KEPUASAN HIDUP PADA DUDA/JANDA LANJUT USIA YANG TIDAK TINGGAL BERSAMA ANGGOTA KELUARGA Oleh ROSIE CHRISTYA MARTHA 802009059 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA SALATIGA 2015 PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Rosie Christya Martha Nim : 802009059 Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir Demi pengemban Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak bebas non-ekslusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya yang berjudul: KEPUASAN HIDUP PADA DUDA/JANDA LANJUT USIA YANG TIDAK TINGGAL BERSAMA ANGGOTA KELUARGA Dengan hak bebas royalty non-ekslusive ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia atau mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk Pangkalan Data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama sebagai penulis/pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Salatiga Pada Tanggal: 24 November 2015 Yang menyatakan, Rosie Christya Martha Mengetahui, Pembimbing Utama Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS Pembimbing Pendamping Ratriana Y. E. Kusumiati, M.Si., Psi PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Rosie Christya Martha Nim : 802009059 Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul: KEPUASAN HIDUP PADA DUDA/JANDA LANJUT USIA YANG TIDAK TINGGAL BERSAMA ANGGOTA KELUARGA Yang dibimbing oleh: 1. Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS 2. Ratriana Y. E. Kusumiati, M.Si., Psi Adalah benar karya saya. Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan, gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya. Salatiga, 24 November 2015 Yang memberi pernyataan Rosie Christya Martha LEMBAR PENGESAHAN KEPUASAN HIDUP PADA DUDA/JANDA LANJUT USIA YANG TIDAK TINGGAL BERSAMA ANGGOTA KELUARGA Oleh : Rosie Christya Martha 802009059 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Disetujui pada tanggal 24 November 2015 oleh : Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS Ratriana Y. E. Kusumiati, M.Si., Psi Diketahui oleh, Disahkan oleh, Kaprogdi Dekan Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA. FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA SALATIGA 2015 KEPUASAN HIDUP PADA DUDA/JANDA LANJUT USIA YANG TIDAK TINGGAL BERSAMA ANGGOTA KELUARGA Rosie Christya Martha Christiana Hari Soetjiningsih Ratriana Y.E. Kusumiati Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA SALATIGA 2015 Abstrak Menurut Neugarten, kepuasan hidup adalah kondisi seseorang yang senang melakukan aktivitas sehari-hari, menganggap hidupnya mempunyai arti, merasa telah meraih tujuan hidup yang diinginkan, mempunyai pandangan yang positif dan suasana hati yang bahagia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai kepuasan hidup pada seorang duda/janda lanjut usia yang tidak tinggal bersama anggota keluarganya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengambilan data melalui observasi dan wawancara. Partisipan dalam penelitian ini adalah dua orang lanjut usia yang berstatus janda yang tidak tinggal bersama anggota keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan hidup pada lanjut usia janda/duda yang tidak tinggal bersama anggota keluarganya dapat dicapai dengan melakukan komunikasi yang baik serta adanya dukungan dari keluarga. Selain itu banyaknya aktivitas dan hubungan sosial dengan orang lain serta tingkat religiusitas yang tinggi akan membuat lanjut usia mencapai kepuasan hidupnya dengan baik. Kata kunci : kepuasan hidup, lanjut usia Abstract According to Neurtagen, life satisfaction would be achieved when people were not only willing to do their daily activities happily, or thinking that their life are worthy for other, or having positive prespective on their own life, but also delighted while doing their daily life. This research was aimed to dig more about life satisfaction toward widows who do not live by their relatives. By qualitative methods, this research took the data by using interviews and observations. The participants of the research were two old widows who living alone. As the conclusion, the life satisfaction of widows who do not live by their relatives are achieved by well-build