Mahkamah Agung, serta ketua
dan anggota BPK hanya bisa dilakukan dengan persetujuan DPR.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Jumlah keseluruhan anggota DPR yang dilantik adalah 500 orang, 38 kursi diantaranya
ditujukan untuk TNI dan POLRI. Tugas utama DPR adalah mempersiapkan anggaran
negara; melaksanakan undang-undang; dan mengawasi jalannya pemerintahan. Akbar
tanjung (Golkar) adalah Ketua DPR.
Badan-badan DPR
Badan Permusyawaratan yang dipimpin oleh Kelompok Pimpinan DPR mewakili DPR
dalam kegiatan sehari-hari selama dan diantara sidang, menetapkan agenda legislatif, dan
mengkoordinir kegiatan-kegiatan badan dan komisi DPR.
Badan-badan DPR lainnya termasuk Komisi Anggara, Badan Urusan Rumah Tangga
(BURT), Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Organisasi Inter-Parlemen (IPO)
dan Organisasi Inter-Parlemen ASEAN (AIPO).
Komisi-komisi DPR mewakili DPR dalam rapat kerja dengan pemerintah (misalnya
dengan menteri-menteri terkait), dengar pendapat dengan para dirjen, atau dengan badanbadan pemerintah. Komisi juga menjadi penghubung dengan masyarakat bisnis, dan
dirjen-dirjen BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan BUMD (Badan Usaha Milik
Daerah).
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Terdiri atas 700 anggota, yang terbagi atas 500 anggota DPR, 135 utusan daerah, dan 65
wakil golongan. Dalam menjalankan tugasnya MPR dibantu oleh (a) badan pengurus, (b)
komite ad hoc, (c) komisi. Diketuai oleh Prof. Dr. Amien Rais, MA (PAN, Fraksi
Reformasi), MPR memberikan mandat untuk:
- Memberlakukan Garis Besar Haluan Negara (GBHN);
- Mengangkat/memberhentikan presiden; dan
- Menambah/membuat amandemen UUD1954.
Pemerintah Daerah
Tugas utama pemerintah tingkat propinsi adalah membangun sumber daya manusia,
prasarana dan ekonomi, serta menyelenggarakan pelayanan sosial.
87
Wewenang Pemerintah Daerah
Gubernur propinsi mengepalai lembaga eksekutif tingkat propinsi dan mengkoordinir
bantuan kemanusiaan lewat Badan Koordinasi Nasional (Bakornas). Dalam UndangUndang Otonomi Khusus, para gubernur propinsi dilantik oleh DPRD tapi bertanggung
jawab bukan hanya ke anggota legislatif atau orang-orang propinsi, melainkan juga ke
Pemerintah Pusat di Jakarta. Jadi, gubernur adalah penghubung Pemerintah Pusat dengan
kabupaten-kabupaten. Sejumlah usaha baru-baru ini dilakukan oleh badan legislatif pusat
untuk memberdayakan gubernur, dengan cara memberikan wewenang lebih luas di
kabupaten.
Departemen Pemerintah Tingkat Propinsi
Departemen yang penting bagi pemerintah tingkat propinsi meliputi:
Dinas Kesejahteraan Sosial;
Dinas Perhubungan;
Dinas Perdagangan dan Industri;
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA);
Badan Promosi Investasi Daerah;
Pusat Pelatihan Kerja;
Dinas Pertanian; dan
Biro Tata Pemerintahan.
Bupati
Pembagian kekuasaan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus menggaris bawahi
pentingnya peran bupati, kepala sebuah kabupaten. Karena sebagian besar bupati
berhubungan dengan komando militer daerah, mereka sering mendapat bantuan dari
militer setempat. Bupati dilantik oleh DPRD.
88
LAMPIRAN D: SEKTOR KEAMANAN INDONESIA
Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki dwifungsi. TNI tidak hanya bertanggung
jawab terhadap keamanan eksternal, mempertahankan ketertiban sipil, dan melindungi
integritas teritorial negara, tapi sejak 1950an turut berperan dalam pembangunan sosial
dan ekonomi. Pemerintah Pusat hanya memberikan 25-30 persen anggaran TNI, sehingga
TNI harus menghimpun dana selebihnya melalui sejumlah kegiatan komersil, baik legal
maupun ilegal. Walaupun TNI mencakup Angkatan Laut dan Angkatan Udara, angkatan
yang paling berpengaruh adalah Angkatan Darat, yang mempunyai divisi-divisi sebagai
berikut:
-
KOTAMA (Komando Pasukan Utama)
-
KOPASSUS (Komando Pasukan Khusus)
-
KOSTRAD (Komando Strategi Angkatan Darat), biasanya ditempatkan di
daerah-daerah konflik. KOSTRAD terdiri dari dua pasukan infanteri, masingmasing terdiri atas brigade-brigade infanteri. Batalion dengan jumlah sekitar 650
orang memberntuk unit-unit operasi dan tempur.