communication between them to other, and their family supports. Moreover, the number of activities and social relationships hold an important rule in achieving their life satisfaction. In addition, the high spiritual level would make the life satisfaction of the elder are easier to be achieved. Keyword : life satisfaction, eldery 1 PENDAHULUAN Lansia identik dengan istilah penuaan, penuaan didefinisikan sebagai proses dimana selama periode waktu tertentu mengalami masa tua, biasanya berusia 65 tahun atau lebih (Wan, Yu, & Kolanowski, 2008). Sedangkan menurut Hurlock (dalam Natalia, 2007) mengemukakan bahwa tahap terakhir dalam kehidupan manusia sering dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia enam puluh tahun sampai tujuh puluh tahun, dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh puluh tahun sampai akhir kehidupan seseorang . Menurut Hardywinoto dan Setyabudhi (1999) permasalahan- permasalahan yang sering muncul pada usia lanjut secara umum karena pertama , berlangsungnya proses menjadi tua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penurunan peran sosialnya dan menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain. Kedua, berkurangnya integrasi sosial orang lanjut usia, akibat produktivitas dan kegiatan usia lanjut menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Ketiga, rendahnya produktivitas orang lanjut usia dibanding tenaga kerja muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka tidak bisa mengisi lowongan kerja yang ada dan terpaksa menganggur. Keempat, berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat individualis, sehingga sekarang orang lanjut usia kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar. Disamping itu terjadi pergeseran nilai budaya tradisional, dimana norma yang dianut bahwa orangtua merupakan bagian dari kehidupan keluarga yang tidak dapat dipisahkan dan didasarkan kepada suatu ikatan kekerabatan yang kuat.Sehingga seorang 2 anak mempunyai kewajiban untuk mengurus orangtuanya. Kelima, adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi, dan urbanisasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik orang lanjut usia. Perubahan kondisi itulah yang akhirnya menuntut orang lanjut usia untuk beradaptasi untuk dapat mencapai kepuasan dalam hidup. Orang lanjut usia harus mampu menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya secara baik. Menurut Havighurst dan Duvall (dalam Hardywinoto, 1999) tujuh jenis tugas perkembangan (developmental tasks) selama hidup yang harus dilaksanakan oleh lanjut usia yaitu, penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis, penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan, menemukan makna kehidupan, mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menemukan kepuasan hidup berkeluarga, penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia serta menerima dirinya sebagai seorang lanjut usia. Menurut Neugarten (dalam Hartati, 1991) kepuasan hidup adalah individu yang senang melakukan aktivitas sehari- hari, menganggap hidupnya mempunyai arti, merasa telah meraih tujuan yang diinginkan, mempunyai pandangan yang positif dan suasana hati yang bahagia. Manusia dikatakan sukses dalam kehidupnya apabila telah mencapai kepuasan hidup. Kepuasan hidup didefinisikan sebagai sikap yang memiliki keuntungan terhadap kehidupan seseorang secara keseluruhan (Muzamil Jan & Tasia Masood, 2008). Kepuasan hidup adalah situasi atau konsekuensi yang diperoleh melalui perbandingan antara harapan seseorang (apa yang diinginkan) dengan apapun yang diperoleh (Huzurevinde, Ortaminda, & Yasam, 2004). Sementara Schultz (dalam Imam & Purwadi, 2006) menyatakan bahwa kepuasan hidup merupakan suatu gambaran yang menyeluruh tentang kehidupan secara umum, atau dengan kata lain merupakan kepuasan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan seseorang. Begitu pula pada usia 3 lanjut, seorang lanjut usia yang dikatakan sukses adalah mereka yang dapat mencapai kepuasan hidup (Saul dalam Natalia, 2007). Menurut Rapkin dan Fischer (dalam Natalia, 2007), kepuasan hidup orang lanjut usia pada dasarnya adalah penyesuaian diri terhadap berbagai kehilangan seperti kehilangan pekerjaan karena pensiun, kehilangan pasangan hidup, kehilangan kemampuan baik yang bersifat fisik maupun mental dan juga penyesuaian diri terhadap peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan stress. Santrock (1995) menyatakan bahwa kepuasan hidup (life satisfaction) adalah kesejahteraan psikologis secara umum atau kepuasan terhadap kehidupan secara keseluruhan. Kepuasan hidup digunakan secara luas sebagai indeks kesejahteraan psikologis pada orang-orang dewasa lanjut. Misalnya, apabila mereka diabaikan oleh keluarganya yang sudah beranjak dewasa.Seperti banyak kasus yang diamati oleh peneliti yang terjadi di masyarakat ketika seorang lanjut usia tinggal ditempat yang jauh dari anak-anaknya. Kedekatan hubungan orang tua dan anak memungkinkan munculnya sindrom sarang hampa pada diri orang tua ketika anak - anak meninggalkan rumah, karena orang tua merasa rumah menjadi sepi ditinggalkan oleh anak – anak, dan para orang tua menjadi mudah dirambah oleh perasaan kesepian (Rosen et al., 2000). Terkadang mereka jarang berkunjung untuk menjenguk orangtua mereka karena berbagai alasan misalnya saja terlalu sibuk dengan pekerjaan, alasan ekonomi yang sama-sama kekurangan dan bahkan askes menuju tempatnya sangat sulit atau terlalu jauh. Hal tersebut sama dengan seorang lanjut usia yang peneliti jumpai, beliau bernama S (71) beliau seorang janda dan sudah lama tinggal jauh dengan kedua anaknya. Anakanaknyapun jarang menjenguk beliau karena tempat tinggal beliau jauh. Beliau terlihat sendiri meskipun ada sanak keluarga yang masih sering membantu beliau dirumah. 4 Dalam penelitian sebelumnya menurut Coles (dalam Gunarsa, 2011), studi tentang keluarga dibeberapa budaya yang berbeda diperoleh gambaran bahwa kepergian anak meninggalkan orang tuanya untuk mencari nafkah ditempat lain dan hidup terpisah dari orang tua dapat menimbulkan perasaan terancam pada diri orang tua karena mereka merasa kehilangan kendali atas diri anak-anak mereka dan status mereka sebagai orang tua menjadi terancam. Sebagai contoh pada suatu study di Turki, Coles (dalam Gunarsa, 2011) memperoleh gambaran bahwa para orang tua cenderung mengharapkan anakanak mereka kelak dapat membaktikan diri mereka bagi orang tuanya, menantu mereka kelak dapat membantu ibu mertuanya, dan secara umum anak-anak serta para menantu diharapkan dapat turut menunjang kesejahteraan hidup para orang tua mereka, termasuk memberikan bantuan dukungan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Dari kasus yang terjadi diatas dapat diketahui bahwa yang menjadi permasalahan adalah adanya kesenjangan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang ada. Bagaimana kepuasan seorang lanjut usia yang tinggal sendiri dan tidak tinggal bersama anggota keluarga yang berstatus janda/duda? Adapun orang yang selalu dekat dengan lansia adalah keluarga. Ferarro & Su (dalam Hulya Oztop, et al 2009) menyatakan bahwa saling mendukung antara orang tua dan anaknya yang telah dewasa adalah penting untuk memberi kepuasan hidup pada setiap individu lansia. Apabila mereka dapat memahami makna dan tujuan hidup, mereka akan menyelesaikan tugas perkembangannya dengan baik sehingga dapat mencapai kepuasan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam bagaimana kepuasan hidup duda/janda lanjut usia yang tidak tinggal bersama anggota keluarga. 5 Aspek- aspek Kepuasan Hidup pada Orang Usia Lanjut Menurut Neugarten,et.al (dalam Yeniar, 2012) kepuasan hidup adalah suatu kondisi yang mencangkup 5 komponen sebagai berikut : a. Kesenangan terhadap kehidupan sehari-hari Seseorang sangat menikmati dan melakukan kegiatan sehari - hari dengan sangat sukacita. b. Menghargai hidup sebagai sesuatu yang berarti dan bertanggung jawab atas apa yang terjadi dalam kehidupannya. Seseorang mengisi hidupnya dengan kegiatan kegiatan yang berguna dan tidak menyesali terhadap apa yang telah terjadi pada dirinya. c. Merasa telah mencapai tujuan utama dalam kehidupannya. Seorang tidak lagi mengejar suatu impian yang tidak mungkin dapat dicapai dengan keadaan dirinya sekarang karena ia merasa telah mencapai tujuan hidupnya dimasa yang lalu. d. Memiliki self image yang positif Seseorang yang telah dapat menerima keadaan dirinya dan mampu untuk menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut serta hidup penuh dengan sukacita . e. Memelihara sikap yang optimis Optimis dan yakin bahwa hidup ini tidak sis-sia. Ia telah mengisi hidupnya dengan hal-hal yang sangat berarti bagi dirinya. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Hidup pada Orang Lanjut Usia Beberapa kondisi yang menunjang kepuasan hidup pada orang usia lanjut (Hurlock, 1997) adalah sebagai berikut : 6 a. Sikap yang menyenangkan terhadap usia lanjut berkembang sebagai akibat dari kontak pada usia sebelumnya dengan orang usia lanjut sebelumnya. b. Kenangan yang menggembirakan sejak masa anak-anak sampai masa dewasa. c. Bebas untuk mencapai gaya hidup yang diinginkan tanpa ada intervensi dari luar. d. Sikap yang realistis pada kenyataan terhadap perubahaan fisik dan psikis sebagai akibat dari usia lanjut yang tidak dapat dihindari. e. Menerima kenyataan hidup diri dan kondisi hidup yang ada sekarang walaupun kenyataan yang sekarang berada dibawah kondisi yang diharapkan.. f. Mempunyai kesempatan untuk memantapkan kepuasan dan pola hidup yang diterima oleh kelompok sosial dimana dia sebagai kelopok anggotanya. g. Terus berpartisipasi dengan kegiatan yang berarti dan menarik. h. Diterima oleh dan memperoleh respek dari kelompok sosial. i. Perasaan puas dengan status yang ada sekarang dan prestasi masa lalu. j. Puas dengan status perkawinannya dan kehidupan seksualnya. k. Kesehatan yang cukup bagus tanpa mengalami masalah kesehatan yang kronis. l. Menikmati kegiatan rekreasional yang direncanakan khusus bagi orang usia lanjut. m.Menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan temanteman. n. Melakukan kegiatan produktif, baik kegiatan dirumah maupun kegiatan yang secara sukarela dilakukan. Situasi keuangannya memadai untuk memenuhi seluruh keinginan dan kebutuhannya. 7 METODE Jenis Penelitian Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif mengingat tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali secara lebih mendalam dan mendeskripsikan gambaran bagaimana kepuasan hidup duda/janda lanjut usia yang tidak tinggal bersama anggota keluarga. Partisipan Karakteristik partisipan adalah lanjut usia yang berusia 60 tahun keatas. Dalam penelitian ini peneliti melibatkan 2 partisipan yang berstatus janda dan tidak tinggal bersama dengan anggota keluarga yang lain. Partisipan berjumlah 2 orang lanjut usia yang masih bisa berkomunikasi dengan baik dengan identitas sebagai berikut: Identitas Partisipan 1 (P1) Partisipan 2 (P2) Nama K S Status Janda Janda Usia 67 71 Alamat Boyolali Boyolali Tinggal dengan Sendiri Pembantu a. P1 ini hidup sendiri tanpa ada sanak saudara. Beliau tidak mempunyai anak karena seminggu setelah menikah suaminya terlebih dahulu dipanggil Tuhan tetapi beliau pernah merawat anak dari kakak perempuannya yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri yang sekarang tinggal di Jakarta. Partisipan ini adalah pensiunan guru. Anggota keluarganya yang lain tinggal jauh dari beliau yaitu di Semarang. 8 b. P2 hidup dengan seorang pembantu yang biasanya membantu pekerjaan rumah. Beliau sudah lama hidup sendiri tanpa anggota keluarga lain dan suaminya sudah lama meninggal. Beliau mempunyai dua orang anak laki-laki, masing – masing tinggal di Jakarta dan Semarang. Anggota keluarga yang lain atau saudara-saudaranya juga tinggal jauh yaitu di Jogja dan di Jakarta. Pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Dalam metode tersebut peneliti menerapkan wawancara dan observasi dalam 5 aspek yaitu, kesenangan terhadap kehidupan sehari-hari, menghargai hidup, merasa telah mencapai dalam kehidupan utamanya, memiliki self image yang positif dan memelihara sikap yang optimis. Selain itu media elektronik seperti handphone digunakan peneliti sebagai alat untuk merekam semua hasil wawancara dengan kedua partisipan. Peneliti juga membawa pulpen dan kertas untuk menulis aktivitas yang sedang dilakukan oleh partisipan. Pelaksanaan Penelitian Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat penelitian agar dapat melakukan penelitian