-
KODAM (Komando Daerah Militer), yaitu struktur komando daerah yang
beroperasi di setiap propinsi. Pimpinan KODAM disebut Pangdam (Panglima
KODAM), dan pimpinan di tingkat kabupaten disebut Dandim (Komandan
Distrik Militer). Personil KODAM meliputi sebagian besar anggota TNI. Menurut
sejarah KODAM telah menjadi tulang punggung doktrin dwifungsi ABRI.
-
TRIKORA, merupakan KODAM Papua.
-
SISKAMLING (Sistem Keamanan Lingkungan), yang berdiri di setiap desa,
bukan merupakan bagian dari TNI. Walaupun anggotanya warga sipil, kepala
Siskamling umumnya adalah Babinsa (Bintara Pembina Desa), yaitu prajurit
tingkat sersan yang tinggal di desa tersebut, dan bertindak sebagai penghubung
dengan TNI.
Polisi, bertugas antara lain menjaga keamanan internal, menjaga perdamaian, dan
menegakkan hukum. Pada bulan April 1999, fungsi serta anggaran militer dan kepolisian
dipisahkan. Penerapan otonomi daerah umumnya mengalokasikan anggaran tambahan
dan kewajiban-kewajiban teknis kepada polisi. Di Papua, kepolisian merekrut lebih
banyak warga setempat sehingga meningkatkan kepercayaan dan rasa hormat
masyarakat, dibandingkan dengan TNI. Divisi-divisi kepolisian terdiri atas:
-
POLRI (Polisi Republik Indonesia), yang berpusat di Jakarta, merupakan
lembaga yang memberikan komando ke seluruh pasukan polisi di seluruh
Indonesia.
89
-
POLDA (Polisi Daerah), berada di tingkat propinsi. POLDA berpusat di ibu kota
masing-masing propinsi, berfungsi mengendalikan serta mengkoordinasikan
pasukan polisi di tingkat propinsi. Kepala Polda disebut Kapolda, yang ditunjuk
oleh Polri.
-
POLSEK (Polisi Sektor), yang berkedudukan di tiap ibukota kabupaten
mengendalikan pasukan-pasukan di tingkat kabupaten.
-
GEGANA adalah pasukan khusus kepolisian. Baik POLRI maupun POLDA
mempunyai pasukan-pasukan khusus.
-
BRIMOB merupakan Brigade Mobil. Baik POLRI maupun POLDA mempunyai
unit-unit Brigade Mobil.
Unit-unit intelijen terdapat pada setiap divisi TNI dan kepolisian. Selain anggota
yang melakukan penyamaran, jaringan intelijen meliputi sejumlah besar informan sipil
(misalnya supir taksi atau pegawai hotel).
90
LAMPIRAN E: DAFTAR SINGKATAN
ADB
APEC
AS
ASEAN
AusAID
BCPR
BPD
BPK
BPMIGAS
BPPN
BRIMOB
BUMN
CFR
CGI
CIDA
CPA
CSIS
CSSP
DAG
DAP
DEMMAK
DFID
DPD
DPR
DPRD
E-IMET
EC
EITI
ELSHAM
EU
FBI
FDI
GEGANA
GKI/GKII
GOLKAR
GTZ
HAM
HIV/AIDS
HSBC
(Asian Development Bank), Bank Pembangunan Asia
(Asia-Pacific Economic Cooperation)
Amerika Serikat
(Association of Southeast Asian Nations)
(Australian Agency for International Development)
(Bureau for Crisis Prevention and Recovery), UNDP
Badan Perwakilan Desa
Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pelaksana Migas
Badan Penyehatan Perbankan Nasional
Brigade Mobil, Kepolisian
Badan Usaha Milik Negara
(Council on Foreign Relations) Badan untuk Hubungen Luar Negri
(Consultative Group on Indonesia, World Bank), Kelompok
Konsultasi untuk Indonesia
(Canadian International Development Agency)
(Center for Preventive Action, CFR), Pusat Kegiatan Pencegahan
Konflik
(Center for Strategic and International Studies)
(Civil Society Strengthening Program), USAID
(Donor Affinity Group)
Dewan Adat Papua
Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka
(Departement for International Development)
Dewan Pimpinan Daerah
Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilah Rakyat Daerah
(Expanded International Military Education and Training Program)
(European Commission), Komisi Eropa
(Extractive Industries Transparency Inititives)
Lembaga Studi dan Hak Asasi Manusia
(European Union), Uni Eropa
(Federal Bureau of Investigation)
(Foreign Direct Investment)
Pasukan Khusus, Kepolisian
Gereja Kristen Indonesia/Gereja Kristen Injil Indonesia
Golongan Karya
(Deutsche Gesselschaft fur Technische Zussammenarbeit
GmbH/German Agency for Technical Cooperation)
Hak Asasi Manusia
(Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency
Syndrome)
(Hongkong Shanghai Banking Corporation)
91
ICITAP
ICRC
ICTJ
IFI
IMET
IMF
INPEX
INPRES
JAPEX
JBIC
JEXIM
JICA
KfW
KNOC
KODAM
Komnas HAM
KONTRAS
KOPASSUS
KOSTRAD
LEMHANAS
LNG
MAMTA
MNC
MoU
MPR
MRP
NGO
NZAID
OCPR
ODA
OECF
OFDA
OPM
ORNOP
OSI
PBB
PDP
PERFORM
PMG
PNG
POLDA
POLRI
PRC
PRIO
(International Criminal Investigative Training and Assistance
Program)
(International Committee of the Red Cross), Komite Palang Merah
Internasional
(International Center for Transnational Justice)
(International Finance Institution)
(International Military Education and Training Program)
(International Monetary Fund), Lembaga Dana Moneter
Internasional
Perusahaan INPEX
Instruksi Presiden
(Japan Petroleum Exploration, Co. Ltd.)
(Japan Bank for International Cooperation)
(Japan Export-Import Bank)
(Japan International Cooperation Agency)
(Kreditanstalt fur Wiederaufbau/German Bank for Reconstruction
and Development)
(Korea National Oil Company)
Komando Daerah Militer
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan
Komando Pasukan Khusus
Komando Strategi Angkatan Darat
Lembaga Ketahanan Nasional
(Liquified Natural Gas)
Masyarakat Adat Mamberamo-Tami
(Multinational Corporation)
(Memorandum of Understanding)
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Majelis Rakyat Papua
(Nongovernmental Organization), Organisasi Non Pemerintah
(New Zealand Agency for International Development)
(Office of Conflict Prevention and Response, USAID)
(Official Development Assistance)
(Overseas Economic Cooperation Fund, Jepang)
(Office of Foreign Disaster Assistance, USAID)
Organisasi Papua Merdeka
Organisasi Non Pemerintah
(Open Society Institute)
Persatuan Bangsa-Bangsa
Presidium Dewan Papua
(Performance-Oriented Management Program, USAID)
(Papua Monitoring Group), Badan Permantauan Papua
Papua New Guinea
Kepolisian Daerah
Kepolisian Republik Indonesia
(Papua Resource Center)
(Peace Research Institute of Oslo)
92
RRI
SD
SIDA
SMA
SMP
TNI
TPN
TRIKORA
U.K.
U.N.
UNCEN
UNDAF
UNDP
UNESCO
UNFPA
UNICEF
UNIFEM
U.S.
USAID
WHO
WWF
YLBHI
Radio Republik Indonesia
Sekolah Dasar
(Swedish International Development Agency)
Sekolah Menengah Atas
Sekolah Menengah Pertama
Tentara Nasional Indonesia
Tentara Papua Nasional
Tri-Tuntutan Rakyat
(United Kingdom, Inggris)
(United Nations, Persatuan Bangsa-bangsa)
Universitas Cenderawasih
(United Nations Development Assistance Framework)
(United Nations Development Programme), Program
Pembangunan PBB
(United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization)
(United Nations Population Fund)
(United Nations Children’s Fund)
(United Nations Development Fund for Women)
(United States), Amerika Serikat
(United States Agency for International Development)
(World Health Organization)
(World Wildlife Fund)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
93
PERNYATAAN MISI
CENTER FOR PREVENTIVE ACTION (CPA)
Berakhirnya Perang Dingin meruntuhkan kerajaan-kerajaan dunia dan menyebabkan
kemungkinan terjadinya berbagai konflik etnis dan masyarakat. Selain itu peristiwa ini
juga dapat menyurutkan persaingan antara kekuasan-kekuasan yang besar, sehingga dapat
mengakibatkan konflik-konflik berdarah di berbagai daerah. Center for Preventive Action
(CPA) yang dibentuk Council on Foreign Relations (CFR) tahun 1994 bertujuan
membantu membalik kemungkinan-kemungkinan tersebut menjadi kenyataan dengan
menyatukan pihak-pihak terkait yang tidak menginginkan konflik, sekaligus menawarkan
strategi-strategi praktis ke arah perdamaian.
Dalam dekade terakhir, tugas ini terbukti hanya bertahan sampai pada tahap
keinginan. Kegagalan dalam mencegah peristiwa-peristiwa berdarah seperti di Rwanda,
Bosnia, dan Timor Timur di masa mendatang akan menjadi suatu kekalahan bagi
semangat kemanusiaan. Walaupun demikian langkah-langkah ini tidak bisa begitu saja
diambil sehingga lalu bisa dipastikan kegagalannya. Kegagalan mencegah peristiwaperistiwa mengerikan tersebut akan menambah masalah-masalah lain: pengungsi,
kelaparan, penyakit, ketidakstabilan politik, dan menurunnya rasa hormat kepada
pemerintah, yang telah merusak hubungan antarbangsa serta kehidupan masyarakat di
daerah konflik.