dan pengambilan data dari fakultas Psikologi dengan persetujuan dari kedua dosen pembimbing. Kemudian surat ijin tersebut akan ditunjukan kepada partisipan untuk meminta ketersediaannya dalam proses pengambilan data. Pada awalnya peneliti membangun rapport kepada kedua partisipan dan kemudian dilanjutkan proses wawancara.Sebelum melakukan penelitian peneliti menghubungi partisipan untuk menanyakan kesediaan partisipan kapan partisipan bisa diwawancarai. Penelitian pada partisipan 1 dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2015 dan pada 9 partisipan 2 dilakukan penelitian pada tanggal 20 Oktober 2015. Menjalin rapport, observasi sampai pada wawancara pengambilan data berlangsung selama 2 bulan dari bulan September sampai awal November. Penelitian ini dilakukan dirumah masingmasing partisipan yaitu di Boyolali. Penelitian ini juga melakukan wawancara dengan kerabat dan tetangga sebagai sarana pengujian keabsahan (data triangulasi). Analisis data Pertama peneliti mengorganisasikan data kualitatif dalam bentuk verbatim dengan rapi, sisitematis dan selengkap mungkin. Kemudian peneliti membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh (koding). Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistemasi data secara detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari. Selanjutnya melakukan pendatan faktual dan menemukan tema-tema . Setelah itu peneliti menghubungkan tema - tema tersebut sehingga tersusun kategori-kategori. Kategori tersebut disusun sehingga menampilkan hubungan antar katagori. Terakhir adalah menarasikan kategori-katagori tersebut. HASIL Hasil analisis data memunculkan beberapa tema seperti pada pola komunikasi yang dilakukan dengan anggota keluarga, kesenangan dengan kehidupan sehari – hari, menghargai hidup, mencapai tujuan utama dalam hidup, memiliki self image yang positif dan memelihara sikap yang optimis. Pada awalnya P1 merasa kesepian setelah suaminya meninggal pada tahun 1996, ia hidup bersama seorang pembantu di Solo beliau tidak mempunyai anak tetapi setelah beliau pindah rumah di Boyolali pada tahun 2007 beliau merasa lebih ceria dan lebih senang karena beliau merasa mempunyai banyak teman dan banyak kegiatan di Boyolali. Sedangkan pada P2 beliau merasakan 10 adanya kepuasan hidup setelah melihat anak – anaknya sukses pada tahun 1991, beliau mengaku senang dan sangat bersyukur hidupnya selalu diberi kemudahan oleh Tuhan. Karena sebelumnya beliau bercerita bahwa hidupnya dulu begitu susah tetapi sekarang sudah menerima hasilnya dari kesuksesan yang diraih oleh anak- anaknya. Pola komunikasi dengan anggota keluarga Kedua partisipan tetap saling berkomunikasi meskipun mereka jarang bertemu dengan keluarganya. Hal tersebut dilakukan oleh keluarga P1 yang selalu menelepon beliau dan selalu menanyakan kabar P1. Keluarga yang berada di Semarang setiap 2 minggu menjemput beliau untuk menginap agar beliau tidak selalu berada dirumah sendiri. Begitu pula dengan P2 meskipun anak – anak beliau berada diluar kota tetapi komunikasi melalui telepon hampir setiap hari dilakukan. Anaknya yang berada di Semarang setiap Sabtu selalu menjenguk beliau, sedangkan anaknya yang berada di Jakarta hanya bisa bertemu setahun dua kali saat Paskah dan Natal. Kesenangan dengan kehidupan sehari – hari Kedua partisipan sangat menikmati kehidupan mereka sehari-hari. Mereka senang dengan kehidupan yang dijalaninya sekarang. Kedua partisipan juga merasa senang dengan berbagai kegiatan yang dilakukan sehari- hari. misalnya saja pada P1 beliau sering mengikuti kegiatan gereja seperti PA (Pemahaman Alkitab) dan latihan koor. Selain kegiatan gereja beliau juga sangat senang melakukan kegiatan diluar rumah seperti jalan – jalan. Hal ini juga dirasakan pada P2, beliau menikmati hari- harinya dengan banyak kegiatan seperti kegiatan gereja, memasak, bersih- bersih rumah, membaca alkitab, membaca surat kabar, jalan – jalan pagi dan mengikuti senam lansia. 