Berikut adalah langkah-langkah yang akan dilakukan CPA, yang dipercaya dapat
mencegah konflik mematikan yang disebabkan pertikaian etnis:
Pertama, kami akan menyeleksi secara seksama negara-negara atau daerah-daerah di
mana konflik dapat dicegah, baik sebelum pembunuhan meningkat maupun sebelum
insiden pecah. Conflict Assessment Forum yang didirikan CPA akan mengacu pada hasil
analisa sejumlah organisasi, untuk melihat di negara atau daerah manakah programprogram CPA dapat diterapkan. Kami tidak bermaksud membuang-buang waktu dengan
mengerjakan kembali penelitian yang telah menjabarkan pokok-pokok masalah dan
prospeknya. Perhatian kami akan terpusat pada mencari persetujuan di tempat-tempat
dimana program CPA bisa terpakai.
Kedua, kami akan membentuk komisi independen yang terdiri atas anggota-anggota
CFR dan para ahli yang memahami peranan dan pandangan pihak-pihak yang terkait:
pemerintah, organisasi-organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, dan
perusahaan bisnis, dalam situasi konflik tertentu. Komisi ini akan menyusun strategistrategi yang diperlukan (rekomendasi yang tepat disertai dengan imbalan dan hukuman
yang nyata) yang dapat mendorong para pemimpin faksi-faksi yang bertikai untuk
melihat adanya kepentingan-kepentingan baru, yang akhirnya dapat membuat mereka
mengambil cara damai dalam menyelesaikan pertikaian.
94
Ketiga, kami akan mengikuti setiap rekomendasi yang diberikan oleh komisi secara
menyeluruh: mengadakan dengar-pendapat di tingkat legislatif, menulis opini dan
editorial, menyatukan para pemimpin daerah dan pihak-pihak terkait dalam pertemuan
yang bersifat pribadi, dan lain sebagainya. Kuncinya adalah ketekunan, juga kegigihan
usaha dalam meyakinkan pihak-pihak terkait bahwa proses ini akan berhasil—bahwa
strategi yang ditawarkan CPA atau rekomendasi yang diberikan akan dapat dilaksanakan
oleh para aktor tadi.
Rencana-rencana tersebut, walaupun kelihatannya menjanjikan, akan menjadi tidak
berguna kecuali jika CPA dapat memperbaiki pandangan dan penerimaan masyarakat,
juga pemerintah, mengenai pencegahan konflik. Kami akan senantiasa meyakinkan para
pemimpin dan masyarakat A.S. bahwa pencegahan bisa menjadi alat kebijakan luar
negeri yang efektif dan sukses. Ini berarti perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, baik
sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain, mengenai peranan militer A.S. dan
hubungannya dengan badan-badan pemerintah lainnya, organisasi non pemerintah serta
organisasi internasional lainnya. Selain itu diperlukan adanya sejumlah pembicaraan
dengan anggota Kongres untuk menjawab pertanyaan mengenai komitmen yang harus
dijalankan serta biaya yang dibutuhkan. Ini berarti memperkuat organisasi-organisasi
internasional, menunjukkan bahwa dunia bisnis dan keuangan mempunyai perhatian
terhadap perdamaian, dan bahwa mereka bisa berperan aktif dalam usaha-usaha
pencegahan konflik.
95
KOMITE PENASEHAT CPA
JOHN W. VESSEY JR.
(Purn.) Jenderal, A.S.; Ketua
MORTON I. ABRAMOWITZ
The Century Foundation
PATRICK M. BYRNE
Overstock.com
ANTONIA HANDLER CHAYES
Conflict Management Group
LESLIE H. GELB
Council on Foreign Relations
JOACHIM GFOELLER JR.
GMG Capital Partners, LP
DAVID A. HAMBURG
Cornell University Medical
College
JOHN G. HEIMANN
Financial Stability Institute
GEORGE A. JOULWAN
(Purn.) Jenderal, A.S.; One
Team, Inc.
REYNOLD LEVY
Lincoln Center for the
Performing Arts
JANE HOLL LUTE
United Nations Foundation
VINCENT A. MAI
AEA Investors Inc.
MARGARET FARRIS MUDD
Financial Services Volunteer
Corps
KENNETH ROTH
Human Rights Watch
BARNETT R. RUBIN
New York University
JULIA VADALA TAFT
United Nations Development
Programme
STROBE TALBOTT
Brookings Institution
ROBERT G. WILMERS
Manufacturers & Traders Trust
Co.
96
Download