11 Menghargai hidup sebagai sesuatu yang berarti dan bertanggung jawab atas apa yang terjadi dalam kehidupannya Kedua partisipan merasa hidupnya sangat berarti dan merasa hidupnya berguna bagi orang sekitar. P1 merasa bahwa mempunyai teman banyak membuat dirinya terhibur. Beliau mengahargai hidupnya dengan mendekatkan diri dengan Tuhan melalui aktivitas – aktivitas yang berhubungan dengan Tuhan. P1 juga merasa bahwa hidupnya berarti bagi orang lain ketika beliau merasa orang disekitarnya senang dengan keberadaan beliau. Hal tersebut juga dialami oleh P2, beliau menghargai hidupnya dengan menyerahkan kehidupannya kepada Tuhan. Setiap ada persoalan beliau selalu terbuka dengan keluarganya hal ini membuat beban hidupnya tidak begitu berat. P2 juga merasa bahwa hidupnya berarti bagi orang disekitarnya. Merasa telah mencapai tujuan utama dalam kehidupannya. P1 merasa belum mencapai tujuan hidupnya di masa lalu tetapi sudah mau menerima kehidupannya yang sekarang. Hal ini terjadi ketika harapannya di masa lalu ingin mempunyai anak tetapi Tuhan berkendak lain. Berbeda dengan P2, beliau bersyukur kepada Tuhan karena sudah mencapai tujuan hidupannya dimasalalu. P2 berharap agar anak- anaknya hidup rukun satu sama lain dan saat ini beliau melihat harapannya itu terjadi dan beliau merasa senang. Memiliki self image yang positif Kedua partisipan sudah mau menerima keadaan dirinya, berusaha menyesuaikan dirinya dengan baik dan merasa hidupnya penuh dengan sukacita terhadap dirinya yang sekarang. Seperti pada P1 yang telah menyesuaikan dirinya yang menyadari bahwa dirinya sendiri, ketika ingin berpergian kemanapun itu selalu berhati – hati agar tidak 12 menimbulkan kesan negatif pada orang sekitar. Pada P2 ini beliau menerima dirinya dengan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Memelihara sikap yang optimis Kedua partisipan meyakini bahwa hidupnya selama ini tidak sia- sia, mereka berpendapat bahwa hidupnya sangat berarti bagi dirinya sendiri dan orang – orang disekitarnya. Kedua partisipan mengisi hari – harinya dengan sesuatu hal yang membuat dirinya bahagia. Seperti yang dilakukan P1 beliau merasa hidupnya berarti bagi dirinya sendiri dan orang sekitar ketika beliau membantu membayar biaya sekolah pada beberapa siswa sebelum dirinya pensiun. Ketika beliau merasa bosan dalam kesehariannya beliau berusaha untuk menghibur dirinya dengan jalan – jalan. Sedangkan pada P2 beliau juga merasa hidupnya berarti bagi orang disekitarnya. Beliau sering membantu saudaranya yang sedang kesusahan. Melakukan banyak aktivitas yang membuat hidupnya tidak bosan. PEMBAHASAN Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan kedua partisipan, dapat diketahui bahwa kedua partisipan tinggal jauh dari anggota keluarganya, namun masih tetap menjaga komunikasi dengan keluarganya melalui telepon. P1 terkadang dijemput keluarganya ke Semarang dua minggu sekali, keluarganya tidak ingin P1 selalu sendiri di rumah. Sedangkan P2 mengatakan bahwa hampir setiap hari beliau ditelepon oleh anak-anaknya. Beliau juga mengatakan bahwa setiap hari Sabtu anaknya yang tinggal di Semarang selalu datang berkunjung, sementara anaknya yang tinggal di Jakarta datang setiap hari raya Paskah dan Natal. Adanya family support mendukung kepuasan hidup pada masing- masing partisipan. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan 13 oleh Mahmud Fauzi (2013) yang menyatakan bahwa family support sangat diperlukan untuk memberikan rasa penghargaan, kepercayaan, kecintaan, sikap hormat, sikap kasih sayang, perhatian dan bantuan. Hal tersebut akan membantu lansia dapat merasakan kepuasan hidup dengan rasa senang dan bahagia, baik melalui dukungan penghargaan, nyata, informasi dan emosional. Kedua partisipan sangat menikmati hidupnya dan tidak pernah merasa kesepian. Mereka senang dengan kehidupan yang dijalaninya sekarang. Kedua partisipan juga merasa senang dengan berbagai kegiatan yang dilakukan sehari- hari. Misalnya dengan latihan koor, PA (pemahaman alkitab), senam lansia, jalan-jalan dan aktivitas lainnya yang membuat mereka senang. Banyaknya aktivitas – aktivitas positif mempengaruhi kepuasan hidup pada lansia. Hal ini sesuai dengan Teori Aktivitas (Activity Theory) teori ini menyatakan hanya dengan terus melakukan berbagai aktivitas, para lanjut usia mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan. Maksudnya dengan tetap aktif dan berprestasi serta merasa tetap dibutuhkan oleh orang lain mernbuat para lanjut usia dapat menikmati kebahagiaan dimasa usia lanjut. Mereka yang merasa tidak dibutuhkan lagi akan merasa tidak puas dan tidak bahagia (Havighurst dalam Neurgarten, 1968). Menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan teman - teman merupakan kondisi yang menunjang kepuasan hidup pada lansia (Hurlock, 1997). Menurut kedua partisipan ada perubahan yang dialami ketika mereka masih tinggal bersama anggota keluarganya dan setelah hidup sendiri. Seperti yang dirasakan oleh P1 bahwa beliau merasakan hidupnya lebih senang ketika suaminya masih hidup. Tetapi setelah ditinggal suaminya sejak tahun 1996, P1 menjalani hari - harinya sendiri. Meskipun hidup sendiri beliau tetap berusaha untuk lebih bahagia dari hari ke hari. Beliau sendiri mengaku lebih ceria dan senang ketika pindah dari Solo ke Boyolali, 14 karena dengan adanya berbagai kegiatan - kegiatan gereja dan teman-teman yang banyak hal tersebut membuat P1 merasa lebih ceria dan senang. Sedangkan P2 merasakan bahwa hidupnya selalu senang sebelum ataupun sesudah hidup sendiri dan jauh dari anak- anaknya. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kedekatan hubungan orang tua dan anak memungkinkan munculnya sindrom sarang hampa pada diri orang tua ketika anak - anak meninggalkan rumah, karena orang tua merasa rumah menjadi sepi ditinggalkan oleh anak – anak, dan para orang tua menjadi mudah dirambah oleh perasaan kesepian (Rosen et al., 2000). Anak-anaknya sudah bekerja diluar kota sejak tahun 1992. Semenjak anak-anaknya bekerja luar kota P2 masih ditemani suaminya. tetapi selama kurang lebih 8 tahun P2 merasakan ada beban didalam hidupnya selama suaminya sakit- sakitan dan tahun 2001 mulai hidup sendiri karena suaminya sudah dipanggil Tuhan. Tetapi P2 tetap menjalani hari-harinya dengan senang karena hidupnya selalu diisi dengan berbagai kegiatan seperti mengikuti bible, PA ( pemahaman alkitab) dan senam lansia maka beliau tidak merasakan kesepian dan hidupnya selalu senang. Menurut De Carlo (dalam Rogers, 1979) menyatakan bahwa usia yang aktif untuk melakukan aktivitas diwaktu luang sangat mempengaruhi penyesuaian kepuasan baik pada masa pensiun maupun pada masa usia lanjut. Kedua partisipan sangat menghargai hidup mereka, hal ini terlihat ketika kedua partisipan mempunyai religiusitas yang tinggi. Mereka selalu mengandalkan Tuhan disetiap waktu dan selalu bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan kepada kedua partisipan. Dan kedua partisipan juga merasa bahwa hidupnya sangat berguna bagi sekitar. Tingkat religiusitas yang tinggi juga berpengaruh pada kepuasan hidup lanjut usia. Hal tersebut didukung oleh adanya penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan sangat signifikan antara religiusitas dengan kepuasan hidup pada 15 lanjut usia (Catur Khurotur, 2007). Artinya semakin tinggi religiusitas yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula kepuasan hidupnya, begitu pula sebaliknya semakin rendah religiusitas yang dimiliki seseorang maka semakin rendah pula kepuasan hidupnya Dalam pencapaian hidup kedua partisipan mempunyai perbedaan. Hal ini terlihat ketika P1 mengaku merasa belum mencapai tujuan hidupnya dimasalalu tetapi sudah mau menerima kehidupannya yang sekarang. P1 mempunyai harapan untuk bisa mempunyai anak tetapi sekarang ini beliau sudah menerima dirinya dan menyesuaikan diri dengan baik. Menerima kenyataan diri dan kondisi hidup yang ada sekarang walaupun kenyataan yang ada sekarang dibawah kondisi yang diharapkan menunjang kepusan hidup pada lanjut usia ( Hurlock, 1997). Sedangkan pada P2 ini beliau merasa bahwa sudah mencapai harapan yang ingin dicapai dimasalalu dengan kenyataan yang ada sekarang. Perasaan puas dengan status yang ada sekarang dan prestasi masalalu menunjang kepuasan hidup pada lanjut usia (Hurlock, 1997). P2 berharap bahwa anakanaknya hidup rukun saling membantu seperti sekarang ini. Kedua partisipan sudah mau menerima keadaan dirinya dengan baik, berusaha menyesuaikan dirinya dengan baik dan merasa hidupnya penuh dengan sukacita terhadap dirinya yang sekarang. Kedua partisipan meyakini bahwa hidupnya selama ini tidak sia- sia, mereka berpendapat bahwa hidupnya sangat berarti bagi dirinya sendiri dan mengisi hari – harinya dengan sesuatu hal yang membuat dirinya bahagia. Hurlock (1997) menyatakan bahwa melakukan kegiatan produktif, baik dirumah maupun kegiatan secara sukarela dilakukan. Situasi keuangannya memadai untuk memenuhi seluruh keinginanya dan kebutuhannya akan menunjang kepuasan hidup pada lanjut usia. Seperti yang dilakukan P1 ketika beliau membantu muridnya yang tidak bisa membayar sekolah sampai beliau 16 pensiun. Sedangkan P2 merasa bahwa menjaga hubungan yang baik dengan keluarga ataupun masyarakat sekitar menjadikan dirinya bisa berguna bagi orang sekitar. Karena nilai sosial yang tinggi ditekankan pada popularitas maka orang akan merasa bahagia apabila mereka mempunyai kesempatan untuk mengadakan hubungan sosial dengan orang- orang yang berada diluar lingkungannya ketimbang apabila hubungan sosial mereka terbatas pada anggota keluarga (Hurlock, 1997). Dalam penelitian ini P1 sudah mencapai kepuasan hidupnya dengan baik, beliau sudah bisa menyesuaikan keadaan dirinya. Begitupun dengan P2 beliau juga sudah mencapai kepuasan hidupnya dengan baik dan selalu bersyukur dengan kehidupannya yang sekarang. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Kepuasan hidup pada lanjut usia janda/duda yang tidak tinggal bersama anggota keluarganya dapat dicapai dengan melakukan komunikasi yang baik serta adanya dukungan dari keluarga. Selain itu banyaknya aktivitas dan hubungan sosial dengan orang lain serta tingkat religiusitas yang tinggi akan membuat lanjut usia mencapai kepuasan hidupnya dengan baik. SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan dalam penelitian ini. Untuk itu peneliti ingin memberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya. 17 1. Bagi lanjut usia untuk mengikuti kegiatan yang positif dan dapat menyesuaikan dirinya sekarang dengan baik. 2. Bagi keluarga lanjut usia agar selalu mendukung dalam setiap kegiatan positif yang dilakukan lanjut usia. 3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk bisa lebih bervariasi dalam menentukan subjek penelitian. 18 DAFTAR PUSTAKA Fauziah, C. K. (2007). Hubungan antara religiusitas dengan kepuasan hidup pada lansia. Available (online) http://eprints.umm.ac.id/ Gunarsa, S. D. (2006). Dari anak sampai usia lanjut: Bunga rampai psikologi perkembangan. Jakarta: Gunung Mulia. Hardywinoto S., Setiabudhi,T. (1999). Panduan gerontologi: Tinjauan dari berbagai aspek. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Hurlock, Elizabeth B. (1997). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan: Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Imam, I. B & Purwadi. (2006). Hubungan antara kecenderungan hidup sehat dengan kepuasan hidup pada lansia: Humanitas Vol 3(2). Indriana,Yeniar. (2012). Gerontologi & Progeria. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mahmud Fauzi (2013). Hubungan dorongan keluarga dan kepuasan hidup lansia berdasarkan status perkawinan. (Online): www.ejournal.umm.ac.id. Minaswari Natalia (2007). Kecerdasan hidup orang lanjut usia ditinjau dari: kecerdasan spiritual. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Muzamil, J & Tasia M. (2008). An assesmen of life satisfaction among women: Home Comm. Sci., 2(1), 33-42. Retrieved Stud. from http://www.krepublishers.com/02-Journals/ Papalia, D & Duskin, R .(2014). Menyelami perkembangan manusia: Eksperience human development. (Ed.12) buku 2. Jakarta: salemba humanika. Rachman, Abdul. (2007). Perbedaan kepuasan hidup lansia pada kelompok pensiunan dosen UNNES anggara kasih dan non anggara kasih. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi UNNES Sarosa, Samiaji.(2012). Penelitian kualitatif: dasar-dasar. Jakarta: PT. Indeks. Soehartono, Irawan. 2008. Metode penelitian sosial: Suatu teknik penelitian bidang kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Young In Song (1992). Life satisfaction of the Korean American psychologycal analisis: Korean journal of population an Retrieved from http://s-space.snu.ac.kr/ elderly from a sociodevelopman. 21(2).